PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • ’Kuduslah Kamu sebab Aku Kudus’
    Menara Pengawal—1996 | 1 Agustus
    • ’Kuduslah Kamu sebab Aku Kudus’

      ”Kuduslah kamu, sebab Aku, [Yehuwa], Allahmu, kudus.”​—IMAMAT 19:2.

      1. Siapa saja tokoh yang dianggap kudus oleh dunia ini?

      KEBANYAKAN agama utama di dunia ini memiliki tokoh-tokoh yang mereka anggap kudus. Bunda Teresa yang terkenal dari India sering kali dipandang kudus karena pengabdiannya kepada kaum miskin. Sri Paus disebut ”Bapak Kudus”. Pendiri gerakan Katolik modern Opus Dei, José María Escrivá, dipandang oleh sebagian umat Katolik sebagai ”teladan kekudusan”. Hinduisme memiliki para swami, atau pria-pria kudus. Gandhi dipuja sebagai seorang pria kudus. Buddhisme memiliki biarawan-biarawan kudusnya, dan agama Islam memiliki nabi-nabi kudusnya. Namun apa sebenarnya yang dimaksud dengan menjadi kudus?

      2, 3. (a) Apa arti kata ”kudus” dan ”kekudusan”? (b) Apa saja pertanyaan yang perlu dijawab?

      2 Kata ”kudus” didefinisikan sebagai sesuatu yang ”1. . . . berhubungan dengan kuasa ilahi; suci. 2. Berhubungan dengan atau layak menerima ibadat atau pemujaan . . . 3. Hidup selaras dengan suatu sistem moral agama atau rohani yang ketat atau luhur . . . 4. Dikhususkan atau dipisahkan untuk suatu tujuan agama”. Dalam konteks Alkitab, kekudusan berarti ”kebersihan atau kemurnian agama; kesucian”. Menurut sebuah karya referensi Alkitab Insight on the Scriptures, ”[kata] bahasa Ibrani yang mula-mula qoʹdhesh menyampaikan gagasan keterpisahan, keeksklusifan, atau penyucian kepada Allah, . . . suatu keadaan dipisahkan untuk dinas kepada Allah”.a

      3 Bangsa Israel diperintahkan untuk menjadi kudus. Hukum Allah menyatakan, ”Akulah [Yehuwa], Allahmu, maka haruslah kamu menguduskan dirimu dan haruslah kamu kudus, sebab Aku ini kudus.” Siapakah Sumber kekudusan? Bagaimana orang-orang Israel yang tidak sempurna dapat menjadi kudus? Dan pelajaran apa dapat kita petik bagi diri kita dewasa ini sehubungan dengan tuntutan Yehuwa untuk kekudusan?​—Imamat 11:44.

      Bagaimana Israel Berkaitan dengan Sumber Kekudusan

      4. Bagaimana kekudusan Yehuwa ditunjukkan di Israel?

      4 Segala sesuatu yang berkaitan dengan ibadat Israel kepada Allah Yehuwa harus dipandang kudus dan diperlakukan secara demikian. Mengapa begitu? Karena Yehuwa sendiri adalah asal mula dan sumber kekudusan. Catatan Musa tentang persiapan dari tabernakel kudus dan jubah serta hiasan diakhiri dengan kata-kata, ”Dibuat merekalah patam [”lempeng yang berkilap”, NW], jamang [”lempeng”, NW] yang kudus dari emas murni, dan pada jamang [”lempeng”, NW] itu dituliskan tulisan, diukirkan seperti meterai: Kudus bagi [Yehuwa].” Lempeng emas murni yang berkilap ini disematkan pada serban imam besar, dan ini melambangkan bahwa ia telah dipisahkan untuk suatu dinas dengan kekudusan istimewa. Seraya mereka menyaksikan tanda yang ditulis ini berkilauan di bawah sinar matahari, orang-orang Israel terus-menerus diingatkan akan kekudusan Yehuwa.​—Keluaran 28:36; 29:6; 39:30.

      5. Bagaimana orang-orang Israel yang tidak sempurna dapat dianggap kudus?

      5 Namun bagaimana orang-orang Israel dapat menjadi kudus? Hanya melalui hubungan mereka yang erat dengan Yehuwa dan ibadat mereka yang murni kepada-Nya. Mereka membutuhkan pengetahuan yang saksama tentang ”Yang Mahakudus” agar dapat menyembah-Nya dalam kekudusan, dalam kebersihan jasmani dan rohani. (Amsal 2:1-6; 9:10) Oleh karena itu, orang-orang Israel harus menyembah Allah dengan motif yang murni dan hati yang murni. Setiap bentuk ibadat yang munafik adalah menjijikkan bagi Yehuwa.​—Amsal 21:27.

      Mengapa Yehuwa Mencela Israel

      6. Bagaimana orang-orang Yahudi pada zaman Maleakhi memperlakukan meja Yehuwa?

      6 Hal ini dengan jelas diilustrasikan sewaktu orang-orang Israel dengan setengah hati membawa korban-korban yang kurang bermutu dan tidak baik ke bait. Melalui nabi-Nya, Maleakhi, Yehuwa mencela persembahan mereka yang kurang bermutu, ”Aku tidak suka kepada kamu, firman TUHAN semesta alam, dan Aku tidak berkenan menerima persembahan dari tanganmu. . . . Tetapi kamu ini menajiskannya, karena kamu menyangka: ’Meja Tuhan memang cemar dan makanan yang ada di situ boleh dihinakan!’ Kamu berkata: ’Lihat, alangkah susah payahnya!’ dan kamu menyusahkan Aku, firman TUHAN semesta alam. Kamu membawa binatang yang dirampas, binatang yang timpang dan binatang yang sakit, kamu membawanya sebagai persembahan. Akan berkenankah Aku menerimanya dari tanganmu? firman TUHAN.”​—Maleakhi 1:10, 12, 13.

      7. Tindakan-tindakan yang tidak kudus apa diambil oleh orang-orang Yahudi pada abad kelima SM?

      7 Maleakhi digunakan Allah untuk mencela praktek-praktek yang palsu dari orang-orang Yahudi, kemungkinan pada abad kelima SM. Para imam memberikan contoh yang buruk, dan tingkah laku mereka sama sekali tidak kudus. Umat itu, karena mengikuti kepemimpinan semacam itu, mengendurkan prinsip-prinsip mereka, bahkan sampai ke taraf menceraikan istri mereka, kemungkinan agar mereka dapat mengambil istri-istri kafir yang lebih muda. Maleakhi menulis, ”TUHAN telah menjadi saksi antara engkau dan isteri masa mudamu yang kepadanya engkau telah tidak setia [”secara licik”, NW]b, padahal dialah teman sekutumu dan isteri seperjanjianmu. . . . Jadi jagalah dirimu! Dan janganlah orang tidak setia terhadap isteri dari masa mudanya. Sebab Aku membenci perceraian, firman TUHAN, Allah Israel.”​—Maleakhi 2:14-16.

      8. Bagaimana beberapa orang di dalam sidang Kristen telah terpengaruh oleh pandangan modern tentang perceraian?

      8 Pada zaman modern, di banyak negeri tempat perceraian dapat diperoleh dengan mudah, tingkat perceraian melonjak. Bahkan sidang Kristen telah terpengaruh. Sebaliknya daripada mencari bantuan para penatua untuk mengatasi kendala dan berupaya membuat perkawinan mereka sukses, beberapa orang telah terlalu cepat mencampakkannya. Sering kali anak-anaklah yang menanggung penderitaan emosi yang besar.—Matius 19:8, 9.

      9, 10. Bagaimana hendaknya kita merenungkan tentang ibadat kita kepada Yehuwa?

      9 Seperti yang telah kita perhatikan sebelumnya, mengingat keadaan rohani yang memprihatinkan pada zaman Maleakhi, Yehuwa dengan terus terang mengutuk ibadat yang dangkal dari Yehuda dan memperlihatkan bahwa Ia hanya bersedia menerima ibadat yang murni. Bukankah ini seharusnya membuat kita merenungkan mutu ibadat kita kepada Allah Yehuwa, Tuan Yang Berdaulat di alam semesta, Sumber kekudusan yang sejati? Apakah kita benar-benar mempersembahkan dinas yang kudus kepada Allah? Apakah kita menjaga diri kita dalam keadaan bersih secara rohani?

      10 Ini tidak berarti bahwa kita dituntut menjadi sempurna, yang adalah mustahil, atau bahwa kita perlu membandingkan diri kita dengan orang-orang lain. Tetapi yang sesungguhnya dimaksud adalah bahwa setiap orang Kristen hendaknya memberikan ibadat kepada Allah, yaitu yang terbaik menurut keadaan pribadi masing-masing. Ini mencerminkan mutu ibadat kita. Dinas suci kita hendaknya yang terbaik—dinas kudus. Bagaimana cara melaksanakannya?—Lukas 16:10; Galatia 6:3, 4.

      Hati yang Murni Menuntun kepada Ibadat yang Murni

      11, 12. Dari manakah tindakan yang tidak kudus berasal?

      11 Yesus dengan jelas mengajarkan bahwa apa yang ada dalam hati akan menjadi nyata melalui apa yang seseorang katakan dan lakukan. Yesus mengatakan kepada orang-orang Farisi yang menganggap diri adil-benar, namun tidak kudus, ”Keturunan ular-ular berbisa, bagaimana kamu dapat berbicara hal-hal yang baik, apabila kamu fasik? Sebab dari kelimpahan hatilah mulut berbicara.” Belakangan ia memperlihatkan bahwa tindakan-tindakan yang fasik bersumber dari pikiran-pikiran yang fasik di dalam hati, atau manusia batiniah. Ia mengatakan, ”Hal-hal yang keluar dari mulut keluar dari hati, dan perkara-perkara itu mencemarkan seseorang. Sebagai contoh, dari hati keluarlah pikiran yang fasik, pembunuhan, perzinaan, percabulan, pencurian, kesaksian palsu, hujah. Inilah perkara-perkara yang mencemarkan seseorang.”—Matius 12:34; 15:18-20.

      12 Ini membantu kita memahami bahwa tindakan-tindakan yang tidak kudus bukan bersifat spontan atau tanpa dasar sebelumnya. Itu adalah hasil dari pikiran yang cemar yang telah mengintai di dalam hati—hasrat tersembunyi dan mungkin khayalan. Itulah sebabnya Yesus dapat mengatakan, ”Kamu mendengar bahwa telah dikatakan, ’Jangan engkau berbuat zina.’ Akan tetapi, aku mengatakan kepadamu bahwa setiap orang yang terus memandang seorang wanita sehingga mempunyai nafsu terhadapnya sudah berbuat zina dengan dia dalam hatinya.” Dengan kata lain, percabulan dan perzinaan telah berakar di dalam hati sebelum diwujudkan dalam tindakan. Kemudian, pada kesempatan yang tepat, pikiran-pikiran yang tidak kudus terwujud menjadi tingkah laku yang tidak kudus. Percabulan, perzinaan, sodomi, pencurian, hujah, dan kemurtadan adalah beberapa hasil yang tampak.—Matius 5:27, 28; Galatia 5:19-21.

      13. Apa saja contoh tentang bagaimana pikiran yang tidak kudus dapat membawa kepada tindakan-tindakan yang tidak kudus?

      13 Hal ini dapat dijelaskan dengan berbagai cara. Di beberapa negeri, kasino menjamur, sehingga meningkatkan kesempatan untuk berjudi. Seseorang mungkin tergoda untuk berpaling kepada jalan keluar yang semu ini guna mencoba mengatasi problem keuangannya. Penalaran yang menipu mungkin menggerakkan seorang saudara untuk menampik atau mengencerkan prinsip-prinsip Alkitabnya.c Dalam contoh lain, kemudahan memperoleh bahan-bahan pornografi, entah melalui TV, video, komputer, atau buku, dapat membawa seorang Kristen kepada tingkah laku yang tidak kudus. Cukup dengan melalaikan persenjataan rohaninya, tanpa disadarinya ia telah terjerumus ke dalam perbuatan amoral. Namun dalam banyak kasus, kejatuhan kepada dosa berawal dari pikiran. Ya, dalam situasi seperti ini kata-kata Yakobus digenapi, ”Masing-masing orang dicobai dengan ditarik dan dipikat oleh keinginannya sendiri. Kemudian keinginan itu, apabila telah menjadi subur, melahirkan dosa.”—Yakobus 1:14, 15; Efesus 6:11-18.

      14. Bagaimana banyak orang telah dipulihkan dari tingkah laku mereka yang tidak kudus?

      14 Syukurlah, banyak orang Kristen yang karena kelemahan melakukan dosa, memperlihatkan pertobatan yang sejati, dan para penatua dapat memulihkan orang-orang tersebut secara rohani. Bahkan banyak yang telah dipecat karena kurangnya pertobatan, pada akhirnya menjadi sadar dan dipulihkan kembali ke dalam sidang. Mereka menyadari betapa mudahnya Setan menguasai mereka bila mereka membiarkan pikiran yang tidak kudus berakar dalam hati mereka.—Galatia 6:1; 2 Timotius 2:24-26; 1 Petrus 5:8, 9.

      Tantangan—Untuk Mengatasi Kelemahan-Kelemahan Kita

      15. (a) Mengapa kita harus menyadari kelemahan kita? (b) Apa yang dapat membantu kita untuk mengakui kelemahan kita?

      15 Kita harus membuat upaya untuk mengenal hati kita secara objektif. Apakah kita bersedia menyadari kelemahan kita, mengakuinya, dan kemudian berupaya menaklukkannya? Apakah kita bersedia untuk bertanya kepada seorang sahabat yang jujur bagaimana kita dapat membuat perbaikan, dan kemudian mendengarkan nasihatnya? Untuk tetap kudus, kita harus menanggulangi kelemahan kita. Mengapa? Karena Setan mengetahui kelemahan kita. Ia akan menggunakan siasat liciknya yang tidak kentara untuk menghasut kita ke dalam dosa dan tingkah laku yang tidak kudus. Melalui tindakan-tindakannya yang licik, ia berupaya memisahkan kita dari kasih Allah sehingga kita tidak lagi disucikan dan berguna bagi ibadat Yehuwa.—Yeremia 17:9; Efesus 6:11; Yakobus 1:19.

      16. Konflik apa yang dimiliki Paulus?

      16 Rasul Paulus mengalami pencobaan dan ujiannya sendiri, seperti yang ia buktikan dalam suratnya kepada orang-orang Romawi, ”Aku tahu bahwa dalam diriku, yaitu dalam dagingku, tidak ada sesuatu pun yang baik tinggal di sana; sebab kesanggupan untuk mengingini ada padaku, tetapi kesanggupan untuk mengerjakan apa yang baik tidak ada. Karena yang baik yang aku inginkan tidak aku lakukan, tetapi yang buruk yang tidak aku inginkan itulah yang aku praktekkan. . . . Aku benar-benar suka akan hukum Allah sesuai dengan manusia batinku, tetapi aku melihat dalam anggota-anggota tubuhku suatu hukum lain berperang melawan hukum pikiranku dan membawa aku sebagai tawanan hukum dosa yang terdapat dalam anggota-anggota tubuhku.”—Roma 7:18-23.

      17. Bagaimana Paulus keluar sebagai pemenang dalam perjuangannya melawan kelemahan?

      17 Faktor penting dalam kasus Paulus adalah bahwa ia mengakui kelemahannya. Meskipun demikian, ia dapat mengatakan ”Aku benar-benar suka akan hukum Allah sesuai dengan manusia [rohani dalam] batinku.” Paulus mengasihi apa yang baik dan membenci apa yang buruk. Namun, ia masih harus berjuang, sama halnya seperti kita—melawan Setan, dunia ini, dan tubuh kita. Maka bagaimana kita dapat memenangkan pertempuran ini agar tetap kudus, terpisah dari dunia ini dan cara berpikirnya?—2 Korintus 4:4; Efesus 6:12.

      Bagaimana Kita Dapat Tetap Kudus?

      18. Bagaimana kita dapat tetap kudus?

      18 Kekudusan tidak dicapai dengan memilih jalan yang mudah atau dengan bersikap memanjakan diri. Orang semacam itu akan senantiasa membuat dalih untuk tingkah lakunya dan berupaya menyalahkan orang lain. Barangkali kita perlu belajar untuk bertanggung jawab atas tindakan kita dan tidak menganggap bahwa hidup kita telah digariskan takdir karena latar belakang keluarga atau genetika. Akar persoalannya terletak pada hati orang tersebut. Apakah ia mencintai keadilbenaran? mendambakan kekudusan? menginginkan berkat Allah? Sang pemazmur memperjelas kebutuhan akan kekudusan sewaktu ia mengatakan, ”Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik, carilah perdamaian dan berusahalah mendapatkannya!” Rasul Paulus menulis, ”Hendaklah kasihmu tanpa kemunafikan. Muaklah terhadap apa yang fasik, berpeganglah erat-erat pada apa yang baik.”—Mazmur 34:15; 97:10; Roma 12:9.

      19, 20. (a) Bagaimana kita dapat membina pikiran kita? (b) Apa yang tercakup dalam pelajaran pribadi yang efektif?

      19 Kita dapat ’berpegang erat-erat pada apa yang baik’ jika kita memandang hal-hal dari sudut pandangan Yehuwa dan jika kita memiliki pikiran Kristus. (1 Korintus 2:16) Bagaimana hal ini dicapai? Dengan pelajaran dan renungan yang tetap tentu akan Firman Allah. Betapa seringnya nasihat ini diberikan! Namun apakah kita mencamkannya dengan serius? Misalnya, apakah saudara sungguh-sungguh mempelajari majalah ini, memeriksa ayat-ayat Alkitab, sebelum saudara datang ke perhimpunan? Belajar bukan berarti kita hanya menggarisbawahi beberapa kalimat dalam setiap paragraf. Sebuah artikel pelajaran dapat sepintas dilihat dan digarisbawahi dalam waktu kira-kira 15 menit. Apakah itu berarti bahwa kita telah mempelajari artikel ini? Sebenarnya, mungkin dibutuhkan waktu satu atau dua jam untuk mempelajari dan menyerap manfaat rohani yang disajikan setiap artikel.

      20 Barangkali kita perlu mendisiplin diri untuk berpaling dari TV selama beberapa jam setiap minggu dan benar-benar berkonsentrasi kepada kekudusan pribadi kita. Pelajaran kita yang teratur membina kita secara rohani, menggerakkan pikiran untuk membuat keputusan-keputusan yang benar—keputusan-keputusan yang membawa kepada ”tindakan-tindakan tingkah laku yang kudus”.—2 Petrus 3:11; Efesus 4:23; 5:15, 16.

      21. Pertanyaan-pertanyaan apa masih harus dijawab?

      21 Pertanyaannya sekarang adalah: Dalam bidang-bidang kegiatan dan tingkah laku apa kita sebagai orang-orang Kristen dapat menjadi kudus, sama seperti Yehuwa adalah kudus? Artikel berikut akan menyajikan beberapa buah pikiran.

  • ’Jadilah Kudus dalam Seluruh Tingkah Lakumu’
    Menara Pengawal—1996 | 1 Agustus
    • ’Jadilah Kudus dalam Seluruh Tingkah Lakumu’

      ”Sesuai dengan Pribadi Kudus yang memanggilmu, hendaklah kamu sendiri juga menjadi kudus dalam seluruh tingkah lakumu, karena ada tertulis, ’Kamu harus kudus, karena aku kudus.’”​—1 PETRUS 1:15, 16.

      1. Mengapa Petrus menganjurkan orang-orang Kristen untuk menjadi kudus?

      MENGAPA rasul Petrus memberikan nasihat di atas? Karena ia melihat perlunya setiap orang Kristen menjaga pikiran dan tindakannya agar tetap selaras dengan kekudusan Yehuwa. Oleh karena itu, ia mendahului kata-kata di atas dengan mengatakan, ”Kerahkan pikiranmu untuk kegiatan, pelihara kesadaranmu sepenuhnya . . . Sebagai anak-anak yang taat, berhentilah dibentuk menurut hasrat yang kamu miliki sebelumnya dalam keadaanmu yang kurang pengetahuan.”​—1 Petrus 1:13, 14.

      2. Mengapa hasrat kita tidak kudus sebelum kita mempelajari kebenaran?

      2 Hasrat kita sebelumnya tidak kudus. Mengapa? Karena banyak di antara kita mengikuti haluan tindakan dunia sebelum kita menerima kebenaran Kristen. Petrus mengetahui hal ini sewaktu ia dengan terus terang menulis, ”Waktu yang telah lewat sudah cukup bagimu untuk mengerjakan kehendak bangsa-bangsa pada waktu kamu bertindak dalam perbuatan menurut tingkah laku bebas, hawa nafsu, berlebihan dengan anggur, pesta pora, perlombaan minum, dan penyembahan berhala yang menyalahi hukum.” Tentu saja, Petrus tidak mencantumkan tindakan-tindakan tidak kudus yang khas untuk zaman modern, karena hal-hal tersebut belum dikenal kala itu.​—1 Petrus 4:3, 4.

      3, 4. (a) Bagaimana kita dapat menyingkirkan hasrat yang salah? (b) Apakah orang-orang Kristen harus menjadi tidak berperasaan? Jelaskan.

      3 Apakah saudara memperhatikan bahwa hasrat-hasrat tersebut adalah hal-hal yang menarik bagi daging, bagi indra, dan bagi emosi? Sewaktu kita membiarkan hal-hal ini mendominasi, maka pikiran dan tindakan kita dengan mudah sekali menjadi tidak kudus. Ini memperjelas perlunya membiarkan daya nalar mengendalikan tindakan-tindakan kita. Paulus menyatakannya dengan cara ini, ”Oleh karena itu aku mohon dengan sangat dengan keibaan hati Allah, agar kamu saudara-saudara, mempersembahkan tubuhmu sebagai korban yang hidup, kudus, dapat diterima Allah, suatu dinas suci dengan daya nalarmu.”—Roma 12:1, 2.

      4 Untuk mempersembahkan kepada Allah sebuah korban yang kudus, kita harus membiarkan daya nalar, bukannya emosi, yang berkuasa. Betapa banyak yang telah terlibat dalam perbuatan amoral karena mereka membiarkan perasaan mengendalikan tingkah laku mereka! Itu tidak berarti bahwa emosi kita harus ditekan; jika demikian, bagaimana kita dapat menyatakan sukacita dalam dinas kepada Yehuwa? Akan tetapi, jika kita ingin menghasilkan buah-buah roh sebaliknya daripada pekerjaan daging, maka kita harus mengalihkan pikiran kita kepada cara berpikir Kristus.—Galatia 5:22, 23; Filipi 2:5.

      Kehidupan yang Kudus, Pengorbanan yang Kudus

      5. Mengapa Petrus peduli akan perlunya kekudusan?

      5 Mengapa Petrus begitu peduli akan perlunya kekudusan Kristen? Karena ia sangat menyadari pengorbanan yang kudus yang telah dibayar untuk menebus umat manusia yang taat. Ia menulis, ”Kamu tahu bahwa bukan dengan hal-hal yang fana, dengan perak atau emas, kamu dibebaskan dari bentuk tingkah lakumu yang tidak berbuah yang diterima secara tradisi dari bapak-bapak leluhurmu. Akan tetapi, dengan darah berharga, seperti dari anak domba yang tidak bercacat dan tidak bernoda, bahkan darah Kristus.” (1 Petrus 1:18, 19) Ya, Sumber kekudusan, Allah Yehuwa, telah mengutus Putra satu-satunya yang diperanakkan, ”Yang Kudus”, ke bumi untuk membayar tebusan yang akan memungkinkan orang-orang memiliki hubungan yang baik dengan Allah.—Yohanes 3:16; 6:69; Keluaran 28:36; Matius 20:28.

      6. (a) Mengapa tidak mudah bagi kita untuk mengupayakan tingkah laku yang kudus? (b) Apa yang dapat membantu kita menjaga tingkah laku yang kudus?

      6 Akan tetapi, kita harus menyadari bahwa tidaklah mudah untuk menempuh kehidupan yang kudus seraya hidup di tengah-tengah dunia Setan yang bejat ini. Ia memasang jerat bagi orang-orang Kristen yang sejati, yang berupaya untuk bertahan dalam sistem perkaranya. (Efesus 6:12; 1 Timotius 6:9, 10) Tekanan dari pekerjaan duniawi, dari tentangan keluarga, dari ejekan di sekolah, dan dari teman sebaya membuat kerohanian yang kuat sangat dibutuhkan untuk mempertahankan kekudusan. Ini menekankan peranan penting dari pelajaran pribadi dan ketetaptentuan kita menghadiri perhimpunan Kristen. Paulus menasihati Timotius, ”Teruslah pegang pola perkataan yang sehat yang engkau dengar dariku dengan iman dan kasih yang berhubungan dengan Kristus Yesus.” (2 Timotius 1:13) Kita mendengar kata-kata yang menyehatkan tersebut di Balai Kerajaan dan membacanya dalam pelajaran Alkitab pribadi kita. Ini akan membantu kita untuk kudus dalam tingkah laku kita setiap hari dalam banyak situasi yang berbeda.

      Tingkah Laku yang Kudus dalam Keluarga

      7. Bagaimana kekudusan hendaknya mempengaruhi kehidupan keluarga kita?

      7 Sewaktu Petrus mengutip Imamat 11:44, ia menggunakan kata Yunani haʹgi·os, yang berarti, ”terpisah dari dosa dan dengan demikian dibaktikan kepada Allah, suci”. (An Expository Dictionary of New Testament Words, oleh W. E. Vine) Bagaimana seharusnya hal ini mempengaruhi kita dalam kehidupan keluarga Kristen kita? Tentu, ini pasti berarti bahwa kehidupan keluarga kita hendaknya didasarkan atas kasih, karena ”Allah adalah kasih”. (1 Yohanes 4:8) Kasih yang tidak mementingkan diri adalah minyak yang melumasi hubungan antara pasangan suami-istri dan antara orang-tua dan anak-anak.—1 Korintus 13:4-8; Efesus 5:28, 29, 33; 6:4; Kolose 3:18, 21.

      8, 9. (a) Situasi apa kadang-kadang berkembang dalam rumah tangga Kristen? (b) Nasihat yang baik apa diberikan Alkitab tentang hal ini?

      8 Kita mungkin berpikir bahwa menyatakan kasih demikian sudah bersifat otomatis dalam sebuah keluarga Kristen. Namun, harus diakui bahwa kasih tidak selalu berpengaruh sebagaimana mestinya di beberapa rumah tangga Kristen. Kasih mungkin diperlihatkan di Balai Kerajaan, namun alangkah mudahnya kekudusan kita meredup di lingkungan rumah tangga. Seketika itu juga kita mungkin lupa bahwa sang istri tetap adalah saudari Kristen kita atau bahwa sang suami tetap adalah saudara Kristen kita (dan barangkali seorang hamba pelayanan atau seorang penatua) yang tampaknya dihormati di Balai Kerajaan. Kekesalan memuncak, dan perdebatan yang sengit dapat berkembang. Suatu standar ganda bahkan mungkin dapat menyusup dalam hidup kita. Ini bukan lagi hubungan suami-istri yang seperti Kristus, melainkan hanyalah pria dan wanita yang sedang bertengkar. Mereka lupa bahwa seharusnya terdapat suasana yang kudus di rumah. Barangkali mereka mungkin mulai berbicara seperti orang-orang duniawi. Lalu betapa mudahnya perkataan yang kasar dan tajam dapat keluar dari mulut!—Amsal 12:18; bandingkan Kisah 15:37-39.

      9 Akan tetapi, Paulus menasihati, ”Hendaklah perkataan busuk [bahasa Yunani, loʹgos sa·prosʹ, ”perkataan yang mencemarkan”, dengan demikian tidak kudus] jangan keluar dari mulutmu, melainkan perkataan apa pun yang baik untuk membangun sebagaimana dibutuhkan, agar hal itu dapat memberikan apa yang baik kepada para pendengar.” Dan ini merujuk kepada semua pendengar di rumah, termasuk anak-anak.—Efesus 4:29; Yakobus 3:8-10.

      10. Bagaimana nasihat tentang kekudusan berlaku bagi anak-anak?

      10 Petunjuk tentang kekudusan ini juga berlaku bagi anak-anak dalam keluarga Kristen. Betapa mudahnya bagi mereka untuk pulang dari sekolah dan mulai meniru pembicaraan yang memberontak dan tidak respek dari teman-teman sebaya duniawi mereka! Anak-anak, jangan tertarik kepada sikap yang diperlihatkan oleh anak-anak lelaki yang kasar yang menghina nabi Yehuwa dan yang memiliki imbangan yang bermulut kotor dan penuh hujah dewasa ini. (2 Raja 2:23, 24) Tutur kata kalian tidak boleh dicemari oleh bahasa jalanan yang kasar dari orang-orang yang terlalu masa bodoh atau terlalu kurang ajar sehingga tidak menggunakan kata-kata yang sopan. Sebagai orang-orang Kristen, tutur kata kita hendaknya kudus, menyenangkan, membina, baik, dan ”dibumbui dengan garam”. Ini harus membedakan kita dari orang-orang lain.—Kolose 3:8-10; 4:6.

      Kekudusan dan Anggota Keluarga yang Tidak Seiman

      11. Mengapa bersifat kudus bukan berarti menganggap diri lebih adil-benar?

      11 Meskipun kita dengan sungguh-sungguh berupaya mempraktekkan kekudusan, kita hendaknya tidak bertindak seolah-olah kita lebih unggul atau lebih adil-benar daripada orang-orang lain, khususnya sewaktu berurusan dengan anggota-anggota keluarga yang tidak seiman. Hendaknya tingkah laku Kristen kita yang baik setidaknya membantu mereka mengerti bahwa kita berbeda dalam cara yang positif, bahwa kita benar-benar mengetahui cara memperlihatkan kasih dan keibaan hati, sama seperti yang dilakukan oleh orang Samaria yang baik dalam ilustrasi Yesus.—Lukas 10:30-37.

      12. Bagaimana suami atau istri Kristen dapat membuat kebenaran lebih menarik bagi teman hidup mereka?

      12 Petrus menekankan pentingnya sikap yang patut terhadap anggota-anggota keluarga kita yang tidak seiman sewaktu ia menulis kepada istri-istri Kristen, ”Dengan cara yang sama, kamu istri-istri, tunduklah kepada suamimu sendiri, agar, jika ada yang tidak taat kepada firman, mereka dapat dimenangkan tanpa perkataan melalui tingkah laku istri mereka, karena telah menjadi saksi mata dari tingkah lakumu yang murni disertai respek yang dalam.” Seorang istri Kristen (demikian pula halnya suami) dapat menjadikan kebenaran lebih menarik bagi teman hidupnya yang tidak seiman jika tingkah lakunya murni, penuh timbang rasa, dan penuh respek. Ini berarti bahwa harus ada kelentukan dalam jadwal teokratis sehingga teman hidup yang tidak seiman tidak merasa diabaikan atau disisihkan.a—1 Petrus 3:1, 2.

      13. Bagaimana para penatua dan hamba pelayanan kadang-kadang dapat membantu para suami yang tidak seiman untuk menghargai kebenaran?

      13 Para penatua dan hamba pelayanan kadang-kadang dapat membantu dengan berupaya mengenal suami yang tidak seiman dengan berbincang-bincang mengenai hal-hal yang umum. Dengan cara ini, ia dapat melihat bahwa Saksi-Saksi adalah orang-orang yang normal dan sopan dengan minat yang luas, termasuk topik-topik selain daripada Alkitab. Dalam suatu kasus, seorang penatua memperlihatkan minat terhadap hobi memancing dari seorang suami. Hal ini sudah cukup untuk mencairkan kekakuan. Suami tersebut pada akhirnya menjadi seorang saudara terbaptis. Dalam kasus lain, seorang suami yang tidak seiman sangat berminat terhadap burung kenari. Para penatua tidak menyerah. Salah seorang dari mereka mempelajari subjek ini sehingga bila lain kali ia bertemu dengan pria ini, ia dapat memulai percakapan tentang topik favorit suami tersebut! Oleh karena itu, menjadi kudus tidak berarti kaku atau berpikiran sempit.—1 Korintus 9:20-23.

      Bagaimana Kita Dapat Menjadi Kudus di Sidang?

      14. (a) Apa salah satu metode Setan untuk meruntuhkan sidang? (b) Bagaimana kita dapat melawan jerat Setan?

      14 Setan si Iblis adalah pemfitnah, karena nama Yunani untuk Iblis, di·aʹbo·los, berarti ”penuduh” atau ”pemfitnah”. Fitnah adalah salah satu keahliannya, dan ia berupaya menggunakannya di dalam sidang. Metode favoritnya adalah gosip. Apakah kita membiarkan diri diperalatnya untuk tingkah laku yang tidak kudus ini? Bagaimana ini mungkin dapat terjadi? Dengan memulai gosip, dengan mengulanginya, atau dengan mendengarkannya. Amsal yang bijaksana mengatakan, ”Orang yang curang menimbulkan pertengkaran, dan seorang pemfitnah menceraikan sahabat yang karib.” (Amsal 16:28) Apa penangkal untuk gosip dan fitnah? Kita hendaknya memastikan bahwa tutur kata kita senantiasa membina dan berdasarkan kasih. Jika kita mencari kebajikan sebaliknya daripada sifat buruk yang kita duga dimiliki oleh saudara-saudara kita, percakapan kita akan senantiasa menyenangkan dan rohani. Ingatlah bahwa mengkritik mudah. Dan orang yang bergosip kepada saudara tentang orang-orang lain mungkin juga dapat bergosip kepada orang-orang lain tentang saudara!—1 Timotius 5:13; Titus 2:3.

      15. Sifat-sifat seperti Kristus apa yang akan membantu menjaga semua di dalam sidang tetap kudus?

      15 Agar sidang tetap kudus, kita semua harus memiliki pikiran Kristus, dan kita mengetahui bahwa sifatnya yang dominan adalah kasih. Oleh karena itu, Paulus menasihati orang-orang di Kolose untuk beriba hati seperti Kristus, ”Sesuai dengan itu, sebagai orang-orang terpilih milik Allah, kudus dan dikasihi, kenakanlah pada dirimu kasih sayang yang lembut dari keibaan hati, kebaikan hati, kerendahan pikiran, kelemahlembutan, dan panjang sabar . . . , ampuni satu sama lain dengan lapang hati . . . Selain semua perkara ini, kenakanlah pada dirimu kasih, karena itu adalah ikatan pemersatu yang sempurna.” Kemudian ia menambahkan, ”Juga, biarlah kedamaian Kristus berkuasa dalam hatimu.” Tentu saja dengan semangat mengampuni ini, kita dapat memelihara persatuan dan kekudusan sidang.—Kolose 3:12-15.

      Apakah Kekudusan Kita Diperlihatkan Dalam Lingkungan Tempat Tinggal Kita?

      16. Mengapa ibadat kita yang kudus hendaknya merupakan ibadat yang bahagia?

      16 Bagaimana dengan tetangga kita? Bagaimana mereka memandang kita? Apakah kita memancarkan sukacita dari kebenaran, atau apakah kita membuatnya tampak seperti suatu beban? Jika kita kudus sama seperti Yehuwa adalah kudus, itu hendaknya nyata dalam tutur kata dan tingkah laku kita. Hendaknya jelas bahwa ibadat kudus kita adalah ibadat yang bahagia. Mengapa begitu? Karena Yehuwa Allah kita adalah Allah yang berbahagia, yang menginginkan para penyembah-Nya bersukacita. Oleh karena itu, sang pemazmur dapat mengatakan tentang umat Yehuwa pada zaman purba, ”Berbahagialah bangsa yang Allahnya ialah [Yehuwa]!” Apakah kita mencerminkan kebahagiaan demikian? Apakah anak-anak kita juga memperlihatkan kepuasan karena berada di antara umat Yehuwa di Balai Kerajaan dan di kebaktian-kebaktian?—Mazmur 89:16, 17; 144:15b.

      17. Apa yang dapat kita lakukan dengan cara yang praktis untuk memperlihatkan kekudusan yang seimbang?

      17 Kita juga dapat memperlihatkan kekudusan kita yang seimbang dengan semangat kerja sama dan kebaikan hati kita kepada sesama. Kadang-kadang perlu bagi para tetangga untuk kerja bakti bersama, mungkin untuk membersihkan lingkungan tempat tinggal atau, seperti di beberapa negeri, untuk membantu memperbaiki jalan. Sehubungan dengan hal ini, kekudusan kita dapat menjadi nyata dari cara kita merawat kebun, halaman, atau harta milik kita lainnya. Jika kita membiarkan sampah berserakan, atau membiarkan halaman rumah tidak rapi atau tidak terpelihara, barangkali ada kendaraan tua yang rusak yang tampak oleh orang banyak, dapatkah kita mengatakan bahwa kita memperlakukan tetangga kita dengan respek?—Penyingkapan 11:18.

      Kekudusan di Tempat Kerja dan di Sekolah

      18. (a) Keadaan sulit apa yang dihadapi orang-orang Kristen dewasa ini? (b) Bagaimana kita dapat berbeda dari dunia ini?

      18 Rasul Paulus menulis kepada orang-orang Kristen di kota Korintus yang tidak kudus, ”Dalam suratku aku menulis kepadamu agar berhenti berbaur dengan orang-orang yang melakukan percabulan, maksudnya bukan dengan semua orang yang melakukan percabulan di dunia ini atau orang-orang yang tamak dan pemeras-pemeras atau penyembah-penyembah berhala. Jika demikian, kamu sesungguhnya harus keluar dari dunia.” (1 Korintus 5:9, 10) Ini menjadi suatu keadaan sulit yang harus dihadapi orang-orang Kristen, yang harus berbaur setiap hari dengan orang-orang yang tidak bermoral atau amoral. Ini adalah ujian integritas yang besar, khususnya dalam budaya yang menganjurkan atau memperbolehkan pelecehan seksual, korupsi, dan ketidakjujuran. Dalam keadaan ini kita tidak boleh merendahkan standar-standar kita agar tampak ”normal” bagi orang-orang di sekitar kita. Sebaliknya, tingkah laku Kristen kita yang baik namun berbeda hendaknya terlihat jelas oleh orang-orang yang berdaya pengamatan, oleh orang-orang yang menyadari kebutuhan rohani mereka dan oleh orang-orang yang mencari sesuatu yang lebih baik.—Matius 5:3; 1 Petrus 3:16, 17.

      19. (a) Ujian atau pencobaan apa dihadapi anak-anak di sekolah? (b) Apa yang dapat orang-tua lakukan untuk mendukung anak-anak mereka dalam tingkah laku mereka yang kudus?

      19 Demikian pula, ada banyak ujian atau pencobaan yang dihadapi anak-anak kita di sekolah. Apakah kalian para orang-tua mengunjungi sekolah anak-anak saudara? Apakah saudara mengetahui suasana macam apa yang ada di sana? Apakah saudara menjalin hubungan yang baik dengan para guru? Mengapa pertanyaan-pertanyaan ini penting? Karena di banyak daerah perkotaan di dunia, sekolah-sekolah telah menjadi rimba kekerasan, obat-obat bius, dan seks. Bagaimana anak-anak saudara dapat memelihara integritas mereka dan tingkah laku mereka kudus jika mereka tidak mendapatkan dukungan simpatik yang sepenuhnya dari orang-tua mereka? Dengan tepat Paulus menasihati para orang-tua, ”Kamu bapak-bapak, janganlah membuat anak-anakmu kesal, agar mereka tidak menjadi patah semangat.” (Kolose 3:21) Satu hal yang dapat membuat anak-anak kesal adalah bila orang-tua tidak dapat memahami problem dan kesulitan mereka setiap hari. Persiapan untuk menghadapi godaan di sekolah bermula dari suasana yang rohani di rumah tangga Kristen.—Ulangan 6:6-9; Amsal 22:6.

      20. Mengapa kekudusan penting bagi kita semua?

      20 Sebagai kesimpulan, mengapa kekudusan penting bagi kita semua? Karena hal ini menjadi suatu perlindungan melawan pengaruh dari dunia dan cara berpikir Setan. Ini menjadi berkat sekarang dan di masa depan. Ini turut memberi kita jaminan akan kehidupan yang akan menjadi kehidupan yang sebenarnya dalam dunia baru yang adil-benar. Ini membantu kita untuk menjadi orang-orang Kristen yang seimbang, mudah didekati, dan komunikatif—bukan orang fanatik yang keras kepala. Singkatnya, ini membuat kita seperti Kristus.—1 Timotius 6:19.

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan