PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Kakek-Nenek ”Baru”
    Sedarlah!—1999 | 22 Maret
    • Kakek-Nenek ”Baru”

      ”Selamat datang di Rumah Opa dan Oma​—Manjakan Anak-Anak Anda di Sini; Bisa Ditunggu.” Demikianlah kira-kira bunyi tanda yang terpasang di pintu masuk rumah Gene dan Jane.

      AKAN tetapi, sewaktu Anda memasuki rumah itu, yang terlihat bukanlah sepasang suami-istri lanjut usia yang duduk di kursi goyang. Sebaliknya, Anda akan mendapati sepasang suami-istri yang awet muda dan energik berusia sekitar 40 tahun. Gene dan Jane sama sekali tidak menghindari peran sebagai ’anggota keluarga paling senior’, tetapi dengan antusias menyambut peran mereka sebagai kakek-nenek. ”Memang, itu merupakan salah satu tanda bahwa usia kami semakin lanjut,” kata Gene, ”tetapi, di masa inilah kami menerima salah satu imbalan, upah membesarkan anak-anak kami​—yakni cucu.”

      Sebuah peribahasa zaman dahulu berbunyi, ”Mahkota orang-orang tua adalah anak cucu.” (Amsal 17:6) Kakek-nenek dan cucu sering menikmati ikatan kasih dan keakraban yang sangat istimewa. Dan menurut jurnal Generations, ”belum pernah sebelumnya ada begitu banyak kakek-nenek dalam masyarakat Amerika”. Alasannya? ”Meningkatnya harapan hidup dan ritme baru dalam siklus kehidupan keluarga,” jelas artikel tersebut. ”Dengan adanya perubahan-perubahan dalam tingkat kematian dan kesuburan, diprakirakan tiga perempat orang dewasa akan sempat menjadi kakek-nenek . . . Kebanyakan orang setengah baya menjadi kakek-nenek pada usia sekitar 45 tahun.”

      Sebuah generasi baru kakek-nenek telah muncul di beberapa negeri. Namun, banyak yang semakin terlibat dalam memelihara cucu-cucu mereka. Misalnya, putra Gene dan Jane telah bercerai dengan istrinya, dan mereka berdua sama-sama mendapat hak perwalian. ”Kami mencoba membantu dengan memelihara cucu kami sementara putra kami bekerja,” jelas Jane. Menurut sebuah survei, kakek-nenek di Amerika Serikat yang merawat cucu mereka menghabiskan waktu rata-rata 14 jam setiap minggu untuk itu. Ini setara dengan upah pekerjaan senilai 29 miliar dolar AS per tahun!

      Apa sukacita yang dirasakan kakek-nenek zaman sekarang? Apa tantangan mereka? Artikel berikut akan mengupas pertanyaan-pertanyaan tersebut.

  • Kakek-Nenek​—Sukacita dan Tantangan Mereka
    Sedarlah!—1999 | 22 Maret
    • Kakek-Nenek​—Sukacita dan Tantangan Mereka

      ”Saya senang sekali menjadi kakek! Saya bisa bersenang-senang bersama cucu-cucu tanpa dibebani perasaan bertanggung jawab atas mereka. Saya sadar bahwa saya memiliki andil dalam kehidupan mereka, tetapi bukan saya yang harus mengambil keputusan akhir. Itu tugas orang-tua mereka.”​—Gene, seorang kakek.

      MENGAPA menjadi kakek-nenek dapat menimbulkan perasaan antusias semacam itu? Para peneliti mendapati bahwa hal-hal yang sewajarnya orang-tua tuntut dari anak-anak dapat menimbulkan banyak ketegangan. Karena kakek-nenek biasanya tidak menuntut hal-hal semacam itu, mereka dapat menikmati hubungan yang jauh lebih bebas stres dengan cucu-cucu. Sebagaimana dinyatakan dr. Arthur Kornhaber, mereka merasa leluasa untuk menyayangi anak dari putra-putri mereka hanya ’karena ia adalah cucu mereka’. Seorang nenek bernama Esther berkata, ”Sewaktu menghadapi anak-anak saya sendiri, segala sesuatu yang mereka lakukan menguras emosi saya setiap hari. Tetapi, sewaktu menghadapi cucu, saya leluasa untuk sekadar bersenang-senang dan menyayangi mereka.”

      Selain itu, seraya usia bertambah, hikmat dan kecakapan pun bertambah. (Ayub 12:12) Karena tidak muda lagi dan telah banyak makan asam garam, kakek-nenek telah berpengalaman selama bertahun-tahun sebagai orang-tua. Karena telah belajar dari kekeliruan, mereka boleh jadi lebih cakap dalam menangani anak-anak daripada semasa muda.

      Oleh karena itu, dr. Kornhaber menyimpulkan, ”Ikatan yang sehat dan penuh kasih antara kakek-nenek dan cucu sangat penting bagi kesehatan emosi dan kebahagiaan seorang anak, orang-tuanya, maupun kakek-neneknya. Ikatan ini, merupakan hak istimewa alami yang dimiliki anak-anak semenjak lahir, . . . suatu warisan dari anggota keluarga senior yang membawa manfaat bagi semua anggota keluarga.” Dengan nada serupa, jurnal Family Relations mengomentari, ”Jika kakek-nenek menghayati dan menjalankan perannya, maka kesejahteraan serta kekuatan moril pun semakin terasa.”

      Peran Kakek-Nenek

      Ada banyak peran berharga yang dapat dipenuhi kakek-nenek. ”Mereka dapat mendukung anak-anak mereka yang telah menikah,” kata Gene. ”Saya pikir dengan berbuat demikian, mereka dapat memperingan beberapa situasi sulit yang dihadapi orang-tua yang masih muda.” Ada banyak yang juga dapat dilakukan kakek-nenek untuk mendukung cucu-cucu mereka sendiri. Sering kali, seorang anak mengetahui sejarah keluarganya dari cerita-cerita kakek-neneknya. Kakek-nenek sering memegang peran kunci dalam meneruskan warisan agama keluarga.

      Dalam banyak keluarga, kakek-nenek berfungsi sebagai pembimbing yang dapat diandalkan. ”Barangkali ada hal yang anak-anak bicarakan dengan Anda karena tidak merasa leluasa untuk membicarakannya dengan orang-tua mereka,” kata Jane, yang disebutkan dalam artikel pertama. Orang-tua pada umumnya menyambut baik dukungan tambahan semacam itu. Menurut sebuah penelitian, ”lebih dari 80 persen remaja menganggap kakek-nenek mereka sebagai orang kepercayaan. . . . Banyak cucu yang sudah dewasa memelihara kontak secara teratur dengan kakek-nenek yang paling akrab dengan mereka”.

      Kakek-nenek yang pengasih dapat sangat berarti bagi anak yang tidak mendapatkan pengasuhan yang baik di rumah. ”Nenek saya adalah orang terpenting pada awal masa kanak-kanak saya,” tulis Selma Wassermann. ”Nenek sayalah yang melibatkan diri dan mengasuh saya layaknya orang-tua. Ia siap didekati kapan saja, dan sewaktu ia memangku serta menghibur saya, saya merasa aman. . . . Dari neneklah saya mempelajari hal-hal terpenting tentang diri saya​—bahwa saya dikasihi dan memang pantas dikasihi.”​—The Long Distance Grandmother.

      Ketegangan Keluarga

      Namun, menjadi kakek-nenek tidak luput dari ketegangan dan problem. Misalnya, satu orang-tua mengenang perdebatan sengit dengan ibunya mengenai metode yang tepat untuk membantu sang bayi bersendawa. ”Hal itu mengakibatkan keretakan hubungan kami pada saat saya sedang rentan-rentannya.” Dapat dimaklumi, pasangan yang masih muda ingin agar orang-tua mereka menyetujui cara mereka membesarkan anak-anak. Jadi, saran-saran dari orang-tua mereka, meski didasari niat baik, dapat terasa seperti kritikan yang kejam.

      Dalam bukunya, Between Parents and Grandparents, dr. Kornhaber menceritakan dua orang-tua yang mengalami dua macam problem yang umum. Kata orang-tua yang satu, ”Setiap hari orang-tua saya datang tanpa permisi, dan mereka kesal jika saya tidak berada di rumah saat mereka datang. . . . Mereka tidak memikirkan saya​—perasaan dan privasi saya.” Orang-tua yang satunya lagi mengeluh, ”Orang-tua saya ingin menguasai gadis kecil saya. Yang mereka pikirkan dua puluh empat jam sehari hanyalah Susi. . . . Kami sedang mempertimbangkan untuk pindah rumah jauh-jauh.”

      Adakalanya kakek-nenek juga dituduh memanjakan cucu-cucu dengan memberikan banyak sekali hadiah. Tentu saja, wajar apabila kakek-nenek selalu bermurah hati, tetapi ada yang tampaknya agak berlebihan dalam menyatakannya. Namun, adakalanya, keluhan orang-tua mungkin timbul karena kecemburuan. (Amsal 14:30) ”Orang-tua saya sangat streng dan keras terhadap saya,” demikian Mildred mengakui. ”Terhadap anak-anak saya, mereka sangat murah hati dan [serbaboleh]. Saya cemburu karena mereka sama sekali belum berubah dalam memperlakukan saya.” Apa pun motif atau alasannya, problem dapat timbul bila kakek-nenek tidak merespek keinginan orang-tua sehubungan dengan memberikan hadiah.

      Oleh karena itu, sebaiknya kakek-nenek memperlihatkan kebijaksanaan dalam mempertunjukkan kemurahan hati. Alkitab memperlihatkan bahwa perkara-perkara yang baik sekalipun dapat berakibat buruk jika berlebihan. (Amsal 25:27) Seandainya Anda ragu-ragu mengenai jenis hadiah yang tepat, berkonsultasilah dengan sang orang-tua. Dengan cara ini, Anda ”tahu caranya memberikan pemberian yang baik”.​—Lukas 11:13.

      Kasih dan Respek​—Itu Kuncinya!

      Sungguh menyedihkan, beberapa kakek-nenek mengeluh bahwa upaya mereka mengurus dan mengasuh cucu tidak dihargai. Ada yang merasa bahwa kontak mereka dengan cucu-cucu dibatasi. Ada pula yang mengatakan bahwa anak-anak mereka yang sudah dewasa menjauhi mereka, bahkan tanpa menjelaskan apa alasannya. Problem-problem menyakitkan semacam itu sering kali dapat dielakkan seandainya anggota keluarga saling memperlihatkan kasih dan respek. Alkitab berkata, ”Kasih ialah panjang sabar dan baik hati. Kasih tidak cemburu, . . . tidak mencari kepentingan diri sendiri, tidak terpancing menjadi marah. . . . Ia menahan segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, bertekun menahan segala sesuatu.”​—1 Korintus 13:​4, 5, 7.

      Barangkali Anda adalah orang-tua yang masih muda, dan Nenek memberikan saran atau pengamatan dengan niat baik tetapi menjengkelkan. Apakah Anda benar-benar memiliki alasan untuk ”terpancing menjadi marah”? Bagaimanapun, Alkitab memperlihatkan bahwa peran wanita Kristen yang lebih tua justru adalah mengajar ”wanita-wanita muda untuk mengasihi suami mereka, untuk mengasihi anak-anak mereka, untuk menjadi sehat dalam pikiran, murni, pekerja-pekerja di rumah”. (Titus 2:​3-5) Dan, bukankah Anda dan kakek-nenek menginginkan hal yang sama​—yang terbaik untuk anak-anak Anda? Karena kasih ”tidak mencari kepentingan diri sendiri”, barangkali yang terbaik adalah memusatkan perhatian pada kebutuhan anak​—bukan perasaan Anda sendiri. Dengan demikian, Anda dapat terhindar dari ”membangkitkan persaingan dengan satu sama lain” atas semua kejengkelan sepele.​—Galatia 5:26.

      Memang, Anda mungkin takut jangan-jangan kemurahan hati yang berlebihan akan membuat anak Anda menjadi manja. Tetapi, biasanya kakek-nenek tidak bermotif buruk sewaktu mereka bermurah hati. Sebagian besar pakar perawatan anak sependapat bahwa cara Anda melatih dan mendisiplin anak jauh lebih berpengaruh daripada campur tangan kakek-nenek yang hanya sesekali. Seorang doktor menyarankan, ”Pertahankanlah selera humor yang baik.”

      Jika Anda punya alasan yang sah untuk prihatin tentang perawatan anak, jangan putuskan kontak orang-tua atau mertua Anda dari anak-anak. Alkitab berkata, ”Rancangan gagal kalau tidak ada pertimbangan [”pembicaraan konfidensial”, NW].” (Amsal 15:22) Pada ’waktu yang tepat’, adakan diskusi serius dan ungkapkan keprihatinan Anda. (Amsal 15:23) Sering kali, ini dapat menghasilkan jalan keluar.

      Bagaimana bila Anda adalah kakek-nenek? Maka, sangat penting untuk memperlihatkan respek terhadap orang-tua dari cucu-cucu Anda. Tentu saja, Anda wajib berbicara sewaktu merasa bahwa cucu-cucu Anda berada dalam bahaya. Tetapi, meskipun wajar bagi Anda untuk mengasihi dan menyayangi cucu-cucu Anda, yang bertanggung jawab membesarkan anak-anak adalah orang-tua, bukan kakek-nenek. (Efesus 6:4) Alkitab memerintahkan cucu-cucu Anda untuk merespek dan menaati orang-tua mereka. (Efesus 6:1, 2; Ibrani 12:9) Jadi, berupayalah agar jangan memberikan saran kepada orang-tua mereka tanpa diminta atau merongrong wewenang orang-tua.​—Bandingkan 1 Tesalonika 4:11.

      Memang, tidak melibatkan diri, menahan lidah Anda​—dan barangkali kesabaran Anda​—serta membiarkan anak-anak Anda melakukan tugas mereka sebagai orang-tua, tidak selalu mudah. Tetapi, sebagaimana dikatakan Gene, ”kecuali mereka minta saran, Anda harus bekerja sama dengan apa yang menurut mereka adalah yang terbaik untuk anak-anak mereka”. Kata Jane, ”Saya berhati-hati untuk tidak mengatakan, ’Begini seharusnya!’ Ada banyak cara untuk melakukan sesuatu, dan jika Anda mau menang sendiri, itu dapat menimbulkan masalah.”

      Apa yang Dapat Diberikan Kakek-Nenek

      Alkitab menggambarkan cucu sebagai berkat dari Allah. (Mazmur 128:3-6) Dengan memperlihatkan minat akan cucu-cucu, Anda dapat memberikan pengaruh kuat dalam kehidupan mereka, membantu mereka mengembangkan norma-norma yang saleh. (Bandingkan Ulangan 32:7.) Pada zaman Alkitab, seorang wanita bernama Lois berperan penting dalam membantu cucunya, Timotius, bertumbuh menjadi abdi Allah yang menonjol. (2 Timotius 1:5) Demikian pula, Anda dapat menikmati sukacita seraya cucu-cucu Anda menyambut pelatihan yang saleh.

      Anda pun dapat menjadi sumber kasih dan kasih sayang yang dibutuhkan. Memang, barangkali Anda bukan tipe orang yang leluasa mengungkapkan kasih sayang dan perasaan. Akan tetapi, kasih yang saleh juga dapat diperlihatkan dengan menaruh minat tulus yang tidak mementingkan diri terhadap cucu-cucu Anda. Penulis bernama Selma Wassermann berkata, ”memperlihatkan minat terhadap apa yang diceritakan seorang anak . . . pastilah menunjukkan bahwa Anda berminat terhadap dia. Menjadi pendengar yang baik, tidak menyela, tidak mengkritik​—semua ini menyingkapkan respek, kasih sayang, dan penghargaan”. Bagi seorang cucu, perhatian pengasih semacam itu merupakan salah satu hadiah terbaik yang dapat diberikan oleh kakek-nenek.

      Sejauh ini, pembahasan kita menyoroti peran kakek-nenek yang tradisional. Akan tetapi, banyak kakek-nenek zaman sekarang menanggung beban yang jauh lebih berat.

      [Blurb di hlm. 6]

      ”Dari neneklah saya mempelajari hal-hal terpenting tentang diri saya​—bahwa saya dikasihi dan memang pantas dikasihi”

      [Kotak di hlm. 6]

      Kiat-Kiat bagi Kakek-Nenek yang Tinggal Jauh

      • Mintalah anak Anda mengirimkan kaset video atau foto cucu-cucu Anda.

      • Kirimkan ”surat” berupa kaset audio kepada cucu-cucu Anda. Untuk anak-anak kecil, buatlah rekaman suara Anda membacakan cerita Alkitab atau menyanyikan lagu pengantar tidur.

      • Kirimkan kartu pos dan surat kepada cucu-cucu Anda. Jika mungkin, adakan surat-menyurat secara teratur dengan mereka.

      • Jika Anda sanggup, pelihara kontak dengan cucu-cucu Anda melalui telepon. Sewaktu berbicara dengan anak-anak kecil, mulailah percakapan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan sederhana, seperti, ”Kamu sarapan apa tadi?”

      • Jika mungkin, buatlah kunjungan singkat secara tetap tentu.

      • Aturlah dengan anak Anda untuk membawa cucu-cucu ke rumah Anda. Rencanakan kegiatan yang menyenangkan, seperti pergi ke kebun binatang, museum, dan taman.

  • Bila Kakek-Nenek Harus Menjadi Orang-Tua
    Sedarlah!—1999 | 22 Maret
    • Bila Kakek-Nenek Harus Menjadi Orang-Tua

      ”Saya baru pulang dari perhimpunan di Balai Kerajaan. Ada ketukan keras di pintu, dan di luar berdiri dua polisi bersama dua anak dalam keadaan kotor, rambut acak-acakan, dan seolah-olah sudah berbulan-bulan tidak mandi. Mereka nyaris tidak kelihatan masih anak-anak! Mereka itu cucu-cucu saya, dan ibu mereka​—seorang pecandu obat bius​—telah mengabaikan mereka. Saya seorang janda, dan saya sendiri sudah memiliki enam anak. Tetapi, saya tidak dapat menolak mereka.”​—Santi.a

      ”Putri saya meminta saya untuk mengurus anaknya hingga ia membenahi dirinya. Saya tidak tahu bahwa ia kecanduan obat bius. Akhirnya, saya harus mengasuh dua anak. Bertahun-tahun kemudian, putri saya mendapat satu bayi lagi. Saya tidak ingin mengasuhnya, tetapi cucu saya memohon kepada saya, ’Nek, tidak bisakah kita menampung satu lagi saja?’”​—Dewi.

      MENJADI kakek-nenek sering dilukiskan sebagai ”kesenangan tanpa tanggung jawab”. Tetapi, halnya tidak selalu demikian. Beberapa orang memprakirakan bahwa di Amerika Serikat saja, lebih dari tiga juta anak tinggal bersama kakek-nenek mereka. Dan, jumlah mereka bertambah dengan pesat.

      Apa penyebab di balik kecenderungan yang menggelisahkan ini? Anak-anak yang orang-tuanya bercerai pada akhirnya mungkin tinggal bersama kakek-nenek mereka. Demikian pula dengan anak-anak yang diabaikan atau dianiaya oleh orang-tua mereka. Jurnal Child Welfare mengatakan bahwa karena kecanduan dapat menyebabkan orang-tua tidak sanggup mengemban tanggung jawabnya, ’kokain murni sedang beraksi, menciptakan generasi yang terombang-ambing’. Ada juga jutaan anak yang menjadi ”yatim-piatu” akibat ditelantarkan, ditinggal mati orang-tua, dan penyakit mental yang diderita orang-tua. Anak-anak yang kehilangan ibu akibat AIDS juga pada akhirnya mungkin diurus oleh kakek-nenek mereka.

      Mengemban tanggung jawab mengasuh anak pada usia setengah baya atau selama ”hari-hari yang malang” dari usia tua bisa jadi merupakan tugas yang luar biasa berat. (Pengkhotbah 12:​1-7) Banyak orang tidak sanggup lagi terus mengawasi anak-anak kecil. Beberapa kakek-nenek juga mengurus orang-tua mereka sendiri yang usianya semakin lanjut. Ada pula yang menjanda atau bercerai dan harus mengurus diri tanpa dukungan seorang teman hidup. Dan banyak yang mendapati bahwa mereka tidak siap secara finansial untuk memikul beban semacam itu. Dalam sebuah survei, 4 dari 10 kakek-nenek yang menjadi wali, memiliki penghasilan yang mendekati tingkat kemiskinan. ”Anak-anak jatuh sakit,” kenang Santi. ”Saya terpaksa mengeluarkan banyak sekali uang untuk membeli obat. Saya mendapat sedikit bantuan keuangan dari negara.” Seorang wanita yang berumur mengenang, ”Saya harus menggunakan uang pensiun untuk mengurus cucu-cucu saya.”

      Stres dan Ketegangannya

      Tidak heran, sebuah penelitian mendapati bahwa ”mengurus cucu menimbulkan stres yang cukup besar bagi kakek-nenek; 86 persen dari 60 kakek-nenek yang kami teliti melaporkan perasaan ’depresi atau cemas hampir setiap saat’”. Bahkan, banyak yang melaporkan memiliki masalah kesehatan. ”Saya terpengaruh secara fisik, mental, dan rohani,” kata Elisa, seorang wanita yang mengurus cucu perempuannya yang masih remaja. Dewi, yang menderita gangguan jantung dan tekanan darah tinggi, berkata, ”Dokter saya yakin bahwa itu berkaitan dengan stres akibat mengasuh anak.”

      Banyak yang tidak siap menghadapi perubahan gaya hidup yang dituntut sewaktu mengasuh cucu. ”Ada saat-saatnya saya tidak dapat pergi ke mana-mana,” kata seorang kakek. ”Saya merasa tidak enak . . . meninggalkan mereka dengan orang lain, jadi, sebaliknya daripada pergi ke suatu tempat atau melakukan sesuatu, saya tidak pergi atau melakukannya.” Nenek lain mengatakan bahwa ia ”sama sekali tidak punya” waktu luang. Keterpencilan sosial dan perasaan sepi adalah hal umum. Seorang nenek berkata, ”Pada kelompok usia kami, sebagian besar sahabat kami tidak memiliki anak-anak [muda] dan akibatnya, sering kali kami tidak dapat memenuhi undangan karena anak-anak kami [cucu-cucu] tidak diundang.”

      Yang juga menyakitkan adalah tekanan emosi. Sebuah artikel dalam U.S.News & World Report mengatakan, ”Banyak dari mereka [kakek-nenek] dilanda perasaan malu dan bersalah karena fakta bahwa anak-anak mereka sendiri gagal menjadi orang-tua​—dan banyak yang mempersalahkan diri sendiri, bertanya-tanya apa kesalahan mereka sebagai orang-tua. Guna menyediakan rumah yang aman dan pengasih bagi cucu-cucu, ada yang harus secara emosi melupakan anak-anak mereka sendiri yang suka menganiaya atau kecanduan obat bius.”

      Sebuah survei melaporkan, ”Lebih dari seperempat . . . mengatakan bahwa kepuasan terhadap hubungan perkawinan mereka telah merosot akibat harus menyediakan kepengurusan.” Suami khususnya sering merasa diabaikan sewaktu istri mereka mengemban sebagian besar tugas mengurus anak. Beberapa suami merasa bahwa mereka benar-benar tidak sanggup menghadapi tekanannya. Kata seorang wanita mengenai suaminya, ”Ia menelantarkan kami. . . . Saya pikir ia merasa terperangkap.”

      Anak-Anak yang Pemarah

      Kata U.S.News & World Report, ”Stres itu diperburuk oleh fakta bahwa beberapa anak yang dititipkan kepada [kakek-nenek] termasuk anak-anak yang paling membutuhkan kasih dan dukungan, paling hancur secara emosi, dan paling pemarah di seluruh negeri.”

      Perhatikan cucu perempuan Elisa. Ayah sang anak benar-benar menelantarkan dia di pinggir jalan tempat Elisa bekerja menyeberangkan anak sekolah. ”Ia anak yang pemarah,” kata Elisa. ”Ia terpukul.” Cucu Santi juga menanggung derita yang serupa. ”Cucu laki-laki saya sangat pedih hati. Ia merasa bahwa tidak ada yang menginginkan dia.” Memiliki ayah dan ibu yang pengasih adalah hak seorang anak sejak lahir. Bayangkan bagaimana perasaannya jika ditelantarkan, diabaikan, atau ditolak oleh mereka! Memahami perasaan-perasaan ini dapat menjadi kunci untuk bersikap sabar dalam menghadapi anak-anak yang mengembangkan tingkah laku bermasalah. Kata Amsal 19:​11, ”Akal budi membuat seseorang panjang sabar.”

      Misalnya, seorang anak yang ditelantarkan mungkin menolak upaya Anda mengurus dia. Memahami ketakutan dan kecemasan sang anak dapat membantu Anda menanggapi dengan keibaan hati. Barangkali dengan mengenali rasa takutnya dan menenteramkannya bahwa Anda akan melakukan sebisa-bisanya untuk mengurus dia akan meredakan rasa takutnya.

      Menanggulangi Tekanannya

      ’Saya sangat sakit hati dan menyesali diri. Sungguh tidak adil bahwa ini terjadi atas kami.’ Demikian kata seorang nenek yang menjadi wali. Seandainya Anda berada dalam situasi itu, barangkali Anda pun merasakan hal serupa. Tetapi, persoalan itu bukannya sama sekali tanpa harapan. Salah satu alasannya adalah, usia mungkin membatasi energi fisik Anda, tetapi usia merupakan aset bila ditinjau dari hikmat, kesabaran, dan keterampilan. Tidak heran, sebuah penelitian mendapati bahwa ”anak-anak yang hanya diasuh oleh kakek-nenek mereka, keadaannya relatif lebih baik daripada anak-anak yang dibesarkan salah satu orang-tua kandungnya sendiri”.

      Alkitab menganjurkan kita untuk ’melemparkan semua kekhawatiran kita kepada Yehuwa, karena ia memperhatikan kita’. (1 Petrus 5:7) Jadi, teruslah berdoa kepadanya memohon kekuatan dan bimbingan, seperti halnya sang pemazmur. (Bandingkan Mazmur 71:18.) Berikan perhatian pada kebutuhan rohani Anda sendiri. (Matius 5:3) ”Perhimpunan Kristen dan mengabar kepada orang lain membantu saya bertahan,” kata seorang wanita Kristen. Jika mungkin, cobalah mengajarkan jalan ilahi kepada cucu-cucu Anda. (Ulangan 4:9) Pasti Allah akan mendukung upaya Anda untuk mengasuh cucu ”dalam disiplin dan pengaturan-mental dari Yehuwa”.​—Efesus 6:4.b

      Jangan takut mencari bantuan. Sering kali sahabat dapat memberikan bantuan, khususnya dalam sidang Kristen. Kenang Santi, ”Saudara-saudari di sidang sangat mendukung. Sewaktu saya jatuh, mereka siap untuk mengangkat saya. Beberapa bahkan membantu saya secara finansial.”

      Jangan abaikan bantuan yang dapat diperoleh dari pemerintah. (Roma 13:6) Menarik, menurut sebuah survei terhadap kakek-nenek, ”kebanyakan tidak tahu apa yang tersedia atau ke mana mencari bantuan”. (Child Welfare) Para pekerja sosial dan lembaga setempat yang membantu orang lanjut usia dapat memberikan keterangan tentang fasilitas-fasilitas yang dapat Anda manfaatkan.

      Dalam banyak kasus, kakek-nenek yang menjadi wali merupakan dampak dari ”masa kritis yang sulit dihadapi” ini. (2 Timotius 3:1-5) Untunglah, masa yang sulit ini adalah tanda bahwa Allah akan segera campur tangan dan menciptakan ”bumi baru”, yang di dalamnya situasi-situasi tragis yang menimpa begitu banyak keluarga dewasa ini akan menjadi perkara masa lalu. (2 Petrus 3:13; Penyingkapan [Wahyu] 21:​3, 4) Sementara itu, kakek-nenek yang menjadi wali harus berbuat sebisa-bisanya untuk menghasilkan yang terbaik dari situasi mereka. Banyak yang sangat berhasil dalam upaya mereka! Ingatlah selalu bahwa sekalipun mengalami frustrasi, Anda dapat bersukacita. Ya, barangkali Anda bahkan dapat bersukacita melihat cucu-cucu Anda menjadi orang yang lurus hati dan mencintai Allah! Bukankah itu sepadan dengan semua kerja keras Anda?

      [Catatan Kaki]

      a Beberapa nama telah diubah.

      b Buku Rahasia Kebahagiaan Keluarga (diterbitkan oleh Watchtower Bible and Tract Society of New York, Inc.) memuat banyak bantuan dari prinsip Alkitab yang dapat digunakan kakek-nenek yang menjadi wali dalam mengasuh cucu-cucu mereka.

      [Kotak di hlm. 10]

      Masalah Hukum

      Perlu-tidaknya Anda mendapatkan hak perwalian secara hukum atas cucu-cucu merupakan pertanyaan yang kritis dan kompleks. Mary Fron, pakar untuk subjek tersebut, menjelaskan, ”Di satu pihak, tanpa hak perwalian, hak Anda terbatas secara hukum. Dalam kebanyakan kasus, orang-tua kandung bisa datang dan merenggut anak-anak itu kapan saja. Di pihak lain, banyak kakek-nenek enggan meminta hak perwalian, karena itu berarti harus memberikan kesaksian di pengadilan bahwa anak mereka tidak cocok menjadi orang-tua.”​—Good Housekeeping.

      Tanpa hak perwalian, kakek-nenek sering kesulitan mendaftarkan cucu mereka di sekolah atau bahkan memperoleh perawatan medis bagi mereka. Akan tetapi, memperoleh hak perwalian bisa menghabiskan banyak uang dan waktu serta menguras emosi. Dan, sekalipun itu telah diperoleh, boleh jadi kakek-nenek ternyata tidak mendapat dukungan finansial dari negara lagi. Oleh karena itu, jurnal Child Welfare menyarankan kakek-nenek untuk ”meminta nasihat hukum dari penasihat hukum setempat yang berpengalaman dalam hukum negara mengenai keluarga, kasus perwalian, dan kesejahteraan anak”.

      [Kotak di hlm. 11]

      Menghitung Biayanya

      Memang menyakitkan sewaktu melihat seorang anak yang butuh kasih dan dukungan​—khususnya yang adalah darah daging sendiri. Dan, Alkitab memerintahkan orang Kristen untuk mengurus ”miliknya”. (1 Timotius 5:8) Meskipun demikian, dalam banyak situasi, kakek-nenek sebaiknya memikirkan dengan serius sebelum mengemban tanggung jawab semacam itu. (Amsal 14:15; 21:5) Kita harus menghitung biayanya.​—Bandingkan Lukas 14:28.

      Pertimbangkanlah dengan sungguh-sungguh: Apakah Anda benar-benar sanggup dari segi fisik, emosi, rohani, dan finansial untuk memenuhi kebutuhan anak ini? Bagaimana perasaan teman hidup Anda mengenai situasi ini? Apakah ada cara lain untuk menganjurkan atau membantu orang-tua si anak sehingga mereka dapat mengurus sendiri anaknya? Sungguh menyedihkan, beberapa orang-tua lepas tangan dan terus saja menempuh gaya hidup yang amoral. Seorang nenek mengenang dengan pedih, ”Saya menerima beberapa anaknya. Tetapi, ia terus menggunakan obat bius dan melahirkan anak. Saya sampai mencapai taraf harus mengatakan tidak!”

      Di pihak lain, seandainya Anda tidak mengurus cucu Anda, apa yang akan terjadi dengan mereka? Dapatkah Anda menghadapi tekanan akibat mengetahui bahwa mereka diurus oleh orang lain, barangkali orang yang tak dikenal? Bagaimana dengan kebutuhan rohani anak-anak tersebut? Sanggupkah orang lain mengasuh mereka menurut standar Allah? Ada yang mungkin menyimpulkan bahwa sekalipun sulit, mereka tidak punya pilihan selain mengemban tanggung jawab tersebut.

      Ini merupakan persoalan yang pelik, dan setiap orang harus membuat keputusannya sendiri.

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan