PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Malawi
    Buku Kegiatan Saksi-Saksi Yehuwa 1999
    • Isyarat Kesusahan

      Pada awal tahun 1960-an, semangat nasionalisme sedang memuncak di Malawi. Selaras dengan kesepakatan yang dibuat bersama Inggris, otonomi penuh akan diberikan pada pertengahan tahun 1964 seusai pemilihan umum. Sementara itu, dr. Banda diangkat menjadi perdana menteri interen atas koloni tersebut. Sebelum pemilihan umum, pemerintah menyelenggarakan pendaftaran sukarela bagi pemberi suara yang berlangsung dari tanggal 30 Desember 1963, hingga 19 Januari 1964.

      Pada waktu inilah Saksi-Saksi Yehuwa di Malawi pertama kali terseret ke dalam apa yang belakangan disebut dalam San Francisco Examiner (diterbitkan di AS) sebagai ”suatu perang agama . . . perang yang sangat tidak seimbang, pertarungan antara kekuatan melawan iman”. Saksi-Saksi Yehuwa bukanlah pihak yang menabuh genderang perang. Selaras dengan ajaran Alkitab, mereka memperlihatkan respek kepada para pemerintah duniawi dan dengan jujur membayar pajak. (Luk. 20:19-25; Rm. 13:1-7) Akan tetapi, karena Yesus Kristus mengatakan bahwa para pengikutnya ”bukan bagian dari dunia”, Saksi-Saksi Yehuwa juga mempertahankan kedudukan netral yang teguh sehubungan dengan perang bangsa-bangsa dan urusan politiknya.—Yoh. 17:16; Kis. 5:28, 29.

      Seraya seluruh negeri dilanda demam pendaftaran pemberi suara, Saksi-Saksi menggunakan hak mereka untuk tidak mendaftar. Akan tetapi, sewaktu para pejabat partai memperhatikan pendirian mereka yang netral, penganiayaan yang hebat pun terjadi. Upaya dilakukan untuk memaksa Saksi-Saksi berubah pikiran dan membeli kartu keanggotaan partai. Selama masa ini, laporan-laporan pun diterima oleh kantor cabang, memperlihatkan bahwa lebih dari 100 Balai Kerajaan dan 1.000 rumah saudara-saudara telah dibakar atau diruntuhkan. Ratusan ladang dan gudang makanan dibakar. Sungguh menyedihkan bahwa banyak keluarga Saksi-Saksi Yehuwa kini tidak punya makanan atau tempat bernaung. Ada yang melarikan diri ke Mozambik, negara terdekat, untuk menyelamatkan diri. Banyak yang menderita pemukulan hebat. Di antaranya Kenneth Chimbaza, seorang pengawas keliling. Beberapa tahun setelah mengalami penganiayaan demikian, ia meninggal, tampaknya akibat cedera yang dideritanya.

      Integritas di Bawah Pencobaan

      Ada banyak sekali pengalaman Saksi-Saksi yang memelihara integritas di bawah penganiayaan. Misalnya, ada dua saudari yang tinggal tidak jauh dari Blantyre yang harus mengasuh 11 anak. Suami-suami mereka telah menyerah pada tekanan politik dan membeli kartu keanggotaan partai. Kini, kedua saudari itu didesak untuk membeli kartu. Mereka menolak. Para pejabat partai memberi tahu bahwa mereka akan kembali keesokan harinya untuk memeriksa apakah saudari-saudari itu sudah berubah pikiran. Yang pasti, keesokan paginya sekumpulan besar orang datang untuk membawa mereka. Kemudian mereka dibawa ke tempat umum, diancam akan diperkosa, dan dipukuli karena menolak membeli kartu partai. Saudari-saudari itu tetap teguh. Mereka kemudian diizinkan pulang, kemudian dijemput kembali keesokan harinya. Sekali lagi, mereka dipukuli, dan kali ini ditelanjangi di depan kumpulan orang. Namun, saudari-saudari tersebut tetap tidak mau berkompromi.

      Sekarang para penganiaya menggunakan metode lain. ”Kami telah menelepon kantor kalian,” kata mereka, ”dan telah berbicara dengan Johansson dan McLuckie serta Mafambana. Mereka memberi tahu kami bahwa kalian harus membeli kartu, karena mereka pun telah membeli kartu, seperti semua Saksi-Saksi Yehuwa lain di [Malawi]. Jadi, di seluruh negara hanya tinggal kalian berdua yang belum membeli kartu. Sebaiknya kalian beli itu sekarang juga.” Saudari-saudari itu menjawab, ”Kami hanya melayani Allah Yehuwa. Jadi, jika saudara-saudara di kantor cabang telah membeli kartu, itu tidak ada sangkut-pautnya dengan kami. Kami tidak akan berkompromi, sekalipun kalian membunuh kami!” (Bandingkan Roma 14:12.) Akhirnya, kedua saudari itu dibebaskan.

      Kedua saudari yang setia dan rendah hati ini tidak dapat membaca atau menulis, namun mereka memiliki kasih yang dalam akan Yehuwa dan hukum-Nya. Pendirian mereka yang teguh menggemakan kata-kata Mazmur 56:12, ”Kepada Allah aku percaya, aku tidak takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?”

      Upaya untuk Memperjelas Kedudukan Kita

      Seraya insiden serius semakin menjadi-jadi, Lembaga bekerja keras agar kalangan berwenang menghentikan penganiayaan. Kantor perdana menteri dihubungi dan Lembaga diizinkan menghadap dr. Banda pada tanggal 30 Januari 1964. Pada kesempatan itu, Jack Johansson dapat menerangkan sejelas-jelasnya pendirian netral Saksi-Saksi Yehuwa, dengan mendasarkan pembahasannya atas Roma pasal 13. Sang perdana menteri tampak cukup puas dengan pembahasan itu, dan sewaktu Saudara Johansson pamit, dr. Banda mengucapkan banyak terima kasih.

      Akan tetapi, persis empat hari kemudian, sekelompok Saksi di kawasan Mulanje diserang. Elaton Mwachande dibunuh dengan brutal. Sebatang anak panah ditembakkan hingga menembus leher Mona Mwiwaula, seorang Saksi lanjut usia, dan ia dibiarkan agar mati. Anehnya, saudari ini selamat, dan belakangan kesaksiannya digunakan untuk menyeret orang-orang yang brutal tersebut ke meja hijau. Sewaktu berita mengenai insiden yang mengerikan ini mencapai kantor cabang, sepucuk telegram yang urgen segera dikirimkan ke kantor perdana menteri.

      Hasilnya adalah pertemuan sekali lagi dengan dr. Banda serta dua menterinya pada tanggal 11 Februari 1964. Harold Guy dan Alexander Mafambana menemani Jack Johansson. Namun, kali ini suasananya sangat berbeda. Sambil melambaikan telegram tersebut di udara, dr. Banda mengatakan, ”Tn. Johansson, apa maksud Anda mengirimkan telegram seperti ini?” Saudara-saudara dengan tenang berupaya meyakinkan sang perdana menteri akan pendirian kita yang netral dan ketaatan kepada hukum negeri itu. Tetapi, sang perdana menteri dan rekan-rekannya membantah dengan mengatakan bahwa Saksi-Saksi Yehuwa sengaja membangkitkan kemarahan penyerang mereka. Pertemuan itu berakhir dengan hasil yang negatif, Saksi-Saksi Yehuwa dipersalahkan atas situasi yang kacau di negara itu. Saudara Johansson bahkan diancam akan segera dideportasi. Akan tetapi, tampaknya kemarahan dr. Banda lebih banyak ditujukan pada ketidakcakapan kedua menterinya yang tidak dapat mengajukan bukti yang masuk akal tentang provokasi oleh Saksi-Saksi Yehuwa.

      Menarik, dalam pengadilan yang menindaklanjuti pembunuhan atas Saudara Mwachande, hakim yang bertugas, Tn. L. M. E. Emejulu, tidak menemukan bukti bahwa Saksi-Saksi Yehuwa dengan satu atau lain cara telah membangkitkan kemarahan penyerang mereka, sebagaimana dituduhkan pemerintah. Sang hakim menyatakan, ”Saya tidak menemukan bukti adanya provokasi. Memang Saksi-Saksi Yehuwa bertekad menyebarluaskan iman mereka dan berupaya menobatkan orang, tetapi mereka menyadari kewajiban mereka sebagai warga negara dan mereka melakukan sebisa-bisanya apabila diminta . . . Mereka hanya menolak bergabung dengan partai politik mana pun.”

      Seraya kehebohan pendaftaran pemberi suara mereda, sang perdana menteri menyerukan agar ada perdamaian dan ketenangan di negara itu. ”Jangan ada masalah bagi orang Eropa, polisi, orang India, bahkan Saksi-Saksi Yehuwa,” katanya. ”Maafkan mereka!” Pada bulan Juli 1964, dengan suasana gegap-gempita, koloni Nyasaland menjadi republik yang merdeka dan berganti nama menjadi Malawi. Penganiayaan akhirnya berakhir, tetapi delapan nyawa hamba Yehuwa telah menjadi korban dengan cara yang mengerikan.

  • Malawi
    Buku Kegiatan Saksi-Saksi Yehuwa 1999
    • Situasinya Kembali Memburuk

      Seusai kursus bahasa yang singkat, Keith Eaton, serta istrinya, Anne, ditugaskan untuk pekerjaan distrik. Pada mulanya, mereka mendapat bantuan pengasih dari Kenneth Chimbaza dan keluarganya. Maimba muda, yang selalu ingin membantu, khususnya merasa senang membawakan tas pengabaran Saudara Eaton setiap kali mereka ambil bagian dalam dinas pengabaran.

      Pada bulan April 1967 sewaktu Saudara Eaton sedang melayani sebuah kebaktian wilayah di Desa Thambo di daerah Phalombe, ia mendengarkan siaran radio yang menggelisahkan. Dr. Banda menuduh Saksi-Saksi Yehuwa sengaja membangkitkan kemarahan para pejabat partai dan para anggota gerakan pemuda yang dikenal sebagai Perintis Muda Malawi dan Liga Pemuda Malawi. Ia juga menyatakan bahwa Saksi-Saksi tidak hanya menolak membeli kartu keanggotaan partai, tetapi juga membujuk orang lain untuk tidak melakukannya.

      Pada tahun 1964, persoalan kartu partai mulai diangkat. Meskipun pembelian kartu ini bersifat sukarela, penolakan untuk membelinya dianggap oleh para pejabat partai sebagai tindakan yang tidak respek. Belakangan dikatakan bahwa membeli kartu adalah ”salah satu cara kita, bangsa negara ini, dapat memperlihatkan penghargaan kepada [dr. Banda] untuk membangun negara Malawi ini”. Dengan perasaan murka terhadap pendirian teguh Saksi-Saksi Yehuwa sehubungan dengan masalah tersebut, para pejabat partai memperbarui upaya memaksa saudara-saudara agar patuh. Laporan mengenai pelecehan dan pemukulan kembali mencapai kantor cabang.

      Pada satu kesempatan, Malcolm Vigo diminta oleh beberapa pejabat partai untuk mengunjungi seorang saudara dari Sidang Jumbe yang ditangkap karena menolak membeli kartu partai. Sebelum masuk ke ruangan, Saudara Vigo berdoa dengan senyap. Tampak jelas sejak permulaan, para pejabat ini berharap agar Saudara Vigo akan memberi tahu mereka bahwa Lembaga Menara Pengawal dengan jelas memberi tahu para anggotanya bahwa membeli kartu partai itu salah. Sebaliknya, ia menekankan bahwa Lembaga tidak mendikte siapa pun tentang apa yang harus dilakukan dan setiap orang harus membuat keputusan sendiri mengenai masalah tersebut. Para pejabat partai tidak senang dengan penjelasannya. Pertanyaan-pertanyaan pun dilontarkan dari semua pihak. Dengan perasaan antusias untuk menjebaknya, para pejabat itu melontarkan satu demi satu pertanyaan bahkan sebelum Saudara Vigo dapat menjawabnya. Setelah proses pemeriksaan selama dua jam, saudara tersebut akhirnya dibebaskan. Tidak ada kartu partai yang dibeli.

      Pelarangan!

      Situasinya mencapai puncak pada bulan September 1967 pada pertemuan tahunan partai yang berkuasa, Partai Kongres Malawi. Salah satu resolusi yang dinyatakan di sana berbunyi, ”[Kami] merekomendasikan dengan kuat agar sekte Saksi-Saksi Yehuwa dinyatakan ilegal di negara ini.” Alasannya? Resolusi itu menyatakan, ”Sekte itu membahayakan stabilitas perdamaian dan ketenangan yang penting bagi berjalannya Negara kita dengan mulus.” Kemudian, dalam pidato penutup pertemuan itu, sang presiden menyatakan, ”Saksi-Saksi Yehuwa mendatangkan kesulitan di mana-mana. Oleh karena ini, kemarin Pertemuan mengeluarkan suatu resolusi yang mengatakan bahwa Saksi-Saksi Yehuwa hendaknya dilarang. Saya memberi Anda jaminan, Pemerintah pasti akan meninjau perkara tersebut dengan segera.”

      Apakah Saksi-Saksi Yehuwa sesungguhnya ’membahayakan stabilitas Malawi’? Sama sekali tidak! Saksi-Saksi di Malawi belakangan dilukiskan oleh seorang pengamat sebagai ”warga negara teladan” yang ”rajin membayar pajak, mengurus orang sakit, memerangi buta huruf”. Meskipun demikian, pemerintah benar-benar ”meninjau perkara tersebut dengan segera”. Perintah resmi yang membawa pelarangan segera ditandatangani, dan diberlakukan pada tanggal 20 Oktober 1967. Seluruh bangsa diberi tahu melalui kepala berita surat kabar dengan huruf-huruf tebal dan besar, ”Malawi Melarang Sekte ’Berbahaya’”. Meskipun dinyatakan bahwa tindakan tersebut diambil karena Saksi-Saksi Yehuwa ”membahayakan pemerintah Malawi yang baik”, tampak jelas bahwa alasan sebenarnya adalah karena mereka menolak membeli kartu keanggotaan partai. Selaras dengan keyakinan mereka yang kuat dan berdasarkan Alkitab, Saksi-Saksi Yehuwa hanya memilih untuk ”menaati Allah sebagai penguasa sebaliknya daripada manusia”.—Kis. 5:28, 29.

      Persiapan di Muka Tidak Sia-Sia

      Sebelum pelarangan diberlakukan, saudara-saudara di kantor cabang sadar bahwa pasti akan ada tindakan resmi terhadap Saksi-Saksi Yehuwa. Meskipun mereka tidak berharap adanya pelarangan total, mereka mulai mengambil langkah-langkah pencegahan. Pertemuan khusus diadakan di berbagai bagian negara itu guna memberikan pengarahan dan anjuran kepada para pengawas wilayah dan distrik. Pedoman praktis diberikan sehubungan dengan perhimpunan sidang, dinas pengabaran, persediaan lektur, dan pengiriman surat. Informasi ini terbukti sangat berharga seraya situasinya memburuk.

      Sidang-sidang dengan sungguh-sungguh mengikuti saran ini sewaktu disampaikan kepada mereka. Formulir Lembaga tidak digunakan lagi. Sebaliknya, laporan dinas sidang ditulis pada kertas biasa dan dikirimkan ke kantor cabang melalui kurir. Jam perhimpunan diubah menurut kebutuhan setiap sidang. Satu sidang memutuskan untuk mengadakan perhimpunan pada hari Minggu pukul setengah enam pagi, sebelum penduduk desa bangun. Mengenai pekerjaan pengabaran, tidak ada pelarangan yang dapat menghentikan Saksi-Saksi Yehuwa untuk menyebarkan kabar baik Kerajaan. Sebagaimana kasusnya pada zaman para rasul, saudara-saudari kita yang setia mengambil sikap, ”Kami tidak dapat berhenti berbicara mengenai perkara-perkara yang telah kami lihat dan dengar.”—Kis. 4:20.

      Tidak lama sebelum pelarangan diberlakukan, kantor cabang menerima informasi dari sebuah sumber yang dapat dipercaya bahwa surat kabar Government Gazette sedang mempersiapkan pengumuman tentang pelarangan atas Saksi-Saksi Yehuwa. Menindaklanjuti hal ini, saudara-saudara segera memindahkan semua arsip dan dokumen penting, bahkan beberapa peralatan, ke rumah berbagai saudara. Persediaan lektur pun dikirim ke luar kantor cabang dalam jumlah besar ke sidang-sidang di seluruh negeri itu. Guna melindungi makanan rohani yang tak ternilai ini, sebuah sidang memasukkan buku-buku ke dalam dua drum minyak yang besar dan menguburnya untuk digunakan di kemudian hari. Sewaktu akhirnya polisi tiba di kantor cabang pada bulan November untuk menyita properti itu, mereka tampak heran karena hanya ada begitu sedikit lektur, arsip, dan peralatan.

      Para Utusan Injil Dideportasi

      Seperti yang diantisipasi, para utusan injil asing diperintahkan untuk meninggalkan negara itu. Akan tetapi, sebelum berangkat, mereka melakukan sebisa-bisanya untuk menguatkan saudara-saudari yang sangat mereka kasihi. Malcolm Vigo mengunjungi dan menganjurkan saudara-saudara yang rumahnya telah dihancurkan oleh orang-orang yang brutal. Finley Mwinyere, seorang pengawas wilayah, termasuk yang mengalami hal ini. Saudara Vigo mengatakan, ”Sewaktu kami tiba, kami melihat Saudara Mwinyere sedang berdiri dan memandangi rumahnya yang terbakar. Hal yang menganjurkan adalah semangat yang diperlihatkannya. Hasratnya adalah untuk segera kembali dan menguatkan saudara-saudara yang menderita di wilayahnya. Ia tidak dibebani oleh kerugiannya secara pribadi.”

      Jack Johansson mengadakan perjalanan ke utara ke Lilongwe untuk mengunjungi sekitar 3.000 saudara-saudari yang ditahan. Ia dapat berbicara dengan dan menganjurkan banyak dari mereka. Mereka masih memiliki semangat yang bagus. Malahan, ia pulang dengan perasaan terbina dan melukiskannya sebagai pengalaman yang menguatkan iman. Saudara Johansson belakangan diberi tahu oleh pejabat yang bertugas bahwa situasinya sungguh memalukan. Sewaktu menyebut satu saja dampak dari pelarangan itu, sang pejabat menyatakan bahwa kini seandainya jasa listrik di Lilongwe rusak, mungkin itu tidak akan pernah diperbaiki. Para pekerja yang terbaik dan paling dapat diandalkan kini ada di penjara!

      Kedelapan utusan injil asing tersebut meninggalkan Malawi bukan atas kemauan sendiri. Sepengetahuan mereka, mereka tidak melakukan kesalahan apa pun. Suami-istri Sharp dan Johansson digiring langsung ke bandara dengan pengawalan polisi dan dipaksa naik pesawat meninggalkan negara itu. Dua pasangan lain dibawa ke Penjara Chichiri di Blantyre, tempat mereka mendekam beberapa malam—Malcolm dan Keith dalam satu sel, Linda Louise dan Anne di sel lain. Kemudian, dengan pengawalan polisi, mereka dibawa ke bandara dan dideportasi ke Mauritius. Akhirnya, suami-istri Vigo, serta Johansson, dipindahtugaskan ke Kenya, dan suami-istri Eaton ke Rhodesia.

      Dengan hati sedih, para utusan injil itu meninggalkan saudara-saudari yang mereka kasihi. Tetapi, Saksi-Saksi di Malawi tidak dibiarkan begitu saja. Ada gembala rohani, pengawas yang pengasih, dalam 405 sidang di seluruh negara. (Yes. 32:2) Alex Mafambana mengawasi pekerjaan setempat, dan kepengawasan atas ladang Malawi dipindahkan ke cabang Zimbabwe (pada waktu itu disebut Rhodesia). Pada tahun-tahun berikutnya, cabang di Harare, Zimbabwe, mengatur agar para pengawas wilayah dan saudara-saudara lain yang menjalankan kepemimpinan di Malawi mengadakan perjalanan ke Zimbabwe untuk menghadiri kebaktian distrik dan kursus-kursus yang menyegarkan. Melalui saudara-saudara yang setia ini, acara kebaktian wilayah dan distrik disampaikan kembali ke sidang-sidang.

      Gelombang Baru Kekejaman

      Akan tetapi, segera setelah pelarangan diketahui umum, para pejabat partai dan anggota Perintis Muda Malawi serta Liga Pemuda memimpin gelombang baru penganiayaan yang mengerikan. Polisi dan pengadilan, meskipun adakalanya bersimpati, kini tidak berkuasa untuk menghentikan tindak kekerasan karena Saksi-Saksi Yehuwa dianggap ilegal di negara itu.

      Seraya penganiayaan menghebat, Balai Kerajaan, rumah, gudang makanan, dan bisnis Saksi-Saksi Yehuwa di semua bagian negara itu dihancurkan. Di beberapa tempat, para penyerang bahkan datang dengan truk untuk mengangkut semua harta Saksi-Saksi. Meskipun nilai kerugian materi semacam itu mungkin sangat kecil bila diuangkan, bagi saudara-saudari kita di Malawi, itu adalah segala sesuatu yang mereka miliki.

      Juga, laporan mengenai pemukulan diterima dari seluruh Malawi. Bagi beberapa dari saudari yang kita kasihi, penganiayaan khususnya sangat menyiksa. Ada banyak laporan tentang pemerkosaan, pengudungan, dan pemukulan atas wanita-wanita Kristen. Para penyerang yang sadis tidak meluputkan siapa pun. Yang tua, yang muda, dan bahkan beberapa saudari yang hamil mengalami cobaan yang sedemikian kejam. Akibatnya, beberapa mengalami keguguran. Sekali lagi, ribuan dipaksa meninggalkan desa-desa mereka. Banyak yang mencari perlindungan di semak-semak. Yang lainnya mengungsi untuk sementara di Mozambik, negara terdekat. Pada akhir November 1967, gelombang serangan yang brutal terhadap Saksi-Saksi Yehuwa telah merenggut sekurang-kurangnya lima nyawa lagi.

      Reaksi terhadap Pelarangan

      Pemukulan yang ganas sekalipun tidak mengecilkan hati Saksi-Saksi Yehuwa. Sangat sedikit yang berkompromi. Samson Khumbanyiwa termasuk salah satu dari mereka yang rumah dan perabotnya dihancurkan, semua pakaiannya dirobek-robek, tetapi imannya tidak hancur. Dengan penuh keyakinan, ia mengatakan, ”Saya tahu bahwa saya tidak pernah sendirian, dan Yehuwa telah melindungi saya.” Integritas dari pria dan wanita beriman ini membawa hormat dan puji syukur bagi Yehuwa—jawaban bagi tantangan Setan, ”Orang akan memberikan segala yang dipunyainya ganti nyawanya.”—Ayb. 2:4.

      Penganiayaan tersebut bahkan menyadarkan beberapa pribadi berhati jujur di Malawi. Ini selaras dengan apa yang telah dinubuatkan oleh Yesus Kristus sendiri. Setelah memperingatkan para pengikutnya bahwa mereka akan dianiaya, bahkan digiring ke hadapan para penguasa, ia mengakhiri dengan kata-kata yang menganjurkan, ”Bagi kamu itu ternyata untuk suatu kesaksian.”—Luk. 21:12, 13.

      Seorang suami yang selama beberapa waktu telah menentang kegiatan istrinya sebagai Saksi, benar-benar dibantu untuk melihat persoalannya dengan lebih jelas berkat adanya penganiayaan. Pada suatu pagi, kurang dari dua minggu setelah pelarangan diberlakukan, segerombolan massa menuju ke rumahnya. Mereka tahu bahwa pria tersebut bukan Saksi, dan mereka berteriak bahwa mereka datang hanya untuk menahan istrinya. Pada mulanya, ia tidak mau membuka pintu. Tetapi, setelah mereka mengancam akan membakar rumah beserta orang-orang di dalamnya, ia dengan berat hati membiarkan mereka masuk. Tahu-tahu, ia segera dirantai dan diperintahkan membeli kartu partai. Ia kemudian sadar bahwa pastilah istrinya yang memiliki agama sejati. Ia menolak membeli kartu pada hari itu. Ia dan istrinya dipukuli. Tetapi, segera setelah itu, ia mulai mempelajari Alkitab. Pada tahun berikutnya, pria ini membaktikan kehidupannya pada Yehuwa, bergabung dengan istrinya sebagai hamba Yehuwa.

      Baik dari dalam maupun dari luar Malawi, orang-orang menyuarakan keprihatinan atas apa yang dialami orang-orang Kristen yang tidak bersalah. Beberapa terdengar mengatakan, ”Kini kami tahu bahwa akhir dunia sudah dekat, sewaktu umat Allah dilarang di negara kami!” Artikel-artikel dalam Menara Pengawal dan Sedarlah! terbitan bulan Februari 1968 membangkitkan keluhan keras dari khalayak ramai di seputar dunia. Ribuan surat mengalir masuk, menyatakan kemarahan dan mendesak pemerintah untuk bertindak guna menghentikan kekejaman tersebut. Di beberapa kantor pos, butuh bantuan tambahan untuk menghadapi begitu banyak surat yang mendadak masuk. Reaksi internasional terhadap situasi ini sedemikian intensif dan berkepanjangan sehingga akhirnya presiden mengeluarkan dekret yang menyatakan bahwa penganiayaan harus dihentikan. Belakangan, dr. Banda bahkan mengatakan bahwa tidak seorang pun yang boleh dipaksa untuk membeli kartu keanggotaan partai. ”Saya ingin orang-orang merasa bebas untuk memperbarui kartu, dari hati mereka sendiri, bukan dipaksa,” katanya. Kemudian, lambat laun, gelombang penganiayaan lain mulai mereda. Ini memungkinkan beberapa dari saudara kita kembali ke rumah dan melanjutkan pekerjaan yang penting berupa pemberitaan Kerajaan—akan tetapi, dengan metode yang tidak terlalu mencolok, karena pelarangan belum dicabut.

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan