-
Taat dan Beranilah seperti KristusMenara Pengawal—2009 | 15 September
-
-
Taat dan Beranilah seperti Kristus
”Tabahlah! Aku telah menaklukkan dunia.”—YOH. 16:33.
1. Seberapa lengkapkah ketaatan Yesus kepada Allah?
YESUS KRISTUS selalu melakukan kehendak Allah. Ia bahkan tidak pernah satu kali pun berpikir untuk tidak menaati Bapak surgawinya. (Yoh. 4:34; Ibr. 7:26) Namun, situasi Yesus di bumi tidak memudahkannya untuk taat. Sudah sejak awal karier pengabarannya, musuh-musuh Yesus, termasuk Setan sendiri, berupaya untuk meyakinkan, memaksa, atau menipu Yesus agar tidak lagi setia. (Mat. 4:1-11; Luk. 20:20-25) Musuh-musuh ini membuat Yesus merasakan kepedihan mental, emosi, dan fisik yang hebat. Akhirnya, mereka berhasil membunuh dia pada tiang siksaan. (Mat. 26:37, 38; Luk. 22:44; Yoh. 19:1, 17, 18) Dalam semua peristiwa itu, dan meskipun mengalami penderitaan yang hebat, Yesus tetap ”taat sampai mati”.—Baca Filipi 2:8.
2, 3. Apa yang bisa kita pelajari dari Yesus yang tetap taat meski mengalami penderitaan?
2 Pengalaman Yesus sebagai manusia di bumi mengajarnya aspek-aspek baru tentang ketaatan. (Ibr. 5:8) Bisa jadi, kelihatannya tidak ada lagi yang perlu dipelajari Yesus tentang melayani Yehuwa. Bagaimanapun, ia telah menikmati pergaulan yang akrab dengan Yehuwa dalam waktu yang sangat lama dan menjadi ”pekerja ahli” Allah sewaktu penciptaan. (Ams. 8:30) Meskipun demikian, dengan menjadi manusia dan bertekun serta beriman walau menderita, ia terbukti memiliki integritas yang lengkap. Yesus, Putra Allah, bertumbuh secara rohani. Apa yang bisa kita pelajari dari pengalamannya?
3 Meskipun ia manusia sempurna, Yesus tidak mengandalkan dirinya sendiri untuk tetap taat sepenuhnya. Ia berdoa meminta bantuan Allah supaya tetap taat. (Baca Ibrani 5:7.) Agar tetap taat, kita juga perlu bersikap rendah hati dan terus berdoa kepada Allah. Untuk itu, rasul Paulus menasihati orang Kristen, ”Peliharalah sikap mental ini dalam dirimu, yang juga ada dalam Kristus Yesus,” yang ”merendahkan dirinya dan taat sampai mati”. (Flp. 2:5-8) Haluan hidup Yesus membuktikan bahwa manusia bisa taat meskipun hidup di tengah-tengah masyarakat yang fasik. Memang, Yesus sempurna, tetapi bagaimana dengan manusia tidak sempurna seperti kita?
Taat Meski Tidak Sempurna
4. Apa artinya diciptakan dengan kebebasan memilih?
4 Allah menciptakan Adam dan Hawa sebagai makhluk cerdas dengan kebebasan memilih. Sebagai keturunan mereka, kita juga memiliki kebebasan memilih. Apa artinya itu? Itu berarti kita bisa memutuskan untuk berbuat baik atau berbuat buruk. Dengan kata lain, Allah telah memberi kita kebebasan untuk mau menaati-Nya atau tidak. Kebebasan besar itu disertai tanggung jawab. Sesungguhnya, keputusan kita bisa berarti kehidupan atau kematian bagi kita. Keputusan kita juga berdampak pada orang-orang di sekitar kita.
5. Perjuangan apa yang kita semua alami, dan bagaimana kita bisa berhasil?
5 Karena kita mewarisi ketidaksempurnaan, ketaatan bukanlah hal yang alami. Tidak selalu mudah untuk menaati hukum Allah. Paulus mengalami perjuangan ini. Ia menulis, ”Aku melihat dalam anggota-anggota tubuhku suatu hukum lain yang berperang melawan hukum pikiranku dan menjadikan aku tawanan hukum dosa yang terdapat dalam anggota-anggota tubuhku.” (Rm. 7:23) Tentu saja, jika tidak perlu ada pengorbanan, kepedihan, atau ketidaknyamanan, kita lebih mudah untuk taat. Tetapi, apa tanggapan kita sewaktu ada konflik antara keinginan kita untuk taat dan ’keinginan daging serta keinginan mata’? Kekuatan negatif ini muncul dari ketidaksempurnaan kita dan juga dari pengaruh ”roh dunia” di sekitar kita, dan semua ini sangat kuat. (1 Yoh. 2:16; 1 Kor. 2:12) Untuk melawannya, kita harus ”mempersiapkan hati” kita sebelum berhadapan dengan krisis atau godaan dan bertekad untuk selalu menaati Yehuwa, apa pun yang terjadi. (Mz. 78:8) Ada banyak contoh dalam Alkitab tentang orang-orang yang berhasil karena telah mempersiapkan hati.—Ezr. 7:10; Dan. 1:8.
6, 7. Berikan contoh bagaimana pelajaran pribadi bisa membantu kita membuat pilihan yang bijaksana.
6 Salah satu cara untuk mempersiapkan hati kita adalah mempelajari Alkitab dan publikasi kita dengan rajin. Bayangkan diri Saudara berada dalam situasi berikut. Misalnya, pada suatu malam Saudara sedang melakukan pelajaran pribadi. Saudara baru saja berdoa meminta roh Yehuwa membantu Saudara menerapkan apa yang dipelajari dari Firman-Nya. Saudara berencana menonton sebuah film di televisi keesokan malamnya. Orang-orang mengatakan film itu bagus; tetapi Saudara juga tahu bahwa ada sedikit amoralitas dan kekerasan di dalamnya.
7 Saudara merenungkan nasihat Paulus di Efesus 5:3, ”Mengenai percabulan dan setiap jenis kenajisan atau ketamakan, disebut saja pun jangan di antara kamu, sebagaimana layaknya bagi bangsa yang kudus.” Saudara juga mengingat saran Paulus di Filipi 4:8. (Baca.) Sambil merenungkan nasihat yang terilham ini, Saudara bertanya kepada diri sendiri, ’Kalau saya sengaja membuka hati dan pikiran saya untuk acara semacam itu, apakah saya mengikuti Yesus yang taat sepenuhnya kepada Allah?’ Apa yang akan Saudara lakukan? Apakah Saudara akan tetap menonton film itu?
8. Mengapa kita harus meningkatkan pertahanan moral dan rohani kita?
8 Kita tidak boleh menurunkan pertahanan moral dan rohani kita, mungkin karena mengira bahwa kita cukup kuat untuk menolak dampak dari pergaulan buruk, termasuk pergaulan dalam bentuk hiburan yang penuh kekerasan dan amoralitas. Sebaliknya, kita harus melindungi diri kita dan anak-anak kita terhadap pengaruh-pengaruh roh Setan yang merusak. Para pengguna komputer berupaya keras untuk mencegah komputer mereka tertular virus berbahaya yang bisa menghancurkan data, mengganggu kerja komputer, dan bahkan mengambil alih komputer lalu menggunakannya untuk menyerang komputer lain. Bukankah kita harus lebih waspada lagi dalam melindungi diri kita terhadap ”siasat-siasat licik” Setan?—Ef. 6:11.
9. Mengapa kita harus bertekad setiap hari untuk menaati Yehuwa?
9 Hampir setiap hari, dengan satu atau lain cara kita harus memilih apakah kita akan mengikuti cara Yehuwa atau tidak. Untuk memperoleh keselamatan, kita harus menaati Allah dan hidup selaras dengan prinsip-prinsip-Nya yang adil-benar. Dengan mengikuti teladan Kristus, yang taat bahkan ”sampai mati”, kita memperlihatkan bahwa iman kita memang nyata. Yehuwa akan mengupahi kesetiaan kita. Yesus berjanji, ”Dia yang telah bertekun sampai ke akhir adalah orang yang akan diselamatkan.” (Mat. 24:13) Jelaslah, kita perlu mengembangkan ketabahan dan keberanian yang sejati, seperti yang diperlihatkan Yesus.—Mz. 31:24.
Yesus—Teladan Utama Ketabahan
10. Tekanan apa saja yang mungkin kita alami, dan apa hendaknya tanggapan kita?
10 Karena dikelilingi oleh sikap dan tingkah laku dunia ini, kita perlu ketabahan untuk menolak kontaminasi. Orang-orang Kristen mengalami tekanan moral, sosial, finansial, dan religius yang bisa membuat mereka menyimpang dari jalan-jalan keadilbenaran Yehuwa. Banyak yang menghadapi tentangan keluarga. Di beberapa negeri, berbagai institusi pendidikan semakin agresif menggembar-gemborkan teori evolusi, dan ateisme semakin banyak diminati. Saat menghadapi tekanan demikian, kita tidak bisa sekadar berpangku tangan dan tidak melakukan apa-apa. Kita harus bertindak guna menolak dan dengan demikian melindungi diri kita. Teladan Yesus memperlihatkan bagaimana kita bisa berhasil.
11. Bagaimana kita bisa lebih tabah dengan merenungkan teladan Yesus?
11 Yesus memberi tahu murid-muridnya, ”Dalam dunia kamu mengalami kesengsaraan, tetapi tabahlah! Aku telah menaklukkan dunia.” (Yoh. 16:33) Ia tidak pernah menyerah kepada pengaruh dunia. Ia tidak pernah membiarkan dunia membuatnya berhenti melaksanakan tugas pengabaran atau menurunkan standar untuk ibadat sejati dan tingkah laku yang patut; begitu pula hendaknya kita. Dalam doa, Yesus mengatakan tentang murid-muridnya, ”Mereka bukan bagian dari dunia, sebagaimana aku bukan bagian dari dunia.” (Yoh. 17:16) Dengan mempelajari teladan ketabahan Kristus dan merenungkannya, kita bisa terbantu untuk memupuk ketabahan yang dibutuhkan agar tetap terpisah dari dunia.
Belajarlah Bersikap Berani dari Yesus
12-14. Berikan contoh bagaimana Yesus memperlihatkan keberanian.
12 Yesus memperlihatkan keberanian yang besar selama pelayanannya. Dengan menggunakan wewenangnya sebagai Putra Allah, ia tanpa gentar ”masuk ke bait dan mulai mengusir semua orang yang berjual beli di bait, dan menjungkirbalikkan meja-meja para penukar uang dan bangku-bangku para penjual merpati”. (Mat. 21:12) Ketika para prajurit datang untuk menangkap Yesus pada malam terakhirnya, ia dengan berani maju melindungi murid-muridnya, dengan mengatakan, ”Jika aku yang kamu cari, biarkan mereka ini pergi.” (Yoh. 18:8) Beberapa saat kemudian, ia menyuruh Petrus menyingkirkan pedangnya, dengan demikian memperlihatkan bahwa sumber keyakinan Yesus bukanlah senjata jasmani, melainkan Yehuwa.—Yoh. 18:11.
13 Yesus tanpa gentar menelanjangi guru-guru palsu yang tidak pengasih pada zamannya dan menyingkapkan ajaran-ajaran mereka yang salah. ”Celakalah bagimu, penulis-penulis dan orang-orang Farisi, orang-orang munafik! karena kamu menutup kerajaan surga di hadapan manusia,” kata Yesus kepada mereka. ”Kamu telah mengabaikan perkara-perkara yang lebih berbobot sehubungan dengan hukum, yakni keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. . . . Kamu membersihkan bagian luar cawan dan piring, tetapi di dalamnya penuh dengan rampasan dan hal-hal yang melampaui batas.” (Mat. 23:13, 23, 25) Murid-murid Yesus pun perlu berani karena para pemimpin agama palsu juga akan menganiaya mereka dan membunuh beberapa dari mereka.—Mat. 23:34; 24:9.
14 Yesus bersikap berani bahkan terhadap roh-roh jahat. Pada suatu peristiwa, ia menghadapi seorang pria yang kerasukan roh jahat yang begitu kuat sampai-sampai tak seorang pun mampu mengikatnya dengan rantai. Tanpa merasa terintimidasi, Yesus mengusir banyak roh jahat yang mengendalikan pria itu. (Mrk. 5:1-13) Dewasa ini, Allah tidak memberikan kepada orang Kristen kemampuan untuk mengadakan mukjizat seperti itu. Namun, sewaktu mengabar dan mengajar, kita juga harus bertempur dalam perang rohani melawan Setan, yang telah ”membutakan pikiran orang-orang yang tidak percaya”. (2 Kor. 4:4) Seperti halnya Yesus, senjata-senjata kita ”tidak bersifat daging, tetapi penuh kuasa oleh karena Allah, untuk merobohkan perkara-perkara yang dibentengi dengan kuat”—konsep keagamaan yang sudah berurat-berakar tetapi salah. (2 Kor. 10:4) Dalam menggunakan senjata-senjata rohani ini, kita belajar banyak dari teladan Yesus.
15. Keberanian Yesus didasarkan atas apa?
15 Keberanian Yesus tidak didasarkan atas sikap asal berani, tetapi atas iman. Keberanian kita pun harus seperti itu. (Mrk. 4:40) Bagaimana kita bisa memperoleh iman yang sejati? Sekali lagi, teladan Yesus menuntun kita. Ia memiliki pengetahuan yang saksama tentang Tulisan Kudus dan keyakinan yang penuh atasnya. Senjata Yesus bukan pedang harfiah, melainkan pedang roh, yakni Firman Allah. Ia selalu mendukung ajarannya dengan kutipan Tulisan Kudus. Ia sering memulai kata-katanya dengan pernyataan ”ada tertulis”, yakni dalam Firman Allah.a
16. Bagaimana kita bisa memperoleh iman yang lebih besar?
16 Guna membangun iman yang sanggup menahan berbagai cobaan yang mau tidak mau dialami sebagai murid Yesus, kita harus membaca dan mempelajari Alkitab setiap hari dan menghadiri perhimpunan, memasukkan ke dalam pikiran kita berbagai kebenaran yang menjadi fondasi iman kita. (Rm. 10:17) Kita juga harus merenungkan dalam-dalam apa yang kita pelajari, membiarkannya meresap ke dalam hati kita. Hanya iman yang hidup yang bisa menggerakkan kita untuk bertindak berani. (Yak. 2:17) Dan, kita harus berdoa meminta roh kudus karena iman adalah bagian dari buah roh.—Gal. 5:22.
17, 18. Bagaimana seorang saudari muda memperlihatkan keberanian di sekolah?
17 Seorang saudari muda bernama Kitty mengalami bagaimana iman sejati bisa memberi keberanian. Sejak kecil, ia tahu bahwa ia tidak boleh ”malu akan kabar baik” di sekolah, dan ia sungguh-sungguh ingin memberikan kesaksian yang bagus kepada teman-temannya. (Rm. 1:16) Setiap tahun, ia bertekad untuk menceritakan kabar baik kepada mereka, tetapi ia menahan diri karena kurang berani. Beberapa tahun kemudian, ia pindah sekolah. ”Kali ini, saya akan mengganti semua kesempatan yang sudah saya lewatkan,” katanya. Kitty berdoa meminta keberanian seperti Kristus, kebijaksanaan, dan peluang yang pas.
18 Pada hari pertama sekolah, siswa-siswa diminta memperkenalkan diri satu per satu. Beberapa murid menyebutkan latar belakang agama mereka, dan menambahkan bahwa mereka tidak benar-benar rajin beribadat. Kitty sadar bahwa inilah peluang yang telah ia doakan. Ketika gilirannya tiba, ia dengan yakin mengatakan, ”Saya anggota Saksi-Saksi Yehuwa, dan sumber bimbingan saya dalam hal rohani dan moral adalah Alkitab.” Sambil Kitty berbicara, beberapa siswa mulai memasang muka mengejek. Tetapi yang lain-lainnya memperhatikan dan belakangan mengajukan berbagai pertanyaan. Sang guru bahkan menggunakan Kitty sebagai teladan dalam hal membela kepercayaan. Kitty sangat senang karena telah belajar dari teladan keberanian Yesus.
Perlihatkan Iman dan Keberanian seperti Kristus
19. (a) Apa yang tercakup dalam iman yang sejati? (b) Bagaimana kita bisa membuat Yehuwa bersukacita?
19 Para rasul juga menyadari bahwa tindakan mereka yang berani harus didasarkan atas iman. Mereka memohon kepada Yesus, ”Berilah kami lebih banyak iman.” (Baca Lukas 17:5, 6.) Memiliki iman yang sejati bukan sekadar percaya bahwa Allah itu ada. Iman yang sejati artinya mengembangkan hubungan yang dalam dan penuh kepercayaan dengan Yehuwa, sama seperti hubungan seorang anak kecil dengan ayahnya yang baik hati dan pengasih. Di bawah ilham, Salomo menulis, ”Putraku, jika hatimu bijaksana, hatiku akan bersukacita, ya, hatiku. Dan ginjalku akan sangat bersukacita apabila bibirmu mengatakan hal yang lurus.” (Ams. 23:15, 16) Demikian pula, keberanian kita dalam membela prinsip-prinsip yang adil-benar akan membuat Yehuwa bersukacita, dan karena mengetahui hal itu, kita pun semakin berani. Maka, marilah kita selalu meniru teladan Yesus, membela keadilbenaran dengan berani!
[Catatan Kaki]
a Misalnya, lihat Matius 4:4, 7, 10; 11:10; 21:13; 26:31; Markus 9:13; 14:27; Lukas 24:46; Yohanes 6:45; 8:17.
-
-
Kasih Kristus Menggerakkan Kita untuk MengasihiMenara Pengawal—2009 | 15 September
-
-
Kasih Kristus Menggerakkan Kita untuk Mengasihi
”Yesus, yang mengasihi miliknya yang ada di dalam dunia, mengasihi mereka sampai ke akhir.”—YOH. 13:1.
1, 2. (a) Mengapa kasih Yesus luar biasa? (b) Aspek kasih apa saja yang akan kita bahas dalam artikel ini?
YESUS adalah teladan sempurna dalam hal kasih. Segalanya tentang dia—ucapannya, tingkah lakunya, ajarannya, dan kematiannya sebagai korban—mempertunjukkan kasihnya. Hingga akhir kehidupannya di bumi, Yesus memperlihatkan kasih kepada orang-orang yang ia temui dan terutama kepada murid-muridnya.
2 Teladan Yesus yang menonjol dalam hal kasih menetapkan standar yang tinggi untuk diikuti murid-muridnya. Hal itu juga memotivasi kita untuk memperlihatkan kasih yang serupa kepada saudara-saudari rohani kita dan juga kepada semua orang. Dalam artikel ini, kita akan membahas apa yang bisa dipelajari oleh para penatua sidang dari Yesus tentang memperlihatkan kasih kepada saudara-saudari yang melakukan kesalahan, bahkan kesalahan yang parah. Kita akan mengulas juga bagaimana kasih Yesus menggerakkan orang Kristen untuk membantu orang-orang yang mengalami kesulitan, tertimpa bencana, dan menderita penyakit.
3. Meskipun Petrus melakukan kesalahan serius, bagaimana Yesus memandang dia?
3 Pada malam sebelum kematian Yesus, rasulnya sendiri, Petrus, menyangkal dia tiga kali. (Mrk. 14:66-72) Namun, seperti yang sudah Yesus nubuatkan, Petrus bertobat. Yesus pun mengampuninya, dan memercayakan kepada Petrus berbagai tanggung jawab yang besar. (Luk. 22:32; Kis. 2:14; 8:14-17; 10:44, 45) Apa yang kita pelajari dari sikap Yesus terhadap orang-orang yang melakukan kesalahan serius?
Perlihatkan Sikap Mental Kristus terhadap Pelaku Kesalahan
4. Situasi apa yang terutama menuntut kita memperlihatkan sikap mental Kristus?
4 Di antara banyak situasi yang menuntut kita memperlihatkan sikap mental Kristus, yang terutama memedihkan hati adalah menghadapi perbuatan salah yang serius, entah di dalam keluarga atau sidang. Sungguh menyedihkan, seiring dengan mendekatnya klimaks dari hari-hari terakhir sistem Setan, roh dunia memakan semakin banyak korban di bidang moral. Tingkah laku moral dunia ini yang buruk atau apatis bisa merongrong semua, tua maupun muda, sehingga mengikis tekad mereka untuk berjalan di jalan yang sempit. Pada abad pertama, ada saudara-saudari yang harus dipecat dari sidang Kristen, dan ada yang ditegur. Demikian pula dewasa ini. (1 Kor. 5:11-13; 1 Tim. 5:20) Meskipun demikian, jika para penatua yang menangani kasus-kasus ini memperlihatkan kasih seperti Kristus, itu bisa berdampak besar atas diri sang pelaku kesalahan.
5. Bagaimana para penatua hendaknya meniru sikap Kristus terhadap pelaku kesalahan?
5 Seperti Yesus, para penatua harus menjunjung standar Yehuwa yang adil-benar setiap waktu. Dengan demikian, mereka mencerminkan kelemahlembutan, kebaikan hati, dan kasih Yehuwa. Apabila seseorang betul-betul bertobat, ”patah hati”, dan ’remuk semangat’ karena kesalahannya, mungkin tidak sulit bagi para penatua untuk ”menyesuaikan kembali orang tersebut dengan roh kelemahlembutan”. (Mz. 34:18; Gal. 6:1) Namun, apa yang harus dilakukan ketika mereka berhadapan dengan orang yang membangkang dan kurang atau tidak menunjukkan penyesalan?
6. Apa yang harus dihindari para penatua sewaktu menghadapi pelaku kesalahan, dan mengapa?
6 Jika seorang pelaku kesalahan menolak nasihat Alkitab atau berupaya melemparkan kesalahannya kepada orang lain, para penatua dan yang lainnya mungkin merasa geram. Karena mengetahui kerugian yang diakibatkan orang itu, mereka mungkin tergoda untuk mengungkapkan perasaan mereka sendiri tentang tindakan dan sikap orang itu. Namun, kemarahan itu merusak, dan tidak mencerminkan ”pikiran Kristus”. (1 Kor. 2:16; baca Yakobus 1:19, 20.) Yesus memperingatkan beberapa orang di zamannya dengan jelas dan gamblang, tetapi tidak pernah satu kali pun ia mengatakan sesuatu yang mengandung kebencian atau dimaksudkan untuk menyakiti. (1 Ptr. 2:23) Sebaliknya, ia membuka pintu lebar-lebar bagi para pelaku kesalahan untuk bertobat dan memperoleh kembali perkenan Yehuwa. Sesungguhnya, salah satu alasan utama Yesus datang ke dunia adalah ”untuk menyelamatkan orang-orang berdosa”.—1 Tim. 1:15.
7, 8. Apa yang hendaknya membimbing para penatua dalam menangani masalah pengadilan?
7 Bagaimana seharusnya teladan Yesus dalam hal ini memengaruhi sikap kita terhadap orang yang harus didisiplin oleh sidang? Ingatlah bahwa pengaturan Alkitab untuk tindakan pengadilan di dalam sidang melindungi kawanan dan bisa menggerakkan pelaku kesalahan yang didisiplin untuk bertobat. (2 Kor. 2:6-8) Sungguh tragis bahwa beberapa orang tidak bertobat dan harus dipecat, namun betapa menghangatkan hati bahwa sejumlah besar dari mereka belakangan kembali kepada Yehuwa dan sidang-Nya. Jika para penatua memperlihatkan sikap seperti Kristus, mereka turut melancarkan jalan bagi pelaku kesalahan untuk bertobat dan akhirnya kembali. Di kemudian hari, beberapa dari mereka mungkin tidak ingat semua nasihat Alkitab yang diberikan para penatua, tetapi mereka pasti akan mengingat bahwa para penatua merespek martabat mereka dan memperlakukan mereka dengan kasih.
8 Oleh karena itu, para penatua harus memperlihatkan ”buah roh”, terutama kasih seperti Kristus, sekalipun sang pelaku kesalahan tidak mau menerima nasihat Alkitab. (Gal. 5:22, 23) Mereka hendaknya tidak pernah terburu-buru mengeluarkan pelaku kesalahan dari sidang. Mereka harus memperlihatkan bahwa mereka ingin orang yang bersalah itu kembali kepada Yehuwa. Jadi, sewaktu seorang pedosa belakangan bertobat, dan memang banyak yang demikian, ia akan sangat berterima kasih baik kepada Yehuwa maupun kepada ”pemberian berupa manusia” yang telah membuatnya merasa lebih mudah untuk kembali ke sidang.—Ef. 4:8, 11, 12.
Memperlihatkan Kasih Kristus pada Zaman Akhir
9. Berikan contoh penerapan kasih Yesus kepada murid-muridnya.
9 Lukas mencatat sebuah contoh menonjol dari kasih Yesus. Ia tahu bahwa pada akhirnya, prajurit Romawi akan mengepung kota Yerusalem yang bakal hancur, agar penduduknya tidak melarikan diri. Karena itu, Yesus dengan pengasih memperingatkan murid-muridnya, ”Apabila kamu melihat Yerusalem dikepung oleh bala tentara yang berkemah, kemudian ketahuilah bahwa penghancuran atasnya sudah dekat.” Apa yang harus mereka lakukan? Yesus memberikan petunjuk yang jelas dan spesifik. ”Kemudian hendaklah orang-orang yang di Yudea mulai melarikan diri ke pegunungan, dan hendaklah orang-orang yang berada di tengah-tengah kota itu mengundurkan diri, dan hendaklah orang-orang yang berada di daerah-daerah pedesaan jangan masuk ke sana; karena inilah hari-hari untuk menjalankan keadilan, agar semua hal yang tertulis digenapi.” (Luk. 21:20-22) Setelah pasukan Romawi mengepung Yerusalem pada tahun 66 M lalu mundur, orang-orang yang taat pun mengikuti petunjuk itu.
10, 11. Bagaimana kita terbantu untuk siap menghadapi ”kesengsaraan besar” dengan memikirkan orang Kristen masa awal yang melarikan diri dari Yerusalem?
10 Sewaktu melarikan diri dari Yerusalem, orang Kristen perlu memperlihatkan kasih terhadap satu sama lain, sebagaimana Kristus telah memperlihatkan kasih kepada mereka. Mereka tentu harus berbagi milik mereka dengan satu sama lain. Tetapi, nubuat Yesus mengandung penggenapan yang jauh lebih besar daripada sekadar kehancuran kota kuno itu. Ia menubuatkan, ”Akan ada kesengsaraan besar seperti yang belum pernah terjadi sejak awal dunia hingga sekarang, tidak, dan juga tidak akan terjadi lagi.” (Mat. 24:17, 18, 21) Sebelum dan selama ”kesengsaraan besar” yang akan datang, kita juga mungkin akan mengalami berbagai kesukaran dan kekurangan. Dengan memiliki sikap mental Kristus, kita akan terbantu untuk bertahan menghadapinya.
11 Pada waktu itu, kita akan perlu mengikuti teladan Yesus, dengan memperlihatkan kasih yang tidak mementingkan diri. Dalam hal ini, Paulus menasihati, ”Marilah kita masing-masing menyenangkan sesamanya dengan apa yang baik untuk membinanya. Sebab bahkan Kristus tidak menyenangkan dirinya sendiri . . . Semoga Allah yang memberikan ketekunan dan penghiburan membuat kamu memiliki di antara kamu sikap mental yang sama dengan yang dimiliki Kristus Yesus.”—Rm. 15:2, 3, 5.
12. Kasih seperti apa yang perlu kita kembangkan sekarang, dan mengapa?
12 Petrus, yang merasakan kasih Yesus, juga mendorong orang Kristen untuk memupuk ”kasih sayang persaudaraan yang tidak munafik” dan ’taat kepada kebenaran’. Orang Kristen diminta untuk ’mengasihi satu sama lain dengan sungguh-sungguh dari hati’. (1 Ptr. 1:22) Dewasa ini, kita lebih perlu lagi mengembangkan sifat-sifat Kristus seperti itu. Tekanan atas seluruh umat Allah sudah semakin meningkat. Kita semua hendaknya tidak mengandalkan unsur apa pun dari dunia tua ini, sebagaimana diperlihatkan dengan jelas oleh krisis keuangan dunia baru-baru ini. (Baca 1 Yohanes 2:15-17.) Sebaliknya, karena sistem ini akan segera berakhir, kita perlu mendekat kepada Yehuwa dan kepada satu sama lain, yaitu dengan memupuk persahabatan yang tulus di dalam sidang. Paulus menasihati, ”Dalam hal kasih persaudaraan, milikilah kasih sayang seorang terhadap yang lain. Dalam hal memperlihatkan hormat, hendaklah saling mendahului.” (Rm. 12:10) Dan Petrus menandaskan pokok ini lebih jauh, dengan mengatakan, ”Di atas segalanya, kasihilah satu sama lain dengan sungguh-sungguh, karena kasih menutup banyak sekali dosa.”—1 Ptr. 4:8.
13-15. Bagaimana beberapa saudara memperlihatkan kasih seperti Kristus ketika terjadi bencana alam?
13 Di seputar dunia, Saksi-Saksi Yehuwa dikenal karena memperlihatkan kasih yang nyata seperti Kristus. Misalnya, Saksi-Saksi memberikan bantuan sukarela kepada korban badai dan hurikan yang meluluhlantakkan kawasan yang luas di Amerika Serikat bagian selatan pada tahun 2005. Digerakkan oleh teladan Yesus, lebih dari 20.000 Saksi menjadi sukarelawan. Banyak dari mereka meninggalkan rumah yang nyaman dan pekerjaan yang mapan demi membantu saudara-saudari mereka yang terkena bencana.
14 Di sebuah kawasan, air laut menyerbu masuk hingga sejauh 80 kilometer ke daratan, dengan ketinggian air mencapai 10 meter. Ketika air surut, sepertiga rumah dan bangunan lain di jalur badai hancur porak-poranda. Para sukarelawan Saksi dari beberapa negeri, termasuk yang memiliki keterampilan, datang membawa perkakas dan bahan bangunan ke kawasan itu dan bersedia melakukan pekerjaan apa pun yang dibutuhkan. Dua saudari janda kakak-beradik, mengemas barang mereka dan memuatkannya ke dalam truk pikap lalu menempuh perjalanan sejauh 3.000 kilometer untuk membantu. Salah seorang dari mereka tetap tinggal di kawasan itu, masih membantu panitia bantuan kemanusiaan setempat dan melayani sebagai perintis biasa.
15 Lebih dari 5.600 rumah Saksi dan orang lain di wilayah itu telah dibangun kembali atau diperbaiki. Bagaimana perasaan Saksi-Saksi setempat yang menerima kelimpahan kasih yang luar biasa ini? Seorang saudari yang rumahnya hancur pindah ke trailer kecil yang atapnya bocor dan kompornya rusak. Saudara-saudara membangun untuknya sebuah rumah yang sederhana tetapi nyaman. Sambil berdiri di depan rumah barunya yang rapi, ia menangis dengan penuh syukur kepada Yehuwa dan saudara-saudarinya. Dalam banyak peristiwa lain, Saksi-Saksi tetap tinggal di bangunan pengungsian selama setahun atau lebih padahal rumah mereka sudah selesai dibangun ulang. Mengapa? Agar rumah baru mereka bisa ditinggali oleh para pekerja bantuan kemanusiaan. Sungguh teladan yang bagus dalam memperlihatkan sikap mental Kristus!
Memperlihatkan Sikap Kristus kepada Orang Sakit
16, 17. Dengan cara apa saja kita bisa mencerminkan sikap mental Kristus terhadap orang sakit?
16 Tidak banyak dari kita yang mengalami bencana alam yang besar. Namun, hampir setiap orang harus menghadapi masalah kesehatan, entah yang dialami dia sendiri atau anggota keluarganya. Sikap mental Yesus kepada orang sakit menjadi contoh bagi kita. Kasihnya menggerakkan dia untuk merasa kasihan kepada mereka. Ketika banyak orang sakit diantar kepadanya, ”ia menyembuhkan semua orang yang keadaannya menyedihkan”.—Mat. 8:16; 14:14.
17 Dewasa ini, orang Kristen tidak memiliki kemampuan mukjizat untuk menyembuhkan orang, tetapi seperti Yesus, mereka beriba hati terhadap orang sakit. Bagaimana hal itu ditunjukkan? Sebagai satu contoh, para penatua memperlihatkan bahwa mereka memiliki sikap mental Kristus dengan membuat dan memantau pengaturan untuk membantu anggota sidang yang sakit, mengikuti prinsip yang terdapat di Matius 25:39, 40.a (Baca.)
18. Bagaimana dua saudari memperlihatkan kasih yang tulus kepada saudari lain, dan apa saja hasilnya?
18 Tentu saja, kita tidak perlu menjadi penatua untuk berbuat baik kepada orang lain. Perhatikan pengalaman Charlene, 44 tahun, yang mengidap kanker dan diberi tahu bahwa umurnya tinggal sepuluh hari lagi. Dua saudari seiman bernama Sharon dan Nicollete, yang melihat keadaan itu dan menyadari betapa letihnya sang suami yang dengan penuh pengabdian merawatnya, menyediakan diri mereka sepenuh waktu guna membantu Charlene pada hari-hari terakhirnya. Ternyata, hari-hari itu berlangsung sampai enam minggu, tetapi kedua saudari tersebut terus memperlihatkan kasih mereka hingga akhir. ”Sulit rasanya mengetahui bahwa ia tidak akan sembuh,” kata Sharon. ”Namun, Yehuwa membuat kami kuat. Pengalaman itu mendekatkan kami kepada Yehuwa dan kepada satu sama lain.” Suami Charlene mengatakan, ”Saya akan selalu mengenang bantuan yang baik hati dari kedua saudari yang saya kasihi ini. Motif mereka yang murni dan sikap mereka yang positif membuat cobaan terakhir ini lebih mudah bagi Charlene-ku yang setia dan memberi saya kelegaan fisik dan emosi yang benar-benar sedang saya butuhkan. Saya sangat berterima kasih kepada mereka. Pengorbanan mereka memperkuat iman saya kepada Yehuwa dan kasih saya kepada seluruh persekutuan saudara-saudara.”
19, 20. (a) Lima aspek apa dari sikap mental Kristus yang telah kita bahas? (b) Apa tekad Saudara?
19 Dalam tiga artikel ini, kita telah membahas lima aspek dari sikap mental Yesus dan caranya kita bisa meniru pikiran dan tindakan Yesus. Marilah kita bersikap ”lembut dan rendah hati”, seperti Yesus. (Mat. 11:29) Semoga kita selalu berupaya memperlakukan orang lain dengan baik hati, bahkan sewaktu ketidaksempurnaan dan kelemahan mereka terlihat jelas. Dan, marilah kita dengan tabah serta berani menaati segala tuntutan Yehuwa, bahkan saat menghadapi cobaan.
20 Akhirnya, marilah kita memperlihatkan kasih kepada semua saudara-saudari kita ”sampai ke akhir”, seperti Kristus. Kasih seperti itu mengidentifikasi kita sebagai pengikut sejati dari Yesus. (Yoh. 13:1, 34, 35) Ya, ”hendaklah kasih persaudaraan tetap ada di antara kamu”. (Ibr. 13:1) Jangan menahan-nahan diri! Gunakan kehidupan Saudara untuk memuji Yehuwa dan membantu orang lain! Yehuwa akan memberkati upaya Saudara yang sungguh-sungguh.
[Catatan Kaki]
a Lihat artikel ”Berbuatlah Lebih Banyak Dari Pada Hanya Mengatakan, ’Kenakanlah Kain Panas dan Makanlah Sampai Kenyang’” di Menara Pengawal seri 29, atau The Watchtower terbitan 15 Oktober 1986.
-