-
Halaman Judul/Halaman PenerbitApakah Akan Ada Suatu Dunia tanpa Perang?
-
-
Halaman Judul/Halaman Penerbit
Apakah Akan Ada Suatu Dunia tanpa Perang?
Cetakan 2008
Publikasi ini tersedia sebagai bagian dari pekerjaan pendidikan Alkitab sedunia yang ditunjang oleh sumbangan sukarela.
Kecuali disebutkan lain, semua kutipan dari brosur ini diambil dari Alkitab Terjemahan Baru terbitan Lembaga Alkitab Indonesia.
Simbol terjemahan Alkitab yang dipakai:
NW - New World Translation of the Holy Scriptures—With References (1984)
-
-
Kata PengantarApakah Akan Ada Suatu Dunia tanpa Perang?
-
-
Kata Pengantar
Apakah Akan Ada Suatu Dunia tanpa Perang?—Pada zaman ini, kita telah menyaksikan peperangan paling ganas yang mengakibatkan banyak penderitaan atas umat manusia. Jutaan janda, duda, dan anak yatim piatu meratapi kematian orang-orang yang mereka kasihi. Dalam konferensi perdamaian Timur Tengah di Madrid pada tahun 1991, Yitzhak Shamir mengatakan, ”Saya yakin bahwa tidak ada seorang ibu berkebangsaan Arab yang menginginkan putranya mati dalam pertempuran—sebagaimana juga tidak ada seorang ibu berkebangsaan Yahudi yang menginginkan putranya mati dalam peperangan.” Maka, judul tulisan kami sungguh tepat, Apakah Akan Ada Suatu Dunia Tanpa Perang?
Lagi pula, pernahkah saudara bertanya: Apakah ada suatu cara untuk memastikan keberadaan Allah? Jika ada, mengapa Ia mengizinkan begitu banyak penderitaan? Apa maksud-tujuan Allah bagi kita, dan bagaimana kita dapat mengetahuinya? Bukti apa yang menyatakan bahwa Alkitab terilham? Bagaimana sebenarnya keadaan orang-orang mati, dan harapan apa, jika ada, yang tersedia bagi mereka? Pertanyaan-pertanyaan ini dan pertanyaan-pertanyaan lain akan dijawab dalam pembahasan ini.
[Gambar di hlm. 2]
Gn. Hermon
Dekat Laut Galilea
Sungai Yordan
Bumi dapat menjadi firdaus—manusia telah membuatnya menjadi medan pertempuran
Sampul depan: Patung Perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan latar belakang Tembok Yesaya
-
-
Apakah Akan Ada Suatu Dunia tanpa Perang?Apakah Akan Ada Suatu Dunia tanpa Perang?
-
-
Apakah Akan Ada Suatu Dunia tanpa Perang?
1, 2. Pertanyaan-pertanyaan apa yang timbul sehubungan dengan masa depan dunia?
SEJAK didirikan sebagai negara modern pada tahun 1948, Israel selalu siap untuk mempertahankan diri terhadap negara-negara tetangganya. Konfrontasi ini, perselisihan yang terus berlangsung ini, telah mengakibatkan banyak ibu, istri, anak, dan orang-orang lain—di kedua belah pihak—dalam keadaan ditinggalkan dan berkabung. Namun, salah satu keinginan wajar umat manusia, terutama dalam tingkat keluarga, adalah untuk dapat hidup dalam damai.
2 Akan tetapi, perang dan pertikaian bukan saja masalah Timur Tengah. Situasi panas yang sewaktu-waktu dapat meledak tampaknya terdapat di mana-mana di seluruh dunia. Jadi pertanyaannya adalah, Apakah perdamaian, bukan hanya di Timur Tengah melainkan perdamaian sedunia, akan pernah tercapai? Jika demikian, bagaimana hal itu akan tercapai? Apakah akan tercapai melalui itikad baik manusia dalam bidang politik, agama, dan etnik? Apakah hal itu kelihatannya mungkin? Atau apakah Allah, Pemilik dan Pencipta bumi, harus campur tangan?
3-5. (a) Janji apa berkenaan perdamaian diberikan dalam Alkitab? (b) Pertanyaan-pertanyaan apa perlu diselidiki lebih lanjut?
3 Kitab-Kitab Ibrani memberi kita banyak nubuat yang membesarkan hati tentang suatu masa manakala bangsa-bangsa ”akan menempa pedang-pedangnya menjadi mata bajak dan tombak-tombaknya menjadi pisau pemangkas; bangsa tidak akan lagi mengangkat pedang terhadap bangsa, dan mereka tidak akan lagi belajar perang”.—Yesaya 2:4.
4 Bukan hanya Yesaya yang berbicara mengenai perdamaian seluas dunia ini. (Mazmur 46:9-11) Masa perdamaian dan keharmonisan yang menyeluruh di antara manusia sesungguhnya merupakan tema utama Alkitab. Sebagaimana dinyatakan negarawan dan penulis Israel bernama Abba Eban, Kitab-Kitab Ibrani memberikan kepada bangsa Israel purba suatu perspektif dan harapan masa depan yang unik, seraya ”Israel sendiri menanti-nantikan zaman keemasan di masa depan”.1 Ya, masa depan yang indah sudah di ambang pintu bagi seluruh umat manusia, akhir dari peperangan, dan masih banyak lagi. Yesaya juga menubuatkan keadaan-keadaan Firdaus di seluruh muka bumi—akhir dari kemiskinan, penyakit, dan bahkan kematian.—Yesaya 11:9; 25:8; 33:24; 35:5, 6; 65:21.
5 Beberapa orang mungkin membantah, ’Nubuat-nubuat itu ditulis ribuan tahun yang lalu, tetapi peperangan tetap ada. Bagaimana Alkitab dapat disebut sebagai sumber harapan yang dapat diandalkan? Bukti nyata apa yang tersedia bahwa Alkitab benar-benar Firman dari Allah?’
-
-
Alkitab—Diilhamkan Allah?Apakah Akan Ada Suatu Dunia tanpa Perang?
-
-
Alkitab—Diilhamkan Allah?
1, 2. Mengapa banyak orang menaruh respek kepada Alkitab, dan apa yang diakui para penulisnya?
THE New Encyclopædia Britannica menyebut Alkitab sebagai ”koleksi buku yang mungkin paling berpengaruh dalam sejarah manusia”. Alkitab dijunjung tinggi oleh banyak orang karena usianya yang tua—ada bagian-bagian yang ditulis 3.500 tahun yang lalu. Namun, nasihatnya yang praktis dan up-to-date merupakan salah satu alasan mengapa lebih dari tiga miliar eksemplar Alkitab telah didistribusikan dan mengapa Alkitab telah diterjemahkan, seluruhnya atau sebagian, ke dalam hampir dua ribu bahasa, sehingga menjadi buku terlaris sepanjang masa.
2 Selain faktor-faktor ini, yang semuanya menimbulkan respek terhadap Alkitab, masih ada corak lain yang membuatnya sangat berpengaruh dan menarik selama berabad-abad—pengakuannya sebagai wahyu yang diilhamkan Allah Yang Mahakuasa. Musa, yang menyusun Taurat (lima kitab pertama dari Alkitab) ”menuliskan” semua yang diperintahkan Allah kepadanya, termasuk kisah penciptaan, catatan Air Bah pada zaman Nuh, dan sejarah mengenai Abraham dan cara Musa sendiri berurusan dengan Allah. (Keluaran 24:3, 4) Raja Daud berkata, ”Roh TUHAN berbicara dengan perantaraanku, firmanNya ada di lidahku.” (2 Samuel 23:2) Penulis-penulis lain dari Alkitab membuat pengakuan serupa mengenai bimbingan ilahi. Semua tulisan ini secara terpadu memuat penjelasan Allah sendiri berkenaan sejarah—arti yang sesungguhnya, penafsirannya, dan hasil akhirnya. Penulis-penulis Alkitab yang berbeda—raja, buruh upahan, imam, dan yang lain-lain—semuanya bertindak sebagai sekretaris dalam mencatat pikiran Allah, Pengarang Alkitab dan Penjamin janji-janji yang terdapat di dalamnya.
3. Apa yang menunjukkan bahwa kepercayaan kepada Allah dan kepada ilmu pengetahuan tidak bertentangan?
3 Karena Alkitab mengaku bersumber dari Allah, barangkali bagi banyak orang pertanyaan utama justru menyangkut keberadaan Pengarangnya. Banyak orang sama sekali menyangkal keberadaan Allah. Orang-orang lain, dipengaruhi kesan bahwa semua cendekiawan telah menolak gagasan tentang Allah dan kepercayaan akan Alkitab, bertanya, ”Mengapa para ilmuwan tidak percaya kepada Allah?” Apakah kesan ini benar? Sebuah artikel dalam majalah New Scientist berkata bahwa, ”pandangan yang biasanya mengira bahwa para ilmuwan adalah orang-orang tidak percaya . . . adalah pandangan yang sama sekali salah”.2 Artikel yang sama melaporkan bahwa survei secara acak di berbagai universitas, lembaga riset, dan laboratorium industri menunjukkan bahwa ”sebanyak delapan dari setiap sepuluh ilmuwan mempunyai iman religius atau menyetujui prinsip-prinsip ’non-ilmiah’.” Maka, tidaklah tepat bila dikatakan bahwa iman tidak cocok dengan ilmu pengetahuan atau para ilmuwan. (Lihat kotak, halaman 4-5.)
Apakah Ada Bukti Pengilhaman?
4. Kebenaran-kebenaran ilmiah apa disebutkan ribuan tahun yang lalu dalam Alkitab?
4 Sewaktu seseorang sampai pada kesimpulan bahwa ada bukti yang meyakinkan mengenai keberadaan Pencipta, masih ada pertanyaan tentang apakah Ia telah mengilhami manusia untuk mencatat pikiran serta maksud-tujuan-Nya dalam Alkitab. Ada banyak alasan mengapa kita dapat yakin bahwa memang demikianlah halnya, salah satu di antaranya adalah kesaksamaannya secara ilmiah. (Lihat kotak, halaman 6.) Misalnya, lebih dari 3.000 tahun yang lalu, Ayub mengatakan bahwa Allah ”menggantungkan bumi pada kehampaan”. (Ayub 26:7) Kira-kira 2.700 tahun yang lalu, nabi Yesaya menyatakan bahwa Allah ”bertakhta di atas bulatan bumi”. (Yesaya 40:22) Nah, bagaimana Ayub atau Yesaya dapat mengetahui kebenaran-kebenaran ilmiah yang mendasar ini bahwa bumi tergantung di ruang angkasa dan berbentuk bulat? Hal tersebut mungkin dikenal baik dewasa ini, tetapi pernyataan-pernyataan ini telah dibuat pada waktu ide-ide seperti itu belum pernah terdengar. Bukankah wahyu ilahi merupakan penjelasan yang paling masuk akal?
5, 6. Penggenapan-penggenapan apa atas nubuat memberikan bukti bahwa para penulis Alkitab diilhamkan Allah?
5 Nubuat, yang sebenarnya adalah sejarah yang ditulis sebelum itu terjadi, agaknya merupakan unsur utama Alkitab yang meneguhkan pernyataannya sebagai yang diilhamkan Allah. Misalnya, nabi Yesaya menubuatkan bukan hanya bahwa Yerusalem akan dibinasakan oleh Babilon dan bahwa seluruh bangsa Yahudi akan ditawan, tetapi juga bahwa pada waktunya, Jenderal Kores dari Persia akan mengalahkan Babilon dan membebaskan orang-orang Yahudi dari penawanan. (Yesaya 13:17-19; 44:27–45:1) Dapatkah saudara memikirkan suatu sarana, selain pengilhaman ilahi, sehingga 200 tahun sebelumnya, Yesaya dapat dengan jitu meramalkan kelahiran Kores, namanya, dan tepatnya apa yang akan ia lakukan? (Lihat kotak, halaman 7.)
6 Beberapa nubuat yang terkenal dicatat oleh Daniel, nabi yang hidup pada abad keenam SM. Ia tidak hanya menubuatkan kejatuhan Babilon ke tangan orang-orang Media dan Persia, tetapi juga meramalkan peristiwa-peristiwa jauh melampaui zamannya, jauh ke masa depan. Misalnya, nubuat Daniel meramalkan bangkitnya Yunani sebagai kuasa dunia di bawah Iskandar Agung (336-323 SM), terbaginya imperium Iskandar di antara keempat jenderalnya setelah ia meninggal pada usia muda, dan bangkitnya Kekaisaran Romawi, dengan kekuatan militer yang ditakuti (abad pertama SM). (Daniel 7:6; 8:21, 22) Semua peristiwa tersebut kini merupakan fakta sejarah yang tidak dapat disangkal.
7, 8. (a) Tuduhan apa diajukan beberapa orang mengenai nubuat-nubuat Alkitab? (b) Apa yang membuktikan bahwa tuduhan mengenai adanya kecurangan tidak ada dasarnya?
7 Karena nubuat-nubuat Alkitab begitu tepat, para pengkritik mencapnya sebagai penipuan, yaitu, sejarah yang ditulis setelah terjadinya fakta dan disamarkan sebagai nubuat. Namun bagaimana seseorang secara masuk akal dapat menyatakan bahwa imam-imam Yahudi akan berani merancang suatu nubuat? Dan untuk apa mereka merancang nubuat-nubuat yang memuat kecaman paling tajam terhadap diri mereka sendiri? (Yesaya 56:10, 11; Yeremia 8:10; Zefanya 3:4) Lagi pula, bagaimana seluruh bangsa yang melek huruf, yang dilatih dan dididik dengan Alkitab sebagai kitab suci, dapat dikelabui oleh olok-olok semacam itu?—Ulangan 6:4-9.
8 Bagaimana mungkin ada kecurangan sehubungan dengan lenyapnya seluruh peradaban, seperti Edom dan Babilon, padahal peristiwa-peristiwa ini terjadi berabad-abad setelah Kitab-Kitab Ibrani selesai ditulis? (Yesaya 13:20-22; Yeremia 49:17, 18) Bahkan jika seseorang berkeras bahwa nubuat-nubuat ini tidak ditulis pada zaman nabi-nabi itu sendiri, nubuat-nubuat tersebut tetap dicatat sebelum abad ketiga SM, karena pada waktu itu nubuat-nubuat tersebut sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani dalam Septuagint. Juga, Gulungan Laut Mati (yang memuat bagian-bagian dari semua buku yang bersifat nubuat dalam Alkitab) tertanggal abad kedua dan pertama SM. Sebagaimana dicatat, banyak nubuat justru digenapi setelah tanggal-tanggal ini.
Apakah Alkitab Penuh Pertentangan?
9-12. (a) Mengapa ada orang yang mengatakan bahwa isi Alkitab saling bertentangan? (b) Bagaimana beberapa ”pertentangan” dijelaskan?
9 Namun ada yang mengajukan keberatan, ’Alkitab penuh pertentangan dan ketidakcocokan.’ Sering kali, mereka yang membuat pernyataan ini belum pernah menyelidiki hal tersebut secara pribadi melainkan hanya mendengar satu atau dua contoh dugaan dari orang-orang lain. Nyatanya, kebanyakan dari yang dianggap ketidakcocokan dengan mudah dipecahkan jika mengingat bahwa penulis-penulis Alkitab sering kali memadatkan berita mereka dalam beberapa kata. Contoh tentang hal ini didapati pada catatan penciptaan. Sewaktu membandingkan Kejadian 1:1, 3 dengan Kejadian 1:14-16, banyak orang bertanya bagaimana mungkin Allah ”membuat” (NW) benda-benda penerang pada hari penciptaan keempat, padahal terang—yang tentunya berasal dari benda-benda penerang yang sama ini—dapat sampai ke bumi pada hari penciptaan pertama. Untuk menjelaskannya, tidak dibutuhkan uraian panjang-lebar karena penulis Ibrani telah memilih kata-kata dengan saksama. Perhatikan bahwa ayat 14-16 berbicara mengenai ”menjadikan” sebagai kontras dari ”menciptakan” dalam Kejadian 1:1, dan ”kedua benda penerang” sebagai kontras dari ”terang” dalam Kejadian 1:3. Hal ini menunjukkan bahwa pada hari penciptaan keempat, matahari dan bulan, yang sudah ada, mulai tampak jelas melalui atmosfer bumi yang tebal.a
10 Daftar silsilah juga telah menimbulkan beberapa kebingungan. Misalnya, Ezra mendaftarkan 23 nama dalam silsilah keimamannya di 1 Tawarikh 6:3-14, tetapi hanya mendaftarkan 16 nama untuk jangka waktu yang sama sewaktu memberikan silsilahnya sendiri di Ezra 7:1-5. Hal ini bukan ketidakcocokan, tetapi hanya suatu ringkasan. Selain itu, berdasarkan maksud penulis dalam mencatat sesuatu kejadian, ia menonjolkan, memperkecil, memasukkan, atau menghilangkan perincian-perincian yang oleh penulis Alkitab lain diungkapkan dengan cara yang berbeda ketika mencatat kejadian yang sama. Hal demikian bukanlah pertentangan melainkan perbedaan penyampaian yang mencerminkan sudut pandangan para penulis dan pembaca yang ditujunya.b
11 Sering kali, apa yang tampaknya tidak konsisten dapat dijelaskan jika kita melihat konteksnya. Misalnya, ”Dari mana Kain mendapat istri?” merupakan pertanyaan yang sering diajukan, yang menonjolkan keyakinan bahwa inilah ketidakcocokan dalam catatan Alkitab. Dugaannya adalah bahwa Adam dan Hawa hanya mempunyai dua anak laki-laki, Kain dan Habel. Kesulitan ini dapat dipecahkan dengan mudah kalau kita membaca kelanjutannya. Kejadian 5:4 mengatakan, ”Umur Adam, setelah memperanakkan Set, delapan ratus tahun, dan ia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan.” Jadi, Kain menikahi salah satu adik perempuannya atau mungkin keponakannya, dan ini selaras sepenuhnya dengan maksud Allah yang semula untuk memperbanyak keturunan manusia.—Kejadian 1:28.
12 Jelaslah bahwa banyak perincian dari sejarah manusia tidak dicatat sebagai bagian dari Catatan Ilahi. Namun setiap perincian yang perlu, bagi orang-orang yang pertama-tama membacanya maupun bagi kita dewasa ini, telah dicantumkan dengan tidak membuatnya sulit dan tidak mungkin dibaca.
Untuk Dimengerti Hanya oleh Para Sarjana?
13-15. (a) Mengapa ada orang yang berpendapat bahwa Alkitab terlalu sulit untuk dimengerti? (b) Bagaimana kita tahu bahwa Allah bermaksud agar Firman-Nya dimengerti?
13 Pernahkah saudara bertanya, ”Mengapa ada begitu banyak penafsiran yang saling bertentangan mengenai Alkitab?” Setelah mendengar para ahli agama berbantah satu sama lain, ada orang-orang tulus yang menjadi bingung dan tawar hati. Kesimpulan yang diambil banyak orang adalah bahwa Alkitab tidak jelas dan saling bertentangan. Akibatnya, banyak yang sama sekali menolak Alkitab, percaya bahwa Alkitab terlalu sulit untuk dibaca dan dimengerti. Orang-orang lain, sewaktu terbentur dengan sederetan panjang penafsiran agama ini, merasa enggan menyelidiki Alkitab dengan serius. Ada yang mengatakan, ”Orang-orang terpelajar sudah mendalaminya selama bertahun-tahun di seminari-seminari agama. Bagaimana mungkin saya mempunyai dasar untuk mempertanyakan apa yang mereka ajarkan?” Namun, inikah cara Allah memandang perkara-perkara tersebut?
14 Pada waktu Allah memberikan Hukum kepada bangsa Israel, Ia tidak menunjukkan bahwa Ia memberi mereka suatu sistem ibadat yang tidak dapat mereka mengerti, yang harus diserahkan kepada para guru teologi atau ”sarjana”. Melalui Musa di Ulangan 30:11, 14, Allah menyatakan, ”Perintah ini, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, tidaklah terlalu sukar bagimu dan tidak pula terlalu jauh. Tetapi firman ini sangat dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu, untuk dilakukan.” Seluruh bangsa, bukan hanya para pemimpinnya, diperintahkan, ”Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.” (Ulangan 6:6, 7) Perintah-perintah Allah, semua yang ditulis, cukup jelas untuk diikuti seluruh bangsa, orang-tua maupun anak-anak.c
15 Pada zaman Yesaya, para pemimpin agama telah menimpakan ke atas diri mereka kutukan Allah karena dengan lancang menambahkan dan menafsirkan hukum-hukum Allah. Nabi Yesaya menulis, ”Oleh karena bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari padaKu, dan ibadahnya kepadaKu hanyalah perintah manusia yang dihafalkan.” (Yesaya 29:13) Ibadat mereka telah menjadi perintah manusia, bukan perintah Allah. (Ulangan 4:2) ’Perintah-perintah manusia’ inilah, penafsiran dan penjelasan mereka sendiri, yang bertentangan. Firman Allah tidaklah demikian. Halnya sama dewasa ini.
Adakah Dasar Alkitab untuk Taurat Lisan?
16, 17. (a) Apa yang dipercaya oleh beberapa orang mengenai hukum lisan? (b) Apa yang ditunjukkan Alkitab sehubungan dengan suatu hukum lisan?
16 Beberapa orang yang percaya bahwa Musa menerima ”Taurat Lisan” sebagai tambahan kepada ”Taurat Tertulis”. Menurut kepercayaan ini, Allah memerintahkan agar perintah-perintah tertentu tidak ditulis melainkan disampaikan secara lisan dari generasi ke generasi, sehingga dipelihara hanya oleh tradisi lisan. (Lihat kotak, halaman 10.) Akan tetapi, catatan Alkitab dengan jelas menunjukkan bahwa Musa tidak pernah diperintahkan untuk menyampaikan suatu hukum lisan. Keluaran 24:3, 4 memberi tahu kita, ”Datanglah Musa dan memberitahukan kepada bangsa itu segala firman TUHAN dan segala peraturan itu, maka seluruh bangsa itu menjawab serentak: ’Segala firman yang telah diucapkan TUHAN itu, akan kami lakukan.’” Kemudian Musa ”menuliskan segala firman TUHAN itu”. Selanjutnya, di Keluaran 34:27 kita diberi tahu, ”Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: ’Tuliskanlah segala firman ini, sebab berdasarkan firman ini telah Kuadakan perjanjian dengan engkau dan dengan Israel.’” Hukum lisan yang tidak tertulis tidak mendapat tempat dalam perjanjian yang Allah buat dengan bangsa Israel. (Lihat kotak, halaman 8.) Dalam Alkitab sama sekali tidak disebutkan tentang hukum lisan.d Lebih penting lagi, ajaran-ajaran lisan bertentangan dengan Alkitab, menambah kesan yang salah bahwa Alkitab saling bertentangan. (Lihat kotak, halaman 22.) Akan tetapi manusialah, dan bukan Allah, yang bertanggung jawab atas kebingungan ini.—Yesaya 29:13. (Lihat kotak, halaman 20-1.)
17 Sebagai kontras dari banyak penafsiran manusia yang saling bertentangan, Alkitab itu sendiri jelas dan dapat dipercaya. Allah telah menyediakan sangat banyak bukti dalam Firman-Nya bahwa dunia yang aman dan damai yang dilukiskan di Yesaya 2:2-4 bukan impian belaka melainkan kenyataan yang akan datang. Tidak seorang pun selain Allah sendiri, Allah dari nubuat, Allah dari Alkitab, yang akan mewujudkannya.
[Catatan Kaki]
a Perlu diperhatikan bahwa enam ”hari” penciptaan tidak termasuk pernyataan dalam Kejadian 1:1, yang memaksudkan penciptaan benda-benda angkasa. Lagi pula, kata Ibrani yang diterjemahkan ”hari” mengandung arti bahwa peristiwa-peristiwa yang digambarkan di Kejadian 1:3-31 terjadi selama enam ’masa’ yang bisa jadi berarti ribuan tahun lamanya.—Bandingkan Kejadian 2:4.
b Misalnya, lihat buku Alkitab—Firman dari Allah atau dari Manusia? pasal 7, ”Apakah Isi Alkitab Saling Bertentangan?”, diterbitkan oleh Watchtower Bible and Tract Society of New York, Inc.
c Pertanyaan-pertanyaan sulit untuk kasus pengadilan ditangani melalui penyelenggaraan pengadilan yang digariskan dengan jelas. (Ulangan 17:8-11) Dalam perkara-perkara penting lain yang tampaknya kurang jelas, untuk menerima jawaban dari Allah, bangsa itu dibimbing, bukan kepada hukum lisan, melainkan kepada Urim dan Tumim di tangan para imam.—Keluaran 28:30; Imamat 8:8; Bilangan 27:18-21; Ulangan 33:8-10.
d Beberapa orang yang membaca ayat-ayat di Ulangan 17:8-11 mendapat kesan adanya tradisi lisan yang terilham. Namun, sebagaimana disebutkan di catatan kaki dari paragraf 14, ayat-ayat tersebut hanya membicarakan prosedur peradilan dan kasus-kasus hukum. Perhatikan bahwa persoalannya bukan apakah berbagai kebiasaan atau tradisi diturunkan atau tidak selama berabad-abad. Tentu saja, beberapa tradisi diturunkan yaitu mengenai cara bagaimana melaksanakan aspek-aspek tertentu dari Hukum secara spesifik. Namun fakta bahwa suatu tradisi bertahan lama tidak membuktikan pengilhaman. Misalnya, perhatikan tradisi yang berkembang mengenai ular tembaga.—Bilangan 21:8, 9; 2 Raja 18:4.
[Kotak di hlm. 4, 5]
EVOLUSI—SUATU FAKTA?
CATATAN kitab Kejadian mengenai penciptaan menyatakan bahwa semua makhluk hidup diciptakan ’menurut jenisnya’, atau kelompok dasarnya. (Kejadian 1:12, 24, 25) Dalam mempromosikan teori mereka, banyak penganut evolusi telah mencemoohkan catatan Alkitab. Namun, apakah ada bukti bahwa suatu jenis baru pernah muncul karena hasil perkawinan silang atau mutasi?e Semenjak catatan paling awal sampai sekarang, anjing masih tetap anjing, kucing terus menjadi kucing. Bahkan kecoa, yang ditemukan di antara fosil serangga yang paling awal, benar-benar identik dengan kecoa zaman modern.
Sebenarnya, bukti apa yang telah dihasilkan oleh masyarakat ilmiah dalam penyelidikan yang intensif selama lebih seratus tahun sejak Origin of Species karya Darwin?f Kesimpulan apa yang telah dicapai oleh para ahli?
CATATAN FOSIL: Ada orang-orang yang menyebut bukti fosil sebagai ’bukti yang paling ampuh’ sebab hal itu merupakan satu-satunya sejarah kehidupan autentik yang ada bagi sains. Apa yang diperlihatkan oleh bukti fosil?
Profesor ilmu pengetahuan alam bernama John Moore melaporkan hasil penelitian besar-besaran yang dilakukan oleh Lembaga Geologi di London dan Perkumpulan Paleontologi di Inggris. ”Kira-kira 120 ilmuwan, semuanya spesialis, menyiapkan 30 pasal dalam suatu karya besar yang terdiri dari 800 halaman lebih untuk menampilkan catatan fosil tumbuh-tumbuhan dan hewan. . . . Setiap bentuk atau jenis utama tumbuh-tumbuhan dan hewan diperlihatkan memiliki sejarah yang terpisah dan berbeda dari semua bentuk dan jenis lainnya! Kelompok-kelompok tumbuh-tumbuhan maupun hewan muncul tiba-tiba dalam catatan fosil. . . . Tidak ada jejak bahwa semuanya punya leluhur yang sama, apalagi dengan reptilia mana pun, yang diduga sebagai nenek moyang, sama sekali tidak ada hubungan.”—Should Evolution Be Taught?, 1970, halaman 9, 14.
DAPATKAH MUTASI MENYEBABKAN EVOLUSI? Karena sifat merusak dari mutasi, Encyclopedia Americana mengakui, ”Kenyataan bahwa kebanyakan mutasi merusak organisme tampaknya mempersulit pandangan bahwa mutasi merupakan sumber bahan mentah bagi evolusi. Memang, mutan-mutan [hasil-hasil mutasi] yang digambarkan dalam buku-buku biologi adalah koleksi makhluk-makhluk yang ganjil dan aneh dan mutasi tampaknya merupakan proses yang merusak, bukan proses yang membangun.”—1977, Jilid 10, halaman 742.
BAGAIMANA DENGAN MANUSIA KERA? Science Digest menyatakan, ”Kenyataan yang sangat menarik bahwa semua bukti fisik yang kita miliki untuk mendukung evolusi manusia masih dapat dimasukkan, dan tidak penuh, dalam sebuah peti mati! . . . Misalnya, kera modern tampaknya muncul tiba-tiba. Kera tidak memiliki sejarah masa lampau, tidak ada catatan fosil. Dan asal mula yang sebenarnya dari manusia modern—makhluk yang tegak, tidak berbulu, pembuat perkakas, berotak besar—jika kita jujur terhadap diri kita sendiri, adalah hal yang sama misteriusnya.”—Mei 1982, halaman 44.
TEORI YANG SEDANG GOYAH: Perhatikan berikut ini komentar Michael Denton, seorang ahli biologi molekul, sebagaimana dikutip dari bukunya Evolution: A Theory in Crisis,
”Tidak ada keraguan bahwa Darwin tidak memiliki cukup bukti untuk menyusun teori evolusinya. . . . Teorinya yang umum, bahwa semua kehidupan di bumi bermula dan berevolusi melalui akumulasi dari mutasi-mutasi kebetulan yang berurutan dan perlahan-lahan, masih seperti dahulu pada masa Darwin, suatu hipotesa sangat spekulatif yang sama sekali tanpa dukungan langsung yang nyata dan sangat jauh dari aksioma yang terbukti sendiri yang dipromosikan oleh pendukung-pendukungnya yang lebih agresif. . . . Kita tentunya mengharapkan bahwa sebuah teori yang begitu penting, yang secara harfiah telah mengubah dunia, akan mempunyai sesuatu yang lebih daripada sekadar metafisika, sesuatu yang lebih daripada sebuah dongeng.”—Edisi 1986, halaman 69, 77, 358.
[Catatan Kaki]
e Harus dibedakan antara apa yang disebut ”evolusi mikro”, atau perkembangan progresif, adaptasi, dan perubahan-perubahan dalam satu jenis, dan ”evolusi makro”, yang mengajarkan bahwa suatu jenis berevolusi menjadi jenis lain. Mereka yang mengajarkan evolusi biasanya menunjuk kepada konsep yang disebutkan belakangan.
f Untuk pembahasan secara terperinci, lihat buku Kehidupan—Bagaimana Asal Mulanya? Melalui Evolusi Atau Melalui Penciptaan? diterbitkan oleh Watchtower Bible and Tract Society of New York, Inc.
[Kotak di hlm. 6]
”PADA MULANYA ALLAH MENCIPTAKAN” . . .
. . . ”LANGIT DAN BUMI.” (Kejadian 1:1)—Banyak ilmuwan dewasa ini setuju bahwa alam semesta mempunyai permulaan. Ahli astronomi Robert Jastrow menulis, ”Sekarang kita menyadari bagaimana bukti-bukti astronomi mengarah kepada pandangan Alkitab tentang asal mula dunia ini. Perinciannya berbeda, tetapi unsur-unsur pokok dalam kisah Kejadian secara astronomi dan dalam Alkitab sama: rantai kejadian-kejadian yang mengarah kepada manusia mulai secara tiba-tiba dan mencolok pada suatu saat tertentu dalam waktu, dalam sekilas cahaya dan energi.”—God and the Astronomers, 1978, halaman 14.
. . . ”MAKHLUK YANG HIDUP.” (Kejadian 1:20)—Ahli fisika H. S. Lipson, karena menyadari asal mula kehidupan tidak mungkin secara kebetulan, berkata, ”Satu-satunya penjelasan yang dapat diterima adalah penciptaan. Saya tahu bahwa ini suatu kutukan bagi ahli-ahli fisika, karena memang demikian halnya bagi saya, tetapi kita tidak boleh menolak suatu teori yang tidak kita senangi jika bukti-bukti eksperimen mendukung hal itu.”—Physics Bulletin, Volume 31, 1980, halaman 138.
Bahkan meskipun kemungkinannya hampir tidak ada, tidakkah suatu generasi dapat muncul begitu saja? Ahli fisika dan astronomi Fred Hoyle mengatakan, ”Tidak ada sedikit pun bukti yang objektif untuk mendukung hipotesa bahwa kehidupan bermula dalam suatu sup organik di Bumi ini.” Ia juga menyatakan, ”Seraya para ahli biokimia menemukan semakin banyak kerumitan yang luar biasa dari kehidupan, jelaslah bahwa kemungkinan kehidupan terjadi secara kebetulan begitu kecil sehingga pandangan tersebut dapat dihapuskan sama sekali. Kehidupan tidak mungkin muncul secara kebetulan.” Hoyle menambahkan, ”Para ahli biologi menuruti khayalan-khayalan yang tidak berdasar agar dapat menyangkal apa yang sudah sangat nyata, bahwa 200.000 rantai asam amino, dan kehidupan, tidak terjadi secara kebetulan.” Malahan, ia bertanya, ’Dengan cara bagaimana rangkaian kimia secara kebetulan dalam lumpur organik saja menghasilkan 2.000 enzim yang penting untuk kehidupan?’ Ia berkata bahwa kemungkinannya adalah satu berbanding 1040.000, atau ”kira-kira kemungkinannya sama dengan mendapatkan angka enam sebanyak 50.000 kali berturut-turut sewaktu melemparkan dadu.” (The Intelligent Universe, F. Hoyle, 1983, halaman 11-12, 17, 23) Ia menambahkan, ”Jika seseorang tidak mempunyai prasangka yang ditimbulkan oleh kepercayaan masyarakat atau oleh pendidikan ilmiah sehingga yakin bahwa kehidupan bermula [secara spontan] di Bumi, perhitungan sederhana ini menyingkirkan gagasan itu sama sekali.”—Evolution From Space, Fred Hoyle dan Chandra Wickramasinghe, 1981, halaman 24.
[Kotak di hlm. 7]
ALLAH—’PENYINGKAP RAHASIA’ MELALUI NUBUAT
SEWAKTU berbicara kepada seorang raja zaman purba, nabi Daniel mengatakan, ”Rahasia, yang ditanyakan tuanku raja, tidaklah dapat diberitahukan kepada raja oleh orang bijaksana, ahli jampi, orang berilmu atau ahli nujum. Tetapi di sorga ada Allah yang menyingkapkan rahasia-rahasia.” (Daniel 2:27, 28) Apakah ada bukti bahwa Allah benar-benar Penyingkap rahasia melalui nubuat? Perhatikan beberapa contoh berikut ini.
Kejatuhan Babilon: ”Beginilah firman TUHAN: ’Inilah firmanKu kepada orang yang Kuurapi, kepada Koresy yang tangan kanannya Kupegang supaya Aku menundukkan bangsa-bangsa di depannya dan melucuti raja-raja, supaya Aku membuka pintu-pintu di depannya dan supaya pintu-pintu gerbang tidak tinggal tertutup.’”—Yesaya 45:1, dinubuatkan ± 732 SM. Lihat juga Yeremia 50:35-38; 51:30-32, dinubuatkan sebelum 625 SM.
Penggenapan—539 SM: Sejarawan Herodotus dan Xenophon menceritakan bahwa Kores dari Persia mengalihkan air Sungai Efrat, yang mengalir melalui tengah-tengah Babilon, dan mengirimkan tentaranya melalui dasar sungai, menyergap para penjaga Babilon secara tiba-tiba dan menduduki kota dalam waktu satu malam. Bahkan dengan strategi ini pun, Kores tidak akan dapat memasuki kota itu andai kata gerbang-gerbangnya yang terletak di tepian Sungai Efrat yang menuju ke kota tidak dibiarkan terbuka secara ceroboh. ”Pintu-pintu gerbang tidak tinggal tertutup”, tepat seperti dinubuatkan.
Nasib Tirus: ”Oleh sebab itu beginilah firman Tuhan ALLAH: Lihat, Aku menjadi lawanmu, hai Tirus. Aku akan menyuruh bangkit banyak bangsa melawan engkau, seperti lautan menimbulkan gelombang-gelombangnya. . . . Debu tanahnya akan Kubuang sampai bersih dari padanya dan akan Kujadikan dia gunung batu yang gundul. . . . Batumu, kayumu, dan tanahmu akan dibuang ke dalam air.”—Yehezkiel 26:3, 4, 12, dinubuatkan ± 613 SM.
Penggenapan—332 SM: Iskandar Agung membangun sebuah jembatan darat, atau jalan lintas, dari daratan utama sampai ke bagian pulau dari Tirus (0,8 kilometer dari pantai) sehingga tentara-tentaranya dapat berjalan menyeberang dan menyerbu kota pulau itu. The Encyclopedia Americana melaporkan, ”Dengan puing-puing dari sebagian tanah daratan kota tersebut, yang sudah dihancurkannya, ia membangun jalan lintas yang besar sekali pada tahun 332 untuk menghubungkan pulau tersebut dengan daratan utama.” Setelah pengepungan yang relatif singkat, kota pulau itu dimusnahkan, dan nubuat Yehezkiel tergenap sampai kepada segala perinciannya. Bahkan ’batu, kayu, dan tanah’ dari Tirus lama (bagian daratan dari kota tersebut) ”dibuang ke dalam air”.
Kehancuran Yerusalem: ”Lalu Yesaya berkata kepada Hizkia: ’Dengarkanlah firman TUHAN semesta alam! Sesungguhnya, suatu masa akan datang, bahwa segala yang ada dalam istanamu dan yang disimpan oleh nenek moyangmu sampai hari ini akan diangkut ke Babel. Tidak ada barang yang akan ditinggalkan.’”—Yesaya 39:5, 6, dinubuatkan ± 732 SM; lihat juga Yesaya 24:1-3; 47:6.
Yeremia sang nabi menyerukan, ”Aku akan mendatangkan mereka [orang-orang Babilon] melawan negeri ini, melawan penduduknya . . . Maka seluruh negeri ini akan menjadi reruntuhan dan ketandusan, dan bangsa-bangsa ini akan menjadi hamba kepada raja Babel tujuh puluh tahun lamanya.”—Yeremia 25:9, 11, dinubuatkan sebelum 625 SM.
Penggenapan—607 SM (586 SM menurut kebanyakan kronologi duniawi): Babilon menghancurkan Yerusalem setelah pengepungan selama satu setengah tahun. Kota dan baitnya diratakan dengan tanah dan orang-orang Yahudi sendiri dibawa ke Babilon. (2 Tawarikh 36:6, 7, 12, 13, 17-21) Seluruh bangsa tinggal sebagai tawanan selama 70 tahun, sebagaimana telah dinubuatkan Yeremia. Pembebasan mereka secara mukjizat pada tahun 537 SM oleh Kores Agung, yang mengalahkan Babilon, menggenapi nubuat Yesaya, yang telah menyebutkan namanya. (Yesaya 44:24-28) Nabi Daniel, dalam penawanan di Babilon, membuat perhitungan yang tepat sehubungan saat pembebasan bangsanya, mendasarkan kesimpulannya atas nubuat Yeremia.—Daniel 9:1, 2.
[Kotak di hlm. 8]
DI MANAKAH HUKUM LISAN ITU . . .
. . . ketika Musa mengulangi semua perintah Allah kepada seluruh bangsa Israel? Pada waktu itu bangsa tersebut setuju untuk melaksanakan apa yang diulanginya, dan kemudian Musa ”menuliskan segala firman TUHAN itu”.—Keluaran 24:3, 4, Cetak miring red.
. . . ketika Yosua mengumpulkan bangsa Israel setelah memasuki Negeri Perjanjian dan sekali lagi membacakan kepada mereka semua perkataan yang telah mereka setujui untuk dijalankan? ”Tidak ada sepatah katapun dari segala apa yang diperintahkan Musa yang tidak dibacakan oleh Yosua kepada seluruh jemaah Israel.”—Yosua 8:35, Cetak miring red.
. . . ketika pada masa Raja Yosia ”kitab Hukum Musa” yang hilang ditemukan sewaktu bait sedang diperbaiki? Pada saat mendengar isi kitab dibacakan kepadanya, Yosia mengoyakkan pakaiannya karena sedih, menyadari bahwa selama beberapa generasi Hukum tidak dilaksanakan menurut apa yang tertulis. Kemudian ia mengatur untuk membuat perayaan Paskah, yang tidak selalu dirayakan dengan sepatutnya selama seluruh zaman raja-raja dan hakim-hakim sebelum mereka. Di manakah hukum lisan yang ’dengan setia diturunkan’ selama ratusan tahun itu? Seandainya itu ada, keterangan ini tidak akan pernah dilupakan. Hanya catatan tertulis yang dipelihara dengan saksama yang dapat membuat bangsa itu kembali melaksanakan kehendak Allah dengan sepatutnya.—2 Raja 22:8-23:25.
. . . ketika nabi Yeremia mengumumkan, ”Dari yang kecil sampai yang besar di antara mereka, semuanya mengejar untung, baik nabi maupun imam semuanya melakukan tipu”? (Yeremia 6:13) Selama sebagian besar sejarah Israel, inilah keadaan rohani dari para pemimpin agama bangsa itu, terutama para imamnya, yang bertanggung jawab untuk mengajarkan Hukum. (Maleakhi 2:7, 8) Catatan tertulis menyatakan yang sebenarnya, tetapi dapatkah orang-orang yang sangat tidak setia diandalkan untuk memelihara tradisi lisan dengan setia?
. . . selama lebih dari seribu tahun sewaktu penulisan Kitab-Kitab Ibrani? Dari Musa hingga Maleakhi, tidak pernah disebutkan adanya hukum lisan demikian. Baru beberapa ratus tahun kemudian, selama masa para rabi, sewaktu sekte-sekte agama yang saling bertikai berjuang memperebutkan kekuasaan dan wewenang atas bangsa Yahudi, konsep ini baru disebutkan. Tidakkah ratusan tahun yang tidak menyinggung hal tersebut dan kesaksian Alkitab yang terilham menghapuskan pernyataan bahwa hukum lisan terilham demikian pernah ada?
[Kotak/Gambar di hlm. 9]
GULUNGAN LAUT MATI
Diberi tanggal sebelum Tarikh Masehi, gulungan tersebut menyingkapkan kesaksamaan penyampaian ayat-ayat Alkitab selama berabad-abad. Gulungan itu juga menegaskan bahwa nubuat-nubuat dicatat sebelum penggenapannya
[Kotak di hlm. 10]
APAKAH TAURAT MEMILIKI ”TUJUH PULUH WAJAH”?
DI Israel dewasa ini, bukannya tidak lazim mendengar orang-orang mengutip ungkapan Yahudi yang terkenal—”Ada tujuh puluh wajah dari Taurat”—yang menunjukkan bahwa mereka percaya Alkitab dapat ditafsirkan dengan berbagai cara, bahkan dengan cara yang bertentangan. Hal ini dipandang benar bagi Hukum tertulis maupun apa yang disebut hukum lisan. The Encyclopedia of Judaism memberi komentar, ”Hukum Lisan bukanlah suatu kaidah yang pasti; di dalamnya terdapat berbagai jenis pendapat dan bahkan yang saling bertentangan. Mengenai pendapat-pendapat ini, orang-orang berhikmat mengatakan, ’Semuanya adalah firman dari Allah yang hidup.’” (Halaman 532) Akan tetapi, apakah masuk akal untuk percaya bahwa Allah akan mengilhamkan banyak pendapat yang bertentangan dan bersifat memecah-belah? Bagaimana asal mula berbagai pertentangan demikian diterima?
Selama masa penulisan Kitab-Kitab Ibrani (± 1513–± 443 SM), Allah menunjuk beberapa wakil untuk membereskan beberapa persoalan yang diperdebatkan, sering kali Allah sendiri mendukung mereka melalui pertunjukan kuasa ilahi atau penggenapan nubuat yang diilhamkan-Nya untuk mereka katakan. (Keluaran 28:30; Bilangan 16:1-50; 27:18-21; Ulangan 18:20-22) Pada waktu itu, jika seseorang mengajarkan penjelasan dan penafsiran yang bertentangan, ia dipandang, bukan sebagai ahli, melainkan sebagai orang murtad. Allah memperingatkan seluruh bangsa, ”Segala yang kuperintahkan kepadamu haruslah kamu lakukan dengan setia, janganlah engkau menambahinya ataupun menguranginya.”—Ulangan 12:32.
Namun, setelah selang beberapa waktu suatu perubahan mendasar muncul dalam pemikiran bangsa Israel. Orang-orang Farisi, yang menjadi terkemuka dalam Yudaisme selama abad pertama M, mendukung ajaran ”Taurat Lisan”, yang telah mereka perkembangkan dua abad sebelumnya. Mereka mengajarkan bahwa sebagai tambahan dari Hukum tertulis kepada bangsa Israel di Gunung Sinai, Allah pada waktu yang sama juga memberikan kepada mereka hukum lisan. Menurut kepercayaan tersebut, hukum lisan yang terilham ini menafsirkan dan menjelaskan perincian-perincian dari Hukum tertulis, perincian-perincian yang dengan sengaja Allah katakan kepada Musa untuk tidak dicatat. Hukum lisan tidak dimaksudkan untuk ditulis melainkan untuk diturunkan hanya dari mulut ke mulut, dari guru kepada murid, dari generasi ke generasi. Dengan demikian, hal itu memberikan wewenang kepada orang-orang Farisi, yang menganggap diri mereka sebagai penjaga dari tradisi lisan ini.g
Setelah hancurnya bait yang kedua pada tahun 70 M, pandangan Farisi menang, dan Yudaisme menjadi suatu bentuk agama yang didominasi oleh para rabi, bentuk yang tidak pernah ada sebelumnya.h Dengan diberikannya kedudukan penting kepada para rabi dan bukannya kepada para imam dan nabi, hukum lisan menjadi bagian utama yang baru dari Yudaisme. Sebagaimana The Encyclopedia of Judaism menyatakan, ”Taurat Lisan dianggap menjadi lebih penting daripada Taurat Tertulis dan demikian juga penjelasan dan pengertian dari yang disebutkan belakangan bergantung pada yang disebutkan terdahulu.”—1989, halaman 710.
Seraya pada rabi mendapatkan prestise dan seraya tradisi berlipat ganda, larangan untuk menuliskan hukum lisan ini dihapus. Pada akhir abad kedua dan permulaan abad ketiga M, Judah Ha-Nasi (135-219 M) secara sistematis mencatat tradisi lisan para rabi ini dalam sebuah karya tulis yang disebut Misnah. Tambahan yang dibuat setelahnya disebut Tosefta. Para rabi ini kemudian melihat perlunya memberi komentar-komentar atas Misnah, dan penafsiran tradisi lisan ini mendasari sebuah koleksi berjilid-jilid buku yang disebut Gemara (disusun sejak abad ketiga sampai kelima M). Semua karya tersebut dikenal sebagai Talmud. Komentar-komentar tentang semua pendapat para rabi ini dipelihara sampai zaman kita. Karena tidak mungkin untuk menyelaraskan semua pandangan yang sangat berbeda ini, apakah mengherankan bahwa banyak orang lebih suka melihat ”tujuh puluh wajah dari Taurat”?
[Catatan Kaki]
g Ajaran ini, yang mula-mula dipromosikan oleh orang-orang Farisi, ditolak oleh orang-orang di dalam bangsa yang sezaman dengan mereka. Orang-orang Saduki, banyak dari antara mereka adalah imam, demikian juga orang-orang Essen abad pertama, menolak konsep yang bersifat Farisi ini. Dewasa ini, orang-orang Karait (sejak abad kedelapan M), demikian juga gerakan-gerakan Reformasi dan Konservatif dari Yudaisme, tidak menganggap bahwa tradisi lisan itu diilhamkan Allah. Namun, Yudaisme Ortodoks dewasa ini menganggap tradisi-tradisi ini terilham dan diwajibkan.
h Encyclopaedia Judaica menyatakan, ”Gelar rabi berasal dari kata benda rav, yang dalam bahasa Ibrani Alkitab berarti ’besar’ dan tidak muncul dalam Alkitab [Ibrani].”
-
-
Apa Maksud-Tujuan Allah bagi Umat Manusia?Apakah Akan Ada Suatu Dunia tanpa Perang?
-
-
Apa Maksud-Tujuan Allah bagi Umat Manusia?
1-4. Apa maksud-tujuan Allah yang semula bagi umat manusia? (b) Mengapa manusia terbukti tidak taat? (Lihat kotak, halaman 13.)
JANJI tentang suatu dunia tanpa perang sebagaimana disingkapkan dalam Yesaya 2:2-4 dan Mikha 4:1-4, bukan hanya memberikan kepada kita harapan yang kokoh akan masa depan yang mendekat, tetapi juga memberi tahu kita hal yang sangat penting sehubungan Pencipta kita. Ia adalah Allah yang mempunyai maksud-tujuan. Nubuat di Yesaya pasal 2 sebenarnya adalah bagian dari rangkaian nubuat yang panjang, yang dimulai dari halaman pertama hingga halaman terakhir Alkitab, menjelaskan kepada kita bagaimana Allah akan mewujudkan maksud-tujuan-Nya yang semula.
2 Pada waktu Allah menciptakan pasangan manusia yang pertama, kepada mereka Ia memberitahukan dengan jelas apa maksud-tujuan-Nya bagi mereka. Di Kejadian pasal 1, ayat 28, kita membaca, ”Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: ’Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.’” Jika kita menghubungkan perintah itu dengan apa yang disebutkan di pasal berikutnya dari kitab Kejadian—”TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu”—jelaslah bahwa Allah bermaksud agar pasangan yang mula-mula, bersama keturunan mereka, memperluas Firdaus melampaui batas-batas taman Eden, dan akhirnya menjangkau seluruh bola bumi.a—Kejadian 2:15.
3 Untuk berapa lama mereka akan menikmati rumah firdaus mereka? Ayat-ayat Alkitab menunjukkan bahwa manusia diciptakan untuk hidup selama-lamanya di bumi. Kematian atas umat manusia akan terjadi hanya jika mereka tidak menaati Pencipta mereka, sebagaimana dinyatakan di Kejadian pasal 2, ayat 16 dan 17, ”TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia: ’Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.’” Maka, masuk akal bahwa ketaatan yang terus-menerus akan menghasilkan kehidupan yang terus berlanjut, kehidupan kekal, dalam keadaan-keadaan firdaus.—Mazmur 37:29; Amsal 2:21, 22.
4 Akan tetapi, satu malaikat, yang belakangan disebut Setan (artinya ”Penentang”), mempengaruhi pasangan pertama itu agar menyalahgunakan kehendak bebas mereka dalam memilih untuk tidak menaati Allah. (Ayub 1:6-12; bandingkan Ulangan 30:19, 20.) Dengan merancang ilusi bahwa ada seekor ular yang berbicara, malaikat yang memberontak ini memberi tahu Hawa dan, melaluinya, Adam, bahwa mereka akan lebih bijaksana dan hidup mereka akan lebih lengkap bila tidak menundukkan diri kepada Allah sebagai Wewenang Tertinggi.b (Kejadian 3:1-19) Karena pemberontakan mereka yang terang-terangan, mereka dijatuhi hukuman mati. Apakah ini berarti bahwa maksud-tujuan Allah bagi umat manusia gagal atau batal? Tidak, sebaliknya, ini berarti bahwa sarana lain akan dibutuhkan untuk menggenapi maksud-tujuan Allah yang semula sehubungan suatu bumi firdaus yang dipenuhi dengan orang-orang taat yang menikmati kehidupan kekal. Bagaimana hal ini akan terwujud?
Benih yang Dijanjikan
5, 6. (a) Apa yang dijanjikan Allah sebagai jalan keluar dari problem-problem di bumi yang disebabkan oleh pemberontakan Setan? (b) Apa yang dijanjikan Allah kepada Abraham?
5 Sewaktu menjatuhkan hukuman atas pihak-pihak yang terlibat dalam pemberontakan melawan wewenang-Nya, Allah Yehuwa mengumumkan bahwa Ia akan memunculkan suatu ”benih” (Klinkert), atau ”keturunan”, yang akan memulihkan kerusakan yang diakibatkan oleh penghasut pemberontakan tersebut. Dalam istilah-istilah simbolis, Allah berbicara mengenai ular, yang melambangkan Setan, bahwa kepalanya dihantam, atau diremukkan, oleh Benih ini, dengan demikian mengakhiri keberadaan dan pemberontakan Setan. Selama bertahun-tahun, ayat dari kitab Kejadian ini telah ditafsirkan dalam cara yang beragam dan bertentangan. Namun karena kata ”benih” digunakan dalam banyak nubuat, janji-janji lain yang berhubungan menyingkapkan apa makna kata tersebut.—Kejadian 3:15.
6 Istilah ”benih” sering dihubungkan dengan pelaksanaan maksud-tujuan Allah bagi umat manusia secara keseluruhan. Sebagaimana dicatat dalam Kejadian 22:18, seorang Ibrani yang setia bernama Abraham dianugerahi janji ini oleh Allah, ”Oleh keturunanmulah [”benih”, Klinkert] semua bangsa di bumi akan mendapat berkat, karena engkau mendengarkan firmanKu.” (Cetak miring red.) Allah menunjukkan minat khusus kepada Abraham sebagai manusia yang mencari Dia dalam kebenaran. Akan tetapi, meskipun Allah secara langsung memberkati Abraham, ayat ini dengan jelas menunjukkan bahwa Allah berminat bukan hanya kepada Abraham, ataupun hanya kepada keturunannya secara jasmani. Allah tetap mengingat maksud-tujuan-Nya yang semula tentang bumi firdaus bagi seluruh umat manusia, ”semua bangsa”. Sekarang, Allah menunjukkan kepada Abraham bahwa sebagai upah kesetiaannya, ia akan mendapat hak istimewa untuk menghasilkan ”benih” yang melaluinya semua bangsa akan memberkati diri mereka sendiri.
7, 8. Bagaimana Benih yang dijanjikan ini ada sangkut-pautnya dengan konsep-konsep kerajaan dan Mesias?
7 Abraham adalah bapa dari banyak bangsa besar. (Kejadian 17:4, 5) Namun, Allah Yehuwa dengan jelas menyingkapkan melalui garis keturunan mana Benih yang dijanjikan ini akan datang, membawa berkat bagi seluruh umat manusia. (Kejadian 17:17, 21) Ishak, putra Abraham dan Yakub, cucunya, keduanya disebut sebagai bagian dari garis keturunan yang akan menghasilkan ”benih” tersebut. Salah satu bangsa yang muncul dari Abraham adalah bangsa Israel, yang terdiri dari 12 suku yang berasal dari putra-putra Yakub, cucu Abraham. Dalam bangsa inilah ”benih” (Klinkert) yang dijanjikan itu akhirnya muncul.—Kejadian 26:1, 4; 28:10, 13-15.
8 Nubuat kemudian menyingkapkan bahwa suatu benih, atau penguasa, yang istimewa akan datang secara spesifik melalui suku Yehuda. Kejadian 49:10 menyatakan, ”Tongkat kerajaan tidak akan beranjak dari Yehuda ataupun lambang pemerintahan dari antara kakinya, sampai dia [”Shiloh”, NW] datang yang berhak atasnya, maka kepadanya akan takluk bangsa-bangsa.”3 Komentator Alkitab bernama Rashi mengatakan bahwa ungkapan ”sampai Shiloh datang” berarti ”sampai Raja Mesias akan datang, yang empunya kerajaan”.4 Seperti Rashi, banyak komentator Alkitab memahami bahwa nubuat ini memiliki makna berkenaan Mesias.
9. (a) Apa yang dijanjikan Allah kepada Raja Daud mengenai Benih itu? (b) Bagaimana janji di Kejadian 49:10 berhubungan dengan janji di Mazmur 72:7, 8?
9 Penguasa pertama dari garis keturunan Yehuda, Raja Daud, dijanjikan oleh Allah, ”Keluarga dan kerajaanmu akan kokoh untuk selama-lamanya.” (2 Samuel 7:16) Allah melanjutkan janji-Nya, ”Aku akan membangkitkan keturunanmu yang kemudian, . . . dan Aku akan mengokohkan kerajaannya. Dialah yang akan mendirikan rumah bagiKu dan Aku akan mengokohkan takhtanya untuk selama-lamanya.” (1 Tawarikh 17:11, 12) Putra dan pengganti Daud, Raja Salomo, memang membangun rumah Yehuwa, atau bait, namun jelas ia tidak memerintah selama-lamanya. Akan tetapi, salah satu dari keturunan Daud akan menjadi ”Shiloh”, atau Mesias, demikian dinubuatkan di Kejadian 49:10. Sewaktu berbicara secara nubuat mengenai pribadi tersebut, Raja Daud menulis, ”Kiranya keadilan berkembang dalam zamannya dan damai sejahtera berlimpah, sampai tidak ada lagi bulan! Kiranya ia memerintah dari laut ke laut, dari sungai Efrat sampai ke ujung bumi!—Mazmur 72:7, 8.
10. Apa yang akan dicapai oleh Benih yang dijanjikan di Kejadian 3:15, dan bagaimana hal ini cocok dengan janji yang diberikan kepada Abraham?
10 Jika kita mengikuti penyingkapan tahap demi tahap melalui nubuat, kita akan dapat mengerti bahwa berkat-berkat yang dijanjikan kepada Abraham—”oleh keturunanmulah semua bangsa di bumi akan mendapat berkat”—sebenarnya akan digenapi melalui Penguasa yang sama dari garis keturunan Daud. (Kejadian 22:18) Dengan demikian, nubuat-nubuat tentang Benih tersebut berkaitan dengan harapan dari bangsa Yahudi akan Mesias, yang selama pemerintahannya seluruh bumi akan penuh damai. Sebenarnya, ia adalah ”benih” yang disebutkan di Kejadian 3:15 (Klinkert) yang akan mengakhiri pemberontakan yang mula-mula terhadap kedaulatan Allah dan memulihkan kerusakan yang telah diakibatkan. (Mazmur 2:5, 8, 9) Pertanyaan-pertanyaan dan keterangan lain mengenai Mesias yang dijanjikan dibahas di halaman 24-31. Namun sekarang marilah kita pertimbangkan urusan-urusan Allah selanjutnya dengan keturunan-keturunan Abraham.
Tujuan Perjanjian Hukum
11-13. Bagaimana perjanjian Hukum bermanfaat bagi bangsa itu, dan apakah perjanjian ini dimaksudkan untuk berlangsung selama-lamanya?
11 Bangsa Israel terbentuk beberapa ratus tahun setelah zaman Abraham. Allah membebaskan keturunan-keturunan Abraham ini dari penawanan di Mesir, dan di bawah kepemimpinan Musa, pria beriman lain yang dipilih-Nya, Allah mengadakan suatu perjanjian khusus, atau persetujuan, dengan mereka. (Keluaran 19:5, 6; Ulangan 5:2, 3) Perjanjian Hukum ini memberikan kepada bangsa tersebut bimbingan yang jelas mengenai bagaimana Allah ingin disembah. Perjanjian ini mengorganisasi mereka sebagai suatu bangsa untuk ibadat demikian.
12 Kita perlu mengingat bahwa sejak semula perjanjian ini bersyarat. Sebelum menyingkapkan kepada bangsa Israel Sepuluh Perintah dan seluruh perjanjian yang mencakup perintah-perintah tersebut, Allah memberi tahu kepada mereka, ”Jadi sekarang, jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan firmanKu dan berpegang pada perjanjianKu, maka kamu akan menjadi harta kesayanganKu sendiri dari antara segala bangsa, sebab Akulah yang empunya seluruh bumi. Kamu akan menjadi bagiKu Kerajaan imam dan bangsa yang kudus.” (Keluaran 19:5, 6) Agar dapat terus digunakan Allah sebagai harta kesayangan-Nya, mereka harus menaati-Nya dengan setia. Inilah syarat-syarat dari perjanjian itu.
13 Upah yang dijanjikan atas kesetiaan mereka—bahwa mereka akan melayani sebagai suatu kerajaan imam—menunjukkan bahwa perjanjian Hukum tidak dibentuk sebagai hukum akhir, namun sebaliknya, sebagai langkah peralihan agar dapat tercapai imamat yang dapat membantu bangsa-bangsa lain mengenal Allah yang benar. Sejak semula, maksud-tujuan Allah adalah agar seluruh umat manusia, bukan hanya satu bangsa, dapat memberkati dirinya sendiri.—Kejadian 22:18.
14. Manfaat-manfaat lain apa yang dihasilkan oleh perjanjian Hukum?
14 Karena perjanjian Hukum bukan dimaksudkan sebagai tujuan akhir, apa tujuannya? Perjanjian itu dengan tegas menyingkapkan dan mencela semua konsep agama palsu yang telah dikembangkan secara bebas oleh manusia semenjak pemberontakan di taman Eden. (Ulangan 18:9-13) Hal itu juga melindungi bangsa Israel dari praktek yang menjijikkan dan dari ibadat bangsa-bangsa sekelilingnya dengan memperkecil segala macam hubungan dengan bangsa-bangsa tersebut. (Ulangan 7:1-6) Selama Israel menaati Hukum itu, mereka akan terlindung dalam kondisi agama murni, sehingga akhirnya mereka dapat mengenali dan menyambut Benih, atau Mesias, yang dijanjikan.
15, 16. Pelajaran-pelajaran rohani penting apa yang menjadi bagian dari perjanjian Hukum juga menunjuk kepada sifatnya yang sementara?
15 Perjanjian Hukum juga menonjolkan perlunya pendamaian, mencakup suatu sistem persembahan korban yang didefinisikan dengan jelas, yang merupakan bagian integral dari ibadat Yahudi. (Imamat 1:1-17; 3:1-17; 16:1-34; Bilangan 15:22-29) Sejak pemberontakan Adam dan Hawa, umat manusia kehilangan kesempurnaan yang seharusnya memungkinkan mereka hidup selama-lamanya dengan kesehatan yang sempurna. (Kejadian 2:17) Sebagai akibat dosa pertama, keturunan Adam dan Hawa (semua lahir setelah pemberontakan) mewarisi ketidaksempurnaan dan kecenderungan sejak lahir untuk berdosa. (Kejadian 8:21; Mazmur 51:7; Pengkhotbah 7:20) Ketidaksempurnaan mengarah kepada penyakit, usia tua, dan kematian, serta terbentuknya suatu penghalang antara manusia dan Allah. (1 Raja 8:46; bandingkan Ratapan 3:44.) Diperlukan beberapa dasar untuk memulihkan kerusakan ini dan juga untuk mengatasi dan menyediakan pendamaian bagi keadaan manusia yang tidak sempurna. Pria-pria beriman selalu sadar sepenuhnya akan kebutuhan tersebut.—Ayub 1:4, 5; Mazmur 32:1-5.
16 Perjanjian Hukum menandaskan bahwa Allah mempunyai standar resmi yang harus dipatuhi. Perjanjian tersebut juga menyediakan dasar untuk memahami bagaimana standar keadilan akan dicapai sepenuhnya.c Persediaan persembahan korban dalam perjanjian Hukum tidak akan pernah memulihkan maksud-tujuan Allah yang semula bagi umat manusia, karena pengaruhnya bersifat sementara, menandaskan keadaan berdosa, namun tidak menghapus maupun mencegahnya. Oleh karena itu, Hukum itu merupakan langkah peralihan untuk membantu para penyembah yang terorganisasi sebagai bangsa ini memahami pada waktu yang tepat, cara mengenali Benih itu dan cara Benih itu akan memulihkan kerusakan akibat dosa Adam. Di mana Taurat menunjukkan hal ini?
Janji tentang Seorang Nabi seperti Musa
17, 18. Apa yang dimaksudkan oleh janji Allah di Ulangan 18:15, 18, 19 untuk membangkitkan seorang nabi?
17 Di Ulangan pasal 18, ayat 15, Musa memberi tahu bangsa Israel, ”Seorang nabi dari tengah-tengahmu, dari antara saudara-saudaramu, sama seperti aku, akan dibangkitkan bagimu oleh TUHAN, Allahmu; dialah yang harus kamu dengarkan.” Di pasal yang sama, ayat 18 dan 19, Yehuwa berbicara kepada Musa, orang yang Ia tunjuk sebagai perantara antara diri-Nya dan umat-Nya, dengan mengatakan, ”Seorang nabi akan Kubangkitkan bagi mereka dari antara saudara mereka, seperti engkau ini; Aku akan menaruh firmanKu dalam mulutnya, dan ia akan mengatakan kepada mereka segala yang Kuperintahkan kepadanya. Orang yang tidak mendengarkan segala firmanKu yang akan diucapkan nabi itu demi namaKu, dari padanya akan Kutuntut pertanggungjawaban.” Bagaimana nubuat ini harus dimengerti?
18 Nabi yang disebutkan di sini jelas adalah pribadi yang spesifik dan istimewa. Konteksnya memperjelas bahwa ini bukan sekadar prinsip umum mengenai maksud Allah untuk terus memunculkan nabi-nabi bagi bangsa itu, sebagaimana dugaan beberapa orang. Kata Ibrani untuk nabi (na·viʼʹ) adalah dalam bentuk tunggal, membandingkan dia dengan Musa, yang unik dalam sejarah bangsa itu. Lagi pula, kata-kata penutup dari kitab Ulangan yang sama menyatakan, ”Seperti Musa yang dikenal TUHAN dengan berhadapan muka, tidak ada lagi nabi yang bangkit di antara orang Israel.” (Ulangan 34:10-12) Orang yang mencatat kata-kata itu kemungkinan besar adalah Yosua, putra Nun, dan ia sendiri adalah pemimpin besar serta nabi yang ditunjuk oleh Allah. Namun dari pernyataannya sendiri, tidak diragukan bahwa ia tidak melihat dalam dirinya penggenapan dari kata-kata Musa mengenai seorang nabi seperti Musa. Maka, apa yang dimaksudkan Allah ketika Ia berjanji untuk membangkitkan seorang nabi seperti Musa? Apa gerangan yang dimaksud seperti Musa?
Perjanjian Baru Dinubuatkan
19. (a) Dalam hal apa Musa unik? (b) Seorang nabi yang seperti Musa harus bertindak sebagai apa lagi?
19 Musa adalah seorang pemimpin besar; ia pemberi hukum, nabi, pembuat mukjizat, guru, dan hakim. Ia juga seorang perantara, satu-satunya nabi yang menjadi perantara perjanjian antara Allah dan manusia (dalam hal ini, bangsa Israel). Seorang nabi yang benar-benar seperti dia harus berbuat hal yang serupa. Apakah ini berarti bahwa Allah berniat mengganti perjanjian Hukum dengan perjanjian lain? Ya, memang demikian. Melalui nabi Yeremia, Allah dengan jelas menyatakan niat-Nya untuk mengadakan suatu perjanjian baru. Perjanjian baru memerlukan perantara yang baru. Hanya seseorang yang seperti Musa dapat memenuhi syarat untuk penugasan demikian. Jika kita memeriksa apa yang diperlukan perjanjian baru tersebut, kita akan dapat mengerti secara lebih baik peranan perantara tersebut.
20, 21. (a) Apa yang dijanjikan di Yeremia 31:31-34? (b) Apa tujuan yang dinyatakan dari perjanjian baru? (c) Sebagai hasilnya, apa yang akan terjadi dengan perjanjian Hukum?
20 Kira-kira 900 tahun setelah Musa, Yeremia menyampaikan kepada bangsa Israel kata-kata Allah, ”Sesungguhnya, akan datang waktunya, demikianlah firman TUHAN, Aku akan mengadakan perjanjian baru dengan kaum [”Rumah”, NW] Israel dan kaum [”Rumah”, NW] Yehuda, bukan seperti perjanjian yang telah Kuadakan dengan nenek moyang mereka pada waktu Aku memegang tangan mereka untuk membawa mereka keluar dari tanah Mesir; perjanjianKu itu telah mereka ingkari, . . . demikianlah firman TUHAN. Tetapi beginilah perjanjian yang akan Kuadakan dengan kaum [”Rumah”, NW] Israel sesudah waktu itu . . . Aku akan mengampuni kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa mereka.”d—Yeremia 31:31-34.
21 Jika nabi seperti Musa itu akan bertindak sebagai perantara baru dari suatu perjanjian baru, maka jelaslah bahwa semua perincian yang spesifik berkenaan ibadat yang dituntut di bawah Hukum Musa tidak akan berlaku secara permanen melainkan hanya sampai ditetapkannya perjanjian baru. Tentu saja, bila Allah telah menyediakan dasar untuk ’mengampuni pelanggaran-pelanggaran mereka dan tidak mengingat dosa-dosa mereka lagi’, tidak akan ada lagi kebutuhan untuk seluruh sistem persembahan korban yang disediakan oleh penyelenggaraan bait, yang menghasilkan pengampunan sementara saja. Dengan ditetapkannya perjanjian baru, aspek-aspek yang berhubungan dengan upacara dari perjanjian Hukum, seperti merayakan Sabat dan hari-hari raya, tidak akan lagi mengandung makna yang sama. Pada waktunya, Allah tentu akan menyingkapkan apa yang akan dituntut dari mereka yang berada dalam pengaturan perjanjian baru itu.—Amos 3:7.
Berkat-Berkat bagi Semua Bangsa
22, 23. (a) Apa maksud-tujuan perjanjian baru sehubungan dengan semua bangsa? (b) Bagaimana nubuat-nubuat lain menunjukkan apa maksud-tujuan Allah bagi semua bangsa?
22 Dengan mengerti bahwa nabi yang seperti Musa dan Benih Abraham itu adalah pribadi yang sama, kita dibantu untuk melihat aspek lain yang sangat penting dari perjanjian baru; itu adalah sarana resmi yang melaluinya orang-orang dari segala bangsa dapat beribadat kepada Allah yang benar. Karena Kejadian 22:18 mengatakan bahwa melalui ”benih” (Klinkert) inilah ”semua bangsa di bumi akan mendapat berkat”, maka jelaslah bahwa pada suatu titik waktu dalam sejarah manusia, Allah tidak lagi berurusan secara eksklusif dengan satu bangsa saja, keturunan Abraham. Setelah bangsa Israel menjalankan peranan yang sangat penting dalam menyediakan Benih yang dijanjikan ini dan setelah sebuah perjanjian baru diadakan, ibadat kepada Allah yang benar akan terbuka bagi orang-orang dari semua bangsa dan suku.
23 Pastilah, tidak seorang pun dapat secara masuk akal mempersoalkan keadilan Allah dalam mengizinkan orang-orang yang tulus dari setiap bangsa dan suku untuk beribadat kepada-Nya. Ini adalah maksud Allah sejak semula, dan ada banyak nubuat dalam Alkitab yang menegaskan fakta bahwa orang-orang dari segala bangsa akan mendapat berkat melalui benih Abraham. (Zakharia 8:20-23) Satu contoh dapat ditemukan di Zefanya pasal 3, ayat 9, ketika Allah mengumumkan, ”Tetapi sesudah itu Aku akan memberikan bibir lain kepada bangsa-bangsa, yakni bibir yang bersih [”murni’, NW], supaya sekaliannya mereka memanggil nama TUHAN, beribadah kepadaNya dengan bahu-membahu.” Justru nubuat Yesaya pasal 2 yang disebutkan pada permulaan brosur ini menandaskan aspek pemersatu dari ibadat kepada Allah ini, dengan orang-orang dari banyak bangsa berbalik melayani Dia dalam kebenaran, belajar jalan-jalan perdamaian; nubuat itu juga menandaskan bilamana hal ini akan terwujud, ”Akan terjadi pada hari-hari yang terakhir”. (Yesaya 2:2) Apa yang dimaksud dengan pernyataan ini, ”hari-hari yang terakhir”?
24. (a) Apa yang dimaksud dengan pernyataan ”hari-hari yang terakhir”? (b) Apa yang digambarkan dalam Yehezkiel pasal 38 dan 39?
24 Alkitab berulang kali berbicara mengenai hari manakala Allah akan menghakimi bangsa-bangsa. (Yesaya 34:2, 8; Yeremia 25:31-35; Yoel 3:2, Habakuk 3:12; Zefanya 1:18; 3:8) Sejak kedaulatan Allah ditolak di taman Eden, kegagalan manusia untuk memerintah dirinya sendiri dengan sukses kian jelas. Pemerintahan manusia merupakan kegagalan total, mengakibatkan penderitaan yang tidak terkatakan. Jika hal itu dibiarkan lebih lama lagi dalam abad senjata nuklir dan pencemaran lingkungan sedunia ini, manusia akan menghancurkan diri mereka sendiri dan bumi rumah mereka. Oleh karena itu, Allah, dengan menggunakan Mesias yang dilantik-Nya, Benih itu, akan campur tangan. (Mazmur 2:1-11; 110:1-6) Nabi Yehezkiel telah melihat jauh di muka peperangan terakhir antara Allah melawan pemerintahan-pemerintahan manusia. Dalam pasal 38 dan 39 dari kitab ini, ia menggambarkan perang Allah melawan ”Gog di tanah Magog”. (Yehezkiel 38:2) Ini diakui secara luas sebagai nubuat mengenai hari-hari terakhir. Pelajaran yang saksama dari Alkitab menyingkapkan bahwa ”Gog” dalam hal ini adalah nama simbolis dari makhluk roh pemberontak yang sama itu, Setan, yang telah mempengaruhi Adam dan Hawa dalam haluan ketidaktaatan terhadap Allah. Kekalahan makhluk roh tersebut beserta pasukannya, musuh-musuh Allah sejak dahulu kala, sebenarnya adalah bagian awal dari penggenapan janji yang semula mengenai ”benih” yang akan, dalam arti lambang, memukul mati ”ular”, Setan, di kepalanya.—Kejadian 3:15, Klinkert.
25. Apa yang dinubuatkan akan terjadi setelah pasukan Setan dihancurkan?
25 Setelah pasukan Setan dihancurkan, keadaan-keadaan seperti Eden semula akan dipulihkan. Namun kali ini, di bawah penyelenggaraan perjanjian baru, umat manusia akan taat kepada Allah. (Yesaya 11:1-9; 35:1-10) Bukan hanya dosa yang akan diampuni melainkan umat manusia akan dipulihkan sepenuhnya kepada kesempurnaan. (Yesaya 26:9) Sebagai hasilnya, mereka akan dianugerahi kehidupan kekal. (Mazmur 37:29; Yesaya 25:8) Pada waktu itu, bahkan orang-orang mati, baik yang mati dalam keadaan setia kepada Allah maupun miliaran orang yang belum pernah mendapat kesempatan sepenuhnya untuk belajar tentang Dia dalam kebenaran, akan dipulihkan kepada kehidupan—dibangkitkan! (Daniel 12:2, 13, NW; Yesaya 26:19) Tidakkah harapan yang luar biasa sedemikian membawa kita lebih dekat kepada Allah yang merancang hal-hal itu?
26. Kedatangan nabi yang seperti Musa menuntut apa dari kita?
26 Ini hanya beberapa dari berkat-berkat bagi orang-orang dari semua bangsa yang datang untuk mengenali dan mendengarkan suara dari nabi yang seperti Musa, Benih yang akan memerintah di atas takhta Daud ”sampai tidak ada lagi bulan”, yang berarti untuk selama-lamanya. (Mazmur 72:7) Mengenai nabi yang seperti Musa ini, Ulangan 18:19 juga mengatakan, ”Orang yang tidak mendengarkan segala firmanKu yang akan diucapkan nabi itu demi namaKu, dari padanya akan Kutuntut pertanggungjawaban.” Apakah saudara akan menyediakan waktu, apakah saudara akan mengerahkan upaya yang dibutuhkan untuk mengenali Nabi yang seperti Musa ini, Mesias ini, dan dengan demikian mempelajari segala yang dituntut Allah? Maukah saudara secara pribadi mengenal Allah yang benar?
[Catatan Kaki]
a Catatan di kitab Kejadian yang menggambarkan taman Eden bukanlah suatu perumpamaan, tetapi Eden adalah suatu lokasi harfiah yang cukup luas. Ayat tersebut menunjuk kepada suatu tempat di bagian utara Dataran Mesopotamia, hulu Sungai Efrat dan Tigris. (Kejadian 2:7-14) Taman tersebut dimaksudkan sebagai contoh yang dapat ditiru manusia dalam mengolah bagian lain dari bumi ini.
b Untuk pengertian yang lebih dalam sehubungan dampak pemberontakan ini, lihat kotak, halaman 16-17.
c Preseden resmi yang dikodifikasi oleh Musa sehubungan dengan cara pembayaran untuk pelanggaran Hukum—”nyawa ganti nyawa, mata ganti mata, gigi ganti gigi”—mencerminkan prinsip pembimbing yang diterapkan oleh Allah sendiri dalam menyelesaikan persoalan penyelamatan manusia. (Ulangan 19:21) Manusia sempurna, Adam, bertanggung jawab atas pengutukan bagi umat manusia, maka manusia sempurna lain diperlukan untuk menebus kehilangan ini dengan menyerahkan kehidupannya. Jadi kematiannya akan dengan sempurna menebus dosa Adam dan akibat-akibatnya bagi umat manusia. Hanya kedatangan ”benih” yang dijanjikan itu, yang kehidupannya akan dipersembahkan sebagai tebusan yang sah, dapat dengan sepenuhnya mewujudkan kelepasan sedemikian. (Kejadian 3:15, Klinkert) Untuk pembahasan yang lebih lengkap mengenai aspek dari Benih dalam maksud-tujuan Allah ini, lihat halaman 28-9, paragraf 17 sampai 20.
d Penjelasan yang umum oleh Yudaisme zaman modern adalah bahwa Yeremia hanya memperkirakan suatu pembaruan atau penegasan kembali dari perjanjian Hukum dengan Israel, sebagaimana terjadi setelah mereka kembali dari pembuangan di Babilon pada tahun 537 SM. (Ezra 10:1-14) Namun sekali lagi nubuat itu sendiri menyangkal penjelasan seperti itu. Allah dengan jelas menyatakan bahwa ini adalah ”perjanjian baru”, bukan sekadar perjanjian yang diperbarui. Selanjutnya, Ia menandaskan bahwa hal itu tidak seperti perjanjian yang dibuat ketika Ia membawa mereka ke luar dari perbudakan Mesir. Beberapa orang mengatakan bahwa perjanjian itu ”baru” dalam arti bahwa sekarang mereka akan dengan setia menaati perjanjian yang sama, namun sejarah menunjukkan kebalikannya. Pada kenyataannya, kurangnya kesetiaan mereka mengakibatkan hancurnya bait yang kedua.—Ulangan 18:19; 28:45-48.
[Kotak di hlm. 13]
SIAPAKAH SETAN?
ALKITAB menggambarkan Setan bukan sebagai ”kecenderungan jahat” yang ada dalam diri manusia, melainkan sebagai makhluk roh yang tidak kelihatan, suatu malaikat. (Ayub 1:6) Sebagai salah satu malaikat, atau putra Allah, ia diciptakan sempurna, namun kemudian ia menjadikan dirinya pemberontak, atau penentang, yang pertama melawan Allah. (Ulangan 32:4: bandingkan Yehezkiel 28:12-17.) Sebagai bagian dari pemberontakannya terhadap kedaulatan Allah, ia menuduh manusia tidak setia, bertindak hanya berdasarkan kepentingan diri sendiri. Perhatikan beberapa ayat yang dengan jelas menguraikan upaya-upaya Setan yang licik untuk membawa manusia kepada haluan ketidaktaatan dan tingkah laku yang salah:
[Kotak/Gambar di hlm. 16, 17]
MENGAPA ALLAH MENGIZINKAN KEJAHATAN?
PADA suatu waktu dalam kehidupan saudara, saudara mungkin pernah bertanya, ’Seandainya Allah ada, mengapa Ia mengizinkan penderitaan?’ atau ’Seandainya penderitaan ada atas izin Allah, mengapa untuk waktu yang begitu lama?’ Pertanyaan-pertanyaan semacam itu sulit dijawab, terutama sehubungan dengan Holocaust [pembantaian orang-orang Yahudi oleh Nazi], yang kemungkinan lebih hebat daripada peristiwa mana pun yang telah menjadi lambang yang mencolok dari penderitaan manusia. Dalam upaya mereka untuk menjelaskan semua ini, ada yang menyangkal adanya Allah, sedangkan yang lain menyangkal adanya kejahatan. Apakah kesimpulan-kesimpulan demikian realistis? Apakah ada jawaban yang memuaskan?
2 Beberapa orang berpendapat bahwa pertanyaan-pertanyaan semacam itu bahkan tidak perlu diajukan. Namun, nabi-nabi yang setia, seperti Habakuk, tidak merasa bahwa pertanyaan semacam itu tidak patut. Habakuk bertanya kepada Allah, ”Berapa lama lagi, TUHAN, aku berteriak, tetapi tidak Kaudengar, aku berseru kepadaMu: ’Penindasan!’ tetapi tidak Kautolong? Mengapa Engkau memperlihatkan kepadaku kejahatan, sehingga aku memandang kelaliman?”—Habakuk 1:2, 3.
3 Sayang sekali, ada orang-orang yang tidak dapat menerima jawaban apa pun, tidak soal itu benar atau salah. Peristiwa-peristiwa yang kejam dan kebrutalan manusia telah menghalangi kesanggupan mereka untuk menganalisis dengan tidak memihak. Maka, orang yang mencari jawaban hendaknya secara jujur meninjau sikapnya sendiri dan juga memeriksa apakah penjelasan yang diberikan masuk akal.
Mempersalahkan yang Memang Bersalah
4 Allah tidak, dan tidak pernah, menjadi bagian dalam kejahatan-kejahatan manusia. Namun, ajaran-ajaran agama tertentu mengajarkan gagasan tersebut, sehingga membuat persoalannya bahkan menjadi lebih rumit. Misalnya, kepercayaan yang menegaskan bahwa dunia ini merupakan tempat pengujian bagi kehidupan di masa depan dan bahwa melalui kematian, Allah ”mengambil” orang-orang yang dikasihi, bahkan anak-anak kecil, membuat seolah-olah Ia secara pribadi bertanggung jawab atas banyak kecelakaan, kejahatan, dan bencana. Demikian pula halnya dengan doktrin mengenai takdir. Ada juga yang berupaya menjelaskan Holocaust sebagai ’hukuman ilahi atas keduniawian orang-orang Yahudi di Eropa’ atau sebagai ’cara Allah untuk membuat dunia menyadari perlunya suatu Negara Yahudi’. Banyak orang mendapati pemikiran-pemikiran demikian bukan saja tidak masuk akal tetapi juga menyinggung perasaan.
5 Bukankah kepercayaan semacam itu memfitnah Allah? Bukankah manusia, dan bukan Allah, yang bertanggung jawab atas semua ketidakadilan yang dilakukan selama berabad-abad? (Pengkhotbah 8:9) Halnya sebagaimana dinyatakan sejarawan Arnold Toynbee, ”Umat manusia unik sehubungan kesanggupannya untuk menjadi jahat, karena mereka unik sehubungan kesadaran mereka akan apa yang mereka lakukan dan sehubungan membuat pilihan dengan sengaja.”e Jadi karena manusia telah menyalahgunakan kehendak bebas mereka sendiri, akibatnya adalah penderitaan yang tidak terkatakan. Kalau begitu, mengapa Allah tidak menciptakan manusia sedemikian rupa sehingga ia tidak dapat menyakiti sesamanya?
6 Manusia diciptakan dalam ”gambar” Allah dan dikaruniai ke hendak bebas. (Kejadian 1:26) Jika halnya tidak demikian, manusia tidak akan dapat merasakan kepuasan dan sukacita yang menyertai perbuatan baik yang dilakukan secara spontan bagi sesamanya. Hati nurani tidak akan ada artinya, dan keberadaan manusia akan sama dengan bentuk kehidupan lain yang lebih rendah. Kehendak bebas adalah berkat bagi seseorang dan membuatnya menjadi manusia, dan bukan robot. Namun kehendak bebas mencakup kebebasan untuk membuat pilihan, termasuk pilihan yang salah atau yang berbahaya. Akan tetapi, menerima fakta bahwa Allah tidak bertanggung jawab atas kejahatan tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan: Mengapa Ia mengizinkannya? dan Mengapa Ia tidak segera mengakhiri penderitaan?
Bagaimana Allah Dapat Membiarkannya?
7 Mengapa ada kejahatan padahal ada kekuatan yang sanggup menghentikannya? Jawaban Alkitab atas pertanyaan ini khususnya terdapat dalam catatan mengenai pria dan wanita pertama, Adam dan Hawa. Pasal 2 dan 3 dari Kejadian menceritakan bahwa mereka memilih untuk tidak taat kepada Allah dengan makan dari ”pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat”. Sengketa penting timbul karena ketidaktaatan mereka. Pribadi yang membujuk mereka untuk memberontak (lihat kotak, halaman 13) melakukan hal itu dengan mengatakan, ”Sekali-kali kamu tidak akan mati,” sehingga mempertanyakan kejujuran Allah, karena Allah dengan jelas mengatakan bahwa ketidaktaatan akan dihukum dengan kematian. (Kejadian 2:17; 3:4) Si penggoda melanjutkan dengan mengatakan, ”Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat.” (Kejadian 3:5) Maksudnya jelas bahwa Allah dengan tidak adil menahan sesuatu dari mereka. Maka keragu-raguan dilontarkan atas keabsahan hukum-hukum Allah dan cara Ia memerintah. Hal ini merupakan serangan terhadap kedaulatan Allah, terhadap hak-Nya untuk menjadi Penguasa satu-satunya dan mutlak dari umat manusia.
8 Sengketa penting telah diajukan: Apakah manusia benar-benar membutuhkan bimbingan Allah untuk memerintah dirinya dan seluruh bumi dengan sukses? Jika tidak, mungkin Allah berlaku tidak adil dengan menuntut ketaatan dari manusia. Jika manusia sanggup memerintah dirinya sendiri, mengapa Allah yang harus menentukan apa yang benar dan salah untuk manusia? Hukuman mati bagi para pelanggar hukum tidak akan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini. Hanya dengan berlalunya waktu manusia akan menunjukkan ketidakmampuan mereka untuk memerintah dirinya secara efektif.
Siapa yang Mempunyai Hak untuk Menentukan?
9 Mungkin pertanyaan utama, pertanyaan yang kita masing-masing harus jawab secara pribadi, adalah: Apakah Allah mempunyai hak untuk menentukan perkara-perkara apa yang paling penting dan kapan hal-hal itu harus ditangani? Banyak orang sulit menerima pendapat bahwa suatu sengketa atau suatu permasalahan moral benar-benar penting untuk membenarkan penderitaan umat manusia. Namun apakah tidak masuk akal untuk menerima bahwa pandangan jangka panjang Allah membuat-Nya bertindak demi kebaikan semua makhluk ciptaan-Nya?
10 Nabi Yesaya menulis, ”Sebab rancanganKu bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalanKu, demikianlah firman TUHAN.” (Yesaya 55:8) Allah bukannya tidak peduli terhadap penderitaan umat manusia, namun karena Ia maha bijaksana dan kekal, Ia berada dalam posisi terbaik untuk menentukan bukan hanya semua faktor yang berhubungan langsung dengan sengketa yang tersangkut melainkan juga bagaimana dan bilamana mengatasi semua itu demi manfaat terbesar bagi semua pihak.
11 Dengan menyediakan cukup waktu untuk menyelesaikan sengketa-sengketa yang diajukan, Allah menetapkan suatu preseden yang permanen. Seandainya di kemudian hari kedaulatan Allah ditantang lagi, tidak perlu lagi menyediakan waktu bagi si pemberontak untuk membuktikan pendapatnya. (Nahum 1:9) Apa pun yang perlu dibuktikan akan sudah terbukti. Seraya waktu berlalu, kita mempunyai hak istimewa untuk memihak Allah dalam persoalan tersebut, sebagaimana dilakukan orang-orang yang setia di masa lampau. Ayub, misalnya, meskipun sama sekali tidak menyadari alasan penderitaannya, bertekad untuk tetap loyal kepada Allah. (Ayub 2:9, 10) Bukankah Allah, Pencipta manusia, layak mendapat loyalitas demikian?
Apa Jalan Keluar dari Allah?
12 Jangka waktu yang disediakan Allah untuk menyelesaikan berbagai sengketa yang tersangkut sudah hampir usai. Kejahatan dan segala penyebabnya akan segera dilenyapkan. (Amsal 2:21, 22; Daniel 2:44) Allah sendiri akan menjamin perdamaian dan kebahagiaan kekal bagi umat manusia di atas bumi firdaus. (Yesaya 14:7) Sebagai Allah yang adil-benar, Yehuwa tidak akan melupakan orang-orang yang menderita dan mati secara tidak adil. Mereka akan dibangkitkan, dipulihkan kepada kehidupan di bumi ini. (Ayub 14:14, 15; Yesaya 25:6-8) Menurut janji Allah sendiri, ”hal-hal yang dahulu tidak akan diingat lagi, dan tidak akan timbul lagi dalam hati”. Kehidupan kekal akan memberikan banyak kesempatan agar orang-orang mengerti dengan benar alasan Allah mengizinkan kejahatan. Tak seorang pun yang menerima berkat-berkat demikian akan merasa tidak puas karena penderitaan mereka sendiri di masa lampau ataupun penderitaan orang-orang lain. ”Bersorak-sorak untuk selama-lamanya atas apa yang Kuciptakan” akan menjadi kompensasi yang lebih dari cukup.—Yesaya 65:17, 18.
13 Melalui Alkitab, Allah dengan jelas telah memberi tahu kita mengapa ada penderitaan. Namun, sebuah artikel singkat tidak dapat menjawab semua pertanyaan sehubungan sengketa yang begitu dalam.f Jawaban yang lengkap dapat diperoleh hanya dengan memeriksa Alkitab secara menyeluruh dalam semua seginya. Maukah saudara menyambut tantangan demikian, bersedia menyediakan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan penelitian semacam itu? Sengketa-sengketa yang dipertaruhkan membuat penelitian demikian sangat berharga.
[Catatan Kaki]
e Dikutip dari Mankind and Mother Earth, 1976, halaman 13.
f Untuk pembahasan yang lebih lengkap dalam pokok ini, lihat buku Kehidupan—Bagaimana Asal Mulanya? Melalui Evolusi Atau Melalui Penciptaan?, pasal 16, diterbitkan oleh Watchtower Bible and Tract Society of New York, Inc.
1-3. Bagaimana beberapa orang mencoba menjawab pertanyaan mengapa ada penderitaan?
4, 5. Apa beberapa kepercayaan yang memfitnah Allah?
6. Apa yang dimaksud dengan kehendak bebas yang dimiliki manusia?
7, 8. Sengketa-sengketa apa diajukan pada awal sejarah umat manusia?
9-11. Mengapa Allah mengizinkan penderitaan untuk waktu begitu lama?
12, 13. Bagaimana Allah akan segera memulihkan keadilan di atas bumi?
[Gambar di hlm. 15]
Mengapa Allah menuntut korban persembahan sebagai bagian perjanjian Hukum?
-
-
Mengenal Allah yang Benar—Apa Artinya?Apakah Akan Ada Suatu Dunia tanpa Perang?
-
-
Mengenal Allah yang Benar—Apa Artinya?
1, 2. Menurut Yesaya 2:3, undangan apa yang disampaikan pada hari-hari terakhir, dan kepada siapa?
NUBUAT Yesaya yang menggugah hati mengenai hari-hari terakhir menyampaikan undangan yang seharusnya menarik minat orang-orang dari segala bangsa. Undangan tersebut adalah untuk mengenal Allah yang benar secara pribadi, ”Dan banyak suku bangsa akan pergi serta berkata: ’Mari, kita naik ke gunung TUHAN, ke rumah Allah Yakub, supaya Ia mengajar kita tentang jalan-jalanNya.’”a—Yesaya 2:3.
2 Nubuat ini menunjukkan bahwa pada hari-hari terakhir, orang-orang dari banyak bangsa di seluruh dunia akan dibimbing kepada suatu sumber pengajaran yang sama untuk membantu mereka mulai mengenal Allah yang benar. Kebenaran-kebenaran apa yang akan mereka pelajari sehingga dapat mempersatukan mereka dalam ikatan perdamaian sejati?
3. Bagaimana sebuah ciri menonjol dalam Alkitab hampir hilang sebagai akibat tradisi?
3 Sebuah ciri menonjol dari Alkitab, yang hampir hilang sebagai akibat tradisi, adalah mengenai pembinaan hubungan dengan Allah, Bapa surgawi dan Pencipta kita, dalam pergaulan yang sangat akrab, dengan menyebutkan nama-Nya pada waktu menyapa Dia. Apakah ada orang yang mempunyai teman yang dikasihi namun enggan menggunakan atau bahkan tidak mau menyebutkan namanya jika ditanya? Biasanya, hanya seorang musuh yang dianggap begitu hina sehingga seseorang lebih suka untuk tidak menghormatinya bahkan dengan tidak menyebutkan namanya. Hubungan istimewa yang terjalin antara Israel purba dan Allah mereka—yang mereka kenal dengan nama-Nya—dengan indah dinyatakan oleh pemazmur purba, ”Hatinya melekat kepadaKu, maka Aku akan meluputkannya, Aku akan membentenginya, sebab ia mengenal namaKu.”—Mazmur 91:14.
Apakah Kita Harus Menggunakan Nama Ilahi?
4, 5. Apa arti nama Allah?
4 Dari sudut pandangan Alkitab, tidak pernah ada keraguan sehubungan nama dari Allah yang benar. Pada waktu Allah berbicara kepada Musa, seraya menjelaskan bahwa Ia akan menggunakan Musa untuk memimpin bangsa Israel ke luar dari perbudakan Mesir, Musa mengajukan pertanyaan yang wajar, ”Apabila aku mendapatkan orang Israel dan berkata kepada mereka: Allah nenek moyangmu telah mengutus aku kepadamu, dan mereka bertanya kepadaku: bagaimana tentang namaNya?—apakah yang harus kujawab kepada mereka?” Allah menjawab, ”Beginilah kaukatakan kepada orang Israel: TUHAN [Ibrani, יהוה = YHWH = Yahweh, atau, sejak abad ke-13 M, Jehovah; dalam bahasa Indonesia, Yehuwa], Allah nenek moyangmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub, telah mengutus aku kepadamu: itulah namaKu untuk selama-lamanya dan itulah sebutanKu [peringatan, Klinkert] turun-temurun.”—Keluaran 3:13, 15, cetak miring red.
5 Nama ini sarat dengan makna bagi orang-orang berbahasa Ibrani. Kata ini berasal dari akar kata Ibrani הוה, h·w·h, yang artinya ”menjadi”. Namun, nama itu muncul dalam bentuk kausatifnya, Hiph·ʽilʹ, menurut tata bahasa Ibrani. Oleh karena itu, makna dasarnya tidak ada hubungannya dengan keberadaan Allah yang kekal melainkan dalam hal Ia menyebabkan segala sesuatu ada atau terjadi. Ini terutama benar dalam cara yang unik sehubungan dengan maksud-tujuan-Nya. Karena Ia bermaksud membebaskan bangsa pilihan-Nya dari perbudakan Mesir, maka Ia menyebabkan hal itu terjadi. Tidak ada kekuatan yang dapat menghalangi kehendak-Nya yang sangat tegas. Yehuwa adalah Allah yang menyebabkan maksud-tujuan-Nya tergenap. Jadi, Ia menyebabkan diri-Nya untuk menjadi Penggenap dari janji-janji-Nya. Hal ini juga benar sehubungan dengan maksud-tujuan-Nya untuk membebaskan bangsa-Nya dari penawanan Babilon. Demikian pula halnya sehubungan dengan maksud-tujuan-Nya untuk mendatangkan kondisi seperti firdaus di bumi ini. Nama-Nya sendiri memberi arti dan jaminan atas janji-janji tersebut.—Yesaya 41:21-24; 43:10-13; 46:9, 10.
6-9. (a) Bagaimana kita dapat mengetahui bahwa Allah tidak melarang penggunaan nama-Nya? (b) Bagaimana dan kapan larangan penggunaan nama Allah menjadi bagian dari Yudaisme?
6 Namun bukankah Sepuluh Perintah melarang pengucapan nama Allah? Sama sekali tidak! Meskipun banyak yang telah menginterpretasikan perintah ketiga dengan cara seperti itu, perhatikan komentar Encyclopaedia Judaica, ”Dihindarinya pengucapan nama YHWH . . . disebabkan oleh kesalahpahaman dari Perintah Ketiga (Kel. 20:7; Ul. 5:11) yang mengartikan ’Engkau tidak boleh menyebut nama YHWH Allahmu dengan sia-sia’, sedangkan yang sebenarnya dimaksudkan adalah ’Engkau tidak boleh bersumpah dusta atas nama YHWH Allahmu.’”5 Perhatikan bahwa ayat tersebut tidak mengatakan ’menyebutkan’ atau mengucapkan nama Allah. Namun bahkan bila itu berarti mengucapkan nama Allah ”dengan sia-sia”, perhatikan apa yang dikatakan kamus Ibrani oleh Koehler dan Baumgartner mengenai istilah Ibrani yang diterjemahkan ”dengan sia-sia” (Ibrani, lash·shawʹʼ), ”menyebutkan suatu nama tanpa alasan . . . menyalahgunakan nama”.6 Oleh karena itu, perintah ini tidak melarang penggunaan nama Allah, melainkan penyalahgunaan nama itu.
7 Namun, bagaimana dengan argumen bahwa nama Allah ”terlalu suci untuk diucapkan”? Nah, apakah kelihatannya masuk akal bahwa jika Allah menganggap nama-Nya terlalu suci untuk diucapkan manusia, Ia tidak akan menyingkapkannya sejak semula? Justru kenyataannya bahwa dalam naskah asli dari Kitab-Kitab Ibrani, nama pribadi Allah muncul lebih dari 6.800 kali menunjukkan bahwa Ia ingin agar manusia mengenal Dia dan menggunakan nama-Nya. Allah sama sekali tidak membatasi penggunaan nama-Nya untuk mencegah sikap tidak respek, sebaliknya Ia berulang kali menganjurkan dan bahkan memerintahkan umat-Nya untuk menggunakan nama-Nya dan memasyhurkan nama itu. Melakukan hal tersebut merupakan bukti hubungan yang akrab dengan-Nya, dan juga kasih mereka kepada-Nya. (Mazmur 91:14) Nabi Yesaya menunjukkan dengan jelas apa kehendak Allah berkenaan hal ini pada waktu ia mengatakan, ”Bersyukurlah kepada TUHAN [Ibrani, יהוה = YHWH = Yehuwa], panggilah namaNya, beritahukanlah perbuatanNya di antara bangsa-bangsa, masyhurkanlah, bahwa namaNya tinggi luhur!”—Yesaya 12:4. Lihat juga Mikha 4:5; Maleakhi 3:16; Mazmur 79:6; 105:1; Amsal 18:10.
8 Seandainya Yehuwa tidak ingin manusia mengucapkan nama-Nya, Ia dapat melarangnya secara tegas. Akan tetapi, dalam Alkitab tidak ada satu pun pernyataan yang melarang penggunaan yang patut atau pengucapan nama-Nya. Orang-orang yang setia pada zaman Alkitab menggunakan nama-Nya dengan leluasa. (Kejadian 12:8; Rut 2:4; 4:11, 14) Sebenarnya, Allah berulang kali mengutuk orang-orang yang membuat umat-Nya melupakan nama kudus-Nya.—Yeremia 23:26, 27; Mazmur 44:21, 22.
9 Namun bagaimana larangan ini menjadi bagian dari pemikiran orang-orang Yahudi, mengingat hal itu jelas bukan bagian dari Alkitab? Komentar Dr. A. Cohen, rabi dan pengarang buku Everyman’s Talmud, menunjukkan bahwa tradisi itu terbentuk tahap demi tahap selama berabad-abad. Dr. Cohen menulis, ”Pada zaman Alkitab, rupanya tidak ada keberatan atas penggunaannya dalam percakapan sehari-hari. Penambahan dari Yah atau Yahu kepada nama-nama pribadi, yang terus ada di kalangan orang Yahudi bahkan setelah pembuangan di Babilon, merupakan petunjuk bahwa tidak ada larangan terhadap penggunaan Nama yang terdiri dari empat huruf itu. Namun pada awal zaman para Rabi, pengucapan Nama tersebut dibatasi hanya dalam pelayanan di Bait.” Sehubungan perkembangan selanjutnya selama masa ini, ia mengatakan, ”Sebaliknya daripada YHWH, Nama tersebut diucapkan Adonai (Tuhanku) dalam pelayanan di Sinagoge; tetapi ada tradisi bahwa pengucapan aslinya diturunkan oleh para Guru Agama kepada murid-muridnya secara berkala—satu atau dua kali setiap tujuh tahun. (Kiddushin 71a). Bahkan praktek tersebut terhenti setelah beberapa waktu, dan cara pengucapan Nama itu tidak diketahui lagi dengan pasti.”7 Itulah akibat ”perintah manusia”.—Yesaya 29:13; Ulangan 4:2; lihat halaman 9, paragraf 15, 16.
Syarat bagi Mereka yang Menyandang Nama Itu
10-14. (a) Apa yang dituntut Allah dari orang-orang yang akan menyandang nama-Nya? (b) Bentuk-bentuk kemurnian apa yang dituntut dari orang-orang yang ingin menyenangkan Allah? (c) Pengaruh kafir yang asing apa meninggalkan kesan yang dalam atas Yudaisme?
10 Jelaslah, sekadar mengetahui atau bahkan menggunakan nama Allah tidak cukup bagi seseorang untuk menyenangkan Allah. Menyandang nama Allah sebagai salah seorang penyembah-Nya merupakan hak istimewa yang unik, sebagaimana diserukan nabi Yeremia, ”FirmanMu itu menjadi kegirangan bagiku, dan menjadi kesukaan hatiku, sebab namaMu telah diserukan atasku.” (Yeremia 15:16) Akan tetapi, hak istimewa yang luar biasa ini membawa serta tanggung jawab yang berat. Yehuwa dengan tegas menyatakan kepada raja-raja bangsa Kafir, ”Sebab sesungguhnya di kota yang namaKu telah diserukan di atasnya Aku akan mulai mendatangkan malapetaka.” (Yeremia 25:29) Pada waktu Yehuwa membebaskan bangsa Israel dari 70 tahun penawanan di Babel, Ia sudah memperingatkan umat-Nya melalui nabi Yesaya, ”Menjauhlah, menjauhlah! Keluarlah dari sana! Janganlah engkau kena kepada yang najis! Keluarlah dari tengah-tengahnya, sucikanlah dirimu, hai orang-orang yang mengangkat perkakas rumah TUHAN [יהוה]!” (Yesaya 52:11) Apa yang tersangkut dewasa ini agar tetap murni sebagai penyembah sejati, sebagai penyandang nama Allah yang mahakudus, Yehuwa?
11 Pasti, seseorang yang ingin menyenangkan Allah dalam ibadat-Nya harus tetap murni dalam tingkah laku, terutama sehubungan standar-standar moral yang ditetapkan oleh Allah sendiri. Sebaliknya dari standar-standar yang serba boleh dari masyarakat dewasa ini, Alkitab tidak menyatakan sesuatu yang meragukan atau tidak memberi kesempatan untuk menafsir sendiri sewaktu menyatakan kutukan Allah berkenaan berdusta, mencuri, percabulan, perzinaan, homoseksualitas, pembunuhan, dan segala bentuk penipuan. (Keluaran 20:12-16; 23:1, 2; Imamat 5:1; 19:35, 36; 20:13) Alkitab bukan hanya mengutuk perbuatan salah itu sendiri, tetapi juga pemikiran yang salah yang mengarah kepada perbuatan yang salah.—Keluaran 20:17; Imamat 19:17; Mazmur 14:1-5; Ayub 31:1, 9.
12 Selain kemurnian moral, kemurnian agama pasti dituntut dari orang-orang yang menyandang nama Yehuwa. Berulang kali Yehuwa memperingatkan bangsa Israel purba agar tidak terpengaruh oleh pemikiran, praktek, dan kebiasaan agama dari bangsa-bangsa di sekitar mereka, yang menyembah ilah-ilah lain. Sebenarnya, hanya dengan syarat ini saja—bahwa mereka tidak akan meniru ibadat palsu dari bangsa-bangsa—mereka akan tetap tinggal di Negeri Perjanjian. (Imamat 18:24-30; Ulangan 12:29-31) Bukan hanya penyembahan berhala yang dilarang keras, tetapi juga semua bentuk praktek dan kepercayaan takhayul, seperti astrologi, spiritisme, meramal nasib, ilmu gaib, serta berdoa atau bertanya kepada orang-orang mati, dilarang.—Keluaran 20:3-5; 22:18; Imamat 20:27; Ulangan 18:9-13; Yesaya 8:19, 20; 47:13; Yeremia 10:2.
13 Yang erat kaitannya dengan kemurnian agama adalah kemurnian doktrin. Peringatan untuk tidak meniru moral dan ibadat bangsa-bangsa sekitar mereka tetap berlaku bukan hanya pada saat bangsa Israel mengambil alih negeri itu dari orang-orang Kanaan. Yehuwa telah menyingkapkan kebenaran ibadat kepada umat-Nya. Hanya mereka yang menyembah Allah yang benar, Yehuwa. (Keluaran 19:5, 6; Ulangan 4:32-37; Mazmur 147:19, 20) Hanya mereka yang mengenal Allah ini secara pribadi dan, sebagai saksi-saksi-Nya, mereka dapat mengajar orang-orang lain mengenai Dia. (Yesaya 43:9-12; Mazmur 105:1) Sebaliknya, kebiasaan dan praktek agama dari bangsa-bangsa lain mencerminkan kurangnya pengetahuan yang mendasar mengenai Allah.—Yesaya 60:2.
14 Walaupun mempunyai permulaan yang baik, bangsa Israel berulang kali terpikat oleh gagasan-gagasan agama asing. (Hakim 2:11-13; 1 Raja 18:21; Yeremia 2:11-13; Yehezkiel 8:14-18) Meskipun kebudayaan Kanaan dan Babel masih membekas, tantangan terbesar yang dihadapi Yudaisme datang selama masa Helenisasi oleh Kekaisaran Yunani.b Untuk menyimpulkan masa yang panjang dari pengaruh kebudayaan Yunani, yang dimulai pada abad keempat SM hingga abad-abad awal Tarikh Masehi, penulis Yahudi bernama Max Dimont mengomentari, ”Diperkaya oleh pemikiran Plato, logika Aristoteles, dan sains Eucledia, sarjana-sarjana Yahudi menelaah Taurat dengan alat-alat baru. . . . Mereka menambahkan pemikiran Yunani kepada wahyu Yahudi.”
Apakah Manusia Mempunyai Jiwa yang Tidak Berkematian?
15-17. (a) Apa yang diajarkan Alkitab mengenai kematian dan jiwa? (Lihat kotak, halaman 22.) (b) Harapan apa yang Alkitab tawarkan bagi orang-orang yang sudah mati?
15 Apakah doktrin dan kepercayaan agama Yudaisme terpengaruh selama masa ini? Encyclopaedia Judaica dengan terus terang mengakui, ”Doktrin jiwa yang tidak berkematian muncul dalam Yudaisme kemungkinan di bawah pengaruh Yunani.”8 Kitab-Kitab Ibrani mengajarkan secara sederhana dan jelas bahwa Allah sejak semula bermaksud agar manusia hidup selama-lamanya dalam kesehatan yang sempurna di atas bumi ini. (Lihat halaman 11-12, paragraf 2 sampai 4.) Di Kejadian 2:7 kita membaca, ”TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk [”jiwa”, NW] yang hidup.” Perhatikan bahwa ayat tersebut tidak menyatakan bahwa manusia itu diberikan suatu jiwa melainkan, bahwa ia menjadi jiwa. Karena dengan tidak taat memberontak melawan Allah, manusia pertama, Adam, dijatuhi hukuman mati. Oleh karena itu, Adam, sebagai jiwa manusia, mati. Tidak ada bagian dari dirinya yang terus hidup di alam lain. Dengan demikian, konsep jiwa tidak berkematian bukan ajaran Alkitab.c Alkitab mengatakan dengan jelas, ”Jiwa yang berdosa itu juga akan mati!”—Yehezkiel 18:4, Klinkert.
16 Apa yang disingkapkan ayat-ayat Alkitab sehubungan keadaan orang mati selaras dengan ajaran Alkitab bahwa jiwa mati. Di Pengkhotbah pasal 9, ayat 5 dan 10, kita membaca, ”Orang-orang yang hidup tahu bahwa mereka akan mati, tetapi orang yang mati tak tahu apa-apa, . . . karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati [”Sheol”, NW; kuburan umum umat manusia], ke mana engkau akan pergi.” (Bandingkan Mazmur 146:3, 4.) Kematian diberikan oleh Allah sebagai hukuman. (Kejadian 2:17) Kematian adalah lawan dari kehidupan, bukan bentuk lain dari kehidupan. Karena hal ini benar, kita hendaknya tidak merasa heran untuk mengetahui bahwa tidak ada satu ayat pun dalam Alkitab yang menyebut tentang penghukuman neraka yang menyala-nyala (geh hin·nomʹ). Ini pun suatu konsep yang diserap dari filsafat Yunani dan doktrin kafir. Mengenai kepercayaan mistik Yahudi tentang reinkarnasi, The New Standard Jewish Encyclopedia menyatakan, ”Gagasan tersebut tampaknya berasal dari India. . . . Di Kabbalah [buku-buku mistik Yudaisme] hal tersebut mula-mula muncul dalam buku Bahir, dan kemudian, dari Zohar dan selanjutnya, secara umum diterima oleh para penganut hal-hal mistik, dan memainkan peranan penting dalam kepercayaan dan kesusastraan Hasidik.”9
17 Karena kematian adalah lawan dari kehidupan dan jiwa tidak terus hidup di alam lain, harapan apa yang tersedia bagi orang yang sudah meninggal? Firman Allah dengan jelas mengajarkan bahwa setelah keadaan firdaus dipulihkan bagi umat manusia di bumi melalui campur tangan Raja Mesias yang dilantik Allah, kebanyakan dari antara orang-orang mati akan dihidupkan kembali. Ajaran Alkitab ini sering disebut ’kebangkitan orang mati’. Orang-orang yang dibangkitkan akan termasuk bukan hanya orang-orang yang telah dengan setia melayani Allah melainkan juga jutaan, bahkan miliaran orang yang belum pernah menerima kesempatan penuh untuk belajar mengenai Dia dan melayani Dia dalam kebenaran.—Daniel 12:2, 12; Yesaya 26:19; Ayub 14:14, 15.
18, 19. Mengapa seharusnya seseorang mengenal Allah yang benar, dan bagaimana ia dapat melakukannya?
18 Bukankah harapan Alkitab mengenai kebangkitan kepada kehidupan yang sempurna di bumi ini merupakan motivasi yang kuat bagi orang-orang dari segala bangsa untuk mencari dan mengenal Allah yang benar? Tetapi di manakah sumber pengajaran yang benar dari Yehuwa pada hari-hari terakhir ini, sebagaimana disebutkan di Yesaya 2:2, 3? Siapa yang dapat mengajar orang-orang mengenai jalan-jalan Yehuwa, sehingga mereka dapat ”berjalan menempuhnya”? Dapatkah Yudaisme atau Susunan Kristen menyediakan pengajaran semacam itu sesuai dengan keterangan Alkitab yang sudah kita bahas sejauh ini?
19 Menurut nubuat, akan ada sekelompok orang yang menyandang nama Yehuwa dalam kemurnian, yang akan benar-benar melayani sebagai Saksi-Saksi-Nya maupun sebagai sumber terang rohani bagi bangsa-bangsa.—Yesaya 60:2, 3.
[Catatan Kaki]
a Pembacaan sepintas dari nubuat ini dapat memberikan kesan bahwa pada hari-hari terakhir, akan ada pertobatan besar-besaran ke dalam Yudaisme. Akan tetapi, konteksnya sendiri, maupun banyak peristiwa belum lama berselang, menunjukkan bahwa hal ini bukan pandangan yang benar. Pembahasan pada bagian ini dan bagian berikutnya akan membantu kita mengerti mengapa kita sampai pada kesimpulan ini.
b Sejak masa pemerintahan Iskandar Agung (336-323 SM), bangsa Yunani membuat upaya terpadu untuk menyebarkan filsafat, kebudayaan, dan bahasa mereka ke seluruh wilayah yang diduduki Kekaisaran Yunani. Bangsa-bangsa yang menerima kebudayaan dan pemikiran Yunani dianggap sudah dihelenisasikan. Upaya untuk menggantikan kebudayaan-kebudayaan lain dengan kebudayaan Yunani ini terus dilaksanakan di bawah Kekaisaran Romawi, yang, sekalipun sudah menaklukkan Yunani, menganggap kebudayaan serta filsafat Yunani menarik. Bahkan di antara banyak bangsa yang pura-pura tekun melawan arus pengaruh Yunani ini, kita menemukan bukti yang jelas bahwa mereka menerima gagasan filsafat, cara berpikir, dan doktrin Yunani.
c Dalam bahasa Ibrani Alkitab, kata yang diterjemahkan ”jiwa” adalah neʹphesh. Akan tetapi, dalam Yudaisme dewasa ini, kata Ibrani nesha·mahʹ sering dianggap sebagai bagian dari manusia yang terus ada setelah kematian. Namun penyelidikan Alkitab yang saksama menyingkapkan bahwa kata nesha·mahʹ tidak pernah mengandung arti demikian; kata itu sekadar menunjuk kepada proses pernapasan atau makhluk yang bernapas, manusia atau binatang.—Kejadian 7:22; Ulangan 20:16; Yosua 10:39, 40; 11:11; Yesaya 2:22.
[Kotak di hlm. 20, 21]
NAMA ALLAH DALAM ALKITAB—APA YANG ALLAH KATAKAN
”Selanjutnya berfirmanlah Allah kepada Musa: ’Beginilah kaukatakan kepada orang Israel: TUHAN [Ibrani, יהוה = YHWH = Yehuwa], Allah nenek moyangmu, . . . telah mengutus aku kepadamu: itulah namaKu untuk selama-lamanya dan itulah sebutanKu turun-temurun.’”—Keluaran 3:15, cetak miring red.
”Lalu datanglah Boas dari Betlehem. Ia berkata kepada penyabit-penyabit itu: ’TUHAN [יהוה] kiranya menyertai kamu.’ Jawab mereka kepadanya: ’TUHAN [יהוה] kiranya memberkati tuan!’”—Rut 2:4.
”Bersyukurlah kepada TUHAN [יהוה], panggillah namaNya, beritahukanlah perbuatanNya di antara bangsa-bangsa, masyhurkanlah, bahwa namaNya tinggi luhur!”d—Yesaya 12:4, cetak miring red.; Mazmur 105:1.
”Tetapi sesudah itu Aku akan memberikan bibir lain kepada bangsa-bangsa, yakni bibir yang bersih, supaya sekaliannya mereka memanggil nama TUHAN [יהוה], beribadah kepadaNya dengan bahu-membahu.”—Zefanya 3:9, cetak miring red.
”Tumpahkanlah amarahMu ke atas bangsa-bangsa yang tidak mengenal Engkau, ke atas kerajaan-kerajaan yang tidak menyerukan namaMu.”—Mazmur 79:6, cetak miring red.
NAMA ALLAH DALAM TALMUD—APA YANG DIKATAKAN MANUSIA
”Telah ditetapkan bahwa seseorang harus menyapa teman-temannya dengan menyebutkan Nama itu.”—Berakhot 9:5.
”Dengan demikian, ia [Imam Besar pada Hari Pendamaian] berkata: Oh YHWH, umat-Mu, Rumah Israel, telah melakukan kesalahan, telah melanggar, telah berdosa di hadapan-Mu. Hamba memohon kepada-Mu dengan Nama YHWH . . . Dan ketika para imam dan orang-orang yang berdiri di Pelataran mendengar Nama yang mulia dan suci itu disebutkan dengan bebas dari mulut Imam Besar, dalam kesucian dan kemurnian, mereka berlutut dan membungkuk dalam-dalam, dengan muka di tanah, dan berseru: Diberkatilah kiranya Nama-Nya yang mulia dan berdaulat untuk selama-lamanya.”—Yoma 6:2.
”Di Tempat Kudus, Nama tersebut diucapkan sebagaimana tertulis; namun di luar daerah terbatas itu Nama pengganti digunakan.”—Sotah 7:6.
”Mula-mula, Imam Besar biasanya menyerukan Nama itu dengan suara keras; namun pada waktu orang yang merasa resah semakin banyak, ia mengucapkannya dengan suara rendah.”—The Jerusalem Talmud, Yoma 40d.
”[Di antara mereka yang tidak termasuk dalam dunia yang akan datang adalah] orang yang mengucapkan Nama itu menurut huruf-hurufnya.”—Sanhedrin 10:1.
”Barangsiapa yang dengan jelas mengucapkan Nama itu melakukan pelanggaran hukum yang dapat dikenakan hukuman mati.”—Pesikta 148a.
[Catatan Kaki]
d Ungkapan ”panggillah namaNya” (Ibrani, קראו בשמו) dapat juga diterjemahkan ”panggillah Dia dengan nama-Nya”. (Bandingkan The New English Bible.) Struktur bahasa Ibrani yang sama ditemukan di Kejadian 12:8, yang oleh Alkitab Tanakh diterjemahkan, ”[Abram] memohon kepada TUHAN dengan nama-Nya.”
[Kotak di hlm. 22]
KEMATIAN DAN JIWA—APA ARTINYA?
APA YANG DIKATAKAN ALKITAB:
”Ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk [”jiwa”, ”NW”] yang hidup [neʹphesh].” (Kejadian 2:7, cetak miring red.) Perhatikan bahwa manusia tidak diberikan suatu jiwa melainkan menjadi jiwa.
”Tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.” (Kejadian 2:17) Perhatikan bahwa kematian disebutkan kepada manusia pertama, Adam, hanya sebagai hukuman atas ketidaktaatan.
”Dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu.”—Kejadian 3:19.
”Dari kota-kota bangsa-bangsa itu . . . janganlah kaubiarkan hidup apapun yang bernafas [nesha·mahʹ].”—Ulangan 20:16.
”Negeri itu direbut mereka dan dipukul dengan mata pedang, . . . semua makhluk [neʹphesh] yang ada di dalamnya, tidak seorangpun yang dibiarkannya lolos, . . . Kota itu dan semua makhluk [neʹphesh] yang ada di dalamnya ditumpasnya.—Yosua 10:37.
”Semua makhluk yang ada di dalamnya dibunuhnya dengan mata pedang, sambil menumpas orang-orang itu. Tidak ada yang tinggal hidup dari semua yang bernafas [nesha·mahʹ].—Yosua 11:11.
”Bahwasanya segala jiwa orang Aku yang empunya dia, baik jiwa bapa baik jiwa anak, Aku yang empunya dia; maka jiwa [neʹphesh] berdosa itu juga akan mati!”—Yehezkiel 18:4, Klinkert, cetak miring red.
”Karena orang-orang yang hidup tahu bahwa mereka akan mati, tetapi orang yang mati tak tahu apa-apa, . . . karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati [”Sheol”, NW; kuburan umum umat manusia], ke mana engkau akan pergi.—Pengkhotbah 9:5, 10.
APA YANG DIKATAKAN PARA RABI:
”Di langit ketujuh, Araboth, disimpan roh-roh dan jiwa-jiwa yang masih harus diciptakan.”—Hagigah 12b, Talmud.
”Suatu jiwa tambahan diberikan kepada orang pada malam Sabat, yang diambil dari dia pada akhir hari Sabat.—Taanit 27b, Talmud.
”Selama 12 bulan penuh [setelah kematian] tubuh tetap ada dan jiwa naik dan turun.”—Shabbat 152b, Talmud.
”Cacing-cacing dapat menyakiti orang-orang mati sama seperti jarum menusuk tubuh orang hidup.”—Shabbat 13b, Talmud.
”Jika sebuah pernyataan dikatakan dalam nama orang yang sudah mati, bibirnya bergerak di dalam kubur.”—Sanhedrin 90b, Talmud.
”Yudaisme adalah ’agama yang memastikan tidak matinya jiwa setelah matinya tubuh’.”—The Kuzari 1:103, Judah Halevi, rabi abad ke-12.
[Gambar di hlm. 23]
Lantai sinagoge kuno ini, di Tiberias, Israel, hanyalah satu contoh sejauh mana pengaruh pemikiran dan kebudayaan Yunani atas Yudaisme. Perhatikan tanda-tanda zodiak serta nama-namanya yang tertulis dalam bahasa Ibrani. Gambar yang di tengah adalah dewa matahari Helios
-
-
Siapa yang Akan Memimpin Bangsa-Bangsa kepada Perdamaian?Apakah Akan Ada Suatu Dunia tanpa Perang?
-
-
Siapa yang Akan Memimpin Bangsa-Bangsa kepada Perdamaian?
1, 2. Bagaimana nubuat di Yesaya 2:2-4 sedang digenapi pada zaman kita?
YESAYA pasal 2 lebih daripada sekadar nubuat mengenai kembalinya orang-orang Yahudi ke Yerusalem setelah 70 tahun penawanan di Babilon. Sebenarnya, nubuat ini tidak lain mengacu kepada berbaliknya semua bangsa kepada ibadat murni dari satu-satunya Allah yang benar, Yehuwa. Nubuat ini menunjukkan terbentuknya persaudaraan internasional yang memberikan dinas suci yang diperkenan oleh Allah.
2 Transformasi besar-besaran ini, yang meliputi orang-orang dari segala penjuru dunia, bukan saja dramatis namun juga jelas kelihatan, seolah-olah terjadi di atas sebuah gunung yang dapat dilihat sepenuhnya oleh setiap orang. Justru hal inilah yang sedang terjadi dewasa ini di kalangan Saksi-Saksi Yehuwa di seluruh dunia. Jutaan orang dari agama-agama Susunan Kristen belajar bahwa Allah adalah esa dan telah berhenti menyembah Tritunggal. Di India, orang-orang Hindu telah meninggalkan banyak allah dan jutaan berhala mereka untuk menyembah satu Allah yang benar. Demikian juga orang-orang di Afrika, di pulau-pulau yang jauh, dan di Timur Tengah. Mereka yang telah mendaki gunung kudus Yehuwa, ibadat sejati-Nya yang murni, telah menyingkirkan semua kebencian antarbangsa, antarsuku, dan politik; secara harfiah mereka ’tidak lagi belajar perang’.—Yesaya 2:2-4.
Identitas Mesias—Sumber Perdebatan
3. Menurut Yesaya 11:10, pengaruh apa yang dimiliki Mesias atas bangsa-bangsa?
3 Persaudaraan internasional ini juga berkaitan dengan penggenapan maksud-tujuan Allah bagi seluruh umat manusia: bahwa orang-orang dari segala bangsa akan memberkati diri mereka sendiri melalui ”benih” yang dijanjikan, seorang keturunan Abraham, dan dengan demikian beribadat kepada Allah dalam kebenaran dan persatuan. (Kejadian 3:15, Klinkert; 22:18, Klinkert) Nubuat-nubuat belakangan menunjukkan bahwa ”benih” ini juga akan menjadi ’nabi seperti Musa’, yang akan menjadi perantara dari suatu perjanjian baru. Perjanjian tersebut akan menjadi dasar yang sah bagi orang-orang tulus dari segala bangsa untuk menyembah Allah dalam persatuan. (Ulangan 18:15, 18, 19; Yeremia 31:31-34) Selain itu pribadi inilah yang akan menjadi Mesias, penguasa dari garis keturunan Daud yang takhtanya ditetapkan Allah untuk selama-lamanya. (1 Tawarikh 17:11, 12) Menurut nabi Yesaya, Mesias ini akan menjadi pribadi penggerak yang akan mempersatukan orang-orang dari segala bangsa (Ibrani, Goh·yimʹ). Yesaya 11:10 mengatakan, ”Maka pada waktu itu taruk dari pangkal Isai akan berdiri sebagai panji-panji [”sebagai tanda”, NW] bagi bangsa-bangsa; dia akan dicari oleh suku-suku bangsa dan tempat kediamannya akan menjadi mulia.”
4. Apa yang dikatakan seorang rabi mengenai pengaruh Yesus atas umat manusia?
4 Identitas Mesias sudah diperdebatkan selama berabad-abad. Menurut Yesaya 11:10 dan ayat-ayat lain, ia adalah seorang Yahudi, keturunan Raja Daud (putra Isai), dan orang-orang dari semua bangsa akan menerima dia sebagai Mesias yang sah yang diutus Allah. Sewaktu mengacu kepada guru Yahudi abad pertama bernama Yesus, Rabi H. G. Enelow menulis, ”Tidak ada orang Yahudi yang berakal sehat dapat bersikap masa bodoh terhadap kenyataan bahwa seorang Yahudi telah mengambil bagian yang begitu besar dalam pendidikan dan pengarahan agama bagi umat manusia.”10 Orang Yahudi mana lagi yang telah diterima secara luas sebagai Mesias oleh orang-orang Kafir? Dapatkah orang-orang Yahudi yang lain mendapat kepercayaan yang lebih luas? Memang, ada orang-orang yang merasa sangat terganggu oleh gagasan bahwa Yesus mungkin adalah Mesias itu. Alasan-alasan mereka patut dikaji.
Kemurtadan Susunan Kristen
5-7. Mengapa banyak orang tidak menyukai nama Yesus dan kekristenan?
5 Bagi mayoritas agama non-Kristen, Susunan Kristen, yang para penganutnya seharusnya mengikuti ajaran Kristus, adalah yang telah mendatangkan cela atas nama Yesus. Dalam nama Yesus, banyak bangsa telah menderita di tangan Susunan Kristen, namun tidak diragukan orang-orang Yahudi telah lebih banyak menderita daripada bangsa lain mana pun.
6 Pada zaman kita, antisemitisme (anti orang Yahudi) dalam Susunan Kristen memuncak pada Holocaust Nazi. Meskipun banyak faktor terlibat, kebencian agama tidak dapat disangkal adalah salah satu yang utama. Dan jika beberapa orang dalam Susunan Kristen menyangkal hal ini, fakta bahwa ”orang Kristen”, Katolik maupun Protestan, termasuk di antara mereka yang melakukan pembunuhan atau merestuinya tidak dapat disangkal lagi. Elie Wiesel menyimpulkan pandangan orang-orang Yahudi dalam bukunya A Jew Today, ”Bagaimana seseorang dapat menjelaskan bahwa Hitler maupun Himmler tidak pernah dikucilkan dari gereja? Bahwa Pius XII tidak pernah menganggap perlu, apa lagi sangat perlu, untuk mengutuk kamp konsentrasi Auschwitz dan Treblinka? Bahwa di kalangan S.S. sebagian besar adalah orang-orang percaya yang tetap setia kepada ikatan iman Kristen mereka sampai akhir? Bahwa ada pembunuh-pembunuh yang mengaku dosa pada selang waktu antara pembunuhan satu dengan yang lain? Dan bahwa mereka semua datang dari keluarga Kristen dan telah menerima pendidikan Kristen?”11 Oleh karena itu, seberapa besar iman dapat diharapkan dari orang-orang Yahudi terhadap seseorang yang namanya selama berabad-abad dihubungkan dengan segala penghinaan dan pukulan yang mereka terima?
7 Selain penindasan langsung, teladan moral macam apa yang telah diberikan negara-negara ”Kristen” kepada dunia ini? Tidak lebih daripada peperangan, Perang Salib, dan Inkwisisi ”kudus”. Bahkan Perang Dunia I dan Perang Dunia II mulai di negeri-negeri ”Kristen”. Dapatkah dikatakan bahwa moralitas ”Kristen” telah menjadi teladan? AIDS misalnya, merajalela di negeri-negeri yang mayoritas penduduknya mengaku Kristen. Skandal-skandal di kalangan pendeta Susunan Kristen sudah menjadi rahasia umum. Penginjil-penginjil televisi yang amoral, yang mengeruk jutaan dolar dan hidup bagaikan raja, dan juga pendeta-pendeta homoseks yang beberapa di antaranya diajukan ke pengadilan karena melakukan penganiayaan seksual terhadap pria-pria muda, hanya beberapa saja dari perkara-perkara yang dirasakan orang-orang non-Kristen sebagai karakter kekristenan—buah-buah yang menodai nama Yesus, yang katanya menjadi anutan ”umat Kristen”.
8-10. (a) Mengapa Susunan Kristen tidak dapat dengan sah mengaku mewakili Yesus dan kekristenan sejati? (b) Peringatan apa yang diberikan Alkitab mengenai kemurtadan dari ajaran Yesus yang sejati?
8 Selain itu, sudah sepantasnya Yudaisme maupun Islam merasa jijik terhadap penyembahan berhala yang merajalela dalam Susunan Kristen. Banyak doktrin Susunan Kristen yang tidak berdasarkan Alkitab, seperti pemujaan Maria sebagai ”Bunda Allah”, juga tidak dapat diterima oleh agama-agama tersebut. Doktrin Tritunggal khususnya dipandang hina oleh orang-orang Yahudi sebagai pertentangan yang jelas dengan inti Yudaisme—konsep monoteistik yang diwujudkan dalam kata-kata ”DENGARLAH, HAI ORANG ISRAEL: TUHAN ITU ALLAH KITA, TUHAN ITU ESA!”—Ulangan 6:4.
9 Penindasan yang dilancarkan oleh Susunan Kristen, peperangannya, perbuatan amoralnya, kemunafikannya, dan doktrin hujahnya tidak dapat dimaafkan bukan saja di mata orang-orang non-Kristen namun juga di mata Allah Yang Mahakuasa. Untuk alasan ini, Saksi-Saksi Yehuwa, meskipun pengikut Yesus Kristus, bukanlah bagian dari Susunan Kristen. Sebaliknya, Susunan Kristen bukanlah bagian dari kekristenan sejati. Sebenarnya satu-satunya persamaan antara Susunan Kristen dengan orang-orang Kristen yang mula-mula adalah penggunaan nama Yesus. Namun jika ajaran-ajaran Yesus begitu bagus dan praktis, bagaimana kemurtadan dapat terjadi?
10 Sebenarnya, munculnya kekristenan palsu dan adanya kemurtadan dari ajaran-ajaran Yesus yang benar telah dinubuatkan oleh Yesus sendiri demikian juga oleh penulis-penulis Kitab-Kitab Yunani Kristen, yang secara keliru disebut sebagai Perjanjian Baru. (Kisah 20:29, 30; 2 Tesalonika 2:1-12; 1 Timotius 4:1-3; 2 Petrus 2:1, 2) Menurut Matius 7:21-23, Mesias sendiri akan menghakimi orang-orang murtad ini atas apa yang mereka lakukan dan akan mengatakan kepada mereka, ”Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari padaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan!”—Bandingkan Matius 13:24-30, 37-43.
Mengapa Kitab-Kitab Tambahan Diperlukan?
11, 12. (a) Apa Kitab-Kitab Yunani Kristen itu? (b) Siapa yang menulis Kitab-Kitab ini? (c) Mengapa pengilhaman dari Allah diperlukan bagi tulisan-tulisan ini?
11 Pada mulanya, semua pengikut Yesus adalah orang-orang Yahudi. Sebenarnya, ribuan orang Yahudi pada abad pertama, termasuk ”sejumlah besar imam”, menerima Yesus sebagai ’nabi yang seperti Musa’, sang Mesias. (Kisah 2:5, 37, 41; 4:4; 6:7; Ulangan 18:18) Orang-orang Yahudi inilah yang menjadi dasar dari kelompok internasional yang baru dari para penyembah Allah Yehuwa, yang secara sah dibentuk atas dasar ”perjanjian baru”, diperantarai oleh nabi yang seperti Musa ini.—Yeremia 31:31-34.
12 Dengan adanya suatu perjanjian baru, timbullah kebutuhan untuk tulisan-tulisan terilham lebih lanjut yang akan memberikan keterangan tambahan yang dibutuhkan bagi mereka yang akan melayani Allah di bawah penyelenggaraan perjanjian baru ini. Tulisan-tulisan ini, Kitab-Kitab Yunani Kristen, semuanya ditulis oleh orang-orang Yahudi. Mereka memberikan laporan mengenai kehidupan dan ajaran Yesus, memberikan perincian mengenai banyak nubuat yang dicatat dalam Kitab-Kitab Ibrani, dan menjelaskan pokok-pokok mengenai Mesias dan peranannya dalam maksud-tujuan ilahi. Selain itu, mereka menyertakan surat-surat yang memberikan nasihat serta anjuran bagi kelompok penyembah internasional yang baru.a
Apakah Yesus Adalah Mesias yang Dijanjikan?
13-16. Apa yang meyakinkan orang-orang Yahudi abad pertama bahwa Yesus adalah Mesias?
13 Namun, bukankah Yesus ditolak oleh para pemimpin agama pada zamannya? Ya, dan hal ini selanjutnya mempengaruhi khalayak ramai. Akan tetapi, bukankah Yeremia serta nabi-nabi lainnya juga ditolak oleh para pemimpin agama pada zaman mereka? (Yeremia 7:25, 26; 20:1-6; 2 Tawarikh 36:15, 16) Orang-orang pada zaman Yesus yang percaya kepadanya, yang mempunyai kesempatan pertama untuk menyelidiki pengajaran dan pekerjaannya, dan juga nubuat-nubuat mengenai dirinya, tidak mundur oleh karena tentangan para pemimpin agama, yang merasa monopoli agama mereka terancam. Apa yang disaksikan secara pribadi oleh orang-orang Yahudi yang tulus itu meyakinkan mereka bahwa nubuat-nubuat mengenai Mesias telah digenapi dalam diri Yesus. Apa gerangan bukti-bukti kuat yang membuat orang-orang Yahudi abad pertama itu bersedia mengambil risiko apa pun, bahkan kematian, dengan menyatakan kepercayaan kepada Yesus sebagai Mesias yang dijanjikan?—Yohanes 9:22; 16:2.
14 Pertama-tama, waktunya tepat. Nubuat di Daniel pasal 9, mengenai Mesias, menunjukkan bahwa ia akan muncul sebelum kehancuran bait yang kedua.b—Daniel 9:24-27.
15 Kedua, orangnya sendiri tepat. Ia datang dari suku Yehuda dan seorang keturunan Raja Daud. (Kejadian 49:10; 1 Tawarikh 17:11-14; bandingkan Matius 1:1-16; Lukas 3:23-31.) Juga, ia lahir di Betlehem, yang umumnya diketahui oleh orang-orang Yahudi abad pertama sebagai tempat kelahiran yang ditentukan bagi Mesias.c (Mikha 5:1; bandingkan Matius 2:4-6; Lukas 2:1-7; Yohanes 7:42.) Semua itu merupakan bukti-bukti tertulis yang penting yang dimiliki orang-orang Yahudi pada zaman Yesus yang menanti-nantikan Mesias sebagai sarana untuk mengenalinya.
16 Kemudian, ajaran dari pria ini tepat. Ajarannya tidak bersifat politik atau hukum, melainkan mengenai hal-hal rohani dan etika.d Singkatnya, ia berbicara mengenai inti berbagai persoalan. Lagi pula, ia berani menunjuk hanya kepada Alkitab sebagai wewenang tertinggi, bukan kepada kata-kata para pemimpin agama sebelumnya, sesuai dengan kebiasaan pada waktu itu. Hal ini membuat banyak orang merasa takjub, karena ”Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat mereka.” (Matius 7:29) Catatan kehidupan Yesus mengungkapkan suatu kepribadian yang sangat kuat, dan ajaran yang sangat jelas, sehingga dikutip oleh para sejarawan sebagai salah satu alasan yang dapat dikemukakan bahwa ia bukanlah tokoh dongeng.e
17-20. (a) Nubuat-nubuat apa dalam Kitab-Kitab Ibrani yang berbicara tentang waktu kedatangan Mesias dan kematiannya sebagai korban? (b) Mengapa Mesias perlu mati?
17 Berbagai nubuat dari Kitab-Kitab Ibrani, yang sudah lama diterima sebagai berkaitan dengan Mesias, digenapi melalui penderitaan dan kematian Yesus. Nubuat-nubuat seperti itu menghubungkan kematian Mesias dengan pengampunan dosa. Dalam Kitab-Kitab Yunani, pendamaian yang disediakan melalui kematian Mesias ini disebut sebagai ’korban tebusan’. (Matius 20:28; Roma 3:24) Apakah beberapa dari nubuat-nubuat ini?
18 Perhatikan kata-kata nubuat di Daniel 9:24, 25, ”Tujuh puluh kali tujuh masa telah ditetapkan atas bangsamu dan atas kotamu yang kudus, untuk melenyapkan kefasikan, untuk mengakhiri dosa, untuk menghapuskan kesalahan, untuk mendatangkan keadilan yang kekal, . . . sampai pada kedatangan seorang yang diurapi [”Mesias”, Ibrani, Ma·shiʹach], seorang raja.” Orang mau tak mau memperhatikan hubungan yang terdapat dalam teks ayat tersebut antara ”Mesias” (Yang Diurapi) serta ’menghapus kesalahan dan mengakhiri dosa’. Ayat 26 selanjutnya mengatakan bahwa ”sesudah keenam puluh dua kali tujuh masa itu akan disingkirkan seorang yang telah diurapi [”Mesias”, Ibrani, Ma·shiʹach]”, dengan kata lain, dibunuh. (Lihat kotak, halaman 26.)
19 Ayat lain yang berhubungan dengan Mesias ”disingkirkan”, atau dibunuh, sebagai korban pendamaian, terdapat di Yesaya 52:13 sampai 53:12. (Lihat kotak, halaman 28.) Para rabi pada abad pertama menerapkan ayat ini kepada Mesias, begitu pula Rambam dan yang lain-lain pada Abad Pertengahan. Ayat ini membuat halnya sangat jelas bahwa pengampunan dihubungkan dengan Mesias dan kematiannya.
20 Untuk alasan-alasan di atas, ajaran bahwa kematian Mesias memungkinkan pengampunan dosa yang lengkap dalam pandangan Allah dapat dimengerti oleh banyak orang Yahudi pada abad pertama. Mereka tahu bahwa Alkitab berbicara mengenai ketidaksempurnaan yang diwarisi manusia. (Pengkhotbah 7:20) Kebutuhan akan korban untuk pendamaian bagi dosa merupakan pelajaran yang diingat setiap hari; hal itu sangat jelas dalam rangka dan sifat dari Perjanjian Hukum. Peristiwa-peristiwa yang digambarkan dalam kehidupan Yesus menonjolkan dia sebagai manusia sempurna yang kematiannya akan membawa pendamaian bagi dosa umat manusia.f (Matius 20:28; Lukas 1:26-38) Ketika Kitab-Kitab Yunani Kristen menyorot bahwa berbagai korban di bawah Hukum merupakan bayangan dari satu-satunya korban yang terakhir dan lengkap ini, arti yang lebih penuh diberikan kepada seluruh kerangka Hukum, demikian pula kepada bagian-bagian lain dari Alkitab.g—Ibrani 10:1-10.
Seperti Musa—Nabi yang Dapat Diandalkan
21, 22. (a) Bagaimana peristiwa-peristiwa sejarah mengenai kehancuran Yerusalem membuktikan bahwa Yesus adalah nabi yang sejati? (b) Bagaimana peristiwa-peristiwa sejarah mengenai zaman kita juga membuktikan hal ini?
21 Selain menjelaskan kematian Yesus sebagai korban tebusan, Kitab-Kitab Yunani Kristen juga menyorot peranannya sebagai seorang ’nabi yang seperti Musa’. (Ulangan 18:18; lihat halaman 14, paragraf 17 sampai 19.) Sebagai nabi, ia menubuatkan kehancuran Yerusalem dan menyuruh murid-muridnya untuk melarikan diri dari kota pada waktu mereka melihat kota itu dikepung oleh tentara-tentara. (Matius 23:37–24:2; Lukas 21:20, 21) Namun bagaimana seseorang dapat melarikan diri dari kota sewaktu dikepung oleh pasukan? Sejarawan Yahudi Yoseph bin Mattatiyahu (Josephus), salah seorang saksi mata dari peristiwa-peristiwa ini, mencatat jawabannya, ”Cestius [komandan Roma, 66 M] . . . tiba-tiba memanggil kembali pasukannya, meninggalkan harapan meskipun ia tidak menderita kekalahan, dan lari mengundurkan diri dari kota itu tanpa alasan apa pun yang masuk akal.”13 Itu merupakan peluang yang dibutuhkan orang-orang Kristen untuk melarikan diri dari kota itu. Empat tahun kemudian, pada tahun 70 M, pasukan Roma, kini di bawah Jenderal Titus, kembali dan mengepung kota itu lagi. Yesus telah bernubuat mengenai kota itu bahwa musuh akan membangun ’sebuah kubu dengan kayu-kayu runcing dan mengepungnya dan membuatnya menderita dari setiap sisi’. (Lukas 19:43, NW) Josephus menegaskan bahwa Titus membangun semacam kubu dengan kayu-kayu runcing, hampir 8 kilometer panjangnya, menebangi pohon-pohon di sekeliling kota mencapai radius kira-kira 16 kilometer. Nubuat-nubuat Yesus memberi instruksi yang saksama mengenai bagaimana menghindari kebinasaan di tangan orang-orang Roma, dan ketelitiannya dibuktikan dengan kenyataan bahwa kehidupan orang-orang yang menaatinya diselamatkan.—Lukas 21:20-24.
22 Yesus juga menubuatkan tentang pembinasaan di masa depan oleh Allah atas semua kejahatan dan semua pelakunya. Di Lukas 21:24 (NW), ia menghubungkannya dengan ”waktu yang ditetapkan bagi bangsa-bangsa”, menunjukkan bahwa Allah mempunyai batas waktu seberapa lama Ia akan mentoleransi pemerintahan manusia.h Yesus juga menubuatkan bahwa hari-hari terakhir dari pemerintahan manusia akan ditandai oleh peperangan, kelaparan, gempa bumi, penyakit, kejahatan, dan kekerasan, dan sebelum akhir pemerintahan manusia, suatu pekerjaan pendidikan seluas dunia akan dilaksanakan untuk memberi tahu orang-orang dari segala bangsa bahwa pemerintahan Allah sedang memerintah dari surga. (Lihat Matius 24:3-14; Lukas 21:10, 11.) Saksi-Saksi Yehuwa percaya bahwa tanda majemuk yang mencolok itu telah terbukti sejak tahun 1914, ketika ”waktu yang ditetapkan bagi bangsa-bangsa” telah sampai pada akhirnya. Jauh sebelumnya, mereka telah mengumumkan bahwa tahun 1914 akan menjadi waktu yang ditandai dalam sejarah manusia. Ketika perang dunia pertama pecah pada bulan Agustus tahun itu, penantian mereka akan hal itu diteguhkan. Pada kenyataannya, tidak ada Saksi-Saksi yang menerima semacam penglihatan ilahi; penyelidikan Alkitab yang rajinlah yang membimbing mereka kepada kesimpulan itu.
Bangsa-Bangsa Dididik Dalam Jalan Perdamaian
23. Bagaimana Yesus dapat menjadi Raja yang dilantik dari Kerajaan Allah?
23 Akan tetapi, peranan Mesias dalam menyediakan korban tebusan dan menjadi nabi seperti Musa akan mempunyai nilai yang terbatas jika aspek terakhir dari peranannya dalam pelaksanaan maksud-tujuan Allah tidak digenapi—menjadi Raja yang dilantik dari Kerajaan Allah. (Yesaya 9:5, 6) Namun, bagaimana Yesus dapat memegang kedudukan ini jika ia mati? Selaras dengan nubuat mengenai Mesias, Allah membangkitkan Yesus pada hari ketiga setelah kematiannya. (Mazmur 16:8-11; Yesaya 53:10, 12; bandingkan Matius 28:1-7; Lukas 24:44-46; Kisah 2:24-32; 1 Korintus 15:3-8.) Allah memulihkan dia kepada kehidupan, bukan sebagai manusia, karena ia telah menyerahkan kehidupan manusianya yang sempurna sebagai korban, melainkan sebagai makhluk roh yang berkuasa, menunggu di sebelah kanan Allah untuk instruksi-instruksi berikutnya.—Mazmur 110:1; Kisah 2:33-35; Ibrani 10:12, 13.
24-26. Bagaimana Saksi-Saksi Yehuwa turut berperan dalam penggenapan nubuat Yesaya?
24 Raja Daud menulis bahwa pada waktu Mesias akan mulai memerintah, ’umat Allah akan menyediakan dirinya dengan sukarela’. (Mazmur 110:3, NW) Meskipun keadaan dunia terus memburuk sejak tahun 1914 yang ditandai itu, terjadi juga penggenapan nubuat itu dari aspek positifnya; umat Allah dengan sukarela memberikan waktu mereka untuk memberitakan ’kabar baik Kerajaan di seluruh bumi yang berpenduduk sebagai kesaksian bagi semua bangsa’. (Matius 24:14, NW) Misalnya, setiap tahun, Saksi-Saksi menggunakan ratusan juta jam untuk berbicara kepada orang-orang mengenai Kerajaan Allah dan memimpin pengajaran Alkitab di rumah dengan orang-orang yang berminat untuk menyelidiki fakta-faktanya.
25 Seluruh waktu ini dibaktikan dengan cuma-cuma. Mereka yang melakukan pekerjaan ini berasal dari berbagai lapisan masyarakat, dari segala umur, dan dari berbagai profesi yang ada. Mereka adalah orang-orang yang digambarkan di Yesaya 2:3 dengan kata-kata, ”Banyak suku bangsa akan pergi serta berkata: ’Mari, kita naik ke gunung TUHAN [Ibrani, יהוה, Yehuwa].’” Hal ini bukan hanya merupakan kampanye untuk ”memenangkan jiwa”. Ini adalah program pendidikan sedunia dengan dua tujuan: (1) Memberi tahu orang-orang dari segala bangsa bahwa Kerajaan Allah sedang memerintah dan menceritakan kepada mereka dengan tepat hal-hal yang akan segera dilakukan Kerajaan ini, dan (2) mendidik, secara cuma-cuma, semua orang yang ingin menyelidiki fakta-fakta dan melayani Allah yang hidup sesuai dengan kehendak-Nya. Kesuksesan pekerjaan ini dan penggenapan nubuat itu terjamin. Mengapa? Karena Allah Yehuwa sendiri yang mendukungnya.—Zakharia 4:6.
26 Tidakkah masuk akal untuk melihat pekerjaan Saksi-Saksi Yehuwa sebagai penggenapan dari nubuat di Yesaya 2:3? Apakah saudara mengetahui kelompok lain yang melakukan pekerjaan ini? Atau apakah saudara mengira halnya hanya kebetulan bahwa jutaan orang menyisihkan waktu dalam kehidupan mereka untuk berbicara mengenai berita yang dinubuatkan kira-kira dua ribu tahun yang lalu, sebuah berita yang perlu didengungkan selama masa keresahan yang tidak menentu? Ya, pada hari-hari terakhir ini, Saksi-Saksi Yehuwa-lah yang telah menjadi ’terang bagi bangsa-bangsa’. (Yesaya 42:6; 49:6) Mereka adalah satu-satunya persaudaraan internasional yang melayani Allah Yehuwa secara terpadu dan dengan damai di bawah pengarahan Mesias, ”pangkal Isai”, yang mereka umumkan sebagai ’tanda’ bagi bangsa-bangsa.—Yesaya 11:10, NW.
[Catatan Kaki]
a Beberapa orang berpendapat bahwa Kitab-Kitab Yunani Kristen ini saling bertentangan atau bahwa tulisan-tulisan tersebut bertentangan dengan Kitab-Kitab Ibrani. Akan tetapi, penyelidikan atas apa yang tampaknya bertentangan ini membuktikan bahwa halnya tidaklah demikian. Sebenarnya, prinsip yang sama berlaku di sini yang berlaku atas hal-hal yang tampaknya bertentangan dalam Kitab-Kitab Ibrani itu sendiri. (Lihat halaman 6 dan 8, paragraf 9-12.) Karena semua orang Kristen yang mula-mula, termasuk orang-orang yang menulis buku-buku yang membentuk Kitab-Kitab Yunani Kristen, adalah orang-orang Yahudi, maka mereka tidak menimbulkan antisemitisme, sebagaimana halnya nabi-nabi Yahudi yang hidup sebelum mereka yang mencela pemimpin-pemimpin agama pada zaman mereka.
b Di kalangan orang-orang Yahudi abad pertama, ada pengertian umum bahwa nubuat itu akan digenapi pada zaman mereka. (Lukas 3:15) Dalam karyanya De Termino Vitae (Sehubungan Akhir Kehidupan), seorang rabi abad ke-17, Manasseh bin Israel, menulis, ”Beberapa orang memahami 70 minggu itu untuk mengartikan bahwa setelah akhir masa itu Mesias akan datang dan akan menetapkan mereka sebagai penguasa seluruh dunia. Sesungguhnya, semua orang yang mengangkat senjata melawan orang-orang Roma pada waktu itu menganut pendapat itu.”
c Saduran Aramaik Yahudi kuno atau Targum dari Mikha 5:1 mengatakan, ”Dari engkau [Betlehem] Mesias akan muncul di hadapanku.”
d Sejarawan Yahudi bernama Joseph Klausner menulis, ”Seorang pria seperti Yesus, yang baginya kesempurnaan etis adalah segalanya, merupakan sesuatu yang tidak pernah terdengar dalam Yudaisme pada zaman itu. . . . Maka, pengajarannya yang etis, dengan jelas melebihi ajaran dari Pirkē Aboth dan dari kesusastraan Talmud dan Midrash lainnya. Ajaran tersebut tidak lenyap dalam lautan peraturan dan perkara hukum dari informasi duniawi.12
e Untuk kisah lengkap mengenai kehidupan dan pelayanan Yesus, lihat buku Tokoh Terbesar Sepanjang Masa, diterbitkan oleh Watchtower Bible and Tract Society of New York, Inc.
f Rasul Paulus menunjuk kepada Yesus sebagai ’Adam yang kedua’, yang kematiannya membawa pendamaian bagi dosa yang diwarisi dari Adam. (1 Korintus 15:45-47; Roma 5:12, 15-19) Untuk keterangan lebih lanjut mengenai mengapa penyelenggaraan demikian diperlukan, lihat halaman 14, paragraf 15 dan 16 serta catatan kaki.
g Dalam sudut pandangan ini, seluruh kisah Abraham mempunyai arti yang baru. Allah tidak meminta Abraham membunuh putranya sekadar untuk menguji imannya, tetapi juga untuk memerankan suatu drama bayangan sehingga manusia dapat mengerti bahwa Allah sendiri akan menyediakan korban tersebut, pribadi yang sangat dikasihi-Nya, demi manfaat kekal umat manusia. Pribadi yang diberikan akan merupakan Benih dari Abraham, yang melaluinya Allah telah berjanji bahwa ”semua bangsa di bumi akan mendapat berkat”. (Kejadian 22:10-12, 16-18; bandingkan Yohanes 3:16.) Persamaan dan konsepnya begitu jelas dan spesifik sehingga tidak dapat dipandang sebagai kebetulan atau penemuan yang hebat dari manusia.
h Dalam menyebutkan ”waktu yang ditetapkan bagi bangsa-bangsa”, jelaslah bahwa Yesus menunjuk kepada nubuat di Daniel 4:10-37. Untuk penjelasan yang mendalam mengenai nubuat ini, lihat Insight on the Scriptures, Jilid 1, halaman 132-5, dan ”Datanglah Kerajaanmu”, pasal 14 dan apendiks, yang diterbitkan oleh Watchtower Bible and Tract Society of New York, Inc.
[Kotak di hlm. 26]
SIAPA GERANGAN ’YANG DIURAPI’? KAPAN IA DATANG?
Daniel 9:24: ”Tujuh puluh kali tujuh masa telah ditetapkan atas bangsamu.”
◆ Apa tujuan disebutkannya jangka waktu itu?
”Untuk mengakhiri dosa, untuk menghapuskan kesalahan, untuk mendatangkan keadilan yang kekal, untuk menggenapkan penglihatan dan nabi.” Dari kata-kata ini saja, kita dapat mengharapkan nubuat ini sebagai salah satu di antara nubuat-nubuat yang paling penting dalam Alkitab.
Daniel 9:26: ”Sesudah keenam puluh dua kali tujuh masa itu akan disingkirkan seorang yang telah diurapi [”Mesias”, Ibrani, Ma·shiʹach], [dan akan dihapuskan, Klinkert].” Perhatikan bahwa disingkirkannya, atau kematian Mesias, akan terjadi sebelum kehancuran dari bait yang kedua pada tahun 70 M, sebagaimana ayat itu selanjutnya mengatakan, ”Maka datanglah rakyat seorang raja memusnahkan kota dan tempat kudus itu.”
◆ Bagaimana komentator-komentator Yahudi memahami nubuat ini?
Tidak ada satu pun penafsiran yang standar dan yang disepakati untuk nubuat ini dari pihak para komentator Yahudi. Ada yang berupaya untuk menghubungkan bagian-bagian dari ayat ini dengan kembalinya orang-orang Yahudi dari pembuangan di Babilon (537 SM), pihak-pihak lain dengan masa pemberontakan Makabe melawan kekuatan Helenisasi (168-165 SM), dan pihak lain lagi dengan kehancuran dari bait yang kedua oleh orang-orang Roma pada tahun 70 M, sedangkan yang lain lagi bahkan menghubungkan bagian-bagian dari nubuat itu dengan kedatangan Mesias di masa depan.
Secara umum kita dapat mengatakan bahwa penafsiran orang-orang Yahudi zaman sekarang mempunyai kekurangan dalam dua hal:
1. Mereka cenderung meremehkan pentingnya nubuat ini, sama sekali mengabaikan tujuan yang telah dinyatakan untuk mengakhiri dosa dan kesalahan dan untuk menegakkan keadilbenaran selama-lamanya.
2. Tidak satu pun dari penjelasan standar ini secara tepat cocok dengan perhitungan waktu yang masuk akal, yang justru merupakan maksud diberikannya nubuat ini kepada Daniel dalam bentuk yang dapat digunakan untuk menentukan kapan penggenapannya akan terjadi.—Bandingkan Daniel 9:2.
◆ Apakah ada suatu penjelasan mengenai nubuat ini yang selaras dengan tujuannya yang telah dinyatakan maupun dengan fakta-fakta sejarah?
Perhatikan hal-hal berikut ini:
Tujuh puluh masa: Para komentator Yahudi hampir secara universal memahami bahwa ini mengartikan minggu-minggu tahun, dengan kata lain, 490 tahun. Hal ini selaras dengan perhitungan nubuat Alkitab yaitu ”satu hari dihitung satu tahun”.—Bilangan 14:34; Imamat 25:8; Yehezkiel 4:6.
◆ Dari saat Firman itu keluar, yakni bahwa Yerusalem akan dipulihkan dan dibangun kembali (Daniel 9:25): Nehemia menceritakan bahwa pada tahun ke-20 pemerintahan Raja Artahsasta, ia diberi tugas untuk memulihkan dan membangun kembali Yerusalem. Ini terjadi pada tahun 455 SM.—Nehemia 2:1-8; lihat Insight on the Scriptures, Jilid 2, halaman 614-16, 899-900, diterbitkan oleh Watchtower Bible and Tract Society of New York, Inc.
Tujuh minggu: Tujuh minggu (minggu tahun, atau 49 tahun) menunjuk kepada masa diselesaikannya pembangunan kembali kota itu, yaitu Yerusalem.
Enam puluh dua minggu: Enam puluh dua minggu (minggu tahun, atau 434 tahun) menunjuk kepada masa setelah selesainya kota itu sampai kedatangan Mesias.i
Dengan menambahkan kedua periode waktu ini, kita mendapat 69 minggu tahun, atau 483 tahun. Jika perhitungan dimulai dari tahun 455 SM, maka akhir dari minggu ke-69 adalah tahun 29 M.
29 M: Seorang Yahudi bernama Yesus (Ibrani, Yeshua), lahir di Betlehem dan dibesarkan di Nazaret, dari garis keturunan Daud, mulai mengabar di seluruh negeri Israel.—Lukas 3:1-3, 21, 22.
◆ ”Sesudah keenam puluh dua kali tujuh masa [”minggu”, ”NW”] itu akan disingkirkan seorang yang telah diurapi [”Mesias”, ”NW”]” (Daniel 9:26): Pada tahun 33 M, Yesus dibunuh, setelah melayani selama tiga setengah tahun. Hal ini selaras dengan apa yang dikatakan di Daniel 9:27.
◆ ”Ia akan menghentikan korban sembelihan dan korban santapan” (Daniel 9:27): Yesus berbicara mengenai kematiannya sebagai suatu korban. (Matius 20:28) Dalam pandangan Allah, ini merupakan puncak dari korban-korban yang dipersembahkan di bawah perjanjian Hukum. (Ibrani 8:1-13) Kematian Yesus sebagai korban memberikan dasar untuk semua yang disebutkan di Daniel 9:24.
Ini akan membawa pengampunan dosa.
Ini menegaskan janji dan nubuat Allah.
Ini menyediakan dasar yang sah menurut standar-standar Allah untuk keadilbenaran selama-lamanya di masa mendatang.
Semua ini terjadi, seperti yang ditunjukkan nubuat itu, sebelum kehancuran bait kedua.
Tidakkah penjelasan lain mana pun yang menunjuk kepada penggenapan di masa lalu akan kurang selaras dengan tujuan yang telah dinyatakan?
Dengan menunjuk kepada penggenapan masa depan dari nubuat ini, perhitungannya akan jauh melebihi masa waktu 70 minggu tahun dan dengan demikian tidak akan terjadi sebelum kehancuran bait kedua di Yerusalem.
[Catatan Kaki]
i Tanda baca yang terdapat dalam teks Ibrani dewasa ini (teks Ibrani asli tidak mempunyai huruf hidup ataupun tanda baca), yang mengakibatkan salah pengertian dari pembagian waktu ini, bukan asli melainkan tambahan dari para penulis pada Abad Pertengahan yang dengan jelas memberi reaksi terhadap penafsiran dari teks ini sebagai sesuatu yang tergenap dalam diri Yesus.
[Kotak di hlm. 28]
”HAMBAKU”—SIAPAKAH DIA?
”Sesungguhnya, hambaKu . . . dihina dan dihindari orang, . . . bagi kitapun dia tidak masuk hitungan. Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, . . . Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; . . . Kita sekalian sesat seperti domba, . . . tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian. . . . sekalipun ia tidak berbuat kekerasan dan tipu tidak ada dalam mulutnya. . . . hambaKu itu, sebagai orang yang benar, akan membenarkan banyak orang oleh hikmatnya, dan kejahatan mereka dia pikul. . . . ia telah menyerahkan nyawanya ke dalam maut dan karena ia terhitung di antara pemberontak-pemberontak, sekalipun ia menanggung dosa banyak orang dan berdoa untuk pemberontak-pemberontak.”—Yesaya 52:13–53:12.
Gambaran yang disajikan Yesaya di sini adalah seseorang yang sama sekali tidak bersalah serta bersih, yang penderitaan dan kematiannya menyediakan pendamaian bagi bangsanya sendiri, yang tidak mengakui dia.
Namun, dewasa ini kebanyakan komentator Yahudi menerimanya sebagai fakta yang ditetapkan bahwa acuannya adalah kepada bangsa Israel secara keseluruhan atau kepada kelompok yang adil-benar di antara bangsa itu.
Pertanyaannya adalah, Apakah bangsa Israel, atau bahkan sebagian daripadanya, akan pernah cocok dengan gambaran ini, atau apakah ini diterapkan kepada seseorang?
Selama 800 tahun lebih setelah Yesaya menulis kata-kata nubuat ini (± 732 SM), tidak ada catatan bahwa ada orang Yahudi atau rabi mana pun yang mengajar bahwa ”hamba” ini harus dipandang dalam arti kolektif. Selama periode ini, pengertian nubuat tersebut secara universal mengacu kepada perorangan dan secara umum dianggap sebagai sebuah nubuat mengenai Mesias.
Selain itu, perhatikan komentar dari bagian pendahuluan buku The Fifty-Third Chapter of Isaiah According to the Jewish Interpreters, ”Penafsiran Yahudi yang selamat yang masih ada sampai kepada akhir masa amoraik [sampai kepada abad keenam M] menunjukkan bahwa pada waktu itu sering kali, atau mungkin secara umum dianggap tanpa diragukan bahwa pribadi yang dimaksud adalah Mesias, yang juga merupakan cara penafsiran Targum beberapa waktu kemudian.—Diedit oleh H. M. Orlinsky, 1969, halaman 17.”
Apa yang menjadi motif dari penolakan dan penafsiran kembali dari pengertian yang paling wajar dari ayat ini, yang mengacu kepada seorang pribadi, bahkan kepada Mesias? Bukankah ini semata-mata suatu upaya untuk menghindarkan hubungan antara nubuat ini dengan Yesus, orang Yahudi abad pertama yang cocok dengan gambaran dalam setiap perinciannya?
[Gambar di hlm. 25]
Saksi-Saksi Yehuwa, di sini tampak di tepi Laut Galilea, Israel, juga aktif di seluruh dunia, mengundang orang dari segala bangsa untuk belajar banyak tentang maksud-tujuan dan tuntutan Allah
-
-
Suatu Dunia Tanpa Perang—Saudara Dapat MenyaksikannyaApakah Akan Ada Suatu Dunia tanpa Perang?
-
-
Suatu Dunia Tanpa Perang—Saudara Dapat Menyaksikannya
1-4. (a) Mengapa kini merupakan masa yang mendesak untuk mengambil keputusan? (b) Apa yang dituntut jika seseorang ingin membuat keputusan yang sepatutnya?
NUBUAT yang terilham dari Yesaya pasal 2 memang sedang mengalami penggenapannya pada zaman kita. Suatu dunia tanpa perang sudah dekat. Jutaan Saksi-Saksi Yehuwa di seputar bumi sudah menempa ”pedang-pedangnya menjadi mata bajak dan tombak-tombaknya menjadi pisau pemangkas”. Meskipun mereka berasal dari berbagai bangsa dan latar belakang, mereka telah belajar mengatasi prasangka dan kebencian apa pun, dan mereka telah belajar jalan-jalan dari Allah sumber perdamaian sejati, Yehuwa. (Yesaya 2:4) Karena sikap yang cinta damai ini, mereka turut dijebloskan ke dalam kamp-kamp konsentrasi bersama orang-orang Yahudi (1933-45).
2 Betapa cerah pun prospek di masa depan, hal itu tidak cerah bagi semua orang. Yehuwa tidak akan menunggu tanpa ada akhirnya sampai seluruh umat manusia menempa pedang-pedang mereka menjadi mata bajak. Ada orang-orang yang tidak mau melakukan hal itu. Pemazmur dengan yakin menulis nasib orang-orang demikian, ”Sebab orang-orang yang berbuat jahat akan dilenyapkan, tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN akan mewarisi negeri. Karena sedikit waktu lagi, maka lenyaplah orang fasik; jika engkau memperhatikan tempatnya, maka ia sudah tidak ada lagi.” (Mazmur 37:9, 10) Ya, dalam waktu yang sangat dekat, Yehuwa akan bertindak, ’menghentikan peperangan di seluruh bumi’.—Mazmur 46:9-11.
3 Nubuat yang sama dari Yesus yang memberikan tanda hari-hari terakhir juga menyoroti mendekatnya campur tangan Allah. Yesus berkata, ”Angkatan ini [generasi tahun 1914 yang menyaksikan akhir dari ”waktu yang ditetapkan”] tidak akan berlalu, sebelum semuanya ini terjadi.” (Matius 24:34; Lukas 21:24, NW) Generasi itu hampir berlalu. Ya, sekaranglah waktunya untuk membuat keputusan bagi seluruh umat manusia! Sekarang, dalam hari-hari terakhir ini, atau ’akhir zaman’, kita harus memilih apakah kita akan ’naik ke gunung Yehuwa’ agar ’diajarkan jalan-jalanNya’ atau tidak. Namun sebagaimana telah kita lihat dari pembahasan ini, banyak yang tercakup dalam belajar mengenal Allah yang benar, ’dalam belajar tentang jalan-jalanNya, dalam berjalan pada jalan-jalanNya’. (Yesaya 2:2, 3, NW) Melakukan hal ini bukan sekadar membaca brosur atau mengambil kursus kilat. Hal ini menyangkut instruksi yang jauh lebih dalam yang mempengaruhi seluruh cara hidup seseorang. Inginkah saudara mengetahui lebih banyak mengenai Allah perdamaian ini?
4 Saksi-Saksi Yehuwa siap membantu saudara untuk membuat penyelidikan yang serius. Kami mengimbau agar saudara terus menyelidiki pokok ini dengan sungguh-sungguh, supaya saudara juga dapat berada di antara mereka yang ’naik ke gunung Yehuwa, diajarkan tentang jalan-jalanNya’. Untuk bantuan lebih lanjut, hubungi Saksi-Saksi Yehuwa di Balai Kerajaan terdekat, atau tulislah kepada penerbit brosur ini. (Lihat halaman 32.) Hasil yang memuaskan dengan jelas dinyatakan oleh nabi Mikha, ”Tetapi mereka masing-masing akan duduk di bawah pohon anggurnya dan di bawah pohon aranya dengan tidak ada yang mengejutkan.” Semoga saudara juga akan berada di antara mereka yang ”berjalan . . . demi nama Yehuwa . . . selamanya” dalam suatu dunia tanpa perang!—Mikha 4:4, 5.
-