-
Susunan Kristen Mengikuti Haluan Orang KanaanSedarlah!—1989 (No. 29) | Sedarlah!—1989 (No. 29)
-
-
Selama sinode itu, Higton telah memberikan dokumen-dokumen bukti yang sensasional melawan pendeta-pendeta yang homoseks. Salah seorang dituduh memperkosa anak-anak, tetapi hanya dipindahkan ke paroki lain. Seorang imam lain, yang dituduh melakukan perbuatan yang sangat tidak senonoh di kamar kecil umum, ditugaskan ke wilayah keuskupan lain, di tempat ia dituduh melakukan pelanggaran yang sama—masih juga belum dipecat. Pendeta-pendeta Anglikan yang homoseks di London, Higton melaporkan, membuka kios buku yang ”menjual lektur yang diduga keras menganjurkan hubungan homoseks dengan siapa saja, praktik pelacuran pria, dan beragam perbuatan homoseks”. Sebuah buku di kios itu diduga memperlihatkan ”seorang gadis umur lima tahun di tempat tidur bersama ayahnya dan kekasih pria ayahnya”.
-
-
Susunan Kristen Mengikuti Haluan Orang KanaanSedarlah!—1989 (No. 29) | Sedarlah!—1989 (No. 29)
-
-
Yang lain, ”Saya khawatir bahwa homoseksualitas sekarang telah mendapat tempat berpijak yang kuat dalam keimaman Gereja Inggris dan dalam Gereja Inggris itu sendiri.” Yang ketiga, ”Keputusan melalui pemilihan ini—saya lebih senang menyebutnya kepalsuan yang memalukan—sebenarnya menempatkan anak-anak dalam bahaya. Banyak pelaku homoseks yang tidak dapat menemukan pasangan beralih kepada anak-anak kecil dan di sinilah anak-anak yang menghadiri gereja menjadi sasaran yang begitu empuk. . . . Dalam bahasa yang terus terang, Gereja telah gagal untuk membersihkan diri dari kejahatan yang merajalela dalam barisannya sendiri.”
Gereja Katolik Roma
Gereja Katolik terang-terangan tidak setuju dengan homoseksualitas, dengan menyebutnya dosa besar. Tetapi dalam praktiknya gereja menutup-nutupi perbuatan imam-imam yang bersalah dan bahkan membuat mereka dapat meneruskan penyelewengan seks mereka. Memang, Paus Yohanes Paulus II mengucapkan kata-kata yang hangat bagi kaum homoseks sewaktu ia menyatakan, ”Mereka ada dalam hati gereja.”
Sebuah surat kabar Katolik yang independen, National Catholic Reporter, 27 Februari 1987, menyatakan bahwa pendeta yang homoseks menilai bahwa 50 persen dari para imam Katolik A.S. adalah homoseks. Angka ini ditentang. Seorang ahli psikologi, yang memberikan pernyataan atas dasar 1.500 orang yang diwawancarai, menyatakan bahwa 20 persen dari 57.000 imam Katolik A.S. adalah homoseks, sedangkan laporan-laporan yang terbaru telah membuat ”ahli-ahli terapi lain berpendapat bahwa angka yang tepat sekarang mungkin mendekati 40 persen”.
Baru satu tahun yang lalu, surat-surat kabar di seluruh negeri dibanjiri dengan laporan tentang pemerkosaan atas anak-anak oleh imam-imam Katolik. Laporan berikut dari Mercury News, San Jose, Kalifornia, 30 Desember 1987, adalah sesuatu yang khas:
”Pada waktu kesadaran bangsa terhadap problem penganiayaan anak-anak bertambah besar, Gereja Katolik di Amerika Serikat terus mengabaikan dan menutup-nutupi kasus-kasus imam-imam yang menganiaya anak-anak secara seksual, [ini] menurut catatan pengadilan, dokumen intern gereja, pihak berwenang sipil dan para korban sendiri.
”Para pejabat gereja bersikeras bahwa kasus Lousiana yang terkenal tahun 1985, yaitu seorang imam menganiaya sedikitnya 35 anak laki-laki, telah mengajar mereka untuk menangani problem itu dengan tegas. Tetapi penyelidikan oleh Mercury News selama tiga bulan mengungkapkan bahwa dalam lebih dari 25 keuskupan di seluruh negeri, para pejabat gereja tidak memberi tahu pihak yang berwenang, memindahkan imam-imam yang melakukan penganiayaan ke paroki lain, mengabaikan keluhan orang-tua dan tidak mempedulikan kemungkinan adanya kehancuran atas diri para korban yang masih muda. . . . Jutaan dollar telah dibayarkan kepada para korban dan keluarga mereka sebagai ganti rugi, dan satu laporan gereja tahun 1986 memperkirakan bahwa tanggungan gereja dapat mencapai satu milyar dollar dalam sepuluh tahun lagi.”
”Kasus Lousiana yang terkenal tahun 1985” yang ditulis dalam laporan Mercury News adalah berkenaan seorang imam bernama Gilbert Gauthe. ”Kira-kira $12 juta sudah dibayarkan kepada para korbannya.” Kegiatan homoseks dari Gauthe telah diketahui selama bertahun-tahun, tetapi ’keuskupan menangani problem itu dengan memindahkan dia dari paroki satu ke paroki lain sedikitnya tiga kali’. Dalam satu kejadian ”orang-tua menyatakan dalam kesaksian bahwa Gauthe ’menggauli’ anak laki-laki mereka yang berusia 7 tahun sejak hari pertama ia menjadi pembantu Misa dan selama setahun setelahnya, sampai imam itu dipindahkan”.
”Kehancuran atas diri para korban yang masih anak-anak” juga disebutkan dalam laporan itu. Kadang-kadang kerusakan itu bersifat abadi. Seorang anak laki-laki berusia 12 tahun membunuh dirinya sendiri, meninggalkan surat yang menyatakan bahwa ”tidak ada gunanya untuk hidup” setelah ”dijadikan budak seks seorang biarawan Franciskan”. Seorang anak lain, yang diperkosa oleh seorang imam, menggantung diri setelah memberi tahu saudaranya, ”Hubungi Pastor S.—dan beritahu dia bahwa saya memaafkannya.”
-
-
Susunan Kristen Mengikuti Haluan Orang KanaanSedarlah!—1989 (No. 29) | Sedarlah!—1989 (No. 29)
-
-
Laporan-laporan surat kabar tak habis-habisnya menulis banyak kasus spesifik tentang kaum remaja Katolik yang ’digauli’ oleh para pendeta Katolik, tentang jutaan dollar yang dibayarkan untuk menyelesaikan tuntutan hukum, tentang banyak kasus yang diselesaikan di luar pengadilan, dan tentang perusahaan-perusahaan asuransi yang ”tidak mau lagi mengganti biaya tuntutan pemerkosaan bagi personalia keuskupan”.
Thomas Fox, redaktur dari National Catholic Reporter, mengatakan, ”Problem telah ditutup-tutupi secara nasional selama bertahun-tahun oleh para uskup.” Eugene Kennedy, seorang bekas pendeta dan sekarang profesor psikologi di Universitas Loyola, mengatakan, ”Apa yang anda lihat di pengadilan-pengadilan hanyalah sedikit saja.” Thomas Doyle, pendeta Dominikan dan pengacara agama, menyatakan, ”Selama banyak abad, penganiayaan seksual pada anak-anak lelaki oleh para pendeta adalah satu-satunya problem yang paling serius yang harus kita hadapi.”
-