PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • g99 8/3 hlm. 26-27
  • Salahkah Bila Nama Allah Dilafalkan?

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Salahkah Bila Nama Allah Dilafalkan?
  • Sedarlah!—1999
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Apa Pandangan Allah?
  • Perintah Ketiga
  • Haruskah Dipersoalkan?
  • Nama Allah​—Penggunaan dan Artinya
    Apa yang Sebenarnya Alkitab Ajarkan?
  • Nama Allah
    Sadarlah!—2017
  • Junjunglah Nama Besar Yehuwa
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—2013
  • Cara Anda Dapat Mengenal Nama Allah
    Sedarlah!—2004
Lihat Lebih Banyak
Sedarlah!—1999
g99 8/3 hlm. 26-27

Pandangan Alkitab

Salahkah Bila Nama Allah Dilafalkan?

SELAMA berabad-abad, Yudaisme telah mengajarkan bahwa nama ilahi, yakni Yehuwa, terlalu suci sehingga pantang dilafalkan.a (Mazmur 83:19) Banyak teolog bernalar bahwa menyapa Pencipta yang sangat mulia dengan cara yang sedemikian akrab merupakan tindakan yang tidak respek atau bahkan dianggap melanggar perintah ketiga dalam Sepuluh Perintah, yang melarang ’menyebut nama TUHAN dengan sembarangan’. (Keluaran 20:7) Pada abad ketiga M, Misynah menyatakan bahwa ”barangsiapa yang menyebut Nama ilahi sebagaimana tertulis” ”tidak memiliki bagian dalam dunia yang akan datang”.​—Sanhedrin 10:1.

Menarik, banyak sarjana Susunan Kristen mengikuti semangat tradisi Yahudi ini sewaktu menerjemahkan Alkitab. Misalnya, The New Oxford Annotated Bible mengomentari dalam prakatanya, ”Penggunaan nama diri untuk satu-satunya Allah, seolah-olah ada allah-allah lain yang darinya Allah yang benar harus dibedakan, mulai dihentikan dalam Yudaisme sebelum era Kristen dan tidak pada tempatnya untuk iman universal dari Gereja Kristen.” Jadi, dalam terjemahan itu, kata ”TUAN” digunakan sebagai pengganti nama ilahi.

Apa Pandangan Allah?

Tetapi, apakah pandangan para penerjemah dan teolog seperti itu mencerminkan pikiran Allah? Bagaimanapun, Allah tidak bermaksud menyembunyikan nama-Nya dari umat manusia; sebaliknya, Ia menyingkapkannya kepada mereka. Dalam bagian Alkitab yang berbahasa Ibrani, yang biasa disebut Perjanjian Lama, nama Allah, yakni Yehuwa, muncul lebih dari 6.800 kali. Catatan Alkitab memperlihatkan bahwa pasangan manusia pertama, Adam dan Hawa, termasuk yang mengetahui dan menggunakan nama Allah. Sewaktu melahirkan putra pertama-Nya, Hawa mengumumkan, ”Aku telah mendapat seorang anak laki-laki dengan pertolongan TUHAN [”Yehuwa”, NW].”​—Kejadian 4:1.

Berabad-abad kemudian, sewaktu Allah memanggil Musa untuk menuntun bangsa Israel keluar dari perbudakan di Mesir, Musa bertanya kepada Allah, ”Tetapi apabila aku mendapatkan orang Israel dan berkata kepada mereka: Allah nenek moyangmu telah mengutus aku kepadamu, dan mereka bertanya kepadaku: bagaimana tentang nama-Nya? ​—apakah yang harus kujawab kepada mereka?” Boleh jadi, Musa ingin tahu apakah Allah akan menyingkapkan diri-nya dengan suatu nama baru. Allah berkata kepada Musa, ”Beginilah kaukatakan kepada orang Israel: TUHAN [”Yehuwa”, NW], Allah nenek moyangmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub, telah mengutus aku kepadamu: itulah nama-Ku untuk selama-lamanya dan itulah sebutan-Ku turun-temurun.” (Keluaran 3:13, 15) Jelaslah, Allah yang benar tidak merasa bahwa nama-Nya sedemikian sucinya sehingga pantang dilafalkan oleh umat-Nya.

Malahan, setiap generasi dari hamba-hamba Allah yang setia merasa leluasa dan dengan penuh respek melafalkan nama Allah. Boas, seorang hamba Allah yang loyal, terbiasa menyapa para pekerjanya di ladang dengan kata-kata, ”TUHAN [”Yehuwa”, NW] kiranya menyertai kamu.” Apakah para pekerja itu terkejut mendengar salam semacam itu? Tidak. Menurut kisahnya, ”Jawab mereka kepadanya: ’TUHAN [”Yehuwa”, NW] kiranya memberkati tuan!’” (Rut 2:4) Sebaliknya daripada menganggap salam ini sebagai penghinaan kepada Allah, mereka menganggapnya sebagai suatu cara untuk memberi-Nya kemuliaan dan hormat dalam urusan sehari-hari mereka. Dengan semangat yang sama, Yesus mengajar murid-muridnya untuk berdoa, ”Bapak kami di surga, biarlah namamu disucikan.”​—Matius 6:9.

Perintah Ketiga

Tetapi bagaimana dengan larangan yang disebutkan dalam perintah ketiga dari Sepuluh Perintah? Keluaran 20:7 dengan tegas menyatakan, ”Jangan menyebut nama TUHAN [”Yehuwa”, NW], Allahmu, dengan sembarangan, sebab TUHAN [”Yehuwa”, NW] akan memandang bersalah orang yang menyebut nama-Nya dengan sembarangan.”

Apakah sebenarnya yang dimaksud dengan menyebut nama Allah ”dengan sembarangan”? The JPS Torah Commentary, yang diterbitkan oleh Lembaga Publikasi Yahudi (Jewish Publication Society), menjelaskan bahwa istilah Ibrani yang diterjemahkan di atas sebagai ”dengan sembarangan” (lash·shaw’ʹ) dapat berarti ”dengan tidak benar” atau ”tanpa alasan, dengan sia-sia”. Karya referensi yang sama melanjutkan, ”Makna ganda [dari istilah Ibrani ini] memungkinkan diberlakukannya larangan untuk perjury (pelanggaran sumpah secara sengaja) oleh pihak lawan dalam perkara hukum, larangan mengucapkan sumpah palsu, dan larangan menggunakan Nama ilahi secara tidak perlu atau sembrono.”

Ulasan Yahudi ini dengan tepat menonjolkan bahwa ’menyebut nama Allah dengan sembarangan’ mencakup menggunakan nama tersebut dengan cara yang tidak pantas. Tetapi, apakah melafalkan nama Allah sewaktu mengajar orang lain mengenai Dia atau sewaktu berdoa kepada Bapak surgawi kita dapat dengan tepat disebut ”tidak perlu atau sembrono”? Yehuwa menyatakan pandangan-Nya melalui kata-kata di Mazmur 91:14, ”Sungguh, hatinya melekat kepada-Ku, maka Aku akan meluputkannya, Aku akan membentenginya, sebab ia mengenal nama-Ku.”

Haruskah Dipersoalkan?

Terjemahan bahasa Inggris modern berjudul The Five Books of Moses, oleh Everett Fox, melanggar tradisi yang telah ada. Sebaliknya daripada menggunakan istilah ”TUAN” yang sudah menjadi tradisi, terjemahan ini menggunakan ”YHWH” untuk mewakili nama Allah ”dengan didasari keinginan untuk mencerminkan apa yang dialami oleh para pembaca Ibrani”. Fox menekankan, ”Pembaca akan segera memperhatikan bahwa nama pribadi Allah dalam Alkitab muncul sebagai ’YHWH’ dalam volume ini.” Ia mengakui bahwa pemunculan nama Allah mungkin ”meresahkan” pembaca. Tetapi, setelah mengambil langkah yang patut dipuji yakni tidak menutup-nutupi nama Allah dalam penerjemahan, ia menambahkan, ”Saya akan merekomendasikan penggunaan kata ’TUAN’ yang tradisional sewaktu membaca dengan suara keras, tetapi orang lain boleh saja mengikuti kebiasaan mereka sendiri.” Akan tetapi, apakah ini hanya soal pilihan pribadi, tradisi, atau mengikuti kebiasaan sendiri?

Tidak. Dalam Alkitab, penggunaan nama Allah dengan cara yang pantas bukan sekadar anjuran, melainkan adalah perintah! Dalam Yesaya 12:4a, umat Allah digambarkan berseru dengan istilah yang pasti, ”Bersyukurlah kepada TUHAN [”Yehuwa”, NW], panggillah nama-Nya.” Selain itu, mengenai orang-orang yang layak mendapat penghukuman dari Allah, sang pemazmur berkata, ”Tumpahkanlah amarah-Mu ke atas bangsa-bangsa yang tidak mengenal Engkau, ke atas kerajaan-kerajaan yang tidak menyerukan nama-Mu.”​—Mazmur 79:6; lihat juga Amsal 18:10; Zefanya 3:9.

Jadi, meskipun ada orang yang berpantang melafalkan nama mulia Yehuwa karena salah memahami perintah ketiga, orang yang benar-benar mengasihi Allah berupaya berseru kepada nama-Nya. Ya, dalam setiap kesempatan yang pantas, mereka ’memberitahukan perbuatan-Nya di antara bangsa-bangsa, memasyhurkan bahwa nama-Nya tinggi luhur’!​—Yesaya 12:4b.

[Catatan Kaki]

a Dalam bagian Alkitab yang berbahasa Ibrani (Perjanjian Lama), nama Allah diwakili oleh empat huruf yang dapat ditransliterasikan menjadi YHWH. Meskipun pelafalan nama Allah secara tepat tidak diketahui, dalam bahasa Indonesia biasanya dilafalkan ”Yehuwa”.

[Gambar di hlm. 26]

Bagian kitab Mazmur dari Gulungan Laut Mati. Nama Allah, Yehuwa (YHWH), muncul dalam bentuk naskah Ibrani yang lebih kuno dibandingkan dengan bagian selebihnya dari gulungan tersebut

[Keterangan]

Atas kebaikan the Shrine of the Book, Israel Museum, Yerusalem

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan