PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Mengapa Yehuwa Harus Memiliki Saksi-Saksi?
    Saksi-Saksi Yehuwa—Pemberita Kerajaan Allah
    • Pasal 1

      Mengapa Yehuwa Harus Memiliki Saksi-Saksi?

      SAKSI-SAKSI YEHUWA dikenal di seluruh dunia karena kegigihan mereka untuk berbicara kepada orang-orang di mana saja tentang Allah Yehuwa dan Kerajaan-Nya. Mereka juga memiliki reputasi sebagai umat yang berpegang pada kepercayaan mereka meskipun harus menghadapi segala bentuk tentangan, bahkan kematian.

      ”Korban utama dari penganiayaan yang bersifat agama di Amerika Serikat pada abad kedua puluh ini adalah Saksi-Saksi Yehuwa,” demikian menurut buku The Court and the Constitution, oleh Archibald Cox (1987). ”Saksi-Saksi Yehuwa . . . telah diserang dan dianiaya oleh pemerintah-pemerintah di seputar dunia,” kata Tony Hodges. ”Pada zaman Nazi Jerman, mereka digiring dan dimasukkan ke kamp-kamp konsentrasi. Selama Perang Dunia Kedua, Lembaga [Menara Pengawal] dilarang di Australia dan Kanada. . . . Sekarang [pada tahun 1970-an] Saksi-Saksi Yehuwa dikejar-kejar di Afrika.”—Jehovah’s Witnesses in Africa, Edisi 1985.

      Mengapa mereka dianiaya? Apa tujuan pengabaran mereka? Apakah Saksi-Saksi Yehuwa benar-benar menerima penugasan dari Allah? Lagi pula, mengapa Yehuwa perlu memiliki saksi-saksi—apalagi saksi-saksi manusia yang tidak sempurna? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas berhubungan dengan sengketa-sengketa yang sedang disidangkan dalam kasus pengadilan universal—benar-benar kasus paling menentukan yang pernah diperdebatkan. Kita harus memeriksa sengketa-sengketa ini agar dapat mengerti mengapa Yehuwa memiliki saksi-saksi dan mengapa saksi-saksi ini rela menanggung bahkan tentangan yang paling hebat.

      Kedaulatan Yehuwa Ditantang

      Sengketa-sengketa penting ini menyangkut sahnya kedaulatan, atau kekuasaan tertinggi, dari Allah Yehuwa. Ia adalah Penguasa Alam Semesta oleh karena kedudukan-Nya sebagai Pencipta, Keilahian-Nya, dan Kemahakuasaan-Nya. (Kej. 17:1; Kel. 6:2; Why. 4:11) Karena itu, Ia memiliki kekuasaan yang sah atas segala yang ada di surga dan di atas bumi. (1 Taw. 29:12, catatan kaki NW) Namun Ia selalu menjalankan kedaulatan-Nya dengan kasih. (Bandingkan Yeremia 9:24.) Maka, apa yang Ia minta sebagai balasan dari makhluk-makhluk ciptaan-Nya yang cerdas? Agar mereka mengasihi Dia dan memperlihatkan penghargaan atas kedaulatan-Nya. (Mzm. 84:11) Namun, ribuan tahun yang lalu, suatu tantangan dilontarkan terhadap kedaulatan Yehuwa yang sah. Cara bagaimana? Oleh siapa? Kejadian, buku pertama dari Alkitab, memberikan keterangan mengenai hal ini.

      Buku itu melaporkan bahwa Allah menciptakan pasangan manusia pertama, Adam dan Hawa, dan memberi mereka suatu rumah berupa taman yang indah. Ia juga memberikan perintah ini kepada mereka, ”Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.” (Kej. 2:16, 17) Apa gerangan ”pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu”, dan memakan buahnya mengartikan apa?

      Pohon itu adalah pohon harfiah, tetapi Allah menggunakannya untuk suatu maksud simbolik. Karena Ia menyebutnya ”pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat” dan karena Ia melarang pasangan manusia pertama memakan buahnya, pohon itu cocok melambangkan hak Allah untuk menentukan bagi manusia apa yang ”baik” (yang menyenangkan Allah) dan apa yang ”jahat” (yang tidak menyenangkan Allah). Dengan demikian, kehadiran pohon ini menguji respek manusia terhadap kedaulatan Allah. Menyedihkan, pasangan manusia pertama tidak menaati Allah dan memakan buah yang terlarang. Mereka gagal dalam ujian yang sederhana tetapi penting ini mengenai ketaatan dan penghargaan.—Kej. 3:1-6.

      Tindakan yang kelihatannya kecil ini merupakan pemberontakan terhadap kedaulatan Yehuwa. Mengapa demikian? Memahami caranya manusia seperti kita ini dibuat adalah kunci untuk mengerti arti dari apa yang Adam dan Hawa lakukan. Ketika Yehuwa menciptakan pasangan manusia pertama, Ia memberi mereka pemberian yang luar biasa—kehendak bebas. Untuk melengkapi pemberian ini, Yehuwa memberi mereka kesanggupan mental yang mencakup daya persepsi, penalaran, dan pertimbangan. (Ibr. 5:14) Mereka tidak seperti robot yang tak dapat berpikir; tidak juga seperti binatang, yang bertindak terutama dengan naluri. Namun, kebebasan mereka bersifat relatif, dibatasi oleh aturan dari hukum-hukum Yehuwa. (Bandingkan Yeremia 10:23, 24.) Adam dan Hawa memilih untuk memakan buah yang terlarang. Dengan demikian mereka menyalahgunakan kebebasan mereka. Apa yang menuntun mereka kepada haluan ini?

      Alkitab menjelaskan bahwa suatu makhluk roh ciptaan Allah, atas kehendaknya sendiri telah mengambil haluan melawan dan menentang Allah. Makhluk ini, yang belakangan dikenal sebagai Setan, berbicara melalui seekor ular di Eden dan membuat Hawa dan, melalui dia, Adam berpaling dari ketundukan kepada kedaulatan Allah. (Why. 12:9) Dengan makan dari pohon itu, Adam dan Hawa menempatkan pertimbangan mereka di atas pertimbangan Allah, dengan demikian menunjukkan bahwa mereka ingin menilai sendiri apa yang baik dan apa yang jahat.—Kej. 3:22.

      Jadi sengketa yang timbul adalah, Apakah Yehuwa memiliki hak untuk memerintah atas umat manusia, dan apakah Ia menjalankan kedaulatan-Nya demi kepentingan terbaik dari warga-warga-Nya? Sengketa ini tersirat dengan jelas dari kata-kata Ular kepada Hawa, ”Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?” Secara tidak langsung maksudnya adalah bahwa Allah dengan curang menahan sesuatu yang baik dari perempuan itu dan suaminya.—Kej. 3:1.

      Pemberontakan di Eden menimbulkan sengketa lain: Apakah manusia dapat setia kepada Allah di bawah ujian? Sengketa yang ada kaitannya ini jelas diperlihatkan 24 abad kemudian sehubungan dengan Ayub yang setia. Setan, ’suara’ di balik ular itu, menantang Yehuwa secara terang-terangan, dengan berkata, ”Apakah dengan tidak mendapat apa-apa Ayub takut akan Allah?” Setan menuduh, ”Bukankah Engkau yang membuat pagar sekeliling dia dan rumahnya serta segala yang dimilikinya? Apa yang dikerjakannya telah Kauberkati dan apa yang dimilikinya makin bertambah di negeri itu.” Dengan demikian Setan mengisyaratkan bahwa kesalehan Ayub bermotifkan sifat mementingkan diri. Ia selanjutnya menuduh, ”Kulit ganti kulit! Orang akan memberikan segala yang dipunyainya ganti nyawanya.” Karena sebagaimana telah dinyatakan Yehuwa, ’tidak ada seorang pun di bumi seperti Ayub,’ Setan sebenarnya menyatakan bahwa ia dapat memalingkan setiap hamba Allah dari Dia. (Ayb. 1:8-11; 2:4) Dengan demikian, semua hamba Allah secara tidak langsung ditantang berkenaan integritas dan loyalitas mereka kepada kedaulatan-Nya.

      Sekali muncul, sengketa-sengketa itu harus diselesaikan. Berlalunya waktu—sudah kira-kira 6.000 tahun sekarang—dan kegagalan yang menyedihkan dari pemerintahan-pemerintahan manusia dengan jelas menunjukkan bahwa manusia membutuhkan kedaulatan Allah. Namun apakah mereka menginginkannya? Apakah ada manusia yang akan menunjukkan pengakuan sepenuh hati kepada kedaulatan Yehuwa yang adil-benar? Ya! Yehuwa mempunyai saksi-saksi-Nya! Namun sebelum kita meninjau kesaksian mereka, pertama-tama, mari kita periksa apa yang tercakup dalam hal menjadi seorang saksi.

      Apa Artinya Menjadi Seorang Saksi

      Kata-kata dari bahasa asli yang diterjemahkan sebagai ”saksi” memberikan pengertian tentang apa artinya menjadi saksi bagi Yehuwa. Dalam Kitab-Kitab Ibrani, kata benda yang diterjemahkan ”saksi” (ʽedh) berasal dari kata kerja (ʽudh) yang berarti ”kembali” atau ”mengulangi, melakukan lagi”. Mengenai kata benda (ʽedh), buku Theological Wordbook of the Old Testament mengatakan, ”Seorang saksi adalah seseorang yang, dengan cara mengulang, dengan tandas menegaskan kesaksiannya. Kata [ʽedh] dikenal baik dalam bahasa pengadilan.” Buku A Comprehensive Etymological Dictionary of the Hebrew Language for Readers of English menambahkan, ”Makna asli [dari kata kerja ʽudh] kemungkinan adalah ’ia berkata berulang kali dan dengan penuh ketegasan’.”

      Dalam Alkitab Kristen, kata Yunani yang diterjemahkan ”saksi” (marʹtys) dan ”memberi kesaksian” (mar·ty·reʹo) juga memiliki konotasi hukum, walaupun belakangan kata-kata itu memiliki makna yang lebih luas. Menurut buku Theological Dictionary of the New Testament, ”konsep saksi [digunakan] baik dalam arti saksi mengenai fakta-fakta yang dapat dipastikan, maupun dalam arti saksi mengenai kebenaran, yaitu memberi tahu dan mengakui keyakinan-keyakinan.” Jadi seorang saksi menceritakan fakta-fakta langsung dari apa yang ia ketahui secara pribadi, atau ia menyatakan pandangan atau kebenaran yang ia yakini.a

      Haluan yang setia dari umat Kristen abad pertama memberi makna lebih jauh kepada kata ”saksi”. Banyak orang Kristen masa awal tersebut memberi kesaksian di bawah penganiayaan dan menghadapi kematian. (Kis. 22:20; Why. 2:13) Sebagai hasilnya, menjelang kira-kira abad kedua M., kata Yunani untuk saksi (marʹtys, yang juga menjadi akar kata ”martyr”) memperoleh makna yang diterapkan kepada orang-orang yang bersedia ”memeteraikan seriusnya kesaksian atau pengakuan mereka dengan kematian”. Mereka tidak disebut saksi karena mereka mati; mereka mati karena mereka adalah saksi-saksi yang loyal.

      Maka, siapakah saksi-saksi dari Yehuwa masa awal? Siapa yang bersedia menyatakan ”berulang kali dan dengan penuh ketegasan”—dengan kata-kata dan cara hidup mereka—bahwa Yehuwa adalah Penguasa yang sah dan layak? Siapa yang bersedia memelihara integritas kepada Allah, bahkan sampai mati?

      Saksi-Saksi dari Yehuwa Masa Awal

      Rasul Paulus berkata, ”Kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan [Yn., neʹfos, menunjukkan awan tebal] yang mengelilingi kita.” (Ibr. 12:1) ’Awan tebal’ saksi-saksi ini mulai terbentuk tidak lama setelah pemberontakan melawan kedaulatan Allah di Eden.

      Di Ibrani 11:4, Paulus menunjuk Habel sebagai saksi Yehuwa yang pertama, dengan berkata, ”Karena iman Habel telah mempersembahkan kepada Allah korban yang lebih baik dari pada korban Kain. Dengan jalan itu ia memperoleh kesaksian kepadanya, bahwa ia benar, karena Allah berkenan akan persembahannya itu dan karena iman ia masih berbicara, sesudah ia mati.” Dengan cara bagaimana Habel melayani sebagai saksi bagi Yehuwa? Jawabannya berkisar pada alasannya sehingga persembahan Habel ”lebih baik” daripada persembahan Kain.

      Dengan sederhana dapat dikatakan bahwa Habel memberikan persembahan yang benar dengan motif yang benar dan mendukungnya dengan perbuatan-perbuatan yang benar. Sebagai pemberiannya, ia memberikan suatu korban darah yang menggambarkan kehidupan dari anak sulung kawanan ternaknya yang terbaik—sedangkan Kain mempersembahkan hasil bumi yang tak bernyawa. (Kej. 4:3, 4) Korban Kain tidak disertai motif iman, hal yang membuat persembahan Habel dapat diterima. Kain harus memperbaiki ibadatnya. Namun sebaliknya, ia menunjukkan sikap hatinya yang tidak baik dengan menolak nasihat dan peringatan Allah dan dengan membunuh Habel yang setia.—Kej. 4:6-8; 1 Yoh. 3:11, 12.

      Habel mempertunjukkan iman yang tidak dimiliki orang-tuanya. Dengan haluannya yang setia, ia memperlihatkan keyakinannya bahwa kedaulatan Yehuwa adalah adil-benar dan layak. Selama kurang lebih satu abad masa hidupnya, Habel memperlihatkan bahwa seorang manusia dapat setia kepada Allah sampai sejauh memeteraikan kesaksiannya dengan kematian. Selain itu darah Habel terus ’berbicara’, karena catatan terilham mengenai kematiannya sebagai martir terpelihara dalam Alkitab untuk generasi-generasi yang akan datang!

      Kira-kira lima abad setelah kematian Habel, Henokh mulai ”hidup bergaul [”berjalan”, NW] dengan Allah”, menempuh haluan yang selaras dengan standar-standar Yehuwa tentang apa yang baik dan jahat. (Kej. 5:24) Menjelang waktu itu, penolakan kedaulatan Allah telah mengakibatkan berkembangnya praktek-praktek yang tidak saleh di antara umat manusia. Henokh yakin bahwa Penguasa Tertinggi akan bertindak melawan orang-orang yang tidak saleh, dan roh Allah menggerakkan dia untuk mengumumkan kebinasaan mereka di kemudian hari. (Yud. 14, 15) Henokh tetap menjadi saksi yang setia bahkan sampai mati, karena Yehuwa ”mengambilnya”, tampaknya untuk menyelamatkan dia dari kematian yang mengerikan di tangan musuh-musuhnya. (Ibr. 11:5, NW) Maka nama Henokh dapat ditambahkan kepada daftar yang terus bertambah dari ’awan banyak saksi’ pada zaman pra-Kristen.

      Semangat ketidaksalehan terus meliputi kehidupan manusia. Selama masa hidup Nuh, yang lahir kira-kira 70 tahun setelah kematian Henokh, para malaikat yang adalah putra-putra Allah datang ke bumi, sudah tentu dengan menjelma dalam bentuk manusia, dan hidup bersama sebagai suami-istri dengan wanita-wanita yang menarik. Keturunan yang mereka hasilkan dikenal sebagai Nefilim; mereka ini adalah raksasa-raksasa di antara umat manusia. (Kej. 6:1-4) Apa akibat persatuan yang tidak wajar antara makhluk roh dan manusia serta keturunan bastar yang kemudian dihasilkan? Catatan yang terliham menjawab, ”Ketika dilihat [Yehuwa], bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata. Allah menilik bumi itu dan sungguhlah rusak benar, sebab semua manusia menjalankan hidup yang rusak di bumi.” (Kej. 6:5, 12) Betapa menyedihkan bahwa bumi, tumpuan kaki Allah, ”penuh dengan kekerasan”.—Kej. 6:13; Yes. 66:1.

      Bertentangan dengan itu, ”Nuh adalah seorang yang benar”, seorang yang ”tidak bercela di antara orang-orang sezamannya”. (Kej. 6:9) Ia memperlihatkan ketundukan kepada kedaulatan Allah dengan melakukan ’tepat seperti yang Allah perintahkan’. (Kej. 6:22) Bertindak dalam iman, ia ”mempersiapkan [”membangun”, NW] bahtera untuk menyelamatkan keluarganya”. (Ibr. 11:7) Namun Nuh bukan hanya seorang pembangun; sebagai ”pemberita kebenaran”, ia memperingatkan orang-orang akan kebinasaan yang akan datang. (2 Ptr. 2:5) Akan tetapi, walaupun Nuh bersaksi dengan berani, generasi yang jahat itu ”tidak memperhatikan sampai air bah itu datang dan melenyapkan mereka semua”.—Mat. 24:37-39, NW.

      Setelah zaman Nuh, Yehuwa memiliki saksi-saksi di antara para datuk sesudah Air Bah. Abraham, Ishak, Yakub, dan Yusuf disebut sebagai bagian awal dari awan saksi pra-Kristen. (Ibr. 11:8-22; 12:1) Mereka mempertunjukkan dukungan mereka kepada kedaulatan Yehuwa, melakukan hal itu dengan memelihara integritas. (Kej. 18:18, 19) Jadi, mereka menyumbang kepada penyucian nama Yehuwa. Mereka tidak mencari perlindungan dari kerajaan-kerajaan dunia, sebaliknya mereka ”mengakui, bahwa mereka adalah orang asing dan pendatang di bumi ini”, dengan iman ”menanti-nantikan kota yang mempunyai dasar, yang direncanakan dan dibangun oleh Allah”. (Ibr. 11:10, 13) Mereka menerima Yehuwa sebagai Penguasa mereka, menjadikan harapan mereka bagaikan sauh kepada Kerajaan surgawi yang dijanjikan sebagai pernyataan dari kedaulatan-Nya yang sah.

      Pada abad ke-16 SM, keturunan Abraham diperbudak dan memerlukan pembebasan dari belenggu Mesir. Ketika itulah Musa dan Harun saudaranya memainkan peranan utama dalam ’peperangan para dewa’. Mereka menghadap Firaun dan menyampaikan ultimatum dari Yehuwa, ”Biarkanlah umatKu pergi.” Namun Firaun yang congkak mengeraskan hatinya; ia tidak mau kehilangan bangsa yang besar yang menjadi budak-budak pekerja. ”Siapakah [Yehuwa] itu,” jawabnya, ”yang harus kudengarkan firmanNya untuk membiarkan orang Israel pergi? Tidak kenal aku [Yehuwa] itu dan tidak juga aku akan membiarkan orang Israel pergi.” (Kel. 5:1, 2) Dengan jawaban yang menghina itu, Firaun, yang dipercayai sebagai dewa dalam bentuk manusia, menolak untuk mengakui Keilahian Yehuwa.

      Karena sengketa mengenai keilahian muncul, Yehuwa selanjutnya mulai membuktikan bahwa Dia adalah Allah yang sejati. Firaun, melalui imam-imam ahli sihirnya, menggalang kekuatan gabungan dari dewa-dewa Mesir untuk melawan kekuatan Yehuwa. Namun Yehuwa mengirimkan sepuluh tulah, yang masing-masing diumumkan oleh Musa dan Harun, untuk memperlihatkan kekuasaan-Nya atas elemen-elemen dan makhluk-makhluk di bumi dan juga keunggulan-Nya atas dewa-dewa Mesir. (Kel. 9:13-16; 12:12) Setelah tulah kesepuluh, Yehuwa membawa umat Israel ke luar Mesir dengan ”tangan yang kuat”.—Kel. 13:9.

      Dituntut keberanian dan iman yang besar di pihak Musa, orang yang ’paling lembut hati di antara semua orang’, untuk menghadap Firaun, tidak hanya sekali, tetapi berkali-kali. (Bil. 12:3) Namun, Musa tidak pernah mengencerkan pesan yang Yehuwa perintahkan kepadanya untuk disampaikan kepada Firaun. Bahkan ancaman kematian tidak dapat membungkamkan kesaksiannya! (Kel. 10:28, 29; Ibr. 11:27) Musa adalah seorang saksi dalam makna yang sesungguhnya dari kata itu; ia memberi kesaksian ”berulang kali dan dengan tegas” tentang Keilahian Yehuwa.

      Setelah pembebasan tersebut dari Mesir pada tahun 1513 SM, Musa menulis kitab Kejadian. Maka, mulailah suatu zaman baru—zaman penulisan Alkitab. Karena jelas bahwa Musa yang menulis kitab Ayub, ia telah memiliki sebagian pengertian tentang sengketa antara Allah dan Setan. Tetapi, seraya penulisan Alkitab berkembang, sengketa-sengketa berkenaan kedaulatan Allah dan integritas manusia akan dicatat dengan jelas; dengan demikian siapa saja yang terlibat dapat memperoleh pengetahuan sepenuhnya mengenai sengketa-sengketa besar yang tersangkut. Sementara itu, pada tahun 1513 SM, Yehuwa meletakkan dasar untuk membentuk suatu bangsa yang terdiri dari saksi-saksi.

      Suatu Bangsa yang Terdiri dari Saksi-Saksi

      Pada bulan ketiga setelah Israel meninggalkan Mesir, Yehuwa membawa mereka ke dalam suatu hubungan perjanjian yang eksklusif dengan-Nya, membuat mereka menjadi ’harta kesayangan-Nya’. (Kel. 19:5, 6) Melalui Musa, Ia sekarang berurusan dengan mereka sebagai bangsa, memberikan kepada mereka suatu pemerintahan teokratis yang didasarkan atas perjanjian Hukum sebagai undang-undang nasional mereka. (Yes. 33:22) Mereka adalah umat pilihan Yehuwa, diorganisasi untuk mewakili Dia sebagai Tuhan mereka yang Berdaulat.

      Akan tetapi, selama berabad-abad kemudian, bangsa ini tidak selalu mengakui kedaulatan Yehuwa. Setelah mapan di Tanah Perjanjian, Israel kadang-kadang berpaling kepada penyembahan dewa-dewa hantu dari bangsa-bangsa. Karena kegagalan mereka untuk menaati Dia sebagai Penguasa yang sah, Yehuwa membiarkan mereka dijarah, sehingga memberi kesan bahwa dewa-dewa dari bangsa-bangsa lebih kuat daripada Yehuwa. (Yes. 42:18-25) Namun pada abad kedelapan SM, Yehuwa secara terus terang menantang dewa-dewa dari bangsa-bangsa untuk menghapuskan kesan yang salah itu dan menjawab pertanyaan, Siapa Allah yang sejati?

      Melalui nabi Yesaya, Yehuwa mengeluarkan tantangan, ”Siapakah di antara mereka [dewa-dewa dari bangsa-bangsa] yang dapat memberitahukan hal-hal [nubuat] ini [dengan tepat], yang dapat mengabarkan kepada kita hal-hal yang dahulu [yaitu hal-hal yang akan terjadi di masa depan]? Biarlah mereka [sebagai dewa-dewa] membawa saksi-saksinya, supaya mereka nyata benar; biarlah orang [dari segala bangsa] mendengarnya dan berkata: ’Benar demikian!’” (Yes. 43:9) Ya, biarlah dewa-dewa dari bangsa-bangsa menyediakan saksi-saksi yang dapat memberi kesaksian mengenai nubuat dewa-dewa mereka, ”Benar demikian!” Namun tidak ada satu dewa pun yang dapat menyediakan saksi-saksi yang benar untuk keilahian mereka!

      Yehuwa membuat jelas kepada Israel tanggung jawab mereka dalam menyelesaikan soal, Siapa Allah yang sejati? Ia berfirman, ”Kamu inilah saksi-saksiKu, . . . dan hambaKu yang telah Kupilih, supaya kamu tahu dan percaya kepadaKu dan mengerti, bahwa Aku tetap Dia. Sebelum Aku tidak ada Allah dibentuk, dan sesudah Aku tidak akan ada lagi. Aku, Akulah [Yehuwa] dan tidak ada juruselamat selain dari padaKu. Akulah yang memberitahukan, menyelamatkan dan mengabarkan, dan bukannya allah asing yang ada di antaramu. Kamulah saksi-saksiKu, . . . dan Akulah Allah.”—Yes. 43:10-12.

      Maka umat Yehuwa, orang-orang Israel merupakan bangsa yang terdiri dari saksi-saksi. Mereka dapat dengan tandas menegaskan bahwa kedaulatan Yehuwa adalah sah dan layak. Atas dasar pengalaman mereka yang lampau, mereka dapat menyatakan dengan yakin bahwa Yehuwa adalah Penolong yang Agung dari umat-Nya dan Allah dari nubuat yang sejati.

      Memberi Kesaksian mengenai Mesias

      Walaupun ada kesaksian yang limpah dari ’awan tebal’ saksi-saksi pra-Kristen, kebenaran pihak Allah mengenai sengketa-sengketa ini belum diselesaikan sepenuhnya. Mengapa? Karena pada waktu yang telah Allah tentukan sendiri, setelah ditunjukkan dengan jelas bahwa manusia membutuhkan pemerintahan Yehuwa dan bahwa mereka tidak memerintah sendiri dengan sukses, Yehuwa harus melaksanakan penghakiman atas semua orang yang menolak untuk respek kepada wewenang-Nya yang sah. Selanjutnya, sengketa-sengketa yang timbul menjangkau lebih jauh daripada lingkungan manusia. Karena satu malaikat telah memberontak di Eden, soal integritas kepada kedaulatan Allah menjangkau dan melibatkan makhluk-makhluk surgawi Allah. Karena itu, Yehuwa bermaksud agar seorang putra rohani datang ke bumi, dan di sana Setan akan mendapat kesempatan penuh untuk menguji dia. Putra rohani itu akan diberi kesempatan untuk menyelesaikan, dengan cara yang sempurna, pertanyaan, Apakah ada yang akan setia kepada Allah di bawah cobaan apa pun yang dihadapkan kepadanya? Jadi setelah membuktikan loyalitasnya, putra Allah ini akan diberi kekuasaan sebagai pribadi besar yang membenarkan Yehuwa, yang akan membinasakan yang jahat dan melaksanakan sepenuhnya maksud-tujuan yang semula dari Allah berkenaan bumi.

      Namun, dengan cara bagaimana pribadi ini akan dinyatakan identitasnya? Di Eden, Yehuwa telah menjanjikan suatu ”benih” yang akan menghancurkan kepala Musuh yang seperti ular itu dan membenarkan kedaulatan Allah. (Kej. 3:15, NW) Melalui nabi-nabi Ibrani, Yehuwa menyediakan banyak rincian mengenai ”benih” Mesias itu—latar belakang dan kegiatannya, bahkan waktu manakala ia akan muncul.—Kej. 12:1-3; 22:15-18; 49:10; 2 Sam. 7:12-16; Yes. 7:14; Dan. 9:24-27; Mi. 5:1.

      Menjelang pertengahan abad kelima SM, dengan selesainya penulisan Kitab-Kitab Ibrani, nubuat-nubuat telah tersedia, menantikan kedatangan sang Mesias untuk menggenapinya. Kesaksian dari saksi ini—yang sebenarnya, adalah saksi Allah yang paling besar—akan dibahas dalam pasal berikutnya.

      [Catatan Kaki]

      a Sebagai contoh, beberapa orang Kristen pada abad pertama dapat memberi kesaksian tentang fakta-fakta sejarah mengenai Yesus—tentang kehidupan, kematian, dan kebangkitannya—dari apa yang mereka ketahui secara langsung. (Kis. 1:21, 22; 10:40, 41) Namun, orang-orang yang belakangan menaruh iman kepada Yesus dapat memberi kesaksian dengan menyatakan kepada orang lain pentingnya arti kehidupan, kematian, dan kebangkitannya.—Kis. 22:15.

  • Yesus Kristus, Saksi yang Setia
    Saksi-Saksi Yehuwa—Pemberita Kerajaan Allah
    • Pasal 2

      Yesus Kristus, Saksi yang Setia

      SELAMA kira-kira 4.000 tahun, suatu barisan panjang saksi-saksi pra-Kristen telah mempersembahkan kesaksian mereka. Namun, sengketa yang menyangkut kedaulatan Allah dan integritas hamba-hamba-Nya sama sekali belum selesai. Kini tibalah waktunya bagi ”benih” kerajaan yang dijanjikan, sang Mesias, untuk datang ke bumi.—Kej. 3:15, NW.

      Dari antara semua putra rohani-Nya yang berjumlah jutaan, siapakah yang Yehuwa pilih untuk penugasan ini? Mereka semua telah menyaksikan apa yang terjadi di Eden dan pasti mengetahui tentang sengketa-sengketa universal yang timbul. Namun, siapa yang paling berminat untuk melayani demi pembersihan nama Yehuwa dan pembenaran kedaulatan-Nya? Siapa yang dapat menyediakan jawaban yang paling meyakinkan untuk tantangan Setan bahwa tidak satu pribadi pun dapat memelihara integritas kepada kedaulatan Allah di bawah ujian? Pribadi yang Yehuwa pilih adalah Putra sulung-Nya, satu-satunya Putra yang diperanakkan, Yesus.—Yoh. 3:16; Kol. 1:15.

      Yesus dengan bergairah dan rendah hati menerima penugasan ini, walaupun itu berarti harus meninggalkan tempat tinggal surgawi yang telah ia diami bersama Bapanya lebih lama daripada siapa pun juga. (Yoh. 8:23, 58; Flp. 2:5-8) Motivasinya? Kasih yang dalam akan Yehuwa dan keinginan yang kuat untuk melihat nama-Nya dibersihkan dari segala celaan. (Yoh. 14:31) Yesus juga bertindak didorong oleh kasih akan umat manusia. (Ams. 8:30, 31; bandingkan Yohanes 15:13.) Kelahirannya di bumi, pada awal musim gugur tahun 2 SM, dimungkinkan melalui bekerjanya roh kudus—dengan perantaraan roh kudus itu Yehuwa memindahkan kehidupan Yesus dari surga ke rahim seorang perawan Yahudi, Maria. (Mat. 1:18; Luk. 1:26-38) Maka lahirlah Yesus ke dalam bangsa Israel.—Gal. 4:4.

      Yesus mengetahui lebih dari orang Israel mana pun, bahwa ia harus menjadi saksi bagi Yehuwa. Mengapa? Ia adalah anggota dari bangsa yang kepadanya Yehuwa berkata melalui nabi Yesaya, ”Kamu inilah saksi-saksiKu.” (Yes. 43:10) Selain itu, pada saat pembaptisan Yesus di Sungai Yordan tahun 29 M, Yehuwa mengurapi dia dengan roh kudus. (Mat. 3:16) Dengan demikian Yesus diberi kekuatan, seperti yang belakangan ia katakan, untuk ”memberitakan tahun yang dapat diterima Yehuwa”.—Yes. 61:1, 2; Luk. 4:16-19, NW.

      Yesus melaksanakan penugasannya dengan setia dan oleh karena itu menjadi saksi Yehuwa terbesar yang pernah hidup di bumi. Maka dengan segala keabsahan, rasul Yohanes, yang berdiri dekat Yesus pada saat kematiannya, menyebut Yesus sebagai ”Saksi yang setia”. (Why. 1:5) Juga di Wahyu 3:14, Yesus yang telah dimuliakan menyebut dirinya sendiri ”Amin” dan ”Saksi yang setia dan benar”. Kesaksian apa yang diberikan oleh ”Saksi yang Setia” ini?

      ”Memberi Kesaksian tentang Kebenaran”

      Ketika diadili di hadapan gubernur Romawi, Pilatus, Yesus menyatakan, ”Untuk itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia ini, supaya Aku memberi kesaksian tentang kebenaran; setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suaraKu.” (Yoh. 18:37) Tentang kebenaran apa Yesus memberi kesaksian? Ia bersaksi tentang kebenaran Allah, penyingkapan maksud-tujuan Yehuwa yang kekal.—Yoh. 18:33-36.

      Akan tetapi, bagaimana Yesus memberi kesaksian tentang kebenaran ini? Kata kerja Yunani untuk ”memberi kesaksian tentang” juga berarti ”mengumumkan, menegaskan, memberi kesaksian yang mendukung, mengatakan yang baik (tentang), setuju (akan)”. Dalam papirus Yunani kuno, penggunaan yang umum dari bentuk lain dari kata kerja (mar·ty·roʹ) yaitu sesudah tanda tangan, seperti misalnya dalam transaksi bisnis. Jadi, melalui pelayanannya, Yesus harus menegaskan kebenaran Allah. Hal ini tentu menuntut agar ia mengumumkan, atau mengabarkan kebenaran itu kepada orang-orang lain. Akan tetapi, yang dibutuhkan jauh lebih banyak daripada sekadar berbicara.

      ”Akulah . . . kebenaran,” kata Yesus. (Yoh. 14:6) Ya, ia hidup sedemikian rupa sehingga memenuhi kebenaran Allah. Maksud-tujuan Allah yang berkaitan dengan Kerajaan dan Pemerintahan Mesianik-Nya telah diuraikan dalam nubuat. Yesus, dengan seluruh haluan hidupnya di bumi, yang mencapai puncak pada kematiannya sebagai korban, menggenapi semua hal yang telah dinubuatkan mengenai dia. Dengan demikian Yesus menegaskan dan menjamin kebenaran kata-kata nubuat Yehuwa. Untuk alasan inilah rasul Paulus dapat mengatakan, ”Sebab Kristus adalah ’ya’ bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya oleh Dia kita mengatakan ’Amin’ [artinya, ”jadilah demikian”, atau ”pasti”] untuk memuliakan Allah.” (2 Kor. 1:20) Ya, dalam Yesus-lah janji-janji Allah digenapi.—Why. 3:14.

      Memberi Kesaksian tentang Nama Allah

      Yesus mengajar para pengikutnya untuk berdoa, ”Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah namaMu [atau, ”disucikan; diperlakukan sebagai sesuatu yang kudus”].” (Mat. 6:9, catatan kaki NW) Pada malam terakhir dari kehidupannya di bumi, dalam doa kepada Bapa surgawinya, Yesus juga berkata, ”Aku telah menyatakan namaMu kepada semua orang, yang Engkau berikan kepadaKu dari dunia. Mereka itu milikMu dan Engkau telah memberikan mereka kepadaKu dan mereka telah menuruti firmanMu. Dan Aku telah memberitahukan namaMu kepada mereka dan Aku akan memberitahukannya, supaya kasih yang Engkau berikan kepadaKu ada di dalam mereka dan Aku di dalam mereka.” (Yoh. 17:6, 26) Inilah, sebenarnya, yang menjadi tujuan utama Yesus datang ke bumi. Apa yang terlibat dalam pekerjaannya memberitahukan nama Allah?

      Pengikut-pengikut Yesus sudah mengetahui dan memakai nama Allah. Mereka melihat dan membacanya dalam gulungan-gulungan Alkitab Ibrani yang tersedia di sinagoge mereka. Mereka juga melihat dan membacanya dalam Septuagint—terjemahan Alkitab Ibrani ke dalam bahasa Yunani, yang mereka gunakan dalam mengajar dan menulis. Jika mereka sudah mengetahui nama ilahi, dalam arti apa Yesus menyatakan, atau memberitahukannya kepada mereka?

      Pada zaman Alkitab, nama bukanlah sekadar label. Buku A Greek-English Lexicon of the New Testament, oleh J. H. Thayer, berkata, ”Nama Allah dalam P[erjanjian] B[aru] digunakan untuk semua sifat yang bagi para penyembah-Nya tersirat dalam nama tersebut, dan yang Allah gunakan dalam memberitahukan diri-Nya kepada manusia.” Yesus memberi tahu nama Allah bukan hanya dengan menggunakannya tetapi dengan menyingkapkan Pribadi di balik nama tersebut—maksud-tujuan, kegiatan, dan sifat-sifat-Nya. Sebagai pribadi ’yang tadinya ada di pangkuan Bapa’, Yesus dapat menjelaskan tentang Bapanya dengan cara yang tidak dapat dilakukan oleh siapa pun. (Yoh. 1:18) Terlebih lagi, Yesus mencerminkan Bapanya dengan begitu sempurna sehingga murid-murid Yesus dapat ’melihat’ Bapa di dalam Anak. (Yoh. 14:9) Melalui apa yang ia katakan dan lakukan, Yesus memberi kesaksian tentang nama Allah.

      Ia Memberi Kesaksian tentang Kerajaan Allah

      Sebagai ”Saksi yang setia”, Yesus secara menonjol adalah pemberita Kerajaan Allah. Ia berkata dengan menandaskan, ”Aku harus memberitakan Injil Kerajaan Allah sebab untuk itulah Aku diutus.” (Luk. 4:43) Ia memberitakan Kerajaan surgawi itu di seluruh Palestina, menjangkau ratusan kilometer dengan berjalan kaki. Ia mengabar di mana saja ada orang-orang yang mau mendengarkan: di tepi danau, di lereng bukit, di kota dan desa, di sinagoge dan bait, di pasar, dan di rumah-rumah orang. Namun Yesus mengetahui bahwa daerah dan jumlah orang yang dapat ia jangkau untuk diberi kesaksian terbatas. (Bandingkan Yohanes 14:12.) Maka dengan tujuan agar ladang seluas dunia dapat terjangkau, Yesus melatih dan mengutus murid-muridnya untuk menjadi pemberita Kerajaan.—Mat. 10:5-7; 13:38; Luk. 10:1, 8, 9.

      Yesus adalah seorang saksi yang suka bekerja keras dan bergairah, dan ia tidak membiarkan dirinya disimpangkan. Walaupun ia memperlihatkan minat pribadi akan kebutuhan orang-orang, ia tidak menjadi begitu terlibat dalam melakukan hal-hal yang akan membawa kelegaan sementara sehingga ia mengabaikan penugasan yang diberikan Bapanya untuk menunjukkan kepada orang-orang jalan keluar yang permanen dari problem-problem mereka—Kerajaan Allah. Dalam suatu kesempatan, setelah ia secara mukjizat memberi makan kira-kira 5.000 orang laki-laki (mungkin lebih dari 10.000 orang bila termasuk wanita dan anak-anak), sekelompok orang Yahudi ingin membawanya dengan paksa dan menjadikannya raja duniawi. Apa yang Yesus lakukan? Ia ”menyingkir pula ke gunung, seorang diri”. (Yoh. 6:1-15; bandingkan Lukas 19:11, 12; Kisah 1:6-9.) Walaupun ia mengadakan banyak penyembuhan mukjizat, Yesus tidak dikenal terutama sebagai Pembuat Mukjizat, tetapi, sebaliknya, ia dikenal sebagai ”Guru” oleh mereka yang percaya maupun yang tidak.—Mat. 8:19; 9:11; 12:38; 19:16; 22:16, 24, 36; Yoh. 3:2.

      Jelaslah, memberi kesaksian tentang Kerajaan Allah adalah pekerjaan paling penting yang dapat Yesus lakukan. Adalah kehendak Yehuwa agar semua orang mengetahui apa Kerajaan-Nya dan bagaimana itu akan memenuhi maksud-tujuan-Nya. Kerajaan itu sangat berharga di hati-Nya, karena itulah sarana yang akan Ia gunakan untuk menyucikan nama-Nya, membersihkannya dari segala celaan. Yesus mengetahui hal ini, maka ia menjadikan Kerajaan itu sebagai tema pengabarannya. (Mat. 4:17) Dengan sepenuh hati ikut serta dalam memberitakannya, Yesus menjunjung tinggi kedaulatan Yehuwa yang sah.

      Seorang Saksi yang Setia Bahkan Sampai Mati

      Tidak ada pribadi yang dapat lebih mengasihi Yehuwa dan kedaulatan-Nya daripada Yesus. Sebagai ”yang sulung [dari semua ciptaan, NW]”, Yesus ’sepenuhnya mengenal’ sang Bapa dari pergaulannya yang intim dengan Dia sebagai makhluk roh di surga. (Kol. 1:15; Mat. 11:27) Ia telah dengan rela menundukkan diri kepada kedaulatan Allah selama waktu yang tidak terhitung sebelum penciptaan pria dan wanita pertama. (Bandingkan Yohanes 8:29, 58.) Betapa sangat terluka perasaan dia tentunya ketika Adam dan Hawa membelakangi kedaulatan Allah! Namun, ia sabar menanti di surga selama kira-kira 4.000 tahun, dan kemudian, akhirnya, tibalah waktunya bagi dia untuk melayani sebagai saksi terbesar dari Yehuwa yang pernah hidup di bumi!

      Yesus sadar sepenuhnya bahwa sengketa-sengketa universal secara langsung melibatkan dirinya. Mungkin kelihatannya seolah-olah Yehuwa telah memasang pagar di sekelilingnya. (Bandingkan Ayub 1:9-11.) Memang, ia telah memperlihatkan kesetiaan dan pengabdiannya di surga, tetapi apakah ia akan memelihara integritas sebagai manusia di bumi di bawah segala jenis ujian? Dapatkah ia menolak Setan dalam suatu latar yang tampaknya lebih menguntungkan bagi musuhnya?

      Musuh yang seperti ular itu tidak membuang-buang waktu. Segera setelah pembaptisan dan pengurapan Yesus, Setan menggodanya untuk memperlihatkan sifat mementingkan diri, meninggikan diri, dan akhirnya, menolak kedaulatan Bapanya. Namun pernyataan Yesus yang tak tergoyahkan kepada Setan, ”Engkau harus menyembah Tuhan [”Yehuwa”, NW], Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti”, memperlihatkan pendiriannya dalam sengketa itu. Betapa berbedanya dengan Adam!—Mat. 4:1-10.

      Haluan yang ditetapkan bagi Yesus berarti penderitaan dan kematian, dan Yesus benar-benar mengetahui hal ini. (Luk. 12:50; Ibr. 5:7-9) Meski demikian, ”dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diriNya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib [”tiang siksaan”, NW].” (Flp. 2:7, 8) Dengan demikian Yesus membuktikan Setan sebagai pendusta yang sangat keji, memberi jawaban yang tuntas atas pertanyaan, Apakah ada pribadi yang memelihara integritas kepada kedaulatan Allah jika Setan diizinkan memberikan pencobaan kepadanya? Namun kematian Yesus menghasilkan lebih banyak hal.

      Dengan kematiannya pada tiang siksaan, Yesus juga memberikan ”nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang”. (Mat. 20:28; Mrk. 10:45) Kehidupan manusianya yang sempurna memiliki nilai korban. Yesus yang mengorbankan kehidupannya tidak saja memungkinkan kita menerima pengampunan dari dosa, tetapi juga membuka bagi kita kesempatan untuk mendapat kehidupan kekal di firdaus bumi, selaras dengan maksud-tujuan Allah yang semula.—Luk. 23:43; Kis. 13:38, 39; Ibr. 9:13, 14; Why. 21:3, 4.

      Yehuwa membuktikan kasih-Nya dan perkenan-Nya kepada Yesus sebagai ”Saksi yang setia” dengan membangkitkan dia dari antara orang mati pada hari ketiga. Ini menegaskan bahwa kesaksian yang telah Yesus berikan berkenaan Kerajaan adalah benar. (Kis. 2:31-36; 4:10; 10:36-43; 17:31) Setelah tinggal di kawasan bumi selama 40 hari, saat ia menampakkan diri kepada rasul-rasulnya dalam beberapa kesempatan, Yesus diangkat ke surga.—Kis. 1:1-3, 9.

      Yesus telah menunjukkan bahwa Kerajaan Mesianik Allah masih akan didirikan lama dan jauh setelah itu. (Luk. 19:11-27) Peristiwa itu akan juga menandai dimulainya ’kehadiran Yesus dan penutup sistem perkara’. (Mat. 24:3, NW) Namun bagaimana para pengikutnya dapat memahami kapan hal-hal ini terjadi? Yesus memberi mereka sebuah ”tanda”—sebuah tanda majemuk yang terdiri atas berbagai peristiwa, termasuk perang, gempa bumi, kekurangan makanan, wabah penyakit, dan meningkatnya kedurhakaan. Suatu bagian penting dari tanda itu juga adalah bahwa kabar baik Kerajaan akan diberitakan di seluruh bumi yang berpenduduk sebagai kesaksian bagi semua bangsa. Seluruh corak yang luar biasa dari tanda itu dapat kita amati pada zaman kita, dan ini menunjukkan bahwa kita sedang hidup pada masa kehadiran Yesus sebagai Raja surgawi dan kesudahan sistem segala perkara.a—Mat. 24:3-14.

      Maka, bagaimana dengan pengikut-pengikut Yesus? Selama masa kehadiran Yesus ini, pribadi-pribadi yang setia kepada berbagai macam gereja mengaku mengikuti Kristus. (Mat. 7:22) Namun, Alkitab mengatakan bahwa hanya ada ”satu iman”. (Ef. 4:5) Maka bagaimana saudara dapat mengenali sidang Kristen yang sejati, yaitu yang memiliki perkenan dan petunjuk Allah? Saudara dapat mengetahuinya dengan memeriksa apa yang Alkitab katakan tentang sidang Kristen abad pertama dan kemudian melihat siapa yang mengikuti pola yang sama dewasa ini.

      [Catatan Kaki]

      a Lihat pasal 10, ”Nubuat Alkitab yang Telah Anda Saksikan Penggenapannya”, dalam buku Alkitab—Firman dari Allah atau dari Manusia? yang diterbitkan oleh Watchtower Bible and Tract Society of New York, Inc.

  • Yesus Kristus, Saksi yang Setia
    Saksi-Saksi Yehuwa—Pemberita Kerajaan Allah
    • [Gambar penuh di hlm. 23]

  • Orang-Orang Kristen Saksi Yehuwa pada Abad Pertama
    Saksi-Saksi Yehuwa—Pemberita Kerajaan Allah
    • Pasal 3

      Orang-Orang Kristen Saksi Yehuwa pada Abad Pertama

      ”KAMU akan menjadi saksiKu . . . sampai ke ujung bumi.” (Kis. 1:8) Dengan kata-kata perpisahan tersebut, Yesus menugaskan murid-muridnya menjadi saksi-saksi. Namun saksi-saksi bagi siapa? ”SaksiKu,” kata Yesus. Apakah kata-kata ini berarti bahwa mereka tidak akan menjadi saksi bagi Yehuwa? Sama sekali tidak!

      Sebenarnya, murid-murid Yesus diberi hak istimewa yang belum pernah ada sebelumnya—yaitu menjadi saksi bagi keduanya, Yehuwa dan Yesus. Sebagai orang Yahudi yang setia, murid-murid Yesus masa awal sudah menjadi saksi bagi Yehuwa. (Yes. 43:10-12) Namun sekarang mereka juga harus bersaksi berkenaan peranan vital Yesus dalam menyucikan nama Yehuwa dengan perantaraan Kerajaan Mesianik-Nya. Maka kesaksian mereka mengenai Yesus adalah dengan tujuan memuliakan Yehuwa. (Rm. 16:25-27; Flp. 2:9-11) Mereka memberi kesaksian bahwa Yehuwa tidak berdusta, bahwa setelah lebih dari 4.000 tahun, Ia akhirnya menampilkan Mesias, atau Kristus, yang telah lama dijanjikan!

      Orang-orang Kristen saksi Yehuwa pada abad pertama juga diberi suatu tanggung jawab yang unik—suatu tanggung jawab yang sampai dewasa ini dipikul oleh umat Kristen sejati.

      ”Pergilah, Jadikanlah . . . Murid”

      Setelah kebangkitan Yesus dari antara orang mati, ia menampakkan diri kepada murid-muridnya yang telah berkumpul di sebuah gunung di Galilea. Di sana Yesus memberi gambaran tentang tanggung jawab mereka, ”Karena itu pergilah, jadikanlah [orang dari, NW] semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Mat. 28:19, 20) Pertimbangkan apa yang tercakup dalam penugasan yang besar ini.

      ”Pergilah,” kata Yesus. Namun kepada siapa? Kepada ”orang dari semua bangsa”. Ini adalah suatu perintah baru, yang menantang terutama bagi orang-orang Yahudi yang percaya. (Bandingkan Kisah 10:9-16, 28.) Sampai pada zaman Yesus, orang-orang Kafir disambut bila mereka datang ke Israel karena tertarik kepada ibadat yang sejati. (1 Raj. 8:41-43) Pada awal pelayanannya, Yesus telah menyuruh murid-muridnya untuk ’pergi dan beritakan’, tetapi hanya kepada ”domba-domba yang hilang dari umat Israel”. (Mat. 10:1, 6, 7) Sekarang mereka diperintahkan untuk pergi mengunjungi orang-orang dari semua bangsa. Untuk tujuan apa?

      ’Jadikanlah murid,’ perintah Yesus. Ya, murid-muridnya ditugaskan untuk menjadikan orang-orang lain murid. Apa yang tercakup dalam hal ini? Seorang murid adalah seorang yang belajar, seorang yang diajar—namun, bukan hanya seorang pelajar, tetapi juga pengikut. Seorang murid tidak hanya mengakui wewenang Yesus dalam batinnya dengan mempercayai dia tetapi juga dalam apa yang tampak dari luar dengan menaati dia. Menurut Theological Dictionary of the New Testament, kata Yunani yang diterjemahkan ”murid” (ma·the·tesʹ) ”mengandung arti adanya keterikatan secara pribadi yang membentuk seluruh kehidupan dari pribadi yang digambarkan sebagai [seorang murid]”.

      ”Ajarlah mereka,” Yesus menambahkan, ”melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu.” Untuk mengembangkan keterikatan secara pribadi dengan Yesus, seseorang harus diajar untuk ”melakukan segala sesuatu” yang telah Kristus perintahkan, termasuk perintahnya untuk mengabarkan ”Injil Kerajaan”. (Mat. 24:14) Hanya dengan cara inilah ia dapat menjadi murid dalam arti kata yang sebenarnya. Dan hanya mereka yang menerima pengajaran ini dan menjadi murid yang sejati dapat dibaptis.

      ”Aku menyertai kamu,” kata Yesus meyakinkan mereka, ”sampai kepada akhir zaman.” Pengajaran Yesus selalu relevan, tidak pernah ketinggalan zaman. Dengan dasar itu, orang-orang Kristen sampai hari ini juga, harus menjadikan orang-orang lain murid.

      Dengan demikian suatu penugasan yang penuh tanggung jawab diberikan kepada pengikut-pengikut Kristus, yaitu untuk melakukan pekerjaan menjadikan murid di antara semua bangsa. Akan tetapi, untuk menjadikan murid dari Kristus, mereka harus memberi kesaksian tentang nama dan Kerajaan Yehuwa, karena itulah yang telah dilakukan oleh Anutan mereka, Yesus. (Luk. 4:43; Yoh. 17:26) Dengan demikian mereka yang menerima pengajaran Kristus dan menjadi murid akan menjadi orang-orang Kristen saksi Yehuwa. Menjadi saksi bagi Yehuwa bukan lagi masalah karena kelahiran—ke dalam bangsa Yahudi—melainkan karena pilihan. Mereka yang menjadi saksi-saksi membuat pilihan itu karena mereka mengasihi Yehuwa dan dengan tulus ingin tunduk kepada kekuasaan-Nya yang berdaulat.—1 Yoh. 5:3.

      Namun apakah orang-orang Kristen saksi Yehuwa pada abad pertama memenuhi penugasan mereka untuk melayani sebagai saksi-saksi bagi Allah dan Kristus dan untuk ’menjadikan murid dari segala bangsa’?

      ”Sampai ke Ujung Bumi”

      Tidak lama setelah memberi penugasan ini kepada murid-muridnya, Yesus kembali ke tempat kediaman Bapanya di surga. (Kis. 1:9-11) Sepuluh hari kemudian, pada hari Pentakosta tahun 33 M, pekerjaan menjadikan murid yang ekstensif mulai dilaksanakan. Yesus mencurahkan roh kudus yang telah dijanjikan ke atas murid-muridnya yang tengah menanti. (Kis. 2:1-4; bandingkan Lukas 24:49 dan Kisah 1:4, 5.) Ini memenuhi mereka dengan semangat untuk mengabar tentang Kristus yang telah dibangkitkan dan kedatangannya kembali di masa yang akan datang dengan kuasa Kerajaan.

      Sesuai dengan petunjuk Yesus, murid-murid abad pertama tersebut memulai kesaksian mereka tentang Allah dan Kristus di Yerusalem. (Kis. 1:8) Pada Perayaan Pentakosta, rasul Petrus yang mengambil pimpinan, ”memberi suatu kesaksian yang sungguh-sungguh [”saksama”, NW]” kepada ribuan orang dari banyak bangsa. (Kis. 2:5-11, 40) Segera jumlah pria saja yang percaya menjadi sekitar 5.000 orang. (Kis. 4:4; 6:7) Belakangan, kepada orang-orang Samaria, Filipus memberitakan ”Injil tentang Kerajaan Allah dan tentang nama Yesus Kristus”.—Kis. 8:12.

      Namun jauh lebih banyak pekerjaan masih harus dilakukan. Mulai tahun 36 M, dengan pertobatan Kornelius, orang Kafir yang tidak bersunat, kabar baik mulai tersebar kepada orang-orang non-Yahudi dari segala bangsa. (Kis., psl. 10) Faktanya, penyebarannya begitu cepat sehingga kira-kira pada tahun 60 M, rasul Paulus dapat berkata bahwa kabar baik telah ”dikabarkan di seluruh alam di bawah langit”. (Kol. 1:23) Maka, menjelang akhir abad pertama, para pengikut Yesus yang setia telah menjadikan murid di seluruh wilayah Kekaisaran Romawi—di Asia, Eropa, dan Afrika!

      Karena orang-orang Kristen saksi Yehuwa pada abad pertama telah mencapai begitu banyak dalam waktu yang sedemikian singkat, timbul pertanyaan: Apakah mereka diorganisasi? Jika ya, bagaimana caranya?

      Organisasi Sidang Kristen

      Sejak zaman Musa dan seterusnya, bangsa Yahudi memiliki posisi yang unik—bangsa itu melayani sebagai sidang jemaat Allah. Sidang jemaat itu diorganisasi secara rapi oleh Allah di bawah para tua-tua, pemimpin, hakim, dan pengatur pasukan. (Yos. 23:1, 2) Namun bangsa Yahudi kehilangan posisi mereka yang istimewa ini karena mereka menolak Putra Yehuwa. (Mat. 21:42, 43; 23:37, 38; Kis. 4:24-28) Pada Pentakosta tahun 33 M, sidang Kristen Allah menggantikan sidang jemaat Israel.a Bagaimana sidang Kristen ini diorganisasi?

      Pada hari Pentakosta itu juga, murid-murid telah ”bertekun dalam pengajaran rasul-rasul”, menunjukkan bahwa mereka mulai dengan kesatuan yang didasarkan atas pengajaran. Mulai dari hari pertama tersebut, mereka berkumpul bersama ”dengan sehati”. (Kis. 2:42, 46) Seraya pekerjaan menjadikan murid menyebar, sidang-sidang jemaat yang terdiri dari orang-orang yang percaya mulai terbentuk, mula-mula di Yerusalem dan kemudian di luar Yerusalem. (Kis. 8:1; 9:31; 11:19-21; 14:21-23) Merupakan kebiasaan mereka untuk berkumpul di tempat-tempat umum dan juga di rumah-rumah pribadi.—Kis. 19:8, 9; Rm. 16:3, 5; Kol. 4:15.

      Apa yang mencegah sidang Kristen yang sedang berkembang ini menjadi perkumpulan yang goyah yang terdiri dari sidang-sidang setempat yang independen? Mereka dipersatukan di bawah satu Pemimpin. Sejak permulaan, Yesus Kristus adalah Tuhan dan Kepala yang ditetapkan dari sidang tersebut, dan ia diakui demikian oleh seluruh sidang. (Kis. 2:34-36; Ef. 1:22) Dari surga, Kristus secara aktif memimpin urusan-urusan sidangnya di bumi. Bagaimana? Dengan perantaraan roh kudus dan malaikat-malaikat, yang disediakan Yehuwa untuk membantunya.—Kis. 2:33; bandingkan Kisah 5:19, 20; 8:26; 1 Ptr. 3:22.

      Ada sesuatu lagi yang juga disediakan bagi Kristus untuk membantunya dalam memelihara persatuan sidang Kristen—badan pimpinan yang kelihatan. Pada mulanya, badan pimpinan terdiri atas rasul-rasul Yesus yang setia. Belakangan, ini mencakup para tua-tua lainnya dari sidang Yerusalem dan juga rasul Paulus, walaupun dia tidak tinggal di Yerusalem. Setiap sidang mengakui wewenang dari badan pusat para tua-tua ini dan mencari petunjuknya sewaktu timbul persoalan-persoalan berkenaan organisasi atau doktrin. (Kis. 2:42; 6:1-6; 8:14-17; 11:22; 15:1-31) Apa hasilnya? ”Demikianlah jemaat-jemaat diteguhkan dalam iman dan makin lama makin bertambah besar jumlahnya.”—Kis. 16:4, 5.

      Badan pimpinan, di bawah petunjuk roh kudus, mengawasi pengangkatan para pengawas dan asisten, pelayan sidang, untuk mengurus setiap sidang. Mereka adalah pria-pria yang memenuhi syarat-syarat rohani yang berlaku di seluruh sidang, bukan sekadar standar yang ditentukan secara setempat. (1 Tim. 3:1-13; Tit. 1:5-9; 1 Ptr. 5:1-3) Para pengawas didesak untuk mengikuti Alkitab dan tunduk kepada petunjuk roh kudus. (Kis. 20:28; Tit. 1:9) Semua yang ada dalam sidang dianjurkan untuk ’menaati pemimpin-pemimpin mereka’. (Ibr. 13:17) Dengan cara ini persatuan terpelihara tidak hanya di dalam setiap sidang tetapi juga di dalam sidang Kristen secara keseluruhan.

      Walaupun beberapa pria memegang jabatan yang bertanggung jawab, tidak ada perbedaan antara kaum pemimpin agama dan kaum awam di antara orang-orang Kristen saksi Yehuwa pada abad pertama. Mereka semua bersaudara; hanya ada satu Pemimpin, Kristus.—Mat. 23:8, 10.

      Dikenali dari Tingkah Laku yang Kudus dan Kasih

      Kesaksian yang diberikan oleh saksi-saksi dari Yehuwa abad pertama tidak terbatas hanya pada ”ucapan bibir”. (Ibr. 13:15) Menjadi murid membentuk seluruh kehidupan seorang Kristen yang menjadi saksi. Oleh sebab itu, umat Kristen itu tidak hanya mengumumkan kepercayaan mereka tetapi kepercayaan mereka mengubah hidup mereka. Mereka membuang kepribadian lama dengan praktek-praktek dosanya dan berupaya mengenakan pada diri mereka kepribadian baru yang tercipta selaras dengan kehendak Allah. (Kol. 3:5-10) Mereka tulus dan jujur, juga suka bekerja keras dan dapat diandalkan. (Ef. 4:25, 28) Mereka bersih secara moral—perbuatan seksual yang amoral sangat dilarang. Demikian juga dengan pemabukan dan penyembahan berhala. (Gal. 5:19-21) Maka, untuk alasan yang tepat, kekristenan dikenal sebagai ”Jalan Itu” (NW), suatu jalan atau sikap hidup yang berpusat sekitar iman kepada Yesus, mengikuti jejak kakinya dengan saksama.—Kis. 9:1, 2; 1 Ptr. 2:21, 22.

      Walaupun demikian, ada satu sifat yang lebih menonjol di atas semua yang lain—kasih. Orang-orang Kristen masa awal memperlihatkan perhatian yang pengasih akan kebutuhan sesama rekan seiman. (Rm. 15:26; Gal. 2:10) Mereka mengasihi satu sama lain bukan sama seperti diri sendiri tetapi lebih daripada diri sendiri. (Bandingkan Filipi 2:25-30.) Mereka bahkan rela mati demi sesama mereka. Namun hal ini tidaklah mengherankan. Bukankah Yesus rela mati demi mereka? (Yoh. 15:13; bandingkan Lukas 6:40.) Ia dapat mengatakan kepada murid-muridnya, ”Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-muridKu, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.” (Yoh. 13:34, 35) Kristus memerintahkan para pengikutnya untuk memperlihatkan kasih yang rela berkorban demikian; dan perintah ini diikuti secara saksama oleh murid-muridnya di abad pertama.—Mat. 28:20.

      ”Bukan dari Dunia”

      Agar dapat memenuhi tanggung jawab mereka dalam menjadikan murid dan menjadi saksi bagi Allah dan Kristus, orang-orang Kristen abad pertama tidak dapat membiarkan diri disimpangkan oleh urusan-urusan dunia; mereka harus memberikan perhatian utama kepada penugasan mereka. Yesus pasti telah berbuat demikian. Ia berkata kepada Pilatus, ”KerajaanKu bukan dari dunia ini.” (Yoh. 18:36) Dan kepada murid-muridnya ia dengan jelas menyatakan, ”Kamu bukan dari dunia.” (Yoh. 15:19) Maka, seperti Yesus, orang-orang Kristen masa awal tetap terpisah dari dunia, mereka tidak terlibat dalam politik atau peperangan. (Bandingkan Yohanes 6:15.) Mereka juga tidak terjerat oleh jalan-jalan dunia—dengan keinginannya yang besar dalam mengejar perkara-perkara materi dan pemuasan nafsunya yang berlebihan untuk kesenangan.—Luk. 12:29-31; Rm. 12:2; 1 Ptr. 4:3, 4.

      Karena tetap terpisah dari dunia, orang-orang Kristen saksi abad pertama mudah dikenali. Sejarawan E. G. Hardy menyatakan dalam bukunya Christianity and the Roman Government, ”Orang-orang Kristen adalah orang asing dan musafir di dunia sekeliling mereka; kewarganegaraan mereka di surga; kerajaan yang mereka tatap bukan kerajaan dari dunia ini. Dengan demikian, sikap tidak terlalu berminat akan urusan-urusan masyarakat jelas terlihat sebagai salah satu corak yang menonjol dalam kekristenan.”

      Dianiaya demi Kebenaran

      ”Seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya,” kata Yesus memperingatkan. ”Jikalau mereka telah menganiaya Aku, mereka juga akan menganiaya kamu.” (Yoh. 15:20) Sebelum kematiannya pada tiang siksaan, Yesus menderita penganiayaan yang hebat. (Mat. 26:67; 27:26-31, 38-44) Dan tepat sebagaimana ia peringatkan, murid-muridnya tidak lama kemudian juga mengalami perlakuan yang sama. (Mat. 10:22, 23) Namun mengapa?

      Tidak diperlukan waktu lama bagi umat Kristen masa awal untuk dikenali oleh orang-orang lain. Mereka adalah umat dengan prinsip-prinsip moral yang tinggi dan integritas. Mereka melaksanakan pekerjaan menjadikan murid dengan terus terang dan bersemangat; sebagai hasilnya, secara harfiah ribuan orang meninggalkan sistem agama palsu dan menjadi Kristen. Mereka ini menolak terlibat dalam urusan-urusan dunia. Mereka tidak mau ikut dalam pemujaan kepada kaisar. Maka, tidaklah mengherankan jika mereka segera menjadi sasaran penganiayaan yang keji karena dihasut oleh para pemimpin agama palsu dan penguasa politik yang mendapat keterangan yang salah. (Kis. 12:1-5; 13:45, 50; 14:1-7; 16:19-24) Namun, mereka ini hanya agen-agen manusia dari penganiaya yang sesungguhnya—”si ular tua”, Setan. (Why. 12:9; bandingkan Wahyu 12:12, 17.) Apa tujuannya? Tujuannya adalah penganiayaan terhadap kekristenan dan kesaksiannya yang berani.

      Namun berapa banyak pun penganiayaan, tidak ada yang dapat membungkamkan mulut orang-orang Kristen saksi Yehuwa abad pertama! Mereka telah menerima penugasan untuk mengabar dari Allah melalui Kristus, dan mereka bertekad untuk lebih menaati Allah daripada manusia. (Kis. 4:19, 20, 29; 5:27-32) Mereka bersandar pada kekuatan Yehuwa, percaya bahwa Ia akan memberi imbalan kepada saksi-saksi-Nya yang loyal untuk ketekunan mereka.—Mat. 5:10; Rm. 8:35-39; 15:5.

      Sejarah membuktikan bahwa penganiayaan oleh penguasa Kekaisaran Romawi gagal melenyapkan orang-orang Kristen saksi Yehuwa masa awal. Josephus, seorang sejarawan Yahudi dari abad pertama M mengatakan, ”Dan suku umat Kristen, yang namanya diambil dari [Yesus], sampai pada saat ini [kira-kira tahun 93 M.] belum lenyap.”—Jewish Antiquities, XVIII, 64 (iii, 3).

      Jadi catatan kesaksian dari orang-orang Kristen saksi Yehuwa abad pertama menyingkapkan beberapa ciri yang dapat dengan jelas dikenali: Mereka dengan berani dan bersemangat memenuhi penugasan mereka untuk memberi kesaksian tentang Allah dan Kristus dan melakukan pekerjaan menjadikan murid; mereka memiliki struktur organisasi yang di dalamnya semua orang bersaudara, tanpa perbedaan antara kaum pemimpin agama dan kaum awam; mereka berpegang pada prinsip-prinsip moral yang tinggi dan mengasihi satu sama lain; mereka tetap terpisah dari jalan-jalan dan urusan-urusan dunia; dan mereka dianiaya demi keadilbenaran.

      Namun, pada akhir abad pertama, sidang Kristen yang teguh bersatu diancam oleh bahaya yang serius dan licik.

      [Catatan Kaki]

      a Dalam Kitab-Kitab Yunani Kristen, ”jemaat” (”sidang”) kadang-kadang digunakan dalam arti kolektif, menunjuk kepada sidang Kristen secara umum (1 Kor. 12:28); itu juga dapat menunjuk kepada suatu kelompok setempat di suatu kota atau di rumah seseorang.—Kis. 8:1; Rm. 16:5.

      [Blurb di hlm. 26]

      Murid-murid baru harus menjadi bukan sekadar orang percaya yang pasif, tetapi pengikut yang setia

      [Blurb di hlm. 27]

      Menjadi saksi bagi Yehuwa bukan lagi masalah karena kelahiran melainkan karena pilihan

      [Blurb di hlm. 28]

      Menjelang akhir abad pertama, orang-orang Kristen saksi Yehuwa telah menjadikan murid-murid di Asia, Eropa, dan Afrika!

      [Blurb di hlm. 29]

      Tidak ada perbedaan antara kaum pemimpin agama dan kaum awam di antara umat Kristen abad pertama

      [Kotak di hlm. 27]

      Kekristenan Tersebar melalui Pengabaran yang Bersemangat

      Dikobarkan oleh semangat yang tidak dapat diluluhkan, orang-orang Kristen saksi Yehuwa masa awal mengumumkan kabar baik seluas-luasnya dengan penuh gairah. Edward Gibbon, dalam bukunya ”The Decline and Fall of the Roman Empire”, menyatakan bahwa ”semangat umat Kristen . . . membuat mereka tersebar di seluruh propinsi dan hampir setiap kota dalam kekaisaran [Romawi].” Kata Profesor J. W. Thompson dalam buku ”History of the Middle Ages”, ”Kekristenan telah tersebar dengan kecepatan yang luar biasa di seluruh dunia Romawi. Sampai tahun 100, mungkin seluruh propinsi yang dibatasi oleh Laut Tengah memiliki masyarakat Kristen di dalamnya.”

      [Kotak di hlm. 30]

      ’Kemenangan Kekristenan’

      Sumber-sumber tambahan berdasarkan Alkitab menegaskan tingkah laku yang baik dan kasih yang mencirikan umat Kristen masa awal. Sejarawan John Lord menyatakan, ”Kemenangan sejati dari kekristenan nyata dari dihasilkannya manusia yang baik dari mereka yang memiliki doktrin-doktrinnya. . . . Kami memiliki bukti dari kehidupan mereka yang tidak tercela, moral mereka yang tidak bernoda, kewarganegaraan mereka yang baik, dan kesalehan Kristen mereka.”—”The Old Roman World.”

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan