PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Bagian 7: kira-kira 1500 S.M. dan seterusnya—Agama Hindu—Namamu Adalah Toleransi
    Sedarlah!—1990 (No. 32) | Sedarlah!—1990 (No. 32)
    • Samsara dulu merupakan kepercayaan dasar. Ini dikemukakan, paling lambat dalam Upanisad, kelompok tulisan Hindu yang kemungkinan muncul pada awal tahun 500-an S.M. Mereka mengajarkan bahwa setelah kematian dan tempat peralihan sementara di surga atau neraka, orang-orang dilahirkan kembali sebagai manusia atau binatang pada tingkat yang lebih tinggi atau lebih rendah daripada tingkatnya yang dahulu, ini menurut hukum Karma. Tujuan hidup ialah untuk mencapai moksa, kelepasan dari siklus yang terus-menerus dari kelahiran dan kelahiran kembali, dengan diserap ke dalam sumber orde tertinggi yang disebut Brahma.

  • Bagian 7: kira-kira 1500 S.M. dan seterusnya—Agama Hindu—Namamu Adalah Toleransi
    Sedarlah!—1990 (No. 32) | Sedarlah!—1990 (No. 32)
    • Keinginan untuk mencapai moksa didasarkan atas apa yang oleh sejarawan Will Durant disebut ”perasaan muak terhadap kehidupan . . . , yang dengan suram meliputi seluruh gagasan Hindu”. Sikap yang suram dan pesimis ini dengan tepat digambarkan dalam Maitri Upanishad, yang bertanya, ”Dalam tubuh ini, yang dikuasai oleh nafsu, murka, keserakahan, khayalan, ketakutan, keputusasaan, kecemburuan, perpisahan dari apa yang diinginkan, persatuan dengan apa yang tidak diinginkan, rasa lapar, haus, usia tua, kematian, penyakit, kesedihan, dan hal-hal yang serupa, apa gunanya menikmati hal-hal yang diinginkan?”

      Suatu cara untuk menghindari keadaan tidak bahagia ini dinyatakan dalam Purana, serangkaian naskah yang mungkin disusun pada abad-abad pertama Masehi. Purana berarti ”cerita-cerita purba”, dan ini tersedia bagi banyak orang dan menjadi terkenal sebagai kitab-kitab bagi orang-orang biasa. Garuda Purana menyatakan, ”Kebahagiaan sejati diperoleh pada waktu semua perasaan lenyap . . . Di mana ada kasih sayang di situ ada kesengsaraan. . . . Tinggalkan kasih sayang maka anda akan bahagia.” Sayangnya, jalan keluar ini tampak hampir sama suramnya dengan ketidakbahagiaan itu sendiri yang pada mulanya dimaksudkan untuk diakhiri.

      Sebelum ini, Bhagavad Gita, yang berarti ”Nyanyian Tuhan” dan kadang-kadang disebut ”buku paling penting yang pernah ditulis di India”, menyarankan tiga cara untuk mencapai kebebasan. ”Jalan kewajiban” menekankan pelaksanaan kewajiban-kewajiban upacara dan sosial, ”jalan pengetahuan” termasuk mempraktikkan semadi dan Yoga, dan ”jalan pengabdian” yaitu pengabdian kepada suatu allah yang adalah suatu pribadi. Bhagavad Gita disamakan dengan ”Perjanjian Baru” dari Susunan Kristen. Kebanyakan orang India mengetahui beberapa bait atau ayatnya di luar kepala, dan banyak dari antara mereka sehari-hari menyanyikan bagian-bagian yang mereka ingat.

      Bhagavad Gita sebenarnya hanya bagian kecil dari epik Hindu yang disebut Mahabharata, yang memuat ratusan ribu bait, sehingga menjadi puisi yang paling panjang di dunia. Dengan dimasukkannya Bhagavad Gita ke dalam Mahabharata (mungkin pada abad ketiga S.M.), agama Hindu akhirnya menjadi agama yang berbeda dari Wedisme dan Brahmanisme.

  • Bagian 7: kira-kira 1500 S.M. dan seterusnya—Agama Hindu—Namamu Adalah Toleransi
    Sedarlah!—1990 (No. 32) | Sedarlah!—1990 (No. 32)
    • [Kotak di hlm. 23]

      Anda Mungkin Pernah Bertanya

      Bagaimana para penganut agama Hindu menjelaskan samsara? Bhagavad Gita menjelaskan, ”Seperti seorang pria, membuang pakaian yang sudah usang, kemudian mengambil yang baru, demikian pula penghuni suatu tubuh, melepaskan diri dari tubuh yang sudah rusak, dan masuk ke dalam tubuh lain yang baru.” Garuda Purana menjelaskan bahwa ”perbuatan dan tingkah laku diri sendiri dalam kehidupan sebelumnya, itulah yang akan menentukan sifat organismenya dalam periode berikutnya . . . Dalam kehidupan seseorang mendapatkan apa yang telah ditakdirkan baginya, dan bahkan allah manapun tidak dapat mengubah hal itu”. Sebagai ilustrasi, The Markandeya Purana mengutip ucapan seseorang, ”Saya lahir sebagai Brahmana, sebagai Kesatria, sebagai Waisa dan sebagai Sudra, dan sekali lagi sebagai binatang buas, cacing, kijang dan burung.”

      Apakah para penganut agama Hindu menganggap sapi itu suci? Rig-Veda maupun Avesta menyebut sapi sebagai ”mahkluk yang tidak boleh dibunuh”. Tetapi rupanya ini lebih berdasarkan kebijaksanaan ahimsa daripada kepercayaan kepada reinkarnasi. Meskipun demikian, The Markandeya Purana menunjukkan seriusnya melanggar hukum ini, dengan berkata bahwa, ”siapa yang membunuh seekor sapi akan pergi ke neraka untuk tiga kali kelahiran berturut-turut”.

      Bagaimana pandangan orang Hindu terhadap sungai Gangga? ”Orang-orang suci, yang dimurnikan dengan mandi di dalam sungai ini, dan yang pikirannya dibaktikan kepada Kesana [Wisnu], mendapatkan kebebasan akhir. Sungai yang suci itu, apabila didengar, diingini, dilihat, disentuh, seseorang mandi di dalamnya, atau dinyanyikan, setiap hari akan memurnikan semua makhluk. Dan mereka yang bahkan tinggal sejauh seratus yoyana [1.400 kilometer] dan meneriakkan ’Gangga dan Gangga’ akan dibebaskan dari dosa-dosa yang dilakukan sepanjang tiga kehidupan sebelumnya.”—The Vishnu Purana.

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan