-
Kesepian—Siksaan TersembunyiSedarlah!—1993 | 8 September
-
-
Kesepian—Siksaan Tersembunyi
DAPATKAH Anda mengenali orang-orang yang kesepian di antara sekumpulan orang banyak? Apakah itu terbayang di wajah mereka? Sewaktu mereka menyapa Anda, apakah mereka dapat menutupinya dengan senyuman? Dapatkah Anda mengenali mereka melalui cara mereka berjalan, melalui postur tubuh mereka? Amati seorang pria lanjut usia yang duduk sendirian di bangku taman atau wanita muda yang sedang seorang diri di museum seni—apakah mereka tersiksa oleh kesepian? Amati ketiga generasi yang diwakili oleh ibu, anak, dan cucu yang sedang berjalan-jalan di pusat perbelanjaan. Mereka kelihatannya cukup bahagia, tetapi dapatkah Anda yakin? Pertimbangkan rekan-rekan sekerja Anda. Anda mungkin mengenal mereka sebagai orang-orang bahagia yang mempunyai keluarga yang memedulikan mereka dan memiliki penghasilan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan mereka hingga berkecukupan. Namun, mungkinkah salah seorang dari mereka dapat berkata dengan sejujurnya, ”Saya kesepian”? Dan seberapa besar kemungkinan bahwa remaja belasan tahun yang gembira dan lincah itu merasa kesepian? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini kemungkinan akan mengejutkan Anda.
”Merasa kesepian” didefinisikan oleh Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary sebagai ”menghasilkan suatu perasaan suram atau hancur”. Itu adalah perasaan kurang akan sesuatu, hampa di dalam batin, dan itu tidak selalu dapat terlihat pada penampilan luar seseorang. Seorang peneliti mengatakan, ”Dalam masyarakat kita, kesepian merupakan rahasia yang kita sembunyikan—kadang-kadang terhadap diri kita sendiri. Kesepian memiliki cacat yang melekat padanya. Ada suatu pendapat umum bahwa jika Anda merasa kesepian, hal itu pasti karena kesalahan Anda sendiri. Jika tidak demikian, Anda pasti memiliki banyak teman, bukan?” Kadang-kadang, pendapat ini ada benarnya, terutama jika kita mengharap atau menuntut dari orang-orang lain melebihi yang sepatutnya.
Wanita yang Kesepian
Para pakar kelihatannya sependapat bahwa wanita-wanita dari segala usia—khususnya wanita yang sudah menikah—mengharapkan lebih banyak dari kehidupan dibandingkan kaum pria. Dapat dimengerti, janda karena ditinggal mati suami, janda karena bercerai, dan wanita lajang berusia lanjut kadang-kadang merasa kesepian. Namun bagaimana dengan wanita yang sudah menikah yang kelihatan berbahagia di tengah-tengah keluarganya? Misalnya, pertimbangkan keluhan seorang ibu guru berusia 40 tahun, ”Saya tidak punya waktu bagi teman-teman; saya sangat merindukan hal itu. Namun lucu rasanya bahkan untuk mengatakannya. Bagaimana mungkin saya mengeluh kesepian . . . ? Bagaimanapun juga, saya memiliki perkawinan yang harmonis, anak-anak yang hebat, rumah yang indah, pekerjaan yang saya nikmati. Saya bangga akan apa yang telah saya capai. Akan tetapi saya merasa ada sesuatu yang kurang.”
Meskipun kaum wanita mungkin benar-benar mengasihi suami mereka dan berbakti kepada suami serta mendapat tanggapan serupa dari teman hidup mereka, kasih semacam itu tidak dengan sendirinya memenuhi seluruh kebutuhan mereka akan persahabatan. Ibu guru yang dikutip di atas menjelaskan, ”Meskipun suami saya adalah sahabat yang terbaik, hal ini tidak dapat mengisi kekosongan akibat tidak memiliki teman-teman wanita yang baik. Pria boleh jadi mendengar, namun wanita mendengarkan dan memperhatikan. Suami saya tidak mau tahu betapa kewalahannya saya. Ia ingin segera bertindak dan menyelesaikan masalah. Namun teman-teman wanita saya akan membiarkan saya berbicara tentang hal tersebut. Dan kadang-kadang saya hanya ingin berbicara.”
Apabila seorang wanita kehilangan seorang yang dikasihi karena kematian atau perceraian, emosinya mungkin sangat terganggu. Kesepian pun timbul. Janda karena ditinggal mati suami dan janda karena bercerai yang berduka cita ini tidak hanya harus berpaling kepada keluarga dan teman-teman untuk mendapat dukungan tetapi ia juga harus berpaling ke dalam kepada kekuatannya sendiri untuk menyesuaikan dengan kenyataan yang baru. Meskipun kehilangan itu akan selalu menjadi bagian dari kehidupannya, ia harus menyadari bahwa hal tersebut tidak boleh dibiarkan menjadi penghalang dalam melanjutkan kehidupannya. Para pakar telah mendapati bahwa orang-orang yang memiliki kepribadian yang lebih kuat sering kali dapat mengatasi kesepian mereka lebih cepat dibandingkan orang-orang lain.
Ada perbedaan pendapat tentang siapa yang mengalami kepedihan yang lebih besar—janda karena ditinggal mati suami atau janda karena bercerai. Majalah 50 Plus melaporkan, ”Setiap kali kami mengundang para janda cerai ke dalam kelompok kami yang terdiri dari janda-janda karena ditinggal mati suami, kedua belah pihak akhirnya akan selalu berdebat tentang kepedihan siapa yang lebih besar. Janda karena ditinggal mati suami mengatakan, ’Setidaknya, pasangan Anda masih hidup,’ sedangkan janda cerai akan mengatakan, ’Anda secara pribadi tidak dicampakkan sebagaimana halnya saya. Anda tidak memiliki perasaan gagal.’”
Pria yang Kesepian
Berkenaan kesepian, kaum pria tidak dapat membanggakan diri sebagai yang lebih kuat di antara kedua jenis kelamin. ”Dalam mengatasi segala sesuatu, kaum pria lebih menggunakan fisik daripada emosi,” kata Anne Studner, spesialis program untuk Pelayanan Bagi Janda Karena Ditinggal Mati Suami dari AARP (American Association of Retired Persons). ”Wanita akan menceritakan kepedihan emosinya berulang kali, tetapi pria akan berupaya mencari pengganti istri mereka daripada menghadapi duka cita.” Penasihat pria mungkin perlu menggunakan waktu yang cukup lama dengan pria-pria yang berduka cita sebelum mereka perlahan-lahan mulai membahas perasaan emosional mereka.
Para pakar telah mendapati bahwa, tidak seperti kaum wanita, kaum pria mencari persahabatan dengan seorang wanita, sebaliknya daripada dengan seorang pria, untuk mempercayakan rahasia-rahasianya. Dr. Ladd Wheeler, seorang pakar tentang kesepian di Universitas Rochester, menyingkapkan bahwa kaum pria tidak mempercayakan rahasia mereka kepada sesama pria sedemikian dalam untuk dapat merasakan adanya hubungan emosional. ”Kebutuhan untuk melarikan diri dari kungkungan emosi yang melanda setelah kehilangan istri, dan selanjutnya berkomunikasi dengan seorang teman wanita, mungkin juga membantu menjelaskan mengapa pria biasanya jauh lebih cepat kawin lagi setelah ditinggal mati istri atau setelah bercerai dibandingkan wanita.”—Majalah 50 Plus.
Orang-Orang Muda yang Kesepian
Ada banyak alasan mengapa anak-anak dan orang-orang muda merasa kesepian—sering kali dengan alasan-alasan serupa yang mempengaruhi orang-orang yang lebih tua. Pindah ke lokasi baru dan berpisah dengan teman-teman; tidak disukai oleh teman-teman sekelas di sekolah yang baru; latar belakang agama dan etnis; perceraian dalam rumah tangga; perasaan tidak disayang orang-tua; ditolak oleh orang-orang dari lawan jenis—hal-hal semacam itu lazim sebagai faktor-faktor yang menyumbang kepada kesepian.
Anak-anak yang masih kecil membutuhkan seseorang untuk diajak main bersama-sama. Mereka membutuhkan dukungan emosi dan pengertian. Mereka membutuhkan kasih sayang dan penegasan bahwa mereka berharga. Mereka harus mengetahui bahwa orang-orang lain akan loyal dan dapat dipercaya. Bila dikasihi, mereka merasa aman dan juga belajar memperlihatkan kasih kepada orang-orang lain. Dukungan sosial ini dapat berasal dari berbagai sumber—keluarga, teman sebaya, dan bahkan binatang peliharaan.
Pelajar pria maupun wanita, mulai sekolah dasar sampai perguruan tinggi, sering mengalami tingkat kesepian yang sama, sering kali disebabkan karena tidak diterima oleh teman-teman sebaya mereka. ”Saya merasa tidak enak karena saya sendirian dan saya tidak suka berbicara,” keluh seorang siswi sekolah lanjutan. ”Saya hanya mendengarkan guru, mengerjakan tugas-tugas dan itu saja. Bila ada waktu luang, saya hanya duduk di sana dan menggambar atau mengerjakan sesuatu. Setiap orang bercakap-cakap satu sama lain, tetapi tidak seorang pun berbicara kepada saya. . . . Saya tahu bahwa saya tidak dapat menutup diri selamanya. Untuk saat ini, hanya itulah yang dapat saya lakukan.”
Akan tetapi, kesalahan tidak selalu dapat ditimpakan kepada sikap menjauh atau keangkuhan orang-orang lain. Seseorang mungkin memiliki masalah perilaku atau sosial, seperti sangat pemalu, emosional, dan terlalu impulsif (menurutkan dorongan hati) serta mengalami kesulitan dalam bergaul dengan teman-teman sebaya. Cacat tubuh juga dapat memainkan peranan yang menghancurkan dalam menyebabkan orang-orang muda dari segala usia menderita kesepian, kecuali orang tersebut tegar dan suka bergaul.
Kebutuhan untuk Membantu Diri Sendiri
Dolores Delcoma, guru kesehatan dari Cal State Fullerton mengidentifikasi suatu kebenaran pokok sewaktu ia mengomentari upaya seseorang untuk memerangi kesepian, ”Upaya tersebut harus berasal dari dalam dirinya sendiri. Ia akhirnya harus menyadari masalahnya karena tidak soal berapa banyak orang yang berupaya membantu, satu-satunya pribadi yang dapat membantunya ke luar dari perasaan malu adalah dirinya sendiri.”
Orang-orang yang membuat penyesuaian sulit bagi dirinya sendiri diidentifikasi oleh Dr. Warren Jones sebagai pribadi yang mudah kesepian, ”Orang-orang ini tanpa sadar melakukan hal-hal yang menahan mereka untuk tidak merasa akrab dengan orang-orang lain. Beberapa orang tidak tahu cara mendengarkan, dan mereka memonopoli percakapan. Mereka cenderung bersikap lebih kritis terhadap orang-orang lain dan diri mereka sendiri; mereka mengajukan lebih sedikit pertanyaan, dan sering kali merusak persahabatan dengan mengatakan hal-hal yang buruk atau menjengkelkan.”
Selain orang-orang semacam itu, yang pada dasarnya kurang memiliki harga diri, ada orang-orang lain lagi yang kurang memiliki keterampilan sosial yang dibutuhkan untuk menjalin hubungan dengan orang-orang lain. Sehubungan dengan mereka, seorang terapis bernama Evelyn Moschetta mengatakan, ”Orang-orang yang kesepian tidak memiliki gambaran mental yang baik berkenaan diri mereka sendiri. Karena memperkirakan akan ditolak, mereka tidak mau berupaya memberi diri.”
Akan tetapi, bertentangan dengan pengetahuan yang diterima umum, para peneliti telah mendapati bahwa pria dan wanita lanjut usia lebih sedikit menderita kesepian dibandingkan orang-orang muda. Mereka tidak tahu pasti apa alasannya. Mereka juga mendapati bahwa apabila kesepian dialami oleh orang-orang lanjut usia, hal itu lebih banyak disebabkan oleh kurangnya teman daripada kurangnya sanak-saudara. ”Masalahnya bukan karena hubungan keluarga tidak penting bagi orang-orang lanjut usia. Mereka memang berpaling kepada keluarga untuk meminta bantuan. Namun mereka bisa saja memiliki banyak anggota keluarga yang membantu mereka, dan tetap merasa sangat kesepian jika mereka tidak mempunyai teman.”
Kebutuhan akan Teman Akrab
Bagi orang-orang dari segala usia, teman akrab kadang-kadang memenuhi kebutuhan lebih daripada yang dapat diberikan keluarga dan sanak-saudara. Orang-orang membutuhkan teman, teman dekat, seseorang yang kepadanya mereka dapat mempercayakan atau menyingkapkan diri tanpa perasaan takut akan disakiti. Tanpa teman semacam itu, kesepian dapat meningkat. Tentang teman semacam itulah seorang esais Amerika bernama Ralph Waldo Emerson menulis, ’Seorang teman adalah orang yang di hadapannya saya dapat menyatakan pikiran saya dengan bebas.’ Orang semacam itulah orang kepercayaan yang kepadanya Anda dapat menyingkapkan diri Anda sepenuhnya tanpa takut dikhianati atau khawatir bahwa kepercayaan yang Anda berikan akan disalahgunakan untuk menghina Anda atau menyebabkan orang-orang lain menertawakan Anda. Orang-orang tertentu yang mungkin telah Anda anggap sebagai sahabat yang loyal bisa jadi tidak selalu memelihara kepercayaan yang Anda berikan, namun ada ”sahabat” yang tidak ’membuka rahasia orang lain’, yang ”lebih karib dari pada seorang saudara”.—Amsal 18:24; 25:9.
Ada orang-orang yang suka bersikap seolah-olah tegar dan tidak membutuhkan orang lain. Mereka mengaku diri independen dan sanggup mengurus diri sendiri. Meskipun demikian, mereka sering bergabung dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari apa yang disebut orang-orang tegar. Anak-anak membentuk klub, mendirikan sanggar, membentuk geng; remaja yang lebih tua memiliki geng motor; para penjahat memiliki sahabat karib yang tidak akan membuka rahasia mereka; orang-orang yang kecanduan alkohol bergabung dengan kelompok Rehabilitasi Pecandu Alkohol; orang-orang yang berjuang mengatasi kegemukan bergabung dengan Klub Diet. Orang-orang cenderung hidup berkelompok; mereka berkumpul bersama untuk mendapat dukungan. Bahkan dalam kemalangan, mereka senang bergabung dengan orang-orang yang mengalami nasib yang sama. Dan mereka semua membenci kesepian. Apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi kesepian?
[Blurb di hlm. 5]
”Orang-orang yang kesepian tidak memiliki gambaran mental yang baik berkenaan diri mereka sendiri”
-
-
Kesepian—Apakah Anda Bertekad Memeranginya dan Menang?Sedarlah!—1993 | 8 September
-
-
Kesepian—Apakah Anda Bertekad Memeranginya dan Menang?
APAKAH Anda kesepian? Dalam kehidupan, ada saat-saat manakala wajar untuk merasa kesepian, tidak soal Anda sudah menikah atau masih lajang, pria atau wanita, tua atau muda. Anda hendaknya juga menyadari bahwa kesendirian tidak selalu menimbulkan kesepian. Seorang ilmuwan yang hidup sendirian dan sibuk melakukan riset tidak merasa kesepian. Seorang seniman yang hidup sendirian dan membuat sebuah lukisan tidak memiliki kesempatan untuk merasa kesepian. Mereka menikmati saat-saat sunyi, dan kesunyian pada saat itu menjadi sahabat karib mereka.
Perasaan kesepian yang sesungguhnya terbentuk justru dari dalam diri kita sendiri dan bukan dari luar. Kesepian mungkin ditimbulkan oleh peristiwa sedih tertentu—kematian, perceraian, kehilangan pekerjaan, tragedi tertentu. Apabila kita membuat dunia batin kita bersinar terang, kesepian itu dapat dibuat kurang, bahkan mungkin lambat laun lenyap, dan rasa kehilangan yang mempengaruhi kita dapat ditanggung, diterima.
Perasaan muncul dari pikiran Anda. Setelah rasa kehilangan diterima dan perasaan yang ditimbulkannya telah dibiarkan surut, tibalah waktunya untuk menonjolkan pikiran-pikiran membina yang memungkinkan Anda melanjutkan kehidupan Anda.
Bertindaklah. Kendalikan diri Anda sendiri. Ada hal-hal positif yang perlu dilakukan. Jadi, hendaklah suka bergaul. Teleponlah seseorang. Tulislah surat. Bacalah buku. Undanglah orang-orang ke rumah Anda. Bertukarpikiranlah. Agar mendapat teman, Anda harus bersikap ramah. Ujilah batin Anda sendiri agar Anda dapat membukakan diri bagi orang-orang lain. Lakukan hal-hal kecil yang memperlihatkan kebaikan hati. Bagikan hal-hal rohani yang menghibur kepada orang-orang lain. Anda akan mendapati bahwa kata-kata Yesus terbukti benar, ”Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima.” Anda akan menyadari kebenaran dari amsal yang lain, ”Siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum.”—Kisah 20:35; Amsal 11:25.
Hal Itu Terserah pada Anda
Apakah sulit untuk dilakukan? Apakah lebih mudah dikatakan daripada dilakukan? Segala sesuatu yang bermanfaat memang lebih mudah dikatakan daripada dilakukan. Itulah yang membuat Anda merasa puas dengan melakukannya. Anda harus mengerahkan upaya khusus. Sebagian dari diri Anda harus sejalan dengan upaya memberi, dan cahaya terang di dalam diri Anda akan semakin benderang. Hal itu terserah pada Anda untuk mengerahkan upaya dalam mengusir kesepian yang mencoba menguasai Anda. Seorang penulis mengatakan dalam majalah Modern Maturity, ”Tidak ada orang lain yang bertanggung jawab atas kesepian Anda, tetapi Anda dapat melakukan sesuatu untuk mengatasinya. Anda dapat meluaskan kehidupan Anda dengan memiliki satu persahabatan saja. Anda dapat memaafkan orang yang Anda rasa telah menyakiti Anda. Anda dapat menulis surat. Anda dapat menelepon. Hanya Anda yang dapat mengubah kehidupan Anda. Tidak ada manusia lain mana pun yang dapat melakukan hal itu untuk Anda.” Ia mengutip sepucuk surat yang telah ia terima yang ”tepat mengenai sasaran, ’Saya memberi tahu orang-orang bahwa terserah pada mereka apakah mereka akan menjauhkan dari kehidupan mereka perasaan kesepian atau tidak bertujuan. Bangkitlah dan lakukan sesuatu!’”
Teman-teman yang bersifat membantu tidak mesti terbatas pada manusia. Seorang dokter hewan mengatakan, ”Problem terbesar yang dihadapi orang-orang lanjut usia bukanlah penyakit fisik, tetapi kesepian dan penolakan yang mereka alami. Dengan menyediakan . . . persahabatan, binatang peliharaan (termasuk anjing) memberikan tujuan dan arti pada saat orang lanjut usia tersebut merasa terasing dari masyarakat.” Majalah Better Homes and Gardens mengatakan, ”Binatang peliharaan membantu merawat orang-orang yang terganggu emosinya; memotivasi orang yang sakit secara fisik, yang cacat, dan yang lumpuh; dan memberi kekuatan kepada orang yang kesepian dan yang lanjut usia.” Artikel majalah lainnya mengatakan tentang orang-orang yang baru mulai mengembangkan minat akan binatang peliharaan, ”Kekhawatiran para pasien berkurang dan mereka dapat menyatakan kasih kepada binatang peliharaan mereka tanpa takut ditolak. Setelah itu mereka baru mulai membuka diri kepada orang-orang, pertama-tama berbicara mengenai perawatan binatang peliharaan mereka. Mereka mulai merasakan suatu tanggung jawab. Mereka merasa dibutuhkan, ada sesuatu yang bergantung pada mereka.”
Terlalu sering seseorang yang menderita karena kesepian tidak akan mengerahkan upaya yang cukup keras untuk menolong diri sendiri, mengangkat dirinya sendiri ke luar dari keputusasaan yang dalam. Terdapat kelembaman, keengganan, untuk mengerahkan diri sendiri sampai ke taraf demikian, tetapi jika ia ingin memahami penyebab sesungguhnya dari kesepiannya, hal itu harus ia lakukan. Dr. James Lynch menulis tentang penolakan orang-orang terhadap saran yang mereka rasa sulit diterima, ”Kondisi umat manusia adalah sedemikian rupa sehingga kita umumnya tidak mau mendengarkan, atau setidaknya tidak mau memasukkan ke dalam perilaku kita, informasi yang tidak kita sukai.” Seseorang boleh jadi ingin melarikan diri dari kesepiannya, namun ia mungkin tidak bersedia mengerahkan tekad yang dibutuhkan untuk melepaskan kesepian itu.
Bertindaklah seperti yang Ingin Anda Rasakan
Untuk mengatasi depresi berat, seseorang perlu gigih dalam mengejar keriangan dan kebaikan hati sejati. (Bandingkan Kisah 20:35.) Ini menuntut pendobrakan benteng perasaan kesepian dengan melakukan sesuatu yang sama sekali berlawanan dengan kelesuan yang mematikan dari kesepian tersebut. Bergembiralah, menarilah, nyanyikan lagu yang riang. Lakukan apa pun yang mencerminkan kegembiraan. Lakukan itu dengan membesar-besarkannya, melebih-lebihkannya, desaklah ke luar perasaan murung dengan pikiran-pikiran yang menggembirakan. Misalnya?
Seperti hal-hal yang disebut di Filipi 4:8, ”Akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.”
Yang Anda butuhkan adalah menaruh arti tertentu ke dalam kehidupan Anda. Jika Anda merasa bahwa kehidupan Anda mempunyai arti, Anda akan bersemangat untuk menanggapi hal itu dan berupaya memenuhinya. Anda kemungkinan besar tidak akan jatuh ke dalam perasaan kesepian yang disertai keputusasaan. Ini diperlihatkan secara menarik dalam buku Man’s Search for Meaning karangan Viktor Frankl. Ia membahas hal itu sehubungan dengan para tawanan dalam kamp konsentrasi Hitler. Orang-orang yang tidak memiliki arti dalam kehidupan menyerah kepada perasaan kesepian dan tidak memiliki semangat hidup. Namun, ”kesadaran akan harga diri seseorang ditambatkan pada hal-hal yang lebih luhur, dan lebih rohani, dan tidak dapat diguncangkan oleh kehidupan di kamp”. Ia melanjutkan, ”Penderitaan akan berhenti sebagai penderitaan dalam hal tertentu sewaktu didapati itu memiliki arti, seperti arti pengorbanan. . . . Kepedulian utama manusia bukanlah untuk mendapatkan kesenangan atau menghindari kepedihan, tetapi sebaliknya untuk melihat arti kehidupannya. Itulah sebabnya manusia bahkan siap untuk menderita, tentunya dengan syarat, bahwa penderitaannya mempunyai arti.”
Hubungan Utama yang Anda Butuhkan
Cara untuk mendapatkan pandangan yang benar-benar rohani adalah dengan mengadakan komitmen sepenuhnya dengan Allah dan Firman-Nya, Alkitab. Iman kepada Allah dan doa yang sungguh-sungguh kepada-Nya dapat memberi arti pada kehidupan kita. Maka, sekalipun hubungan antar manusia berantakan, kita tidak sendirian, tidak mesti mengakibatkan kesepian. Seperti yang dikatakan Frankl, penderitaan yang disertai arti dapat ditanggung, bahkan merupakan sumber sukacita. Seorang pengamat mengenai watak manusia mengatakan, ”Seorang martir yang mendekati ajalnya mungkin memiliki kebahagiaan yang bisa jadi membuat iri seorang raja yang sedang bertakhta.”
Rasul-rasul Kristus merasakan sukacita dari Yehuwa ketika dianiaya oleh manusia; penderitaan semacam itu mengandung arti yang dalam bagi mereka. ”Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu.” (Matius 5:10-12) Tanggapan serupa dicatat di Kisah 5:40, 41, ”Mereka memanggil rasul-rasul itu, lalu menyesah mereka dan melarang mereka mengajar dalam nama Yesus. Sesudah itu mereka dilepaskan. Rasul-rasul itu meninggalkan sidang Mahkamah Agama dengan gembira, karena mereka telah dianggap layak menderita penghinaan oleh karena Nama Yesus.”
Di Tempat Anda Menanam Mawar, Tanaman Berduri Tak Dapat Tumbuh
Penuhi lahan pikiran Anda dengan benih-benih yang indah dan bertujuan positif; jangan beri kesempatan tumbuhnya benih keputusasaan yang negatif dan benih kesepian yang suram. (Bandingkan Kolose 3:2; 4:2.) Apakah sulit melakukan hal itu? Di bawah keadaan-keadaan tertentu, itu kelihatannya mustahil. Seorang penyair menulis, ”Di tempat Anda menanam mawar, . . . tanaman berduri tak dapat tumbuh.” Hal ini lagi-lagi menuntut upaya positif dan ketekunan yang dipraktekkan dengan penuh tekad. Namun hal itu dapat dilakukan, sedang dilakukan.
Perhatikan kasus Laurel Nisbet. Ia mengidap polio dan pada usia 36 tahun ia ditempatkan di dalam sebuah paru-paru besi, tempat ia berbaring terlentang selama 37 tahun. Dalam keadaan lumpuh total dari leher ke bawah, ia masih dapat menggerakkan kepalanya, namun itu saja. Pada mulanya, ia merasa sedih sampai putus asa. Kemudian, setelah kira-kira seharian ia mengasihani diri, ia memutuskan, ’Hentikan perasaan itu!’ Ia harus membesarkan dua anak dan mengurus suami. Ia mulai menata kembali kehidupannya; ia belajar untuk mengatur rumahnya sementara berada dalam paru-paru besi.
Laurel tidak banyak tidur. Bagaimana ia melewatkan malam hari yang panjang? Menyerah kepada kesepian? Tidak. Ia berdoa kepada Bapa surgawinya, Yehuwa. Ia berdoa untuk mendapat kekuatan bagi dirinya sendiri, berdoa bagi saudara dan saudari Kristennya, dan berdoa memohon kesempatan untuk memberi kesaksian kepada orang-orang lain tentang Kerajaan Allah. Ia merancang cara-cara untuk mengabar dan mengesankan banyak orang melalui cara ia memberi kesaksian demi nama Yehuwa. Ia tidak membiarkan tanaman berduri berupa kesepian tumbuh dalam pikirannya; ia sangat sibuk menanam mawar.
Demikian juga halnya seorang utusan injil Menara Pengawal bernama Harold King. Sewaktu dijatuhi hukuman lima tahun dalam sel tersendiri di penjara Cina, ia bisa saja menderita kesepian yang berkepanjangan. Akan tetapi, ia menolak pandangan negatif tersebut, dan melalui tindakan yang didorong oleh tekad, ia mengarahkan pikirannya kepada haluan yang berbeda. Ia belakangan menggambarkannya sebagai berikut:
”Saya mengatur suatu program kegiatan ’pengabaran’. Namun kepada siapa saya dapat mengabar dalam sel yang terasing ini? Saya memutuskan bahwa saya akan mempersiapkan beberapa khotbah yang cocok dari hal-hal yang dapat saya ingat, kemudian memberitakannya kepada orang-orang dalam khayalan saya. Lalu saya mulai dengan pekerjaan pengabaran, seolah-olah mengetuk pintu dan memberi kesaksian kepada penghuni rumah dalam khayalan saya, mengunjungi beberapa rumah pada pagi hari. Pada waktunya, saya berjumpa dengan tokoh khayalan saya, Ny. Carter, yang memperlihatkan minat, dan setelah mengadakan sejumlah kunjungan kembali kami mengatur agar pengajaran Alkitab secara teratur diadakan. Dalam pembahasan pelajaran ini, kami meninjau tema-tema pokok dari buku ’Karena Allah Itu Benar Adanya’, sejauh yang saya ingat. Semua ini saya lakukan dengan suara keras, supaya apa yang saya dengar sehubungan hal-hal ini akan lebih berkesan dalam pikiran saya.”
Ribuan Saksi-Saksi Yehuwa yang dipenjarakan dalam kamp-kamp konsentrasi Hitler sebenarnya dapat bebas jika saja mereka menyangkal iman mereka. Sangat sedikit yang melakukannya. Ribuan Saksi mati setia—ada yang karena dieksekusi, ada yang karena penyakit dan malnutrisi. Seorang Saksi yang dipenjarakan—namanya Josef—memiliki dua abang di kamp-kamp lain. Salah seorang abangnya dipaksa berbaring dengan wajah menghadap ke atas untuk menyaksikan mata pisau dijatuhkan memenggal kepalanya. Josef menjelaskan, ”Sewaktu Saksi-Saksi lain dalam kamp mendengar berita itu, mereka mengucapkan selamat kepada saya. Sikap mereka yang positif sangat menyentuh perasaan saya. Bagi kami, tetap loyal lebih berarti daripada tetap hidup.”
Abangnya yang lain, sewaktu berhadapan dengan suatu regu tembak, ditanyai apakah ia ingin mengucapkan kata-kata terakhir. Ia meminta izin untuk memanjatkan doa, dan izin pun diberikan. Doanya penuh dengan kata-kata yang menyentuh hati dan sukacita yang sepenuh hati sehingga sewaktu perintah untuk menembak diserukan, tak seorang pun anggota regu tembak mematuhinya. Perintah pun diulangi, dan hanya satu tembakan yang dilepaskan, mengenai tubuhnya. Karena sangat marah akan hal ini, sang perwira komandan kemudian mencabut pistolnya sendiri dan menuntaskan eksekusi itu.
Apa yang Dapat Membuat Kehidupan Benar-Benar Penuh Arti
Semua kasus ini melibatkan iman yang teguh kepada Allah. Apabila semua upaya telah dicoba dan ternyata gagal, iman tersebut tetap ada dan siap mendatangkan kemenangan atas kesepian dan membuat kehidupan yang semula hampa menjadi penuh arti. Banyak kehidupan yang secara duniawi dianggap penuh arti sebenarnya tidak berarti. Mengapa demikian? Karena kehidupan semacam itu akan berakhir dengan kematian, kembali menjadi debu, terhapus dari ingatan orang, tidak meninggalkan riak dalam lautan umat manusia, tidak meninggalkan jejak pada padang pasir waktu. Halnya seperti yang dikatakan Pengkhotbah 9:5, ”Karena orang-orang yang hidup tahu bahwa mereka akan mati, tetapi orang yang mati tak tahu apa-apa, tak ada upah lagi bagi mereka, bahkan kenangan kepada mereka sudah lenyap.” Arti apa pun yang diberikan kepada kehidupan yang ditempuh terpisah dari maksud-tujuan Yehuwa adalah sia-sia belaka.
Pandanglah langit yang berbintang, rasakan luasnya lengkungan gelap di atas kepala Anda, maka Anda akan merasa sangat tidak berarti. Anda memahami perasaan Daud sang pemazmur sewaktu ia menulis, ”Jika aku melihat langitMu, buatan jariMu, bulan dan bintang-bintang yang Kautempatkan: apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?” Putra Daud, Salomo, menganggap pekerjaan manusia sia-sia saja, dengan mengatakan, ”Segala sesuatu adalah sia-sia,” dan menyimpulkan, ”Akhir kata dari segala yang didengar ialah: takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintahNya, karena ini adalah kewajiban setiap orang.”—Mazmur 8:4, 5; Pengkhotbah 12:8, 13.
Lalu, pada akhirnya, bagaimana seseorang yang kesepian, atau siapa pun juga yang mengalami hal itu, memasukkan arti ke dalam kehidupannya? Dengan menempuh kehidupannya dalam takut akan Allah, menaati perintah-perintah Allah. Hanya dengan cara demikian ia dapat tepat selaras dengan maksud-tujuan Allah, Pencipta alam semesta yang luas ini, dan menjadi bagian dari pengaturan ilahi yang kekal.
Jika Allah Menyertai Anda, Anda Tidak Pernah Sendirian
Seorang Saksi yang setia dari Yehuwa di Afrika, setelah bertahan menanggung penganiayaan yang berat dan merasa ditinggalkan, mengatakan bahwa sekalipun hubungannya dengan manusia terputus, ia tetap tidak sendirian. Ia mengutip Mazmur 27:10, ”Sekalipun ayahku dan ibuku meninggalkan aku, namun [Yehuwa] menyambut aku.” Yesus merasakan hal yang sama. ”Lihat, saatnya datang, bahkan sudah datang, bahwa kamu diceraiberaikan masing-masing ke tempatnya sendiri dan kamu meninggalkan Aku seorang diri. Namun Aku tidak seorang diri, sebab Bapa menyertai Aku.”—Yohanes 16:32.
Yesus tidak takut berada sendirian. Sering kali ia sengaja menyendiri. Sewaktu ia sendirian, ia tidak kesepian. Ia membuka dirinya sendiri kepada mengalirnya roh Allah dan merasa dekat kepada-Nya sewaktu dikelilingi oleh karya ciptaan-Nya. Kadang-kadang, ia menghindari pergaulan dengan orang-orang supaya ia dapat sepenuhnya bergaul dengan Allah. Ia ’mendekat kepada Allah dan Allah mendekat kepadanya’. (Yakobus 4:8) Ia tidak diragukan adalah sahabat Allah yang paling akrab.
Seorang sahabat sebagaimana digambarkan Alkitab adalah sesuatu yang berharga. (Amsal 17:17; 18:24) Karena imannya yang mutlak kepada Allah Yehuwa dan kepatuhannya yang tidak diragukan kepada-Nya, Abraham ”disebut: ’Sahabat Allah [”Yehuwa”, NW]’”. (Yakobus 2:23) Yesus berkata kepada para pengikutnya, ”Kamu adalah sahabatKu, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu. Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari BapaKu.”—Yohanes 15:14, 15.
Dengan sahabat-sahabat seperti Allah Yehuwa dan Kristus Yesus, bagaimana mungkin orang-orang yang beriman gagal memenangkan perjuangan mereka melawan kesepian?
[Gambar di hlm. 8, 9]
Doa dan kegiatan-kegiatan lain dapat membantu Anda menghindari kesepian
[Gambar di hlm. 10]
Pengalaman Harold King dan ribuan Saksi-Saksi Yehuwa lain di kamp-kamp konsentrasi memperlihatkan bahwa iman kepada Allah dapat mengatasi kesepian di bawah keadaan-keadaan terburuk
[Keterangan]
U.S. National Archives
-