-
”Allah Adalah Kasih”Mendekatlah kepada Yehuwa
-
-
BAGIAN 4
”Allah Adalah Kasih”
Dari semua sifat yang Yehuwa miliki, kasih adalah sifat-Nya yang dominan. Kasih juga adalah sifat yang paling menarik. Seraya meneliti beberapa faset yang indah dari sifat yang bagaikan permata ini, kita akan mengerti mengapa Alkitab mengatakan bahwa ”Allah adalah kasih”.—1 Yohanes 4:8.
-
-
”Allah Lebih Dulu Mengasihi Kita”Mendekatlah kepada Yehuwa
-
-
PASAL 23
”Allah Lebih Dulu Mengasihi Kita”
1-3. Apa beberapa faktor yang membuat kematian Yesus berbeda dengan kematian lainnya yang terjadi dalam sejarah?
PADA suatu hari di musim semi hampir 2.000 tahun yang lalu, seorang pria yang tidak bersalah diadili, dinyatakan bersalah atas kejahatan yang tidak pernah dilakukannya, dan kemudian disiksa sampai mati. Peristiwa tersebut bukanlah eksekusi yang kejam dan tidak adil yang pertama kali terjadi dalam sejarah; dan, sayang sekali, juga bukan yang terakhir. Namun, kematian tersebut berbeda dengan kematian lainnya.
2 Seraya pria tersebut menjalani saat-saat terakhirnya yang penuh penderitaan, langit sendiri memberikan tanda akan pentingnya peristiwa tersebut. Meski peristiwa itu berlangsung pada tengah hari, kegelapan tiba-tiba menyelimuti negeri. Seperti yang dilukiskan oleh seorang sejarawan, ”matahari tidak bersinar”. (Lukas 23:44, 45) Kemudian, tepat sebelum pria tersebut mengembuskan napasnya yang terakhir, dia mengucapkan kata-kata yang tak terlupakan ini, ”Sudah selesai!” Ya, dengan menyerahkan kehidupannya, dia melaksanakan sesuatu yang menakjubkan. Pengorbanannya merupakan tindakan kasih terbesar yang pernah dilakukan oleh manusia.—Yohanes 15:13; 19:30.
3 Tentu saja, pria itu adalah Yesus Kristus. Penderitaan dan kematiannya pada hari yang kelam itu, 14 Nisan 33 M, diketahui banyak orang. Akan tetapi, ada suatu fakta penting yang sering kali terabaikan. Meskipun Yesus sangat menderita, ada pribadi lain yang bahkan lebih menderita. Sebenarnya, pada hari itu ada pribadi lain yang membuat pengorbanan yang bahkan lebih besar lagi—tindakan kasih terbesar yang pernah dilakukan di alam semesta. Tindakan apakah itu? Jawabannya menjadi pengantar yang tepat bagi pokok bahasan yang paling penting: kasih Yehuwa.
Tindakan Kasih Terbesar
4. Bagaimana seorang perwira Romawi akhirnya mengerti bahwa Yesus bukan manusia biasa, dan apa yang perwira itu simpulkan?
4 Senturion Romawi yang mengawasi eksekusi terhadap Yesus terkesima menyaksikan kegelapan yang mendahului kematian Yesus dan gempa bumi hebat yang terjadi setelahnya. ”Dia pasti Putra Allah,” katanya. (Matius 27:54) Jelaslah, Yesus bukan manusia biasa. Perwira tersebut memiliki andil dalam mengeksekusi Putra tunggal dari Allah Yang Mahatinggi! Sebenarnya, seberapa berhargakah Putra ini di mata Bapaknya?
5. Bagaimana rentang waktu yang sangat panjang yang Yehuwa dan Putra-Nya nikmati bersama-sama di surga dapat diilustrasikan?
5 Alkitab menyebut Yesus sebagai ”ciptaan yang pertama”. (Kolose 1:15) Coba pikirkan—Putra Yehuwa sudah ada lebih dahulu daripada alam semesta. Kalau begitu, sudah berapa lama Bapak dan Putra tersebut bersama-sama? Beberapa ilmuwan memperkirakan bahwa alam semesta ini berusia 13 miliar tahun. Dapatkah Saudara membayangkan waktu yang panjang tersebut? Untuk membantu orang memahami usia alam semesta seperti yang diperkirakan oleh para ilmuwan, sebuah planetarium memampang suatu garis waktu yang panjangnya 110 meter. Seraya para pengunjung berjalan mengikuti arah garis tersebut, tiap langkah mereka mewakili kira-kira 75 juta tahun kehidupan alam semesta. Di akhir garis tersebut, seluruh sejarah umat manusia diwakili oleh satu tanda setebal sehelai rambut manusia! Namun, kalaupun perkiraan tersebut tepat, panjang seluruh garis waktu itu tidak cukup untuk mewakili jangka hidup Putra Yehuwa! Apa yang dia lakukan selama rentang waktu yang sangat panjang tersebut?
6. (a) Apa yang Putra Yehuwa lakukan selama eksistensi pramanusianya? (b) Ikatan macam apa yang terjalin antara Yehuwa dan Putra-Nya?
6 Sang Putra dengan senang melayani sebagai ”pekerja ahli” Bapaknya. (Amsal 8:30) Alkitab berkata, ”Tidak satu pun menjadi ada tanpa melalui [sang Putra].” (Yohanes 1:3) Jadi, Yehuwa dan Putra-Nya bekerja bersama-sama untuk menjadikan hal-hal lain. Masa-masa yang mereka nikmati bersama sungguh menggetarkan dan membahagiakan! Nah, banyak yang akan setuju bahwa kasih antara orang tua dan anak luar biasa kuatnya. Dan, kasih ”adalah ikatan pemersatu yang sempurna”. (Kolose 3:14) Jadi, siapa di antara kita yang dapat mulai memahami kekuatan sebuah ikatan yang telah terbina selama rentang waktu yang luar biasa panjang seperti itu? Jelaslah, Allah Yehuwa dan Putra-Nya dipersatukan oleh ikatan kasih terkuat yang pernah terjalin.
7. Sewaktu Yesus dibaptis, bagaimana Yehuwa menyatakan perasaan-Nya terhadap Putra-Nya?
7 Meskipun demikian, Sang Bapak mengutus Putra-Nya ke bumi untuk dilahirkan sebagai bayi manusia. Dengan melakukannya, berarti selama beberapa dekade Yehuwa harus rela kehilangan pergaulan yang akrab di surga dengan Putra yang Dia kasihi. Dari surga, Dia dengan penuh minat memperhatikan Yesus bertumbuh menjadi seorang manusia sempurna. Kira-kira pada usia 30 tahun, Yesus dibaptis. Kita tidak perlu menebak bagaimana perasaan Yehuwa terhadapnya. Sang Bapak berbicara secara pribadi dari surga, ”Inilah Putra-Ku, yang Kukasihi. Aku berkenan kepadanya.” (Matius 3:17) Karena melihat Yesus dengan setia melakukan semua yang telah dinubuatkan, semua yang diminta dari dia, Bapaknya pasti sangat senang!—Yohanes 5:36; 17:4.
8, 9. (a) Kejadian apa saja yang menimpa Yesus pada tanggal 14 Nisan 33 M, dan bagaimana hal itu memengaruhi Bapak surgawinya? (b) Mengapa Yehuwa membiarkan Putra-Nya menderita dan mati?
8 Namun, bagaimana perasaan Yehuwa pada tanggal 14 Nisan 33 M? Bagaimana perasaan-Nya ketika Yesus dikhianati dan kemudian ditangkap oleh segerombolan orang di malam hari? Ketika Yesus ditinggalkan oleh sahabat-sahabatnya dan diadili secara ilegal? Ketika dia dicemooh, diludahi, dan ditinju? Ketika dia dicambuk sampai punggungnya tercabik-cabik? Ketika tangan dan kakinya dipakukan ke tiang kayu dan dibiarkan tergantung di sana seraya dicerca oleh orang-orang? Bagaimana perasaan Sang Bapak ketika Putra yang Dia kasihi berseru kepada-Nya di tengah pergulatannya menghadapi penderitaan yang hebat? Bagaimana perasaan Yehuwa ketika Yesus mengembuskan napasnya yang terakhir, dan ketika untuk pertama kalinya sejak awal penciptaan, Putra yang dikasihi-Nya tiada?—Matius 26:14-16, 46, 47, 56, 59, 67; 27:38-44, 46; Yohanes 19:1.
9 Kita tidak bisa berkata apa-apa. Karena Yehuwa memiliki perasaan, kepedihan hati yang Dia rasakan atas kematian Putra-Nya tak terlukiskan oleh kata-kata kita. Apa yang dapat dilukiskan adalah motif Yehuwa membiarkan hal itu terjadi. Mengapa Sang Bapak membiarkan perasaan demikian menimpa diri-Nya? Yehuwa menyingkapkan sesuatu yang menakjubkan kepada kita di Yohanes 3:16—sebuah ayat Alkitab yang sangat penting sehingga dijuluki miniatur Injil. Ayat itu berbunyi, ”Allah begitu mengasihi dunia ini sehingga Dia memberikan Putra tunggal-Nya, supaya setiap orang yang beriman kepadanya tidak dibinasakan tapi mendapat kehidupan abadi.” Jadi, motif Yehuwa adalah ini: kasih. Pemberian Yehuwa—diutusnya Putra-Nya untuk menderita dan mati bagi kita—adalah tindakan kasih terbesar yang pernah dilakukan.
”Allah . . . memberikan Putra tunggal-Nya”
Kasih Ilahi Didefinisikan
10. Manusia memiliki kebutuhan apa, dan apa yang telah terjadi dengan makna kata ”kasih”?
10 Apa arti kata ”kasih”? Kasih dilukiskan sebagai kebutuhan terbesar umat manusia. Sejak lahir sampai ke liang kubur, manusia berupaya keras untuk memperoleh kasih, bertumbuh sejahtera dalam kehangatan kasih, bahkan merana dan mati karena kekurangan kasih. Meskipun demikian, di luar dugaan ternyata kasih sulit didefinisikan. Tentu saja, manusia banyak berbicara tentang kasih. Buku-buku, lagu-lagu, dan puisi-puisi mengenai kasih terus mengalir. Hasilnya tidak selalu memperjelas makna kasih. Malah, kata itu telah dipergunakan secara berlebihan sehingga makna yang sesungguhnya makin sulit dipahami.
11, 12. (a) Di mana kita dapat belajar banyak sekali tentang kasih, dan mengapa di situ? (b) Jenis kasih apa saja yang disebutkan secara spesifik dalam bahasa Yunani kuno, dan kata apa untuk ”kasih” yang paling sering digunakan dalam Kitab-Kitab Yunani Kristen? (Lihat juga catatan kaki.) (c) Dalam Alkitab, kata a·gaʹpe biasanya memaksudkan apa?
11 Akan tetapi, Alkitab mengajarkan kasih dengan cara yang jelas. Vine’s Expository Dictionary of New Testament Words mengomentari, ”Kasih hanya dapat diketahui dari tindakan yang dihasilkannya.” Catatan Alkitab tentang tindakan-tindakan Yehuwa mengajar kita banyak sekali tentang kasih-Nya—kasih sayang-Nya yang penuh kebajikan terhadap makhluk-makhluk ciptaan-Nya. Misalnya, apa yang dapat lebih banyak menyingkapkan sifat ini selain tindakan kasih Yehuwa yang terbesar yang diuraikan sebelumnya? Pada pasal-pasal selanjutnya, kita akan melihat banyak contoh lain berkenaan dengan perwujudan kasih Yehuwa. Selain itu, kita dapat memperoleh pemahaman dari kata-kata asli untuk ”kasih” yang digunakan dalam Alkitab. Dalam bahasa Yunani kuno, ada empat kata yang digunakan untuk ”kasih”.a Dari keempat kata itu, kata yang paling sering digunakan dalam Kitab-Kitab Yunani Kristen adalah a·gaʹpe. Sebuah kamus Alkitab menyebut kata ini sebagai ”kata yang paling kuat yang terbayangkan untuk kasih”. Mengapa?
12 Seperti yang digunakan dalam Alkitab, a·gaʹpe biasanya memaksudkan kasih yang dibimbing oleh prinsip. Jadi, kasih tersebut bukan sekadar tanggapan emosional terhadap orang lain. Kasih tersebut lebih luas jangkauannya, pada dasarnya lebih dipikirkan dan dilakukan secara sadar. Yang terutama ialah orang yang punya kasih Kristen seperti ini benar-benar tidak mementingkan diri. Misalnya, periksalah kembali Yohanes 3:16. Apa ”dunia” yang begitu dikasihi Allah sehingga Dia memberikan Putra tunggal-Nya? Itu adalah dunia umat manusia yang dapat ditebus. Dunia itu mencakup banyak orang yang menempuh haluan hidup yang berdosa. Apakah Yehuwa mengasihi individu-individu tersebut sebagai sahabat pribadi, seperti Dia mengasihi Abraham yang setia? (Yakobus 2:23) Tidak, tetapi Yehuwa dengan pengasih mengulurkan kebaikan kepada semua orang, sekalipun diri-Nya harus membuat pengorbanan yang sangat besar. Dia ingin semua orang bertobat dan mengubah cara hidup mereka. (2 Petrus 3:9) Banyak yang bertindak sesuai dengan keinginan-Nya itu. Dengan senang hati, Dia menerima orang-orang tersebut sebagai sahabat-sahabat-Nya.
13, 14. Apa yang menunjukkan bahwa kasih Kristen sering kali mencakup kasih sayang yang hangat?
13 Namun, ada yang memiliki gagasan keliru mengenai kata a·gaʹpe dalam Alkitab. Mereka berpikir bahwa kasih jenis ini dingin dan bersifat intelektual. Yang sebenarnya adalah kasih Kristen ini sering kali mencakup kasih sayang yang bersifat pribadi dan hangat. Sebagai contoh, sewaktu Yohanes menulis, ”Bapak mengasihi Putra”, dia menggunakan suatu bentuk kata a·gaʹpe. Apakah kasih tersebut tidak memiliki kasih sayang yang hangat? Perhatikan bahwa Yesus mengatakan, ”Bapak menyayangi Putra”, menggunakan suatu bentuk kata fi·leʹo. (Yohanes 3:35; 5:20) Kasih Yehuwa sering kali mencakup kasih sayang yang lembut. Akan tetapi, kasih-Nya tidak pernah didominasi oleh perasaan semata. Kasih tersebut selalu dibimbing oleh prinsip-prinsip-Nya yang bijaksana dan adil.
14 Seperti yang telah kita lihat, semua sifat Yehuwa luhur, sempurna, dan menarik. Namun, kasih adalah yang paling menarik di antara semuanya. Tidak ada yang menarik kita sedemikian kuatnya kepada Yehuwa. Syukurlah, kasih juga adalah sifat-Nya yang dominan. Bagaimana kita tahu?
”Allah Adalah Kasih”
15. Alkitab membuat pernyataan apa sehubungan dengan sifat kasih Yehuwa, dan bagaimana pernyataan tersebut unik? (Lihat juga catatan kaki.)
15 Alkitab mengatakan sesuatu tentang kasih, sesuatu yang tidak pernah dikatakannya untuk sifat-sifat utama Yehuwa lainnya. Kitab Suci tidak mengatakan bahwa Allah adalah kuasa atau Allah adalah keadilan atau bahkan Allah adalah hikmat. Dia memiliki sifat-sifat tersebut, Dia adalah Sumbernya yang tertinggi, dan Dia tidak tertandingi dalam hal ketiga sifat tersebut. Namun, sesuatu yang lebih dalam dikatakan oleh Alkitab untuk sifat yang keempat, ”Allah adalah kasih.”b (1 Yohanes 4:8) Apa arti pernyataan itu?
16-18. (a) Mengapa Alkitab mengatakan bahwa ”Allah adalah kasih”? (b) Di antara semua ciptaan di bumi ini, mengapa manusia adalah lambang yang cocok untuk sifat kasih Yehuwa?
16 ”Allah adalah kasih” bukanlah suatu persamaan yang sederhana, seolah-olah mengatakan, ”Allah sama dengan kasih”. Kita tidak patut membalik pernyataan tersebut dan mengatakan bahwa ”kasih adalah Allah”. Yehuwa sama sekali bukan suatu sifat yang abstrak. Dia adalah Pribadi yang memiliki berbagai macam perasaan dan karakteristik lain di samping kasih. Namun, kasih tak dapat dipisahkan dari diri Yehuwa. Itu sebabnya, sehubungan dengan ayat tersebut, sebuah karya referensi berkata, ”Jati diri atau kodrat Allah adalah kasih.” Secara umum, kita mungkin dapat berpikir seperti ini: kuasa Yehuwa memungkinkan Dia untuk bertindak. Keadilan dan hikmat-Nya membimbing cara Dia bertindak. Namun, kasih Yehuwa memotivasi Dia untuk bertindak. Dan, kasih-Nya selalu menyertai sifat-sifat-Nya yang lain.
17 Yehuwa sering kali disebut sebagai personifikasi kasih. Oleh karena itu, jika kita ingin belajar tentang kasih yang berprinsip, kita harus belajar tentang Yehuwa. Tentu saja, kita juga melihat sifat yang indah ini dalam diri manusia. Tetapi, mengapa sifat ini ada dalam diri manusia? Pada waktu penciptaan, Yehuwa mengucapkan perkataan ini, tentu kepada Putra-Nya, ”Mari kita membuat manusia yang mirip dengan kita, yang punya kesamaan dengan kita.” (Kejadian 1:26) Di antara semua ciptaan di bumi ini, hanya pria dan wanita yang dapat memilih untuk mengasihi dan dengan demikian meniru Bapak surgawi mereka. Ingatlah bahwa Yehuwa menggunakan berbagai makhluk untuk melambangkan sifat-sifat-Nya yang utama. Namun, Yehuwa memilih makhluk yang paling mulia di bumi, yaitu manusia, sebagai lambang sifat-Nya yang dominan, kasih.—Yehezkiel 1:10.
18 Jika kita mengasihi dengan cara yang tidak mementingkan diri dan berprinsip, kita mencerminkan sifat Yehuwa yang dominan. Halnya tepat seperti yang ditulis Rasul Yohanes, ”Kita mengasihi karena Allah lebih dulu mengasihi kita.” (1 Yohanes 4:19) Tetapi, dengan cara apa saja Yehuwa pertama-tama mengasihi kita?
Yehuwa Mengambil Inisiatif
19. Mengapa dapat dikatakan bahwa kasih memainkan peranan kunci dalam pekerjaan Yehuwa untuk menciptakan?
19 Kasih bukanlah sesuatu yang baru. Ingatlah, apa yang menggerakkan Yehuwa untuk mulai menciptakan? Bukan karena Dia kesepian dan butuh persahabatan. Yehuwa adalah pribadi yang lengkap dan mandiri, tidak kekurangan sesuatu pun sehingga pribadi lain tidak perlu memberikan sesuatu. Tetapi, kasih-Nya, suatu sifat yang aktif, secara alami menggerakkan Dia untuk ingin berbagi sukacita kehidupan dengan makhluk-makhluk cerdas yang dapat menghargai pemberian tersebut. ”Ciptaan Allah yang pertama” adalah Putra tunggal-Nya. (Wahyu 3:14) Yehuwa kemudian menggunakan Pekerja Ahli ini untuk menjadikan hal-hal lain, dimulai dengan para malaikat. (Ayub 38:4, 7; Kolose 1:16) Diberkati dengan kemerdekaan, kecerdasan, dan perasaan, makhluk-makhluk roh yang perkasa tersebut memiliki kesempatan untuk menjalin ikatan yang pengasih—dengan satu sama lain dan, yang terutama, dengan Allah Yehuwa. (2 Korintus 3:17) Dengan demikian, mereka mengasihi karena mereka lebih dahulu dikasihi.
20, 21. Bukti apa yang Adam dan Hawa lihat bahwa Yehuwa mengasihi mereka, tetapi bagaimana tanggapan mereka?
20 Halnya sama dengan umat manusia. Sejak awal, Adam dan Hawa dapat dikatakan bermandikan kasih. Ke mana pun mereka melayangkan pandang di rumah Firdaus mereka di Eden, mereka dapat melihat bukti kasih Bapak mereka. Perhatikan apa yang Alkitab katakan, ”Allah Yehuwa membuat sebuah taman di Eden, ke arah timur, dan di sana Dia menaruh manusia yang Dia ciptakan itu.” (Kejadian 2:8) Pernahkah Saudara berada di kebun atau taman yang benar-benar indah? Apa yang paling menyenangkan Saudara? Berkas-berkas sinar yang menembus dedaunan di tempat yang tenang dan teduh? Hamparan luas bunga berwarna-warni yang memukau? Suara anak sungai yang bergemercik, burung-burung yang bernyanyi, dan serangga-serangga yang berdengung? Bagaimana dengan harumnya pepohonan, buah-buahan, dan bunga-bungaan? Bagaimana pun keadaannya, sekarang tidak ada taman yang dapat disejajarkan dengan Taman Eden. Mengapa?
21 Taman tersebut dibuat oleh Yehuwa sendiri! Pastilah, keindahan taman itu tak terlukiskan. Setiap pohon yang menyenangkan karena keindahannya atau karena buah-buahnya yang lezat tumbuh di sana. Taman itu banyak airnya, luas, dan hidup karena adanya beragam hewan yang memesona. Adam dan Hawa memiliki segala yang dibutuhkan untuk membuat hidup mereka bahagia dan lengkap, termasuk pekerjaan yang memuaskan dan persahabatan yang sempurna. Yehuwa terlebih dahulu mengasihi mereka, dan mereka memiliki alasan yang kuat untuk menanggapinya dengan cara yang sama. Tetapi, mereka tidak melakukannya. Bukannya dengan penuh kasih menaati Bapak surgawi mereka, mereka dengan mementingkan diri memberontak terhadap-Nya.—Kejadian, pasal 2.
22. Bagaimana tanggapan Yehuwa terhadap pemberontakan di Eden membuktikan bahwa kasih setia-Nya?
22 Betapa menyakitkannya hal itu bagi Yehuwa! Akan tetapi, apakah pemberontakan tersebut menawarkan hati-Nya yang pengasih? Tidak! ”Kasih setia-Nya bertahan selamanya.” (Mazmur 136:1) Oleh karena itu, Dia segera membuat berbagai penyelenggaraan yang pengasih guna menebus keturunan Adam dan Hawa mana pun yang memiliki kecenderungan yang benar. Seperti yang telah kita lihat, penyelenggaraan tersebut termasuk korban tebusan Putra-Nya yang tercinta, yang menuntut pengorbanan yang luar biasa dari Sang Bapak.—1 Yohanes 4:10.
23. Apa salah satu alasannya Yehuwa adalah ”Allah yang bahagia”, dan pertanyaan yang sangat penting apa yang akan disoroti di pasal berikut?
23 Ya, sejak awal Yehuwa telah mengambil inisiatif untuk menunjukkan kasih kepada umat manusia. Dengan tak terhitung banyaknya cara, ”Allah lebih dulu mengasihi kita”. Kasih memajukan keharmonisan dan sukacita, maka tidaklah mengherankan jika Yehuwa digambarkan sebagai ”Allah yang bahagia”. (1 Timotius 1:11) Akan tetapi, sebuah pertanyaan penting muncul. Apakah Yehuwa benar-benar mengasihi kita secara individu? Pasal berikut akan menyoroti hal itu.
a Kata kerja fi·leʹo, yang berarti ”memiliki kasih sayang bagi, sangat mencintai, atau menyukai (seperti yang mungkin dirasakan seseorang terhadap teman dekat atau saudara)”, sering digunakan dalam Kitab-Kitab Yunani Kristen. Salah satu bentuk kata stor·geʹ, atau kasih kekeluargaan yang dekat, digunakan di 2 Timotius 3:3 untuk menunjukkan bahwa kasih semacam itu akan sangat berkurang pada hari-hari terakhir. Eʹros, atau kasih romantis antarlawan jenis, tidak digunakan dalam Kitab-Kitab Yunani Kristen, meskipun jenis kasih tersebut dibahas dalam Alkitab.—Amsal 5:15-20.
b Pernyataan Alkitab lainnya memiliki struktur yang serupa. Sebagai contoh, ”Allah itu sumber terang” dan ”Allah . . . bagaikan api yang memusnahkan”. (1 Yohanes 1:5; Ibrani 12:29) Tetapi, pernyataan-pernyataan tersebut haruslah dipahami sebagai metafora, karena menyamakan Yehuwa dengan hal-hal fisik. Yehuwa itu seperti terang, karena Dia kudus dan lurus hati. Tidak ada ”kegelapan”, atau kenajisan, pada diri-Nya. Dan, Dia dapat disamakan dengan api karena Dia menggunakan kuasa untuk membinasakan.
-
-
Tidak Ada yang Dapat ”Memisahkan Kita dari Kasih Allah”Mendekatlah kepada Yehuwa
-
-
PASAL 24
Tidak Ada yang Dapat ”Memisahkan Kita dari Kasih Allah”
1. Perasaan negatif apa yang menyusahkan banyak orang, termasuk beberapa orang Kristen sejati?
APAKAH Allah Yehuwa mengasihi Saudara secara pribadi? Beberapa orang setuju bahwa Allah mengasihi umat manusia secara umum, seperti yang dinyatakan dalam Yohanes 3:16. Tetapi, pada dasarnya mereka merasa, ’Allah tidak akan pernah dapat mengasihi saya secara pribadi.’ Orang Kristen sejati pun kadang-kadang bisa memiliki keraguan sehubungan dengan hal itu. Karena kecil hati, seorang pria berkata, ”Saya sulit sekali percaya bahwa Allah peduli terhadap diri saya.” Apakah keraguan yang sama adakalanya menyusahkan Saudara?
2, 3. Siapa yang menginginkan kita untuk percaya bahwa di mata Yehuwa kita tidak berharga atau tidak dapat dikasihi, dan bagaimana kita dapat memerangi gagasan itu?
2 Setan ingin sekali membuat kita percaya bahwa Allah Yehuwa tidak mengasihi ataupun menghargai kita. Memang, Setan sering kali memikat orang dengan membangkitkan kesombongan dan keangkuhan mereka. (2 Korintus 11:3) Tetapi, dia juga senang menghancurkan harga diri orang yang tak berdaya. (Yohanes 7:47-49; 8:13, 44) Dia melakukan hal itu khususnya pada ”hari-hari terakhir” yang sulit dihadapi ini. Banyak orang sekarang dibesarkan dalam keluarga-keluarga yang ”tidak punya kasih sayang”. Yang lain-lain harus terus-menerus menghadapi orang yang garang, mementingkan diri, dan keras kepala. (2 Timotius 3:1-5) Orang-orang yang bertahun-tahun mendapat perlakuan yang menyakitkan, menghadapi rasialisme, atau kebencian, bisa jadi merasa yakin bahwa mereka tidak berharga atau tidak dapat dikasihi.
3 Jika Saudara menyadari adanya perasaan-perasaan negatif demikian dalam diri Saudara, jangan putus asa. Banyak di antara kita adakalanya secara tidak masuk akal bersikap keras terhadap diri sendiri. Tetapi ingatlah, Firman Allah dirancang untuk ”memperbaiki segala sesuatu” dan untuk ”menghancurkan apa pun yang dibentengi dengan kokoh”. (2 Timotius 3:16; 2 Korintus 10:4) Alkitab mengatakan, ”Kita akan meyakinkan hati kita bahwa Allah mengasihi kita, kalaupun hati kita membuat kita merasa bersalah dalam hal apa pun, karena Allah lebih besar daripada hati kita dan tahu segala sesuatu.” (1 Yohanes 3:19, 20) Mari kita bahas empat cara Firman Allah membantu kita ”meyakinkan hati kita” akan kasih Yehuwa.
Yehuwa Menghargai Saudara
4, 5. Bagaimana perumpamaan Yesus tentang burung pipit menunjukkan bahwa kita bernilai di mata Yehuwa?
4 Pertama, Alkitab secara langsung mengajarkan bahwa Allah memandang berharga setiap hamba-Nya. Sebagai contoh, Yesus berkata, ”Dua burung pipit hanya dijual seharga satu uang logam kecil, kan? Tapi tidak satu pun dari mereka jatuh ke tanah tanpa diketahui Bapak kalian. Dia bahkan tahu jumlah rambut di kepala kalian. Jadi jangan takut, kalian lebih berharga daripada banyak burung pipit.” (Matius 10:29-31) Perhatikan apa makna kata-kata tersebut bagi para pendengar Yesus pada abad pertama.
”Kalian lebih berharga daripada banyak burung pipit”
5 Kita mungkin bertanya-tanya mengapa orang-orang pada waktu itu membeli burung pipit. Nah, pada zaman Yesus, pipit adalah burung termurah yang dijual sebagai bahan makanan. Perhatikan bahwa dengan satu uang logam bernilai kecil, seorang pembeli mendapat dua burung pipit. Tetapi, Yesus belakangan mengatakan bahwa jika seseorang siap membelanjakan dua uang logam, dia mendapat, tidak hanya empat, tetapi lima ekor. Burung ekstra ditambahkan seolah-olah tidak bernilai sama sekali. Mungkin, makhluk-makhluk tersebut tidak berharga di mata manusia, tetapi bagaimana pandangan Sang Pencipta? Kata Yesus, ”Tidak satu pun dari mereka [bahkan seekor yang ditambahkan] dilupakan Allah.” (Lukas 12:6, 7) Sekarang, kita mulai mengerti apa yang Yesus maksudkan. Jika seekor burung pipit saja sangat Yehuwa hargai, betapa terlebih berharga lagi seorang manusia! Seperti yang Yesus jelaskan, Yehuwa mengetahui setiap perincian mengenai diri kita. Ya, bahkan rambut di kepala kita terhitung oleh-Nya!
6. Mengapa kita yakin bahwa Yesus bersikap realistis sewaktu berbicara soal terhitungnya rambut kepala kita?
6 Rambut kita terhitung? Mungkin, ada yang beranggapan bahwa Yesus tidak realistis dalam hal ini. Namun, coba pikirkan tentang harapan kebangkitan. Yehuwa pasti harus sangat mengenal kita agar dapat menciptakan kita kembali! Dia begitu menghargai kita sehingga Dia mengingat setiap perincian, termasuk kode genetis kita serta semua kenangan dan pengalaman kita selama bertahun-tahun.a Jika dibandingkan dengan hal itu, menghitung rambut kita—yang rata-rata tumbuh sebanyak 100.000 helai pada tiap kepala—merupakan soal sepele.
Apa yang Yehuwa Lihat dalam Diri Kita?
7, 8. (a) Apa beberapa sifat yang Yehuwa ingin temukan seraya Dia menyelidiki hati manusia? (b) Apa beberapa pekerjaan yang kita lakukan yang Yehuwa hargai?
7 Kedua, Alkitab mengajar kita tentang apa yang Yehuwa hargai dalam diri hamba-hamba-Nya. Sederhana saja, Dia menyukai sifat-sifat baik kita dan upaya-upaya yang kita kerahkan. Raja Daud memberi tahu Salomo, putranya, ”Yehuwa menyelidiki hati dan memahami setiap niat dan pikiran.” (1 Tawarikh 28:9) Seraya Allah menyelidiki miliaran hati manusia dalam dunia yang penuh kekerasan dan kebencian ini, alangkah senangnya Dia apabila menemukan hati yang mengasihi perdamaian, kebenaran, dan keadilan! Apa yang terjadi jika Allah menemukan hati yang sarat dengan kasih kepada-Nya, yang berupaya belajar tentang-Nya dan membagikan pengetahuan demikian kepada orang lain? Yehuwa memberi tahu kita bahwa Dia memperhatikan mereka yang memperkenalkan diri-Nya kepada orang-orang lain. Bahkan, Dia memiliki sebuah ”buku peringatan” bagi semua orang ”yang takut kepada Yehuwa dan memikirkan nama-Nya”. (Maleakhi 3:16) Sifat-sifat demikian berharga bagi-Nya.
8 Apa beberapa pekerjaan baik yang Yehuwa hargai? Tentu saja, upaya-upaya kita untuk meniru Putra-Nya, Yesus Kristus. (1 Petrus 2:21) Salah satu pekerjaan yang penting yang Allah hargai adalah penyebarluasan kabar baik tentang Kerajaan-Nya. Di Roma 10:15 (catatan kaki), kita membaca, ”Betapa indahnya kaki orang-orang yang datang memberitakan kabar baik!” Secara wajar, kita mungkin tidak berpikir bahwa kaki kita yang biasa-biasa saja ini indah. Tetapi, kaki di sini menggambarkan upaya hamba-hamba Yehuwa dalam memberitakan kabar baik. Semua upaya demikian kelihatan indah dan berharga di mata-Nya.—Matius 24:14; 28:19, 20.
9, 10. (a) Mengapa kita dapat yakin bahwa Yehuwa menghargai ketekunan kita dalam menghadapi berbagai kesukaran? (b) Yehuwa tidak pernah memiliki pandangan negatif apa terhadap hamba-hamba-Nya yang setia?
9 Yehuwa juga menghargai ketekunan kita. (Matius 24:13) Ingatlah, Setan ingin Saudara berpaling dari Yehuwa. Hari yang Saudara jalani dengan tetap setia kepada Yehuwa merupakan hari ketika Saudara membantu memberikan jawaban kepada hinaan Setan. (Amsal 27:11) Kadang-kadang, ketekunan bukanlah hal yang mudah. Problem kesehatan, kesulitan keuangan, tekanan emosi, dan kendala-kendala lain bisa membuat setiap hari menjadi cobaan. Harapan yang tertunda juga terbukti dapat mengecilkan hati. (Amsal 13:12) Ketekunan dalam menghadapi berbagai tantangan seperti itu bahkan lebih berharga lagi bagi Yehuwa. Itulah sebabnya, Raja Daud meminta Yehuwa untuk menyimpan air matanya dalam sebuah ’kirbat’, dan dengan yakin menambahkan, ”Bukankah semuanya tertulis di buku-Mu?” (Mazmur 56:8) Ya, Yehuwa menyimpan dan mengingat semua air mata dan penderitaan kita seraya kita mempertahankan kesetiaan kepada-Nya. Air mata dan penderitaan itu juga berharga di mata-Nya.
Yehuwa menghargai ketekunan kita dalam menghadapi pencobaan
10 Nah sekarang, hati yang suka mempersalahkan diri mungkin menolak bukti bahwa kita berharga di mata Allah. Hati kita mungkin tak henti-hentinya membisiki kita, ’Tetapi ada begitu banyak orang lain yang lebih patut diteladani daripada saya. Yehuwa pasti sangat kecewa apabila Dia membandingkan saya dengan mereka!’ Yehuwa tidak suka membanding-bandingkan; cara berpikir-Nya juga tidak kaku atau keras. (Galatia 6:4) Dia membaca hati kita dengan saksama dan menghargai hal-hal baik yang ada di dalamnya—bahkan dalam kadar yang kecil.
Yehuwa Memisahkan yang Baik dari yang Jahat
11. Apa yang dapat kita pelajari tentang Yehuwa dari cara Dia menangani kasus Abiya?
11 Ketiga, seraya Yehuwa menyelidiki kita, Dia dengan teliti mencari dan memisahkan hal-hal yang baik. Misalnya, sewaktu menyatakan bahwa seluruh dinasti Raja Yeroboam yang murtad harus dieksekusi, Yehuwa memerintahkan agar salah satu putra raja, Abiya, dikuburkan dengan layak. Mengapa? ”Yehuwa lihat . . . sesuatu yang baik dalam hatinya.” (1 Raja 14:1, 10-13) Yehuwa seolah-olah mengayak hati pria muda tersebut dan menemukan ”sesuatu yang baik” di sana. Betapa pun kecilnya atau tidak berartinya kebaikan yang Dia temukan, Yehuwa menganggapnya berharga untuk dicatat dalam Firman-Nya. Bahkan, Dia mengupahinya, memperlihatkan belas kasihan yang sepatutnya kepada salah seorang anggota keluarga murtad tersebut.
12, 13. (a) Bagaimana kasus Raja Yehosyafat menunjukkan bahwa Yehuwa mencari hal-hal baik yang ada dalam diri kita bahkan ketika kita berbuat dosa? (b) Sehubungan dengan perbuatan dan sifat baik kita, bagaimana Yehuwa bertindak sebagai Orang Tua yang pengasih?
12 Contoh yang bahkan lebih menonjol lagi adalah sehubungan dengan Raja Yehosyafat yang baik. Sewaktu sang raja melakukan suatu tindakan yang bodoh, seorang nabi Yehuwa memberi tahu dia, ”Karena itulah Yehuwa marah kepadamu.” Benar-benar serius! Tetapi, pesan Yehuwa tidak berhenti sampai di situ saja. Pesannya berlanjut, ”Tapi, Allah melihat hal-hal baik dalam dirimu.” (2 Tawarikh 19:1-3) Jadi, kemarahan Yehuwa yang benar tidak membutakan Dia terhadap hal-hal baik yang ada dalam diri Yehosyafat. Betapa berbedanya dengan manusia yang tak sempurna! Apabila kesal kepada orang lain, kita cenderung menjadi buta terhadap hal-hal baik yang ada dalam diri mereka. Dan, ketika kita berbuat dosa, perasaan kecewa, malu, dan bersalah membutakan kita terhadap hal-hal baik yang ada dalam diri kita. Namun, ingatlah bahwa jika kita bertobat dari dosa-dosa kita dan berjuang keras untuk tidak mengulanginya, Yehuwa mengampuni kita.
13 Seraya Yehuwa menyelidiki Saudara, Dia membuang dosa-dosa tersebut, sangat mirip dengan cara seorang pendulang emas membuang kerikil-kerikil yang tidak berharga. Bagaimana dengan sifat dan perbuatan baik Saudara? Ya, itu semua adalah ”butir-butir” yang Dia simpan! Pernahkah Saudara memperhatikan bagaimana orang tua yang pengasih menyimpan gambar-gambar atau tugas-tugas sekolah anak-anaknya, kadang-kadang sampai puluhan tahun setelah anak-anak mereka melupakannya? Yehuwa adalah Orang Tua yang paling pengasih. Selama kita tetap setia kepada-Nya, Dia tidak pernah melupakan perbuatan dan sifat baik kita. Malah, melupakan hal-hal itu Dia pandang sebagai sesuatu yang tidak adil, dan Dia tidak pernah tidak adil. (Ibrani 6:10) Dia juga menyelidiki kita dengan cara lain.
14, 15. (a) Mengapa ketidaksempurnaan kita tidak pernah membutakan Yehuwa terhadap hal baik yang ada dalam diri kita? Ilustrasikan. (b) Apa yang akan Yehuwa lakukan dengan hal baik yang Dia temukan dalam diri kita, dan bagaimana Dia memandang umat-Nya yang setia?
14 Yehuwa melihat apa yang ada di balik ketidaksempurnaan kita dan mengamati potensi diri kita. Sebagai ilustrasi: Para pencinta karya seni akan melakukan apa saja untuk memperbaiki lukisan atau karya seni lain yang rusak berat. Misalnya, sewaktu seseorang dengan senapan merusak gambar karya Leonardo da Vinci senilai kira-kira 30 juta dolar AS di National Gallery London, Inggris, tidak seorang pun mengusulkan untuk membuang gambar yang sudah rusak tersebut. Pekerjaan untuk memperbaiki mahakarya yang sudah berusia hampir 500 tahun itu segera dimulai. Mengapa? Karena gambar itu sangat berharga di mata para pencinta seni. Tidakkah Saudara lebih berharga daripada sebuah gambar yang dibuat dengan kapur dan arang? Di mata Allah tentu Saudara lebih berharga—tidak soal seberapa rusaknya Saudara karena mewarisi ketidaksempurnaan. (Mazmur 72:12-14) Allah Yehuwa, Sang Pencipta ahli keluarga manusia, akan melakukan perbaikan apa pun yang dibutuhkan agar semua orang yang menyambut pemeliharaan-Nya yang pengasih dapat dipulihkan kepada kesempurnaan.—Kisah 3:21; Roma 8:20-22.
15 Ya, Yehuwa melihat hal baik yang mungkin tidak kita lihat dalam diri kita. Dan, seraya kita melayani-Nya, Dia akan membuat hal yang baik itu berkembang hingga akhirnya kita menjadi sempurna. Tidak soal bagaimana dunia Setan telah memperlakukan kita, Yehuwa memandang hamba-hamba-Nya yang setia sebagai orang-orang yang berharga.—Hagai 2:7.
Yehuwa dengan Aktif Mempertunjukkan Kasih-Nya
16. Apa bukti terbesar kasih Yehuwa kepada kita, dan bagaimana kita tahu bahwa pemberian itu bermanfaat bagi kita secara pribadi?
16 Keempat, Yehuwa melakukan banyak hal untuk membuktikan kasih-Nya kepada kita. Tentu saja, korban tebusan Kristus merupakan jawaban yang paling ampuh terhadap dusta Setan bahwa kita tidak berharga atau tidak dapat dikasihi. Jangan pernah lupa bahwa kematian yang penuh penderitaan yang Yesus alami di tiang siksaan dan bahkan penderitaan yang lebih besar yang Yehuwa alami seraya menyaksikan Putra yang Dia kasihi meninggal, adalah bukti kasih mereka kepada kita. Sayang sekali, banyak orang sulit percaya bahwa pemberian itu dapat diperuntukkan bagi mereka secara pribadi. Mereka merasa tidak layak. Namun, ingatlah bahwa Rasul Paulus pernah menjadi penganiaya para pengikut Kristus. Meski begitu, dia menulis, ”Putra Allah, . . . mengasihi saya dan mengorbankan dirinya bagi saya.”—Galatia 1:13; 2:20.
17. Dengan sarana apa Yehuwa menarik kita kepada diri-Nya dan kepada Putra-Nya?
17 Yehuwa membuktikan kasih-Nya kepada kita dengan membantu kita secara pribadi agar dapat menikmati manfaat-manfaat korban Kristus. Yesus berkata, ”Tidak seorang pun bisa datang kepada saya kecuali dia ditarik oleh Bapak yang mengutus saya.” (Yohanes 6:44) Ya, secara pribadi Yehuwa menarik kita kepada Putra-Nya dan kepada harapan hidup kekal. Bagaimana? Melalui pekerjaan pengabaran yang menjangkau kita secara perorangan, dan melalui kuasa kudus-Nya, yang Yehuwa gunakan untuk membantu kita memahami dan menerapkan kebenaran-kebenaran rohani meskipun adanya keterbatasan dan ketidaksempurnaan kita. Dengan demikian, Yehuwa dapat berkata mengenai kita seperti Dia berkata mengenai Israel, ”Kasih-Ku kepadamu adalah kasih yang abadi. Karena kasih itulah Aku setia kepadamu dan menarikmu kepada-Ku.”—Yeremia 31:3.
18, 19. (a) Cara yang paling akrab apa yang Yehuwa gunakan untuk mempertunjukkan kasih-Nya kepada kita, dan apa yang menunjukkan bahwa Dia secara pribadi sangat peduli akan hal itu? (b) Bagaimana Firman Allah meyakinkan kita bahwa Yehuwa adalah pendengar yang berempati?
18 Barangkali, melalui doalah kita merasakan kasih Yehuwa dengan cara yang paling akrab. Alkitab mengundang kita semua untuk ’berdoa terus’ kepada Allah. (1 Tesalonika 5:17) Dia mendengarkan. Dia bahkan disebut sebagai ”Pendengar doa”. (Mazmur 65:2) Dia tidak mendelegasikan jabatan ini kepada pribadi lain mana pun, bahkan tidak kepada Putra-Nya sendiri. Coba bayangkan: Sang Pencipta alam semesta mendesak kita untuk mendekati-Nya dalam doa, dengan kebebasan berbicara. Dan, pendengar macam apakah Dia? Dingin, masa bodoh, tidak peduli? Sama sekali tidak.
19 Yehuwa berempati. Apakah empati itu? Seorang Kristen lanjut usia yang setia berkata, ”Empati adalah kepedihan-mu di hati-ku.” Apakah Yehuwa benar-benar terpengaruh oleh kepedihan kita? Sehubungan dengan penderitaan umat-Nya, Israel, kita membaca, ”Saat mereka susah, Dia pun merasa susah.” (Yesaya 63:9) Yehuwa tidak sekadar melihat kesusahan mereka; Dia menyelami perasaan bangsa itu. Seberapa dalam perasaan-Nya diilustrasikan oleh kata-kata Yehuwa sendiri kepada hamba-hamba-Nya, ”Siapa pun yang menyentuh kalian berarti menyentuh biji mata-Ku.”b (Zakharia 2:8) Pastilah sangat menyakitkan! Ya, Yehuwa merasakan apa yang kita rasakan. Jika kita terluka, Dia juga terluka.
20. Pemikiran yang tidak seimbang apa yang harus kita hindari jika kita ingin menaati nasihat yang terdapat di Roma 12:3?
20 Tak satu pun orang Kristen yang seimbang yang akan menggunakan bukti kasih dan penghargaan Allah tersebut sebagai dalih untuk menjadi sombong atau menganggap diri penting. Rasul Paulus menulis, ”Karena kebaikan hati Allah yang luar biasa kepada saya, saya memberi tahu kalian semua agar tidak menilai diri kalian lebih tinggi daripada yang sebenarnya, tapi menilai diri kalian apa adanya, sesuai dengan iman yang Allah berikan kepada kalian masing-masing.” (Roma 12:3) Terjemahan lain untuk ayat ini berbunyi, ”Saya menasihati Saudara-saudara semuanya: Janganlah merasa diri lebih tinggi dari yang sebenarnya. Hendaklah kalian menilai keadaan dirimu dengan rendah hati.” (Bahasa Indonesia Masa Kini-LAI) Jadi, seraya kita merasakan sepenuhnya kehangatan kasih Bapak surgawi kita, marilah kita berpikiran sehat dan mengingat bahwa kita sebenarnya tidak berhak ataupun layak memperoleh kasih Allah.—Lukas 17:10.
21. Apa saja dusta Setan yang harus terus-menerus kita lawan, dan dengan kebenaran ilahi mana kita dapat terus meyakinkan hati kita?
21 Marilah kita semua mengerahkan segenap kekuatan kita untuk menampik semua dusta Setan, termasuk dusta bahwa kita tidak berharga atau tidak dapat dikasihi. Seandainya pengalaman hidup telah mengajar Saudara untuk memandang diri Saudara sebagai penghalang yang terlalu sulit untuk diatasi bahkan oleh kasih Allah yang sangat besar, atau perbuatan baik Saudara terlalu kecil untuk diperhatikan bahkan oleh mata-Nya yang maha melihat, atau dosa Saudara terlalu besar untuk ditutupi bahkan oleh kematian Putra-Nya yang berharga, dustalah yang telah diajarkan kepada Saudara. Tampiklah semua dusta itu dengan segenap hati Saudara! Marilah kita terus-menerus meyakinkan hati kita akan kebenaran yang dinyatakan dalam kata-kata Paulus yang terilham ini, ”Saya yakin bahwa kematian atau kehidupan, malaikat atau pemerintah, hal-hal yang ada sekarang atau yang ada nanti, atau kuasa, atau hal-hal yang ada di atas atau di bawah, atau ciptaan mana pun, tidak akan bisa memisahkan kita dari kasih Allah, yang nyata melalui Kristus Yesus Tuan kita.”—Roma 8:38, 39.
a Alkitab berulang kali menghubungkan harapan kebangkitan dengan ingatan Yehuwa. Ayub, pria yang setia, berkata kepada Yehuwa, ”Oh, . . . seandainya saja Engkau menetapkan batas waktu bagiku dan mengingat aku!” (Ayub 14:13) Yesus berbicara tentang kebangkitan ”semua orang yang di dalam makam peringatan”. Hal itu tepat karena Yehuwa mengingat dengan sempurna orang-orang mati yang ingin Dia bangkitkan.—Yohanes 5:28, 29, catatan kaki.
b Beberapa terjemahan ayat ini menyiratkan bahwa yang menyentuh umat Allah sebenarnya menyentuh matanya sendiri atau mata Israel, bukan mata Allah. Kesalahan tersebut dibuat oleh beberapa penulis yang menganggap ayat ini tidak sopan dan, oleh karena itu, mereka mengubahnya. Upaya mereka yang salah arah ini mengaburkan intensitas empati pribadi Yehuwa.
-
-
”Keibaan Hati Allah Kita”Mendekatlah kepada Yehuwa
-
-
PASAL 25
”Keibaan Hati Allah Kita”
1, 2. (a) Bagaimana tanggapan alami seorang ibu terhadap tangisan bayinya? (b) Perasaan apa yang bahkan lebih kuat daripada keibaan hati seorang ibu?
PADA tengah malam, seorang bayi menangis. Sang ibu langsung terbangun. Tidurnya tidak lagi senyenyak biasanya—tidak lagi, sejak bayinya lahir. Dia telah belajar membedakan jenis-jenis tangisan bayinya. Karena itu, sering kali dia dapat mengetahui apakah bayinya perlu diberi makan, ditimang, atau diberi perawatan lainnya. Tetapi, tidak soal apa yang menyebabkan sang bayi menangis, sang ibu menanggapinya. Kasihnya membuat dia tidak dapat mengabaikan kebutuhan anaknya.
2 Keibaan hati yang dirasakan seorang ibu terhadap anak kandungnya merupakan salah satu perasaan yang paling lembut yang dikenal manusia. Akan tetapi, ada suatu perasaan yang jauh lebih kuat—keibaan hati dari Allah kita, Yehuwa. Dengan membahas sifat yang luhur ini, kita dapat menjadi lebih dekat kepada Yehuwa. Jadi, marilah kita membahas apa keibaan hati itu dan bagaimana Allah kita memperlihatkannya.
Apakah Keibaan Hati Itu?
3. Apa arti kata kerja Ibrani yang diterjemahkan ”mengasihani”?
3 Di dalam Alkitab, keibaan hati dan belas kasihan berkaitan erat. Sejumlah kata Ibrani dan Yunani mengandung makna keibaan hati. Sebagai contoh, perhatikan kata kerja Ibrani ra·khamʹ, yang sering kali diterjemahkan ”mengasihani”. Sebuah karya referensi menjelaskan bahwa kata kerja ra·khamʹ ”menyatakan rasa iba hati yang dalam dan lembut, seperti yang timbul karena melihat kelemahan atau penderitaan orang-orang yang kita sayangi atau yang membutuhkan bantuan kita”. Kata Ibrani tersebut, yang Yehuwa terapkan pada diri-Nya sendiri, berkaitan dengan kata untuk ”rahim” dan dapat digambarkan sebagai ”keibaan hati seorang ibu”.a—Keluaran 33:19; Yeremia 33:26.
”Bisakah seorang ibu melupakan . . . anak kandungnya?”
4, 5. Bagaimana Alkitab menggunakan perasaan seorang ibu terhadap bayinya untuk mengajar kita tentang keibaan hati Yehuwa?
4 Alkitab menggunakan perasaan seorang ibu terhadap bayinya untuk mengajarkan kepada kita makna keibaan hati Yehuwa. Di Yesaya 49:15, kita membaca, ”Bisakah seorang ibu melupakan anaknya yang masih menyusu atau tidak sayang [ra·khamʹ] kepada anak kandungnya? Kalaupun dia lupa, Aku tidak akan pernah melupakanmu.” Gambaran yang menyentuh hati tersebut menandaskan betapa dalamnya keibaan hati Yehuwa terhadap umat-Nya. Mengapa demikian?
5 Sulit untuk membayangkan bahwa seorang ibu lupa memelihara dan merawat anaknya yang masih menyusu. Bukankah seorang bayi tidak berdaya; bayi butuh perhatian dan kasih sayang ibunya siang dan malam? Akan tetapi, sungguh menyedihkan bahwa kita sering mendengar tentang ibu-ibu yang mengabaikan bayinya, terutama pada ’keadaan yang sulit dihadapi’ ini yang bercirikan kurangnya ”kasih sayang”. (2 Timotius 3:1, 3) Tetapi, kata Yehuwa, ”Aku tidak akan pernah melupakanmu.” Keibaan hati Yehuwa terhadap hamba-hamba-Nya tidak pernah luntur. Keibaan tersebut jauh lebih kuat daripada perasaan alami yang paling lembut yang dapat kita bayangkan—keibaan hati alami seorang ibu terhadap bayinya. Tidaklah mengejutkan jika seorang komentator berkata begini sehubungan dengan Yesaya 49:15, ”Pernyataan ini merupakan salah satu pernyataan yang paling kuat mengenai kasih Allah, bahkan bisa jadi yang paling kuat yang dicatat dalam Perjanjian Lama.”
6. Dengan cara bagaimana banyak manusia yang tidak sempurna memandang keibaan hati, tetapi akan hal apa Yehuwa meyakinkan kita?
6 Apakah keibaan hati merupakan tanda kelemahan? Banyak manusia yang tidak sempurna berpandangan seperti itu. Misalnya, filsuf Romawi Seneka, seorang cendekiawan terkemuka di Roma yang hidup sezaman dengan Yesus, mengajarkan bahwa ”rasa kasihan adalah suatu kelemahan pikiran”. Seneka adalah seorang pendukung aliran Stoa, suatu filsafat yang menekankan ketenangan yang tanpa perasaan. Orang berhikmat bisa menolong orang yang menderita, kata Seneka, tetapi dia tidak boleh membiarkan dirinya merasa kasihan, karena perasaan tersebut bisa merenggut ketenteramannya. Pandangan hidup yang berpusat pada diri sendiri tersebut tidak memberikan tempat bagi keibaan hati yang tulus. Tetapi, Yehuwa sama sekali bukan seperti itu! Dalam Firman-Nya, Yehuwa meyakinkan kita bahwa Dia ”penuh keibaan hati dan belas kasihan”. (Yakobus 5:11, catatan kaki) Seperti yang akan kita lihat, keibaan hati bukanlah kelemahan melainkan suatu sifat yang kuat dan vital. Mari kita cermati bagaimana Yehuwa, seperti orang tua yang pengasih, memperlihatkannya.
Kala Yehuwa Menunjukkan Keibaan Hati kepada Suatu Bangsa
7, 8. Bagaimana orang Israel menderita di Mesir kuno, dan bagaimana Yehuwa menanggapi penderitaan mereka?
7 Keibaan hati Yehuwa jelas terlihat dari cara Dia memperlakukan bangsa Israel. Pada akhir abad ke-16 SM, jutaan orang Israel diperbudak di Mesir kuno, tempat mereka ditindas dengan kejam. Orang Israel ”dibuat sengsara dan disuruh kerja berat. Mereka disuruh mengaduk semen dan membuat batu bata [dan] melakukan berbagai pekerjaan budak”. (Keluaran 1:11, 14) Di tengah-tengah penderitaan, orang Israel berseru kepada Yehuwa meminta bantuan. Bagaimana Allah yang memiliki keibaan hati menanggapinya?
8 Hati Yehuwa tersentuh. Dia berfirman, ”Aku sudah lihat bagaimana umat-Ku ditindas di Mesir, dan Aku sudah dengar mereka minta tolong karena mereka disuruh kerja paksa. Aku tahu betul penderitaan mereka.” (Keluaran 3:7) Yehuwa tidak mungkin melihat penderitaan umat-Nya atau mendengar jeritan mereka tanpa merasa iba kepada mereka. Seperti yang kita ketahui dari Pasal 24 buku ini, Yehuwa adalah Allah yang berempati. Dan, empati—kesanggupan untuk merasakan penderitaan orang lain—berkaitan erat dengan keibaan hati. Tetapi, Yehuwa tidak hanya merasa iba kepada umat-Nya; Dia tergerak untuk bertindak demi mereka. Yesaya 63:9 berkata, ”Karena kasih dan keibaan hati-Nya, Dia menebus mereka.” Dengan ”tangan yang kuat”, Yehuwa membebaskan orang Israel dari Mesir. (Ulangan 4:34) Setelah itu, Dia secara mukjizat menyediakan makanan bagi mereka dan mengantar mereka ke suatu negeri yang subur milik mereka sendiri.
9, 10. (a) Mengapa Yehuwa berulang kali membebaskan orang Israel setelah mereka menetap di Negeri Perjanjian? (b) Pada zaman Yefta, Yehuwa membebaskan orang Israel dari penindasan bangsa mana, dan apa yang menggerakkan Dia untuk melakukannya?
9 Keibaan hati Yehuwa tidak sampai di situ saja. Sewaktu menetap di Negeri Perjanjian, Israel berulang kali tergelincir ke dalam ketidaksetiaan, dan akibatnya menderita. Namun, biasanya bangsa itu kemudian sadar dan berseru kepada Yehuwa. Dia berulang-ulang membebaskan mereka. Mengapa? ”Karena Dia merasa kasihan terhadap umat-Nya.”—2 Tawarikh 36:15; Hakim 2:11-16.
10 Perhatikan apa yang terjadi pada zaman Yefta. Karena orang Israel telah berpaling untuk menyembah allah-allah palsu, Yehuwa membiarkan mereka ditindas orang Ammon selama 18 tahun. Akhirnya, orang Israel bertobat. Alkitab memberi tahu kita, ”Mereka membuang patung allah-allah lain dari antara mereka dan melayani Yehuwa, sehingga Dia tidak tahan melihat penderitaan Israel.”b (Hakim 10:6-16) Segera setelah umat-Nya memperlihatkan pertobatan yang tulus, Yehuwa tidak tahan lagi melihat mereka menderita. Oleh karena itu, Allah yang memiliki keibaan hati memberi Yefta kuasa untuk membebaskan orang Israel dari tangan musuh-musuh mereka.—Hakim 11:30-33.
11. Dari cara Yehuwa memperlakukan orang Israel, apa yang kita pelajari tentang keibaan hati?
11 Dari cara Yehuwa memperlakukan bangsa Israel, apa yang dapat kita pelajari tentang keibaan hati? Yaitu, kita melihat bahwa sifat itu bukan sekadar mengetahui dan bersimpati terhadap kesengsaraan yang orang lain alami. Ingatlah contoh tentang seorang ibu yang menanggapi tangisan bayinya karena tergerak oleh keibaan hati. Demikian pula, Yehuwa tidak menutup telinga terhadap jeritan umat-Nya. Keibaan hati-Nya menggerakkan Dia untuk membebaskan mereka dari penderitaan. Selain itu, cara Yehuwa memperlakukan orang Israel mengajar kita bahwa keibaan hati sama sekali bukan kelemahan, karena sifat yang lembut ini menggerakkan Dia untuk mengambil tindakan yang keras dan tegas demi umat-Nya. Namun, apakah Yehuwa memperlihatkan keibaan hati hanya kepada hamba-hamba-Nya sebagai suatu kelompok?
Keibaan Hati Yehuwa terhadap Orang-perorangan
12. Bagaimana Hukum mencerminkan keibaan hati Yehuwa terhadap orang-perorangan?
12 Hukum yang Allah berikan kepada bangsa Israel menunjukkan keibaan hati-Nya terhadap orang-perorangan. Misalnya, perhatikan kepedulian-Nya terhadap orang miskin. Yehuwa tahu bahwa keadaan tak terduga, yang bisa saja muncul, dapat menjerumuskan seorang Israel ke dalam kemiskinan. Bagaimana seharusnya perlakuan terhadap orang miskin? Dengan tegas, Yehuwa memerintahkan orang Israel, ”Jangan keras hati ataupun pelit kepadanya. Kalian harus bermurah hati kepadanya, dan jangan memberi dengan berat hati. Itulah yang akan membuat Yehuwa Allah kalian memberkati semua perbuatan dan upaya kalian.” (Ulangan 15:7, 10) Yehuwa lebih jauh memerintahkan orang Israel untuk tidak memanen bagian pinggir ladang sampai habis atau memungut apa pun yang tersisa. Apa yang tertinggal tersebut adalah untuk orang-orang yang kurang beruntung. (Imamat 23:22; Rut 2:2-7) Sewaktu bangsa itu menjalankan undang-undang yang bertimbang rasa terhadap orang-orang miskin yang ada di antara mereka, setiap orang yang berkekurangan di Israel tidak perlu meminta-minta makanan. Tidakkah hal itu mencerminkan keibaan hati Yehuwa?
13, 14. (a) Bagaimana kata-kata Daud meyakinkan kita bahwa Yehuwa sangat memperhatikan kita secara perorangan? (b) Bagaimana kita dapat mengilustrasikan kedekatan Yehuwa dengan orang yang ”hancur hatinya” atau ”patah semangat”?
13 Demikian pula sekarang, Allah kita yang pengasih sangat memperhatikan kita secara perorangan. Kita dapat yakin bahwa Dia benar-benar mengetahui penderitaan apa pun yang kita alami. Sang pemazmur Daud menulis, ”Mata Yehuwa memperhatikan orang benar, dan telinga-Nya mendengarkan teriakan mereka minta tolong. Yehuwa dekat dengan orang yang hancur hatinya; Dia menyelamatkan orang yang patah semangat.” (Mazmur 34:15, 18) Sehubungan dengan orang-orang yang dilukiskan dalam ayat-ayat tersebut, seorang komentator Alkitab mengatakan, ”Mereka adalah orang-orang yang patah hati dan sangat menyesal, yaitu, yang direndahkan oleh dosa, dan kehilangan harga diri; mereka rendah di mata mereka sendiri, dan tidak memiliki keyakinan akan martabat dirinya sendiri.” Orang-orang demikian mungkin merasa bahwa Yehuwa itu jauh sekali dan bahwa mereka terlalu tidak berarti untuk Dia perhatikan. Tetapi, sesungguhnya tidak demikian. Kata-kata Daud meyakinkan kita bahwa Yehuwa tidak meninggalkan mereka yang ”rendah di mata mereka sendiri”. Allah kita yang beriba hati tahu bahwa pada saat-saat seperti itu, kita membutuhkan Dia lebih daripada sebelumnya, dan Dia berada dekat dengan kita.
14 Perhatikan pengalaman berikut. Seorang ibu yang tinggal di Amerika Serikat melarikan putranya yang berusia dua tahun ke rumah sakit karena menderita krup (radang akut selaput lendir pangkal tenggorok) yang parah. Setelah memeriksa bocah itu, para dokter memberi tahu sang ibu bahwa malam itu anaknya harus diopname. Di manakah sang ibu malam itu? Di sebuah kursi di kamar rumah sakit, tepat di samping ranjang anaknya! Putranya sedang sakit, dan dia harus berada di dekatnya. Pastilah, kita dapat berharap lebih banyak dari Bapak surgawi kita yang pengasih! Ingatlah, kita diciptakan mirip dengan-Nya. (Kejadian 1:26) Kata-kata Mazmur 34:18 yang menyentuh hati memberi tahu kita bahwa ketika ’hati kita hancur’ atau ketika kita ”patah semangat”, Yehuwa, seperti Bapak yang pengasih, berada ”dekat” dengan kita—selalu beriba hati dan siap membantu.
15. Dengan cara apa saja Yehuwa membantu kita secara perorangan?
15 Kalau begitu, bagaimana Yehuwa membantu kita secara perorangan? Tentu saja, Dia tidak menyingkirkan penyebab penderitaan kita. Namun, Yehuwa telah membuat persediaan yang limpah bagi mereka yang berseru meminta tolong kepada-Nya. Firman-Nya, Alkitab, memberikan nasihat praktis yang dapat menghasilkan perubahan. Di dalam sidang, Yehuwa menyediakan para pengawas yang memenuhi syarat secara rohani, yang berupaya mencerminkan keibaan hati-Nya sewaktu membantu rekan-rekan seiman mereka. (Yakobus 5:14, 15) Sebagai ”Pendengar doa”, Dia memberikan ”kuasa kudus kepada orang yang meminta kepada-Nya”. (Mazmur 65:2; Lukas 11:13) Kuasa tersebut dapat memberi kita ”kesanggupan . . . yang begitu luar biasa” agar kita dapat bertekun sampai Kerajaan Allah menyingkirkan semua problem yang menekan. (2 Korintus 4:7) Tidakkah kita bersyukur atas persediaan-persediaan tersebut? Jangan sampai kita lupa bahwa itu semua adalah pernyataan keibaan hati Yehuwa.
16. Apa contoh terbesar keibaan hati Yehuwa, dan bagaimana hal itu memengaruhi kita secara perorangan?
16 Tentu saja, contoh terbesar keibaan hati Yehuwa adalah diberikannya Pribadi yang paling Dia kasihi untuk menjadi tebusan bagi kita. Hal itu merupakan pengorbanan yang pengasih di pihak Yehuwa, dan hal itu membuka jalan bagi keselamatan kita. Ingatlah, persediaan tebusan berlaku bagi kita secara perorangan. Oleh karena itu, tepatlah jika Zakharia, ayah Yohanes Pembaptis, menubuatkan bahwa persediaan ini mengagungkan ”keibaan hati Allah kita”.—Lukas 1:78.
Kala Yehuwa Menahan Keibaan Hati
17-19. (a) Bagaimana Alkitab menunjukkan bahwa keibaan hati Yehuwa itu bukannya tanpa batas? (b) Apa yang membuat keibaan hati Yehuwa terhadap umat-Nya mencapai ambang batas?
17 Apakah kita harus membayangkan bahwa keibaan hati Yehuwa itu tidak mempunyai batas? Sebaliknya, Alkitab dengan jelas menunjukkan bahwa sudah sepantasnyalah bagi Yehuwa untuk menahan belas kasihan, atau keibaan hati, dari orang-orang yang menentang jalan-jalan-Nya yang benar. (Ibrani 10:28) Untuk memahami mengapa Dia berbuat begitu, ingatlah kembali contoh bangsa Israel.
18 Meskipun Dia berulang kali membebaskan orang Israel dari musuh-musuh mereka, akhirnya keibaan hati Yehuwa mencapai batasnya. Bangsa yang keras kepala tersebut mempraktekkan penyembahan berhala, bahkan membawa berhala-berhala mereka yang menjijikkan ke dalam bait Yehuwa! (Yehezkiel 5:11; 8:17, 18) Lebih jauh, kita diberi tahu, ”Mereka terus mengejek para utusan Allah yang benar, meremehkan kata-kata-Nya, dan menghina nabi-nabi-Nya, sehingga kemarahan Yehuwa menimpa umat-Nya, sampai mereka tidak bisa dipulihkan lagi.” (2 Tawarikh 36:16) Orang Israel mencapai suatu titik di mana tidak ada lagi dasar yang benar untuk keibaan hati, dan mereka membangkitkan kemarahan Yehuwa yang benar. Apa akibatnya?
19 Yehuwa tidak bisa lagi beriba hati terhadap umat-Nya. Dia menyatakan, ”Aku tidak akan iba hati atau sedih atau kasihan. Aku akan memusnahkan mereka, dan tidak ada yang bisa menghentikan-Ku.” (Yeremia 13:14) Oleh karena itu, Yerusalem dan baitnya dibinasakan, dan orang Israel dibawa ke Babilon sebagai tawanan. Betapa tragisnya jika manusia yang berdosa memberontak sedemikian parahnya sampai-sampai mencapai ambang batas keibaan hati ilahi!—Ratapan 2:21.
20, 21. (a) Apa yang akan terjadi jika keibaan hati ilahi mencapai batasnya pada zaman kita? (b) Apa pemberian yang menunjukkan keibaan hati Yehuwa yang akan kita bahas di pasal selanjutnya?
20 Bagaimana dengan sekarang? Yehuwa belum berubah. Didorong oleh keibaan hati, Dia menugasi Saksi-Saksi-Nya untuk memberitakan ”kabar baik tentang Kerajaan” di seluruh bumi yang berpenduduk. (Matius 24:14) Ketika orang-orang yang berhati jujur menanggapi, Yehuwa membantu mereka memahami berita Kerajaan. (Kisah 16:14) Tetapi, pekerjaan ini tidak akan berlangsung untuk selama-lamanya. Yehuwa tidak dapat dikatakan beriba hati seandainya Dia membiarkan dunia yang fasik ini, dengan segala kesengsaraan dan penderitaannya, terus ada selamanya. Jika keibaan hati ilahi mencapai batasnya, Yehuwa akan melaksanakan penghakiman atas sistem ini. Sekalipun demikian, Dia akan bertindak berdasarkan keibaan hati—keibaan hati bagi ’nama-Nya yang suci’ dan bagi hamba-hamba-Nya yang setia. (Yehezkiel 36:20-23) Yehuwa akan menyingkirkan kefasikan dan mendatangkan suatu dunia baru yang adil dan benar. Sehubungan dengan orang fasik, Yehuwa menyatakan, ”Mata-Ku tidak akan kasihan, dan Aku tidak akan iba hati. Aku akan membuat mereka merasakan akibat tingkah laku mereka.”—Yehezkiel 9:10.
21 Sebelum saat itu tiba, Yehuwa beriba hati terhadap orang-orang, bahkan terhadap mereka yang menghadapi kebinasaan. Manusia berdosa yang bertobat dengan sungguh-sungguh dapat menikmati manfaat dari salah satu pemberian yang paling menunjukkan keibaan hati Yehuwa—pengampunan. Di pasal selanjutnya, kita akan membahas beberapa ungkapan indah yang terdapat dalam Alkitab yang menunjukkan tuntasnya pengampunan Yehuwa.
a Namun, sungguh menarik bahwa di Mazmur 103:13, kata kerja Ibrani ra·khamʹ berarti belas kasihan, atau keibaan hati, yang diperlihatkan seorang ayah kepada anak-anaknya.
b Ungkapan ”Dia tidak tahan” secara harfiah berarti ”jiwanya dipersingkat; kesabarannya habis”. The New English Bible berbunyi, ”Dia tidak tahan lebih lama lagi melihat malapetaka yang dialami Israel.” Tanakh—A New Translation of the Holy Scriptures mengalihbahasakannya menjadi, ”Dia tidak tahan melihat kesengsaraan Israel.”
-
-
Allah yang ”Siap Mengampuni”Mendekatlah kepada Yehuwa
-
-
PASAL 26
Allah yang ”Siap Mengampuni”
1-3. (a) Beban berat apa yang ditanggung oleh pemazmur Daud, dan bagaimana dia menemukan penghiburan bagi hatinya yang gundah? (b) Jika kita berbuat dosa, beban apa yang mungkin harus kita tanggung sebagai akibatnya, tetapi sehubungan dengan hal apa Yehuwa meyakinkan kita?
”KESALAHAN-KESALAHANKU membanjiri aku,” tulis pemazmur Daud. ”Seperti beban berat yang tak sanggup kutanggung. Aku mati rasa dan benar-benar remuk.” (Mazmur 38:4, 8) Daud mengetahui betapa beratnya beban hati nurani yang bersalah. Tetapi, dia menemukan penghiburan bagi hatinya yang gundah. Dia mengerti bahwa meskipun Yehuwa membenci dosa, Dia tidak membenci si pedosa jika orang tersebut benar-benar bertobat dan meninggalkan haluannya yang berdosa. Dengan kepercayaan penuh akan kesediaan Yehuwa untuk mengulurkan belas kasihan kepada orang-orang yang bertobat, Daud berkata, ”Engkau . . . siap mengampuni, oh Yehuwa.”—Mazmur 86:5.
2 Jika berbuat dosa, kita juga mungkin menanggung beban yang mengimpit berupa hati nurani yang tersiksa. Penyesalan yang mendalam ini bermanfaat. Perasaan demikian dapat menggerakkan kita untuk mengambil langkah-langkah positif guna mengoreksi kesalahan kita. Akan tetapi, ada bahaya dikuasai oleh perasaan bersalah. Hati kita yang suka mempersalahkan diri mungkin berkukuh bahwa Yehuwa tidak akan mengampuni kita, tidak soal seberapa dalam pertobatan kita. Jika kita ”terlalu sedih”, Setan dapat berupaya membuat kita menyerah, merasa bahwa Yehuwa memandang kita sebagai orang yang tidak berharga, tidak pantas melayani Dia.—2 Korintus 2:5-11.
3 Apakah memang demikian pandangan Yehuwa? Sama sekali bukan! Pengampunan adalah salah satu faset kasih Yehuwa yang besar. Dalam Firman-Nya, Dia meyakinkan kita bahwa jika kita memperlihatkan pertobatan yang tulus dan sepenuh hati, Dia bersedia mengampuni. (Amsal 28:13) Agar pengampunan Yehuwa tidak pernah kelihatan mustahil untuk kita peroleh, mari kita bahas mengapa dan bagaimana Dia mengampuni.
Mengapa Yehuwa ”Siap Mengampuni”
4. Apa yang Yehuwa ingat sehubungan dengan sifat bawaan kita, dan bagaimana hal itu memengaruhi cara Dia memperlakukan kita?
4 Yehuwa mengetahui keterbatasan kita. ”Dia tahu betul bagaimana kita dibentuk, Dia ingat bahwa kita ini debu,” kata Mazmur 103:14. Dia tidak lupa bahwa kita ini adalah makhluk dari debu, memiliki kelemahan akibat ketidaksempurnaan. Pernyataan bahwa Dia tahu ”bagaimana kita dibentuk” mengingatkan kita bahwa Alkitab menyamakan Yehuwa dengan seorang perajin tanah liat dan kita dengan wadah tanah liat yang Dia bentuk. (Yeremia 18:2-6) Sang Perajin Tanah Liat Agung menyesuaikan cara Dia memperlakukan kita menurut kelemahan sifat bawaan kita yang berdosa dan menurut gagal tidaknya kita menanggapi bimbingan-Nya.
5. Bagaimana buku Roma menggambarkan cengkeraman dosa yang sangat kuat?
5 Yehuwa memahami betapa berkuasanya dosa. Firman-Nya menggambarkan dosa sebagai kekuatan perkasa yang mencekal manusia dalam cengkeraman mautnya. Sebenarnya, seberapa kuatkah cengkeraman dosa? Di buku Roma, Rasul Paulus menjelaskan: Kita ”dikuasai dosa”, seperti para prajurit berada di bawah komandan mereka (Roma 3:9); dosa telah ”berkuasa” atas manusia bagaikan raja (Roma 5:21); dosa ada di ”dalam diri” kita (Roma 7:17, 20); ”hukum”-nya senantiasa bekerja dalam diri kita, pada dasarnya mencoba mengendalikan haluan kita. (Roma 7:23, 25) Sungguh kuat cengkeraman dosa atas daging kita yang tidak sempurna ini!—Roma 7:21, 24.
6, 7. (a) Bagaimana Yehuwa memandang orang yang mencari belas kasihan-Nya dengan hati yang penuh penyesalan? (b) Mengapa kita hendaknya tidak menyalahgunakan belas kasihan Allah?
6 Oleh karena itu, Yehuwa tahu bahwa ketaatan yang sempurna mustahil bagi kita, tidak soal seberapa sungguh-sungguh kita ingin memberikan hal itu kepada-Nya. Dia dengan pengasih meyakinkan kita bahwa apabila kita mencari belas kasihan-Nya dengan hati yang penuh penyesalan, Dia akan mengulurkan pengampunan. Mazmur 51:17 mengatakan, ”Korban yang Allah senangi adalah hati yang hancur; hati yang pedih dan hancur, oh Allah, tidak akan Engkau tolak.” Yehuwa tidak akan pernah menampik, atau menolak, hati yang ”pedih dan hancur” oleh beban perasaan bersalah.
7 Namun, apakah ini berarti bahwa kita dapat menyalahgunakan belas kasihan Allah, menggunakan sifat bawaan kita yang berdosa sebagai dalih untuk berbuat dosa? Tentu saja tidak! Yehuwa tidak semata-mata mengikuti perasaan. Belas kasihan-Nya mempunyai batas. Dia sama sekali tidak akan mengampuni orang yang berkeras mempraktekkan dosa dengan sengaja, tanpa sedikit pun menunjukkan pertobatan. (Ibrani 10:26) Sebaliknya, sewaktu Dia melihat hati yang penuh penyesalan, Dia siap mengampuni. Sekarang, mari kita perhatikan beberapa ungkapan ekspresif yang digunakan dalam Alkitab untuk melukiskan faset yang menakjubkan dari kasih Yehuwa ini.
Seberapa Tuntaskah Yehuwa Mengampuni?
8. Sewaktu mengampuni dosa-dosa kita, Yehuwa seolah-olah melakukan apa, dan hal itu memberi kita keyakinan apa?
8 Daud yang bertobat berkata, ”Akhirnya aku mengakui dosaku kepada-Mu; aku tidak menutupi kesalahanku. . . . Dan Engkau mengampuni kesalahan dan dosaku.” (Mazmur 32:5) Kata ”mengampuni” adalah terjemahan sebuah kata Ibrani yang pada dasarnya berarti ”mengangkat” atau ”memikul”. Penggunaannya di sini berarti menyingkirkan ”perasaan bersalah, kelaliman, dan pelanggaran”. Jadi, Yehuwa seolah-olah mengangkat dosa-dosa Daud dan membawa semuanya itu pergi. Hal itu pasti meringankan perasaan bersalah yang Daud tanggung. (Mazmur 32:3) Kita pun dapat memiliki keyakinan penuh akan Allah yang menyingkirkan dosa orang-orang yang mencari pengampunan-Nya berdasarkan iman mereka akan korban tebusan Yesus.—Matius 20:28.
9. Seberapa jauh dari kita Yehuwa meletakkan dosa-dosa kita?
9 Daud menggunakan ungkapan yang hidup lainnya untuk menggambarkan pengampunan Yehuwa, ”Sejauh matahari terbit dari matahari terbenam, sejauh itulah pelanggaran kita Dia jauhkan dari kita.” (Mazmur 103:12) Matahari terbit dari timur dan terbenam di barat. Seberapa jauhkah timur dari barat? Dalam arti tertentu, timur selalu berada pada jarak yang paling jauh dari barat; kedua titik tersebut tidak akan pernah bertemu. Seorang pakar mengomentari bahwa ungkapan tersebut berarti ”sejauh mungkin; sejauh yang dapat kita bayangkan”. Kata-kata Daud yang terilham memberi tahu kita bahwa sewaktu Yehuwa mengampuni, Dia meletakkan dosa-dosa kita sejauh mungkin dari kita, sejauh yang dapat kita bayangkan.
”Dosa-dosa kalian . . . akan dibuat seputih salju”
10. Sewaktu Yehuwa mengampuni dosa-dosa kita, mengapa kita hendaknya tidak merasa bahwa noda dosa-dosa itu akan terus melekat pada diri kita sepanjang sisa hidup kita?
10 Pernahkah Saudara mencoba menghilangkan noda dari pakaian yang berwarna cerah? Barangkali, meski Saudara sudah berusaha mati-matian, noda itu tetap ada. Perhatikan bagaimana Yehuwa menggambarkan kesanggupan-Nya untuk mengampuni, ”Walau dosa-dosa kalian semerah darah, itu akan dibuat seputih salju; walau itu semerah kain kirmizi, itu akan dibuat seputih wol.” (Yesaya 1:18, catatan kaki) ’Merah darah’ berarti warna merah cerah.a ’Merah kirmizi’ adalah salah satu warna gelap pada bahan yang diwarnai. (Nahum 2:3, catatan kaki) Dengan upaya sendiri, kita tidak akan pernah dapat menghilangkan noda dosa. Tetapi, Yehuwa dapat membuat dosa yang seperti warna merah darah dan kirmizi menjadi putih seperti salju atau wol yang tidak diwarnai. Sewaktu Yehuwa mengampuni dosa-dosa kita, kita tidak perlu takut kalau-kalau noda dosa-dosa itu akan terus melekat pada diri kita sepanjang sisa hidup kita.
11. Dalam arti apa Yehuwa melemparkan dosa-dosa kita ke belakang-Nya?
11 Dalam nyanyian syukur yang menggugah hati yang digubahnya setelah luput dari penyakit yang mematikan, Hizkia berkata kepada Yehuwa, ”Engkau telah melemparkan semua dosaku ke belakang-Mu.” (Yesaya 38:17) Di ayat itu, Yehuwa digambarkan seolah-olah mengambil dosa-dosa si pelaku kesalahan yang bertobat dan melemparkan semuanya itu ke belakang-Nya sehingga Dia tidak melihat ataupun memperhatikannya lagi. Menurut sebuah sumber, gagasannya mungkin dapat dinyatakan seperti ini, ”Engkau telah membuat seolah-olah semua dosaku tidak pernah terjadi.” Tidakkah hal itu menenteramkan hati?
12. Bagaimana Nabi Mikha memperlihatkan bahwa sewaktu Yehuwa mengampuni, Dia menyingkirkan dosa-dosa kita secara permanen?
12 Dalam sebuah janji mengenai pemulihan, Nabi Mikha menyatakan keyakinannya bahwa Yehuwa akan mengampuni umat-Nya yang bertobat, ”Adakah Allah yang seperti Engkau, . . . mengabaikan pelanggaran orang-orang yang tersisa dari bangsa milik-Nya? . . . Engkau akan melemparkan semua dosa mereka ke laut yang dalam.” (Mikha 7:18, 19) Bayangkan apa makna kata-kata tersebut bagi mereka yang hidup pada zaman Alkitab. Apakah ada peluang untuk menemukan sesuatu yang telah dicampakkan ”ke laut yang dalam”? Jadi, kata-kata Mikha memperlihatkan bahwa sewaktu Yehuwa mengampuni, Dia menyingkirkan dosa-dosa kita secara permanen.
13. Apa arti kata-kata Yesus: ”Ampunilah dosa [atau, ”utang”] kami”?
13 Yesus menggunakan hubungan antara pemberi utang dan orang yang berutang untuk menggambarkan pengampunan Yehuwa. Yesus mendesak kita untuk berdoa, ”Ampunilah dosa [atau, ”utang”] kami.” (Matius 6:12, juga catatan kaki) Jadi, Yesus menyamakan dosa dengan utang. (Lukas 11:4, catatan kaki) Sewaktu berbuat dosa, kita menjadi ”orang yang berutang” kepada Yehuwa. Sehubungan dengan arti kata kerja Yunani yang diterjemahkan ’mengampuni’, sebuah karya referensi mengatakan, ”Merelakan, melepaskan, suatu utang, dengan tidak menuntutnya.” Dengan kata lain, sewaktu Yehuwa mengampuni, Dia membatalkan utang yang seharusnya dibebankan kepada kita. Dengan demikian, para pedosa yang bertobat dapat terhibur. Yehuwa tidak akan pernah menuntut pembayaran untuk utang yang telah Dia batalkan!—Mazmur 32:1, 2.
14. Frasa ”dosa-dosa kalian dihapus” menimbulkan gambaran mental apa?
14 Pengampunan Yehuwa lebih jauh dilukiskan di Kisah 3:19, ”Jadi bertobatlah, dan berbaliklah agar dosa-dosa kalian dihapus.” Kata terakhir dalam ayat itu merupakan terjemahan sebuah kata kerja Yunani yang dapat berarti ”menyingkirkan, . . . membatalkan atau memusnahkan”. Menurut beberapa pakar, ungkapan kiasan yang digunakan adalah ungkapan untuk menghapus tulisan tangan. Bagaimana mungkin? Tinta yang umum digunakan pada zaman dahulu terbuat dari campuran bahan-bahan seperti arang, getah, dan air. Segera setelah menggunakan tinta semacam itu, seseorang dapat mengambil spons basah dan menghapus tulisannya. Di sini terkandung gambaran yang bagus sehubungan dengan belas kasihan Yehuwa. Sewaktu Dia mengampuni dosa-dosa kita, halnya seolah-olah Dia mengambil spons dan menghapusnya.
15. Apa yang Yehuwa inginkan untuk kita ketahui tentang Dia?
15 Sewaktu kita merenungkan beragam ungkapan tersebut, tidakkah jelas bahwa Yehuwa menginginkan kita mengetahui bahwa Dia benar-benar siap mengampuni dosa-dosa kita asalkan Dia melihat pertobatan kita yang tulus? Kita tidak perlu takut kalau-kalau di kemudian hari Dia akan mengungkit-ungkit dosa-dosa kita. Hal tersebut diperlihatkan oleh fakta lain yang Alkitab singkapkan berkenaan dengan belas kasihan Yehuwa yang besar: Ketika Dia mengampuni, Dia melupakan.
Yehuwa ingin kita tahu bahwa Dia ”siap mengampuni”
”Dosa Mereka Tidak Akan Kuingat Lagi”
16, 17. Sewaktu mengatakan bahwa Yehuwa melupakan dosa-dosa kita, apa yang Alkitab maksudkan, dan mengapa Saudara menjawab demikian?
16 Sehubungan dengan mereka yang berada dalam perjanjian baru, Yehuwa berjanji, ”Kesalahan mereka akan Kuampuni dan dosa mereka tidak akan Kuingat lagi.” (Yeremia 31:34) Apakah ini berarti bahwa sewaktu Yehuwa mengampuni, Dia tidak bisa lagi mengingat dosa-dosa kita? Itu tidak mungkin. Alkitab memberi tahu kita tentang dosa banyak orang yang Yehuwa ampuni, termasuk Daud. (2 Samuel 11:1-17; 12:13) Yehuwa tentu masih ingat akan kekeliruan yang mereka perbuat. Catatan tentang dosa serta pertobatan mereka dan pengampunan oleh Allah, telah dilestarikan demi manfaat kita. (Roma 15:4) Kalau begitu, apa yang Alkitab maksudkan sewaktu mengatakan bahwa Yehuwa tidak ’mengingat’ dosa orang-orang yang Dia ampuni?
17 Kata kerja Ibrani yang diterjemahkan menjadi ”tidak akan Kuingat lagi” menyiratkan lebih dari sekadar mengenang masa lalu. Theological Wordbook of the Old Testament mengomentari bahwa kata ini mencakup ”makna tambahan mengambil tindakan yang setimpal”. Jadi, dalam arti ini, ’mengingat’ dosa mencakup mengambil tindakan terhadap para pedosa. (Hosea 9:9) Akan tetapi, sewaktu Allah mengatakan ”dosa mereka tidak akan Kuingat lagi”, Dia meyakinkan kita bahwa sekali Dia mengampuni para pedosa yang bertobat, di kemudian hari Dia tidak akan mengambil tindakan terhadap mereka karena dosa-dosa tersebut. (Yehezkiel 18:21, 22) Dengan demikian, Yehuwa melupakan dalam arti Dia tidak akan mengungkit-ungkit dosa-dosa kita dengan maksud terus-menerus mendakwa atau menghukum kita. Tidakkah kita terhibur karena tahu bahwa Allah kita mengampuni dan melupakan?
Bagaimana dengan Konsekuensinya?
18. Mengapa pengampunan tidak berarti bahwa seorang pedosa yang bertobat dibebaskan dari segala konsekuensi haluannya yang salah?
18 Apakah kesediaan Yehuwa untuk mengampuni berarti bahwa seorang pedosa yang bertobat dibebaskan dari segala konsekuensi haluannya yang salah? Sama sekali tidak. Kita tidak dapat luput dari ganjaran atas dosa-dosa kita. Paulus menulis, ”Apa yang ditabur orang, itu jugalah yang dituainya.” (Galatia 6:7) Kita mungkin menghadapi konsekuensi-konsekuensi tertentu dari tindakan kita. Hal itu tidak berarti bahwa setelah mengulurkan pengampunan, Yehuwa menyebabkan kesengsaraan menimpa kita. Sewaktu timbul masalah, seorang Kristen jangan merasa, ’Barangkali Yehuwa sedang menghukum saya atas dosa-dosa saya di masa lalu.’ (Yakobus 1:13) Di pihak lain, Yehuwa tidak melindungi kita dari segala dampak tindakan kita yang salah. Perceraian, kehamilan yang tidak diinginkan, penyakit lewat hubungan seks, kehilangan kepercayaan atau respek—semua ini dapat menjadi konsekuensi yang menyedihkan dan tak terhindarkan karena dosa. Ingatlah bahwa bahkan setelah mengampuni Daud atas dosa-dosanya sehubungan dengan Bat-syeba dan Uria, Yehuwa tidak melindungi Daud dari konsekuensi yang membawa bencana di kemudian hari.—2 Samuel 12:9-12.
19-21. (a) Bagaimana hukum yang dicatat di Imamat 6:1-7 memberikan manfaat bagi si korban maupun si pelanggar? (b) Jika orang lain disakiti oleh dosa-dosa kita, Yehuwa disenangkan apabila kita mengambil tindakan apa?
19 Dosa-dosa kita dapat memiliki konsekuensi tambahan, khususnya apabila orang lain disakiti oleh tindakan kita. Misalnya, pertimbangkan kisah di Imamat pasal 6. Hukum Musa yang tertera di sana membahas situasi seseorang yang melakukan kesalahan serius, yakni merampas harta benda sesama orang Israel dengan mencuri, memeras, atau menipu. Si pedosa kemudian menyangkal bahwa dia bersalah, bahkan berani bersumpah palsu. Dalam kasus ini, keterangan satu pihak bertentangan dengan keterangan pihak yang lain. Akan tetapi, belakangan si pelanggar tersiksa oleh hati nuraninya dan mengakui dosanya. Guna memperoleh pengampunan Allah, dia harus melakukan tiga hal lagi: mengembalikan apa yang telah dia ambil, membayar denda kepada si korban sebesar 20 persen dari nilai benda yang dicuri, dan mempersembahkan seekor domba jantan sebagai persembahan kesalahan. Kemudian, hukum mengatakan, ”Imam akan membuat pendamaian bagi dia di hadapan Yehuwa, dan [dia] akan diampuni.”—Imamat 6:1-7.
20 Hukum tersebut merupakan suatu pengaturan yang berbelaskasihan dari Allah. Hukum itu memberikan manfaat kepada si korban, yang miliknya dikembalikan dan yang pasti merasa sangat lega sewaktu si pelanggar akhirnya mengakui dosanya. Pada waktu yang sama, hukum itu memberikan manfaat kepada orang yang akhirnya tergugah oleh hati nuraninya untuk mengakui kesalahannya dan mengoreksi kekeliruannya. Memang, jika dia menolak melakukannya, dia tidak akan mendapat pengampunan dari Allah.
21 Meskipun kita tidak berada di bawah Hukum Musa, Hukum tersebut memberi kita pemahaman tentang pikiran Yehuwa, termasuk pandangan-Nya terhadap pengampunan. (Kolose 2:13, 14) Jika orang lain disakiti oleh dosa-dosa kita, Allah disenangkan apabila kita melakukan sedapat mungkin untuk memperbaiki kesalahan. (Matius 5:23, 24) Bisa jadi, hal itu mencakup mengakui dosa kita, mengakui kesalahan kita, dan bahkan meminta maaf kepada si korban. Kemudian, kita dapat memohon pengampunan dari Yehuwa berdasarkan korban Yesus dan memiliki keyakinan bahwa kita telah diampuni Allah.—Ibrani 10:21, 22.
22. Apa yang mungkin menyertai pengampunan Yehuwa?
22 Seperti halnya semua orang tua yang pengasih, Yehuwa mungkin memberikan pengampunan disertai disiplin tertentu. (Amsal 3:11, 12) Seorang Kristen yang bertobat mungkin harus melepaskan tugasnya untuk melayani sebagai penatua, hamba pelayanan, atau penginjil sepenuh waktu. Bisa jadi dia akan merasa sedih karena selama beberapa waktu kehilangan tugas yang sangat berharga baginya. Akan tetapi, disiplin demikian tidak berarti bahwa Yehuwa telah menahan pengampunan. Kita harus ingat bahwa disiplin dari Yehuwa merupakan bukti kasih-Nya kepada kita. Menerima dan menerapkannya adalah demi kepentingan terbaik kita.—Ibrani 12:5-11.
23. Mengapa kita jangan pernah menyimpulkan bahwa belas kasihan Yehuwa tidak dapat menjangkau kita, dan mengapa kita hendaknya meniru pengampunan-Nya?
23 Sungguh menyegarkan untuk tahu bahwa Allah kita ”siap mengampuni”! Meskipun kita mungkin pernah membuat kesalahan-kesalahan, jangan pernah menyimpulkan bahwa belas kasihan Yehuwa tidak dapat menjangkau kita! Jika kita benar-benar bertobat, mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki kesalahan, dan sungguh-sungguh berdoa meminta pengampunan berdasarkan darah Yesus yang tercurah, kita dapat yakin sepenuhnya bahwa Yehuwa akan mengampuni kita. (1 Yohanes 1:9) Marilah kita meniru pengampunan-Nya dalam cara kita memperlakukan satu sama lain. Jika Yehuwa saja, yang tidak berdosa, dapat dengan begitu pengasih mengampuni kita, mengapa kita, manusia yang berdosa, tidak berupaya sebisa-bisanya untuk mengampuni satu sama lain?
a Seorang pakar mengatakan bahwa merah darah ”merupakan warna permanen, atau warna yang tidak luntur. Embun, hujan, pencucian, atau pemakaian yang lama tidak akan bisa menghilangkannya”.
-
-
”Dia Luar Biasa Baik”Mendekatlah kepada Yehuwa
-
-
PASAL 27
”Dia Luar Biasa Baik”
1, 2. Seberapa luaskah jangkauan kebaikan Allah, dan penandasan apa yang Alkitab berikan pada sifat ini?
BERMANDIKAN hangatnya sinar mentari sore, beberapa kawan lama menikmati acara makan bersama di tempat terbuka, tertawa dan bercakap-cakap sambil mengagumi pemandangan. Jauh dari situ, seorang petani menatap ladangnya sambil tersenyum puas karena awan gelap telah menggantung dan titik-titik hujan pertama jatuh membasahi tanamannya yang kering. Di tempat lain, sepasang suami istri senang melihat langkah-langkah pertama anak mereka yang tertatih-tatih.
2 Entah sadar atau tidak, orang-orang tersebut semuanya mendapat manfaat dari hal yang sama—kebaikan Allah Yehuwa. Beberapa orang yang religius sering kali mengulangi frasa ”Allah itu baik”. Namun, Alkitab jauh lebih tandas. Alkitab mengatakan, ”Dia luar biasa baik.” (Zakharia 9:17) Tetapi, kelihatannya sekarang hanya segelintir orang yang benar-benar mengerti makna kata-kata tersebut. Sebenarnya, apa yang tersangkut dalam kebaikan Allah Yehuwa, dan bagaimana sifat Allah ini memengaruhi kita masing-masing?
Faset yang Menonjol dari Kasih Ilahi
3, 4. Apakah kebaikan itu, dan mengapa definisi terbaik untuk kebaikan Yehuwa barangkali adalah salah satu pernyataan kasih ilahi?
3 Dalam banyak bahasa modern, ”kebaikan” adalah kata yang relatif umum. Namun, seperti yang Alkitab singkapkan, kebaikan sama sekali bukan sesuatu yang biasa-biasa saja. Pada dasarnya, kebaikan adalah kebajikan dan keunggulan moral. Jadi, dalam arti tertentu kita dapat mengatakan bahwa kebaikan tidak dapat dipisahkan dari diri Yehuwa. Semua sifat-Nya—termasuk kuasa, keadilan, dan hikmat-Nya—adalah baik dalam segala segi. Tetapi, bisa jadi definisi terbaik untuk kebaikan adalah salah satu pernyataan kasih Yehuwa. Mengapa?
4 Kebaikan adalah sifat yang aktif, sifat yang dinyatakan dalam tindakan terhadap orang lain. Rasul Paulus menunjukkan bahwa manusia jauh lebih tertarik kepada sifat ini daripada kepada kebenaran. (Roma 5:7) Orang yang benar pasti akan dengan setia berpaut pada tuntutan-tuntutan hukum, tetapi orang yang baik akan berbuat lebih dari itu. Dia mengambil inisiatif, dengan aktif mencari cara untuk mendatangkan manfaat bagi orang lain. Seperti yang akan kita lihat, Yehuwa benar-benar baik dalam pengertian itu. Jelaslah, kebaikan demikian muncul dari kasih Yehuwa yang tak terhingga.
5-7. Mengapa Yesus menolak untuk disebut sebagai ”Guru Yang Baik”, dan dengan demikian, kebenaran yang amat dalam apa yang dia tegaskan?
5 Yehuwa juga unik dalam hal kebaikan-Nya. Tidak lama sebelum Yesus meninggal, seorang pria mendekatinya untuk mengajukan sebuah pertanyaan dan menyapanya dengan sebutan ”Guru Yang Baik”. Yesus menjawab, ”Kenapa kamu menyebut saya baik? Tidak ada yang baik selain Allah.” (Markus 10:17, 18) Nah, tanggapan Yesus bisa jadi membingungkan Saudara. Mengapa Yesus mengoreksi pria itu? Bukankah Yesus memang ”Guru Yang Baik”?
6 Jelaslah, pria itu menggunakan gelar ”Guru Yang Baik” untuk menyanjung. Yesus dengan sadar diri menujukan kemuliaan semacam itu kepada Bapak surgawinya, yang baik dalam pengertian yang tertinggi. (Amsal 11:2) Namun, Yesus juga menegaskan suatu kebenaran yang amat dalam. Yehuwa sajalah standar bagi apa yang baik. Hanya Dia yang memiliki hak mutlak untuk menentukan apa yang baik dan apa yang buruk. Adam dan Hawa, karena memberontak dengan mengambil buah dari pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat, mencoba merampas hak itu. Tidak seperti mereka, Yesus dengan rendah hati menyerahkan penetapan standar-standar tersebut ke tangan Bapaknya.
7 Selain itu, Yesus tahu bahwa Yehuwa adalah Sumber dari segala hal yang benar-benar baik. Dia adalah Pemberi ”setiap pemberian yang baik dan hadiah yang sempurna”. (Yakobus 1:17) Mari kita cermati bagaimana kebaikan Yehuwa nyata dalam sifat suka memberi yang Dia perlihatkan.
Bukti Kebaikan Yehuwa yang Berlimpah
8. Bagaimana Yehuwa menunjukkan kebaikan kepada seluruh umat manusia?
8 Setiap orang yang pernah hidup telah mendapat manfaat dari kebaikan Yehuwa. Mazmur 145:9 mengatakan, ”Yehuwa baik kepada semua.” Apa beberapa contoh kebaikan-Nya yang bersifat menyeluruh? Alkitab berkata, ”Dia tetap bersaksi tentang diri-Nya dengan melakukan apa yang baik, yaitu memberi kalian hujan dan musim panen, serta memuaskan kalian dengan makanan dan menyenangkan hati kalian.” (Kisah 14:17) Pernahkah Saudara merasa sangat gembira sewaktu menikmati acara makan yang menyenangkan? Jika bukan karena kebaikan Yehuwa yang merancang bumi ini dengan siklus air bersihnya yang terus berlangsung dan ”musim panen” untuk menghasilkan banyak sekali bahan pangan, makanan tidak mungkin ada. Yehuwa telah memperlihatkan kebaikan demikian, bukan hanya kepada mereka yang mengasihi-Nya melainkan kepada semua orang. Yesus mengatakan, ”Dia membuat matahari-Nya terbit untuk orang jahat maupun orang baik, dan menurunkan hujan untuk orang yang benar maupun yang tidak benar.”—Matius 5:45.
9. Bagaimana apel memberikan gambaran tentang kebaikan Yehuwa?
9 Banyak yang menganggap sepele sifat suka memberi yang ditunjukkan secara luar biasa kepada manusia melalui kegiatan matahari, hujan, dan musim-musim dengan hasil yang limpah, yang berlangsung secara terus-menerus. Sebagai contoh, perhatikan apel. Di seluruh kawasan bumi yang beriklim sedang, apel adalah buah biasa. Namun, apel adalah buah yang bagus, lezat rasanya, dan mengandung banyak air yang menyegarkan dan zat gizi yang sangat penting. Tahukah Saudara bahwa di seluruh dunia ada sekitar 7.500 varietas apel, warnanya beragam mulai dari merah, keemasan, kuning, hingga hijau dan ukurannya mulai dari sedikit lebih besar daripada buah ceri hingga hampir sebesar jeruk bali? Jika Saudara memegang sebuah biji apel yang sangat kecil di telapak tangan Saudara, biji itu tampak tidak berarti. Tetapi, dari biji tersebut tumbuh salah satu pohon yang paling menarik. (Kidung Agung 2:3) Setiap musim semi, pohon apel bermahkotakan bunga-bunga yang sangat indah; setiap musim gugur, pohon apel berbuah. Setiap tahun—hingga 75 tahun—pohon apel biasa akan menghasilkan cukup buah untuk mengisi 20 kotak kardus yang masing-masing beratnya 19 kilogram!
Yehuwa ”memberi kalian hujan dan musim panen”
Dari biji mungil ini tumbuhlah pohon yang bisa memberi makan dan menyenangkan orang selama puluhan tahun
10, 11. Bagaimana indra-indra kita mempertunjukkan kebaikan Allah?
10 Karena kebaikan-Nya yang tak ada habisnya, Yehuwa telah memberi kita tubuh yang ”dibuat dengan hebat”, dengan indra-indra yang dirancang untuk membantu kita menyadari hasil-hasil karya-Nya dan menyenanginya. (Mazmur 139:14) Pikirkan kembali berbagai keadaan yang dilukiskan pada permulaan pasal ini. Pemandangan apa yang membuat saat-saat tersebut menyenangkan? Pipi kemerah-merahan seorang bocah yang kegirangan. Curahan hujan yang membasahi ladang. Matahari terbenam yang berwarna merah, keemasan, dan violet. Mata manusia dirancang untuk mendeteksi ratusan ribu warna, bahkan mungkin jutaan! Dan, indra pendengaran kita menangkap berbagai nuansa nada dalam suara yang menyenangkan, desiran angin di sela pepohonan, tawa riang seorang bocah. Mengapa kita dapat menikmati berbagai pemandangan dan bunyi demikian? Alkitab mengatakan, ”Telinga untuk mendengar dan mata untuk melihat, Yehuwa-lah yang membuat keduanya.” (Amsal 20:12) Tetapi, itu baru dua indra.
11 Indra penciuman adalah bukti lain kebaikan Yehuwa. Hidung manusia diperkirakan dapat membedakan ribuan aroma, bahkan sampai miliaran. Pikirkan beberapa contoh saja: masakan favorit Saudara, bunga-bungaan, daun yang berguguran, sedikit asap dari pendiangan. Dan, indra perasa Saudara memungkinkan Saudara merasakan lembutnya belaian angin di wajah Saudara, dekapan yang menenteramkan dari seseorang yang dikasihi, halusnya kulit buah yang ada di tangan Saudara. Saat Saudara menggigit buah tersebut, indra pengecap Saudara bekerja. Suatu paduan rasa menyambut Saudara seraya kuncup-kuncup pengecap Saudara mendeteksi berbagai rasa yang dihasilkan oleh komposisi kimiawi yang rumit dari buah tersebut. Ya, sehubungan dengan Yehuwa, kita memiliki banyak alasan untuk berseru, ”Betapa banyak kebaikan-Mu! Engkau menyediakannya bagi orang yang hormat kepada-Mu!” (Mazmur 31:19) Namun, bagaimana Yehuwa telah menyediakan kebaikan bagi mereka yang memiliki rasa takut yang saleh?
Kebaikan dengan Manfaat-Manfaat Kekal
12. Apa persediaan yang paling penting dari Yehuwa, dan mengapa?
12 Yesus mengatakan, ”Ada tertulis, ’Manusia harus hidup, bukan dari roti saja, tapi dari setiap kata yang keluar dari mulut Yehuwa.’” (Matius 4:4) Ya, persediaan rohani Yehuwa bahkan bisa memberikan manfaat yang jauh lebih besar kepada kita daripada persediaan jasmani-Nya, karena persediaan rohani tersebut membimbing kepada kehidupan abadi. Di Pasal 8 buku ini, kita mengetahui bahwa pada hari-hari terakhir ini, Yehuwa telah menggunakan kuasa-Nya untuk membantu orang-orang beribadah kepada-Nya dengan cara yang benar dan untuk mewujudkan suatu firdaus rohani. Ciri utama firdaus tersebut adalah berlimpahnya makanan rohani.
13, 14. (a) Apa yang Nabi Yehezkiel lihat dalam penglihatan, dan apa maknanya bagi kita sekarang? (b) Yehuwa membuat persediaan rohani apa yang memberikan kehidupan bagi hamba-hamba-Nya yang setia?
13 Dalam salah satu nubuat Alkitab tentang pemulihan yang agung, Nabi Yehezkiel diberi sebuah penglihatan mengenai bait yang dipulihkan dan dimuliakan. Dari bait tersebut mengalirlah suatu aliran air atau sungai, yang semakin lama semakin lebar dan dalam hingga menjadi sangat deras. Ke mana pun air itu mengalir, sungai tersebut membawa berkat. Pada kedua tepinya, tumbuhlah berbagai pohon yang menyediakan makanan dan kesembuhan. Dan, sungai tersebut bahkan mendatangkan kehidupan dan produktivitas bagi Laut Mati yang asin dan tidak ada kehidupannya! (Yehezkiel 47:1-12) Namun, apa arti semuanya itu?
14 Penglihatan tentang bait mengartikan bahwa Yehuwa akan membantu orang-orang untuk kembali beribadah kepada-Nya dengan cara yang benar. Seperti sungai penglihatan tersebut, persediaan Allah untuk kehidupan akan mengalir kepada umat-Nya dalam kadar yang jauh lebih melimpah. Sejak pemulihan ibadah yang murni pada tahun 1919, Yehuwa telah memberkati umat-Nya dengan persediaan yang memberikan kehidupan. Bagaimana? Nah, Alkitab, lektur Alkitab, perhimpunan, dan pertemuan regional berfungsi untuk mengalirkan kebenaran-kebenaran yang sangat penting kepada jutaan orang. Melalui sarana-sarana tersebut, Yehuwa telah mengajar orang-orang tentang persediaan-Nya yang paling penting untuk kehidupan—korban tebusan Kristus, yang memungkinkan semua orang yang benar-benar mengasihi dan takut akan Allah memiliki kedudukan yang bersih di hadapan Yehuwa dan harapan kehidupan abadi.a Oleh karena itu, selama hari-hari terakhir ini, sementara dunia menderita kelaparan rohani, umat Yehuwa menikmati perjamuan rohani.—Yesaya 65:13.
15. Dalam arti apa kebaikan Yehuwa akan mengalir kepada umat manusia yang setia selama Pemerintahan Seribu Tahun Kristus?
15 Tetapi, sungai penglihatan Yehezkiel tidak hanya mengalir sampai sistem tua ini berakhir. Sebaliknya, sungai itu akan mengalir bahkan lebih deras lagi selama Pemerintahan Seribu Tahun Kristus. Pada saat itu, melalui Kerajaan Mesias, Yehuwa akan menerapkan sepenuhnya nilai korban Yesus, secara bertahap mengangkat umat manusia yang setia kepada kesempurnaan. Betapa bersukacitanya kita kelak atas kebaikan Yehuwa!
Segi-Segi Lain dari Kebaikan Yehuwa
16. Bagaimana Alkitab menunjukkan bahwa kebaikan Yehuwa mencakup sifat-sifat lain, dan apa beberapa di antaranya?
16 Kebaikan Yehuwa tidak hanya mencakup sifat suka memberi. Allah berkata kepada Musa, ”Aku akan mengizinkan kamu melihat semua kebaikan-Ku, dan Aku akan menyatakan bahwa nama-Ku adalah Yehuwa.” Selanjutnya, catatan tersebut melaporkan, ”Yehuwa lewat di depannya dan menyatakan, ’Yehuwa, Yehuwa adalah Allah yang berbelaskasihan dan murah hati, tidak cepat marah dan berlimpah dengan kasih setia dan kebenaran.’” (Keluaran 33:19; 34:6, catatan kaki) Jadi, kebaikan Yehuwa mencakup sejumlah sifat yang baik. Marilah kita perhatikan dua di antaranya.
17. Apakah kemurahan hati itu, dan bagaimana Yehuwa telah mempertunjukkannya terhadap manusia biasa yang tidak sempurna?
17 ”Murah hati.” Sifat ini, yang kata Ibraninya juga bisa diterjemahkan menjadi ”iba hati”, memberi tahu kita lebih banyak hal mengenai cara Yehuwa memperlakukan ciptaan-Nya. Yehuwa itu lembut dan baik hati, bukannya kasar, dingin, atau lalim, seperti yang sering kali dipertunjukkan oleh orang-orang yang berkuasa. Sebagai contoh, Yehuwa berkata kepada Abram, ”Lihatlah ke sekelilingmu dari tempat kamu berdiri, ke utara dan ke selatan, ke timur dan ke barat.” (Kejadian 13:14) Para pakar Alkitab memperhatikan bahwa dalam kalimat bahasa Ibrani aslinya ada sebuah partikel kata yang mengubah pernyataan tersebut dari sebuah perintah menjadi permintaan yang sopan. Ada contoh-contoh lain yang serupa. (Kejadian 31:12; Keluaran 4:6) Bayangkan, Pribadi Yang Mahatinggi di alam semesta berbicara dengan sopan kepada manusia biasa! Dalam dunia yang lazim dengan kebengisan, keagresifan, dan kekasaran, bukankah menyegarkan untuk merenungkan kemurahan hati Allah kita, Yehuwa?
18. Dalam arti apa Yehuwa ”berlimpah dengan . . . kebenaran”, dan mengapa kata-kata tersebut menenteramkan hati?
18 ”Berlimpah dengan . . . kebenaran.” Ketidakjujuran telah menjadi bagian dari gaya hidup dunia sekarang. Namun, Alkitab mengingatkan kita, ”Allah tidak seperti manusia yang berkata dusta.” (Bilangan 23:19) Malah, Titus 1:2 mengatakan bahwa ”Allah . . . tidak bisa berbohong”. Dia terlalu baik untuk dapat berdusta. Oleh karena itu, janji Yehuwa dapat sepenuhnya diandalkan; perkataan-Nya, pasti selalu tergenap. Yehuwa bahkan disebut sebagai ”Allah kebenaran”. (Mazmur 31:5) Dia tidak hanya menolak berkata dusta tetapi Dia juga menyebarkan kebenaran dengan melimpah. Dia tidak menutup diri, menjaga jarak, atau suka menyembunyikan sesuatu; sebaliknya, Dia dengan murah hati memberikan pencerahan kepada hamba-hamba-Nya yang setia dari perbendaharaan hikmat-Nya yang tak terhingga.b Dia bahkan mengajari mereka cara untuk hidup selaras dengan kebenaran yang Dia sebarkan sehingga mereka dapat ”mengikuti jalan kebenaran”. (3 Yohanes 3) Secara umum, bagaimana kebaikan Yehuwa hendaknya memengaruhi kita masing-masing?
”Berseri-seri Karena Kebaikan Yehuwa”
19, 20. (a) Bagaimana Setan berupaya melemahkan keyakinan Hawa akan kebaikan Yehuwa, dan dengan hasil apa? (b) Kebaikan Yehuwa hendaknya memiliki pengaruh yang benar apa terhadap diri kita, dan mengapa?
19 Ketika Setan menggoda Hawa di Taman Eden, dia mengawalinya dengan secara halus melemahkan kepercayaan Hawa akan kebaikan Yehuwa. Yehuwa memberi tahu Adam, ”Buah dari setiap pohon di taman ini boleh kamu makan sepuasnya.” Di antara ribuan pohon yang pasti menyemarakkan taman tersebut, hanya satu yang Yehuwa larang untuk dimakan buahnya. Namun, perhatikan bagaimana Setan merangkai kata dalam pertanyaan pertamanya kepada Hawa, ”Apa benar Allah berkata bahwa kalian tidak boleh makan buah dari semua pohon di taman ini?” (Kejadian 2:9, 16; 3:1) Setan memutarbalikkan perkataan Yehuwa untuk membuat Hawa berpikir bahwa Yehuwa menahan sesuatu yang baik. Sayang sekali, taktik tersebut berhasil. Hawa, seperti kebanyakan pria dan wanita setelah dia, mulai meragukan kebaikan Allah, yang telah memberinya segala yang dia miliki.
20 Kita tahu betapa parahnya dukacita dan kemalangan yang diakibatkan oleh keraguan semacam itu. Jadi, marilah kita camkan kata-kata yang dicatat dalam Yeremia 31:12, ”Mereka akan . . . berseri-seri karena kebaikan Yehuwa.” Ya, kebaikan Yehuwa hendaknya membuat kita berseri-seri karena sukacita. Sampai kapan pun, kita tidak perlu meragukan motif Allah kita, yang begitu penuh dengan kebaikan. Kita dapat sepenuhnya percaya kepada-Nya, karena Dia menginginkan yang terbaik bagi mereka yang mengasihi Dia.
21, 22. (a) Apa beberapa cara yang ingin Saudara gunakan untuk menanggapi kebaikan Yehuwa? (b) Sifat apa yang akan kita bahas di pasal selanjutnya, dan bagaimana sifat tersebut berbeda dengan kebaikan?
21 Selain itu, ketika mendapat kesempatan untuk membicarakan kebaikan Yehuwa kepada orang lain, kita merasa senang. Sehubungan dengan umat Yehuwa, Mazmur 145:7 mengatakan, ”Saat mengingat limpahnya kebaikan-Mu, pujian mereka akan meluap seperti air.” Setiap hari dalam hidup kita, kita mendapat manfaat dari kebaikan Yehuwa dengan berbagai cara. Mengapa tidak membiasakan diri setiap hari untuk berterima kasih kepada Yehuwa atas kebaikan-Nya, menyatakannya sespesifik mungkin? Dengan merenungkan sifat itu, setiap hari bersyukur kepada Yehuwa atas sifat itu, dan memberi tahu orang lain tentang sifat itu, kita akan terbantu untuk meniru Allah kita yang baik. Dan, seraya kita mencari cara untuk melakukan kebaikan, seperti yang Yehuwa lakukan, kita akan semakin dekat dengan-Nya. Rasul Yohanes yang sudah lanjut usia menulis, ”Saudaraku yang terkasih, jangan tiru apa yang jahat, tapi tirulah yang baik. Orang yang berbuat baik adalah milik Allah.”—3 Yohanes 11.
22 Kebaikan Yehuwa juga dihubungkan dengan sifat-sifat lain. Misalnya, Allah ”berlimpah dengan kasih setia”. (Keluaran 34:6) Sifat ini fokusnya lebih spesifik daripada kebaikan karena Yehuwa menyatakannya khusus kepada hamba-hamba-Nya yang setia. Di pasal selanjutnya, kita akan mempelajari cara Dia melakukannya.
a Sehubungan dengan kebaikan Yehuwa, tidak ada contoh yang lebih besar daripada tebusan. Di antara jutaan makhluk roh yang dapat Dia pilih, Yehuwa memilih Putra tunggal-Nya yang dikasihi untuk mati demi kita.
b Dengan tepat, Alkitab menghubungkan kebenaran dengan terang. ”Kirimlah terang-Mu dan kebenaran-Mu,” lantun sang pemazmur. (Mazmur 43:3) Yehuwa memancarkan terang rohani yang berlimpah kepada mereka yang bersedia diajar, atau diterangi, oleh-Nya.—2 Korintus 4:6; 1 Yohanes 1:5.
-
-
”Hanya Engkau yang Setia”Mendekatlah kepada Yehuwa
-
-
PASAL 28
”Hanya Engkau yang Setia”
1, 2. Mengapa dapat dikatakan bahwa Raja Daud sudah terbiasa menghadapi ketidaksetiaan?
RAJA DAUD sudah terbiasa menghadapi ketidaksetiaan. Pada suatu waktu, pemerintahannya yang bergejolak dilanda intrik, orang-orang sebangsanya menyusun rencana jahat untuk melawan dia. Selain itu, Daud dikhianati oleh beberapa orang yang seharusnya menjadi rekan-rekan terdekatnya. Perhatikan Mikhal, istri pertama Daud. Pada awalnya, dia ”mencintai Daud”, dan pasti mendukung Daud dalam tugas-tugasnya sebagai seorang raja. Akan tetapi, belakangan dia ”mulai memandang rendah Daud dalam hatinya”, bahkan menganggap Daud ”seperti orang bodoh”.—1 Samuel 18:20; 2 Samuel 6:16, 20.
2 Yang lainnya adalah Ahitofel, penasihat pribadi Daud. Nasihatnya dianggap seperti firman Yehuwa sendiri. (2 Samuel 16:23) Tetapi, orang kepercayaan ini akhirnya menjadi pengkhianat dan bergabung dalam pemberontakan terorganisasi melawan Daud. Dan, siapakah otak komplotan tersebut? Absalom, putra Daud sendiri! Oportunis yang licik itu ”terus mengambil hati orang Israel”, menyatakan dirinya sebagai raja saingan. Pemberontakan Absalom berkembang menjadi sedemikian hebatnya sampai-sampai Raja Daud terpaksa lari menyelamatkan diri.—2 Samuel 15:1-6, 12-17.
3. Keyakinan apa yang Daud miliki?
3 Apakah sudah tidak ada lagi yang tetap setia kepada Daud? Selama mengalami semua kesengsaraannya, Daud tahu bahwa ada yang tetap setia. Siapa? Siapa lagi selain Allah Yehuwa. ”Engkau setia kepada orang yang setia,” kata Daud mengenai Yehuwa. (2 Samuel 22:26) Apakah kesetiaan itu, dan bagaimana Yehuwa memberikan teladan terunggul sehubungan dengan sifat ini?
Apakah Kesetiaan Itu?
4, 5. (a) Apakah ”kesetiaan” itu? (b) Mengapa orang yang setia bukan hanya sekadar bisa diandalkan?
4 Seperti penggunaannya dalam Kitab-Kitab Ibrani, kata ”setia” menggambarkan seseorang yang mengikatkan diri kepada orang yang dia sayangi dan terus mendukung orang tersebut. Dia melakukannya, bukan karena terpaksa, tapi karena kasih.a Jadi, orang yang setia itu bukan hanya bisa diandalkan. Coba pikirkan contoh ini: Sang pemazmur menyebut bulan sebagai ”saksi yang setia di langit” karena selalu muncul setiap malam. (Mazmur 89:37) Dalam konteks ini, bulan itu ”setia”, atau bisa diandalkan. Tapi, kesetiaan yang ditunjukkan bulan tidak sama dengan kesetiaan yang ditunjukkan manusia. Mengapa? Karena bulan tidak bisa menunjukkan kasih.
Bulan disebut saksi yang setia, tetapi hanya makhluk hidup yang cerdas yang benar-benar dapat mencerminkan kesetiaan Yehuwa
5 Menurut makna Alkitabnya, kesetiaan itu hangat. Perwujudannya menunjukkan adanya ikatan antara orang yang memperlihatkan sifat itu dan orang yang menerimanya. Kesetiaan demikian tidak berubah-ubah. Kesetiaan tidak seperti gelombang-gelombang laut yang ditiup ke sana kemari oleh angin yang berubah-ubah. Sebaliknya, kesetiaan, atau kasih setia, memiliki kestabilan dan kekuatan untuk menanggulangi rintangan yang paling mengecilkan hati.
6. (a) Seberapa langkakah kesetiaan di antara manusia, dan bagaimana hal itu diperlihatkan dalam Alkitab? (b) Apa cara terbaik untuk mempelajari hal-hal yang tercakup dalam kesetiaan, dan mengapa?
6 Memang, sekarang kesetiaan semacam itu langka. Sering kali, teman-teman dekat ”siap menghancurkan satu sama lain”, dan kita semakin sering mendengar tentang orang yang meninggalkan teman hidupnya. (Amsal 18:24; Maleakhi 2:14-16) Perbuatan-perbuatan licik sudah sangat lazim sehingga barangkali kita turut menggemakan kata-kata Nabi Mikha: ”Orang yang setia telah musnah dari bumi.” (Mikha 7:2) Meskipun manusia sering kali gagal menunjukkan kesetiaan, sifat yang berharga itu secara mencolok menjadi ciri Yehuwa. Sebenarnya, cara terbaik untuk mempelajari apa yang tercakup dalam kesetiaan adalah memeriksa bagaimana Yehuwa mempertunjukkan faset kasih-Nya yang luhur ini.
Kesetiaan Yehuwa yang Tiada Bandingnya
7, 8. Bagaimana dapat dikatakan bahwa Yehuwa saja yang setia?
7 Alkitab berkata mengenai Yehuwa, ”Hanya Engkau yang setia.” (Wahyu 15:4) Mengapa demikian? Bukankah manusia dan malaikat adakalanya mempertunjukkan kesetiaan yang mengagumkan? (Ayub 1:1; Wahyu 4:8) Dan, bagaimana dengan Yesus Kristus? Bukankah dia ’hamba Allah yang setia’, bahkan yang paling menonjol? (Mazmur 16:10) Kalau begitu, bagaimana dapat dikatakan bahwa Yehuwa saja yang setia?
8 Pertama-tama, ingatlah bahwa kesetiaan adalah salah satu faset kasih. Karena ”Allah adalah kasih”—Dia adalah personifikasi sifat ini—siapa yang dapat lebih setia daripada Yehuwa? (1 Yohanes 4:8) Memang, malaikat dan manusia bisa mencerminkan sifat-sifat Allah, tetapi hanya Yehuwa saja yang setia dalam tingkat yang paling tinggi. Sebagai ”Yang Lanjut Usia”, Dia telah mempertunjukkan kesetiaan lebih lama daripada makhluk mana pun, di bumi atau di surga. (Daniel 7:9) Oleh karena itu, Yehuwa adalah teladan kesetiaan yang terbaik. Dia mempertunjukkan sifat ini dengan cara yang tidak dapat disamai oleh makhluk mana pun. Perhatikan beberapa contoh.
9. Bagaimana Yehuwa ”setia dalam semua perbuatan-Nya”?
9 Yehuwa ”setia dalam semua perbuatan-Nya”. (Mazmur 145:17) Dengan cara apa? Mazmur 136 menyediakan jawabannya. Mazmur tersebut menyoroti sejumlah tindakan penyelamatan oleh Yehuwa, termasuk pembebasan orang Israel secara dramatis di Laut Merah. Sungguh menarik bahwa tiap ayat di mazmur ini ditandaskan dengan frasa, ”Kasih setia-Nya bertahan selamanya.” Mazmur ini disertakan dalam ”Pertanyaan untuk Direnungkan” yang terdapat di halaman 289. Seraya membaca ayat-ayat tersebut, Saudara pasti akan terkesan dengan begitu banyaknya cara yang Yehuwa gunakan untuk mempertunjukkan kasih setia kepada umat-Nya. Ya, Yehuwa mempertunjukkan kesetiaan kepada hamba-hamba-Nya yang setia dengan mendengarkan seruan minta tolong mereka dan dengan mengambil tindakan pada saat yang tepat. (Mazmur 34:6) Kasih setia Yehuwa terhadap hamba-hamba-Nya tidak tergoyahkan, asalkan mereka tetap setia kepada-Nya.
10. Bagaimana Yehuwa mempertunjukkan kesetiaan sehubungan dengan standar-standar-Nya?
10 Selain itu, Yehuwa mempertunjukkan kesetiaan kepada hamba-hamba-Nya dengan berpaut erat pada standar-standar-Nya. Berbeda dengan orang-orang tertentu yang labil, yang hanya dituntun oleh keinginan spontan dan perasaan hati semata, Yehuwa tidak terombang-ambing dalam memandang apa yang benar dan yang salah. Selama bermilenium-milenium, pandangan-Nya terhadap hal-hal seperti spiritisme, penyembahan berhala, dan pembunuhan tetap tidak berubah. ”Sampai kamu tua, Aku akan selalu sama,” kata-Nya melalui Nabi Yesaya. (Yesaya 46:4) Oleh karena itu, kita dapat yakin bahwa kita akan mendapat manfaat jika mengikuti pengarahan moral yang jelas yang terdapat dalam Firman Allah.—Yesaya 48:17-19.
11. Berikan contoh-contoh yang menunjukkan bahwa Yehuwa setia pada janji-Nya.
11 Yehuwa juga menunjukkan kesetiaan dengan selalu menepati janji-Nya. Jika Dia menubuatkan sesuatu, hal itu pasti terjadi. Oleh karena itu, Yehuwa menyatakan, ”Kata-kata yang keluar dari mulut-Ku . . . tidak akan kembali kepada-Ku tanpa hasil; itu pasti akan melaksanakan apa pun yang Kusukai dan berhasil melakukan apa yang Kuperintahkan.” (Yesaya 55:11) Yehuwa menunjukkan kesetiaan kepada umat-Nya dengan tidak membiarkan mereka menanti dengan harap-harap cemas sesuatu yang tidak akan Dia datangkan. Sedemikian tidak bercelanya reputasi Yehuwa dalam hal ini sehingga Yosua, hamba-Nya, bisa berkata, ”Dari semua hal baik yang Yehuwa janjikan kepada orang Israel, tidak ada satu pun yang tidak ditepati. Semuanya menjadi kenyataan.” (Yosua 21:45) Oleh karena itu, kita dapat yakin bahwa kita tidak akan pernah dikecewakan karena kegagalan tertentu di pihak Yehuwa untuk menepati janji-janji-Nya.—Yesaya 49:23; Roma 5:5.
12, 13. Dengan cara apa saja kasih setia Yehuwa bertahan selamanya?
12 Seperti yang diperlihatkan sebelumnya, Alkitab memberi tahu kita bahwa kasih setia Yehuwa ”bertahan selamanya”. (Mazmur 136:1) Bagaimana caranya? Satu hal, pengampunan dosa yang Yehuwa berikan bersifat permanen. Seperti yang dibahas di Pasal 26, Yehuwa tidak mengungkit-ungkit kesalahan seseorang yang sudah diampuni di masa lalu. Karena ”semua orang sudah berdosa dan tidak bisa mencerminkan kemuliaan Allah”, kita semua hendaknya bersyukur bahwa kasih setia Yehuwa bertahan selamanya.—Roma 3:23.
13 Namun, kasih setia Yehuwa bertahan selamanya dalam pengertian lain juga. Firman-Nya mengatakan bahwa orang yang benar ”akan seperti pohon yang ditanam dekat aliran air, yang berbuah pada musimnya, yang dedaunannya tidak layu. Semua yang dia lakukan akan berhasil”. (Mazmur 1:3) Bayangkan, sebuah pohon rindang yang dedaunannya tidak pernah layu! Demikian pula, jika kita dengan tulus menyenangi Firman Allah, kehidupan kita akan panjang, penuh damai, dan sangat produktif. Berkat-berkat yang dengan setia Yehuwa ulurkan kepada hamba-hamba-Nya yang setia bersifat abadi. Sesungguhnya, dalam dunia baru yang akan Yehuwa datangkan, umat manusia yang taat akan menikmati kasih setia-Nya untuk selamanya.—Wahyu 21:3, 4.
Yehuwa ”Tidak Akan Meninggalkan Hamba-Hamba-Nya yang Setia”
14. Bagaimana Yehuwa menunjukkan penghargaan atas kesetiaan hamba-hamba-Nya?
14 Yehuwa telah berulang kali mempertunjukkan kesetiaan-Nya. Karena Yehuwa benar-benar konsisten, kesetiaan yang Dia pertunjukkan kepada hamba-hamba-Nya yang setia tidak pernah pudar. Sang pemazmur menulis, ”Dulu aku muda, sekarang sudah tua, tapi aku tidak pernah melihat orang benar ditinggalkan, atau anak-anaknya minta-minta makanan. Yehuwa mencintai keadilan, dan Dia tidak akan meninggalkan hamba-hamba-Nya yang setia.” (Mazmur 37:25, 28) Ya, sebagai Pencipta, Yehuwa layak kita sembah. (Wahyu 4:11) Meskipun demikian, karena setia, Yehuwa mengingat tindakan-tindakan kita yang setia.—Maleakhi 3:16, 17.
15. Jelaskan bagaimana cara Yehuwa berurusan dengan Israel menonjolkan kesetiaan-Nya.
15 Karena kasih setia-Nya, Yehuwa berulang kali membantu umat-Nya sewaktu mereka menderita. Sang pemazmur memberi tahu kita, ”Dia menjaga kehidupan hamba-hamba-Nya yang setia; Dia menyelamatkan mereka dari tangan orang jahat.” (Mazmur 97:10) Perhatikan cara Dia berurusan dengan bangsa Israel. Setelah dibebaskan secara mukjizat di Laut Merah, orang Israel menyerukan pujian kepada Yehuwa dengan bernyanyi, ”Dengan kasih setia-Mu, Engkau menuntun umat yang telah Engkau selamatkan.” (Keluaran 15:13) Pembebasan di Laut Merah benar-benar menunjukkan kasih setia Yehuwa kepada orang Israel. Oleh karena itu, Musa berkata kepada orang Israel, ”Yehuwa menunjukkan kasih sayang kepada kalian dan memilih kalian bukan karena kalian yang paling banyak di antara semua bangsa. Kalian justru yang paling kecil. Tapi karena Yehuwa menyayangi kalian dan memegang sumpah yang Dia ucapkan kepada leluhur kalian, Yehuwa membawa kalian keluar dengan tangan-Nya yang kuat untuk menebus kalian dari tempat kalian diperbudak, dari tangan Firaun, raja Mesir.”—Ulangan 7:7, 8.
16, 17. (a) Kurangnya penghargaan apa yang secara mengejutkan ditunjukkan oleh orang Israel, tetapi bagaimana Yehuwa menunjukkan keibaan hati kepada mereka? (b) Bagaimana sebagian besar orang Israel menunjukkan bahwa mereka ”tidak bisa dipulihkan lagi”, dan contoh peringatan apa yang kita peroleh dari hal itu?
16 Tentu saja, sebagai suatu bangsa, orang Israel gagal menunjukkan penghargaan atas kasih setia Yehuwa, karena setelah pembebasan mereka, ”mereka terus berdosa terhadap Yang Mahatinggi, memberontak terhadap [Yehuwa]”. (Mazmur 78:17) Selama berabad-abad, mereka berulang kali memberontak, meninggalkan Yehuwa dan berpaling kepada allah-allah palsu dan praktek-praktek agama palsu yang hanya mendatangkan kecemaran. Namun, Yehuwa tidak melanggar perjanjian-Nya. Sebaliknya, melalui Nabi Yeremia, Yehuwa mengimbau umat-Nya, ”Kembalilah, Israel yang murtad . . . Aku tidak akan memandang ke bawah dengan marah kepadamu, karena Aku setia.” (Yeremia 3:12) Akan tetapi, seperti yang kita ketahui dari Pasal 25, sebagian besar orang Israel tidak tergerak. Malah, ”mereka terus mengejek para utusan Allah yang benar, meremehkan kata-kata-Nya, dan menghina nabi-nabi-Nya”. Dengan akibat apa? Akhirnya, ”kemarahan Yehuwa menimpa umat-Nya, sampai mereka tidak bisa dipulihkan lagi”.—2 Tawarikh 36:15, 16.
17 Apa hikmah yang dapat kita petik dari hal itu? Bahwa kesetiaan Yehuwa tidak membabi buta ataupun naif. Memang, Yehuwa ”berlimpah dengan kasih setia”, dan Dia senang menunjukkan belas kasihan jika ada dasar untuk melakukannya. Tetapi, apa yang terjadi jika kefasikan si pelaku kesalahan ternyata tidak dapat diperbaiki lagi? Dalam kasus seperti itu, Yehuwa berpaut pada standar-standar-Nya yang benar dan menjatuhkan hukuman. Seperti yang diberitahukan kepada Musa, Yehuwa ”tidak akan membebaskan orang jahat dari hukuman”.—Keluaran 34:6, 7.
18, 19. (a) Bagaimana penghukuman oleh Yehuwa atas orang fasik juga merupakan suatu tindakan kesetiaan? (b) Bagaimana Yehuwa mempertunjukkan kesetiaan-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang telah dianiaya sampai mati?
18 Penghukuman oleh Allah atas orang fasik juga merupakan suatu tindakan kesetiaan. Bagaimana? Sebuah petunjuk terdapat dalam buku Wahyu, yaitu dalam perintah Yehuwa kepada ketujuh malaikat, ”Pergilah dan tumpahkan kemarahan Allah yang ada dalam tujuh mangkuk itu ke bumi.” Ketika malaikat yang ketiga mencurahkan mangkuknya ”ke semua sungai dan sumber air”, semuanya menjadi darah. Kemudian, sang malaikat berkata kepada Yehuwa, ”Engkau Allah yang setia, yang dulu ada dan yang terus ada. Engkau adil karena telah menjatuhkan keputusan itu. Engkau membuat mereka minum darah. Mereka pantas menerimanya karena mereka telah menumpahkan darah orang-orang suci dan para nabi.”—Wahyu 16:1-6.
19 Perhatikanlah bahwa sewaktu menyampaikan berita penghakiman, sang malaikat menyapa Yehuwa sebagai ”Allah yang setia”. Mengapa? Karena dengan membinasakan orang fasik, Yehuwa mempertunjukkan kesetiaan kepada hamba-hamba-Nya, yang banyak di antaranya telah dianiaya sampai mati. Dengan setia, Yehuwa membuat orang-orang tersebut tetap hidup dalam ingatan-Nya. Dia rindu untuk melihat kembali orang-orang setia yang telah meninggal itu, dan Alkitab memastikan bahwa tujuan-Nya adalah untuk mengupahi mereka dengan kebangkitan. (Ayub 14:14, 15) Yehuwa tidak melupakan hamba-hamba-Nya yang setia hanya karena mereka tidak lagi hidup. Sebaliknya, ”di mata-Nya, mereka semua hidup”. (Lukas 20:37, 38) Tujuan Yehuwa untuk menghidupkan kembali orang-orang yang ada dalam ingatan-Nya merupakan bukti yang sangat kuat akan kesetiaan-Nya.
Yehuwa dengan setia akan mengingat dan membangkitkan orang-orang yang telah terbukti setia bahkan sampai mati
Bernard Luimes (kiri) dan Wolfgang Kusserow (tengah) dihukum mati oleh Nazi
Moses Nyamussua (kanan) dibunuh dengan tombak oleh sebuah kelompok politik
Kasih Setia Yehuwa Membuka Jalan Keselamatan
20. Siapakah ”barang yang pantas dikasihani” itu, dan bagaimana Yehuwa menunjukkan kesetiaan kepada mereka?
20 Sepanjang sejarah, Yehuwa telah menunjukkan kesetiaan yang mengagumkan kepada manusia yang setia. Malah, selama ribuan tahun, Yehuwa ”bersabar kepada barang yang pantas dibinasakan”. Mengapa? ”Itu dilakukan untuk menunjukkan kemuliaan-Nya yang luar biasa kepada barang yang pantas dikasihani, yang sudah Dia siapkan untuk dimuliakan.” (Roma 9:22, 23) ”Barang yang pantas dikasihani” tersebut adalah orang-orang berkecenderungan benar yang diurapi dengan kuasa kudus untuk menjadi sesama ahli waris bersama Kristus dalam Kerajaannya. (Matius 19:28) Dengan membuka jalan keselamatan bagi barang yang pantas dikasihani tersebut, Yehuwa tetap setia terhadap Abraham, yang dengannya Dia telah mengadakan perjanjian ini, ”Melalui keturunanmu, semua bangsa di bumi akan mendapat berkat, karena kamu sudah mendengarkan kata-kata-Ku.”—Kejadian 22:18.
Karena kesetiaan Yehuwa, semua hamba-Nya yang setia memiliki harapan masa depan yang pasti
21. (a) Bagaimana Yehuwa menunjukkan kesetiaan kepada ”suatu kumpulan besar” yang memiliki prospek untuk keluar dari ”kesengsaraan besar”? (b) Kesetiaan Yehuwa menggerakkan Saudara untuk melakukan apa?
21 Yehuwa menunjukkan kesetiaan yang sama kepada ”suatu kumpulan besar” yang memiliki prospek untuk keluar dari ”kesengsaraan besar” dan hidup selama-lamanya di bumi firdaus. (Wahyu 7:9, 10, 14) Meskipun hamba-hamba-Nya tidak sempurna, Yehuwa dengan setia mengulurkan kepada mereka kesempatan untuk hidup selama-lamanya di bumi firdaus. Bagaimana Dia melakukannya? Melalui tebusan—pertunjukan terbesar kesetiaan Yehuwa. (Yohanes 3:16; Roma 5:8) Kesetiaan Yehuwa menarik orang-orang yang, dalam hatinya, lapar akan kebenaran. (Yeremia 31:3) Tidakkah Saudara merasa lebih dekat kepada Yehuwa karena kesetiaan yang begitu besar yang telah dan masih akan Dia pertunjukkan? Karena hasrat kita adalah untuk mendekat kepada Allah, semoga kita menyambut kasih-Nya dengan menguatkan tekad kita untuk melayani Dia dengan setia.
a Sungguh menarik bahwa kata yang diterjemahkan menjadi ”setia” di 2 Samuel 22:26, di ayat-ayat lain diterjemahkan menjadi ”kasih setia”.
-
-
”Tahu tentang Kasih Kristus”Mendekatlah kepada Yehuwa
-
-
PASAL 29
”Tahu tentang Kasih Kristus”
1-3. (a) Apa yang membuat Yesus ingin menjadi seperti Bapaknya? (b) Segi apa saja dari kasih Yesus yang akan kita ulas?
PERNAHKAH Saudara melihat seorang bocah laki-laki berusaha menjadi seperti ayahnya? Anak itu mungkin meniru gaya ayahnya berjalan, berbicara, atau bertindak. Pada akhirnya, anak itu mungkin bahkan menyerap nilai-nilai moral dan rohani ayahnya. Ya, kasih dan kekaguman seorang anak terhadap ayah yang pengasih membuat dia ingin menjadi seperti papanya.
2 Bagaimana dengan hubungan Yesus dan Bapak surgawinya? ”Aku mengasihi Bapak,” kata Yesus pada suatu kesempatan. (Yohanes 14:31) Barangkali, tidak ada seorang pun yang dapat lebih mengasihi Yehuwa daripada sang Putra, yang telah tinggal bersama Sang Bapak jauh sebelum semua makhluk lain diciptakan. Kasih tersebut membuat sang Putra yang berbakti ini ingin menjadi seperti Bapaknya.—Yohanes 14:9.
3 Pada pasal-pasal sebelumnya dalam buku ini, kita telah membahas bagaimana Yesus dengan sempurna meniru kuasa, keadilan, dan hikmat Yehuwa. Namun, bagaimana Yesus mencerminkan kasih Bapaknya? Mari kita ulas tiga segi kasih Yesus—semangat rela berkorbannya, keibaan hatinya yang lembut, dan kerelaannya untuk mengampuni.
”Tidak Ada yang Memiliki Kasih yang Lebih Besar” Daripada Ini
4. Bagaimana Yesus memberikan teladan terbesar di antara manusia sehubungan dengan kasih yang rela berkorban?
4 Yesus memberikan teladan yang menonjol dalam hal kasih yang rela berkorban. Kerelaan untuk berkorban mencakup mendahulukan kebutuhan dan kepentingan orang lain secara tidak mementingkan diri. Bagaimana Yesus mempertunjukkan kasih semacam itu? Dia sendiri menjelaskan, ”Tidak ada yang memiliki kasih yang lebih besar daripada orang yang menyerahkan nyawanya demi sahabat-sahabatnya.” (Yohanes 15:13) Yesus rela memberikan kehidupannya yang sempurna bagi kita. Hal itu merupakan pernyataan kasih terbesar yang pernah dilakukan oleh manusia. Namun, Yesus menunjukkan kasih yang rela berkorban dengan cara-cara lain juga.
5. Mengapa meninggalkan surga merupakan pengorbanan yang pengasih di pihak Putra tunggal Allah?
5 Selama eksistensi pramanusianya, Putra tunggal Allah memiliki kedudukan yang tinggi dan istimewa di surga. Dia memiliki hubungan yang akrab dengan Yehuwa dan makhluk roh yang sangat banyak jumlahnya. Meskipun memiliki kelebihan-kelebihan tersebut, Putra yang dikasihi ini ”melepaskan segala yang dia miliki dan menjadi seperti budak. Dia menjadi manusia”. (Filipi 2:7) Dia rela hidup di tengah-tengah manusia berdosa dalam suatu dunia yang ”dikuasai oleh si jahat”. (1 Yohanes 5:19) Tidakkah itu merupakan pengorbanan yang pengasih di pihak Putra Allah?
6, 7. (a) Dengan cara apa saja Yesus menunjukkan kasih yang rela berkorban selama pelayanannya di bumi? (b) Sehubungan dengan kasih yang tidak mementingkan diri, contoh yang sangat menyentuh hati apa dicatat di Yohanes 19:25-27?
6 Selama pelayanannya di bumi, Yesus menunjukkan kasih yang rela berkorban dengan beragam cara. Dia sama sekali tidak mementingkan diri. Dia begitu mencurahkan dirinya dalam pelayanan sehingga dia mengorbankan berbagai kenyamanan yang biasa dinikmati manusia. ”Rubah punya liang, dan burung punya sarang,” katanya, ”tapi Putra manusia tidak punya tempat untuk meletakkan kepalanya.” (Matius 8:20) Sebagai seorang tukang kayu yang ahli, Yesus bisa saja meluangkan waktu untuk membangun sebuah rumah yang nyaman bagi dirinya atau membuat perabot yang bagus untuk dijual sehingga dia bisa mendapatkan uang tambahan. Tetapi, dia tidak menggunakan keahliannya itu untuk memperoleh hal-hal materi.
7 Sebuah contoh yang sangat menyentuh hati sehubungan dengan kasih Yesus yang rela berkorban dicatat di Yohanes 19:25-27. Bayangkan banyaknya hal yang pasti memenuhi pikiran dan hati Yesus pada petang kematiannya. Sewaktu sedang tersiksa di tiang, dia memikirkan murid-muridnya, pekerjaan pemberitaan, dan khususnya integritasnya serta bagaimana pengaruhnya terhadap nama Bapaknya. Ya, seluruh masa depan umat manusia ada di bahunya! Meskipun demikian, beberapa saat sebelum meninggal, Yesus juga menunjukkan kepeduliannya terhadap ibunya, Maria, yang pada waktu itu tampaknya sudah menjanda. Yesus meminta Rasul Yohanes untuk merawat Maria seperti ibu kandungnya sendiri, dan setelah itu, sang rasul membawa Maria ke rumahnya. Dengan demikian, Yesus mengatur agar ibunya mendapat perawatan jasmani dan rohani. Benar-benar pernyataan yang lembut dari kasih yang tidak mementingkan diri!
”Dia Tergerak oleh Rasa Kasihan”
8. Apa arti kata Yunani yang Alkitab gunakan untuk melukiskan keibaan hati Yesus?
8 Seperti Bapaknya, Yesus beriba hati. Alkitab melukiskan Yesus sebagai seseorang yang mengerahkan diri untuk membantu orang-orang yang sedang menderita karena dia merasa sangat tergerak untuk melakukannya. Untuk melukiskan keibaan hati Yesus, Alkitab menggunakan sebuah kata Yunani yang diterjemahkan ”tergerak oleh rasa kasihan”. Seorang pakar mengatakan, ”Kata itu melukiskan . . . suatu emosi yang menggerakkan hati sanubari seseorang yang terdalam. Dalam bahasa Yunani, itu adalah kata yang paling kuat maknanya untuk melukiskan perasaan iba hati.” Perhatikan beberapa situasi yang memperlihatkan bagaimana keibaan hati yang dalam mendesak Yesus untuk bertindak.
9, 10. (a) Keadaan apa yang membuat Yesus dan para rasulnya mencari tempat yang sunyi? (b) Sewaktu privasinya terganggu oleh sekumpulan orang, bagaimana reaksi Yesus, dan mengapa?
9 Tergerak untuk menanggapi kebutuhan rohani. Catatan di Markus 6:30-34 menunjukkan apa yang pada dasarnya menggerakkan Yesus untuk menyatakan rasa kasihannya. Coba bayangkan peristiwanya. Para rasul sangat gembira karena mereka baru saja menyelesaikan suatu perjalanan pengabaran yang ekstensif. Mereka kembali kepada Yesus dan dengan penuh semangat melaporkan semua hal yang telah mereka lihat dan dengar. Tetapi, sekumpulan besar orang mendatangi mereka sehingga Yesus dan para rasulnya tidak punya waktu bahkan untuk makan. Yesus yang selalu jeli, memperhatikan bahwa rasul-rasulnya sudah kelelahan. ”Ayo kita pergi ke tempat yang sepi dan istirahat sebentar,” ajaknya. Dengan sebuah perahu, mereka berlayar menyeberangi ujung utara Laut Galilea ke suatu tempat yang sunyi. Namun, kumpulan orang itu melihat mereka pergi. Yang lain-lain juga mendengar hal itu. Semua orang ini berlari di sepanjang garis pantai sebelah utara dan sampai di sisi lainnya lebih dahulu daripada perahu itu!
10 Apakah Yesus kesal karena privasinya terganggu? Sama sekali tidak! Hatinya tersentuh melihat kumpulan orang, ribuan jumlahnya, yang sedang menantinya. Markus menulis, ”Yesus melihat sekumpulan besar orang, dan dia tergerak oleh rasa kasihan, karena mereka seperti domba tanpa gembala. Maka dia mulai mengajar mereka banyak hal.” Yesus memandang orang-orang itu sebagai pribadi-pribadi yang memiliki kebutuhan rohani. Mereka bagaikan domba yang tersesat tanpa daya, tak punya gembala untuk menuntun atau melindungi mereka. Yesus tahu bahwa kaum awam diabaikan oleh para pemimpin agama yang berhati dingin, yang seharusnya menjadi gembala yang peduli. (Yohanes 7:47-49) Dia merasa kasihan terhadap orang-orang itu, maka dia mulai mengajar mereka ”tentang Kerajaan Allah”. (Lukas 9:11) Perhatikanlah bahwa Yesus tergerak oleh rasa kasihan terhadap orang-orang itu bahkan sebelum melihat reaksi mereka terhadap apa yang akan dia ajarkan. Dengan kata lain, keibaan hati yang lembut itu, bukan hasil pengajarannya terhadap kumpulan orang tersebut, melainkan motif dia melakukannya.
”Dia mengulurkan tangannya dan menyentuh orang itu”
11, 12. (a) Bagaimana para penderita kusta dipandang pada zaman Alkitab, tetapi bagaimana tanggapan Yesus ketika dia didekati oleh seorang pria yang ”penuh kusta”? (b) Bisa jadi, bagaimana pengaruh sentuhan Yesus terhadap sang penderita kusta, dan bagaimana pengalaman seorang dokter memberikan gambaran akan hal ini?
11 Tergerak untuk memberikan kelegaan dari penderitaan. Orang-orang yang menderita berbagai gangguan kesehatan merasa bahwa Yesus memiliki keibaan hati, maka mereka tertarik kepadanya. Hal itu khususnya nyata pada waktu Yesus, yang diikuti sekumpulan orang, didekati oleh seorang pria yang ”penuh kusta”. (Lukas 5:12) Pada zaman Alkitab, para penderita kusta dikarantina agar orang lain tidak terkontaminasi. (Bilangan 5:1-4) Akan tetapi, belakangan para rabi yang menjadi pemimpin mengembangkan pandangan yang tidak berperasaan terhadap penyakit kusta dan memberlakukan peraturan mereka sendiri yang bersifat menindas.a Namun, perhatikan bagaimana Yesus menanggapi penderita kusta tersebut, ”Seorang penderita kusta datang kepadanya dan memohon sambil berlutut, ’Kalau Tuan mau, Tuan bisa membuat saya sembuh.’ Yesus pun tergerak oleh rasa kasihan, lalu dia mengulurkan tangannya dan menyentuh orang itu dan berkata, ’Saya mau! Sembuhlah.’ Saat itu juga kustanya hilang, dan dia tidak najis lagi.” (Markus 1:40-42) Yesus tahu bahwa menurut hukum, pria tersebut bahkan tidak diperbolehkan berada di sana. Namun, bukannya mengusir dia, Yesus begitu tergerak oleh rasa kasihan sampai-sampai melakukan sesuatu yang tidak disangka-sangka. Yesus menyentuhnya!
12 Dapatkah Saudara membayangkan arti sentuhan itu bagi sang penderita kusta? Untuk mengilustrasikannya, perhatikan sebuah pengalaman. Dr. Paul Brand, seorang spesialis penyakit kusta, bercerita tentang seorang penderita kusta yang dia tangani di India. Pada waktu pemeriksaan, sang dokter meletakkan tangannya di bahu si penderita kusta dan menjelaskan, melalui seorang penerjemah, perawatan yang akan dijalani pria itu. Tiba-tiba, si penderita kusta mulai menangis. ”Apakah saya telah mengatakan sesuatu yang salah?” tanya sang dokter. Sang penerjemah menanyakan hal itu kepada si pemuda dengan menggunakan bahasanya, lalu menjawab, ”Tidak, Dokter. Dia mengatakan bahwa dia menangis karena Anda meletakkan tangan Anda di bahunya. Sampai dia datang ke sini, tak seorang pun pernah menyentuhnya selama bertahun-tahun.” Bagi penderita kusta yang mendekati Yesus, mendapat sentuhan memiliki makna yang bahkan lebih besar. Setelah sentuhan itu, penyakit yang telah membuat dia menjadi orang yang tersisih, lenyap!
13, 14. (a) Iring-iringan apa yang Yesus jumpai sewaktu mendekati kota Nain, dan apa yang membuat situasi tersebut teramat menyedihkan? (b) Keibaan hati Yesus menggerakkan dia untuk mengambil tindakan apa demi sang janda dari Nain?
13 Tergerak untuk menghalau kepedihan hati. Yesus sangat tergerak oleh kepedihan hati orang lain. Misalnya, perhatikan catatan di Lukas 7:11-15. Peristiwanya terjadi ketika, kira-kira pada pertengahan pelayanannya, Yesus berjalan menuju daerah pinggiran kota Nain di Galilea. Seraya mendekati gerbang kota itu, Yesus berjumpa dengan suatu iring-iringan pemakaman. Keadaannya teramat tragis. Seorang pemuda yang adalah putra tunggal seorang janda, meninggal. Kemungkinan besar, janda tersebut pernah berjalan dalam iring-iringan semacam itu—yaitu untuk memakamkan suaminya. Kali ini untuk memakamkan putranya, yang barangkali adalah satu-satunya penunjang hidupnya. Kumpulan orang yang menyertainya bisa jadi mencakup para pelayat yang melantunkan nyanyian ratapan dan para pemusik yang memainkan melodi perkabungan. (Yeremia 9:17, 18; Matius 9:23) Akan tetapi, pandangan Yesus tertuju kepada sang ibu yang sedang dirundung kepedihan hati, yang pasti sedang berjalan di dekat usungan berisi jenazah putranya.
14 Yesus ”tergerak oleh rasa kasihan” terhadap sang ibu yang sedang berkabung. Dengan nada yang menenteramkan hati, dia berkata kepadanya, ”Jangan menangis lagi.” Tanpa diminta, dia mendekati usungan tersebut dan menyentuhnya. Para pengusung—dan mungkin seluruh kumpulan tersebut—berhenti. Dengan suara yang berwibawa, Yesus berbicara kepada tubuh yang tidak bernyawa tersebut, ”Anak muda, saya katakan kepadamu, ’Bangunlah!’” Apa yang terjadi selanjutnya? ”Orang mati itu pun hidup lagi, lalu duduk dan mulai berbicara” seolah-olah dibangunkan dari tidur nyenyak! Catatan itu dilanjutkan dengan suatu pernyataan yang paling menyentuh hati, ”Yesus menyerahkan dia kepada ibunya.”
15. (a) Catatan Alkitab mengenai Yesus yang tergerak oleh rasa kasihan menunjukkan kaitan apa antara keibaan hati dan tindakan? (b) Bagaimana kita dapat meniru Yesus sehubungan dengan hal ini?
15 Apa yang kita pelajari dari kisah-kisah tersebut? Pada setiap kasus, perhatikan kaitan antara keibaan hati dan tindakan. Yesus tidak dapat melihat orang lain menderita tanpa tergerak oleh rasa kasihan, dan dia tidak dapat merasa iba tanpa berbuat apa-apa. Bagaimana kita dapat meniru teladannya? Sebagai orang Kristen, kita berkewajiban untuk memberitakan kabar baik dan menjadikan murid. Kita terutama dimotivasi oleh kasih akan Allah. Namun, ingatlah bahwa memberitakan kabar baik juga merupakan tindakan keibaan hati. Jika kita merasakan apa yang orang-orang lain rasakan seperti halnya Yesus, hati kita akan menggerakkan kita untuk melakukan sebisa-bisanya dalam membagikan kabar baik kepada mereka. (Matius 22:37-39) Bagaimana dengan menunjukkan keibaan hati kepada rekan seiman yang sedang menderita atau berdukacita? Kita tidak dapat mengadakan mukjizat untuk menyingkirkan penderitaan jasmani atau membangkitkan orang mati. Akan tetapi, kita dapat menunjukkan keibaan hati dengan mengambil inisiatif untuk menunjukkan perhatian kita atau memberikan bantuan praktis yang cocok.—Efesus 4:32.
”Bapak, Ampunilah Mereka”
16. Bagaimana kesediaan Yesus untuk mengampuni terlihat jelas bahkan sewaktu dia berada di tiang siksaan?
16 Yesus dengan sempurna mencerminkan kasih Bapaknya melalui cara penting lain—dia ”siap mengampuni”. (Mazmur 86:5) Kesediaannya itu terlihat jelas bahkan sewaktu dia berada di tiang siksaan. Ketika harus mengalami kematian yang memalukan, dengan paku-paku yang menancap di tangan dan kakinya, apa yang Yesus katakan? Apakah dia berseru kepada Yehuwa untuk menghukum para eksekutornya? Yang terjadi justru sebaliknya; di antara kata-kata terakhirnya Yesus memohon, ”Bapak, ampunilah mereka, karena mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan.”—Lukas 23:34.b
17-19. Dengan cara apa saja Yesus menunjukkan bahwa dia mengampuni Rasul Petrus yang telah menyangkalnya tiga kali?
17 Barangkali, teladan Yesus yang bahkan lebih menggugah lagi dalam hal mengampuni dapat dilihat dari cara dia berurusan dengan Rasul Petrus. Tak diragukan, Petrus sangat mengasihi Yesus. Pada tanggal 14 Nisan, malam terakhir kehidupan Yesus, Petrus berkata kepadanya, ”Tuan, aku siap masuk penjara dan mati bersamamu.” Akan tetapi, hanya beberapa jam kemudian, Petrus tiga kali menyangkal bahwa dia mengenal Yesus! Alkitab memberi tahu kita apa yang terjadi setelah Petrus menyangkal untuk yang ketiga kalinya, ”Tuan menoleh dan menatap Petrus.” Karena merasa hancur akibat seriusnya dosa yang dia perbuat, Petrus ”pergi ke luar dan menangis dengan getir”. Ketika Yesus meninggal beberapa saat kemudian pada hari yang sama, sang rasul mungkin bertanya-tanya, ’Apakah Tuanku mengampuni aku?’—Lukas 22:33, 61, 62.
18 Petrus tidak perlu menunggu lama untuk memperoleh jawaban. Yesus dibangkitkan pada tanggal 16 Nisan pagi, dan agaknya pada hari yang sama, dia secara pribadi mengunjungi Petrus. (Lukas 24:34; 1 Korintus 15:4-8) Mengapa Yesus memberikan perhatian yang sangat khusus kepada rasul yang telah bersikeras menyangkal dia? Yesus mungkin ingin meyakinkan Petrus yang telah bertobat bahwa dia masih dikasihi dan dihargai oleh Tuannya. Namun, Yesus berbuat lebih banyak lagi untuk meyakinkan Petrus.
19 Beberapa waktu kemudian, Yesus menemui murid-muridnya di Laut Galilea. Pada peristiwa itu, Yesus tiga kali bertanya kepada Petrus (yang telah tiga kali menyangkal Tuannya) sehubungan dengan kasih Petrus terhadapnya. Setelah pertanyaan itu diajukan untuk ketiga kalinya, Petrus menjawab, ”Tuan, Tuan tahu segalanya. Tuan tahu aku sayang kepada Tuan.” Sesungguhnya, Yesus yang bisa membaca hati, tahu betul akan kasih dan kasih sayang Petrus terhadap dirinya. Namun, Yesus memberi Petrus kesempatan untuk menegaskan kasihnya. Selain itu, Yesus menugasi Petrus untuk ’memberi makan’ dan ’menggembalakan domba-domba kecilnya’. (Yohanes 21:15-17) Sebelumnya, Petrus telah menerima tugas untuk mengabar. (Lukas 5:10) Tetapi sekarang, dengan luar biasa, Yesus mempertunjukkan kepercayaannya kepada Petrus dengan memberinya tanggung jawab besar lebih lanjut—mengurus orang-orang yang akan menjadi pengikut Kristus. Tak lama kemudian, Yesus memberi Petrus suatu peranan yang menonjol dalam kegiatan murid-muridnya. (Kisah 2:1-41) Petrus pasti merasa sangat lega karena mengetahui bahwa Yesus telah mengampuni dia dan masih memercayainya!
Apakah Saudara ”Tahu tentang Kasih Kristus”?
20, 21. Bagaimana kita dapat sepenuhnya ”tahu tentang kasih Kristus”?
20 Sungguh, Firman Allah melukiskan kasih Kristus dengan sangat indah. Namun, bagaimana kita hendaknya menanggapi kasih Kristus? Alkitab mendesak kita untuk ”tahu tentang kasih Kristus, yang lebih baik daripada pengetahuan”. (Efesus 3:19) Seperti yang telah kita lihat, catatan Injil mengenai kehidupan dan pelayanan Yesus mengajar kita banyak hal tentang kasih Kristus. Akan tetapi, sepenuhnya ”tahu tentang kasih Kristus” mencakup lebih dari sekadar mempelajari apa yang Alkitab katakan tentang dia.
21 Kata Yunani yang diterjemahkan ”tahu” berarti mengetahui ”secara praktis, melalui pengalaman”. Jika kita menunjukkan kasih dengan cara seperti Yesus—dengan tidak mementingkan diri memberi diri kita demi orang lain, dengan beriba hati menanggapi kebutuhan mereka, dengan sepenuh hati mengampuni mereka—kita benar-benar bisa memahami perasaannya. Dengan cara ini, melalui pengalaman, kita akan ”tahu tentang kasih Kristus, yang lebih baik daripada pengetahuan”. Dan, jangan pernah lupa bahwa semakin kita menjadi seperti Kristus, semakin dekatlah kita kepada pribadi yang Yesus tiru dengan sempurna, Allah kita yang pengasih, Yehuwa.
a Peraturan para rabi menyatakan bahwa tidak seorang pun boleh berada pada jarak kurang dari empat hasta (1,8 meter) dari seorang penderita kusta. Tetapi, jika angin sedang bertiup, sang penderita kusta harus berada pada jarak setidaknya 100 hasta (45 meter). Buku Midrash Rabbah menceritakan seorang rabi yang menghindar dari para penderita kusta dan tentang rabi lain yang melempari para penderita kusta dengan batu agar mereka tidak mendekat. Jadi, para penderita kusta tahu betul bagaimana sakitnya ditolak serta bagaimana rasanya dipandang hina dan tidak diinginkan.
b Beberapa manuskrip kuno menghilangkan bagian pertama dari Lukas 23:34. Akan tetapi, karena terdapat dalam banyak manuskrip resmi lainnya, kata-kata tersebut dicantumkan dalam Terjemahan Dunia Baru dan sejumlah terjemahan lain. Yesus tampaknya berbicara mengenai para prajurit Romawi yang menghukum mati dia. Mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan dan tidak sadar siapa sebenarnya Yesus itu. Yesus juga tampaknya berbicara mengenai orang-orang Yahudi yang meminta agar dia dihukum mati tapi belakangan beriman kepadanya. (Kisah 2:36-38) Tentu saja, para pemimpin agama yang mendalangi eksekusi tersebut jauh lebih nista, karena mereka melakukannya dengan sengaja dan berdasarkan niat jahat. Kebanyakan dari mereka tidak mungkin diampuni.—Yohanes 11:45-53.
-
-
”Teruslah Mengasihi”Mendekatlah kepada Yehuwa
-
-
PASAL 30
”Teruslah Mengasihi”
1-3. Apa hasilnya jika kita meniru teladan Yehuwa dalam menunjukkan kasih?
”LEBIH bahagia memberi daripada menerima.” (Kisah 20:35) Kata-kata Yesus tersebut menandaskan kebenaran yang penting ini: Kasih yang tidak mementingkan diri mendatangkan imbalan tersendiri. Meskipun ada banyak kebahagiaan dalam menerima kasih, ada kebahagiaan yang bahkan lebih besar dalam memberikan, atau menunjukkan, kasih kepada orang lain.
2 Tidak ada yang memahami hal ini lebih baik daripada Bapak surgawi kita. Seperti yang kita lihat pada pasal-pasal sebelumnya dari bagian ini, Yehuwa adalah teladan kasih yang terunggul. Tak seorang pun pernah menunjukkan kasih dengan cara yang lebih besar atau selama kurun waktu yang lebih panjang daripada Yehuwa. Jadi, tidak mengherankan, bukan, jika Yehuwa disebut sebagai ”Allah yang bahagia”?—1 Timotius 1:11.
3 Allah kita yang pengasih menginginkan kita untuk berupaya menjadi seperti Dia, khususnya dalam menunjukkan kasih. Efesus 5:1, 2 memberi tahu kita, ”Tirulah Allah sebagai anak-anak yang dikasihi, dan teruslah mengasihi.” Jika kita meniru teladan Yehuwa dalam menunjukkan kasih, kita merasakan kebahagiaan yang lebih besar karena memberi. Kita juga merasa puas karena tahu bahwa kita menyenangkan Yehuwa, sebab Firman-Nya mendesak kita untuk ”mengasihi satu sama lain”. (Roma 13:8) Namun, ada alasan-alasan lain lagi mengapa kita hendaknya ’terus mengasihi’.
Mengapa Kasih Sangat Penting
Kasih menggerakkan kita untuk menyatakan keyakinan terhadap saudara-saudara kita
4, 5. Mengapa penting bagi kita untuk menunjukkan kasih yang rela berkorban kepada rekan seiman?
4 Mengapa penting bagi kita untuk menunjukkan kasih kepada rekan seiman? Singkatnya, kasih adalah inti Kekristenan sejati. Tanpa kasih, kita tidak bisa memiliki ikatan yang erat dengan rekan-rekan Kristen, dan terlebih penting lagi, kita tidak berharga dalam pandangan Yehuwa. Perhatikanlah bagaimana Firman Allah menandaskan kebenaran-kebenaran tersebut.
5 Pada malam terakhir kehidupannya di bumi, Yesus berkata kepada para pengikutnya, ”Aku memberi kalian perintah baru ini: Kasihi satu sama lain. Seperti aku sudah mengasihi kalian, kalian juga harus mengasihi satu sama lain. Kalau kalian saling mengasihi, semua orang akan tahu bahwa kalian muridku.” (Yohanes 13:34, 35) ”Seperti aku sudah mengasihi kalian”—ya, kita diperintahkan untuk menunjukkan jenis kasih seperti yang Yesus perlihatkan. Di Pasal 29, kita memperhatikan bahwa Yesus memberikan teladan yang mengagumkan dalam hal mempertunjukkan kasih yang rela berkorban, mendahulukan kebutuhan dan kepentingan orang lain. Kita juga harus mempertunjukkan kasih yang tidak mementingkan diri, dan kita harus melakukannya dengan sangat nyata sehingga kasih kita terlihat jelas bahkan oleh orang-orang di luar sidang Kristen. Ya, kasih persaudaraan yang rela berkorban adalah tanda yang mengidentifikasi kita sebagai pengikut Kristus yang sejati.
6, 7. (a) Bagaimana kita tahu bahwa Firman Yehuwa menjunjung tinggi pentingnya menunjukkan kasih? (b) Kata-kata Paulus yang dicatat di 1 Korintus 13:4-8 memusatkan perhatian pada aspek kasih yang mana?
6 Bagaimana jika kita kurang memiliki kasih? ”Kalau saya . . . tidak punya kasih,” kata Rasul Paulus, ”saya sama saja seperti gong atau simbal yang berisik.” (1 Korintus 13:1) Gong atau simbal yang berisik sama-sama menghasilkan suara yang bising. Benar-benar ilustrasi yang cocok! Orang yang tidak memiliki kasih bagaikan alat musik yang bunyinya nyaring dan cempreng, yang bukannya membuat orang tertarik tetapi malah menghindar. Bagaimana mungkin orang seperti itu akrab dengan orang lain? Paulus juga mengatakan, ”Kalau saya . . . punya iman yang sangat kuat sehingga bisa memindahkan gunung, tapi tidak punya kasih, saya tidak ada apa-apanya.” (1 Korintus 13:2) Coba bayangkan, orang yang tidak memiliki kasih adalah orang yang ”sama sekali tidak berguna”, tidak soal apa pun yang dia lakukan! (Terjemahan Baru-LAI) Tidakkah jelas bahwa Firman Yehuwa menjunjung tinggi pentingnya menunjukkan kasih?
7 Namun, bagaimana kita dapat menunjukkan sifat ini sewaktu berurusan dengan orang lain? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mari kita cermati kata-kata Paulus yang terdapat di 1 Korintus 13:4-8. Ayat-ayat ini bukan menekankan kasih Allah kepada kita ataupun kasih kita kepada Allah. Sebaliknya, Paulus memusatkan perhatian pada bagaimana kita hendaknya menunjukkan kasih kepada satu sama lain. Dia menjabarkan beberapa hal yang merupakan kasih dan beberapa hal yang bukan merupakan kasih.
Apa Kasih Itu
8. Bagaimana kesabaran membantu kita dalam berurusan dengan orang lain?
8 ”Orang yang punya kasih itu sabar.” Itu berarti dia dengan sabar menahan diri untuk tidak melakukan pembalasan terhadap orang lain. (Kolose 3:13) Bukankah kita membutuhkan kesabaran demikian? Karena kita adalah makhluk-makhluk tak sempurna yang melayani bahu-membahu, kita berpikir realistis jika mengantisipasi bahwa adakalanya, saudara Kristen kita mungkin menyakiti kita dan kita mungkin melakukan hal yang sama kepada mereka. Namun, kesabaran dan pengekangan diri dapat membantu kita menanggulangi gesekan-gesekan dan benturan-benturan kecil yang kita alami sewaktu berurusan dengan orang lain—tanpa mengganggu kedamaian sidang.
9. Dengan cara apa saja kita dapat menunjukkan kebaikan hati kepada orang lain?
9 ”Orang yang punya kasih itu . . . baik hati.” Kebaikan hati ditunjukkan melalui tindakan yang bermanfaat dan perkataan yang penuh timbang rasa. Kasih menggerakkan kita mencari cara untuk menunjukkan kebaikan hati, terutama kepada mereka yang paling membutuhkan. Misalnya, seorang rekan seiman yang lanjut usia mungkin kesepian dan perlu dijenguk guna membesarkan hatinya. Seorang ibu tanpa suami atau seorang saudari yang hidup dalam rumah tangga yang terbagi secara agama mungkin perlu bantuan tertentu. Seseorang yang sedang sakit atau menghadapi kesengsaraan tertentu mungkin perlu mendengar kata-kata yang simpatik dari seorang sahabat yang setia. (Amsal 12:25; 17:17) Jika kita berinisiatif untuk menunjukkan kebaikan hati dengan cara-cara demikian, kita memperlihatkan ketulusan kasih kita.—2 Korintus 8:8.
10. Bagaimana kasih membantu kita menjunjung kebenaran dan berbicara dengan jujur, bahkan sewaktu tidak mudah bagi kita untuk melakukannya?
10 ’Orang yang punya kasih bergembira karena hal-hal yang benar.’ Terjemahan lain berbunyi, ”Kasih . . . senang bersisian dengan kebenaran.” Kasih menggerakkan kita untuk menjunjung kebenaran dan ’jujur saat berbicara kepada orang lain’. (Zakharia 8:16) Misalnya, jika seseorang yang kita kasihi terlibat dalam dosa serius, kasih kepada Yehuwa—dan kepada orang yang berbuat salah tersebut—akan membantu kita berpegang pada standar-standar Allah dan bukannya berupaya menyembunyikan, membenarkan, atau bahkan berdusta tentang perbuatan salah tersebut. Memang, mungkin sulit untuk menerima kenyataan. Namun, kita ingin orang yang kita kasihi tersebut menerima dan menyambut suatu pernyataan disiplin yang pengasih dari Allah, mengingat semua itu demi kebaikan dia. (Amsal 3:11, 12) Sebagai orang Kristen yang pengasih, kita juga berkeinginan untuk ”berlaku jujur dalam segala hal”.—Ibrani 13:18.
11. Karena orang yang punya kasih ”menanggung segala beban”, kita hendaknya berupaya melakukan apa sehubungan dengan kelemahan rekan-rekan seiman?
11 ”Orang yang punya kasih menanggung segala beban.” Ungkapan tersebut secara harfiah berarti ”menutupi segala sesuatu”. (Kingdom Interlinear) Satu Petrus 4:8 menyatakan, ”Orang yang memiliki kasih selalu rela memaafkan.” Ya, seorang Kristen yang dibimbing oleh kasih tidak berminat membeberkan semua ketidaksempurnaan dan kelemahan saudara-saudara Kristennya. Dalam banyak kasus, kekeliruan dan kesalahan rekan-rekan seiman bersifat sepele dan dapat ditutupi oleh kasih.—Amsal 10:12; 17:9.
12. Bagaimana Rasul Paulus memperlihatkan bahwa dia percaya akan yang terbaik sehubungan dengan Filemon, dan apa yang dapat kita pelajari dari teladan Paulus?
12 ”Orang yang punya kasih . . . percaya segala sesuatu.” Terjemahan Moffatt mengatakan bahwa kasih ”selalu ingin sekali memercayai yang terbaik”. Kita tidak boleh menaruh kecurigaan yang berlebihan terhadap rekan-rekan seiman, meragukan setiap motif mereka. Kasih membantu kita untuk ’percaya yang terbaik’ sehubungan dengan saudara-saudara kita dan menaruh keyakinan kepada mereka.a Perhatikanlah sebuah contoh yang terdapat dalam surat Paulus kepada Filemon. Paulus menulis surat tersebut untuk menganjurkan Filemon agar menerima dengan senang hati kepulangan Onesimus, budak yang melarikan diri, yang telah menjadi seorang Kristen. Ketimbang berupaya memaksa Filemon, Paulus menyampaikannya berdasarkan kasih. Dia menyatakan keyakinannya bahwa Filemon akan melakukan tindakan yang benar, dengan mengatakan, ”Aku yakin bahwa kamu akan setuju, maka aku menulis ini kepadamu, karena aku tahu bahwa kamu akan berbuat lebih banyak daripada yang kukatakan.” (Ayat 21) Jika kasih menggerakkan kita untuk menunjukkan keyakinan semacam itu terhadap saudara-saudara kita, kita mengembangkan sifat-sifat terbaik mereka.
13. Bagaimana kita dapat menunjukkan bahwa kita mengharapkan yang terbaik bagi saudara-saudara kita?
13 ”Orang yang punya kasih . . . selalu punya harapan.” Kasih itu penuh kepercayaan, dan juga penuh harapan. Karena dimotivasi oleh kasih, kita mengharapkan yang terbaik bagi saudara-saudara kita. Sebagai contoh, jika seorang saudara ”salah langkah dan belum menyadarinya”, kita berharap dia akan menyambut upaya-upaya pengasih untuk menyesuaikan dia kembali. (Galatia 6:1) Kita juga berharap bahwa orang-orang yang imannya lemah akan pulih kembali. Kita bersabar terhadap orang-orang demikian, melakukan apa yang dapat kita lakukan untuk membantu mereka agar imannya menjadi kuat. (Roma 15:1; 1 Tesalonika 5:14) Bahkan, jika seseorang yang kita kasihi tersesat, kita tidak berhenti berharap bahwa suatu hari nanti dia akan sadar dan kembali kepada Yehuwa, sebagaimana anak yang hilang dalam perumpamaan Yesus.—Lukas 15:17, 18.
14. Dengan cara apa saja ketekunan kita mungkin diuji di dalam sidang, dan bagaimana kasih akan membantu kita menanggapinya?
14 ”Orang yang punya kasih . . . bertekun menghadapi segala sesuatu.” Ketekunan memungkinkan kita berdiri teguh menghadapi kekecewaan atau penderitaan. Ujian-ujian ketekunan tidak hanya datang dari luar sidang. Adakalanya, kita mungkin diuji dari dalam. Karena tidak sempurna, saudara-saudara kita kadang-kadang mengecewakan kita. Pernyataan yang tidak dipikir lebih dahulu bisa menyakiti perasaan kita. (Amsal 12:18) Bisa jadi, suatu persoalan sidang tidak ditangani sebagaimana yang menurut kita semestinya dilakukan. Tingkah laku seorang saudara yang disegani mungkin mengesalkan, membuat kita berpikir, ’Masa orang Kristen tingkahnya begitu?’ Sewaktu menghadapi situasi-situasi demikian, apakah kita akan menjauh dari sidang dan berhenti melayani Yehuwa? Tidak, jika kita mempunyai kasih! Ya, kasih mencegah kita menjadi sedemikian dibutakan oleh kelemahan seorang saudara sehingga tak dapat lagi melihat hal-hal baik dalam diri saudara tersebut atau dalam sidang secara keseluruhan. Kasih memungkinkan kita tetap setia kepada Allah dan mendukung sidang tidak soal apa pun yang dikatakan atau dilakukan oleh manusia tak sempurna lainnya.—Mazmur 119:165.
Apa yang Bukan Kasih
15. Mengapa kita tidak boleh merasa iri terhadap orang lain, dan bagaimana kasih bisa membantu kita?
15 ”Orang yang punya kasih . . . tidak iri hati.” Kita tidak boleh merasa iri hati terhadap apa yang dimiliki orang lain, seperti harta, berkat yang mereka dapatkan, atau kesanggupan mereka. Iri hati adalah emosi yang egois dan bersifat merusak yang, jika tidak dikendalikan, dapat merusak kedamaian sidang. Apa yang akan membantu kita melawan kecenderungan untuk iri? (Yakobus 4:5) Jawabannya adalah kasih. Sifat yang berharga ini memungkinkan kita bersukacita bersama orang yang tampaknya memiliki beberapa keberuntungan hidup yang tidak kita miliki. (Roma 12:15) Kasih membantu kita untuk tidak merasa terhina apabila seseorang dipuji atas kesanggupannya yang unggul atau hasil kerjanya yang menonjol.
16. Jika kita sungguh-sungguh mengasihi saudara-saudara kita, mengapa kita tidak akan membualkan apa yang kita lakukan dalam melayani Yehuwa?
16 ”Orang yang punya kasih . . . tidak membanggakan diri, tidak menjadi sombong.” Kasih mencegah kita memamerkan bakat atau prestasi kita. Jika kita sungguh-sungguh mengasihi saudara-saudara kita, bagaimana mungkin kita terus-terusan membanggakan kesuksesan kita dalam dinas atau tugas-tugas tambahan kita di sidang? Bualan semacam itu dapat mengecilkan hati orang lain, membuat mereka merasa rendah diri. Kasih tidak membuat kita membanggakan diri karena tugas-tugas yang Allah berikan kepada kita. (1 Korintus 3:5-9) Lagi pula, kasih ”tidak menjadi sombong”, atau seperti The New Testament in Modern English katakan, kasih tidak ”membanggakan gagasan yang dibesar-besarkan demi kepentingannya sendiri”. Kasih mencegah kita memandang diri kita lebih tinggi daripada yang semestinya.—Roma 12:3.
17. Kasih menggerakkan kita untuk menunjukkan timbang rasa dalam bentuk apa terhadap orang lain, dan karena itu, kelakuan macam apa yang akan kita hindari?
17 ”Orang yang punya kasih . . . tidak berlaku tidak sopan.” Orang yang berlaku tidak sopan bertindak dengan cara yang tidak pantas atau mengesalkan. Perbuatan semacam itu tidak pengasih karena jelas-jelas menunjukkan ketidakpedulian terhadap perasaan dan kesejahteraan orang lain. Sebagai kontras, di dalam kasih ada kemurahan hati yang menggerakkan kita untuk bertimbang rasa terhadap orang lain. Kasih menjunjung tata krama yang baik, tingkah laku yang saleh, dan respek terhadap rekan seiman kita. Oleh karena itu, kasih tidak mengizinkan kita terlibat dalam ”kelakuan memalukan”—ya, perilaku apa pun yang akan mengejutkan atau menyakiti hati saudara-saudara Kristen kita.—Efesus 5:3, 4.
18. Mengapa orang yang pengasih tidak menuntut agar segala sesuatu dilakukan menurut keinginannya?
18 ”Orang yang punya kasih . . . tidak mementingkan diri.” Revised Standard Version menerjemahkan bagian ini menjadi, ”Kasih tidak berkukuh pada keinginannya sendiri.” Orang yang pengasih tidak menuntut agar segala sesuatu dilakukan menurut keinginannya, seolah-olah pendapatnyalah yang selalu benar. Dia tidak memanipulasi orang lain, tidak menggunakan kemampuan persuasinya guna memojokkan orang-orang yang pandangannya berbeda. Kedegilan semacam itu menyingkapkan adanya kesombongan, dan Alkitab mengatakan, ”Kesombongan berujung pada kehancuran.” (Amsal 16:18) Jika kita benar-benar mengasihi saudara-saudara kita, kita akan menghargai pandangan mereka, dan jika mungkin, kita akan menunjukkan kesediaan untuk mengalah. Semangat untuk mengalah selaras dengan kata-kata Paulus, ”Setiap orang harus memikirkan kepentingan orang lain, bukan kepentingannya sendiri.”—1 Korintus 10:24.
19. Bagaimana kasih membantu kita bereaksi ketika orang lain menyakiti hati kita?
19 ”Orang yang punya kasih . . . tidak cepat marah [dan] tidak menyimpan kekesalan.” Dia tidak mudah terpancing menjadi marah atas apa yang orang lain katakan atau lakukan. Memang, wajar jika kita kesal sewaktu orang lain menyakiti hati kita. Namun, meskipun kita memiliki alasan yang sah untuk marah, kasih tidak membiarkan kita tetap terpancing menjadi marah. (Efesus 4:26, 27) Kita tidak akan menyimpan catatan mengenai kata-kata atau perbuatan yang menyakitkan, seolah-olah menuliskannya pada sebuah neraca lajur sehingga hal-hal itu takkan terlupakan. Sebaliknya, kasih menggerakkan kita untuk meniru Allah kita yang pengasih. Seperti yang kita lihat di Pasal 26, Yehuwa mengampuni apabila ada dasar yang benar untuk melakukannya. Sewaktu mengampuni kita, Dia melupakan dalam arti Dia tidak akan mengungkit-ungkit lagi dosa-dosa tersebut. Tidakkah kita bersyukur bahwa Yehuwa tidak mencatat kerugian?
20. Bagaimana hendaknya reaksi kita jika seorang rekan seiman terjerat oleh dosa dan sebagai akibatnya dia menjadi sangat menderita?
20 ”Orang yang punya kasih . . . tidak bergembira karena hal-hal yang tidak benar.” Dalam The New English Bible ayat ini berbunyi, ”Kasih . . . tidak bergembira atas dosa-dosa orang lain.” Terjemahan Moffatt berbunyi, ”Kasih tidak pernah bahagia apabila orang lain melakukan kesalahan.” Kasih tidak memperoleh kesenangan dalam hal-hal yang tidak benar, maka kita tidak menutup mata terhadap seriusnya perbuatan amoral dalam bentuk apa pun. Bagaimana reaksi kita jika seorang rekan seiman terjerat dosa dan sebagai akibatnya dia menjadi sangat menderita? Kasih tidak akan membiarkan kita bersukacita, seolah-olah mengatakan, ’Bagus! Biar dia tahu rasa!’ (Amsal 17:5) Akan tetapi, kita bersukacita apabila seorang saudara yang telah berbuat salah mengambil langkah-langkah positif untuk memulihkan diri dari kejatuhan rohaninya.
”Jalan yang Jauh Lebih Baik”
21-23. (a) Apa yang Paulus maksudkan ketika dia mengatakan bahwa ”kasih tidak akan berakhir”? (b) Apa yang akan dibahas pada pasal terakhir?
21 ”Kasih tidak akan berakhir.” Apa yang Paulus maksudkan dengan kata-kata tersebut? Sebagaimana terlihat dari konteksnya, dia sedang membahas tentang berbagai karunia dari kuasa kudus yang ada di antara orang Kristen masa awal. Karunia-karunia itu merupakan tanda bahwa Allah senang dengan sidang yang baru terbentuk tersebut. Namun, tidak semua orang Kristen dapat menyembuhkan, bernubuat, atau berbicara dalam bahasa-bahasa lain. Akan tetapi, hal itu tidak menjadi masalah; karunia-karunia yang bersifat mukjizat tersebut pada akhirnya akan lenyap. Meskipun demikian, ada sesuatu yang akan tetap ada, sesuatu yang dapat dipupuk oleh setiap orang Kristen. Sesuatu yang lebih menonjol, lebih bertahan daripada karunia-karunia yang bersifat mukjizat mana pun. Malah, Paulus menyebutnya sebagai ”jalan yang jauh lebih baik”. (1 Korintus 12:31) Apa ”jalan yang jauh lebih baik” tersebut? Jalan kasih.
22 Ya, kasih Kristen yang Paulus lukiskan ”tidak akan berakhir”. Hingga saat ini, kasih persaudaraan yang rela berkorban mengidentifikasi para pengikut Yesus yang sejati. Tidakkah kita melihat bukti adanya kasih semacam itu di sidang-sidang penyembah Yehuwa di seluas bumi? Kasih tersebut akan ada untuk selama-lamanya karena Yehuwa menjanjikan kehidupan abadi kepada hamba-hamba-Nya yang setia. (Mazmur 37:9-11, 29) Semoga kita terus melakukan yang terbaik untuk ’terus mengasihi’. Dengan melakukannya, kita dapat merasakan kebahagiaan yang lebih besar karena memberi. Lebih dari itu, kita dapat terus hidup—ya, terus mengasihi—selama-lamanya, seraya meniru Allah kita yang pengasih, Yehuwa.
Umat Yehuwa dikenal dari kasih mereka kepada satu sama lain
23 Pada pasal ini, yang mengakhiri bagian yang mengulas soal kasih, kita telah membahas tentang bagaimana kita dapat menunjukkan kasih kepada satu sama lain. Namun, mengingat betapa banyak manfaat yang kita peroleh dari kasih Yehuwa—demikian pula dari kuasa, keadilan, dan hikmat-Nya—tepatlah jika kita bertanya, ’Bagaimana saya dapat menunjukkan kepada Yehuwa bahwa saya benar-benar mengasihi Dia?’ Pertanyaan tersebut akan dibahas pada pasal terakhir buku ini.
-