PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Berhati-hatilah terhadap Ketiadaan Iman
    Menara Pengawal—1998 | 15 Juli
    • Berhati-hatilah terhadap Ketiadaan Iman

      ”Berhati-hatilah, saudara-saudara, karena takut dalam diri seorang di antara kamu akan berkembang hati fasik yang tidak beriman dengan menjauh dari Allah yang hidup.”​—IBRANI 3:​12.

      1. Kata-kata Paulus kepada orang-orang Kristen Ibrani menarik perhatian kita pada kenyataan yang mengejutkan apa?

      SUNGGUH ngeri untuk dibayangkan​—bahwa orang-orang yang pernah menikmati hubungan pribadi dengan Yehuwa dapat memperkembangkan ’hati yang fasik’ dan ”menjauh dari Allah yang hidup”! Dan, ini bukan sembarang peringatan! Kata-kata rasul Paulus tersebut ditujukan bukannya kepada orang-orang yang tidak percaya, melainkan kepada orang-orang yang telah membaktikan kehidupannya kepada Yehuwa atas dasar iman akan korban tebusan Yesus Kristus.

      2. Pertanyaan-pertanyaan apa yang perlu kita pertimbangkan?

      2 Bagaimana seseorang yang berada dalam keadaan rohani yang diberkati demikian sampai dapat memperkembangkan ”hati fasik yang tidak beriman”? Selain itu, bagaimana mungkin orang yang pernah mengecap kasih dan kebaikan hati Allah yang tidak selayaknya diterima sengaja menjauh dari-Nya? Bisakah ini terjadi atas siapa pun dari antara kita? Ini benar-benar pertanyaan yang serius, dan kita wajib mencari tahu alasan di balik peringatan ini.​—1 Korintus 10:11.

      Mengapa Nasihatnya Begitu Keras?

      3. Lukiskan keadaan yang mempengaruhi orang-orang Kristen pada abad pertama di dalam dan di sekitar Yerusalem.

      3 Tampaknya, Paulus menujukan suratnya kepada orang-orang Kristen Ibrani di Yudea pada tahun 61 M. Seorang sejarawan mengamati bahwa pada saat itu ”tidak ada kedamaian atau keamanan bagi orang yang serius dan jujur, entah di kota Yerusalem atau di mana pun di seluruh provinsi”. Itu merupakan masa yang sarat dengan pelanggaran hukum dan kekerasan, yang timbul karena kehadiran pasukan militer Romawi yang menindas, ditambah lagi dengan munculnya kelompok Fanatik Yahudi anti-Romawi yang nekat, serta tindak kriminal para pencuri yang memanfaatkan kekacauan itu. Semua ini menimbulkan situasi yang sangat sulit bagi orang-orang Kristen, yang berupaya keras untuk tidak terlibat dalam masalah-masalah seperti itu. (1 Timotius 2:​1, 2) Sebenarnya, karena bersikap netral, mereka dipandang sebagai orang aneh yang tidak suka bergaul, bahkan sebagai pembangkang. Orang-orang Kristen sering kali diperlakukan dengan buruk, dan mereka dirugikan secara pribadi.​—Ibrani 10:32-​34.

      4. Tekanan keagamaan apa yang dialami orang-orang Kristen Ibrani?

      4 Orang-orang Kristen Ibrani juga berada di bawah tekanan keagamaan yang hebat. Kegairahan murid-murid Yesus yang setia dan ekspansi pesat yang dihasilkannya atas sidang Kristen menimbulkan kecemburuan dan kemurkaan orang-orang Yahudi​—khususnya para pemimpin agamanya. Mereka pantang berhenti dalam mengusik dan menganiaya para pengikut Yesus Kristus.a (Kisah 6:​8-​14; 21:27-​30; 23:12, 13; 24:​1-9) Kalaupun ada orang-orang Kristen yang luput dari penganiayaan langsung, mereka tetap dicemooh dan diejek oleh orang-orang Yahudi. Kekristenan dipandang hina sebagai agama baru yang tidak sesemarak Yudaisme, karena tidak punya bait, tidak punya keimaman, tidak punya hari raya, tidak ada korban-korban resmi, dan seterusnya. Bahkan pemimpin mereka, Yesus, dihukum mati sebagai penjahat terkutuk. Agar dapat mengamalkan agamanya, orang-orang Kristen harus memiliki iman, ketabahan dan ketekunan.

      5. Mengapa penting bagi orang-orang Kristen di Yudea untuk tetap siaga secara rohani?

      5 Yang terutama, orang-orang Kristen Ibrani di Yudea hidup pada suatu zaman yang genting dalam sejarah bangsa tersebut. Apa yang dikatakan Tuan mereka, Yesus Kristus, tentang tanda berakhirnya sistem Yahudi telah banyak yang tergenap. Akhir itu sudah di ambang pintu. Supaya selamat, orang-orang Kristen harus siaga secara rohani dan siap ”melarikan diri ke pegunungan”. (Matius 24:​6, 15, 16) Apakah mereka akan memiliki iman dan stamina rohani yang dibutuhkan untuk bertindak cepat, seperti yang diperintahkan Yesus? Rupanya, terdapat beberapa keraguan.

      6. Apa yang dengan mendesak dibutuhkan oleh orang-orang Kristen di Yudea?

      6 Selama dekade terakhir sebelum seluruh sistem perkara Yahudi dibinasakan, orang-orang Kristen Ibrani jelaslah berada di bawah tekanan hebat dari dalam dan luar sidang. Mereka membutuhkan anjuran. Namun, mereka juga membutuhkan nasihat dan pengarahan untuk membantu mereka melihat bahwa haluan yang telah mereka pilih memang sudah benar, dan bahwa penderitaan dan ketekunan mereka tidak sia-sia. Syukurlah, Paulus cepat tanggap dan segera membantu mereka.

      7. Mengapa kita hendaknya berminat akan apa yang Paulus tulis kepada orang-orang Kristen Ibrani?

      7 Kita hendaknya sangat berminat akan apa yang Paulus tulis kepada orang-orang Kristen Ibrani. Mengapa? Karena, kita hidup pada zaman yang serupa dengan zaman mereka. Setiap hari, kita merasakan tekanan dari dunia yang dikendalikan Setan. (1 Yohanes 5:​19) Kita telah menyaksikan sendiri tergenapnya nubuat-nubuat Yesus dan para rasul tentang hari-hari terakhir dan ”penutup sistem perkara”. (Matius 24:3-14; 2 Timotius 3:1-5; 2 Petrus 3:3, 4; Penyingkapan [Wahyu] 6:1-8) Yang terpenting, kita perlu tetap siaga secara rohani agar kita ”berhasil luput dari semua hal ini yang ditentukan untuk terjadi”.​—Lukas 21:36.

      Pribadi yang Lebih Besar daripada Musa

      8. Melalui kata-kata di Ibrani 3:1, Paulus mendesak rekan-rekan Kristennya untuk melakukan apa?

      8 Sewaktu menyinggung suatu faktor penting, Paulus menulis, ”Pertimbangkanlah rasul dan imam besar yang kita akui​—Yesus.” (Ibrani 3:1) ’Mempertimbangkan’ berarti ”memahami dengan jelas . . . , mengerti sepenuhnya, mempertimbangkan dengan saksama”. (Vine’s Expository Dictionary of Old and New Testament Words) Jadi, Paulus mendesak rekan-rekan seimannya agar mengerahkan upaya serius untuk memiliki penghargaan sejati akan peranan Yesus dalam iman dan keselamatan mereka. Dengan demikian, tekad mereka untuk berdiri teguh dalam iman akan lebih kuat. Kalau begitu, apa peranan Yesus, dan mengapa kita hendaknya ’mempertimbangkan’ dia?

      9. Mengapa Paulus menyebut Yesus sebagai ”rasul” dan ”imam besar”?

      9 Paulus memakai istilah ”rasul” dan ”imam besar” sewaktu merujuk kepada Yesus. ”Rasul” adalah orang yang diutus dan dalam hal ini, memaksudkan sarana komunikasi antara Allah dan umat manusia. ”Imam besar” adalah perantara bagi manusia untuk menghampiri Allah. Kedua sarana ini penting bagi ibadat yang sejati, dan Yesus adalah perwujudan keduanya. Ia adalah pribadi yang diutus dari surga untuk mengajarkan kebenaran tentang Allah kepada umat manusia. (Yohanes 1:​18; 3:​16; 14:6) Yesus juga pribadi yang dilantik sebagai Imam Besar imbangan dalam penyelenggaraan bait rohani Yehuwa untuk mengampuni dosa-dosa. (Ibrani 4:​14, 15; 1 Yohanes 2:​1, 2) Jika kita sungguh-sungguh menghargai berkat yang dapat kita peroleh melalui Yesus, kita akan memiliki ketabahan dan tekad untuk tetap teguh dalam iman.

      10. (a) Bagaimana Paulus membantu orang-orang Kristen Ibrani untuk menghargai keunggulan kekristenan atas Yudaisme? (b) Kebenaran mutlak apa yang Paulus sebutkan untuk menandaskan inti pembicaraannya?

      10 Untuk menekankan nilai iman Kristen, Paulus membandingkan Yesus dengan Musa, yang dipandang orang-orang Yahudi sebagai nabi terbesar di antara nenek moyang mereka. Jika orang-orang Kristen Ibrani dapat dengan sepenuh hati memahami fakta bahwa Yesus lebih besar daripada Musa, mereka tidak punya alasan untuk meragukan keunggulan kekristenan atas Yudaisme. Paulus menunjukkan bahwa meskipun Musa dianggap layak untuk dipercayakan dengan ”rumah” Allah​—bangsa, atau jemaat, Israel​—Musa hanyalah hamba, atau pelayan yang setia. (Bilangan 12:7) Sebaliknya, Yesus adalah Putra, majikan atas rumah tersebut. (1 Korintus 11:3; Ibrani 3:​2, 3, 5) Untuk menandaskan inti pembicaraannya, Paulus mengutip kebenaran mutlak berikut ini, ”Tentu, setiap rumah dibangun oleh seseorang, tetapi ia yang membangun segala perkara adalah Allah.” (Ibrani 3:4) Tidak seorang pun dapat membantah bahwa Allah lebih besar daripada siapa pun, karena Ia adalah Sang Pembangun, atau Pencipta, segala sesuatu. Jika demikian, mengingat Yesus adalah rekan sekerja Allah, sungguh masuk akal apabila Yesus pasti lebih besar daripada segala ciptaan lain, termasuk Musa.​—Amsal 8:​30; Kolose 1:​15-​17.

      11, 12. Paulus mendesak agar orang-orang Kristen Ibrani mempertahankan apa dengan ”teguh sampai akhir”, dan bagaimana kita dapat menerapkan nasihatnya?

      11 Memang, orang-orang Kristen Ibrani memiliki kedudukan yang sangat diperkenan. Paulus mengingatkan mereka bahwa mereka ”mengambil bagian dalam panggilan surgawi”, suatu hak istimewa yang harus dihargai melebihi segala sesuatu yang dapat ditawarkan sistem Yahudi. (Ibrani 3:1) Kata-kata Paulus pastilah membuat orang-orang Kristen terurap tersebut bersyukur bahwa mereka akan memperoleh warisan baru dan bukannya menyesal karena mereka telah melepaskan segala sesuatu yang berhubungan dengan warisan Yahudi mereka. (Filipi 3:8) Untuk mendesak mereka agar tetap mempertahankan hak istimewa ini dan tidak menyepelekannya, Paulus mengatakan, ”Kristus setia sebagai seorang Putra atas rumah [Allah]. Kita adalah rumah Pribadi itu, jika kita mempererat pegangan kita pada kebebasan berbicara kita dan kemegahan kita atas harapan, teguh sampai akhir.”​—Ibrani 3:6.

      12 Ya, jika orang-orang Kristen Ibrani ingin selamat melewati penutup sistem perkara Yahudi yang sudah di ambang pintu, mereka perlu memegang dengan ”teguh sampai akhir” harapan yang diberikan Allah kepada mereka. Kita harus melakukan hal yang serupa dewasa ini jika kita ingin selamat dari akhir sistem perkara ini. (Matius 24:13) Kita tidak boleh membiarkan kekhawatiran hidup, sikap apatis orang lain, atau kecenderungan kita sendiri yang tidak sempurna menggoyahkan iman kita akan janji-janji Allah. (Lukas 21:16-19) Untuk melihat bagaimana kita dapat membentengi diri, mari kita perhatikan kata-kata Paulus selanjutnya.

      ”Janganlah Mengeraskan Hatimu”

      13. Peringatan apa diberikan Paulus, dan bagaimana ia menerapkan Mazmur 95?

      13 Setelah membahas kedudukan orang-orang Kristen Ibrani yang diperkenan, Paulus memberikan peringatan ini, ”Sebagaimana roh kudus katakan, ’Hari ini jika kamu sekalian mendengarkan suara [Allah] sendiri, janganlah mengeraskan hatimu seperti pada peristiwa yang mengakibatkan kemarahan yang pahit, seperti pada hari diadakannya pengujian di padang belantara.’” (Ibrani 3:7, 8) Paulus mengutip Mazmur 95, sehingga dapat mengatakan ”sebagaimana roh kudus katakan”.b (Mazmur 95:7, 8; Keluaran 17:1-7) Tulisan-Tulisan Kudus diilhamkan Allah melalui roh kudus-Nya.​—2 Timotius 3:16.

      14. Bagaimana orang-orang Israel menanggapi apa yang telah Yehuwa lakukan bagi mereka, dan mengapa?

      14 Setelah dibebaskan dari perbudakan di Mesir, orang-orang Israel diberi kehormatan besar untuk memasuki hubungan perjanjian dengan Yehuwa. (Keluaran 19:4, 5; 24:7, 8) Namun, sebaliknya daripada memperlihatkan penghargaan atas apa yang Allah telah lakukan bagi mereka, mereka segera melakukan aksi pemberontakan. (Bilangan 13:25–14:10) Bagaimana sampai pemberontakan itu terjadi? Paulus menunjukkan alasannya: hati mereka mengeras. Namun, bagaimana hati yang begitu sensitif dan telah menyambut Firman Allah bisa mengeras? Dan, apa yang harus kita lakukan untuk mencegah hal ini?

      15. (a) Bagaimana ’suara Allah sendiri’ telah terdengar, pada zaman dahulu dan sekarang? (b) Pertanyaan-pertanyaan apa yang perlu kita ajukan kepada diri sendiri sehubungan dengan ’suara Allah’?

      15 Paulus mengawali peringatannya dengan anak kalimat prasyarat, ”jika kamu sekalian mendengarkan suara [Allah] sendiri”. Allah berbicara kepada umat-Nya melalui Musa dan nabi-nabi lain. Belakangan, Yehuwa berbicara kepada mereka melalui Putra-Nya, Yesus Kristus. (Ibrani 1:1, 2) Dewasa ini, kita mempunyai Firman Allah yang terilham dan lengkap, Alkitab Suci. Kita juga memiliki ”budak yang setia dan bijaksana”, yang dilantik oleh Yesus untuk menyediakan ’makanan pada waktu yang tepat’. (Matius 24:45-47) Itu berarti Allah masih berbicara. Namun, apakah kita menyendengkan telinga? Misalnya, bagaimana kita menanggapi nasihat mengenai pakaian serta dandanan atau hiburan dan musik pilihan kita? Apakah kita ”mendengarkan”, yaitu, memperhatikan dan menaati apa yang didengar? Jika kita punya kebiasaan mencari-cari dalih atau mengecualikan diri sewaktu diberi nasihat, kita menyebabkan diri kita terancam bahaya laten yaitu mengeraskan hati kita.

      16. Bagaimana salah satu cara hati kita dapat mengeras?

      16 Hati kita juga dapat menjadi keras bila kita tidak lagi melakukan apa yang dapat kita lakukan dan yang seharusnya kita lakukan. (Yakobus 4:17) Meskipun Yehuwa telah berbuat banyak bagi orang-orang Israel, mereka tidak menjalankan iman, memberontak melawan Musa, lebih mempercayai laporan yang buruk tentang Kanaan, dan tidak mau memasuki Negeri Perjanjian. (Bilangan 14:1-4) Itulah sebabnya Yehuwa menetapkan agar mereka berada di padang belantara selama 40 tahun​—waktu yang cukup panjang sehingga orang-orang yang tidak setia dari generasi tersebut akan mati di sana. Dengan rasa muak terhadap mereka, Allah mengatakan, ”’Mereka selalu sesat dalam hati mereka, dan mereka sendiri tidak mengenal jalan-jalanku.’ Maka aku bersumpah dalam kemarahanku, ’Mereka tidak akan masuk ke dalam peristirahatanku.’” (Ibrani 3:9-11) Apakah kita melihat pelajaran bagi kita dalam hal ini?

      Pelajaran bagi Kita

      17. Meskipun melihat perbuatan-perbuatan Yehuwa yang luar biasa dan mendengar pernyataan-pernyataan-Nya, mengapa orang-orang Israel tidak memiliki iman?

      17 Generasi bangsa Israel yang keluar dari Mesir melihat sendiri dan mendengar sendiri perbuatan dan pernyataan yang luar biasa dari Yehuwa. Meskipun begitu, mereka tidak memiliki iman bahwa Allah dapat membimbing mereka untuk selamat memasuki Negeri Perjanjian. Mengapa? ”Mereka sendiri tidak mengenal jalan-jalanku,” kata Yehuwa. Mereka mengetahui apa yang telah Yehuwa katakan dan lakukan, namun mereka tidak memperkembangkan keyakinan dan kepercayaan akan kesanggupan-Nya untuk memelihara mereka. Mereka begitu terobsesi dengan kebutuhan dan keinginan pribadi sehingga mereka tidak banyak memikirkan jalan-jalan dan maksud-tujuan Allah. Ya, mereka tidak beriman akan janji-Nya.

      18. Menurut Paulus, haluan tindakan apa yang akan mengakibatkan ”hati fasik yang tidak beriman”?

      18 Kata-kata selanjutnya kepada orang-orang Ibrani ini berlaku sama tegasnya bagi kita, ”Berhati-hatilah, saudara-saudara, karena takut dalam diri seorang di antara kamu akan berkembang hati fasik yang tidak beriman dengan menjauh dari Allah yang hidup.” (Ibrani 3:12) Paulus sampai ke inti persoalan dengan menunjukkan bahwa ”hati fasik yang tidak beriman” merupakan akibat dari ”menjauh dari Allah yang hidup”. Pada bagian sebelumnya dari surat ini, Paulus berbicara tentang ”hanyut” karena lengah. (Ibrani 2:1) Akan tetapi, istilah Yunani yang diterjemahkan ”menjauh” berarti ”beranjak pergi” dan ini berhubungan dengan kata ”kemurtadan”. Ini berarti dengan sengaja dan sadar melawan, menarik diri, dan membelot, dengan nada menghina.

      19. Bagaimana kegagalan untuk mendengarkan nasihat membawa pada konsekuensi yang serius? Ilustrasikan.

      19 Oleh karena itu, pelajarannya adalah bahwa jika kita jatuh ke dalam kebiasaan untuk tidak ”mendengarkan suara [Allah] sendiri”, mengabaikan nasihat Yehuwa melalui Firman-Nya dan golongan budak yang setia, hati kita akan segera menjadi tidak berperasaan, menjadi keras. Misalnya, sepasang saudara-saudari lajang mungkin menjadi terlalu intim. Bagaimana bila mereka mengabaikan masalah ini? Apakah hal itu akan mencegah mereka untuk tidak mengulangi perbuatan mereka, atau apakah itu justru mempermudah mereka untuk mengulanginya? Demikian pula, bila golongan budak memberikan nasihat tentang perlunya bersikap selektif dalam memilih musik dan hiburan, dan sebagainya, apakah kita menerimanya dengan senang hati dan membuat penyesuaian bila perlu? Paulus mendesak kita agar ”tidak meninggalkan pertemuan kita bersama”. (Ibrani 10:24, 25) Meskipun begitu, ada yang menyepelekan perhimpunan-perhimpunan Kristen. Mereka mungkin merasa bahwa absen beberapa kali atau bahkan sama sekali tidak menghadiri perhimpunan tertentu bukanlah masalah penting.

      20. Mengapa penting agar kita menyambut nasihat Alkitab dengan cara positif?

      20 Jika kita tidak menyambut positif ”suara” Yehuwa, yang dinyatakan dengan jelas di dalam Alkitab dan publikasi-publikasi Alkitab, kita akan segera ”menjauh dari Allah yang hidup”. Mengabaikan nasihat secara pasif dapat dengan mudah menjadi tindakan aktif yakni meremehkan, mengkritik, dan melawan nasihat itu. Jika dibiarkan, akibatnya adalah ”hati fasik yang tidak beriman”, dan biasanya sangat sulit untuk pulih dari haluan demikian. (Bandingkan Efesus 4:19.) Yeremia dengan tepat menulis, ”Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya?” (Yeremia 17:9) Karena alasan ini, Paulus mendesak rekan-rekan seimannya orang Ibrani, ”Teruslah anjurkan dengan kuat satu sama lain setiap hari, selama masih dapat disebut ’Hari ini’, karena takut seseorang dari antara kamu akan dikeraskan oleh kuasa dosa yang bersifat menipu.”​—Ibrani 3:13.

      21. Kita semua diberi nasihat untuk melakukan apa, dan prospek-prospek apa yang kita miliki?

      21 Alangkah senangnya bahwa Yehuwa masih berbicara kepada kita dewasa ini, melalui Firman-Nya dan organisasi-Nya! Kita bersyukur bahwa ”budak yang setia dan bijaksana” terus membantu kita ”mempererat pegangan kita pada keyakinan yang kita miliki pada mulanya, teguh sampai akhir”. (Ibrani 3:​14) Kinilah waktunya bagi kita untuk menyambut kasih dan pengarahan Allah. Seraya kita melakukan hal itu, kita dapat menikmati janji menakjubkan lainnya dari Yehuwa​—yaitu ”masuk ke dalam” peristirahatan-Nya. (Ibrani 4:3, 10) Ini adalah topik yang dibahas Paulus selanjutnya bersama orang-orang Kristen Ibrani, dan ini juga menjadi topik yang akan kita bahas dalam artikel berikut.

  • Apakah Saudara Telah Memasuki Peristirahatan Allah?
    Menara Pengawal—1998 | 15 Juli
    • Apakah Saudara Telah Memasuki Peristirahatan Allah?

      ”Orang yang telah masuk ke dalam peristirahatan Allah ia sendiri juga telah beristirahat dari pekerjaan-pekerjaannya sendiri.”​—IBRANI 4:10.

      1. Mengapa istirahat sangat diminati?

      ISTIRAHAT. Sungguh nikmat dan sedap didengar! Kebanyakan dari antara kita yang hidup di dunia yang serbasibuk dan terburu-buru ini pasti setuju bahwa istirahat sejenak amatlah menyenangkan. Tua ataupun muda, menikah ataupun lajang, kita mungkin merasa bahwa kehidupan sehari-hari sudah cukup menekan dan melelahkan. Bagi orang-orang yang memiliki keterbatasan atau kelemahan jasmani, menjalani hari demi hari saja sudah merupakan tantangan. Seperti yang dikatakan Alkitab, ”semua ciptaan sama-sama terus mengerang dan sama-sama dalam kesakitan sampai sekarang”. (Roma 8:22) Seseorang yang sedang beristirahat tidak selalu berarti malas. Istirahat adalah kebutuhan manusia yang harus dipenuhi.

      2. Sejak kapan Yehuwa beristirahat?

      2 Allah Yehuwa sendiri beristirahat. Dalam buku Kejadian, kita membaca, ”Demikianlah diselesaikan langit dan bumi dan segala isinya. Ketika Allah pada hari ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan yang dibuat-Nya itu, berhentilah Ia pada hari ketujuh dari segala pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu.” Yehuwa mengkhususkan ”hari ketujuh”, karena catatan yang terilham selanjutnya mengatakan, ”Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya [”membuatnya suci”, NW].”​—Kejadian 2:1-3.

      Allah Beristirahat dari Pekerjaan-Nya

      3. Apa saja yang bukan merupakan alasan Allah beristirahat?

      3 Mengapa Allah beristirahat pada ”hari ketujuh”? Tentu saja, Ia beristirahat bukan karena lelah. Yehuwa mempunyai ’energi dinamis yang berlimpah’ dan Ia ”tidak lelah atau menjadi letih”. (Yesaya 40:​26, 28, NW) Allah beristirahat juga bukan karena Ia membutuhkan jeda atau selingan, karena Yesus memberi tahu kita, ”Bapakku terus bekerja hingga sekarang, dan aku terus bekerja.” (Yohanes 5:​17) Selain itu, ”Allah adalah Roh” dan tidak dibatasi oleh siklus tubuh dan kebutuhan makhluk-makhluk jasmani.​—Yohanes 4:24.

      4. Dalam arti apa ”hari ketujuh” berbeda dari enam ”hari” sebelumnya?

      4 Bagaimana kita dapat memahami mengapa Allah beristirahat pada ”hari ketujuh”? Perhatikanlah, meskipun sangat puas dengan apa yang telah Ia capai selama periode yang panjang dari enam ”hari” penciptaan yang telah lewat, Allah secara spesifik memberkati ”hari ketujuh” dan menyatakannya ”suci”. Concise Oxford Dictionary mendefinisikan ”suci” sebagai ”sesuatu yang secara eksklusif dibaktikan atau dikhususkan (untuk suatu allah atau tujuan agama)”. Oleh karena itu, diberkatinya ”hari ketujuh” dan dinyatakannya ”suci” oleh Yehuwa, memperlihatkan bahwa hari itu dan ”peristirahatan”-Nya pastilah ada hubungan dengan kehendak dan maksud-tujuan-Nya yang suci, dan bukan demi kebutuhan tertentu di pihak-Nya. Hubungan apa yang dimaksudkan di sini?

      5. Apa yang telah Allah jalankan selama enam ”hari” pertama penciptaan?

      5 Selama enam ”hari” penciptaan sebelumnya, Allah telah membuat dan menjalankan semua siklus dan hukum yang mengendalikan kegiatan bumi dan segala sesuatu di sekitarnya. Para ilmuwan kini mengetahui betapa menakjubkan semua ini dirancang. Menjelang akhir ”hari keenam”, Allah menciptakan pasangan manusia pertama dan menempatkan mereka di ”taman di Eden, di sebelah timur”. Akhirnya, Allah menyatakan maksud-tujuan-Nya sehubungan dengan keluarga manusia dan bumi ini dalam kata-kata nubuat ini, ”Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.”​—Kejadian 1:​28, 31; 2:8.

      6. (a) Pada akhir ”hari keenam”, bagaimana perasaan Allah terhadap semua yang Ia ciptakan? (b) Dalam arti apa ”hari ketujuh” suci?

      6 Ketika ”hari keenam” dari penciptaan berakhir, catatan Alkitab memberi tahu kita, ”Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik.” (Kejadian 1:31) Allah puas akan segala sesuatu yang Ia buat. Maka, Ia beristirahat, atau berhenti, dari pekerjaan penciptaan lebih lanjut yang menyangkut bumi. Akan tetapi, meskipun taman firdaus kala itu sempurna dan indah, taman itu baru meliputi suatu wilayah kecil, dan hanya ada dua manusia di bumi. Agar bumi dan keluarga manusia mencapai keadaan yang selaras dengan maksud-tujuan Allah, dibutuhkan waktu. Untuk itulah Allah menetapkan ”hari ketujuh” yang akan memungkinkan semua yang Ia ciptakan selama enam ”hari” sebelumnya, berkembang selaras dengan kehendak-Nya yang suci. (Bandingkan Efesus 1:​11.) Ketika ”hari ketujuh” ini berakhir kelak, bumi ini akan menjadi suatu firdaus seluas dunia yang dihuni selama-lamanya oleh satu keluarga besar manusia yang sempurna. (Yesaya 45:18) ”Hari ketujuh” dikhususkan, atau dibaktikan, untuk pelaksanaan dan penggenapan kehendak Allah sehubungan dengan bumi dan umat manusia. Dalam arti inilah hari tersebut ”suci”.

      7. (a) Dalam arti apa Allah beristirahat pada ”hari ketujuh”? (b) Bagaimana keadaannya setelah ”hari ketujuh” berakhir?

      7 Demikianlah Allah beristirahat dari pekerjaan penciptaan-Nya pada ”hari ketujuh”. Halnya seolah-olah Ia berhenti dan membiarkan apa yang telah Ia jalankan berfungsi sebagaimana mestinya. Ia sepenuhnya yakin bahwa pada akhir ”hari ketujuh”, segala sesuatu akan terwujud tepat seperti maksud-tujuan-Nya. Bahkan meskipun ada kendala, itu akan tertanggulangi. Seluruh umat manusia yang taat akan mendapat manfaat sewaktu kehendak Allah terwujud sepenuhnya. Tidak ada yang akan menghalangi hal ini karena berkat Allah ada pada ”hari ketujuh”, dan Ia membuatnya ”suci”. Ini benar-benar prospek yang sangat mulia bagi umat manusia yang taat!

      Israel Gagal Memasuki Peristirahatan Allah

      8. Kapan dan bagaimana orang-orang Israel mulai menjalankan Sabat?

      8 Bangsa Israel mendapat manfaat dari penyelenggaraan Yehuwa untuk bekerja dan beristirahat. Bahkan, sebelum memberikan Hukum kepada orang-orang Israel di Gunung Sinai, Allah memberi tahu mereka melalui Musa, ”Perhatikanlah, TUHAN telah memberikan sabat itu kepadamu; itulah sebabnya pada hari keenam Ia memberikan kepadamu roti untuk dua hari. Tinggallah kamu di tempatmu masing-masing, seorangpun tidak boleh keluar dari tempatnya pada hari ketujuh itu.” Dengan demikian, ”beristirahatlah bangsa itu pada hari ketujuh”.​—Keluaran 16:​22-​30.

      9. Mengapa hukum Sabat pasti menjadi perubahan yang menggembirakan bagi orang-orang Israel?

      9 Ini adalah penyelenggaraan baru bagi bangsa Israel, yang belum lama dibebaskan dari perbudakan di Mesir. Meskipun orang-orang Mesir dan bangsa-bangsa lain mengukur waktu dalam periode lima sampai sepuluh hari, kecil kemungkinan bahwa orang-orang Israel yang diperbudak diizinkan mendapat satu hari istirahat. (Bandingkan Keluaran 5:​1-9.) Maka, masuk akal untuk menyimpulkan bahwa bangsa Israel menyambut perubahan ini. Sebaliknya, daripada memandang tuntutan Sabat sebagai beban atau pembatasan, mereka seharusnya senang mengikutinya. Sebenarnya, Allah belakangan memberi tahu mereka bahwa Sabat akan menjadi pengingat akan perbudakan mereka di Mesir dan dibebaskannya mereka dari perbudakan itu.​—Ulangan 5:​15.

      10, 11. (a) Dengan berlaku taat, apa yang dapat dinanti-nantikan orang-orang Israel untuk mereka nikmati? (b) Mengapa orang-orang Israel gagal memasuki peristirahatan Allah?

      10 Seandainya bangsa Israel yang keluar dari Mesir bersama Musa berlaku taat, mereka dapat memiliki hak istimewa memasuki ’negeri perjanjian yang berlimpah-limpah susu dan madu’. (Keluaran 3:8) Di sana, mereka dapat menikmati peristirahatan yang sebenarnya, bukan hanya pada hari Sabat, melainkan seumur hidup. (Ulangan 12:9, 10) Akan tetapi, keadaannya terbukti tidak demikian. Tentang mereka, rasul Paulus menulis, ”Siapakah mereka yang mendengar namun terpancing kepada kemarahan yang pahit? Sebenarnya, bukankah semua yang keluar dari Mesir di bawah Musa berbuat demikian? Lagi pula, kepada siapakah Allah menjadi jijik selama empat puluh tahun? Bukankah kepada mereka yang melakukan dosa, yang bangkainya berjatuhan di padang belantara? Tetapi kepada siapakah ia bersumpah bahwa mereka tidak akan masuk ke dalam peristirahatannya kalau bukan kepada mereka yang bertindak tidak taat? Maka kita melihat bahwa mereka tidak dapat masuk oleh karena tidak beriman.”​—Ibrani 3:16-19.

      11 Ini benar-benar pelajaran yang penting bagi kita! Karena ketiadaan iman mereka akan Yehuwa, generasi itu tidak memperoleh istirahat yang telah Ia janjikan. Sebaliknya, mereka binasa di padang belantara. Mereka tidak sadar bahwa sebagai keturunan Abraham, mereka mempunyai kaitan erat dengan kehendak Allah dalam menyediakan berkat bagi semua bangsa di bumi. (Kejadian 17:7, 8; 22:18) Sebaliknya, daripada bertindak selaras dengan kehendak ilahi, mereka sama sekali disimpangkan oleh hasrat mereka akan perkara-perkara sehari-hari dan yang mementingkan diri. Semoga kita tidak pernah jatuh ke dalam haluan seperti itu!​—1 Korintus 10:6, 10.

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan