PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • ”Kami Tergerak oleh Kasih Kristus”
    ”Mari Jadilah Pengikutku”
    • BAGIAN 3

      ”Kami Tergerak Oleh Kasih Kristus”

      Apa yang memotivasi kita untuk terus mengikuti Kristus? Rasul Paulus menjawab, ”Kami tergerak oleh kasih Kristus.” (2 Korintus 5:14) Dalam bagian ini, kita akan mempelajari kasih Yesus—kepada Yehuwa, kepada umat manusia, dan kepada kita secara perorangan. Pelajaran ini benar-benar menggugah kita. Hati kita tersentuh dan kita terdorong untuk bertindak, membuat kemajuan dalam mengikuti teladan Majikan kita.

  • ”Aku Mengasihi Bapak”
    ”Mari Jadilah Pengikutku”
    • PASAL TIGA BELAS

      ”Aku Mengasihi Bapak”

      1, 2. Apa yang disingkapkan oleh Rasul Yohanes tentang malam terakhir rasul-rasul bersama Yesus?

      SEORANG pria lansia mencelupkan penanya ke dalam tinta, pikirannya sarat dengan kenangan. Namanya Yohanes, dan dia adalah rasul terakhir Yesus Kristus yang masih hidup. Yohanes, yang saat itu berusia kira-kira 100 tahun, mengenang kejadian pada suatu malam yang tak terlupakan kira-kira 70 tahun sebelumnya—malam terakhir dia dan rasul-rasul lain bersama Yesus sebelum kematiannya. Karena dibimbing kuasa kudus Allah, Yohanes bisa mengingat dan menuliskan berbagai peristiwa dengan sangat terperinci.

      2 Pada malam itu, Yesus mengatakan dengan jelas bahwa dia akan segera dibunuh. Hanya Yohanes yang menyingkapkan mengapa Yesus mengatakan bahwa dia akan mengalami kematian yang menyakitkan itu: ”Supaya dunia tahu bahwa aku mengasihi Bapak, aku melakukan apa yang Bapak perintahkan kepadaku. Ayo kita pergi dari sini.”​—Yohanes 14:31.

      3. Bagaimana Yesus memperlihatkan bahwa dia mengasihi Bapaknya?

      3 ”Aku mengasihi Bapak.” Bagi Yesus, tak ada yang lebih penting daripada hal itu. Memang, dia tidak terus mengulang-ulangi pernyataan itu. Malah, Yohanes 14:31 adalah satu-satunya ayat yang mencatat pernyataan kasih Yesus kepada Bapaknya secara gamblang. Namun, kebenaran kata-kata itu nyata dari cara hidup Yesus. Kasihnya kepada Yehuwa tampak jelas setiap hari. Keberanian, ketaatan, dan ketekunan Yesus, semuanya membuktikan kasihnya kepada Allah. Seluruh pelayanannya dimotivasi oleh kasih ini.

      4, 5. Jenis kasih apa yang ditonjolkan oleh Alkitab, dan apa yang dapat dikomentari tentang kasih Yesus kepada Yehuwa?

      4 Sekarang, ada yang mungkin menganggap kasih sebagai sifat yang lemah. Mereka mungkin mengaitkannya dengan puisi dan lagu cinta, atau bahkan perasaan seseorang sewaktu dimabuk asmara. Alkitab memang membahas cinta romantis, kendati dengan cara yang lebih bermartabat. (Amsal 5:15-21) Namun, Firman Allah memuat lebih banyak keterangan tentang jenis kasih yang lain. Kasih ini bukan sekadar nafsu atau emosi sesaat; juga bukan filsafat tentang hubungan antarmanusia yang dingin dan teoretis. Kasih ini melibatkan hati dan pikiran. Kasih ini bersemi dalam batin, diatur oleh dan selaras dengan prinsip yang luhur, serta dinyatakan melalui tindakan yang positif. Kasih ini tidak mudah sirna. ”Kasih tidak akan berakhir,” kata Firman Allah.​—1 Korintus 13:8.

      5 Dari antara semua manusia yang pernah hidup, Yesus-lah yang paling mengasihi Yehuwa. Tak ada pribadi lain yang mengungguli Yesus dalam hal mempraktekkan kata-kata yang dia sendiri kutip sebagai perintah terbesar dari Allah: ”Kasihilah Yehuwa Allahmu dengan sepenuh hati, sepenuh jiwa, seluruh pikiran, dan seluruh kekuatanmu.’” (Markus 12:30) Bagaimana Yesus memupuk kasih seperti itu? Bagaimana dia menjaga kasihnya kepada Allah tetap kuat selama berada di bumi? Dan, bagaimana kita dapat menirunya?

      Ikatan Kasih yang Tertua dan Terkuat

      6, 7. Bagaimana kita tahu bahwa yang diuraikan di Amsal 8:22-31 adalah Putra Allah, bukan sekadar hikmat?

      6 Pernahkah Saudara mengerjakan suatu proyek bersama seorang teman dan sewaktu proyek itu selesai, kalian menjadi lebih akrab? Pengalaman yang menyenangkan itu bisa membantu kita memahami kasih yang terjalin di antara Yehuwa dan Putra tunggal-Nya. Kita sudah sering membahas Amsal 8:30, tetapi mari kita cermati ayat itu menurut konteksnya. Di ayat 22 sampai 31, terdapat uraian terilham tentang hikmat yang dipersonifikasi. Namun, bagaimana kita tahu bahwa ayat-ayat ini memaksudkan Putra Allah?

      7 Di ayat 22, hikmat mengatakan, ”Yehuwa menciptakan aku sebagai awal kegiatan-Nya, yang paling awal dari semua hasil kerja-Nya di zaman dulu.” Yang dimaksud di sini pastilah bukan sekadar hikmat, karena hikmat tidak pernah ’diciptakan’. Hikmat tidak memiliki permulaan, karena Yehuwa selalu ada dan senantiasa berhikmat. (Mazmur 90:2) Namun, Putra Allah adalah ”ciptaan yang pertama”. Dia dihasilkan, atau diciptakan; dia adalah yang paling awal dari semua hasil pekerjaan Yehuwa. (Kolose 1:15) Seperti diuraikan di Amsal, sang Putra sudah ada sebelum bumi dan langit diciptakan. Dan, sebagai Firman, Juru Bicara Allah sendiri, dia menyingkapkan hikmat Yehuwa dengan sempurna.​—Yohanes 1:1.

      8. Apa saja yang dikerjakan oleh sang Putra sebelum menjadi manusia, dan apa yang bisa kita pikirkan sewaktu mengagumi ciptaan?

      8 Apa saja yang dikerjakan sang Putra selama waktu yang tak terbilang sebelum dia datang ke bumi? Ayat 30 mengatakan bahwa dia ada di sisi Allah sebagai ”pekerja ahli”. Apa artinya? Kolose 1:16 menjelaskan, ”Melalui dialah semua yang di surga dan di bumi diciptakan . . . Semua yang lainnya diciptakan melalui dia dan untuk dia.” Jadi, Yehuwa sebagai Pencipta bekerja melalui Putra-Nya, sang Pekerja Ahli, untuk membuat setiap ciptaan lain—makhluk roh di surga, alam semesta yang sangat luas, bumi dengan beragam flora dan faunanya yang mengagumkan, dan ciptaan yang terunggul di bumi: manusia. Dalam beberapa segi, kita dapat mengumpamakan kerja sama antara Bapak dan Putra ini dengan seorang arsitek yang bekerja bersama seorang kontraktor, yang mewujudkan rancangan kreatif sang arsitek. Sewaktu mengagumi salah satu aspek ciptaan, kita sebenarnya memuji Sang Arsitek Agung. (Mazmur 19:1) Namun, kita juga teringat akan kerja sama yang penuh kebahagiaan antara Sang Pencipta dan ”pekerja ahli”-Nya selama jangka waktu yang lama.

      9, 10. (a) Apa yang memperkuat ikatan antara Yehuwa dan Putra-Nya? (b) Apa yang dapat memperkuat ikatan Saudara dengan Bapak surgawi Saudara?

      9 Sewaktu dua manusia yang tidak sempurna bekerja bersama, adakalanya mereka sulit akur. Tidak demikian dengan Yehuwa dan Putra-Nya! Selama jangka waktu yang tak terbilang, Putra bekerja bersama Sang Bapak, dan dia mengatakan, ”Aku bergembira di hadapannya sepanjang waktu.” (Amsal 8:30) Ya, dia senang berada bersama Bapaknya, dan itu juga yang dirasakan Sang Bapak. Wajar apabila Putra semakin mirip dengan Sang Bapak, belajar meniru sifat-sifat Allah. Jadi, tidak mengherankan bahwa ikatan antara Bapak dan Putra terjalin begitu kuat! Tepatlah jika dikatakan bahwa itu adalah ikatan kasih yang tertua dan terkuat di seluruh alam semesta.

      10 Namun, apa pengaruhnya atas kita? Saudara mungkin merasa bahwa mustahil Saudara menjalin ikatan seperti itu dengan Yehuwa. Memang, tak satu pun dari antara kita memiliki kedudukan setinggi sang Putra. Namun, kita memiliki kesempatan yang menakjubkan. Ingatlah, Yesus semakin dekat dengan Bapaknya karena bekerja bersama-Nya. Yehuwa dengan pengasih menawari kita kesempatan menjadi ’rekan sekerja-Nya’. (1 Korintus 3:9) Sambil mengikuti teladan Yesus dalam pelayanan, kita hendaknya selalu ingat bahwa kita adalah rekan sekerja Allah. Dengan demikian, ikatan kasih yang mempersatukan kita dengan Yehuwa terjalin semakin kuat. Adakah kehormatan lain yang lebih besar?

      Cara Yesus Menjaga Kasihnya kepada Yehuwa Tetap Kuat

      11-13. (a) Mengapa ada baiknya kita membayangkan kasih sebagai sesuatu yang hidup, dan sewaktu muda, bagaimana Yesus menjaga kasihnya kepada Yehuwa tetap kuat? (b) Bagaimana Putra Allah memperlihatkan bahwa dia senang belajar dari Yehuwa, baik sebelum datang ke bumi maupun sebagai manusia?

      11 Dalam banyak segi, kita bisa membayangkan kasih di hati kita sebagai sesuatu yang hidup. Seperti tanaman hias yang indah, kasih perlu dipupuk dan diurus agar bertumbuh dan berkembang. Jika ditelantarkan dan tidak dipupuk, kasih melemah lalu mati. Yesus tidak menganggap remeh kasihnya kepada Yehuwa. Dia menjaganya tetap kuat dan berkembang selama dia hidup di bumi. Mari kita lihat caranya.

      12 Pikirkan kembali peristiwa ketika Yesus muda berbicara di bait di Yerusalem. Ingatlah kata-katanya kepada orang tuanya yang cemas: ”Kenapa Ibu dan Ayah cari-cari aku? Bukankah Ibu dan Ayah tahu aku harus ada di rumah Bapakku?” (Lukas 2:49) Semasa muda, Yesus tampaknya belum mengingat kehidupannya sebelum menjadi manusia. Namun, kasihnya kepada Bapaknya, Yehuwa, sangat kuat. Dia tahu bahwa kasih itu sewajarnya dinyatakan melalui ibadah. Jadi, bagi Yesus, tak ada tempat lain di bumi yang semenarik rumah ibadah yang murni milik Bapaknya. Dia rindu berada di sana dan tidak mau meninggalkannya. Selain itu, dia bukan pengamat yang pasif. Dia ingin sekali belajar tentang Yehuwa dan mengungkapkan apa yang dia ketahui. Perasaan itu sudah ada sebelum dia berusia 12 tahun, dan tidak memudar setelah itu.

      13 Sebelum menjadi manusia, Putra sudah memiliki keinginan yang besar untuk belajar dari Bapaknya. Nubuat di Yesaya 50:4-6 menyingkapkan bahwa Yehuwa memberi Putra-Nya pendidikan khusus tentang peranannya sebagai Mesias. Meskipun hal itu mencakup belajar tentang beberapa kesukaran yang akan dialami Pribadi yang Dilantik Yehuwa, sang Putra mempelajarinya dengan bersemangat. Belakangan, setelah datang ke bumi dan bertumbuh dewasa, Yesus tetap senang pergi ke rumah Bapaknya untuk beribadah dan mengajarkan hal-hal yang selaras dengan kehendak Yehuwa. Itu sebabnya, Alkitab melaporkan bahwa Yesus dengan setia hadir di bait dan di rumah ibadah. (Lukas 4:16; 19:47) Jika kita ingin menjaga kasih kita kepada Yehuwa tetap hidup dan berkembang, kita perlu rajin berhimpun, karena di sanalah kita menyembah Yehuwa dan memperdalam pengetahuan serta penghargaan kita akan Dia.

      Yesus berdoa di gunung.

      ”Dia naik ke gunung sendirian untuk berdoa”

      14, 15. (a) Mengapa Yesus adakalanya menyendiri? (b) Bagaimana doa Yesus kepada Bapaknya menyingkapkan keakraban dan respek?

      14 Yesus juga menjaga kasihnya kepada Yehuwa tetap kuat dengan berdoa secara teratur. Meskipun dia ramah dan suka bergaul, menarik untuk diperhatikan bahwa dia sangat menghargai kesendirian. Misalnya, Lukas 5:16 mengatakan, ”Dia sering pergi ke tempat sepi untuk berdoa.” Demikian pula, Matius 14:23 menyatakan, ”Setelah membubarkan orang-orang, dia naik ke gunung sendirian untuk berdoa. Ketika malam tiba, dia berada di sana sendirian.” Alasan Yesus menyendiri dalam peristiwa ini dan peristiwa lain bukanlah karena dia suka mengucilkan diri atau tidak suka ditemani orang lain, melainkan karena dia ingin berdua saja dengan Yehuwa, berbicara kepada Bapaknya dengan leluasa melalui doa.

      15 Sewaktu berdoa, Yesus adakalanya menggunakan ungkapan ”Abba, Bapak”. (Markus 14:36) Pada zaman Yesus, ”Abba” adalah panggilan akrab seorang anak kepada ayahnya. Sering kali, itu adalah salah satu kata pertama yang dipelajari seorang anak. Namun, kata itu menunjukkan respek. Selain menyingkapkan keakraban Putra sewaktu berbicara kepada Bapak yang dikasihinya, kata itu juga menunjukkan respek yang dalam terhadap wewenang Yehuwa sebagai Bapak. Perpaduan antara keakraban dan respek ini dapat kita temukan dalam semua doa Yesus yang tercatat. Misalnya, Yohanes pasal 17 berisi doa Yesus yang panjang dan sepenuh hati pada malam terakhirnya. Hati kita benar-benar tergugah sewaktu menyimak doa itu dan kita perlu menirunya—tentunya bukan dengan mengulang-ulangi kata-kata Yesus, melainkan dengan berupaya mencurahkan isi hati kita kepada Bapak surgawi kita sesering mungkin. Dengan melakukannya, kasih kita kepada-Nya akan tetap hidup dan kuat.

      16, 17. (a) Bagaimana Yesus mengungkapkan kasihnya kepada Bapak melalui kata-kata? (b) Bagaimana Yesus menggambarkan kemurahan hati Bapaknya?

      16 Seperti yang telah kita bahas, Yesus tidak berulang-ulang mengatakan, ”Aku mengasihi Bapak.” Namun, dia sering mengungkapkan kasihnya kepada Bapak dengan kata-kata. Bagaimana? Yesus sendiri mengatakan, ”Aku memuji-Mu di depan umum, Bapak, Tuan atas langit dan bumi.” (Matius 11:25) Sewaktu mempelajari Bagian 2 buku ini, kita melihat bahwa Yesus senang memuji Bapaknya dengan membantu orang-orang mengenal Dia. Misalnya, dia menyamakan Yehuwa dengan bapak yang sangat ingin mengampuni putranya yang membangkang sampai-sampai dia menunggu kedatangan pemuda yang bertobat itu dan sewaktu melihatnya dari jauh, dia berlari untuk menemui dan memeluknya. (Lukas 15:20) Siapa pun yang membaca kisah itu mau tidak mau tersentuh oleh gambaran Yesus tentang kasih dan pengampunan Yehuwa.

      17 Yesus sering memuji kemurahan hati Bapaknya. Dia menggunakan contoh orang tua yang tidak sempurna untuk meyakinkan kita bahwa Bapak kita pasti akan memberi kita kuasa kudus yang dibutuhkan. (Lukas 11:13) Yesus juga berbicara tentang harapan yang diulurkan oleh Sang Bapak dengan begitu murah hati. Yesus dengan penuh kerinduan melukiskan harapannya sendiri untuk kembali ke sisi Bapaknya di surga. (Yohanes 14:28; 17:5) Dia memberi tahu para pengikutnya tentang harapan yang Yehuwa ulurkan kepada ”kawanan kecil” milik Kristus—yakni untuk tinggal di surga dan ikut memerintah bersama sang Raja yang dilantik Yehuwa. (Lukas 12:32; Yohanes 14:2) Dan, dia memberitahukan harapan kehidupan di Firdaus untuk menghibur seorang pelaku kesalahan yang sedang sekarat. (Lukas 23:43) Tentulah, dengan membicarakan kemurahan hati Bapaknya yang luar biasa itu, Yesus menjaga kasihnya kepada Yehuwa tetap kuat. Banyak pengikut Kristus telah mendapati bahwa bantuan terbesar untuk memperkuat kasih dan iman mereka kepada Yehuwa adalah dengan berbicara tentang diri-Nya dan harapan yang diulurkan-Nya kepada orang-orang yang mengasihi Dia.

      Maukah Saudara Meniru Kasih Yesus kepada Yehuwa?

      18. Hal terpenting apa yang perlu kita ikuti dari Yesus, dan mengapa?

      18 Dari antara semua hal yang perlu kita ikuti dari Yesus, tak ada yang lebih penting daripada ini: Kita harus mengasihi Yehuwa dengan sepenuh hati, jiwa, pikiran, dan kekuatan kita. (Lukas 10:27) Kasih itu diukur tidak hanya dari seberapa kuat perasaan kita, tetapi juga dari seberapa banyak tindakan kasih kita. Yesus tidak puas sekadar merasa mengasihi Bapaknya atau sekadar mengatakan, ”Aku mengasihi Bapak.” Dia berkata, ”Supaya dunia tahu bahwa aku mengasihi Bapak, aku melakukan apa yang Bapak perintahkan kepadaku.” (Yohanes 14:31) Setan menuduh bahwa semua manusia melayani Yehuwa karena kasih yang mementingkan diri. (Ayub 2:4, 5) Guna memberikan jawaban terbaik untuk fitnah keji Setan, Yesus berani bertindak dan memperlihatkan kepada dunia seberapa besar kasihnya kepada Bapak. Dia taat bahkan hingga menyerahkan kehidupannya. Maukah Saudara mengikuti Yesus? Maukah Saudara memperlihatkan kepada dunia bahwa Saudara benar-benar mengasihi Allah Yehuwa?

      19, 20. (a) Untuk alasan penting apa saja kita ingin berhimpun secara teratur? (b) Kita bisa memandang pelajaran pribadi, perenungan, dan doa kita sebagai apa?

      19 Memperlihatkan kasih seperti itu merupakan kebutuhan rohani kita yang sangat mendasar. Itu sebabnya, Yehuwa telah mengatur agar cara kita beribadah dapat memupuk dan memperkuat kasih kita kepada Sang Bapak. Sewaktu berhimpun, camkanlah bahwa Saudara datang untuk beribadah kepada Allah Saudara. Aspek-aspek ibadah itu mencakup ikut berdoa dengan sepenuh jiwa, melantunkan nyanyian pujian, mendengarkan baik-baik, dan memberikan komentar bila mungkin. Perhimpunan juga memberi Saudara kesempatan untuk menganjurkan rekan-rekan Kristen. (Ibrani 10:24, 25) Beribadah kepada Yehuwa secara teratur di perhimpunan akan membantu Saudara semakin mengasihi Allah.

      20 Begitu pula halnya dengan pelajaran pribadi, perenungan, dan doa. Pandanglah hal-hal ini sebagai cara untuk berdua saja dengan Yehuwa. Sementara Saudara mempelajari Firman Allah yang tertulis dan merenungkannya, Yehuwa menyampaikan buah-buah pikiran-Nya kepada Saudara. Sewaktu berdoa, Saudara membuka hati Saudara kepada-Nya. Ingatlah, doa bukan sekadar untuk meminta sesuatu dari Allah. Doa juga merupakan kesempatan untuk bersyukur kepada Yehuwa atas berkat-berkat yang telah Saudara terima dan untuk memuji Dia atas berbagai karya-Nya yang menakjubkan. (Mazmur 146:1) Selain itu, memuji Yehuwa di depan umum dengan penuh sukacita dan semangat adalah cara terbaik untuk bersyukur kepada Yehuwa dan memperlihatkan bahwa Saudara mengasihi Dia.

      21. Seberapa pentingkah kasih kepada Yehuwa, dan apa yang akan ditinjau di pasal-pasal selanjutnya?

      21 Kasih kepada Allah adalah kunci kebahagiaan kekal Saudara. Hanya itu yang Adam dan Hawa butuhkan untuk berhasil taat—dan satu hal itu yang gagal mereka kembangkan. Itulah hal terpenting yang Saudara perlukan untuk lulus dari ujian iman apa pun, menolak godaan apa pun, dan bertekun menghadapi cobaan apa pun. Itulah unsur terpenting menjadi pengikut Yesus. Tentu saja, kasih kepada Allah berkaitan dengan kasih kepada sesama kita manusia. (1 Yohanes 4:20) Di pasal-pasal selanjutnya, kita akan meninjau cara Yesus memperlihatkan kasih kepada orang-orang. Di pasal berikut, kita akan mengupas mengapa begitu banyak orang menganggap Yesus mudah didekati.

      Bagaimana Saudara Dapat Mengikuti Yesus?

      • Sewaktu berdoa, bagaimana kita dapat memperlihatkan keyakinan akan Yehuwa, seperti halnya Yesus?​—Yohanes 11:41, 42; Ibrani 11:6.

      • Bagaimana kita dapat mengungkapkan kasih yang sepenuh hati kepada Yehuwa melalui cara kita menggunakan nama-Nya?​—Yohanes 17:6-8.

      • Jika kita mengasihi Yehuwa, mengapa kita harus meniru Yesus dengan tetap terpisah dari dunia?​—Yohanes 17:14-16; Yakobus 4:8.

      • Bagaimana kita dapat menerapkan nasihat Yesus agar tetap memiliki kasih yang sangat kuat kepada Yehuwa?​—Wahyu 2:1-5.

  • ”Sekumpulan Besar Orang Datang Kepadanya”
    ”Mari Jadilah Pengikutku”
    • PASAL EMPAT BELAS

      ”Sekumpulan Besar Orang Datang Kepadanya”

      Yesus dengan hangat merangkul anak-anak kecil; orang tua anak-anak itu melihatnya.

      ”Biarkan anak-anak kecil itu datang kepadaku”

      1-3. Apa yang terjadi sewaktu beberapa orang tua membawa anak-anak mereka kepada Yesus, dan apa yang disingkapkan oleh peristiwa ini tentang Yesus?

      YESUS tahu bahwa kehidupannya di bumi akan segera berakhir. Waktunya tinggal beberapa minggu lagi, padahal masih banyak sekali yang harus dia lakukan! Saat itu, dia sedang mengabar bersama para rasulnya di Perea, daerah di sebelah timur Sungai Yordan. Mereka mengabar sepanjang perjalanan ke selatan menuju Yerusalem, dan di sana Yesus akan menghadiri Paskahnya yang terakhir dan terpenting.

      2 Setelah suatu diskusi serius antara Yesus dan beberapa pemimpin agama, terjadi sedikit gangguan. Orang-orang membawa anak-anak mereka kepada Yesus. Tampaknya, anak-anak itu beragam usianya, sebab Markus menyebut mereka dengan kata yang pernah dia gunakan untuk anak usia 12 tahun, sedangkan Lukas menggunakan kata yang bisa diterjemahkan menjadi ’anak-anak yang masih kecil’. (Lukas 18:15; Markus 5:41, 42; 10:13) Sudah tentu, kalau ada anak-anak, sering kali suasana menjadi ribut dan berisik. Murid-murid Yesus menegur para orang tua itu dengan keras, mungkin karena mengira bahwa Majikan mereka terlalu sibuk untuk memperhatikan anak-anak. Apa yang Yesus lakukan?

      3 Sewaktu melihat apa yang terjadi, Yesus marah. Kepada siapa? Anak-anak itu? Orang tua mereka? Tidak—kepada murid-muridnya! Dia mengatakan, ”Biarkan anak-anak kecil itu datang kepadaku. Jangan halangi mereka, karena Kerajaan Allah akan menjadi milik orang-orang seperti mereka. Sesungguhnya kukatakan, orang yang tidak menerima Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil tidak akan masuk ke dalamnya.” Kemudian, Yesus ”merangkul” anak-anak itu dan memberkati mereka. (Markus 10:13-16) Dari kata-kata yang Markus gunakan tersirat bahwa Yesus memeluk mereka dengan penuh kasih sayang. Bahkan, menurut seorang penerjemah, dia mungkin ”menimang-nimang” beberapa anak kecil. Jelaslah, Yesus menyukai anak-anak. Tetapi, ada lagi yang kita pelajari tentang dia dari peristiwa ini—dia mudah didekati.

      4, 5. (a) Mengapa kita dapat yakin bahwa Yesus mudah didekati? (b) Pertanyaan apa saja yang akan kita ulas dalam pasal ini?

      4 Seandainya Yesus orang yang kaku, dingin, atau angkuh, kemungkinan besar anak-anak itu tidak akan berani dekat-dekat dengan dia; orang tua mereka pun tidak bakal merasa leluasa untuk menghampiri dia. Sewaktu merenungkan peristiwa itu, Saudara pasti dapat membayangkan wajah para orang tua yang berseri-seri ketika pria yang baik hati ini menunjukkan kasih sayang kepada anak-anak mereka, menyatakan bahwa Allah menghargai serta mengasihi mereka, dan memberkati mereka. Ya, walaupun sedang dibebani tanggung jawab yang amat berat, Yesus tetap mudah didekati.

      5 Siapa lagi yang merasa bahwa Yesus mudah didekati? Apa yang membuatnya begitu mudah didekati? Dan, bagaimana kita bisa belajar meniru Yesus dalam hal ini? Mari kita lihat.

      Siapa yang Merasa Bahwa Yesus Mudah Didekati?

      6-8. Yesus sering disertai oleh siapa, dan bagaimana sikapnya terhadap mereka berbeda dengan sikap para pemimpin agama?

      6 Saat membaca catatan Injil, Saudara mungkin kagum karena ada begitu banyak orang yang tidak segan-segan menghampiri Yesus. Misalnya, kita sering membaca bahwa ada ”sekumpulan besar orang” di dekat dia. ”Sekumpulan besar orang mengikuti dia . . . dari Galilea.” ”Sekumpulan besar orang datang kepadanya.” ”Banyak orang . . . berjalan bersama Yesus.” (Matius 4:25; 13:2; Lukas 14:25) Ya, Yesus sering dikerumuni oleh banyak orang.

      7 Pada umumnya, mereka adalah rakyat jelata, yang dihina dengan sebutan ”rakyat negeri” oleh para pemimpin agama. Orang Farisi dan para imam terang-terangan mengatakan, ”Orang-orang ini, yang tidak mengerti Taurat, adalah orang-orang terkutuk.” (Yohanes 7:49) Belakangan, tulisan para rabi meneguhkan sikap tersebut. Banyak pemimpin agama memandang hina orang-orang itu, tidak mau makan bersama mereka, membeli dari mereka, atau bergaul dengan mereka. Malah, ada yang berkeras bahwa orang-orang yang tidak mengetahui hukum lisan tidak memiliki harapan kebangkitan! Jangankan meminta bantuan atau bimbingan dari para pemimpin itu, banyak orang kecil pasti takut berada di dekat mereka. Tetapi, Yesus berbeda.

      8 Yesus leluasa berbaur dengan rakyat jelata. Dia makan bersama mereka, menyembuhkan mereka, mengajar mereka, dan memberi mereka harapan. Tentu saja, Yesus realistis dan mengakui bahwa kebanyakan di antara mereka akan menolak kesempatan melayani Yehuwa. (Matius 7:13, 14) Tetapi, dia berpandangan positif tentang setiap orang dan melihat bahwa banyak orang mempunyai potensi untuk melakukan apa yang benar. Alangkah berbedanya dia dengan para imam dan orang Farisi yang tidak berperasaan itu! Tetapi, yang mengherankan, para imam dan orang Farisi pun menghampiri Yesus, dan beberapa di antara mereka berubah haluan lalu mengikuti Yesus. (Kisah 6:7; 15:5) Beberapa orang yang kaya dan berkuasa juga merasa bahwa Yesus mudah didekati.​—Markus 10:17, 22.

      9. Mengapa para wanita merasa bahwa Yesus mudah didekati?

      9 Para wanita tidak segan-segan menghampiri Yesus. Mereka pasti sering dihina dan direndahkan oleh para pemimpin agama. Menurut kebanyakan rabi, kaum wanita tidak perlu diajar. Malah, wanita tidak diperbolehkan memberikan kesaksian dalam kasus hukum karena dianggap sebagai saksi yang tidak dapat dipercaya. Para rabi bahkan memanjatkan sebuah doa untuk bersyukur kepada Allah karena mereka bukan wanita! Tetapi, kaum wanita tidak diperlakukan dengan hina oleh Yesus. Banyak wanita menghampiri dia, antusias untuk belajar. Sebagai contoh, kita membaca tentang saudara perempuan Lazarus, Maria, yang duduk di kaki Tuan, asyik mendengarkan perkataan Yesus sementara saudara perempuannya, Marta, sibuk dan tegang mempersiapkan makanan. Yesus memuji Maria karena menetapkan prioritas yang benar.​—Lukas 10:39-42.

      10. Bagaimana Yesus berbeda dengan para pemimpin agama dalam hal memperlakukan orang sakit?

      10 Orang sakit juga berbondong-bondong menemui Yesus, meskipun mereka sering diperlakukan sebagai orang buangan oleh para pemimpin agama. Hukum Musa mengatur agar para penderita kusta dikarantina demi alasan kesehatan, tetapi tidak ada dasar untuk bersikap kasar terhadap mereka. (Imamat, pasal 13) Di pihak lain, peraturan para rabi pada masa belakangan menyatakan bahwa penderita kusta itu sama menjijikkannya seperti tahi. Beberapa pemimpin agama malah melempari para penderita kusta dengan batu agar tidak mendekat! Sulit membayangkan bahwa orang-orang yang telah diperlakukan seperti itu akan berani menghampiri guru mana pun, tetapi para penderita kusta menghampiri Yesus. Seorang penderita kusta mengucapkan pernyataan iman yang terkenal ini: ”Tuan, kalau Tuan mau, Tuan bisa membuat saya sembuh.” (Lukas 5:12) Di pasal berikut, kita akan membahas tanggapan Yesus. Namun, untuk saat ini, cukuplah kita menyebutnya sebagai bukti yang paling jelas bahwa Yesus mudah didekati.

      11. Contoh apa yang memperlihatkan bahwa orang-orang yang dibebani perasaan bersalah merasa leluasa untuk menghampiri Yesus, dan mengapa hal ini penting?

      11 Orang-orang yang dibebani perasaan bersalah merasa leluasa untuk menghampiri Yesus. Misalnya, ingatlah peristiwa ketika Yesus dijamu di rumah seorang Farisi. Seorang wanita, yang dikenal sebagai pendosa, datang dan berlutut di kaki Yesus sambil menangisi kesalahannya. Air matanya membasahi kaki Yesus, dan wanita itu mengeringkannya dengan rambutnya. Meskipun sang tuan rumah terperangah lalu mengecam Yesus karena membiarkan wanita itu mendekat, Yesus dengan ramah memuji wanita itu karena pertobatannya yang tulus dan meyakinkan dia bahwa Yehuwa mengampuninya. (Lukas 7:36-50) Terlebih lagi sekarang, orang-orang yang dibebani perasaan bersalah perlu merasa leluasa untuk menghampiri orang-orang yang dapat membantu mereka memulihkan hubungan dengan Allah! Apa sebenarnya yang membuat Yesus begitu mudah didekati?

      Apa yang Membuat Yesus Mudah Didekati?

      12. Mengapa tidak mengherankan bahwa Yesus mudah didekati?

      12 Ingatlah bahwa Yesus dengan sempurna meniru Bapak surgawi yang dia kasihi. (Yohanes 14:9) Alkitab mengingatkan kita bahwa Yehuwa ”tidak jauh dari kita masing-masing”. (Kisah 17:27) Sebagai ”Pendengar doa”, Yehuwa selalu dapat dihampiri oleh hamba-hamba-Nya yang setia dan oleh siapa pun yang dengan tulus ingin mencari dan melayani Dia. (Mazmur 65:2) Bayangkan—Pribadi yang paling berkuasa dan paling penting di alam semesta ini juga paling mudah didekati! Seperti Bapaknya, Yesus mengasihi orang-orang. Dalam pasal-pasal berikut, kita akan membahas kasih yang begitu kuat dalam hati Yesus. Tetapi, alasan utama Yesus mudah didekati adalah karena kasihnya kepada orang-orang mudah terlihat. Mari kita ulas beberapa sikap Yesus yang membuktikan kasih tersebut.

      13. Bagaimana orang tua bisa meniru Yesus?

      13 Orang-orang dapat langsung merasakan bahwa Yesus menaruh minat pribadi kepada mereka. Minat pribadi itu tetap ada sekalipun Yesus berada di bawah tekanan. Sebagaimana telah kita lihat, sewaktu beberapa orang tua membawa anak-anak mereka kepadanya, Yesus tetap mudah didekati meskipun dia sedang sibuk dan terbebani tanggung jawab yang berat. Sungguh bagus teladannya bagi para orang tua! Membesarkan anak dalam dunia sekarang ini tidak mudah. Namun, anak-anak perlu merasa bahwa orang tua mereka mudah didekati. Jika Saudara adalah orang tua, Saudara tahu bahwa adakalanya Saudara sangat sibuk sehingga tidak bisa memberikan perhatian yang dibutuhkan oleh anak Saudara. Namun, dapatkah Saudara meyakinkan dia bahwa Saudara akan menyediakan waktu baginya sesegera mungkin? Kalau Saudara menepati janji, anak Saudara akan belajar manfaatnya bersabar. Dia juga akan belajar bahwa dia bisa mendekati Saudara kapan saja untuk menceritakan problem atau kerisauan apa pun.

      14-16. (a) Bagaimana sampai Yesus mengadakan mukjizatnya yang pertama, dan mengapa tindakan itu luar biasa? (b) Mukjizat Yesus di Kana menyingkapkan apa tentang dirinya, dan pelajaran apa yang bisa ditarik oleh orang tua?

      14 Yesus menunjukkan bahwa dia menganggap serius kekhawatiran orang-orang. Misalnya, perhatikan mukjizat pertama yang Yesus adakan. Saat itu, dia menghadiri pesta pernikahan di Kana, sebuah kota di Galilea. Lalu, timbullah problem yang memalukan—anggur habis! Ibu Yesus, Maria, memberi tahu putranya apa yang terjadi. Apa yang Yesus lakukan? Dia menyuruh para pelayan mengisi enam tempayan batu yang besar dengan air. Ketika pemimpin pesta diminta mencicipinya, ternyata isinya anggur yang baik! Apakah ini semacam tipuan? Tidak, air tersebut ”sudah diubah menjadi anggur”. (Yohanes 2:1-11) Manusia telah lama berhasrat mengubah suatu benda menjadi benda lain. Selama berabad-abad, ahli alkimia mencoba mengubah timbal (timah hitam) menjadi emas. Mereka tidak pernah berhasil—meskipun timbal dan emas sebenarnya adalah dua unsur yang sangat mirip.a Bagaimana dengan air dan anggur? Jika dilihat komposisi kimianya, air sangat sederhana, gabungan dua unsur dasar. Di pihak lain, anggur mengandung hampir seribu komponen, dan banyak di antaranya adalah senyawa kompleks! Mengapa Yesus mau melakukan tindakan menakjubkan tersebut untuk mengatasi problem sepele seperti kekurangan anggur di sebuah pesta pernikahan?

      15 Problem itu tidaklah sepele bagi kedua mempelai. Di Timur Tengah zaman dahulu, menjamu para tamu undangan merupakan hal yang sangat penting. Kehabisan anggur di pesta pernikahan akan sangat mempermalukan kedua mempelai, merusak suasana hari pernikahan mereka dan kenangan tentangnya hingga bertahun-tahun kemudian. Ini problem serius bagi mereka, dan Yesus menganggapnya serius juga. Jadi, dia berbuat sesuatu untuk mengatasinya. Kini, Saudara dapat memahami, bukan, mengapa orang-orang menghampiri Yesus untuk menyampaikan kekhawatiran mereka?

      Seorang ibu menghibur anaknya yang sedih karena bonekanya rusak.

      Perlihatkan kepada anak Saudara bahwa Saudara mudah didekati dan benar-benar peduli

      16 Sekali lagi, orang tua bisa memperoleh pelajaran berguna. Bagaimana jika anak Saudara mendekati Saudara, dan dia sedang bersusah hati karena suatu problem? Saudara bisa jadi tergoda untuk menyepelekan kekhawatirannya. Saudara mungkin bahkan tergoda untuk menertawakannya. Dibandingkan dengan problem Saudara sendiri, problem anak itu bisa jadi tampak tidak berarti. Namun, ingatlah bahwa itu bukan problem sepele bagi anak Saudara! Jika hal itu serius bagi orang yang amat Saudara cintai, tidakkah hal itu seharusnya serius juga bagi Saudara? Dengan menunjukkan bahwa Saudara memedulikan apa yang dirisaukan anak Saudara, Saudara akan menjadi orang tua yang mudah didekati.

      17. Apa teladan Yesus dalam hal memperlihatkan kelembutan, dan mengapa sifat itu merupakan bukti kekuatan?

      17 Seperti yang kita bahas di Pasal 3, Yesus lembut dan rendah hati. (Matius 11:29) Kelembutan adalah sifat yang indah, bukti yang kuat bahwa seseorang rendah hati. Sifat ini adalah bagian dari buah kuasa kudus Allah dan berkaitan dengan hikmat dari Allah. (Galatia 5:22, 23; Yakobus 3:13) Bahkan ketika diprovokasi dengan hebat, Yesus tetap mengendalikan diri. Kelembutannya sama sekali bukan kelemahan. Tentang sifat ini, seorang pakar menyatakan, ”Di balik kelembutan terdapat kekuatan baja.” Ya, sering dibutuhkan kekuatan untuk menahan emosi dan memperlakukan orang lain dengan lembut. Tetapi, seiring dengan berkat Yehuwa atas upaya kita, kita dapat meniru Yesus dalam hal memperlihatkan kelembutan, dan hasilnya, kita akan lebih mudah didekati.

      18. Contoh apa yang menunjukkan bahwa Yesus bersikap masuk akal, dan menurut Saudara, mengapa sikap ini membuat seseorang mudah didekati?

      18 Yesus bersikap masuk akal. Sewaktu Yesus berada di Tirus, seorang wanita menemui dia karena putrinya ”sangat menderita karena kesurupan roh jahat”. Tiga kali, dengan cara yang berbeda, Yesus menunjukkan bahwa dia tidak mau mengabulkan permintaannya. Pertama, dia diam saja; kedua, dia menyebutkan alasan dia tidak bisa melakukan apa yang diminta; ketiga, dia memberikan perumpamaan untuk memperjelas maksudnya. Tetapi, apakah sikapnya dingin, atau kaku? Apakah dia menyiratkan bahwa wanita itu akan mengalami kesulitan karena berani menentang kata-kata seorang tokoh sepenting dirinya? Tidak, wanita itu jelas-jelas tidak merasa terancam. Dia tidak hanya meminta tolong tetapi bersikeras sekalipun Yesus jelas-jelas tidak bersedia menolongnya. Yesus melihat iman yang luar biasa di balik kegigihan wanita itu, dan dia menyembuhkan putrinya. (Matius 15:22-28) Sikap Yesus yang masuk akal, kerelaannya mendengarkan dan mengalah apabila cocok, tentu membuat orang tidak segan-segan menghampiri dia!

      Apakah Saudara Mudah Didekati?

      19. Bagaimana kita tahu apakah kita benar-benar mudah didekati?

      19 Orang sering mengira bahwa dirinya mudah didekati. Beberapa pejabat, misalnya, senang mengatakan bahwa bawahan mereka boleh menghampiri mereka kapan saja. Tetapi, Alkitab memuat peringatan tegas ini: ”Banyak orang mengaku punya kasih setia, tapi orang yang setia susah ditemukan.” (Amsal 20:6) Gampang saja mengatakan bahwa kita mudah didekati, tetapi apakah kita benar-benar meniru aspek kasih Yesus yang satu ini? Jawabannya bergantung, bukan pada cara kita memandang diri sendiri, melainkan pada cara orang lain memandang diri kita. Paulus mengatakan, ”Tunjukkan sikap masuk akal kalian kepada semua orang.” (Filipi 4:5) Kita masing-masing sebaiknya bertanya, ’Bagaimana pandangan orang lain tentang saya? Bagaimana reputasi saya?’

      Seorang penatua menyambut dengan hangat seorang saudara yang mendekatinya.

      Penatua berupaya keras untuk mudah didekati

      20. (a) Mengapa para penatua Kristen perlu mudah didekati? (b) Mengapa kita hendaknya bersikap masuk akal sehubungan dengan apa yang kita harapkan dari para penatua di sidang?

      20 Para penatua Kristen khususnya berupaya keras untuk mudah didekati. Mereka setulusnya ingin memenuhi gambaran yang dicatat di Yesaya 32:1, 2: ”Masing-masing akan menjadi seperti tempat persembunyian dari angin, seperti tempat berlindung dari hujan badai, seperti aliran air di tanah yang kering.” Seorang penatua bisa memberikan perlindungan, kesegaran, dan kelegaan demikian hanya jika dia senantiasa mudah didekati. Memang, hal itu tidak selalu mudah, sebab para penatua memikul tanggung jawab yang berat pada masa yang sulit ini. Namun, para penatua sadar bahwa mengurus kebutuhan domba-domba Yehuwa adalah tugas yang penting. Jadi, mereka berupaya keras agar tidak pernah kelihatan terlalu sibuk. (1 Petrus 5:2) Semua orang di dalam sidang berupaya bersikap masuk akal sehubungan dengan apa yang mereka harapkan dari pria-pria yang setia ini, dengan memperlihatkan semangat kerendahan hati dan kerja sama.​—Ibrani 13:17.

      21. Bagaimana orang tua dapat senantiasa mudah didekati oleh anak-anak mereka, dan apa yang akan kita bahas di pasal berikut?

      21 Orang tua berupaya untuk selalu menyediakan diri bagi anak-anak. Ada begitu banyak hal yang dipertaruhkan! Orang tua ingin agar anak-anak tahu bahwa mereka tidak perlu takut untuk menceritakan apa pun kepada Ayah atau Ibu. Maka, orang tua Kristen sungguh-sungguh berupaya untuk lembut dan masuk akal, tidak langsung marah apabila seorang anak mengakui kesalahan atau menunjukkan cara berpikir yang salah. Ketika melatih anak-anak dengan sabar, orang tua berupaya menjaga agar jalur komunikasi tetap terbuka. Ya, kita semua ingin senantiasa mudah didekati, seperti halnya Yesus. Di pasal berikut, kita akan membahas keibaan hati Yesus yang tulus—salah satu sifat utama yang membuatnya mudah didekati.

      a Orang yang belajar kimia tahu bahwa timbal dan emas letaknya berdekatan pada tabel berkala unsur-unsur. Yang membedakan atom timbal dari atom emas hanyalah tiga proton tambahan pada inti atom timbal. Fisikawan zaman modern bahkan telah berhasil mengubah sejumlah kecil timbal menjadi emas, tetapi prosesnya membutuhkan energi yang begitu besar sehingga tidak ekonomis.

      Bagaimana Saudara Dapat Mengikuti Yesus?

      • Mengapa orang bisa tergugah untuk mendekati kita jika kita mengajukan pertanyaan dan mendengarkan jawabannya dengan saksama?​—Matius 16:13-17.

      • Bagaimana Yesus terbukti mudah didekati bahkan ketika privasinya terganggu, dan bagaimana kita bisa mengikuti teladannya?​—Markus 6:31-34.

      • Bagaimana pandangan Yesus tentang orang-orang yang tidak seiman, dan bagaimana kita akan mudah didekati jika kita meniru pandangannya yang seimbang?​—Lukas 5:29-32.

      • Bagaimana kita dibantu untuk lebih mudah didekati jika kita meniru Yesus yang berpandangan positif tentang orang-orang?​—Yohanes 1:47.

  • ”Tergerak oleh Rasa Kasihan”
    ”Mari Jadilah Pengikutku”
    • PASAL LIMA BELAS

      ”Tergerak oleh Rasa Kasihan”

      Yesus menyembuhkan dua pria buta.

      ”Tuan, bukalah mata kami”

      1-3. (a) Apa yang Yesus lakukan sewaktu dua pengemis buta memohon pertolongannya? (b) Apa arti ungkapan ”tergerak oleh rasa kasihan”? (Lihat catatan kaki.)

      DUA orang buta duduk di pinggir jalan, tidak jauh dari Yerikho. Mereka datang ke sana setiap hari, mencari tempat yang dilalui banyak orang, dan meminta sedekah. Tetapi, hari ini, mereka akan mengalami kejadian yang bakal mengubah hidup mereka secara drastis.

      2 Tiba-tiba, kedua pengemis itu mendengar suara ribut-ribut. Karena tidak bisa melihat apa yang terjadi, salah seorang di antara mereka bertanya kepada orang lain, dan dia diberi tahu, ”Yesus orang Nazaret itu sedang lewat!” Yesus sedang berjalan menuju Yerusalem untuk terakhir kalinya. Tetapi, dia tidak sendirian; serombongan besar orang mengikuti dia. Setelah tahu siapa yang lewat, kedua pengemis itu membuat keributan dengan berteriak-teriak, ”Tuan, Putra Daud, kasihanilah kami!” Karena merasa terganggu, orang-orang menyuruh para pengemis itu tutup mulut, tetapi keduanya nekat. Mereka tidak mau diam.

      3 Yesus mendengar teriakan mereka di antara hiruk pikuk kumpulan orang itu. Apa yang akan dia lakukan? Ada banyak hal yang sedang membebani pikiran dan hatinya. Sebentar lagi dia akan memasuki minggu terakhir kehidupannya di bumi. Dia tahu bahwa penderitaan dan kematian yang mengerikan tengah menantinya di Yerusalem. Namun, dia tidak mengabaikan teriakan yang gigih itu. Dia berhenti dan meminta agar kedua orang yang berteriak-teriak itu dibawa kepadanya. ”Tuan, bukalah mata kami,” mohon mereka. ”Tergerak oleh rasa kasihan”, Yesus menyentuh mata mereka, dan penglihatan mereka pun pulih.a Tanpa menunda-nunda, kedua orang itu mengikuti Yesus.​—Lukas 18:35-43; Matius 20:29-34.

      4. Bagaimana Yesus menggenapi nubuat bahwa dia akan ”mengasihani orang kecil”?

      4 Bukan kali itu saja Yesus beriba hati. Dalam banyak kesempatan dan berbagai keadaan, Yesus benar-benar tergerak untuk memperlihatkan keibaan hati. Alkitab menubuatkan bahwa dia akan ”mengasihani orang kecil”. (Mazmur 72:13) Sesuai dengan kata-kata itu, Yesus peka terhadap perasaan orang lain. Dia berinisiatif menolong orang. Keibaan hati memotivasi dia untuk mengabar. Mari kita lihat bagaimana Injil menyingkapkan keibaan hati yang lembut di balik perkataan dan tindakan Yesus, dan perhatikanlah bagaimana kita bisa memperlihatkan keibaan hati yang serupa.

      Mempertimbangkan Perasaan Orang Lain

      5, 6. Contoh apa saja yang menunjukkan bahwa Yesus adalah orang yang penuh empati?

      5 Yesus adalah orang yang penuh empati. Dia memahami dan bersimpati atas perasaan orang-orang yang menderita. Sekalipun tidak mengalami semua keadaan mereka, dia benar-benar turut merasakan kepedihan hati mereka. (Ibrani 4:15) Sewaktu menyembuhkan seorang wanita yang sudah 12 tahun menderita pendarahan, Yesus menggambarkan penyakit itu sebagai ’penyakit yang menyedihkan’, dengan demikian mengakui bahwa penyakit tersebut telah membuat wanita itu sangat tertekan dan menderita. (Markus 5:25-34) Ketika melihat Maria dan orang-orang yang bersamanya menangisi kematian Lazarus, Yesus merasa sangat sedih dan terguncang. Meskipun tahu bahwa dia akan segera membangkitkan Lazarus, Yesus begitu terenyuh sehingga meneteslah air matanya.​—Yohanes 11:33, 35.

      6 Pada kesempatan lain, seorang penderita kusta mendekati Yesus dan memohon, ”Kalau Tuan mau, Tuan bisa membuat saya sembuh.” Bagaimana tanggapan Yesus, seorang manusia sempurna yang tidak pernah sakit? Dia berempati kepada penderita kusta itu. Ya, dia ”tergerak oleh rasa kasihan”. (Markus 1:40-42) Kemudian, dia melakukan sesuatu yang luar biasa. Dia tahu betul bahwa menurut hukum, para penderita kusta itu najis dan tidak boleh berbaur dengan orang lain. (Imamat 13:45, 46) Yesus tentu sanggup menyembuhkan pria ini tanpa kontak fisik. (Matius 8:5-13) Namun, dia memilih untuk mengulurkan tangannya dan menyentuh penderita kusta itu serta berkata, ”Saya mau! Sembuhlah.” Seketika itu juga lenyaplah kustanya. Sungguh lembut empati yang Yesus perlihatkan!

      Seorang saudari sedang menghibur saudari lainnya.

      Berupayalah ”seperasaan” dengan orang lain

      7. Apa yang bisa membantu kita memperkembangkan empati, dan bagaimana perasaan ini bisa diungkapkan?

      7 Sebagai orang Kristen, kita wajib meniru Yesus dalam memperlihatkan empati. Alkitab mendesak kita untuk berupaya ”seperasaan” dengan orang lain.b (1 Petrus 3:8) Mungkin tidak mudah untuk menyelami perasaan orang yang menderita karena penyakit kronis atau depresi—apalagi jika kita belum pernah mengalami sendiri penderitaan semacam itu. Namun, ingatlah, empati tidak bergantung pada apakah kita pernah mengalami hal serupa. Yesus berempati terhadap orang sakit sekalipun dia sendiri tidak pernah sakit. Jadi, bagaimana kita dapat memperkembangkan empati? Dengan sabar mendengarkan saat orang-orang yang menderita membuka hati serta menceritakan perasaan mereka. Kita bisa bertanya kepada diri sendiri, ’Kalau saya mengalami situasi serupa, bagaimana perasaan saya?’ (1 Korintus 12:26) Jika kita mempertajam kepekaan kita terhadap perasaan orang lain, kita akan lebih sanggup untuk ’memberikan kata-kata yang menghibur kepada orang yang tertekan’. (1 Tesalonika 5:14) Adakalanya, empati bisa diungkapkan tidak saja dengan kata-kata, tetapi juga dengan air mata. ”Menangislah bersama orang yang menangis,” kata Roma 12:15.

      8, 9. Bagaimana Yesus memperlihatkan timbang rasa terhadap perasaan orang lain?

      8 Yesus bertimbang rasa terhadap orang-orang lain, dan dia bertindak sedemikian rupa untuk menjaga perasaan mereka. Ingatlah peristiwa ketika seorang pria yang tuli dan terganggu kemampuan bicaranya dibawa kepada Yesus. Tampaknya, Yesus melihat bahwa pria itu merasa malu, maka dia melakukan sesuatu yang tidak biasa dia lakukan sewaktu menyembuhkan orang, Yesus ”membawanya menjauh dari orang-orang”. Lalu, di tempat yang sepi dan tanpa diperhatikan orang banyak, dia menyembuhkan pria itu.​—Markus 7:31-35.

      9 Yesus memperlihatkan timbang rasa serupa sewaktu orang-orang membawa seorang pria buta dan meminta agar pria itu disembuhkan. Yesus ”memegang tangan pria buta itu” dan ”membawanya ke luar desa”. Lalu, dia menyembuhkan pria itu secara bertahap, barangkali agar otak dan matanya bisa perlahan-lahan beradaptasi untuk melihat berbagai benda dan pemandangan di sekelilingnya yang menyilaukan pada siang hari. (Markus 8:22-26) Yesus sungguh bertimbang rasa!

      10. Dengan cara apa saja kita bisa memperlihatkan timbang rasa terhadap perasaan orang lain?

      10 Sebagai pengikut Yesus, kita wajib bertimbang rasa terhadap perasaan orang lain. Maka, kita memperhatikan tutur kata kita, sambil mengingat bahwa kata-kata yang tidak dipikir bisa melukai perasaan orang lain. (Amsal 12:18; 18:21) Kata-kata yang kasar, komentar yang merendahkan, dan sindiran yang pedas tidak boleh terlontar dari mulut orang-orang Kristen, yang peka terhadap perasaan orang lain. (Efesus 4:31) Penatua, bagaimana Saudara dapat memperlihatkan timbang rasa terhadap perasaan orang lain? Sewaktu memberikan nasihat, perhalus kata-kata Saudara dengan keramahan, dan jagalah martabat pendengar Saudara. (Galatia 6:1) Orang tua, bagaimana Saudara bisa bertimbang rasa terhadap perasaan anak-anak? Sewaktu memberikan disiplin, berupayalah tidak mempermalukan anak-anak.​—Kolose 3:21.

      Berinisiatif Menolong Orang Lain

      11, 12. Apa saja catatan Alkitab yang memperlihatkan bahwa Yesus tidak menunggu diminta baru beriba hati terhadap orang lain?

      11 Yesus tidak selalu menunggu diminta baru memperlihatkan keibaan hati. Dan memang, keibaan hati bukan sifat yang pasif, melainkan aktif dan positif. Maka, tidak mengherankan bahwa keibaan hati yang lembut menggerakkan Yesus untuk berinisiatif menolong orang lain. Contohnya, sewaktu sekumpulan besar orang mengikuti dia selama tiga hari tanpa membawa makanan, Yesus tidak menunggu sampai ada yang memberi tahu dia bahwa orang-orang itu kelaparan, atau sampai ada yang menyarankan agar dia berbuat sesuatu. Menurut catatan, ”Yesus memanggil murid-muridnya dan berkata, ’Aku kasihan kepada orang-orang ini. Sudah tiga hari mereka bersamaku, dan mereka tidak punya makanan. Aku tidak mau menyuruh mereka pergi dengan lapar, karena mereka bisa pingsan di jalan.’” Lalu, sepenuhnya atas kehendaknya sendiri, dia memberi makan kumpulan orang itu melalui mukjizat.​—Matius 15:32-38.   

      12 Perhatikan catatan lainnya. Pada tahun 31 M, sementara Yesus mendekati kota Nain, terlihatlah olehnya suatu pemandangan yang menyedihkan. Ada iring-iringan pemakaman yang keluar dari kota itu, mungkin menuju pekuburan di lereng bukit tidak jauh dari situ, untuk menguburkan ”anak tunggal seorang janda”. Dapatkah Saudara bayangkan kepedihan hati sang ibu? Sebentar lagi, putra tunggalnya akan dikuburkan, dan dia tidak mempunyai suami untuk berbagi kesedihan. Di antara semua orang dalam iring-iringan itu, janda yang kini sebatang kara itulah yang dilihat oleh Yesus. Hatinya tersentuh—ya, Yesus ”tergerak oleh rasa kasihan”. Dia tidak menunggu sampai ada yang memohon kepadanya. Keibaan hatinya menggerakkan dia untuk mengambil inisiatif. Maka, ”dia mendekati usungan jenazah itu dan menyentuhnya”, lalu menghidupkan kembali pemuda itu. Bagaimana selanjutnya? Yesus tidak meminta pemuda itu bergabung dengan kumpulan besar orang yang menyertainya. Sebaliknya, Yesus ”menyerahkan dia kepada ibunya”, menyatukan mereka kembali sebagai satu keluarga sehingga janda itu tidak akan telantar.​—Lukas 7:11-15.

      Seorang saudari yang lebih muda sedang membantu saudari lansia menanam bunga.

      Berinisiatiflah menolong orang-orang yang membutuhkan bantuan

      13. Bagaimana kita bisa meniru Yesus dalam mengambil inisiatif yang sepatutnya untuk membantu orang yang membutuhkan?

      13 Bagaimana kita bisa mengikuti teladan Yesus? Tentu saja, kita tidak bisa menyediakan makanan melalui mukjizat atau menghidupkan orang mati. Namun, kita bisa meniru Yesus dengan berinisiatif menolong orang yang membutuhkan. Seorang rekan seiman mungkin menderita kerugian besar secara finansial atau kehilangan pekerjaan. (1 Yohanes 3:17) Rumah seorang janda barangkali perlu segera diperbaiki. (Yakobus 1:27) Kita mungkin mengenal keluarga yang sedang berdukacita, yang membutuhkan penghiburan atau bantuan praktis. (1 Tesalonika 5:11) Jika ada kebutuhan yang nyata, kita tidak perlu menunggu diminta baru menawarkan bantuan. (Amsal 3:27) Keibaan hati akan menggerakkan kita untuk mengambil inisiatif yang sepatutnya guna membantu, sesuai dengan keadaan kita. Jangan pernah lupa bahwa tindakan kebaikan hati yang sederhana atau beberapa patah kata penghiburan yang tulus bisa menjadi pernyataan keibaan hati yang ampuh.​—Kolose 3:12.

      Keibaan Hati Menggerakkan Dia untuk Mengabar

      14. Mengapa Yesus memprioritaskan pekerjaan memberitakan kabar baik?

      14 Sebagaimana kita lihat di Bagian 2 buku ini, Yesus memberikan teladan yang menonjol dalam hal memberitakan kabar baik. Dia mengatakan, ”Saya juga harus memberitakan kabar baik tentang Kerajaan Allah di kota-kota lain, karena untuk itulah saya diutus.” (Lukas 4:43) Mengapa dia memprioritaskan pekerjaan ini? Terutama karena kasihnya kepada Allah. Tetapi, Yesus mempunyai motif lain: Keibaan hati yang tulus menggerakkan dia untuk menanggapi kebutuhan rohani orang lain. Di antara semua cara dia memperlihatkan keibaan hati, tak ada yang lebih penting daripada memuaskan rasa lapar rohani orang lain. Mari kita ulas dua kejadian yang menunjukkan bagaimana Yesus memandang orang-orang yang dia kabari. Pembahasan ini bisa membantu kita menganalisis motif kita sendiri sewaktu ikut dalam pelayanan umum.

      15, 16. Ceritakan dua kejadian yang menunjukkan pandangan Yesus terhadap orang-orang yang dia kabari.

      15 Pada tahun 31 M, setelah kira-kira dua tahun mengerahkan diri sekuat tenaga dalam pelayanan, Yesus meluaskan upayanya dengan mengadakan ”perjalanan keliling ke semua kota dan desa” di Galilea. Hatinya tersentuh oleh apa yang dilihatnya. Rasul Matius melaporkan, ”Ketika melihat kumpulan orang, dia merasa kasihan kepada mereka, karena mereka ditindas dan telantar seperti domba-domba tanpa gembala.” (Matius 9:35, 36) Yesus berempati terhadap rakyat jelata. Dia benar-benar memahami kondisi rohani mereka yang mengenaskan. Dia tahu bahwa mereka diperlakukan dengan buruk dan sama sekali diabaikan, justru oleh orang-orang yang seharusnya menggembalakan mereka—para pemimpin agama. Karena termotivasi oleh keibaan hati yang dalam, Yesus bekerja keras menyampaikan berita harapan kepada orang-orang. Yang paling mereka butuhkan adalah kabar baik Kerajaan Allah.

      16 Hal serupa terjadi beberapa bulan kemudian, menjelang Paskah 32 M. Ketika itu, Yesus dan para rasulnya naik perahu dan menyeberangi Laut Galilea untuk mencari tempat istirahat yang tenang. Tetapi, sekumpulan orang berlari di sepanjang pantai dan sampai di seberang sebelum perahu tiba. Bagaimana reaksi Yesus? ”Ketika turun dari perahu, Yesus melihat sekumpulan besar orang, dan dia tergerak oleh rasa kasihan, karena mereka seperti domba tanpa gembala. Maka dia mulai mengajar mereka banyak hal.” (Markus 6:31-34) Sekali lagi, Yesus ”tergerak oleh rasa kasihan” karena melihat betapa merananya mereka secara rohani. Seperti ”domba tanpa gembala”, mereka kelaparan secara rohani dan dibiarkan mengurus diri sendiri. Yesus termotivasi untuk mengabar, bukan karena merasa wajib, melainkan karena beriba hati.

      Seorang saudari menunjukkan keibaan hati waktu mengabar kepada seorang wanita.

      Mengabarlah dengan keibaan hati

      17, 18. (a) Apa yang memotivasi kita untuk ikut dalam pelayanan? (b) Bagaimana kita bisa memupuk keibaan hati terhadap orang lain?

      17 Sebagai pengikut Yesus, apa yang memotivasi kita untuk ikut dalam pelayanan? Seperti yang kita lihat di Pasal 9 buku ini, kita diberi amanat, tanggung jawab, untuk mengabar dan membuat murid. (Matius 28:19, 20; 1 Korintus 9:16) Tetapi, motif kita ikut dalam pekerjaan ini tidak boleh hanya karena merasa wajib. Di atas segalanya, kasih kepada Yehuwa menggerakkan kita untuk memberitakan kabar baik tentang Kerajaan-Nya. Kita juga termotivasi untuk mengabar karena kita beriba hati terhadap orang-orang yang berbeda kepercayaan dengan kita. (Markus 12:28-31) Kalau begitu, bagaimana kita bisa memupuk keibaan hati terhadap orang lain?

      18 Kita perlu memandang orang-orang seperti Yesus memandang mereka—”ditindas dan telantar seperti domba-domba tanpa gembala”. Bayangkan jika kita menemukan seekor anak domba yang tersesat dan kebingungan. Tanpa gembala yang menuntunnya ke air dan padang rumput yang hijau, makhluk malang itu kehausan dan kelaparan. Tidakkah Saudara akan jatuh kasihan kepada anak domba itu? Tidakkah Saudara akan berupaya sebisa-bisanya untuk memberinya makan dan minum? Seperti anak domba itulah banyak orang yang belum mengenal kabar baik. Karena ditelantarkan oleh gembala-gembala agama palsu, mereka kelaparan dan kehausan secara rohani, tanpa harapan sejati akan masa depan. Kita memiliki apa yang mereka butuhkan: makanan rohani yang bergizi dan air kebenaran yang menyegarkan dari Firman Allah. (Yesaya 55:1, 2) Apabila kita merenungkan kebutuhan rohani orang-orang di sekitar kita, kita pun jatuh kasihan kepada mereka. Jika, seperti Yesus, kita sangat mengasihani orang-orang, kita akan berupaya sebisa-bisanya untuk menceritakan harapan Kerajaan kepada mereka.

      19. Apa yang dapat kita lakukan untuk turut memotivasi pelajar Alkitab yang memenuhi syarat untuk ikut dalam pelayanan umum?

      19 Bagaimana kita bisa membantu orang lain mengikuti teladan Yesus? Katakanlah kita ingin menganjurkan pelajar Alkitab yang memenuhi syarat untuk mulai ikut dalam pengabaran kepada umum. Atau, mungkin kita ingin membantu penyiar yang tidak aktif untuk kembali ikut serta sepenuhnya dalam pelayanan. Bagaimana caranya membantu mereka? Kita perlu menggugah hati mereka. Ingatlah bahwa Yesus terlebih dahulu ”tergerak oleh rasa kasihan” terhadap orang-orang, kemudian dia mengajar mereka. (Markus 6:34) Jadi, jika kita dapat membantu pelajar Alkitab atau orang yang tidak aktif untuk memupuk keibaan hati, kemungkinan besar mereka akan tergerak untuk meniru Yesus dan menceritakan kabar baik kepada orang lain. Kita bisa bertanya kepada mereka, ”Manfaat apa saja yang Anda rasakan setelah menerima berita Kerajaan? Bagaimana dengan orang-orang yang belum mengetahui berita ini—tidakkah mereka juga membutuhkan kabar baik? Apa yang bisa Anda lakukan untuk membantu mereka?” Tentu saja, motivasi terkuat untuk ikut dalam pelayanan adalah kasih kepada Allah dan keinginan untuk melayani-Nya.

      20. (a) Apa yang tercakup dalam menjadi pengikut Yesus? (b) Apa yang akan dibahas di pasal berikut?

      20 Menjadi pengikut Yesus mencakup lebih dari sekadar mengulangi perkataannya dan meniru-niru perbuatannya. Kita perlu memperkembangkan ”pikiran dan sikap” yang sama seperti yang dia miliki. (Filipi 2:5) Maka, kita sungguh bersyukur bahwa Alkitab menyingkapkan pikiran dan perasaan di balik perkataan dan tindakan Yesus! Dengan mengenali baik-baik ”pikiran Kristus”, kita akan lebih sanggup memperkembangkan kepekaan serta keibaan hati yang tulus, sehingga kita memperlakukan orang lain seperti cara Yesus memperlakukan orang-orang pada umumnya. (1 Korintus 2:16) Di pasal berikut, kita akan membahas berbagai cara Yesus memperlihatkan kasih, khususnya kepada para pengikutnya.

      a Kata Yunani yang diterjemahkan menjadi ”tergerak oleh rasa kasihan” disebut sebagai salah satu kata yang paling kuat dalam bahasa Yunani untuk melukiskan perasaan iba hati. Sebuah karya referensi menyatakan bahwa kata itu menunjukkan ”bukan saja perasaan pedih saat melihat penderitaan, melainkan juga keinginan yang kuat untuk meringankan dan menyingkirkan penderitaan itu”.

      b Dalam bahasa Yunani, kata sifat yang diterjemahkan menjadi ”seperasaan” secara harfiah berarti ”menderita bersama”.

      Bagaimana Saudara Dapat Mengikuti Yesus?

      • Bagaimana Yesus memperlihatkan keibaan hati sewaktu menjalankan wewenang, dan bagaimana kita bisa meniru dia?​—Matius 11:28-30.

      • Mengapa kita perlu mengikuti teladan Yesus dalam hal memperlihatkan belas kasihan, atau keibaan hati, terhadap orang lain?​—Matius 9:9-13; 23:23.

      • Apa yang Yesus lakukan yang menunjukkan bahwa dia memahami perasaan orang lain, dan bagaimana kita dapat meniru teladannya?​—Lukas 7:36-50.

      • Bagaimana parabel tentang orang Samaria yang baik hati memperlihatkan bahwa keibaan hati adalah sifat yang terpuji, dan bagaimana kita dapat menerapkan pelajaran penting dari kisah itu?​—Lukas 10:29-37.

  • ”Yesus . . . Terus Mengasihi Mereka Sampai Akhir”
    ”Mari Jadilah Pengikutku”
    • PASAL ENAM BELAS

      ”Yesus . . . Terus Mengasihi Mereka Sampai Akhir”

      1, 2. Apa yang Yesus lakukan pada malam terakhirnya bersama rasul-rasul, dan mengapa saat-saat terakhir ini berharga baginya?

      SEWAKTU berkumpul bersama rasul-rasulnya di kamar atas sebuah rumah di Yerusalem, Yesus tahu bahwa inilah malam terakhirnya bersama mereka. Tidak lama lagi dia akan kembali kepada Bapaknya. Beberapa jam kemudian, Yesus akan ditangkap dan imannya diuji habis-habisan. Sekalipun tahu bahwa kematiannya sudah di ambang pintu, dia masih memikirkan kebutuhan rasul-rasulnya.

      2 Yesus telah memberi tahu rasul-rasul tentang kepergiannya, tetapi masih ada yang ingin dia katakan agar mereka kuat menghadapi apa yang akan terjadi. Maka, dia menggunakan saat-saat terakhir yang berharga ini untuk memberi mereka pelajaran-pelajaran penting yang akan membantu mereka tetap setia. Kata-katanya jauh lebih hangat dan akrab daripada yang sudah-sudah. Namun, mengapa Yesus lebih memedulikan rasul-rasulnya ketimbang dirinya sendiri? Mengapa dia menganggap jam-jam terakhir bersama mereka ini begitu berharga? Jawabannya satu kata saja: kasih. Kasihnya kepada mereka sungguh dalam.

      3. Bagaimana kita tahu bahwa bukan pada malam terakhirnya saja Yesus memperlihatkan kasih kepada para pengikutnya?

      3 Puluhan tahun kemudian, di awal catatan terilhamnya tentang peristiwa pada malam itu, Rasul Yohanes menulis, ”Sebelum Perayaan Paskah, Yesus tahu bahwa sudah tiba waktunya bagi dia untuk meninggalkan dunia ini dan pergi kepada Bapak. Karena dia mengasihi para pengikutnya yang ada di dunia, dia terus mengasihi mereka sampai akhir.” (Yohanes 13:1) Bukan pada malam itu saja Yesus menunjukkan bahwa dia mengasihi ”para pengikutnya”. Sepanjang pelayanannya, dia membuktikan kasihnya kepada murid-muridnya, dalam hal besar maupun kecil. Kita hendaknya memeriksa beberapa cara dia memperlihatkan kasih, karena dengan menirunya dalam hal ini, kita terbukti sebagai murid-muridnya yang sejati.

      Memperlihatkan Kesabaran

      4, 5. (a) Mengapa Yesus perlu bersabar sewaktu berurusan dengan murid-muridnya? (b) Apa tanggapan Yesus sewaktu ketiga rasulnya tidak siaga di Taman Getsemani?

      4 Kasih tidak dapat dipisahkan dari kesabaran. ”Orang yang punya kasih itu sabar,” kata 1 Korintus 13:4, dan kesabaran mencakup dengan tenang bertahan menghadapi orang lain. Apakah Yesus perlu bersabar sewaktu berurusan dengan murid-muridnya? Tak diragukan lagi! Seperti yang kita lihat di Pasal 3, rasul-rasulnya lambat memupuk kerendahan hati. Lebih dari satu kali, mereka mempersoalkan siapa yang terbesar di antara mereka. Apa reaksi Yesus? Marah-marah dan merasa kesal atau jengkel? Tidak, dengan sabar dia mengajak mereka bernalar, bahkan sewaktu mereka ”berdebat dengan sengit” tentang persoalan ini pada malam terakhirnya bersama mereka!​—Lukas 22:24-30; Matius 20:20-28; Markus 9:33-37.

      5 Belakangan pada malam terakhir itu, Yesus pergi ke Taman Getsemani bersama 11 rasulnya yang setia, dan kesabarannya kembali diuji. Yesus meninggalkan delapan rasul dan membawa Petrus, Yakobus, serta Yohanes lebih jauh ke dalam taman. ”Aku sedih sekali, seperti mau mati rasanya,” kata Yesus kepada mereka. ”Tunggu di sini dan tetaplah berjaga-jaga denganku.” Dia maju sedikit dan mulai berdoa dengan khusyuk. Setelah berdoa cukup lama, dia kembali menemui ketiga rasulnya. Apa yang mereka lakukan? Pada saat Yesus mengalami cobaannya yang terberat, mereka malah tertidur nyenyak! Apakah dia memarahi mereka karena tidak siaga? Tidak, dengan sabar dia memberi mereka anjuran. Kata-katanya yang ramah memperlihatkan bahwa dia memaklumi tekanan yang mereka alami dan kelemahan mereka.a ”Roh memang bersemangat,” katanya, ”tapi tubuh lemah.” Yesus tetap bersabar pada malam itu, bahkan sewaktu dia mendapati mereka tertidur bukan hanya satu melainkan dua kali lagi!​—Matius 26:36-46.

      6. Bagaimana kita bisa meniru Yesus sewaktu berurusan dengan orang lain?

      6 Sungguh membesarkan hati untuk memperhatikan bahwa Yesus tidak putus asa terhadap rasul-rasulnya. Kesabaran Yesus akhirnya membuahkan hasil, karena pria-pria yang setia ini belajar pentingnya rendah hati sekaligus siap siaga. (1 Petrus 3:8; 4:7) Bagaimana kita bisa meniru Yesus sewaktu berurusan dengan orang lain? Para penatua khususnya perlu memperlihatkan kesabaran. Rekan-rekan seiman boleh jadi mendekati seorang penatua dan menyampaikan problemnya sementara sang penatua sedang letih atau memikirkan problemnya sendiri. Adakalanya, mereka yang perlu dibantu mungkin lambat menerapkan nasihat. Meskipun demikian, penatua yang sabar akan mengajar ”dengan lembut” dan ”memperlakukan kawanan dengan lembut”. (2 Timotius 2:24, 25; Kisah 20:28, 29) Orang tua juga hendaknya meniru Yesus dalam memperlihatkan kesabaran, karena adakalanya anak-anak lambat menanggapi nasihat atau koreksi. Kasih dan kesabaran akan membantu orang tua agar tidak menyerah dalam melatih anak-anak. Upah kesabaran tersebut bisa sangat besar.​—Mazmur 127:3.

      Memenuhi Kebutuhan Mereka

      7. Dengan cara apa saja Yesus memenuhi kebutuhan jasmani dan materi murid-muridnya?

      7 Kasih itu nyata dari tindakan yang tidak mementingkan diri. (1 Yohanes 3:17, 18) Orang yang punya kasih ”tidak mementingkan diri”. (1 Korintus 13:5) Kasih mendorong Yesus untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan materi murid-muridnya. Dia sering bertindak demi kepentingan mereka bahkan sebelum mereka menyuarakan kebutuhan mereka. Sewaktu melihat mereka letih, dia mengusulkan, ”Ayo kita pergi ke tempat yang sepi dan istirahat sebentar.” (Markus 6:31) Sewaktu tahu bahwa mereka lapar, dia berinisiatif menyediakan makanan bagi mereka—serta ribuan orang lain yang telah datang untuk mendengar pengajarannya.​—Matius 14:19, 20; 15:35-37.

      8, 9. (a) Apa buktinya bahwa Yesus menyadari serta memenuhi kebutuhan rohani murid-muridnya? (b) Sewaktu berada di tiang, bagaimana Yesus memperlihatkan betapa dia memedulikan kesejahteraan ibunya?

      8 Yesus menyadari serta memenuhi kebutuhan rohani murid-muridnya. (Matius 4:4; 5:3) Sewaktu mengajar, dia sering memberi mereka perhatian khusus. Khotbah di Gunung disampaikan khusus demi manfaat murid-muridnya. (Matius 5:1, 2, 13-16) Kalau Yesus mengajar dengan perumpamaan, ”sewaktu bersama murid-muridnya saja, dia akan menjelaskan semuanya”. (Markus 4:34) Yesus menubuatkan bahwa dia akan menetapkan ”budak yang setia dan bijaksana” untuk memastikan bahwa para pengikutnya mendapat cukup makanan rohani selama hari-hari terakhir. Budak yang setia ini, yang terdiri atas sekelompok kecil saudara-saudara Yesus di bumi yang diurapi kuasa kudus, telah menyediakan ”makanan [rohani] pada waktu yang tepat” sejak 1919 M.​—Matius 24:45.

      9 Pada hari kematiannya, Yesus memperlihatkan dengan cara yang sangat menyentuh hati bahwa dia memedulikan kesejahteraan rohani orang-orang yang dia kasihi. Bayangkan peristiwanya. Yesus sedang tergantung pada tiang dan diliputi rasa nyeri yang luar biasa. Untuk menarik napas saja, dia tampaknya harus mendorong tubuhnya ke atas dengan kakinya. Tindakan ini pasti menimbulkan rasa nyeri yang hebat sewaktu berat tubuhnya mengoyak luka paku di kakinya dan sewaktu punggungnya yang tercabik-cabik bergesekan dengan tiang itu. Untuk berbicara, dia harus mengatur napas dan hal ini pasti sangat sulit serta menyakitkan. Namun, persis sebelum mengembuskan napas terakhirnya, Yesus mengucapkan kata-kata yang memperlihatkan betapa dia mengasihi ibunya, Maria. Ketika melihat Maria dan Rasul Yohanes yang berdiri di dekatnya, Yesus, dengan suara yang cukup lantang untuk didengar orang-orang di sana, berkata kepada ibunya, ”Ibu, dia anak Ibu!” Lalu, kepada Yohanes, dia berkata, ”Dia ibumu!” (Yohanes 19:26, 27) Yesus tahu bahwa rasul yang setia itu akan memperhatikan bukan hanya kebutuhan jasmani dan materi Maria, melainkan juga kesejahteraan rohaninya.b

      Beberapa gambar: 1. Seorang ayah mengadakan ibadah keluarga bersama istrinya dan tiga anak mereka. 2. Keluarga itu bermain layangan bersama-sama. 3. Keluarga itu makan bersama.

      Orang tua yang peduli memperlihatkan kesabaran dan memenuhi kebutuhan anak-anaknya

      10. Bagaimana orang tua dapat meniru Yesus sewaktu memenuhi kebutuhan anak-anak mereka?

      10 Orang tua yang peduli senang merenungkan contoh Yesus. Karena benar-benar menyayangi keluarganya, seorang ayah akan menafkahi mereka secara materi. (1 Timotius 5:8) Kepala keluarga yang seimbang dan pengasih meluangkan waktu untuk sesekali bersantai dan berekreasi. Lebih penting lagi, orang tua Kristen memenuhi kebutuhan rohani anak-anak mereka. Caranya? Dengan mengadakan pelajaran Alkitab keluarga secara teratur, dan berupaya membuat acara ini membina serta menyenangkan bagi anak-anak. (Ulangan 6:6, 7) Melalui perkataan dan teladan, orang tua mengajar anak-anak bahwa pelayanan adalah kegiatan yang penting dan bahwa membuat persiapan untuk perhimpunan serta menghadirinya adalah bagian penting dari rutin rohani mereka.​—Ibrani 10:24, 25.

      Rela Mengampuni

      11. Apa yang Yesus ajarkan kepada para pengikutnya tentang mengampuni?

      11 Salah satu aspek kasih adalah mengampuni. (Kolose 3:13, 14) Orang yang punya kasih ”tidak menyimpan kekesalan,” kata 1 Korintus 13:5. Pada beberapa peristiwa, Yesus mengajar para pengikutnya tentang pentingnya mengampuni. Dia mendesak mereka untuk mengampuni orang lain ”bukan sampai tujuh kali, tapi sampai 77 kali”—yakni, tidak terbatas. (Matius 18:21, 22) Dia mengajar mereka bahwa seorang pendosa harus diampuni apabila dia bertobat setelah ditegur. (Lukas 17:3, 4) Namun, Yesus tidak seperti orang Farisi yang munafik, yang mengajar dengan perkataan saja; Yesus mengajar dengan teladan juga. (Matius 23:2-4) Mari kita lihat bagaimana Yesus menunjukkan kerelaannya mengampuni bahkan sewaktu sahabat kepercayaannya mengecewakan dia.

      Yesus berdiri di balkon dan melihat Petrus di halaman di bawah. Petrus menyangkal bahwa dia mengenal Yesus.

      12, 13. (a) Pada malam Yesus ditangkap, bagaimana Petrus mengecewakan dia? (b) Bagaimana tindakan Yesus setelah kebangkitannya memperlihatkan dengan jelas bahwa dia tidak sekadar menyuruh orang lain mengampuni?

      12 Yesus memiliki hubungan yang akrab dengan Rasul Petrus, seorang pria baik hati yang adakalanya impulsif. Yesus tahu sifat-sifat baik Petrus dan memberinya kesempatan istimewa. Bersama Yakobus dan Yohanes, Petrus menyaksikan sendiri beberapa mukjizat yang tidak disaksikan oleh kesembilan rasul lainnya. (Matius 17:1, 2; Lukas 8:49-55) Seperti yang telah disebutkan, Petrus ikut menemani Yesus masuk lebih jauh ke dalam Taman Getsemani pada malam Yesus ditangkap. Namun, pada malam itu sewaktu Yesus dikhianati dan ditangkap, Petrus dan rasul-rasul lain meninggalkan Yesus dan melarikan diri. Belakangan, Petrus ternyata cukup berani untuk berdiri di luar sementara Yesus diadili secara ilegal. Namun, Petrus kemudian dilanda ketakutan dan melakukan kesalahan serius—tiga kali dia berdusta dan menyangkal bahwa dia mengenal Yesus! (Matius 26:69-75) Bagaimana reaksi Yesus? Bagaimana reaksi Saudara seandainya seorang sahabat karib mengecewakan Saudara seperti itu?

      13 Yesus siap mengampuni Petrus. Dia tahu bahwa Petrus sangat terpuruk oleh beban dosanya. Buktinya, rasul yang bertobat itu ”tidak bisa menahan diri dan mulai menangis”. (Markus 14:72) Pada hari kebangkitannya, Yesus menemui Petrus, kemungkinan untuk menghibur dan menenteramkan sang rasul. (Lukas 24:34; 1 Korintus 15:5) Tidak sampai dua bulan kemudian, Yesus mengangkat martabat Petrus dengan mengizinkan dia mewakili yang lain untuk memberikan kesaksian kepada kumpulan orang di Yerusalem pada hari Pentakosta. (Kisah 2:14-40) Ingatlah juga bahwa Yesus tidak mendendam kepada rasul-rasul lainnya karena meninggalkan dia. Sebaliknya, setelah dibangkitkan, dia masih menyebut mereka ”saudara-saudaraku”. (Matius 28:10) Jelas bukan, bahwa Yesus tidak sekadar menyuruh orang lain mengampuni?

      14. Mengapa kita perlu belajar mengampuni orang lain, dan bagaimana kita bisa menunjukkan bahwa kita siap mengampuni?

      14 Sebagai murid Kristus, kita perlu belajar mengampuni orang lain. Mengapa? Tidak seperti Yesus, kita tidak sempurna—begitu pula orang-orang yang mungkin berdosa kepada kita. Dari waktu ke waktu, kita semua tersandung dalam perkataan dan tindakan. (Roma 3:23; Yakobus 3:2) Dengan mengampuni orang lain sewaktu ada dasar untuk berbelaskasihan, kita membuka jalan agar dosa-dosa kita pun diampuni Allah. (Markus 11:25) Kalau begitu, bagaimana kita bisa menunjukkan bahwa kita siap mengampuni orang yang mungkin berdosa kepada kita? Dalam banyak kasus, kasih membantu kita mengabaikan dosa kecil dan kelemahan orang lain. (1 Petrus 4:8) Apabila orang yang telah merugikan kita sungguh-sungguh bertobat, seperti halnya Petrus, kita pasti ingin meniru kerelaan Yesus mengampuni. Ketimbang mendendam, kita dengan bijaksana memilih untuk tidak memendam kekesalan. (Efesus 4:32) Dengan demikian, kita menggalang kedamaian di sidang serta menikmati kedamaian dalam pikiran dan hati kita.​—1 Petrus 3:11.

      Menunjukkan Kepercayaannya

      15. Mengapa Yesus memercayai murid-muridnya tidak soal kelemahan mereka?

      15 Kasih dan kepercayaan itu seiring sejalan. Orang yang punya kasih ”percaya segala sesuatu”.c (1 Korintus 13:7) Didorong oleh kasih, Yesus menunjukkan bahwa dia rela memercayai murid-muridnya sekalipun mereka tidak sempurna. Dia yakin kepada mereka dan percaya bahwa mereka benar-benar mengasihi Yehuwa serta ingin melakukan kehendak-Nya. Bahkan sewaktu mereka melakukan kekeliruan, Yesus tidak meragukan motif mereka. Misalnya, sewaktu Rasul Yakobus dan Rasul Yohanes jelas-jelas membujuk ibu mereka untuk meminta agar mereka duduk di samping Yesus dalam Kerajaannya, Yesus tidak meragukan kesetiaan mereka atau mencabut kerasulan mereka.​—Matius 20:20-28.

      16, 17. Tanggung jawab apa saja yang Yesus delegasikan kepada murid-muridnya?

      16 Untuk menunjukkan kepercayaannya, Yesus mendelegasikan beragam tanggung jawab kepada murid-muridnya. Pada dua peristiwa sewaktu dia melakukan mukjizat memperbanyak makanan dan memberi makan kumpulan orang, dia mendelegasikan tanggung jawab membagikan makanan itu kepada murid-muridnya. (Matius 14:19; 15:36) Menjelang Paskah terakhirnya, dia menugasi Petrus dan Yohanes ke Yerusalem guna mempersiapkan segala sesuatu. Mereka menyediakan domba, anggur, roti tidak beragi, sayuran hijau yang pahit, dan hal-hal lain yang perlu. Ini bukan tugas kecil, karena merayakan Paskah dengan cara yang benar merupakan tuntutan Hukum Musa, dan Yesus harus hidup selaras dengan Hukum itu. Lagi pula, pada malam itu Yesus menggunakan anggur dan roti tidak beragi sebagai lambang yang penting sewaktu dia menetapkan Peringatan kematiannya.​—Matius 26:17-19; Lukas 22:8, 13.   

      17 Yesus menganggap murid-muridnya layak diberi tanggung jawab yang lebih berat lagi. Ingatlah juga bahwa dia memercayakan kepada murid-muridnya amanat yang berat untuk mengabar dan membuat murid. (Matius 28:18-20) Seperti yang telah kita bahas, dia menubuatkan bahwa dia akan mendelegasikan tanggung jawab penting untuk menyediakan makanan rohani kepada sekelompok kecil para pengikutnya di bumi yang diurapi kuasa kudus. (Lukas 12:42-44) Bahkan sekarang, meskipun tidak kasatmata dan memerintah dari surga, Yesus memercayakan sidangnya di bumi kepada ”pemberian berupa manusia” yang memenuhi syarat secara rohani.​—Efesus 4:8, 11, 12.   

      18-20. (a) Bagaimana caranya memperlihatkan bahwa kita yakin dan percaya kepada rekan-rekan seiman? (b) Bagaimana kita dapat meniru kerelaan Yesus mendelegasikan tanggung jawab? (c) Apa yang akan dikupas di pasal berikut?

      18 Bagaimana kita dapat mengikuti teladan Yesus sewaktu berurusan dengan orang lain? Kita menyatakan kasih dengan memperlihatkan bahwa kita yakin dan percaya kepada rekan-rekan seiman kita. Ingatlah bahwa kasih itu positif, tidak negatif. Apabila orang lain mengecewakan kita, yang sewaktu-waktu memang akan terjadi, kasih akan membuat kita tidak cepat-cepat menyimpulkan bahwa mereka berniat jahat. (Matius 7:1, 2) Jika kita selalu berpandangan positif terhadap rekan-rekan seiman, kita akan memperlakukan mereka dengan cara-cara yang membina, bukannya membinasakan.​—1 Tesalonika 5:11.

      19 Dapatkah kita meniru kerelaan Yesus mendelegasikan tanggung jawab? Para pengemban tanggung jawab di sidang hendaknya mendelegasikan tugas-tugas yang cocok dan bermakna kepada orang lain, percaya bahwa orang itu akan melaksanakannya dengan cara terbaik. Dengan demikian, para penatua yang berpengalaman dapat memberikan pelatihan yang perlu dan bernilai kepada pria-pria muda yang cakap yang berupaya mendapat kesempatan untuk membantu di sidang. (1 Timotius 3:1; 2 Timotius 2:2) Pelatihan ini sangat penting. Yehuwa terus mempercepat pertumbuhan Kerajaan, dan pria-pria yang cakap perlu dilatih untuk mengurus pertambahan itu.​—Yesaya 60:22.   

      20 Yesus memberi kita teladan yang mengagumkan dalam hal memperlihatkan kasih kepada orang lain. Di antara semua hal yang dapat kita ikuti dari Yesus, yang terpenting adalah meniru kasihnya. Di pasal berikut, kita akan mengupas pernyataan terbesar kasihnya kepada kita—kerelaan menyerahkan kehidupannya.

      a Rasul-rasul itu mengantuk bukan karena keletihan fisik semata. Catatan yang sejajar di Lukas 22:45 mengatakan bahwa Yesus ”melihat mereka sedang tidur, kelelahan karena sedih”.

      b Tampaknya, ketika itu Maria sudah menjadi janda dan anak-anaknya yang lain belum menjadi murid-murid Yesus.​—Yohanes 7:5.

      c Tentu saja, ini tidak berarti bahwa kasih itu asal percaya atau naif, tetapi bahwa kasih tidak terlalu kritis atau gampang curiga. Kasih menahan seseorang agar tidak terburu-buru menghakimi motif orang lain atau menyimpulkan yang jelek-jelek tentang mereka.

      Bagaimana Saudara Dapat Mengikuti Yesus?

      • Mengapa kita perlu mengindahkan nasihat Yesus tentang mengampuni?​—Matius 6:14, 15.

      • Bagaimana kita dapat menerapkan inti perumpamaan Yesus tentang perlunya mengampuni?​—Matius 18:23-35.

      • Bagaimana Yesus bertimbang rasa terhadap murid-muridnya, dan bagaimana kita dapat meniru dia?​—Matius 20:17-19; Yohanes 16:12.

      • Bagaimana Yesus memperlihatkan bahwa dia yakin kepada Petrus, dan bagaimana kita juga dapat menunjukkan sikap serupa kepada orang lain?​—Lukas 22:31, 32.

  • ”Tidak Ada yang Memiliki Kasih yang Lebih Besar”
    ”Mari Jadilah Pengikutku”
    • PASAL TUJUH BELAS

      ”Tidak Ada yang Memiliki Kasih yang Lebih Besar”

      Pontius Pilatus menunjuk ke arah Yesus. Tangan Yesus terikat, dan dia memakai jubah ungu dan mahkota berduri.

      1-4. (a) Apa yang terjadi sewaktu Pilatus membawa Yesus ke hadapan massa yang marah di luar istananya? (b) Apa reaksi Yesus terhadap penghinaan dan penderitaan itu, dan pertanyaan penting apa saja yang timbul?

      ”LIHATLAH orang ini!” Sambil mengucapkan kata-kata ini, Gubernur Romawi Pontius Pilatus membawa Yesus Kristus ke hadapan massa yang marah di luar istananya pada pagi di hari Paskah 33 M. (Yohanes 19:5) Baru beberapa hari sebelumnya, Yesus dielu-elukan oleh kumpulan orang sewaktu dia masuk ke Yerusalem dengan berkemenangan sebagai Raja yang dilantik Allah. Namun, pagi itu, massa yang beringas tersebut tidak lagi menganggapnya sebagai raja.

      2 Yesus dipaksa mengenakan jubah ungu seperti milik keluarga raja serta mahkota di kepalanya. Tetapi, jubah itu, yang menutupi punggungnya yang tercabik-cabik serta berlumuran darah akibat disesah, dan mahkota, yang dianyam dari tanaman berduri dan ditekan ke kulit kepalanya yang kini berdarah, merupakan penghinaan atas kedudukannya sebagai raja. Atas hasutan imam-imam kepala, orang-orang itu menolak pria yang babak belur yang berdiri di hadapan mereka. Imam-imam berteriak, ”Bunuh dia di tiang! Bunuh dia di tiang!” Massa yang haus darah itu berseru, ”Dia harus mati.”​—Yohanes 19:1-7.

      3 Dengan bermartabat dan tabah, Yesus bertekun menghadapi penghinaan dan penderitaan itu tanpa mengeluh.a Dia benar-benar siap mati. Belakangan pada Hari Paskah itu, dia rela mengalami kematian yang menyakitkan di tiang siksaan.​—Yohanes 19:17, 18, 30.

      4 Dengan menyerahkan kehidupannya, Yesus membuktikan bahwa dialah sahabat sejati para pengikutnya. Dia mengatakan, ”Tidak ada yang memiliki kasih yang lebih besar daripada orang yang menyerahkan nyawanya demi sahabat-sahabatnya.” (Yohanes 15:13) Kata-kata itu menimbulkan beberapa pertanyaan penting. Apakah Yesus memang perlu mengalami semua penderitaan itu lalu mati? Mengapa dia rela mengalaminya? Sebagai sahabat dan pengikutnya, bagaimana kita dapat meniru teladannya?

      Mengapa Yesus Perlu Menderita dan Mati?

      5. Bagaimana Yesus mengetahui secara persis cobaan yang menantinya?

      5 Sebagai Mesias yang dijanjikan, Yesus tahu apa yang akan dia alami. Dia mengetahui banyak nubuat dalam Kitab-Kitab Ibrani yang memerinci penderitaan dan kematian Mesias. (Yesaya 53:3-7, 12; Daniel 9:26) Untuk mempersiapkan murid-muridnya, lebih dari satu kali dia memberi tahu mereka berbagai cobaan yang menantinya. (Markus 8:31; 9:31) Dalam perjalanan ke Yerusalem untuk Paskah terakhirnya, dia secara spesifik memberi tahu rasul-rasulnya, ”Putra manusia akan diserahkan kepada para imam kepala dan ahli Taurat. Mereka akan menjatuhi dia hukuman mati dan menyerahkan dia kepada orang-orang dari bangsa lain. Orang-orang itu akan mengejek, meludahi, mencambuk, dan membunuh dia.” (Markus 10:33, 34) Dia tidak asal bicara. Seperti yang telah kita lihat, Yesus benar-benar diolok-olok, diludahi, dicambuki, dan dibunuh.

      6. Mengapa Yesus perlu menderita dan mati?

      6 Namun, mengapa Yesus perlu menderita dan mati? Ada beberapa alasan yang sangat penting. Pertama, dengan tetap setia, Yesus membuktikan integritasnya dan menyucikan nama Yehuwa. Ingatlah bahwa Setan melontarkan tuduhan palsu bahwa manusia melayani Allah hanya demi kepentingan diri sendiri. (Ayub 2:1-5) Dengan tetap setia ”sampai mati . . . di tiang siksaan”, Yesus memberikan jawaban yang paling ampuh atas tuduhan Setan yang tidak berdasar. (Filipi 2:8; Amsal 27:11) Kedua, penderitaan dan kematian Mesias akan menjadi pendamaian bagi dosa orang-orang lain. (Yesaya 53:5, 10; Daniel 9:24) Yesus memberikan ”nyawanya sebagai tebusan bagi banyak orang”, sehingga terbukalah jalan bagi kita untuk menjalin hubungan yang diperkenan dengan Allah. (Matius 20:28) Ketiga, dengan bertekun menghadapi segala macam kesukaran dan penderitaan, Yesus ”diuji dalam segala hal seperti kita”. Dengan demikian, dia menjadi Imam Besar yang beriba hati, yang dapat ”bersimpati dengan kelemahan kita”.​—Ibrani 2:17, 18; 4:15, juga catatan kaki.

      Mengapa Yesus Rela Memberikan Kehidupannya?

      7. Seberapa besar pengorbanan Yesus sewaktu dia datang ke bumi?

      7 Untuk memahami apa yang Yesus rela lakukan, pikirkan hal berikut: Pria mana yang mau meninggalkan keluarga dan rumahnya lalu pindah ke negeri asing jika dia tahu bahwa sebagian besar penduduk di sana akan menolaknya, bahwa dia akan mengalami penghinaan dan penderitaan, dan bahwa dia akhirnya akan dibunuh? Sekarang, pikirkan apa yang telah Yesus lakukan. Sebelum datang ke bumi, dia memiliki kedudukan istimewa di surga di sisi Bapaknya. Namun, Yesus rela meninggalkan rumahnya di surga dan datang ke bumi sebagai manusia. Dia melakukannya sekalipun tahu bahwa sebagian besar manusia akan menolaknya dan bahwa dia akan mengalami penghinaan yang kejam, penderitaan yang hebat, serta kematian yang menyakitkan. (Filipi 2:5-7) Apa motif Yesus membuat pengorbanan sebesar itu?

      8, 9. Apa motif Yesus menyerahkan kehidupannya?

      8 Yang terutama, Yesus terdorong oleh kasih yang dalam kepada Bapaknya. Ketekunan Yesus membuktikan kasihnya kepada Yehuwa. Karena kasih itu, Yesus sangat memedulikan nama dan reputasi Bapaknya. (Matius 6:9; Yohanes 17:1-6, 26) Di atas segalanya, Yesus ingin melihat nama Bapaknya dibersihkan dari celaan yang telah ditimpakan ke atasnya. Jadi, bagi Yesus, menderita demi kebenaran merupakan kehormatan terbesar, karena dia tahu bahwa integritasnya ikut menyucikan nama Bapaknya yang mulia dan indah.​—1 Tawarikh 29:13.

      9 Ada motif lain lagi mengapa Yesus menyerahkan kehidupannya—kasih kepada umat manusia. Kasih ini sudah ada sejak awal sejarah manusia. Jauh sebelum Yesus datang ke bumi, Alkitab menyingkapkan perasaannya, demikian: ”Aku khususnya menyukai manusia.” (Amsal 8:30, 31) Kasihnya tampak jelas sewaktu dia berada di bumi. Seperti yang telah kita lihat di tiga pasal sebelumnya, dengan banyak cara, Yesus memperlihatkan kasihnya kepada manusia secara umum dan kepada pengikutnya secara khusus. Tetapi, pada tanggal 14 Nisan 33 M, dia rela memberikan nyawanya demi kepentingan kita. (Yohanes 10:11) Sungguh, tidak ada cara lain yang lebih luar biasa baginya untuk mempertunjukkan kasih kepada kita. Perlukah kita menirunya dalam hal ini? Ya. Sebenarnya, kita diperintahkan untuk melakukannya.

      ’Kasihi Satu Sama Lain Seperti Aku Sudah Mengasihi Kalian’

      10, 11. Apa perintah baru yang Yesus berikan kepada para pengikutnya, apa yang tercakup, dan mengapa kita harus menaatinya?

      10 Pada malam sebelum kematiannya, Yesus memberi tahu murid-murid terdekatnya, ”Aku memberi kalian perintah baru ini: Kasihi satu sama lain. Seperti aku sudah mengasihi kalian, kalian juga harus mengasihi satu sama lain. Kalau kalian saling mengasihi, semua orang akan tahu bahwa kalian muridku.” (Yohanes 13:34, 35) ”Kasihi satu sama lain”—mengapa itu disebut ”perintah baru”? Hukum Musa sudah memerintahkan, ”Kasihilah sesama kalian seperti diri kalian sendiri.” (Imamat 19:18) Tetapi, perintah baru itu mengharuskan adanya kasih yang lebih besar, yang akan mendorong kita untuk memberikan kehidupan kita demi kepentingan orang lain. Yesus sendiri memperjelas hal ini sewaktu dia berkata, ”Inilah perintahku: Kasihi satu sama lain seperti aku sudah mengasihi kalian. Tidak ada yang memiliki kasih yang lebih besar daripada orang yang menyerahkan nyawanya demi sahabat-sahabatnya.” (Yohanes 15:12, 13) Pada dasarnya, perintah baru itu berbunyi, ’Kasihi satu sama lain, bukan seperti diri kalian sendiri, tapi lebih daripada diri kalian sendiri.’ Melalui kehidupan dan kematiannya, Yesus benar-benar menjadi teladan kasih semacam itu.

      11 Mengapa kita harus menaati perintah baru itu? Ingatlah kata-kata Yesus: ”Kalau kalian saling mengasihi, semua orang akan tahu bahwa kalian muridku.” Ya, kasih yang rela berkorban mengidentifikasi kita sebagai orang Kristen sejati. Kita bisa menyamakan kasih ini dengan kartu pengenal. Hadirin pertemuan regional Saksi-Saksi Yehuwa mengenakan kartu pengenal. Kartu ini mengidentifikasi pemakainya, menunjukkan nama dan sidangnya. Kasih yang rela berkorban kepada satu sama lain adalah ”kartu pengenal” yang mengidentifikasi orang Kristen sejati. Dengan kata lain, kasih di antara kita hendaknya tampak jelas sehingga menjadi tanda, atau kartu pengenal, yang memberi tahu para pengamat bahwa kita memang pengikut Kristus yang sejati. Kita masing-masing hendaknya menanyai diri sendiri, ’Apakah ”kartu pengenal” berupa kasih yang rela berkorban tampak nyata dalam kehidupan saya?’

      Kasih yang Rela Berkorban​—Apa yang Tercakup?

      12, 13. (a) Sejauh mana kita harus rela mempertunjukkan kasih kepada satu sama lain? (b) Apa artinya rela berkorban?

      12 Sebagai pengikut Yesus, kita perlu mengasihi satu sama lain sebagaimana dia mengasihi kita. Hal ini berarti kita rela berkorban bagi rekan-rekan seiman. Sejauh mana? Alkitab memberi tahu kita, ”Kita mengerti tentang kasih karena Yesus Kristus menyerahkan nyawanya bagi kita, dan kita harus rela menyerahkan nyawa kita bagi saudara kita.” (1 Yohanes 3:16) Seperti Yesus, kita harus rela mati bagi satu sama lain jika perlu. Pada masa penganiayaan, kita memilih mengorbankan kehidupan kita sendiri ketimbang mengkhianati saudara-saudara rohani kita sehingga membahayakan kehidupan mereka. Di negeri-negeri yang terbagi karena pertikaian ras atau etnik, kita mempertaruhkan nyawa demi melindungi saudara-saudara kita, tidak soal latar belakang ras atau etnik mereka. Sewaktu bangsa-bangsa berperang, kita rela dipenjarakan atau bahkan dieksekusi ketimbang angkat senjata melawan rekan-rekan seiman—atau siapa pun.​—Yohanes 17:14, 16; 1 Yohanes 3:10-12.

      13 Kasih yang rela berkorban tidak saja diperlihatkan dengan rela menyerahkan kehidupan bagi saudara-saudara kita. Lagi pula, tidak banyak di antara kita yang pernah diharuskan berkorban sebesar itu. Namun, jika kasih kepada saudara-saudara kita cukup besar hingga kita rela mati bagi mereka, tidakkah kita semestinya rela membuat pengorbanan yang lebih kecil, mengerahkan diri untuk menolong mereka sekarang juga? Rela berkorban berarti rela mengalami kerugian atau ketidaknyamanan demi manfaat orang lain. Kita mendahulukan kebutuhan dan kesejahteraan mereka sekalipun hal itu merepotkan kita. (1 Korintus 10:24) Dengan cara-cara praktis apa kita dapat memperlihatkan kasih yang rela berkorban?

      Dalam Sidang dan Keluarga

      14. (a) Para penatua harus membuat pengorbanan apa saja? (b) Bagaimana perasaan Saudara tentang para penatua yang bekerja keras di sidang Saudara?

      14 Para penatua sidang membuat banyak pengorbanan untuk ’menggembalakan kawanan’. (1 Petrus 5:2, 3) Selain mengurus keluarga, mereka mungkin perlu menyisihkan waktu pada malam hari atau akhir pekan untuk urusan sidang, termasuk mempersiapkan bagian perhimpunan, mengadakan kunjungan penggembalaan, dan memberikan bantuan rohani kepada orang yang melakukan dosa serius. Banyak penatua membuat pengorbanan lain, bekerja keras mengatur pertemuan wilayah dan regional dan melayani sebagai anggota Panitia Penghubung Rumah Sakit atau Kelompok Pengunjung Pasien. Ada juga yang melayani sebagai relawan Rancang/Bangun Setempat. Para penatua, jangan pernah lupa bahwa dengan memiliki semangat rela melayani—menggunakan waktu, energi, dan sumber daya untuk menggembalakan kawanan—Saudara memperlihatkan kasih yang rela berkorban. (2 Korintus 12:15) Upaya Saudara yang tidak mementingkan diri itu dihargai bukan hanya oleh Yehuwa, melainkan juga oleh sidang yang Saudara gembalakan.​—Filipi 2:29; Ibrani 6:10.

      15. (a) Apa beberapa pengorbanan para istri penatua? (b) Bagaimana perasaan Saudara tentang para istri yang mendukung suaminya dengan rela membiarkan sang suami mengurus sidang?

      15 Namun, bagaimana dengan para istri penatua—tidakkah saudari-saudari ini juga berkorban guna mendukung upaya suami mereka mengurus kawanan? Pastilah seorang istri telah berkorban sewaktu, demi urusan sidang, suaminya perlu membaktikan waktu yang sebenarnya bisa dia gunakan bersama keluarganya. Pikirkan juga para istri pengawas wilayah dan pengorbanan mereka untuk menyertai suami mereka dari sidang ke sidang dan dari wilayah ke wilayah. Mereka rela tidak memiliki rumah sendiri dan kadang mungkin harus tidur di ranjang yang berbeda setiap minggu. Para istri yang rela mendahulukan kepentingan sidang hendaknya dipuji atas pernyataan kasih mereka yang rela berkorban dan murah hati.​—Filipi 2:3, 4.   

      16. Apa saja pengorbanan orang tua Kristen bagi anak-anak mereka?

      16 Bagaimana kita dapat memperlihatkan kasih yang rela berkorban dalam keluarga? Orang tua, Saudara sering berkorban demi mengurus anak-anak dan membesarkan mereka ”dengan didikan dan nasihat Yehuwa”. (Efesus 6:4) Saudara mungkin harus bekerja keras selama berjam-jam hanya agar asap dapur mengepul dan untuk memastikan bahwa anak-anak mendapat pakaian serta penaungan yang layak. Saudara rela berkorban ketimbang melihat anak-anak merana. Saudara juga mengerahkan banyak upaya untuk mengajar anak-anak, membawa mereka berhimpun, dan bekerja sama dengan mereka dalam dinas lapangan. (Ulangan 6:6, 7) Kasih Saudara yang rela berkorban menyenangkan Pemula kehidupan keluarga dan bisa berarti kehidupan abadi bagi anak-anak Saudara.​—Amsal 22:6; Efesus 3:14, 15.

      17. Bagaimana suami Kristen dapat meniru sikap Yesus yang tidak mementingkan diri?

      17 Suami, bagaimana Saudara dapat meniru Yesus dalam memperlihatkan kasih yang rela berkorban? Alkitab menjawab, ”Suami-suami, teruslah kasihi istri kalian, seperti Kristus juga mengasihi sidang jemaat dan mengorbankan dirinya bagi mereka.” (Efesus 5:25) Seperti yang telah kita lihat, Yesus begitu mengasihi para pengikutnya sehingga dia mati bagi mereka. Suami Kristen meniru sikap Yesus yang tidak mementingkan diri, yang ”tidak menyenangkan dirinya sendiri”. (Roma 15:3) Dia rela mendahulukan kebutuhan dan kepentingan istrinya. Dia tidak dengan kaku memaksakan kemauannya, tetapi rela mengalah apabila tidak ada prinsip Alkitab yang dilanggar. Suami yang memperlihatkan kasih yang rela berkorban akan menyenangkan Yehuwa dan mendapatkan kasih serta respek istri dan anak-anaknya.

      Apa yang Akan Saudara Lakukan?

      18. Apa yang memotivasi kita untuk mengikuti perintah baru agar mengasihi satu sama lain?

      18 Menaati perintah baru untuk mengasihi satu sama lain tidaklah mudah, tetapi kita memiliki motivasi yang sangat kuat untuk melakukannya. Paulus menulis, ”Kami tergerak oleh kasih Kristus, karena kesimpulan kami adalah: Satu orang itu mati demi semua orang . . . Dia mati demi semua orang, sehingga orang yang hidup tidak lagi hidup untuk diri sendiri, tapi untuk Kristus, yang mati demi mereka dan dibangkitkan.” (2 Korintus 5:14, 15) Karena Yesus telah mati bagi kita, tidakkah kita semestinya terdorong untuk hidup bagi dia? Hal ini dapat kita lakukan dengan mengikuti teladan kasihnya yang rela berkorban.

      19, 20. Karunia berharga apa yang telah Yehuwa berikan kepada kita, dan bagaimana kita dapat memperlihatkan bahwa kita menerimanya?

      19 Yesus tidak melebih-lebihkan sewaktu dia berkata, ”Tidak ada yang memiliki kasih yang lebih besar daripada orang yang menyerahkan nyawanya demi sahabat-sahabatnya.” (Yohanes 15:13) Kerelaannya menyerahkan nyawanya demi kepentingan kita merupakan pernyataan terbesar kasihnya kepada kita. Namun, ada pribadi lain yang telah memperlihatkan kasih yang lebih besar lagi kepada kita. Yesus menjelaskan, ”Allah begitu mengasihi dunia ini sehingga Dia memberikan Putra tunggal-Nya, supaya setiap orang yang beriman kepadanya tidak dibinasakan tapi mendapat kehidupan abadi.” (Yohanes 3:16) Allah begitu mengasihi kita sehingga Dia memberikan Putra-Nya sebagai tebusan, agar kita dapat dibebaskan dari dosa dan kematian. (Efesus 1:7) Tebusan adalah karunia yang berharga dari Yehuwa, tetapi Dia tidak memaksa kita menerimanya.

      20 Kitalah yang harus memilih untuk menerima karunia Yehuwa. Caranya? Dengan beriman kepada Putra-Nya. Namun, iman tidak sebatas di bibir. Iman dibuktikan melalui tindakan, cara hidup kita. (Yakobus 2:26) Kita membuktikan iman akan Yesus Kristus dengan mengikuti dia hari demi hari. Hal itu akan mendatangkan berkat yang limpah sekarang dan di masa depan, seperti yang akan dijelaskan di pasal terakhir buku ini.   

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan