-
Langit dan SurgaPemahaman Alkitab, Jilid 1
-
-
LANGIT DAN SURGA
Kata Ibrani sya·maʹyim (selalu jamak), yang diterjemahkan menjadi ”langit” atau ”surga”, tampaknya memiliki makna dasar tentang sesuatu yang tinggi atau mulia. (Kej 24:3; Mz 2:4; 103:11; Ams 25:3; Yes 55:9) Etimologi kata Yunani untuk langit dan surga (ou·ra·nosʹ) tidak dapat dipastikan.
Langit. Cakupan makna langit secara keseluruhan terdapat dalam istilah bahasa aslinya. Konteks biasanya menyediakan keterangan yang cukup untuk menentukan bagian mana dari langit yang dimaksud.
Langit berupa atmosfer bumi. ”Langit” dapat memaksudkan seluruh atmosfer bumi; di sini embun dan embun beku terbentuk (Kej 27:28; Ayb 38:29), burung-burung terbang (Ul 4:17; Ams 30:19; Mat 6:26), angin berembus (Mz 78:26), kilat berkilau (Luk 17:24), dan awan melayang serta menurunkan hujan, salju, atau hujan batu (Yos 10:11; 1Raj 18:45; Yes 55:10; Kis 14:17). ”Langit” adakalanya memaksudkan kubah atau lengkungan yang tampak seolah-olah melingkungi bumi.—Mat 16:1-3; Kis 1:10, 11.
Daerah di atmosfer ini biasanya disamakan dengan ”angkasa” [Ibr., ra·qiʹaʽ]” yang dibentuk pada periode kedua penciptaan, sebagaimana diuraikan di Kejadian 1:6-8. Tampaknya, ”langit” inilah yang dimaksud dalam Kejadian 2:4; Keluaran 20:11; 31:17 sewaktu mengisahkan penciptaan ”langit dan bumi”.—Lihat ANGKASA.
Sewaktu angkasa berupa atmosfer terbentuk, permukaan air di bumi dipisahkan dari air lain di atas angkasa itu. Hal ini menjelaskan ungkapan yang digunakan sehubungan dengan Air Bah sedunia pada zaman Nuh, yakni ”pecahlah semua sumber air yang dalam dan sangat luas dan terbukalah pintu-pintu air di langit”. (Kej 7:11; bdk. Ams 8:27, 28.) Sewaktu Air Bah, air yang tertahan di atas angkasa tampaknya turun seolah-olah melewati saluran-saluran tertentu, tercurah dalam bentuk hujan. Sewaktu tempat penyimpanan air yang sangat besar ini telah mengosongkan diri, ”pintu-pintu air di langit” tersebut pun seolah-olah ”ditutup”.—Kej 8:2.
Luar angkasa. ”Langit” terbentang melewati atmosfer bumi dan mencakup wilayah di luar angkasa dengan benda-bendanya, ”seluruh bala tentara langit”—matahari, bulan, bintang-bintang, dan berbagai konstelasi bintang. (Ul 4:19; Yes 13:10; 1Kor 15:40, 41; Ibr 11:12) Ayat pertama dalam Alkitab menyebutkan bahwa langit berbintang tersebut diciptakan sebelum bumi dikembangkan untuk dihuni manusia. (Kej 1:1) Langit ini memperlihatkan kemuliaan Allah, seperti halnya angkasa berupa atmosfer, sebagai hasil karya ’jari’ Allah. (Mz 8:3; 19:1-6) Semua benda langit tersebut dikendalikan oleh ”ketetapan bagi langit” yang berasal dari Allah. Para astronom, sekalipun memiliki perlengkapan modern dan pengetahuan matematika yang mutakhir, masih belum sanggup memahami sepenuhnya ketetapan-ketetapan ini. (Ayb 38:33; Yer 33:25) Akan tetapi, penemuan mereka meneguhkan bahwa mustahil bagi manusia untuk mengukur langit atau menghitung jumlah bintang. (Yer 31:37; 33:22; lihat BINTANG.) Namun, semuanya itu telah dihitung dan dinamai oleh Allah.—Mz 147:4; Yes 40:26.
”Tengah langit” dan ’ujung-ujung langit’. Ungkapan ”tengah langit” memaksudkan daerah dalam angkasa berupa atmosfer bumi tempat terbangnya burung-burung, misalnya elang. (Pny 8:13; 14:6; 19:17; Ul 4:11 [Ibr., ”jantung langit”]) Ungkapan yang agak mirip adalah ”antara bumi dan langit”. (1Taw 21:16; 2Sam 18:9) Pernyataan bahwa Babilon, sang penyerang, maju dari ”ujung langit” tampaknya memaksudkan bahwa mereka datang dari kejauhan di cakrawala (tempat bumi dan langit tampak bertemu serta matahari tampak terbit dan tenggelam). (Yes 13:5; bdk. Mz 19:4-6.) Demikian pula, ”dari keempat ujung langit” tampaknya memaksudkan keempat titik pada kompas, yang berarti mencakup keempat penjuru bumi. (Yer 49:36; bdk. Dan 8:8; 11:4; Mat 24:31; Mrk 13:27.) Sebagaimana langit mengelilingi bumi pada semua sisi, pandangan Yehuwa atas segala sesuatu ”di bawah seluruh langit” mencakup seluruh bola bumi.—Ayb 28:24.
Langit berawan. Kata Ibrani lainnya, syaʹkhaq, juga digunakan untuk memaksudkan ”langit” atau awannya. (Ul 33:26; Ams 3:20; Yes 45:8) Kata ini dapat berarti sesuatu yang tampak seperti kubah atau lengkungan yang melingkungi bumi dan berwarna biru pada siang hari dan berhiaskan bintang-bintang pada malam hari. (Mz 89:37) Dalam kebanyakan kasus, si penulis tampaknya hanya memaksudkan sesuatu yang berada jauh di atas manusia tanpa menyebutkan secara jelas bagian mana dari ”angkasa” yang tercakup. (Mz 57:10; 108:4) Arti dasar kata Ibraninya adalah sesuatu yang ditumbuk hingga halus atau dilumatkan (2Sam 22:43), seperti ”lapisan tipis debu” (syaʹkhaq) di Yesaya 40:15. Makna tersebut sangat cocok, mengingat awan terbentuk sewaktu udara hangat, yang membubung ke atas dari bumi, menjadi sejuk hingga titik pengembunan, dan uap air di dalamnya berkondensasi menjadi partikel-partikel kecil yang adakalanya disebut debu air. (Bdk. Ayb 36:27, 28; lihat AWAN.) Sebagai alasan tambahan, pengaruh visual berupa warna biru pada kubah langit disebabkan oleh berdifusinya berkas sinar matahari oleh partikel debu halus di atmosfer, molekul uap air, dan, hingga taraf tertentu, molekul gas-gas lain di atmosfer, seperti oksigen, nitrogen, dan karbon dioksida. Dengan membentuk atmosfer semacam itu, Allah seolah-olah ’menempa langit, keras seperti cermin tuangan’, menetapkan batas, atau pemisah, yang jelas untuk kubah biru berupa atmosfer di atas manusia.—Ayb 37:18.
Partikel-partikel pembentuk atmosfer sebenarnya dimampatkan oleh tarikan gravitasi, dan batas terluarnya telah ditetapkan, karena gravitasi mencegah partikel-partikel tersebut keluar dari bumi. (Kej 1:6-8) Partikel-partikel tersebut memantulkan cahaya matahari seperti sebuah cermin. Hal inilah yang membuat langit tampak cemerlang, sedangkan tanpa atmosfer, seorang pengamat di bumi hanya akan melihat langit yang kelam, dan benda-benda langit bersinar dengan cemerlang pada latar belakang hitam, seperti halnya jika dilihat di bulan yang tak beratmosfer. Para astronaut yang mengamati dari luar angkasa melihat atmosfer bumi bagaikan lingkaran halo yang berpendar.
”Langit segala langit.” Ungkapan ”langit segala langit” dianggap memaksudkan langit tertinggi dan mencakup seluruh langit, seberapa pun luasnya, karena langit terbentang dari bumi ke seluruh penjuru.—Ul 10:14; Neh 9:6.
Salomo, pembangun bait di Yerusalem, menyatakan bahwa ”langit, ya, langit segala langit” tidak dapat memuat Allah. (1Raj 8:27) Sebagai Pencipta langit, kedudukan Yehuwa jauh di atas semuanya itu, dan ”namanya saja yang tinggi tidak terjangkau. Kehormatannya mengatasi bumi dan langit”. (Mz 148:13) Yehuwa mengukur langit semudah manusia mengukur suatu benda dengan merentangkan jari-jarinya sehingga benda itu terletak di antara ujung ibu jari dan ujung kelingking. (Yes 40:12) Pernyataan Salomo tidak memaksudkan bahwa Allah tidak memiliki tempat kediaman yang spesifik. Pernyataan itu juga tidak memaksudkan bahwa Ia secara harfiah ada di mana-mana atau di dalam segala sesuatu. Hal ini dapat terlihat dari fakta bahwa Salomo juga mengatakan bahwa Yehuwa mendengarkan ”dari surga, tempat tinggalmu yang tetap”, yakni alam roh.—1Raj 8:30, 39.
Jadi, secara fisik, istilah ”langit” sangat luas cakupannya. Istilah ini dapat memaksudkan tempat yang paling jauh di alam semesta, dan juga sesuatu yang benar-benar tinggi, atau mulia, hingga taraf yang luar biasa. Itulah sebabnya, para penumpang kapal yang diombang-ambingkan badai dikatakan ”naik sampai ke langit, . . . turun sampai ke dasar”. (Mz 107:26) Demikian pula, para pembangun Menara Babel berniat mendirikan sebuah bangunan yang ”puncaknya sampai ke langit”, atau bisa dikatakan sebuah ”pencakar langit”. (Kej 11:4; bdk. Yer 51:53.) Dan nubuat di Amos 9:2 menyebutkan bahwa orang-orang ”naik ke langit” dalam upaya yang sia-sia untuk mengelak dari penghakiman oleh Yehuwa, yang tampaknya berarti bahwa mereka akan mencoba melarikan diri ke wilayah pegunungan yang tinggi.
Surga. Kata-kata yang sama dalam bahasa asli untuk langit juga digunakan untuk surga. Seperti telah disebutkan sebelumnya, Allah Yehuwa tidak berdiam di langit, karena Ia adalah Roh. Akan tetapi, karena Ia adalah ”Pribadi Yang Tinggi dan Luhur” yang berdiam di ”tempat yang tinggi” (Yes 57:15) dan makna dasar tentang sesuatu yang ”diangkat” atau ”mulia” terungkap dalam kata bahasa Ibrani tersebut, cocoklah jika tempat tinggal Allah itu dikatakan ”mulia, kudus, dan indah”. (Yes 63:15; Mz 33:13, 14; 115:3) Sebagai Pembuat langit (Kej 14:19; Mz 33:6), Yehuwa juga adalah Pemiliknya. (Mz 115:15, 16) Terhadap ciptaan-Nya, Ia melakukan apa pun yang Ia senangi, termasuk melakukan tindakan yang bersifat mukjizat.—Mz 135:6.
Oleh karena itu, dalam banyak ayat, ”surga” memaksudkan Allah sendiri dan kedudukan-Nya sebagai penguasa. Takhta-Nya ada di surga, yakni alam roh yang juga ada di bawah kekuasaan-Nya. (Mz 103:19-21; 2Taw 20:6; Mat 23:22; Kis 7:49) Dari kedudukan-Nya yang tertinggi, Yehuwa dapat dikatakan ”memandang” ke langit dan bumi (Mz 14:2; 102:19; 113:6), dan dari kedudukan yang mulia ini, Ia juga berfirman, menjawab permohonan, dan melaksanakan penghakiman. (1Raj 8:49; Mz 2:4-6; 76:8; Mat 3:17) Itulah sebabnya, kita membaca bahwa Hizkia dan Yesaya, sewaktu menghadapi ancaman yang serius, ”terus berdoa . . . dan berseru meminta tolong kepada surga”. (2Taw 32:20; bdk. 2Taw 30:27.) Yesus juga menggunakan kata surga untuk memaksudkan Allah sewaktu menanyakan kepada para pemimpin agama apakah baptisan Yohanes bersumber ”dari surga atau dari manusia”. (Mat 21:25; bdk. Yoh 3:27.) Anak yang hilang mengaku telah berdosa ”terhadap surga” serta terhadap ayahnya sendiri. (Luk 15:18, 21) Jadi, ”kerajaan surga” tidak hanya berarti bahwa kerajaan itu berada di surga dan memerintah dari sana, tetapi juga memaksudkan ”kerajaan Allah”.—Dan 2:44; Mat 4:17; 21:43; 2Tim 4:18.
Selain itu, karena kedudukan Allah di surga, baik manusia maupun malaikat mengangkat tangan atau wajah ke arah langit sewaktu meminta Allah bertindak (Kel 9:22, 23; 10:21, 22), sewaktu mengucapkan sumpah (Dan 12:7), dan sewaktu berdoa (1Raj 8:22, 23; Rat 3:41; Mat 14:19; Yoh 17:1). Di Ulangan 32:40, Yehuwa berfirman bahwa Ia sendiri ’mengangkat tangan-Nya ke langit untuk bersumpah’. Selaras dengan Ibrani 6:13, hal itu tampaknya memaksudkan bahwa Yehuwa bersumpah demi diri-Nya sendiri.—Bdk. Yes 45:23.
Tempat tinggal malaikat. Surga juga merupakan ’tempat tinggal yang cocok’ untuk putra-putra rohani Allah. (Yud 6; Kej 28:12, 13; Mat 18:10; 24:36) Ungkapan ”bala tentara langit”, yang sering kali digunakan untuk ciptaan berupa bintang-bintang, adakalanya melukiskan para malaikat, putra-putra Allah tersebut. (1Raj 22:19; bdk. Mz 103:20, 21; Dan 7:10; Luk 2:13; Pny 19:14.) Demikian pula, ”langit” atau ”surga” dipersonifikasikan untuk mewakili para malaikat, atau ”jemaat orang kudus”.—Mz 89:5-7; bdk. Luk 15:7, 10; Pny 12:12.
Mewakili Pemerintahan. Kita telah melihat bahwa surga dapat memaksudkan Allah Yehuwa dalam kedudukan-Nya sebagai penguasa. Oleh karena itu, sewaktu Daniel memberi tahu Nebukhadnezar bahwa peristiwa yang bakal segera dialami sang raja Babilonia akan membuatnya ”mengetahui bahwa surga berkuasa”, hal ini sama artinya dengan mengetahui ”bahwa Yang Mahatinggi adalah Penguasa atas kerajaan manusia”.—Dan 4:25, 26.
Akan tetapi, terlepas dari hubungannya dengan Pribadi Yang Mahatinggi, istilah ”surga” atau ”langit” dapat juga memaksudkan para penguasa lain yang ditinggikan atau diangkat atas rakyatnya. Dalam Yesaya 14:12, dinasti raja-raja Babilonia yang diwakili oleh Nebukhadnezar digambarkan mirip bintang, ”yang bersinar, putra fajar”. Melalui penaklukan atas Yerusalem pada tahun 607 SM, dinasti Babilonia itu mengangkat takhtanya ”jauh di atas bintang-bintang Allah”; ”bintang-bintang” ini tampaknya memaksudkan raja-raja Yehuda dari garis keturunan Daud (seperti halnya Ahli Waris takhta Daud, Kristus Yesus, disebut ”bintang pagi yang cemerlang” di Pny 22:16; bdk. Bil 24:17). Dengan menggulingkan takhta Daud yang ditetapkan oleh Allah, dinasti Babilonia seolah-olah meninggikan dirinya setinggi langit. (Yes 14:13, 14) Keagungan yang mulia dan daerah kekuasaan yang mencapai tempat-tempat yang jauh ini juga digambarkan dalam mimpi Nebukhadnezar oleh sebuah pohon simbolis yang tingginya ”mencapai langit”.—Dan 4:20-22.
Langit baru dan bumi baru. Kaitan antara ”langit” dengan kuasa pemerintahan membantu kita memahami makna ungkapan ”langit baru dan bumi baru” yang terdapat di Yesaya 65:17; 66:22 dan dikutip oleh rasul Petrus di 2 Petrus 3:13. Sewaktu mengamati hubungan tersebut, Cyclopædia karya M’Clintock dan Strong (1891, Jil. IV, hlm. 122) mengomentari, ”Di Yes. lxv, 17, langit baru dan bumi baru menunjukkan pemerintah baru, yaitu kerajaan baru, rakyat baru.”
Seperti halnya ”bumi” dapat memaksudkan suatu masyarakat (Mz 96:1; lihat BUMI), demikian juga, ”langit” dapat melambangkan penguasa atau pemerintahan yang lebih tinggi atas ”bumi” tersebut. Nubuat yang menyajikan janji tentang ”langit baru dan bumi baru”, yang disampaikan melalui Yesaya, mula-mula tergenap ketika Israel dipulihkan dari pembuangan di Babilon. Ketika orang Israel kembali ke negeri asalnya, mereka memasuki suatu sistem yang baru. Kores Agung digunakan secara menonjol oleh Allah untuk melaksanakan pemulihan itu. Di Yerusalem, Zerubabel (keturunan Daud) melayani sebagai gubernur, dan Yosua sebagai imam besar. Selaras dengan maksud-tujuan Yehuwa, penyelenggaraan pemerintahan baru ini, atau ”langit baru”, mengarahkan dan mengawasi orang-orang yang menjadi rakyatnya. (2Taw 36:23; Hag 1:1, 14) Dengan demikian, seperti dinubuatkan di ayat 18 dari Yesaya pasal 65, Yerusalem menjadi ”alasan untuk bersukacita dan penduduknya menjadi alasan untuk kesukaan besar”.
Namun, kutipan Petrus memperlihatkan bahwa masih ada penggenapan di masa depan, berdasarkan janji Allah. (2Ptr 3:13) Karena janji Allah dalam hal ini berkaitan dengan kehadiran Kristus Yesus, sebagaimana diperlihatkan di ayat 4, ”langit baru dan bumi baru” pastilah berkaitan dengan Kerajaan Mesianik Allah dan pemerintahannya atas rakyat yang taat. Setelah bangkit dan naik ke sebelah kanan Allah, Kristus Yesus menjadi ”lebih tinggi daripada langit” (Ibr 7:26) dalam arti bahwa ia kini ditempatkan ”jauh di atas setiap pemerintah dan wewenang dan kuasa dan pertuanan . . . tidak saja dalam sistem ini, tetapi juga dalam sistem yang akan datang”.—Ef 1:19-21; Mat 28:18.
Orang-orang Kristen pengikut Yesus, ”yang mengambil bagian dalam panggilan surgawi” (Ibr 3:1), ditugaskan Allah sebagai ”ahli waris” dalam persatuan dengan Kristus, yang melaluinya Allah bermaksud ”untuk mengumpulkan kembali segala perkara”. ”Perkara-perkara di surga”, yakni orang-orang yang dipanggil untuk kehidupan surgawi, adalah yang pertama-tama dikumpulkan ke dalam persatuan dengan Allah melalui Kristus. (Ef 1:8-11) Warisan mereka ”disediakan di surga”. (1Ptr 1:3, 4; Kol 1:5; bdk. Yoh 14:2, 3.) Mereka ”didaftarkan” dan memiliki ”kewarganegaraan” di surga. (Ibr 12:20-23; Flp 3:20) Mereka membentuk ”Yerusalem Baru” yang dalam penglihatan Yohanes terlihat sedang ”turun dari surga dari Allah”. (Pny 21:2, 9, 10; bdk. Ef 5:24-27.) Karena penglihatan ini pada awalnya disebutkan sehubungan dengan ”langit baru dan bumi baru” (Pny 21:1), berarti keduanya digambarkan oleh keterangan selanjutnya. Oleh sebab itu, ”langit baru” pastilah sama dengan Kristus bersama ”pengantinnya”, ”Yerusalem Baru”, sedangkan ”bumi baru” adalah ”umat manusia” yang merupakan rakyat mereka dan yang menerima berkat dari pemerintahan mereka, sebagaimana dilukiskan di ayat 3 dan 4.
Surga yang Ketiga. Di 2 Korintus 12:2-4, rasul Paulus menggambarkan seseorang yang ”dibawa . . . ke surga yang ketiga” dan ”ke firdaus”. Karena Alkitab tidak menyebutkan adanya orang lain mana pun yang memiliki pengalaman semacam itu, kemungkinan besar ini adalah pengalaman sang rasul sendiri. Meskipun ada yang berupaya mengaitkan kata-kata Paulus tentang surga yang ketiga dengan pandangan para rabi masa awal bahwa surga itu bertingkat-tingkat, bahkan sampai ”tujuh surga”, Alkitab tidak mendukung pandangan ini. Seperti yang telah kita lihat, langit atau surga tidak secara spesifik disebutkan seolah-olah terbagi menjadi tingkatan-tingkatan, tetapi sebaliknya, kita harus mengandalkan konteksnya untuk menentukan apakah yang dimaksud adalah langit dalam bentangan atmosfer bumi, langit berupa angkasa luar, surga, atau yang lainnya. Oleh karena itu, tampaknya ungkapan ”surga yang ketiga” memaksudkan bentuk pemerintahan tertinggi dari Kerajaan Mesianik. Perhatikan bagaimana kata-kata dan ungkapan tertentu diulangi sebanyak tiga kali di Yesaya 6:3; Yehezkiel 21:27; Yohanes 21:15-17; Penyingkapan 4:8, tampaknya dengan tujuan menyatakan peningkatan intensitas mutu atau gagasan.
-
-
Langit dan SurgaPemahaman Alkitab, Jilid 1
-
-
Surga. Kata-kata yang sama dalam bahasa asli untuk langit juga digunakan untuk surga. Seperti telah disebutkan sebelumnya, Allah Yehuwa tidak berdiam di langit, karena Ia adalah Roh. Akan tetapi, karena Ia adalah ”Pribadi Yang Tinggi dan Luhur” yang berdiam di ”tempat yang tinggi” (Yes 57:15) dan makna dasar tentang sesuatu yang ”diangkat” atau ”mulia” terungkap dalam kata bahasa Ibrani tersebut, cocoklah jika tempat tinggal Allah itu dikatakan ”mulia, kudus, dan indah”. (Yes 63:15; Mz 33:13, 14; 115:3) Sebagai Pembuat langit (Kej 14:19; Mz 33:6), Yehuwa juga adalah Pemiliknya. (Mz 115:15, 16) Terhadap ciptaan-Nya, Ia melakukan apa pun yang Ia senangi, termasuk melakukan tindakan yang bersifat mukjizat.—Mz 135:6.
Oleh karena itu, dalam banyak ayat, ”surga” memaksudkan Allah sendiri dan kedudukan-Nya sebagai penguasa. Takhta-Nya ada di surga, yakni alam roh yang juga ada di bawah kekuasaan-Nya. (Mz 103:19-21; 2Taw 20:6; Mat 23:22; Kis 7:49) Dari kedudukan-Nya yang tertinggi, Yehuwa dapat dikatakan ”memandang” ke langit dan bumi (Mz 14:2; 102:19; 113:6), dan dari kedudukan yang mulia ini, Ia juga berfirman, menjawab permohonan, dan melaksanakan penghakiman. (1Raj 8:49; Mz 2:4-6; 76:8; Mat 3:17) Itulah sebabnya, kita membaca bahwa Hizkia dan Yesaya, sewaktu menghadapi ancaman yang serius, ”terus berdoa . . . dan berseru meminta tolong kepada surga”. (2Taw 32:20; bdk. 2Taw 30:27.) Yesus juga menggunakan kata surga untuk memaksudkan Allah sewaktu menanyakan kepada para pemimpin agama apakah baptisan Yohanes bersumber ”dari surga atau dari manusia”. (Mat 21:25; bdk. Yoh 3:27.) Anak yang hilang mengaku telah berdosa ”terhadap surga” serta terhadap ayahnya sendiri. (Luk 15:18, 21) Jadi, ”kerajaan surga” tidak hanya berarti bahwa kerajaan itu berada di surga dan memerintah dari sana, tetapi juga memaksudkan ”kerajaan Allah”.—Dan 2:44; Mat 4:17; 21:43; 2Tim 4:18.
Selain itu, karena kedudukan Allah di surga, baik manusia maupun malaikat mengangkat tangan atau wajah ke arah langit sewaktu meminta Allah bertindak (Kel 9:22, 23; 10:21, 22), sewaktu mengucapkan sumpah (Dan 12:7), dan sewaktu berdoa (1Raj 8:22, 23; Rat 3:41; Mat 14:19; Yoh 17:1). Di Ulangan 32:40, Yehuwa berfirman bahwa Ia sendiri ’mengangkat tangan-Nya ke langit untuk bersumpah’. Selaras dengan Ibrani 6:13, hal itu tampaknya memaksudkan bahwa Yehuwa bersumpah demi diri-Nya sendiri.—Bdk. Yes 45:23.
Tempat tinggal malaikat. Surga juga merupakan ’tempat tinggal yang cocok’ untuk putra-putra rohani Allah. (Yud 6; Kej 28:12, 13; Mat 18:10; 24:36) Ungkapan ”bala tentara langit”, yang sering kali digunakan untuk ciptaan berupa bintang-bintang, adakalanya melukiskan para malaikat, putra-putra Allah tersebut. (1Raj 22:19; bdk. Mz 103:20, 21; Dan 7:10; Luk 2:13; Pny 19:14.) Demikian pula, ”langit” atau ”surga” dipersonifikasikan untuk mewakili para malaikat, atau ”jemaat orang kudus”.—Mz 89:5-7; bdk. Luk 15:7, 10; Pny 12:12.
-