-
Kepercayaan yang Dianut Banyak OrangMenara Pengawal—2008 | 1 November
-
-
Kepercayaan yang Dianut Banyak Orang
”Saya sering mendapat mimpi buruk terbakar di neraka! Saya bermimpi dilempar ke dalam tempat yang bernyala-nyala dan terbangun sambil berteriak. Maka, saya berjuang keras agar tidak berdosa.”—Arline.
APAKAH Anda percaya bahwa neraka adalah tempat siksaan yang diperuntukkan bagi para pedosa? Banyak orang percaya. Misalnya, pada tahun 2005, seorang pakar di University of St. Andrews di Skotlandia mendapati bahwa sepertiga dari para pemimpin agama di negeri itu percaya bahwa orang-orang yang terpisah dari Allah akan mengalami ”penderitaan mental yang kekal di neraka”. Seperlimanya percaya bahwa orang-orang di neraka akan menderita siksaan fisik.
Di banyak negeri, kepercayaan akan neraka dianut banyak orang. Misalnya, di Amerika Serikat, sebuah jajak pendapat oleh Gallup yang diadakan pada tahun 2007 mendapati bahwa sekitar 70 persen dari responden percaya akan neraka. Bahkan di negeri-negeri yang masyarakatnya tidak religius, orang masih percaya akan neraka. Sebuah jajak pendapat oleh Gallup pada tahun 2004 mendapati bahwa di Kanada, 42 persen dari masyarakat percaya akan neraka. Dan, di Inggris Raya, 32 persen yakin bahwa neraka itu ada.
Apa yang Diajarkan para Pemimpin Agama
Banyak pemimpin agama tidak lagi mengajarkan bahwa neraka adalah tempat siksaan harfiah yang bernyala-nyala. Sebaliknya, mereka mendukung definisi seperti yang terdapat di Catechism of the Catholic Church, yang diterbitkan pada tahun 1994. ”Hukuman utama dari neraka,” kata referensi tersebut, ”adalah keterpisahan kekal dari Allah.”
Meskipun demikian, banyak orang masih percaya bahwa neraka adalah tempat siksaan mental atau fisik. Orang-orang yang mendukung doktrin ini mengaku bahwa ajaran demikian didasarkan atas Alkitab. R. Albert Mohler, presiden Seminari Teologis Gereja Baptis Selatan, menyatakan, ”Itu betul-betul fakta Alkitab.”
Pentingkah Apa yang Anda Percayai?
Jika neraka benar-benar tempat siksaan, Anda tentunya perlu takut. Namun, jika ajaran ini tidak benar, para pemimpin agama yang mengajarkan doktrin tersebut menimbulkan kebingungan serta menyebabkan penderitaan mental yang tidak perlu atas orang-orang yang percaya kepada mereka. Mereka juga merusak reputasi Allah.
Apa yang dikatakan Firman Allah, Alkitab, mengenai pokok ini? Artikel-artikel berikut akan menggunakan terjemahan Alkitab Katolik dan Protestan untuk menjawab tiga pertanyaan: (1) Apa yang sebenarnya terjadi pada waktu kita mati? (2) Apa yang Yesus ajarkan tentang neraka? (3) Apa pengaruh mengetahui kebenaran tentang neraka atas diri Anda?
-
-
Apa yang Sebenarnya Terjadi sewaktu Kita Mati?Menara Pengawal—2008 | 1 November
-
-
Apa yang Sebenarnya Terjadi sewaktu Kita Mati?
”Semua jiwa tak berkematian, bahkan jiwa orang fasik . . . Karena dihukum dengan ganjaran kekal berupa api yang tak terpadamkan, dan tidak mengalami kematian, mustahil kesengsaraan mereka berakhir.”—Clement of Alexandria, penulis abad kedua dan ketiga M.
SEPERTI Clement, orang-orang yang mendukung ajaran bahwa neraka adalah tempat siksaan menganggap bahwa manusia memiliki jiwa yang tak berkematian. Apakah Alkitab mendukung ajaran ini? Perhatikan apa yang Firman Allah katakan sebagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berikut.
Apakah manusia pertama, Adam, memiliki jiwa yang tak berkematian? Sebuah terjemahan Protestan mengatakan tentang penciptaan Adam, ”TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.” (Kejadian 2:7, Terjemahan Baru) Perhatikan, ayat ini tidak mengatakan bahwa Adam diberi jiwa.
Apa yang akhirnya terjadi atas Adam setelah ia berdosa? Hukuman yang Allah tetapkan bukanlah siksaan kekal di neraka. Sebaliknya, terjemahan Katolik Kitab Suci Komunitas Kristiani mengalihbahasakan pernyataan Allah dengan cara berikut, ”Dengan keringat di wajahmu engkau akan mencari makan, sampai engkau kembali menjadi debu, karena dari debu tanahlah engkau telah diambil, karena engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu.” (Cetak miring red.; Kejadian 3:19) Pernyataan Allah tidak menyiratkan bahwa suatu bagian dari Adam tidak mati. Ketika Adam mati, Adam adalah jiwa yang mati.
Apakah ada orang yang memiliki jiwa yang tak berkematian? Allah memberi tahu nabi Yehezkiel, ”Jiwa yang berbuat dosa—jiwa itulah yang akan mati.” (Yehezkiel 18:4, TB) Rasul Paulus menulis, ”Dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang [Adam] dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang karena semua orang telah berbuat dosa.” (Roma 5:12, TB) Jika semua manusia berdosa, maka kesimpulan yang logis adalah bahwa semua jiwa mati.
Apakah jiwa yang sudah mati mengetahui atau merasakan sesuatu? Firman Allah mengatakan, ”Orang-orang yang hidup tahu bahwa mereka akan mati, tetapi orang yang mati tak tahu apa-apa.” (Pengkhotbah 9:5, TB) Sewaktu menggambarkan apa yang terjadi atas manusia pada waktu ia mati, Alkitab menyatakan, ”Ia kembali ke tanah; pada hari itu juga lenyaplah maksud-maksudnya.” (Mazmur 146:4, TB) Apabila orang yang mati ”tak tahu apa-apa” dan ’maksud-maksudnya lenyap’, bagaimana mereka bisa merasakan siksaan di neraka?
Yesus Kristus menyamakan kematian, bukan dengan suatu bentuk kesadaran, melainkan dengan tidur.a (Yohanes 11:11-14) Namun, mungkin ada yang membantah dengan mengatakan bahwa Yesus mengajarkan neraka itu panas dan para pedosa akan dicampakkan ke dalam api neraka. Mari kita perhatikan apa yang sebenarnya Yesus katakan tentang neraka.
[Catatan Kaki]
a Untuk pembahasan yang lebih terperinci, lihat artikel ”Apa yang Yesus Ajarkan—Tentang Harapan bagi Orang Mati” di halaman 16 dan 17.
-
-
Apa yang Yesus Ajarkan tentang Neraka?Menara Pengawal—2008 | 1 November
-
-
Apa yang Yesus Ajarkan tentang Neraka?
”Kalau matamu menyebabkan engkau berdosa,” kata Yesus, ”cungkillah mata itu! Lebih baik engkau masuk Dunia Baru Allah tanpa satu mata, daripada engkau dengan kedua belah matamu dibuang ke dalam neraka. Di sana api tidak bisa padam dan ulat tidak bisa mati.”—MARKUS 9:47, 48, Bahasa Indonesia Masa Kini.
Pada kesempatan lain, Yesus berbicara tentang suatu masa penghukuman ketika ia akan mengatakan kepada orang-orang fasik, ”Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya.” Ia juga mengatakan bahwa orang-orang ini akan ”masuk ke tempat siksaan yang kekal”.—MATIUS 25:41, 46, TB.
SEKILAS, kata-kata Yesus di atas tampaknya mendukung ajaran api neraka. Pastilah, Yesus tidak bermaksud menentang Firman Allah, yang jelas-jelas menyatakan, ”Orang yang mati tak tahu apa-apa.”—Pengkhotbah 9:5, TB.
Kalau begitu, apa yang Yesus maksudkan ketika ia menyebut tentang orang yang dicampakkan ”ke dalam neraka”? Apakah ”api yang kekal” yang diingatkan Yesus bersifat harfiah atau lambang? Dalam arti apa orang-orang fasik ”masuk ke tempat siksaan yang kekal”? Mari kita periksa pertanyaan-pertanyaan itu satu per satu.
Apa yang Yesus maksudkan ketika ia berbicara tentang orang yang dicampakkan ”ke dalam neraka”? Kata Yunani asli yang diterjemahkan menjadi ”neraka” di Markus 9:47 adalah Geʹen·na. Kata ini berasal dari kata Ibrani Geh Hin·nomʹ, artinya ”Lembah Hinom”. Lembah Hinom terletak persis di luar Yerusalem kuno. Pada zaman raja-raja Israel, lembah itu digunakan untuk pengorbanan anak—praktek menjijikkan yang dikutuk Allah. Allah mengatakan bahwa Ia akan menghukum orang-orang yang melakukan tindakan ibadat palsu demikian. Maka, Lembah Hinom disebut ”Lembah Pembunuhan”, di mana ”mayat bangsa ini” tidak akan dikuburkan. (Yeremia 7:30-34, TB) Dengan demikian, Yehuwa menubuatkan bahwa Lembah Hinom akan menjadi tempat, bukan untuk penyiksaan korban yang masih hidup, melainkan untuk pembuangan mayat secara massal.
Pada zaman Yesus, penduduk Yerusalem menggunakan Lembah Hinom sebagai tempat pembuangan sampah. Mereka membuang mayat beberapa penjahat yang keji ke dalam tempat pembuangan ini dan membuat apinya terus menyala di sana untuk membakar sampah serta mayat-mayat.
Ketika Yesus berbicara tentang ulat-ulat yang tidak bisa mati dan api yang tak terpadamkan, ia tampaknya menunjuk ke Yesaya 66:24. Mengenai ”bangkai orang-orang yang telah memberontak kepada [Allah]”, Yesaya mengatakan bahwa ”ulat-ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak akan padam”. (TB) Yesus dan para pendengarnya tahu bahwa kata-kata di Yesaya ini menunjuk ke cara orang-orang memperlakukan mayat yang tidak layak dikuburkan.
Karena itu, Yesus menggunakan Lembah Hinom, atau Gehena, sebagai lambang yang cocok untuk kematian tanpa harapan kebangkitan. Ia menjelaskan hal ini ketika ia mengingatkan bahwa Allah ”dapat membinasakan jiwa dan tubuh di Gehena”. (Matius 10:28, The New American Bible) Gehena adalah lambang kematian kekal, bukan siksaan kekal.
Apakah ”api yang kekal” yang Yesus sebutkan bersifat harfiah atau lambang? Perhatikan bahwa ”api yang kekal” yang disebutkan oleh Yesus dan dicatat di Matius 25:41 (TB) telah dipersiapkan bagi ”Iblis dan malaikat-malaikatnya”. Apakah menurut Anda api harfiah bisa membakar makhluk-makhluk roh? Atau, apakah Yesus menggunakan istilah ”api” secara lambang? Pastilah, ”domba” dan ”kambing” yang disebut dalam khotbah yang sama tidak bersifat harfiah; itu adalah ungkapan yang menggambarkan dua tipe orang. (Matius 25:32, 33) Api kekal yang Yesus sebutkan membakar habis orang fasik dalam arti kiasan.
Dalam arti apa orang fasik ”masuk ke tempat siksaan yang kekal”? Meskipun kebanyakan terjemahan menggunakan kata ”siksaan” di Matius 25:46, makna dasar dari kata Yunani koʹla·sin adalah ”menghambat pertumbuhan pohon”, atau memangkas, memotong cabang-cabang yang tidak perlu. Maka, orang yang seperti domba menerima kehidupan abadi, sedangkan orang yang seperti kambing yang tidak bertobat menderita ”siksaan yang kekal”, mati untuk selamanya bagaikan cabang yang dipotong.
Bagaimana Menurut Anda?
Yesus tidak pernah mengajarkan bahwa manusia memiliki jiwa yang tak berkematian. Namun, ia memang sering mengajarkan mengenai kebangkitan orang mati. (Lukas 14:13, 14; Yohanes 5:25-29; 11:25) Mengapa Yesus mengatakan bahwa orang mati akan dibangkitkan seandainya ia percaya bahwa jiwa mereka tidak mati?
Yesus tidak mengajarkan bahwa Allah dengan penuh kebencian akan menyiksa orang fasik untuk selamanya. Sebaliknya, Yesus mengatakan, ”Allah demikian mengasihi dunia, sehingga Ia rela memberikan Putra-Nya yang tunggal, agar semua orang yang percaya kepada-Nya tidak akan binasa, tetapi mempunyai hidup yang kekal.” (Yohanes 3:16, Kitab Suci Komunitas Kristiani) Mengapa Yesus menyiratkan bahwa orang yang tidak percaya kepadanya akan mati? Jika ia memang memaksudkan bahwa mereka akan hidup selamanya, menderita kesengsaraan dalam neraka yang bernyala-nyala, tidakkah ia akan mengatakannya?
Doktrin bahwa neraka adalah tempat penyiksaan tidak didasarkan atas Alkitab. Sebaliknya, itu merupakan kepercayaan kafir yang disamarkan menjadi ajaran Kristen. (Lihat kotak ”Sejarah Singkat tentang Neraka”, di halaman 6.) Tidak, Allah tidak menyiksa manusia untuk selamanya di neraka. Apa pengaruh mengetahui kebenaran tentang neraka atas sikap Anda terhadap Allah?
[Kotak di hlm. 6]
SEJARAH SINGKAT TENTANG NERAKA
BERPANGKAL PADA AJARAN KAFIR: Orang Mesir zaman dahulu percaya akan neraka yang bernyala-nyala. The Book Ȧm-Ṭuat, tertanggal 1375 SM, mengulas tentang orang-orang yang ”akan dicampakkan ke dalam lubang api; dan . . . tidak akan luput dari sana, dan . . . tidak akan bisa lari dari nyala api”. Filsuf Yunani bernama Plutarkh (±46-120 M) menulis tentang orang-orang yang ada di dunia di bawah, ”[Mereka] meneriakkan ratapan sementara mereka mengalami siksaan yang mengerikan dan deraan yang memalukan dan sangat menyakitkan.”
SEKTE-SEKTE YUDAISME TERPENGARUH: Sejarawan Yosefus (37-±100 M) melaporkan bahwa kaum Eseni, sebuah sekte Yahudi, percaya bahwa ”jiwa tidak berkematian, dan hidup selamanya”. Ia menambahkan, ”Ini seperti pendapat orang Yunani . . . Mereka berpikir bahwa jiwa-jiwa yang jahat dikurung di liang yang gelap dan seram, dihukum tanpa henti.”
MASUK KE DALAM ”KEKRISTENAN”: Pada abad kedua M, buku apokrifa Apocalypse of Peter mengatakan mengenai orang fasik, ”Bagi mereka tersedia api yang tak terpadamkan.” Dikatakan juga, ”Ezrael, malaikat kemurkaan, membawa pria maupun wanita yang separuh tubuh mereka terbakar dan melemparkan mereka ke dalam tempat yang gelap, neraka bagi manusia; dan suatu makhluk roh kemurkaan mendera mereka.” Pada kurun waktu yang sama, penulis Teofilus dari Antiokhia mengutip ramalan nabiah Yunani bernama Sibyl mengenai hukuman atas orang fasik, ”Ke atas kalian api yang bernyala-nyala akan menimpa, dan selama-lamanya kalian akan dibakar setiap hari.” Inilah antara lain kata-kata yang Teofilus katakan adalah ”benar, dan bermanfaat, dan adil, dan menguntungkan bagi semua manusia”.
API NERAKA DIGUNAKAN UNTUK MEMBENARKAN KEKERASAN PADA ABAD PERTENGAHAN: Mary I, ratu Inggris (1553-1558), yang dikenal sebagai ”Mary si Penumpah Darah” karena membakar kira-kira 300 penganut Protestan di tiang, dilaporkan mengatakan, ”Karena jiwa para bidah akan dibakar selamanya di neraka, tidak ada yang lebih patut bagi saya selain meniru pembalasan Ilahi dengan membakar mereka di bumi.”
DEFINISI BARU-BARU INI: Pada tahun-tahun belakangan ini, beberapa sekte telah merevisi ajaran mereka tentang neraka. Misalnya, Komisi Doktrin Gereja Kristen di Inggris mengatakan pada tahun 1995, ”Neraka bukan siksaan kekal, melainkan pilihan haluan hidup yang terakhir dan tidak dapat ditarik kembali yang benar-benar menentang Allah secara mutlak sehingga satu-satunya akhir adalah kemusnahan total.”
[Kotak/Gambar di hlm. 7]
APA ”LAUTAN API” ITU?
Wahyu 20:10 mengatakan bahwa si Iblis akan dicampakkan ke dalam ”lautan api” dan ”disiksa siang malam untuk selama-lamanya”. (TB) Seandainya si Iblis akan disiksa selama-lamanya, Allah harus memelihara dia tetap hidup, tetapi Alkitab mengatakan bahwa Yesus akan ”memusnahkan dia”. (Ibrani 2:14, TB) Lautan api lambang itu memaksudkan ”kematian yang kedua”. (Wahyu 21:8, TB) Ini bukan kematian yang pertama kali disebutkan dalam Alkitab—kematian akibat dosa Adam—kematian dengan kemungkinan dibangkitkan. (1 Korintus 15:21, 22) Karena Alkitab tidak mengatakan bahwa ”lautan api” mengeluarkan orang-orang yang berada di dalamnya, ”kematian yang kedua” harus mengartikan kematian jenis lain, kematian yang sudah tidak bisa dibatalkan.
Dalam arti apa orang-orang yang berada di ”lautan api” disiksa selama-lamanya? Kadang-kadang, ”menyiksa” dapat berarti ”menahan” seseorang. Suatu kali, sewaktu Yesus berhadapan dengan para hantu, mereka berteriak, ”Adakah Engkau ke mari untuk menyiksa kami [menahan kami dalam jurang tidak terduga dalamnya] sebelum waktunya?” (Matius 8:29; Lukas 8:30, 31; TB) Maka, semua yang berada dalam ”lautan” itu akan menderita ”siksaan” berupa penahanan abadi, atau ”kematian yang kedua”.
-
-
Apa Pengaruh Mengetahui Kebenaran tentang Neraka atas Diri Anda?Menara Pengawal—2008 | 1 November
-
-
Apa Pengaruh Mengetahui Kebenaran tentang Neraka atas Diri Anda?
ORANG-ORANG yang mengajar bahwa neraka adalah tempat penyiksaan secara keji menyalahgambarkan Allah Yehuwa dan sifat-sifat-Nya. Memang, Alkitab mengatakan bahwa Allah akan membinasakan orang fasik. (2 Tesalonika 1:6-9) Namun, kemarahan yang adil-benar bukanlah sifat Allah yang dominan.
Allah bukan pribadi yang penuh kebencian atau pendendam. Ia bahkan bertanya, ”Apakah Aku berkenan kepada kematian orang fasik?” (Yehezkiel 18:23, TB) Jika Allah tidak berkenan kepada kematian orang fasik, mana mungkin Ia untuk selama-lamanya senang menyaksikan orang-orang tersebut disiksa?
Sifat Allah yang utama adalah kasih. (1 Yohanes 4:8) Sesungguhnya, ”Ia murah hati kepada setiap orang, dan mengasihani semua ciptaan-Nya.” (Mazmur 145:9, BIMK) Sebagai gantinya, Allah ingin agar kita mengembangkan kasih yang sepenuh hati terhadap-Nya.—Matius 22:35-38.
Takut akan Neraka atau Kasih akan Allah—Mana yang Memotivasi Anda?
Ajaran bahwa jiwa menderita di neraka menimbulkan rasa takut yang berlebihan akan Allah. Sebagai kontras, seseorang yang belajar kebenaran tentang Allah dan mulai mengasihi Dia akan mengembangkan rasa takut yang sehat akan Dia. ”Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, semua orang yang melakukannya berakal budi yang baik,” jelas Mazmur 111:10 (TB). Takut akan Allah ini bukan rasa ngeri yang mencekam, melainkan rasa takjub dan hormat yang dalam kepada sang Pencipta. Itu menimbulkan dalam diri kita rasa takut yang sehat untuk tidak menyenangkan Dia.
Perhatikan bagaimana mengetahui kebenaran tentang neraka mempengaruhi Kathleen, seorang bekas pemakai narkoba berumur 32 tahun. Kehidupannya sarat dengan pesta pora, kekerasan, kebencian terhadap diri sendiri, dan perbuatan amoral. Ia mengakui, ”Saya sering memandang putri saya yang berumur satu tahun dan berpikir, ’Saya benar-benar ibu yang jahat. Saya pasti akan dibakar di neraka.’” Kathleen mencoba segala macam cara untuk tidak lagi memakai narkoba, tetapi tidak ada yang berhasil. ”Saya ingin menjadi orang baik,” katanya, ”tapi segala sesuatu dalam kehidupan saya dan dalam dunia ini begitu mengenaskan. Tampaknya tidak ada alasan untuk menjadi orang baik.”
Kathleen kemudian berjumpa dengan Saksi-Saksi Yehuwa. ”Saya belajar bahwa tidak ada neraka yang bernyala-nyala. Bukti Alkitab sangat masuk akal,” kata Kathleen. ”Mengetahui bahwa saya tidak perlu dibakar di neraka benar-benar melegakan.” Namun, ia juga belajar tentang janji Allah bahwa manusia bisa hidup selamanya di atas bumi yang bersih dari kejahatan. (Mazmur 37:10, 11, 29; Lukas 23:43) ”Saya sekarang memiliki harapan yang nyata—untuk hidup selamanya di Firdaus!” serunya.
Apakah Kathleen sanggup berhenti memakai narkoba tanpa dihantui siksaan api neraka? Ia menceritakan, ”Sewaktu saya ingin sekali memakai narkoba, saya akan berdoa, memohon bantuan kepada Allah Yehuwa. Saya memikirkan pandangan-Nya mengenai kebiasaan najis demikian, dan saya tidak ingin mengecewakan-Nya. Ia menjawab doa-doa saya.” (2 Korintus 7:1) Takut untuk tidak menyenangkan Allah memungkinkan Kathleen menghentikan kecanduannya.
Ya, memupuk kasih akan Allah dan takut yang sehat akan Dia—bukan takut akan siksaan di neraka—bisa memotivasi kita untuk melakukan kehendak Allah agar dapat menikmati kebahagiaan yang langgeng. Pemazmur menulis, ”Berbahagialah setiap orang yang takut akan Yehuwa, yang berjalan di jalan-jalan-Nya.”—Mazmur 128:1, American Standard Version.
[Kotak/Gambar di hlm. 9]
SIAPA YANG AKAN DIBEBASKAN DARI NERAKA?
Beberapa terjemahan menimbulkan kebingungan dengan mengalihbahasakan dua kata Yunani yang berbeda—Geʹen·na dan Haiʹdes—menjadi satu kata saja, yaitu ”neraka”. Dalam Alkitab, istilah Geʹen·na memaksudkan kebinasaan total, tanpa harapan kebangkitan. Sebagai kontras, orang-orang yang berada di Haiʹdes, atau Hades, memiliki harapan untuk dibangkitkan.
Maka, setelah Yesus mati dan dibangkitkan, rasul Petrus meyakinkan pendengarnya bahwa Yesus ”tidak ditinggalkan di neraka”. (Kisah 2:27, 31, 32; Mazmur 16:10, King James Version) Kata yang diterjemahkan ”neraka” di ayat ini adalah kata Yunani Haiʹdes. Yesus tidak pergi ke suatu tempat yang bernyala-nyala. Hades, atau ”neraka”, adalah kuburan. Namun, Yesus bukan satu-satunya yang Allah bebaskan dari Hades.
Sehubungan dengan kebangkitan, Alkitab mengatakan, ”Kematian dan neraka menyerahkan orang-orang mati yang ada di dalamnya.” (Penyingkapan [Wahyu] 20:13, 14, KJ) Mengosongkan ”neraka” akan berarti menghidupkan kembali semua orang yang menurut penghakiman Allah layak dibangkitkan. (Yohanes 5:28, 29; Kisah 24:15) Betapa menakjubkannya harapan masa depan kita—melihat orang tercinta kita yang sudah meninggal dihidupkan kembali! Yehuwa, Allah kasih yang tak terbatas, akan melakukan hal ini.
-