PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • yb95 hlm. 116-167
  • Guadeloupe

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Guadeloupe
  • Buku Kegiatan Saksi-Saksi Yehuwa 1995
  • Subjudul
  • Suatu Percampuran Kebudayaan
  • Permulaan yang Sederhana
  • Masa Perang yang Sukar
  • Semangat serta Kemerdekaan dari Rasa Takut kepada Manusia
  • Ujian Kerendahan Hati selama Terpencil
  • Perhimpunan-Perhimpunan yang Sungguh-Sungguh untuk Umum
  • Seorang Saudara Menerima Sedikit Pelatihan
  • Memupuk Semangat Persatuan
  • Dua Utusan Injil Pertama
  • Sebuah Sidang di Desbonnes
  • Kesaksian yang Bergairah di Siang Hari
  • Air Kebenaran Mengalir di Basse-Terre
  • Seorang Imam Menarik Beberapa Pendengar
  • Berakhirnya Masa yang Istimewa
  • 1954—Tahun yang Ditandai!
  • Bantuan dari Rumah Utusan Injil yang Terapung
  • Perintis-Perintis Diutus dari Prancis
  • Tentangan Mendatangkan suatu Ujian Iman
  • Suatu Kebaktian yang Tidak Terlupakan
  • Permulaan yang Sederhana di Anse-Bertrand
  • Mencari Pencuri—Menemukan Domba
  • Menemukan Tempat untuk Kebaktian
  • Suatu Cara Hidup yang Berbeda
  • Sedikit Bantuan bagi Marie-Galante
  • Air Kebenaran Mengalir di La Désirade dan Les Saintes
  • Saint Martin Mendengar Kabar Baik
  • Sebuah Sidang di Saint Martin
  • Beberapa Tentangan di Saint-Barthélemy
  • Memelihara Kenetralan Kristen
  • Tantangan-Tantangan Baru
  • Respek terhadap Hukum Allah Sehubungan Darah
  • Ancaman Gunung Berapi
  • Malam yang Mengerikan
  • Kebaktian Internasional Pertama
  • Suatu Balai Kebaktian yang Baru
  • Perubahan-Perubahan di Kantor Cabang
  • Tempat Tinggal yang Tepat bagi Sebuah Cabang yang Sedang Berkembang
  • Daerah Kami, Suatu Tantangan
  • Lebih Indah daripada Sebelumnya
Buku Kegiatan Saksi-Saksi Yehuwa 1995
yb95 hlm. 116-167

Guadeloupe

BAYANGKAN diri saudara berada di Hindia Barat, di sebuah pulau kecil di sebelah selatan Guadeloupe. Saudara berada di sebuah kota yang hanya berpenduduk 6.000 jiwa dan di sana hal-hal yang luar biasa sangat jarang terjadi. Namun hari ini, dari sebuah kapal yang secara tetap tentu mengangkut orang-orang dan barang perbekalan, berton-ton pipa besi dan lembaran aluminium diturunkan ke dermaga. Dalam waktu satu hari barang-barang logam itu diangkut ke daerah pinggiran kota dan dirakit. Sebuah Balai Kebaktian dengan ruangan untuk hampir seribu orang didirikan. Tidak diperlukan papan petunjuk untuk memberitahukan tentang kebaktian yang akan diselenggarakan. Setiap orang tahu bahwa hanya ada satu kelompok yang dapat mengorganisasi kebaktian demikian di sini.

Lalu satu minggu kemudian, tiga kapal lagi mendarat secara bersamaan. Seluruh kota menyaksikan ketika seribu orang—pria, wanita, dan anak-anak—berjalan dari dermaga menuju tempat kebaktian. Mereka membawa koper-koper kecil, tempat tidur lipat (pelbet), dan persediaan air. Mereka adalah Saksi-Saksi Yehuwa. Mereka berada di kota ini bukan hanya untuk menghadiri kebaktian namun juga untuk berbicara kepada penduduk tentang kebenaran Alkitab. Selama bertahun-tahun, setiap orang di Guadeloupe dan di pulau-pulau sekitarnya telah sering bertemu dengan mereka.

Bagaimana kebenaran Alkitab pertama kali mencapai pulau-pulau ini? Orang-orang macam apa yang tinggal di sini? Pulau-pulau yang bagaimana yang mereka tempati?

Suatu Percampuran Kebudayaan

Pulau di Perairan yang Indah—Karukera, sebagaimana orang-orang Indian Karib menyebutnya—adalah nama Guadeloupe lama sebelum Columbus tiba di sini pada tahun 1493. Tidak diragukan orang-orang Indian ini teringat akan kesegaran banyak air terjun di Guadeloupe dan keindahan perairan yang mengelilingi Guadeloupe. Namun kami akan menceritakan kepada saudara tentang jenis air lain yang mengalir dengan limpah di Guadeloupe dewasa ini. Yang hasilnya bahkan lebih indah lagi.

Sebenarnya, Guadeloupe terdiri dari dua pulau, dengan sejumlah daerah yang lebih kecil yang berada di bawah kekuasaannya (Marie-Galante, Les Saintes, La Désirade, Îles de la Petite-Terre, Saint-Barthélemy, dan sebagian Saint Martin). Pada peta, kedua pulau utama tersebut tampak seperti seekor kupu-kupu yang sedang mengembangkan sayapnya. Di sebelah barat terdapat Basse-Terre dengan rangkaian gunung berapinya; di sebelah timur terdapat Grande-Terre, sebuah dataran dengan mosaik berupa bukit-bukit kecil. Kedua pulau itu diperindah oleh pantai dengan air yang kebiru-biruan, daerah pedesaan yang hijau, dan hutan tropis dengan banyak air terjun.

Orang-orang dari bermacam-macam ras telah datang ke pantai Guadeloupe. Orang-orang Arawak adalah penduduk pertamanya; belakangan datanglah orang-orang Indian Karib, mendahului orang-orang Eropa mana pun yang tinggal menetap. Baru setelah lebih dari 140 tahun sesudah perjalanan Columbus, yang dibiayai oleh Spanyol, orang-orang Eropa menetap di Guadeloupe; mereka yang tinggal menetap ini adalah orang-orang Prancis, bukan Spanyol. Lambat laun mereka menyingkirkan orang-orang Karib, membangun penggilingan gula, dan mengimpor budak untuk dipekerjakan.

Secara politik, Guadeloupe merupakan wilayah dari Prancis, dan banyak orang Prancis telah berdatangan untuk tinggal di sini selama puluhan tahun belakangan ini. Namun pulau-pulau utama sebagian besar dihuni oleh orang-orang berkulit hitam yang nenek moyangnya dibawa secara paksa dari pantai-pantai Afrika melalui perdagangan budak. Akan tetapi, sekitar 10 persen dari populasi penduduknya adalah keturunan pekerja-pekerja yang dibawa dari India setelah dihapuskannya perbudakan di Guadeloupe pada tahun 1848. Kepulauan Les Saintes dan Saint-Barthélemy, yang merupakan dua dari enam daerah yang ada di bawah kekuasaan Guadeloupe, sebagian besar dihuni oleh Blancs-pays (orang-orang kulit putih setempat), yang nenek moyangnya adalah orang-orang dari Britania dan Normandia yang ada di antara para penjajah yang pertama-tama menetap. Ada juga beberapa keluarga orang Lebanon dan Siria yang menjalankan usaha dagang di sini.

Sebagian besar populasi penduduknya dianggap menganut agama Katolik Roma. Akan tetapi, masyarakat Indian, meskipun dipersatukan menjadi masyarakat Katolik, terus mempraktekkan upacara agama Hindu. Tiang-tiang suci mereka dengan bendera-bendera berwarna terang tampak di sana-sini di daerah pedesaan. Banyak kepercayaan tersebut masih diilhami takhayul-takhayul dari nenek moyang yang dipelihara dengan baik oleh quimboiseurs (tukang sihir).

Meskipun demikian, orang-orang di sini biasanya memiliki respek kepada Alkitab. Mereka percaya bahwa itu adalah Firman Allah. Dalam doa-doa mereka, banyak yang menggunakan kutipan dari Mazmur. Sebenarnya, Alkitab sering dibiarkan terbuka, kadang-kadang di samping sebatang lilin yang bernyala, pada sebuah mazmur yang dipercayai dapat mendatangkan perlindungan dan berkat atas rumah tersebut.

Percampuran bermacam-macam kebudayaan—orang Afrika, orang Eropa, dan orang Asia—telah melahirkan cara hidup dengan kelemahlembutan dan kebaikan yang lazim. Sifat-sifat baik ini membuat banyak orang menyenangkan untuk diajak bicara dan mudah menerima berita Kerajaan.

Permulaan yang Sederhana

Sejarah Saksi-Saksi Yehuwa di Guadeloupe merupakan satu contoh yang baik sehubungan apa yang dapat dicapai oleh roh Yehuwa dalam diri orang-orang yang tulus dan rendah hati yang menerima undangan ilahi untuk ”mengambil air kehidupan dengan cuma-cuma”. (Pny. 22:17) Guadeloupe telah dikunjungi oleh Saksi-Saksi sejak tahun 1936. Akan tetapi, pada tahun 1938, di dermaga pelabuhan Pointe-à-Pitre, kesaksian secara tetap tentu dimulai.

Penyediaan listrik di pulau itu baru saja dimulai, dan hanya sedikit mobil yang terlihat di jalan-jalan. Pelabuhan hiruk-pikuk. Kapal-kapal dengan segala ukuran ditambatkan di sana. Para pedagang dan pekerja mereka hilir-mudik, demikian pula para buruh pelabuhan, yang mengurus tas-tas besar, peti-peti kayu yang berat, dan tong-tong besar. Selama waktu istirahat siang, seorang pria tertentu memiliki kebiasaan duduk di bawah bayangan ambang pintu, dikelilingi oleh para pekerja. Ia berbicara tentang Alkitab. Pria ini, yang berusia empat puluhan, adalah Cyril Winston. Ia sudah menikah dan adalah seorang penduduk asli Dominika, sebuah pulau di sebelah selatan Guadeloupe. Berbadan tinggi, dengan mata abu-abu dan pembawaan yang menyenangkan, ia berbicara dengan tenang dalam bahasa Kreol. Ia adalah pemberita sepenuh waktu, atau perintis, yang juga bekerja keras untuk menyediakan kebutuhan jasmani keluarganya.

Condé Bonchamp adalah satu dari antara orang-orang pertama yang mendengarkan Cyril Winston dengan penuh perhatian. ”Kami sedang bekerja bersama sebagai buruh di pelabuhan,” katanya. ”Pada tengah hari, saya dan beberapa pekerja lainnya duduk mengelilingi Cyril, seraya kami asyik mendengarkan penjelasan Alkitab darinya. Dalam waktu singkat, ia mengumpulkan sekelompok kecil orang dari Dominika yang sedang bekerja bersama kami, dan ia mengatur perhimpunan-perhimpunan. Ada lima orang yang hadir.”

Sebagai tempat perhimpunan, Saudara Winston menyewa sebuah ruangan di case milik René Sahaï dan istrinya. Case Hindia Barat adalah sebuah bangunan yang terbuat dari papan-papan yang dipakukan pada sebuah rangka balok, dengan atap dari seng gelombang. Di dalamnya, ruangan dipisahkan oleh partisi-partisi yang terbuka di atasnya untuk sirkulasi udara. Suara-suara dapat dengan mudah terdengar menembus dinding pembatas, maka pada hari perhimpunan, Ny. Sahaï dapat mendengarkan khotbah-khotbah. Dengan cara ini, ia dan suaminya menjadi tertarik kepada kebenaran Alkitab.

Noéma Missoudan (kini Apourou) mengenang kontaknya yang pertama dengan kelompok ini, ”Saya merasa jengkel karena suami saya mulai pulang terlambat pada hari-hari tertentu. Saya khawatir ia mulai tertarik kepada wanita lain. Suatu malam saya mengikuti dia. Waktu itu tanggal 25 Desember 1939. Suami saya melangkah masuk ke sebuah case di daerah pinggiran kota Pointe-à-Pitre. Beberapa menit kemudian saya masuk ke rumah itu. Saya sungguh terkejut karena mendapati diri berada di tengah-tengah kelompok yang terdiri dari 12 orang! Saya duduk dan mendengarkan.” Dengan cara ini ia mulai menghadiri perhimpunan. Karena tidak ada listrik, masing-masing orang harus membawa sebatang lilin.

Masa Perang yang Sukar

Setelah Jerman menyerang Polandia, Prancis menyatakan perang dengan Jerman pada tanggal 3 September 1939. Pulau-pulau milik Prancis di Hindia Barat merasakan dampaknya, karena perdagangan dengan Prancis segera terhenti sama sekali. Pada tahun 1940, Guadeloupe berada di bawah kekuasaan pemerintahan Vichy Prancis, yang bekerja sama dengan tentara Nazi. Komunikasi dengan Amerika Serikat terputus sama sekali. Guadeloupe tidak dapat lagi mengekspor rum dan pisangnya, juga tidak dapat lagi mengimpor persediaan makanan dan barang-barang lainnya. Kiriman lektur Alkitab yang dikirim dari New York bahkan dibakar di dermaga pelabuhan Pointe-à-Pitre.

Akan tetapi, pada tahun 1940, kelompok kecil yang telah berhimpun untuk pengajaran Alkitab di daerah pinggiran kota Pointe-à-Pitre mulai berfungsi sebagai satu kelompok terpencil dari Saksi-Saksi Yehuwa, di bawah bimbingan Lembaga Menara Pengawal. Itulah kelompok pertama di Guadeloupe.

Semangat serta Kemerdekaan dari Rasa Takut kepada Manusia

Beberapa orang yang menghadiri perhimpunan dari kelompok tersebut dengan segera menjadikan kebenaran sebagai milik mereka sendiri. Demikianlah, pada bulan September 1940, Saudara Winston membaptis tujuh orang di Sungai La Lézarde, dekat kota Petit-Bourg. Namun, mengapa mereka dibaptis di sebuah sungai sedangkan ada banyak pantai yang dapat dicapai dengan mudah? Saudara-saudara berpikir bahwa itu lebih tepat. Yesus sendiri dibaptis di Sungai Yordan, bukan? Memang, yang sebenarnya diperlukan adalah kumpulan air di mana pun yang memungkinkan untuk pembenaman.a

Murid-murid masa permulaan di Guadeloupe memperlihatkan ketulusan dan semangat, serta tidak merasa takut kepada manusia. Ketika mengingat masa-masa permulaan, Saudara Bonchamp mengatakan, ”Pada hari Minggu kami keluar dalam pekerjaan pengabaran. Kami belum mendapat pelatihan dan pengetahuan kami sedikit sekali; setiap orang akan berbicara dengan cara yang tampaknya paling baik bagi dia. Karena berpikir bahwa saya bertanggung jawab untuk menobatkan sebanyak mungkin orang, saya berdiri di depan gereja Katolik di Pointe-à-Pitre tepat di akhir Misa dan berteriak, ’Orang-orang Pointe-à-Pitre, dengarkan Firman Yehuwa . . .’ Saya telah membaca bahwa cara demikian adalah cara yang digunakan nabi-nabi di zaman dahulu untuk mengabar. Setelah saya berbicara beberapa saat, sekumpulan orang mendekat. Beberapa orang mendengarkan, sementara yang lain mulai membuat keributan. Markas polisi tidak jauh letaknya dari situ, dan saya serta istri ditangkap. Kami mendekam sepanjang malam itu di kantor polisi.” Akan tetapi, hal ini tidak mengecilkan hati mereka dari dinas di kemudian hari.

Olga Laaland, seorang pria muda berusia 20 tahun, adalah pria lain yang tidak menahan diri dari pekerjaan pengabaran ketika ia mempelajari kebenaran. Pada hari Minggu kedua ia bertemu dengan kelompok kecil Saksi-Saksi, ia bergabung bersama mereka dalam pekerjaan kesaksian. Ia menjadi seorang saudara yang bergairah dan progresif, seorang yang tidak takut kepada manusia. Karena diberkati dengan suara yang keras sekali, ia tidak bisa diabaikan begitu saja.

Akan tetapi, ujian-ujian kesetiaan yang dihadapi orang-orang Kristen tersebut mencakup lebih daripada sekadar kesaksian umum.

Ujian Kerendahan Hati selama Terpencil

Saudara-saudara hanya memiliki bahan-bahan tercetak dalam jumlah yang terbatas untuk pengajaran Alkitab. Sebagian besar dari 30 orang yang bergabung dengan kelompok terpencil dari Saksi-Saksi di sini belum mencapai kematangan rohani. Pembatasan selama masa perang membuat mereka tidak dapat mengadakan kontak lebih lanjut dengan kantor pusat Lembaga. Lagi pula, pada waktu yang sama, Cyril Winston jatuh sakit dan kembali ke Dominika, tempat ia meninggal tiga bulan kemudian. Saudara-saudara mengasihinya, tetapi kini mereka membiarkan kesulitan yang serius berkembang di antara mereka sendiri. Mereka ingin melayani Yehuwa, tetapi mereka memandang organisasi sebagian besar dari sudut pandangan manusia. Saudara Sahaï, yang rumahnya digunakan untuk mengadakan perhimpunan, merasa bahwa ia berkuasa. Yang lainnya tidak setuju. Pergolakan di dalam mencapai klimaksnya pada tanggal 29 November 1942, ketika sebagian besar saudara, dipimpin oleh Saudara Missoudan, memutuskan untuk menarik diri dan berhimpun di tempat lain. Saudara Sahaï terus mengadakan perhimpunan di rumahnya. Perbedaan-perbedaan antara kedua kelompok ini bukan bersifat doktrin; ini menyangkut kepribadian.

Meskipun adanya keretakan ini, kedua kelompok bekerja sama dalam memberi kesaksian, dan orang-orang mendengarkan. Di kedua pihak terdapat saudara dan saudari yang tulus. Akan tetapi, jika prinsip-prinsip Alkitab tidak diterapkan, berkembanglah keadaan yang tidak patut bagi orang-orang Kristen. ”Jangan ada perpecahan di antara kamu,” desak Alkitab. ’Dengan sungguh-sungguh berikhtiarlah menjalankan kesatuan roh dalam ikatan perdamaian yang mempersatukan.’—1 Kor. 1:10; Ef. 4:1-3.

Selama periode yang kritis ini, Saudara Sahaï berhasil memulihkan kembali komunikasi dengan kantor pusat Lembaga. Lembaga menghargai upayanya dalam melakukan hal itu dan juga upayanya yang tekun untuk memasukkan lektur Alkitab ke pulau tersebut selama perang. Sebuah surat dikirim ke Guadeloupe pada tanggal 16 Februari 1944, yang menunjuk Saudara Sahaï menjadi hamba sidang (pengawas umum). Pada waktu itu, ia berusia 30 tahun. Meskipun berstatus sosial sederhana dan penampilannya rapuh, ia seorang yang sangat terus terang dan tegas.

Setelah menunjuk Saudara Sahaï untuk melayani sidang, Lembaga menulis kepada kelompok yang lain, dengan mengatakan, ”Saudara-saudara sekalian di sana, yang terpisah . . . , mulai sekarang hendaknya bersatu dan bekerja sama dengan dia dalam memajukan kepentingan kerajaan. Sebagaimana Kristus tidak terbagi . . . demikian pula tubuh Kristus di atas bumi harus bersatu . . . Kami percaya bahwa pengabdian saudara-saudara kepada Tuhan dan kerajaan akan mengesampingkan perasaan pribadi apa pun yang saudara-saudara miliki dalam hal ini, dan menunggu Tuhan membuat penghakiman apa pun yang mungkin ia rasa perlu laksanakan ke atas siapa pun yang berbuat salah, dan setiap orang terus maju dan melayani Tuhan.” Akan tetapi, upaya-upaya untuk menyatukan kembali tidaklah mudah untuk dilaksanakan. Tidak setiap orang setuju bahwa Saudara Sahaï memenuhi persyaratan yang diperlukan untuk penugasannya. Meskipun banyak yang menginginkan kelompok tersebut dipersatukan, sungguh sulit untuk mengesampingkan perasaan pribadi. Karena saudara-saudara kurang matang secara rohani, perpecahan terus berlanjut hingga tahun 1948.

Pada tahun 1944 sidang yang diakui oleh Lembaga melaporkan hanya sembilan penyiar.

Perhimpunan-Perhimpunan yang Sungguh-Sungguh untuk Umum

Untuk menyebarkan berita kebenaran Alkitab, Saksi-Saksi menyampaikan ceramah tepat di jalan-jalan pada waktu malam musim tropis yang sejuk. Sang pembicara berbicara cukup keras bukan hanya untuk didengar oleh hadirin yang berada di dekatnya tetapi juga untuk menarik perhatian orang-orang yang berlalu-lalang. Saudara Laaland, dengan suaranya yang kuat, sering ambil bagian dalam hak istimewa dinas ini. Pemandangan yang ia ingat sebagai berikut: ”Setelah matahari terbenam, kami berkumpul membentuk lingkaran di bawah sebuah pohon atau di sudut jalan. Di tengah-tengah kelompok tersebut berdiri sang pembicara; yang lainnya menerangi tempat itu dengan menggunakan obor. Acaranya dimulai dengan nyanyian dan doa. Khotbah itu sendiri mungkin berlangsung selama 30 menit atau satu jam, tergantung pada apa yang telah dipersiapkan oleh sang pembicara. Pokok-pokoknya tidak terlalu bervariasi, karena tujuan utama khotbah mereka adalah untuk menjatuhkan agama palsu.”

Sebagai hasil perhimpunan-perhimpunan ini, sejumlah orang dibantu untuk mempelajari kebenaran. Akan tetapi, tidak setiap orang menghargai khotbah tersebut. Kadang-kadang, dalam kegelapan malam, orang-orang melempar batu ke kelompok tersebut. Meskipun demikian, saudara-saudara tidak akan pergi hingga perhimpunan berakhir. Mereka memberi alasan, ”Jika prajurit-prajurit siap menghadapi senjata selama masa perang, mengapa kami tidak siap menerima beberapa butir batu demi kepentingan kabar baik?” (2 Tim. 2:3) Beberapa penyiar bahkan menderita luka di kepala. Suatu malam ketika seorang saudari sedang memegang lampu minyak yang besar untuk pembicara, sebuah batu yang dilemparkan ke arah lampu itu tidak mengenai sasarannya dan sebaliknya mengenai kepala salah seorang pendengar. Ketika pria tersebut belakangan meninggal di rumah sakit, si penyerang diseret ke pengadilan dan dihukum berat.

Seorang Saudara Menerima Sedikit Pelatihan

Pada tahun 1945, Saudara Laaland memutuskan untuk pergi ke Guyana Prancis, tempat ibunya tinggal. Tidak ada sidang di tempat ia menetap, dekat Saint-Laurent du Maroni, namun hal itu tidak mengecilkan hatinya untuk memberi kesaksian.

Yearbook belakangan melaporkan, ”Dua saudara pergi ke Guyana Prancis pada bulan Januari. Ketika menghubungi orang-orang di St. Laurent saudara-saudara ini diberi tahu bahwa ’ada seorang pria jauh di seberang sungai yang berbicara persis seperti Anda’. Mereka menyewa sebuah mobil untuk mencari pria ini, dan, tepat seperti apa yang dikatakan orang-orang, di sana mereka menemukan seorang pria yang telah datang dari Guadeloupe dan ia memberikan ceramah-ceramah umum. Ia tidak memiliki lektur apa pun; tetapi ia tidak berdiam diri tentang Kerajaan. Musuh terbesarnya adalah para imam, yang sibuk memperingatkan orang-orang agar tidak mendengarkan apa yang dikatakan ’orang gila’ ini.”

Sewaktu saudara-saudara kembali ke Paramaribo, Suriname, tempat Lembaga memiliki sebuah kantor cabang, Saudara Laaland pergi bersama mereka. Di sana ia bertemu dengan para perintis yang menganjurkannya untuk terjun dalam dinas sepenuh waktu. Ia belajar cara mengadakan tindak lanjut atas minat yang ada dan memimpin pengajaran Alkitab di rumah. Sementara berada di Paramaribo, ia juga banyak belajar tentang organisasi teokratis dan bagaimana itu dijalankan—dan ia mendapati bahwa ada banyak yang harus dipelajari! Setelah tiga bulan, ia ditunjuk untuk melayani sebagai perintis istimewa dan dikirim kembali ke Saint-Laurent.

Memupuk Semangat Persatuan

Sementara itu, Lembaga sadar akan kondisi yang membahayakan yang ada di Guadeloupe, karena ada dua kelompok yang berupaya melayani Yehuwa tetapi tidak ada persatuan di antara mereka. Pada tahun 1947, Joshua Steelman, seorang pengawas wilayah yang berbahasa Inggris, dikirim dari pulau yang berdekatan untuk mengunjungi Sidang Pointe-à-Pitre. Saudara Steelman disambut dengan penuh kegembiraan, dan 26 orang—jelas mencakup orang-orang dari kedua kelompok—bekerja bersamanya dalam dinas pengabaran selama minggu kunjungannya. Akan tetapi, ia tidak dapat berbahasa Prancis dan, seperti dijelaskan dalam laporannya, saudara-saudara tidak dapat membaca dan menerjemahkan instruksi-instruksi yang diterima dalam bahasa Inggris. Pengorganisasian pekerjaan di sana benar-benar kurang. Saudara-saudara sedang mempelajari salah satu buku Lembaga tiga kali seminggu, tetapi tidak ada majalah Menara Pengawal. Meskipun demikian, Saudara Steelman menunjukkan, ada keinginan yang kuat untuk ambil bagian dalam dinas pengabaran. Akan tetapi, teguran yang ia berikan dengan maksud untuk menyatukan kembali kedua kelompok ini tidak mendatangkan hasil-hasil dengan segera.

Maka, atas permintaan Lembaga, Saudara Laaland kembali pindah ke Guadeloupe pada tahun 1948. Segera setelah ia tiba, ia mulai bekerja untuk menyatukan kembali kedua kelompok tersebut. Beberapa dari antara saudara-saudara begitu tulus dalam keinginan mereka untuk dipersatukan kembali sehingga mereka bangun pada pukul 4.00 pagi dan pergi ke atas sebuah bukit untuk berdoa kepada Yehuwa agar memberkati upaya untuk mencapai persatuan. Pada tahun yang sama, sekitar bulan Maret, persatuan pulih setelah keretakan lebih dari lima tahun. Jumlah rata-rata penyiar melonjak dari 13 pada tahun 1947 menjadi 28 pada tahun 1948, dengan puncak 46. Seperti yang dikatakan Mazmur 133:1, ”Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun!”

Meskipun demikian, tidak setiap orang merasa senang dengan penyatuan kembali ini. Beberapa orang mengatakan dengan jelas bahwa mereka tidak menginginkan penyatuan kembali. Beberapa mendirikan sebuah sekte yang disebut ”Le Messager de Sion” dan kemudian menyiapkan risalah-risalah dan membagikannya di depan tempat perhimpunan dari mereka yang sebelumnya adalah saudara-saudara Kristen mereka. Salah seorang dari pemimpin mereka membeli sebuah sepeda motor sehingga ia dapat mengikuti Saksi-Saksi dan mengganggu kegiatan mereka sewaktu mereka ambil bagian dalam dinas pengabaran. Akan tetapi, pada suatu hari ketika ia pergi untuk tujuan ini, ia bertabrakan dengan sebuah gerobak sapi yang penuh dengan tebu, dan ia meninggal di rumah sakit. Setelah itu kelompoknya tidak pernah kedengaran lagi.

Akan tetapi, memupuk semangat persatuan mencakup lebih daripada sekadar berhimpun bersama dan terjun dalam dinas pengabaran bersama. (Ef. 4:1-3) Pada waktu itu, di tempat ini, saudari-saudari dilarang mengenakan perhiasan, memotong rambut mereka, atau menghadiri perhimpunan-perhimpunan di Balai Kerajaan tanpa mengenakan tudung kepala. Ini karena salah pengertian nasihat tertentu dalam Alkitab. Mereka memerlukan bantuan lebih lanjut agar sepenuhnya bersatu dengan persaudaraan seluas dunia dari umat Yehuwa. Beberapa bantuan itu datang belakangan pada tahun 1948 sewaktu Lembaga mengutus dua utusan injil lulusan Sekolah Gilead ke Guadeloupe.

Dua Utusan Injil Pertama

Kalangan berwenang Prancis memberikan Kenneth Chant dan Walter Evans, keduanya orang Kanada, izin tinggal selama satu tahun di Guadeloupe. Dengan kehadiran mereka, ada kegiatan yang meningkat di sidang. Namun ini juga menimbulkan tentangan, jelas akibat hasutan para pemimpin agama. Pada awal tahun 1949 dua utusan injil ini diberi pemberitahuan resmi untuk segera meninggalkan pulau tersebut.

Namun, masa tinggal mereka yang singkat telah menguatkan saudara-saudara secara rohani. Saudara-saudara setempat lebih jelas mengerti prinsip-prinsip Alkitab, dan mereka mulai membuat kemajuan dalam menerapkan pengaturan-pengaturan organisasi yang sama yang digunakan oleh Saksi-Saksi Yehuwa seluas dunia.

Sebuah Sidang di Desbonnes

Sedikit demi sedikit benih-benih kebenaran mulai bertunas di luar Pointe-à-Pitre, kota terbesar di Guadeloupe. Dasar untuk sidang kedua diletakkan pada tahun 1941 sewaktu Duverval Nestor menderita sakit di rumah sakit di Pointe-à-Pitre. Di sana ia pertama kali mendengar kebenaran dan menerimanya. Setelah ia pulang ke rumah, saudara-saudara terus mengunjungi dan menguatkannya. Seorang penginjil Adven berupaya menghentikannya dan bahkan mengatakan, ”Dahulu saya berpikir rumah Anda akan menjadi bait yang baik bagi Tuhan.” Nah, ternyata sewaktu sidang kedua itu diorganisasi, pada tahun 1948, rumah Saudara Nestorlah yang digunakan sebagai Balai Kerajaan. Rumahnya terletak di Desbonnes, sebuah desa yang terletak di kaki sebuah gunung, 26 kilometer dari Pointe-à-Pitre.

Kini ada sebuah sidang yang berkembang cepat dengan lebih dari seratus penyiar di Desbonnes, berhimpun di Balai Kerajaan yang indah yang dibangun pada tahun 1989.

Kesaksian yang Bergairah di Siang Hari

Di Port-Louis, kira-kira 20 kilometer sebelah utara Pointe-à-Pitre, Georges Moustache mendapat hak istimewa untuk menaburkan benih-benih kebenaran Kerajaan lebih lanjut setelah kabar baik diberikan kepadanya di sana pada tahun 1943. Mengenang hari-hari awal tersebut, ia mengatakan, ”Di pabrik penggilingan gula Beauport, setiap hari sewaktu istirahat siang, saya memberikan khotbah tanpa persiapan sebelumnya di bengkel kayu tempat saya biasa bekerja. Seorang lulusan seminari yang sudah lanjut usia yang mengganggu saya, pada suatu hari menantang saya, ’Jika Anda menyembah Allah yang sejati, di sini ada perapian pandai besi yang menyala; cobalah berjalan di atas api itu!’ Suara saya bergema memenuhi bengkel, saya menjawab, ’Pergilah, Setan, sebab ada tertulis: ”Janganlah engkau menguji Tuhan, Allahmu!”’”—Lihat Matius 4:5-7.

Pada hari Minggu, Saudara Moustache biasa berjalan kaki sejauh berkilo-kilometer untuk memberi kesaksian kepada rekan-rekan sekerja yang memperlihatkan keinginan untuk mendengarkan lebih banyak. Ia sering terus dalam dinas pengabaran dari jam delapan pagi sampai jam tujuh malam, kadang-kadang tanpa makan. Seorang pemimpin kelompok kecil Adven di Port-Louis adalah salah seorang yang dikunjungi oleh Saudara Moustache setiap minggu, dan segera ia menjadi seorang Saksi. Orang-orang lain juga menerima kebenaran, dari antara mereka adalah Daniel Boncœur, yang terus setia hingga kini, dan Alfred Cléon, yang terus melayani dengan setia sebagai penatua hingga ia meninggal pada bulan Agustus 1993.

Air Kebenaran Mengalir di Basse-Terre

Selama dekade tahun 1940-an, air kebenaran mulai mengalir, mulanya sedikit dan kemudian dengan limpah, di Basse-Terre, ibu kota administratif Guadeloupe. Sewaktu ia di Pointe-à-Pitre, Eugène Alexer, seorang tukang kayu, mendengar Cyril Winston menjelaskan kebenaran-kebenaran Alkitab. Pada tahun 1948, keluarga Alexer berpihak kepada ibadat sejati. Perhimpunan-perhimpunan secara tetap tentu diadakan di rumah mereka di Basse-Terre. Satu tahun kemudian, seorang pria muda bernama Verneil Andrémont bergabung dengan mereka. Setiap hari Minggu Saudara Missoudan atau Saudara Moustache—dan belakangan, Saudara Laaland—mengadakan perjalanan dengan bus sejauh 60 kilometer dari Pointe-à-Pitre ke Basse-Terre untuk membantu orang-orang berminat di sana. Upaya-upaya mereka diberkati. Kini, kira-kira 45 tahun kemudian, delapan sidang tumbuh dengan subur di daerah itu: tiga di Basse-Terre, satu di Gourbeyre, dua di Baillif, dan dua di Saint-Claude.

Pada waktu yang sama, di kota Moule, di sebelah timur pantai Grande-Terre, sebuah kelompok kecil dimulai setelah seorang saudara dari Pointe-à-Pitre pergi ke sana untuk memberi kesaksian. Keluarga Ruscade ada di antara orang-orang pertama di daerah tersebut yang berpihak kepada kebenaran, dan perhimpunan-perhimpunan diadakan di rumah mereka. Anasthase Touchard, orang pertama dalam kelompok itu yang menjadi seorang Saksi, belakangan membuktikan diri menjadi seorang penatua yang sangat berbakti, dan ia terus melayani sebagai penatua sampai meninggal pada tahun 1986. Lima sidang, masing-masing dengan lebih dari seratus penyiar, kini aktif di daerah tersebut.

Seorang Imam Menarik Beberapa Pendengar

Pada suatu hari Minggu pada tahun 1953, setelah satu kelompok yang terdiri dari kira-kira 20 penyiar menggunakan pagi itu untuk memberi kesaksian di desa Lamentin, di sebelah timur laut Basse-Terre, mereka mengadakan khotbah umum di alun-alun desa tersebut, yang tentu saja, di depan gereja Katolik. Setelah nyanyian pembukaan, ceramah Alkitab dimulai. Dengan marah sekali, sang imam membanting pintu-pintu gereja yang besar agar suara sang pembicara tidak terdengar. Akan tetapi, sebagai akibat dari kerasnya membanting, sebuah patung runtuh dari dinding dan hancur berkeping-keping di depan gereja. Karena semakin marah, sang imam membunyikan semua lonceng gereja. Banyak orang datang berlarian. Beberapa orang terkejut dengan sikap sang imam. Tidaklah mungkin meneruskan khotbah tersebut di tempat itu, tetapi seorang pemilik toko mengundang sang pembicara untuk menyampaikan ceramah tersebut di depan rumahnya. Hal ini dilakukan, dengan jumlah hadirin yang bagus.

Kini, tiga sidang yang masing-masing memiliki lebih dari seratus penyiar tumbuh subur di daerah itu (atau distrik). Di sini juga kami telah membangun Balai Kebaktian kami yang sangat besar.

Kaum muda mengikuti contoh dari para pemimpin agama dan juga berusaha keras mengacaukan khotbah umum kami. Selama sebuah khotbah disampaikan di pedusunan dekat desa Sainte-Rose, suatu kelompok anak pramuka Katolik mengelilingi sang pembicara dan beberapa Saksi-Saksi yang hadir. Beberapa mulai meniup trompet mereka, dan yang lainnya memukul dasar panci masak yang besar dari besi agar suara sang pembicara tidak terdengar. Léonard Clément tidak berupaya berteriak menyaingi suara gaduh tersebut; sebaliknya, seraya ia melanjutkan, ia memperagakan khotbahnya, menggunakan isyarat-isyarat dan gerak bibir. Tidak lama kemudian, anak-anak pramuka tersebut berhenti dan pergi. Kemudian saudara kita meneruskan khotbahnya. Juga di daerah ini, minat perlahan-lahan dipupuk, dan kini ada tiga sidang di sana.

Berakhirnya Masa yang Istimewa

Perhimpunan-perhimpunan umum di tempat terbuka di Guadeloupe kini tinggal kenangan. Pada tahun 1953, setelah kerusuhan timbul pada pertemuan-pertemuan politik, kalangan berwenang melarang semua perhimpunan umum di tempat terbuka, demikian juga penggunaan pengeras suara di tempat-tempat terbuka. Sejak saat itu, saudara-saudara harus mencari tempat-tempat lain untuk mengadakan perhimpunan-perhimpunan.

Meskipun demikian, dari tahun 1938 sampai 1953, khotbah-khotbah umum di tempat terbuka membantu memberikan kesaksian umum yang ampuh. Para penyiar tabah dan bersemangat dalam mendukung kegiatan ini. Kebanyakan dari antara mereka mengadakan perjalanan ke tempat perhimpunan dengan berjalan kaki; beberapa mengendarai sepeda berdua. Apabila mereka memiliki sedikit uang lebih, mereka menyewa sebuah bus selama hari itu. Pada waktu itu, dari 100 penyiar, hanya seorang yang memiliki sebuah mobil—sebuah Ford tua.

1954—Tahun yang Ditandai!

Ketika Saudara Knorr, yang pada waktu itu adalah presiden Lembaga, dan sekretarisnya Milton Henschel, sedang kembali dari Amerika Selatan pada awal tahun 1954, pesawat mereka mendarat di pelabuhan udara Pointe-à-Pitre. Waktu itu hari masih sangat pagi, tetapi saudara-saudara setempat sudah berada di pelabuhan udara untuk menemui mereka. Saudara Knorr meyakinkan mereka bahwa lebih banyak utusan injil akan benar-benar dikirim sesegera mungkin untuk membantu mereka.

Janjinya dipenuhi tidak lama setelah itu. Pada tanggal 17 Maret 1954, dua penumpang turun dari pesawat yang mendarat di pelabuhan udara Pointe-à-Pitre. Akan tetapi, tidak seorang pun berada di sana untuk menemui mereka karena penerbangannya mundur sekali dari jadwal. Akan tetapi, polisi menawarkan untuk mengantar dua saudara tersebut ke toko binatu milik Saudara Laaland. Para musafir ini, saudara-saudara yang baru lulus dari Sekolah Gilead, berasal dari Prancis. Mereka adalah Pierre Jahnke, seorang saudara yang berbadan tinggi, dan Paul Touveron.

Beberapa hari setelah dua utusan injil ini mendarat, Saudara Henschel tiba. Sementara itu, kapal utusan injil Faith milik Lembaga berada di pelabuhan, dan awak kapalnya sedang sibuk membuat pengaturan untuk kebaktian yang akan diadakan di sebuah sekolah setempat mulai tanggal 26 Maret.

Sewaktu acara dimulai, suasana diliputi kegembiraan, meskipun saudara-saudara sedikit tegang, khawatir apakah segala sesuatu akan berlangsung dengan lancar. Setelah beberapa khotbah dan pertunjukan, sebuah layar pengganti sementara dipasang. Kemudian untuk pertama kalinya mereka menyaksikan film Lembaga The New World Society in Action (Masyarakat Dunia Baru Beraksi). Dengan mata kepala sendiri mereka dapat melihat dengan jelas bukti yang menguatkan keyakinan mereka bahwa inilah organisasi Allah. Semua yang hadir sangat tergerak seraya mereka melihat bagaimana organisasi ini beroperasi dengan perdamaian dan persatuan. Saudari-saudari juga memperhatikan kenyataan bahwa di negeri-negeri lain saudari-saudari Kristen mereka mengenakan perhiasan, meskipun tidak secara berlebihan. Lagi pula, mereka yang menghadiri kebaktian tersebut dianjurkan karena mengetahui bahwa dua utusan injil ada di tengah-tengah mereka, saudara-saudara yang telah diutus oleh organisasi dan yang memiliki teladan dalam dinas Yehuwa akan menguatkan sidang tersebut. Sungguh besar kegembiraan pada malam itu—terlalu besar bagi pengawas umum Sidang Pointe-à-Pitre, Clotaire Missoudan. Ia pulang ke rumah dan pada malam yang sama ia meninggal dalam tidurnya, tanpa diketahui oleh istrinya hingga pagi harinya.

Pada hari kedua kebaktian, Saudara Henschel mengumumkan penetapan sebuah kantor cabang dari Lembaga Menara Pengawal di Guadeloupe. Kantor itu akan mengurus pemberitaan kabar baik di Guadeloupe dan Martinik. Pierre Jahnke ditunjuk menjadi hamba cabang. Petunjuk organisasi yang lebih saksama yang sangat diperlukan di kepulauan ini kini tersedia.

Setelah kebaktian ini, kedua utusan injil mulai bekerja. Mereka menyewa sebuah rumah kecil terbuat dari kayu untuk menyediakan tempat bagi kantor cabang. Belakangan, Lembaga membeli sebuah rumah yang sederhana di taman kota Raizet, tempat kantor tersebut beroperasi hingga bulan Desember 1966. Selain mengurus pekerjaan di kantor cabang, Saudara Jahnke ambil bagian dalam dinas pengabaran di Pointe-à-Pitre, menggunakan sebanyak mungkin waktu bersama saudara-saudara. Sementara itu, Saudara Touveron mengunjungi sidang-sidang dan penyiar-penyiar di tempat terpencil sebagai pengawas wilayah sampai ia merasa perlu untuk kembali ke Prancis, setelah kira-kira satu tahun.

Bantuan dari Rumah Utusan Injil yang Terapung

Penghargaan untuk organisasi Yehuwa didorong oleh kunjungan berkala dari para utusan injil yang mengadakan perjalanan dari satu pulau ke lain pulau dengan kapal. Selama kira-kira satu dekade, Lembaga memiliki kapal-kapal yang melayani sebagai rumah-rumah utusan injil terapung di Hindia Barat. Mulanya kapal layar bertiang dua setinggi 18 meter yang disebut Sibia, dan belakangan digantikan dengan kapal yang lebih besar, Light. Sebuah kapal sepanjang 22 meter dengan dua baling-baling bernama Faith juga digunakan. Bahkan meskipun para utusan injil yang berada di kapal-kapal tersebut berbicara bahasa Inggris (dan kebanyakan para penyiar di Guadeloupe tidak), kunjungan-kunjungan mereka sangat dihargai. Para penyiar di sini masih mengingat gairah dari para utusan injil ketika mereka bekerja sama dengan saudara-saudara setempat, membaktikan waktu sehari penuh untuk dinas pengabaran.

Pada kunjungan mereka yang terakhir, bepergian dengan kapal Light pada tahun 1956, para utusan injil menggunakan waktu mulai tanggal 26 Juli sampai 7 Agustus mengabar di Pulau Marie-Galante dan La Désirade. Di Pulau Marie-Galante, mereka mempertunjukkan film The New World Society in Action. Seorang di antara hadirin mengatakan, ”Jika Anda memberikan kepada saya sepuluh ribu franc, Anda tidak dapat membuat hati saya gembira seperti malam ini!”

Perintis-Perintis Diutus dari Prancis

Kemajuan yang baik dibuat di Guadeloupe dan di pulau-pulau yang ada di bawah kekuasaannya. Agar pekerjaan terus bergerak maju, Lembaga mengutus dua perintis lagi dari Prancis. Nicolas dan Liliane Brisart tiba pada bulan Desember 1955. Saudara Brisart adalah seorang yang memiliki watak yang dinamis dan periang. Setibanya mereka, mereka ditugaskan ke daerah pinggiran Pointe-à-Pitre yang padat penduduknya.

Di daerah tersebut, banyak orang tinggal di rumah-rumah kayu yang masing-masing terletak di atas empat batu untuk membuat lantai kira-kira setengah meter di atas tanah. Rumah-rumah itu berimpitan satu sama lain. Suatu hari ketika mengadakan kunjungan kembali di sana, Saudara Brisart mendapat kecelakaan yang masih menggelikan baginya. Ia mengenang, ”Saya pergi bersama istri saya untuk pengajaran Alkitab yang ia pimpin bersama dengan seorang wanita yang lanjut usia, tetapi rumah kayunya tampak lebih tua daripada dirinya sendiri! Seraya diundang masuk, saya melangkah maju ke tengah sebuah ruangan yang kecil sewaktu, tiba-tiba, lantainya runtuh dan saya jatuh ke bawah! Saya meminta maaf sedalam-dalamnya, tetapi wanita yang malang tersebut jauh lebih malu lagi.”

Saudara Brisart dan istrinya mengerjakan daerah itu selama kira-kira delapan bulan dan kemudian ditugaskan dalam pekerjaan wilayah. Pada tahun 1958 mereka diundang ke Sekolah Gilead kelas ke-32 dan setelah itu mereka ditugaskan kembali ke Guadeloupe. Ketika Saudara Jahnke menikah dan mulai membentuk keluarga pada tahun 1960, Saudara Brisart menjadi hamba cabang. Ia masih melayani sebagai koordinator Panitia Cabang, dan Saudara Jahnke, yang tetap tinggal di Guadeloupe, melayani bersamanya dalam panitia tersebut.

Tentangan Mendatangkan suatu Ujian Iman

Karena tentangan bersifat agama yang terjadi pada waktu itu benar-benar jahat, banyak dari antara mereka yang telah menerima kebenaran sebagaimana terdapat dalam Alkitab harus berpihak kepada kebenaran di bawah keadaan yang sangat sulit. Flora Pemba adalah salah seorang dari antaranya. Bersama suaminya, ia mulai menyelidiki Alkitab. Akan tetapi, sewaktu beberapa orang tetangga mulai menekan mereka, suaminya yang mengelola toko kecil yang menjual bahan makanan milik pribadi, menghentikan pelajarannya karena takut kehilangan langganan. Akan tetapi, istrinya bertahan dan membuat kemajuan yang baik secara rohani. Suasana rumah menjadi tegang. Sang suami bahkan mengancam akan membunuh istrinya. Setelah ia menemukan sebilah pisau besar di bawah bantal suaminya, ia melarikan diri, berlari sejauh 16 kilometer melewati hutan tropis dan perkebunan pisang, dan mencari perlindungan pada satu keluarga Saksi-Saksi. Sementara bersembunyi dari suaminya, ia memutuskan untuk dibaptis dengan mengatakan, ”Jika saya harus menghadapi kematian karena iman saya, saya ingin termasuk di antara hamba-hamba Yehuwa!” Kemudian, pada tahun 1957, suatu pagi sebelum matahari terbit ia dibaptis di laut.

Meskipun ia berupaya untuk berdamai, ia kehilangan keluarga jasmaninya. Namun sesuai janji Yesus di Matius 19:29, ia memperoleh keluarga rohani yang besar. Saudari yang setia ini memasuki dinas sepenuh waktu, dan ia masih seorang perintis di Lamentin lebih dari 30 tahun kemudian!

Suatu Kebaktian yang Tidak Terlupakan

Sewaktu Kebaktian Internasional Kehendak Ilahi diadakan di New York City, pada tahun 1958, delegasi-delegasi dari 123 negeri dan kepulauan hadir. Sembilan belas Saksi-Saksi dari Guadeloupe berada di antara mereka. Apa yang mereka lihat dan dengar memperdalam penghargaan mereka terhadap penyelenggaraan teokratis. Verneil Andrémont, salah seorang dari antara delegasi, mengatakan, ”Kebaktian itu merupakan suatu penyingkapan bagi saya. Saya mengerti bagaimana segala sesuatu harus dilakukan.” Pengawas cabang, mengungkapkan perasaan yang umum dari seluruh kelompok itu, menulis, ”Sungguh terbuka lebar mata kami untuk memahami sepenuhnya semua yang dapat kami lihat, dan telinga kami sehingga kami dapat mengerti! Bukan sekadar negeri yang luar biasa luasnya, yang mengejutkan sewaktu datang dari salah satu kepulauan kecil di Karibia, juga bukan gedung-gedung megah yang menjulang tinggi ke langit, juga bukan lalu lintas padat yang mengherankan di jalan-jalan, tetapi di depan mata seseorang melihat pemandangan yang mengagumkan dari kumpulan orang banyak, ya, seluruh saudara dan saudari dari keempat penjuru bumi, dengan damai dan bersatu beribadat kepada satu Allah yang benar. Dua stadion raksasa dipadati oleh mereka!”

Bahkan dalam apa yang beberapa orang anggap sebagai perkara kecil, kebaktian tersebut mempengaruhi kehidupan dari saudara-saudara kita. Misalnya, Léonel Nestor, seorang saudara berusia 78 tahun yang memiliki rumah yang juga digunakan sebagai Balai Kerajaan, merasa perlu mencat rumahnya agar rumah itu dapat lebih baik mewakili organisasi Yehuwa. Sebagai hasilnya, Balai Kerajaan tersebut adalah rumah pertama yang dicat di desanya.

Permulaan yang Sederhana di Anse-Bertrand

Hingga tahun 1958, tidak banyak orang yang tinggal di lingkungan Anse-Bertrand, yang terletak di ujung utara Grande-Terre, Guadeloupe, memiliki kesempatan untuk mendengarkan berita Kerajaan. Akan tetapi, tahun itu, Marc Edroux memperlihatkan sebuah Alkitab kepada Donat Tacita, seorang teman yang adalah tukang roti, dan mengatakan, ”Buku ini adalah Firman Allah!” Mereka berdua beragama Katolik. Belakangan, seorang pedagang dari rumah ke rumah menawarkan Donat sebuah Alkitab, ia membeli satu bagi dirinya dan mulai membacanya. Meskipun ia tidak dapat membaca dalam bahasa Prancis dengan baik, ia menggunakan sebuah kamus. Ia juga mengundang temannya Marc Edroux untuk datang ke rumahnya, dan mereka berdua, bersama dengan istri Donat, membaca dan berupaya membahas Alkitab pada hari Rabu dan Sabtu.

Karena ingin mengetahui lebih banyak, Donat mencari pria yang menjual Alkitab kepadanya, namun sia-sia. Akan tetapi, seorang tetangga mengatakan bahwa seorang sepupunya, Georges Moustache, adalah salah seorang Saksi-Saksi Yehuwa dan akan dengan senang hati membantu. Berdasarkan apa yang ia pelajari dari tetangganya tentang Saksi-Saksi Yehuwa, Donat bahkan mengunjungi beberapa orang untuk memberi kesaksian kepada mereka, karena ia tidak ingin imannya menjadi mati.—Yak. 2:26.

Kira-kira setengah tahun kemudian, sewaktu Donat mendengar dari tetangga tersebut bahwa Saksi-Saksi Yehuwa akan mengadakan kebaktian dekat Pointe-à-Pitre, Donat, istrinya, dan Marc Edroux memutuskan untuk hadir dan dibaptis. Hingga saat itu, mereka belum pernah bertemu dengan salah seorang dari Saksi-Saksi Yehuwa. Ketika mereka tiba, Saksi-Saksi menyambut mereka. Ketiganya menjelaskan keinginan mereka untuk melayani Yehuwa dan dibaptis. Saudara-saudara dengan ramah menanyakan kepada mereka sejumlah pertanyaan dan kemudian menjelaskan bahwa sebelum dibaptis, mereka perlu mendapat pengajaran Alkitab di rumah. Hati kelompok itu tersentuh oleh suasana persaudaraan yang hangat di kebaktian tersebut. Mereka kembali ke Anse-Bertrand dipenuhi dengan kekuatan dan tekad. Kemajuan mereka dalam pelajaran Alkitab sungguh pesat, dan kira-kira setengah tahun kemudian mereka dibaptis.

Mereka dengan bergairah membagikan kebenaran Alkitab kepada orang-orang lain di desa mereka. Namun, ada tentangan yang hebat. Sewaktu Saudara Brisart mengunjungi mereka sebagai pengawas wilayah, imam Katolik setempat melakukan apa saja yang dapat dilakukannya untuk menghalangi saudara itu tinggal. Donat telah menyewa sebuah ruangan tempat pengawas wilayah dan istrinya dapat tinggal. Namun setelah hari pertama dalam dinas pengabaran selama kunjungan mereka, sang imam menghalang-halangi dan menuntut agar kuncinya dikembalikan. Karena gagal dengan cara demikian, ia pergi ke pemilik tempat itu dan mengancam akan mengucilkan ibu dari sang pemilik jika ia tidak meminta agar kunci dikembalikan. Mendengar hal itu, wanita yang malang tersebut pingsan! Hari berikutnya, sang imam mencoba lagi, melalui seorang pengacara, tetapi tidak berhasil, karena hal itu ilegal. Selama kunjungan pengawas wilayah tersebut, sejumlah domba ditemukan dan pengajaran Alkitab dimulai. Beberapa bulan kemudian, pada awal tahun 1960, sebuah kebaktian wilayah diadakan di desa itu, untuk memberikan kesaksian lebih lanjut. Ketika pembaptisan diadakan, lebih dari 500 orang dari desa tersebut pergi ke pantai untuk melihat. Tidak ada pekerjaan dari rumah ke rumah yang diadakan pada hari itu. Setiap Saksi merasa kewalahan di pantai itu, dikelilingi oleh sekelompok orang yang bersemangat untuk belajar lebih banyak tentang Saksi-Saksi Yehuwa dan berita yang mereka kabarkan.

Sejak waktu itu dua sidang telah terbentuk di Anse-Bertrand. Donat Tacita telah melayani sebagai perintis istimewa selama 22 tahun dan menjadi seorang penatua di Anse-Bertrand.

Mencari Pencuri—Menemukan Domba

Suatu hari pada awal tahun 1960-an, seorang polisi mengunjungi rumah utusan injil di Le Raizet. Ia menanyakan tentang pencurian yang terjadi di lingkungan tersebut. Saudara Brisart dan istrinya berada di rumah, dan mereka meraih kesempatan itu untuk memberi kesaksian kepada sang polisi. Setelah mendengarkan, pria tersebut bertanya, ”Bagaimana saya dapat memperoleh sebuah Alkitab? Apakah Anda memiliki alamat yang dapat saya hubungi? Hal-hal yang Anda bicarakan adalah hal-hal yang serius dan itu memberikan saya gagasan-gagasan untuk dipertimbangkan baik-baik!’ Saat itu juga, ia menerima sebuah Alkitab, dengan beberapa lektur. Satu minggu kemudian, ia menulis surat berisi banyak pertanyaan. Segera pelajaran Alkitab diadakan dua kali seminggu.

Saudara Brisart, ketika menceritakan hasil akhirnya, mengatakan, ”Bahkan jika polisi tersebut tidak menemukan sang pencuri, kami, karena kebaikan hati yang tidak layak diterima dari Yehuwa, menemukan domba!” Bekas polisi tersebut kini adalah seorang penatua di salah satu sidang Pointe-à-Pitre.

Menemukan Tempat untuk Kebaktian

Seraya organisasi bertumbuh di Guadeloupe, terdapat problem yang perlu dipecahkan. Di mana kami dapat menemukan fasilitas untuk mengadakan kebaktian kami? Selama lebih dari sepuluh tahun kami menggunakan sebuah sekolah swasta di Pointe-à-Pitre juga auditorium kota di Abymes dan Capesterre. Akan tetapi, ruangan-ruangan ini sudah terlalu kecil bagi kami. Kami harus mencari tempat lain.

Di sebelah toko milik Saudara Laaland terdapat sebidang tanah yang kosong. Sang pemilik dengan baik hati menyediakannya bagi kami secara cuma-cuma untuk kebaktian wilayah kami pada akhir bulan Desember 1964. Dalam waktu beberapa hari, kami mendirikan sebuah bangunan kayu dengan tiang-tiang yang ditancapkan ke tanah dan dihubungkan jadi satu di atas dengan papan-papan. Di atas papan-papan ini kami membentangkan kain terpal sebagai atap penutup. Sisinya terbuka lebar, sehingga memudahkan untuk masuk ke ruang tempat duduk. Kegembiraan dan kerajinan saudara-saudara setempat sewaktu mereka bekerja menjadi sumber anjuran yang besar bagi Saksi-Saksi yang datang untuk membantu. Dan sungguh suatu berkat dengan adanya hampir 700 orang yang hadir—suatu puncak baru! Jelas bahwa kami membutuhkan fasilitas sendiri untuk kebaktian-kebaktian di waktu mendatang.

Saudara-saudara merancang bangunan yang unik, dengan menggunakan pipa besi untuk kerangka dan lembaran aluminium untuk atapnya. Terdapat ruangan untuk 700 tempat duduk. Dan seluruh ”Gedung Kebaktian” itu portabel! Terdapat kira-kira 450 penyiar di Guadeloupe pada waktu itu, maka kami merasa ruangan itu pasti lebih dari cukup.

Bangunan tersebut pertama kali digunakan untuk sebuah kebaktian di sekitar Basse-Terre, pada bulan Januari 1966. Sewaktu tiba waktunya untuk khotbah umum, suatu kumpulan terdiri dari 907 orang yang antusias berdesak-desakan di dalam dan di sekeliling Balai Kebaktian untuk mendengarkan. Bangunan itu sudah terlalu sempit! Pada tahun-tahun berikutnya, kami harus memperbesar Balai itu terus-menerus.

Kebaktian wilayah sering dijadwalkan untuk bulan November, bulan hujan. Karena cuaca yang buruk, sering kali ada banyak lumpur, dan kami mengetahui bahwa adalah bijaksana untuk datang dengan mengenakan sepatu lars! Akhir minggu yang diterangi bulan purnama biasanya dipilih untuk kebaktian sehingga saudara-saudara dapat kembali ke rumah pada malam hari dengan bantuan penerangan alami. Cahaya bulan juga memudahkan sebagian pekerjaan untuk membongkar balai segera setelah acara penutup kebaktian tersebut.

Kesanggupan untuk memindahkan balai kami dan kemudian mengadakan kebaktian di lingkungan mana pun di daerah kami memberi pengaruh yang sangat bagus bagi pemberitaan kabar baik di Guadeloupe. Selanjutnya, menancapkan dan membongkar balai tersebut tiga kali setahun menyediakan kesempatan bagi saudara-saudara kita untuk belajar bekerja bersama dan memupuk semangat rela berkorban. Tidak diragukan, berkat Yehuwa ada atas pengaturan itu!

Suatu Cara Hidup yang Berbeda

Sewaktu Armand dan Marguerite Faustini pindah dari Prancis ke Guadeloupe pada tahun 1963 untuk membantu pelayanan, mereka mendapati bahwa cara hidup di sana sedikit berbeda. Pada mulanya mereka terkejut ketika seorang pemilik rumah, tanpa datang mendekati pintu, hanya berteriak, ”Silakan masuk.” Orang-orang dengan keadaan yang sederhana dan memiliki sedikit uang sering merasa senang menukar buah-buah dan sayur-mayur untuk lektur Alkitab. Maka, seraya pasangan Faustini berjalan dalam dinas pengabaran, mereka kadang-kadang mendapati diri mereka membawa bukan hanya lektur tetapi juga pisang, mangga, ubi rambat, dan telur.

Mereka ditugaskan untuk melakukan pekerjaan wilayah, dan Saudara Faustini mengenang, ”Saudara-saudara menyambut kami dengan sangat hangat, tetapi dalam soal ketepatan waktu, kemajuan yang serius perlu dibuat. Di daerah pedesaan, kebanyakan dari antara mereka tidak memiliki jam tangan maka waktu ditentukan dengan melihat matahari. Kadang-kadang, sebagai akibatnya, perhimpunan dimulai terlambat bisa sampai satu jam. Dengan bergantinya musim, waktu perhimpunan dapat semakin tidak menentu!”

Sedikit Bantuan bagi Marie-Galante

Pada tahun yang sama ketika pasangan Faustini tiba di Guadeloupe, Pulau Marie-Galante, kira-kira 40 kilometer di sebelah selatan Pointe-à-Pitre, mendapat kesaksian yang istimewa. Saudara Faustini bersama dengan suatu kelompok yang terdiri dari 16 perintis ekstra menggunakan sebulan penuh di sana untuk memberi kesaksian kepada penduduk pulau tersebut yang berjumlah 14.000 jiwa. Film Lembaga yang berjudul The New World Society in Action dipertunjukkan di sana beberapa kali selama bulan itu. Lalu, beberapa tahun kemudian, perintis-perintis istimewa ditugaskan untuk memberi kesaksian di pulau itu. Dua di antaranya, Frédéric Ferdinand dan Léo Jacquelin, memboyong keluarga mereka ke sana.

Untuk memberikan dukungan kepada perintis-perintis istimewa di Marie-Galante, kami memutuskan untuk mengangkut Balai Kebaktian kami ke pulau tersebut pada bulan April 1969 dan mengadakan sebuah kebaktian di sana. Sang pengawas wilayah, Saudara Faustini, melaporkan, ”Itu merupakan kebaktian yang unik. Bayangkan kekaguman orang-orang Grand-Bourg, sebuah kota kecil yang berpenduduk 6.000 jiwa, sewaktu mereka menyaksikan ’penyerbuan’ oleh seribu Saksi-Saksi yang mendarat dari tiga kapal, masing-masing orang dengan satu jerigen berisi 20 liter air di tangannya! Pada musim kering itu, air menjadi langka, dan penduduk pulau tersebut menghargai bahwa pengunjung mereka membawa air, sehingga persediaan dalam tangki air dapat dihemat. Ini pertama kalinya mereka menyaksikan pemandangan demikian—barisan orang yang tidak henti-hentinya pergi dari pelabuhan melintasi kota menuju tempat kebaktian. Penduduk di seluruh pulau menerima kunjungan-kunjungan dari Saksi-Saksi, ada yang beberapa kali pada pagi yang sama. Dalam waktu beberapa hari, mereka memiliki kesempatan untuk mengenal dan menghargai organisasi Allah.” Kini ada tiga sidang di Marie-Galante.

Setelah kira-kira sepuluh tahun, Saudara dan Saudari Faustini harus kembali ke Prancis. Belakangan, mereka dapat kembali ke Karibia, dan Saudara Faustini kini adalah salah seorang anggota Panitia Cabang Martinik.

Air Kebenaran Mengalir di La Désirade dan Les Saintes

Setelah kunjungan terakhir oleh kapal Lembaga Light pada tahun 1956, sedikit pekerjaan kesaksian dilakukan di La Désirade, pulau lain yang ada di bawah kekuasaan Guadeloupe. Akan tetapi, pada tahun 1967, Lembaga menugaskan Médard dan Turenna Jean-Louis, perintis-perintis istimewa, untuk melayani di sana. Pulau tersebut 11 kilometer panjangnya dan 2,4 kilometer lebarnya, sebagian besar tanahnya tandus dan tidak ada air yang mengalir dari keran, tetapi ada 1.560 orang yang tinggal di sana, dan mereka perlu diberikan kesempatan mendengar berita Kerajaan. Sejak tahun 1969 hingga 1972, dua perintis istimewa lain melayani di sana. Perintis istimewa lainnya, Jacques Mérinon, bertahan dari tahun 1975 hingga tahun 1988, meskipun adanya kondisi yang sulit itu.

Setelah bertahun-tahun, sebuah sidang kecil didirikan. Henri Tallet, seorang dokter, bersama dengan keluarganya, melayani di sana pada tahun 1987. Dengan bantuan dari banyak saudara, khususnya saudara-saudara dari Moule dan Saint-François, ia mengorganisasi pembangunan Balai Kerajaan.

Dua tahun kemudian, La Désirade hancur oleh Badai Hugo. Seorang saudara mengamati, ”Balai Kerajaan rusak berat. Akan tetapi, saudara-saudara yang pengasih datang untuk menolong dan segera kami mendapat apa yang kami perlukan untuk memperbaiki balai tersebut dan rumah-rumah yang rusak milik para penyiar. Kamilah yang pertama di pulau tersebut yang mulai mengadakan perbaikan, sementara terus melakukan pekerjaan pemberitaan, dan orang-orang di daerah tersebut memberikan perhatian yang baik. Sejak saat itu, kami diterima dengan lebih baik sewaktu kami mengabar.”

Tiga belas kilometer dari Basse-Terre terdapat Les Saintes, pulau dengan 3.000 penduduk. Pada bulan September 1970, dua perintis istimewa, Amick Angerville dan Jean Jabés, ditugaskan ke sana. Dibutuhkan banyak kesabaran, tetapi akhirnya pada tahun 1980, sebuah sidang yang kecil dibentuk, dan kini ada 18 penyiar.

Saint Martin Mendengar Kabar Baik

Bagian utara Saint Martin, terletak kira-kira 250 kilometer di sebelah barat laut Pointe-à-Pitre, juga merupakan daerah yang berada di bawah kekuasaan Guadeloupe. Bagian utara pulau tersebut diatur oleh pemerintahan Prancis dan bagian selatannya oleh pemerintahan Belanda, tetapi bahasa Inggris adalah bahasa yang umum digunakan. Akan tetapi, tidak soal bahasa apa yang digunakan oleh orang-orang, mereka perlu untuk mendengar kabar baik.

Ketika itu awal tahun 1940-an, Georges Manuel, seorang penduduk asli Saint Martin, belajar tentang kebenaran sewaktu ia berada di Guadeloupe. Pada tahun 1949, kapal Lembaga Sibia berlabuh di Saint Martin untuk pertama kali, dan awak kapalnya pergi ke darat untuk berbicara kepada orang-orang tentang Alkitab. Berikutnya, Georges Dormoy dan Léonce Boirard, kepala pelabuhan, dibaptis. Menjelang tahun 1953, ada enam penyiar di pulau ini.

Di antara mereka yang menerima lektur terdapat Charles Gumbs, meskipun ia bukan seorang yang sangat religius. Tetapi sewaktu ia membaca Menara Pengawal, ia menjadi yakin bahwa ia telah menemukan agama sejati. Ia menceritakan kepada adik laki-lakinya, Jean, dan adik perempuannya,Carmen, apa yang dipelajarinya. Setelah ia belajar sebentar, Carmen Gumbs dan anak perempuannya Léone Hodge pergi ke rumah utusan injil pada pukul tujuh suatu pagi dan meminta dibaptis. Karena merasa puas bahwa mereka mengetahui apa yang sedang mereka kerjakan, saudara yang sedang ada di rumah saat itu memanggil saudara yang lain, dan upacara pembaptisan dilakukan sebelum sarapan!

Mereka benar-benar mengerti apa makna pembaktian kepada Yehuwa. Tahun berikutnya, tahun 1959, Léone mulai terjun dalam dinas sepenuh waktu, segera diikuti oleh ibunya. Tiga puluh lima tahun kemudian, dua saudari Kristen yang setia ini masih melayani sebagai perintis istimewa.

Sebuah Sidang di Saint Martin

Seraya waktu berlalu, sejumlah besar orang Haiti mulai pindah ke Saint Martin untuk bekerja. Beberapa dari antara mereka menerima kebenaran, dan pada tahun 1973 sebuah sidang berbahasa Prancis didirikan. Dua perintis istimewa, Jonadab dan Jacqueline Laaland, membantu membina sidang itu sampai keberangkatan mereka untuk mengikuti Sekolah Gilead.

Kemudian, pada tahun 1975, terjadi satu peristiwa yang menjadi titik balik bagi pekerjaan Kerajaan di Saint Martin. Pada tanggal 13 dan 14 Februari, sebuah kebaktian diadakan di lapangan sepak bola Marigot. Bagian-bagian dari Balai Kebaktian portabel kami telah diangkut ke sana dengan kapal agar dapat menyediakan pernaungan. Kebaktian ini memberikan kesan yang sangat kuat kepada banyak penduduk pulau tersebut. Ini membantu mereka menyadari bahwa sejumlah kecil Saksi-Saksi di pulau mereka merupakan bagian dari organisasi yang besar.

Dalam waktu beberapa tahun, populasi penduduk Saint Martin telah meningkat dari 8.000 menjadi 28.000 penduduk karena perkembangan pariwisata. Balai Kerajaan yang indah dengan 250 tempat duduk telah dibangun di daerah pemukiman di Marigot, dan kini ada dua sidang berbahasa Prancis di pulau itu.

Beberapa Tentangan di Saint-Barthélemy

Saint-Barthélemy, 210 kilometer arah barat laut Guadeloupe, adalah salah satu pulau lain yang ada di bawah kekuasaannya. Pada suatu waktu pulau itu makmur karena para bajak laut menjadikan pulau tersebut sebagai pusat operasi mereka. Kini pulau itu merupakan tempat liburan yang mewah. Penduduknya, yang berjumlah sekitar 5.000 jiwa, adalah keturunan dari para pelaut Breton dan Normandia, juga orang-orang Swedia yang tinggal menetap. Mereka adalah orang-orang yang berperilaku menyenangkan; mereka pekerja keras dan orang-orang Katolik yang saleh. Apakah beberapa dari antara mereka akan menerima berita Kerajaan?

Pada bulan September 1975, Jean dan Françoise Cambou, pasangan muda dari Prancis yang melayani sebagai perintis istimewa, pindah ke pulau tersebut untuk menawarkan kepada penduduk kesempatan itu. Meskipun adanya tentangan yang kuat dari para pemimpin agama, mereka menaburkan benih-benih kebenaran secara limpah selama tiga tahun mereka berada di pulau itu. Bertahun-tahun kemudian, kakak laki-laki Jean yaitu Pierre, bersama istrinya, Michèle, melewatkan waktu selama dua tahun untuk mengerjakan Saint-Barthélemy sebagai perintis istimewa. Pekerjaan mereka menghasilkan buah. Sebuah kelompok kecil untuk pengajaran dan dinas dibentuk, dan kelompok itu belakangan dibina oleh empat saudari yang dinamis, para perintis istimewa: Patricia Barbillon (sekarang Modetin, seorang perintis istimewa bersama dengan suaminya di Republik Dominika), Jéranie Bénin (sekarang Lima, seorang anggota keluarga Betel Guadeloupe bersama suaminya), Angeline Garcia (sekarang Coucy, dan bekerja di daerah berbahasa Spanyol di Guadeloupe), dan Josy Lincertin. Delapan belas penyiar kini melaporkan kegiatan bersama sidang itu.

Memelihara Kenetralan Kristen

Di seluruh bangsa, Saksi-Saksi Yehuwa netral terhadap konflik-konflik dunia. Karena mereka tidak ambil bagian dalam konflik-konflik demikian, mereka tidak ikut dalam latihan militer. Tidak satu manusia pun dapat memberi tahu apa yang harus mereka lakukan; hanya Firman Allah sendiri yang mereka taati. (Yes. 2:2-4; Mat. 26:52; Yoh. 17:16) Berpaut kepada Firman itu menghadapkan Saksi-Saksi secara perorangan kepada ujian-ujian kesetiaan.

Sewaktu seorang pria muda di Guadeloupe dibaptis pada pertengahan tahun 1960-an, ia mengetahui bahwa ia akan segera menghadapi ujian demikian. Untuk menguatkan imannya, ia segera memasuki dinas perintis ekstra. Sewaktu dipanggil untuk dinas militer, ia menjelaskan kepada kalangan berwenang tentang posisinya sebagai seorang Kristen. Apa hasilnya? Ia dijebloskan ke dalam penjara, sendirian di dalam sel. Ancaman-ancaman dibuat, ”Jika kamu tidak mau mengubah pikiranmu, kamu akan dipenjarakan sedikitnya dua tahun. Lagi pula, kamu akan dibiarkan sendirian di dalam sel selama itu, maka pikirkan baik-baik—sendirian selama dua tahun!” Akan tetapi, saudara kita menjawab, ”Ya, itu yang Anda pikir, tetapi saya tidak akan sendirian seperti yang Anda katakan, sama sekali tidak! Allah Yehuwa akan bersama saya dan akan menguatkan saya dengan roh-Nya.” Terkejut dengan jawabannya, mereka meninggalkan dia. Keteguhan hatinya, ketenangan, dan tingkah lakunya yang baik mengesankan mereka, dan sebagai hasilnya, mereka mulai memperlihatkan respek kepadanya. Mereka menyadari bahwa tidak ada yang dapat mengubah keputusannya untuk tetap setia kepada ”Yehuwa-nya”, seperti yang mereka katakan.

Bulan demi bulan berlalu, dan tibalah waktunya untuk kebaktian distrik 1966 yang bertema ”Putra-Putra Kemerdekaan Allah”. Sungguh mengejutkan sewaktu saudara tersebut dibebaskan dan hadir pada hari pembukaan! Pada salah satu rangkaian acara ia menceritakan pengalamannya. Ia tidak mengetahui bahwa seorang perwira hadir, dengan pakaian sipil. Setelah acara, perwira itu menghampiri saudara itu dan dengan hangat mengucapkan selamat kepadanya karena berpaut erat pada apa yang dipercayainya. Kemudian, berbalik kepada saudara lainnya yang hadir, perwira itu mengatakan, ”Semua yang dikatakan saudara kalian tepat benar; semua terjadi seperti yang dikatakannya kepada kita. Saya terlibat dalam kasusnya. Di sini kalian memiliki seorang pria yang bernilai, pantas mendapat respek, setia kepada Allahnya, teguh dalam keputusannya. Ia mengetahui apa yang diinginkannya, dan apabila ia telah mengatakan Tidak, itu berarti Tidak, dan tidak ada apa pun yang dapat mengubah pikirannya dalam hal itu.” Kemudian ia menambahkan, ”Apakah kamu tahu apa yang dikatakan istri saya kepada saya? Ia mengatakan, ’Jangan mengira bahwa kamu sekalian telah membebaskan saudara tersebut atas kehendak kamu sendiri. Bukan, tetapi Allahnya, Yehuwa, yang telah melakukan hal itu bagi dia agar ia dapat menghadiri kebaktiannya. Allahnya, Yehuwa, lebih kuat daripada allah kita!’” Perwira tersebut tampak tersentuh dan mengakhiri dengan mengatakan, ”Saya mengagumi Anda dan seandainya pada masa lalu saya pernah memiliki kesempatan untuk mengetahui apa yang Anda ketahui tentang Allah, saya pasti tidak akan menjadi saya yang sekarang.”

Tantangan-Tantangan Baru

Karena adanya perkembangan bisnis pariwisata dan perdagangan sejak tahun 1970, Guadeloupe telah menjadi semakin makmur. Perubahan-perubahan terjadi di daerah tersebut. Orang-orang telah pindah dari pulau-pulau lain, khususnya dari Dominika dan Haiti. Menjelang bulan Januari 1987, sidang yang berbahasa Inggris perlu dibentuk di Pointe-à-Pitre. Lagi pula, orang-orang kelihatannya menjadi semakin tergesa-gesa. Dalam pelayanan dari rumah ke rumah, menjadi penting untuk menggunakan kata pengantar yang langsung dan efektif agar menarik orang-orang untuk mendengarkan.

Dalam organisasi teokratis, juga ada perubahan yang penting. Menjelang tahun 1972, selaras dengan apa yang dilakukan di kalangan Saksi-Saksi Yehuwa seluas dunia, satu badan penatua, dan bukan lagi satu pengawas sidang, memberikan pengawasan untuk masing-masing sidang. Sebelumnya, kami biasa menunjuk kepada ”sidang Saudara Anu”. Para pengawas sidang mendapat respek dari semua anggota dan memiliki banyak wewenang. Meskipun demikian, saudara-saudara ini menyambut perubahan yang membawa pengaturan organisasi semakin selaras dengan Alkitab. Setelah perubahan tersebut, Saudara Brisart menyatakan, ”Kami tersentuh oleh semangat yang diperlihatkan saudara-saudara kami. Tanpa diragukan, hal itu merupakan ujian kerendahan hati bagi mereka masing-masing. Kami bangga melihat bahwa mereka semua telah melewati ujian ini dengan sukses.”

Sekolah Pelayanan Kerajaan turut menyumbang kemajuan kondisi rohani di dalam sidang. Kelas pertama di Guadeloupe, kembali ke tahun 1961, dihadiri oleh 19 penatua. Akan tetapi, 30 tahun kemudian sewaktu para penatua dari seluruh kepulauan berkumpul untuk mendapat instruksi, ada 300 orang yang hadir. Rata-rata, setiap sidang kini memiliki lima penatua yang mengurus kebutuhan rohaninya.

Gembala-gembala rohani ini telah memperlihatkan perhatian yang pengasih bagi kawanan bukan hanya di bawah kondisi-kondisi yang relatif normal tetapi juga pada waktu masa-masa krisis.

Respek terhadap Hukum Allah Sehubungan Darah

Karena beberapa paramedis tidak memperlihatkan respek yang sepatutnya akan hak-hak pasien, Saksi-Saksi Yehuwa telah menghadapi situasi-situasi yang sulit dalam upaya mereka untuk memenuhi tuntutan Yehuwa agar menjauhkan diri dari darah. (Kis. 15:28, 29) Para penatua ingin memberi lebih banyak bantuan bagi Saksi-Saksi yang menghadapi krisis medis. Maka, pada awal tahun 1987, Panitia Cabang bertemu untuk membahas situasi tersebut bersama dua Saksi-Saksi yang adalah dokter. Halnya menjadi jelas bahwa perlu mengadakan kontak yang lebih baik dengan staf medis. Satu panitia ditugaskan untuk mengurus hal ini. Mereka menyiapkan pertemuan dengan para anestesiolog di rumah sakit, dan ini terbukti sangat bermanfaat.

Bersama Saksi-Saksi Yehuwa di kebanyakan bagian dunia, saudara-saudara di Guadeloupe kini memiliki Panitia Penghubung Rumah Sakit. Tujuh belas saudara telah dilatih dengan baik untuk dinas ini pada seminar-seminar yang diadakan oleh Lembaga.

Ancaman Gunung Berapi

Krisis lainnya mencakup bencana alam. Pada tahun 1976, Soufrière, sebuah gunung berapi yang telah lama tidak aktif, menjadi aktif kembali. Pada awal tahun tersebut, getaran menjadi semakin sering. Sekitar pukul sembilan pagi pada tanggal 8 Juli, suatu retakan menganga di sisi gunung tersebut, melepaskan awan gas dan uap yang besar. Abu gunung berapi mulai turun ke Basse-Terre dan desa-desa yang berdekatan. Penduduk beserta tanahnya dilapisi abu gunung. Pada tanggal 15 Agustus, karena kegiatan gunung berapi bertambah hebat, kalangan berwenang memerintahkan 72.000 jiwa untuk mengungsi secara tuntas dan segera. Baru lima bulan kemudian mereka diizinkan kembali ke rumah-rumah mereka.

Tujuh sidang diungsikan. Bantuan segera dipersiapkan untuk melihat apakah saudara-saudara kita memiliki penginapan selama masa yang sulit ini. Para penyiar yang sebelumnya berhimpun dan bekerja bersama kini tersebar di sana-sini. Untuk menyediakan bantuan secara rohani yang diperlukan, sebuah pertemuan khusus diadakan dengan para penatua dan pelayan sidang. Mereka semua didesak untuk mencari dan menemukan para penyiar dari sidang mereka masing-masing dan memelihara kontak yang erat dengan mereka. Pengaturan khusus dibuat untuk menjaga agar kawanan tidak tersebar. Mereka akan menghadiri perhimpunan-perhimpunan sidang di daerah tempat mereka ditampung, tetapi pengaturan-pengaturan juga dibuat bagi mereka untuk menghadiri Pelajaran Buku Sidang yang khusus dibentuk bagi mereka dan dipimpin oleh seorang penatua atau pelayan sidang dari sidang asal mereka. Ini terbukti menjadi suatu berkat yang nyata. Dari semua tidak satu pun domba yang hilang!

Malam yang Mengerikan

Tiga belas tahun kemudian, krisis lain menghantam. Pada hari Sabtu, 16 September 1989, Badai Hugo tanpa belas kasihan memorak-porandakan Guadeloupe. Ini bukan pertama kalinya pulau tersebut telah dicabik-cabik oleh sebuah badai. Pada tahun 1966, Badai Ines telah mencabut atap dari sebagian besar rumah beratap kayu dan listrik padam selama sebulan. Namun apa yang terjadi pada tahun 1989 jauh lebih menghancurkan. Embusan angin yang keras, beberapa dari antaranya mencapai kecepatan lebih dari 260 kilometer per jam, menghantam pulau tersebut selama berjam-jam. Tampaknya malam tersebut tidak akan pernah berakhir. Sewaktu fajar akhirnya menyingsing, pemandangannya mengejutkan. Jalan-jalan tampak seperti ajang pertempuran yang dikotori reruntuhan. Kira-kira 30.000 orang kehilangan tempat tinggal. Dari antara Saksi-Saksi, 117 rumah hancur, dan 300 rumah lainnya rusak berat. Delapan Balai Kerajaan sebagian hancur, dan 14 lainnya rusak berat.

Ketika Badai Ines kembali membawa kehancuran pada tahun 1966, Saksi-Saksi Yehuwa dari Puerto Riko, Martinik, Guyana Prancis, dan Saint Croix telah memberikan bantuan kemanusiaan. Namun, ketika Badai Hugo mengguncang Guadeloupe pada tahun 1989, Badan Pimpinan segera menyediakan dana bantuan. Kemudian, saudara-saudara dari Martinik, Prancis, dan tempat-tempat lain dengan segera menyediakan makanan, pakaian, dan bahan-bahan bangunan yang diperlukan untuk membangun kembali. Beberapa saudara datang secara pribadi menawarkan bantuan. Saudara dan saudari di Guadeloupe sangat tersentuh oleh kasih yang melimpah ini. Mereka tidak melupakan apa yang dilakukan untuk kepentingan mereka.

Peristiwa-peristiwa lainnya, juga telah menguatkan ikatan persaudaraan internasional.

Kebaktian Internasional Pertama

Pada tahun 1978 para penyiar di Guadeloupe mendapat hak istimewa untuk menjadi tuan rumah dari suatu kebaktian internasional. Hadirin mencapai suatu puncak sebanyak 6.274 dan pada waktu itu kami hanya memiliki 2.600 Saksi-Saksi setempat. Sungguh suatu sukacita untuk menyambut delegasi dari Belgia, Kanada, Swiss, Amerika Serikat, dan tempat-tempat lain! Sewaktu seorang manajer hotel setempat menyarankan agar saudara-saudara yang bertanggung jawab atas kamar-kamar menaikkan tarif hotel sebanyak 10 persen dan bahwa jumlah tersebut akan diberikan kepada mereka, saudara-saudara menolak, menjelaskan bahwa itu tidak jujur. Sang manajer merasa malu karena telah menyarankan hal itu dan mengatakan, ”Ya, kalian Saksi-Saksi Yehuwa, kalian benar-benar berbeda. Saya menyarankannya karena hal itu telah diterima oleh kelompok agama lain. . . . Namun, sungguh, kalian berbeda!”

Suksesnya kebaktian itu membuat semakin jelas kebutuhan mendesak untuk menemukan tempat permanen bagi kebaktian kami.

Suatu Balai Kebaktian yang Baru

Balai Kebaktian portabel kami telah diperbesar beberapa kali. Itu telah menjadi kumpulan rangka yang beratnya kira-kira 30 ton, dengan kapasitas tempat duduk kira-kira 5.000 orang. Adalah tugas raksasa untuk menyiapkan transportasi, memasang, dan membongkarnya pada setiap kebaktian. Namun jelas bahwa Yehuwa menyadari kebutuhan kami.

Dengan sumbangan yang murah hati dari seluruh sidang di pulau-pulau ini, sebidang tanah yang baik lokasinya seluas lebih dari 5 hektar dibeli. Tahun berikutnya, tahun 1980, kami menggunakan tempat yang baru itu untuk pertama kalinya—masih dengan Balai Kebaktian portabel kami. Pada kesempatan itu, untuk Kebaktian Distrik ”Kasih Ilahi”, hadirin mencapai puncak baru sebanyak 7.040 orang. Namun waktu itu tidak perlu membongkar segala sesuatunya setelah acara berakhir. Betapa melegakan!

Selama beberapa tahun pengaturan baru ini digunakan. Kemudian kami menyadari bahwa waktunya telah tiba untuk membangun sesuatu yang lebih permanen. Saudara-saudara yang memenuhi syarat disiapkan untuk bekerja, dan sebuah balai yang besar dirancang, balai dengan sisi-sisi yang terbuka untuk ventilasi alamiah. Balai Kebaktian yang baru berbentuk setengah lingkaran, dengan tempat duduk untuk 4.000 orang. Izin membangun diperoleh, dan pekerjaan dimulai pada tahun 1987. Menjelang bulan Juli, enam bulan setelah pekerjaan di lokasi pembangunan dimulai, dua per tiga dari proyek tersebut telah selesai, dan kami dapat menggunakannya untuk dua kebaktian distrik pada tahun itu. Mulai sekarang, tidak ada lagi lumpur dan sepatu lars!

Perubahan-Perubahan di Kantor Cabang

Sementara semua itu berlangsung, perubahan-perubahan terjadi di kantor cabang. Pada bulan Februari 1976, di seluruh dunia, pengawasan di kantor cabang Lembaga diubah. Sebaliknya daripada memiliki satu pengawas utama di masing-masing cabang, pengaturan-pengaturan dibuat agar sebuah panitia yang terdiri dari tiga anggota atau lebih mengurus tanggung jawab tersebut, di bawah pengawasan Badan Pimpinan. Di Guadeloupe, Nicolas Brisart, Pierre Jahnke, dan Jean-Pierre Wiecek dipercayakan dengan pengawasan ini. Sewaktu Saudara Wiecek, yang adalah seorang utusan injil, mendapati diri perlu kembali ke Prancis, ia digantikan oleh Flavien Bénin. Kemudian Paul Angerville dan, belakangan Jean Cambou, seorang pengawas wilayah, diundang untuk melayani dalam Panitia Cabang tersebut.

Kemajuan teknologi yang dibuat di kantor pusat sedunia dan di berbagai cabang juga bermanfaat di Guadeloupe. Majalah Menara Pengawal untuk pembahasan diterima pada waktu yang bersamaan dengan saudara-saudara di negeri-negeri lain. Pelayanan Kerajaan Kita dalam bahasa Prancis dicetak pada waktu yang sama seperti dalam bahasa Inggris. Dengan demikian, dalam berbagai cara, kami merasa lebih bersatu dengan organisasi selebihnya. Meskipun terletak di beberapa pulau di tengah-tengah lautan, kami tidak merasa terpencil. Kami sedang melayani ”bersama-sama” dengan saudara-saudara Kristen kita.—Yes. 52:8.

Tempat Tinggal yang Tepat bagi Sebuah Cabang yang Sedang Berkembang

Kembali ke tahun 1966, Lembaga telah memiliki sebuah rumah di 46 Morne Udol, berdekatan dengan Pointe-à-Pitre, yang berfungsi sebagai kantor cabang. Belakangan, ini diperbesar dengan mendirikan bangunan lainnya di samping rumah tersebut, yang mencakup kantor-kantor, dan tempat penyimpanan lektur dan juga sebuah Balai Kerajaan. Namun mengingat meningkatnya jumlah pemuji Yehuwa di Guadeloupe, sesuatu yang lebih besar diperlukan. Maka, pada akhir tahun 1988, Badan Pimpinan menyetujui pembangunan dari Rumah Betel dan kantor cabang yang lengkap dan sama sekali baru.

Akan tetapi, mencari tanah yang cocok di pulau sekecil Guadeloupe merupakan suatu tantangan. Namun Yehuwa, Pemilik bumi, dapat menyediakan apa yang dibutuhkan, dan Ia melakukan hal itu. Kami dapat memperoleh sebidang tanah kira-kira 1 hektar terletak di sebuah bukit dengan pemandangan laut di Sainte-Anne. Gambar-gambar pendahuluan, demikian juga blueprints, disediakan oleh kantor pembangunan Lembaga di New York. Michel Conuau, seorang arsitek Prancis, menyediakan bantuan yang berharga. Izin (IMB) keluar dengan segera, terima kasih kepada gubernur Sainte-Anne, dewan kota, dan kantor tata kota.

Pekerjaan pembangunan dimulai pada bulan September 1990. Para sukarelawan dari 14 negeri membagikan pengetahuan dan pengalaman dan membantu pekerjaan ini. Dalam waktu dua tahun, bukan hanya pekerjaan pembangunan diselesaikan, tetapi ikatan yang kuat dari persahabatan ditempa di antara Saksi-Saksi di Guadeloupe dan para pekerja sukarela dari pulau-pulau lain sepanjang yang telah mereka kerjakan. Kembali ke tahun 1954, sewaktu Milton Henschel hadir untuk mengumumkan formasi dari kantor cabang Guadeloupe, ada 128 penyiar di sana. Ia juga hadir pada tanggal 29, 30 Agustus 1992—sewaktu kami melaporkan ada 6.839 penyiar—untuk menahbiskan fasilitas kantor cabang baru yang memadai bagi Allah Yehuwa. Dengan semangat persahabatan, tetangga-tetangga kami telah menamakan ini ”desa kecil dari Saksi-Saksi Yehuwa”.

Daerah Kami, Suatu Tantangan

Daerah yang terbatas di Guadeloupe merupakan suatu tantangan yang harus diterima oleh masing-masing penyiar. Rata-rata, kami hanya memiliki 12 rumah bagi masing-masing penyiar. Bagaimana kami dapat mengatasi situasi itu? Persiapan adalah penting. Seorang saudari perintis menjelaskan, ”Saya membuat orang-orang terbiasa melihat saya. Saya masih menemukan pelajar baru dengan cara memberikan perhatian yang lebih saksama ke daerah saya. Saya menganggap daerah saya adalah orang-orang secara pribadi.” Seorang pengawas dinas di salah satu sidang di Pointe-à-Pitre, tempat rasio satu penyiar bagi 28 penduduk, mengatakan, ”Orang-orang siap untuk mendengarkan hanya jika kita memiliki sesuatu yang menarik untuk dikatakan.” Meskipun sekali-sekali seorang penyiar akan bertanya, ”Di mana kita akan mengabar?” jumlah yang terus bertambah dari pengajaran Alkitab (sekarang lebih dari 8.500) menganjurkan kita untuk terus mengabarkan kabar baik.

Langsung menggunakan Alkitab adalah faktor utama dalam keefektifan dari pelayanan kita. Orang-orang pada umumnya di Guadeloupe merespek Alkitab sebagai Firman Allah yang tertulis, dan mereka terkesan jika kami memperlihatkan bagaimana Alkitab menjelaskan peristiwa-peristiwa masa sekarang. Penggunaan ilustrasi yang efektif juga menganjurkan orang-orang untuk berpikir. Saudara dan saudari kita yang lanjut usia khususnya meluap-luap dengan imajinasi untuk hal ini. Cara hidup di sini ketika mereka masih muda menganjurkan untuk memikirkan alam. Maka mereka dapat mengilustrasikan berita Kerajaan dengan menunjuk, seperti yang Yesus lakukan, kepada hal-hal alamiah di sekeliling mereka.—Mat. 6:25-32.

Lebih Indah daripada Sebelumnya

Yehuwa telah melaksanakan perkara-perkara yang besar di Guadeloupe melalui roh-Nya. Ia telah menemukan orang-orang rendah hati, yang seperti tanah liat tukang tembikar yang lunak, tidak menolak untuk dibentuk menurut kehendak-Nya. Dalam hal ini, hari-Nya untuk ”menggoncangkan” seluruh bangsa dengan berita-berita penghakiman-Nya, Yehuwa juga mengumpulkan ”barang yang indah-indah” dan membawa mereka ke dalam pelataran bait rohani-Nya yang megah di bumi. (Hag. 2:8) Pada tahun 1968, tiga puluh tahun setelah Cyril Winston tiba di Guadeloupe, kami melaporkan 1.000 penyiar untuk pertama kalinya. Menjelang tahun 1974, jumlah tersebut berlipat dua. Puncak 3.000 orang dicapai pada tahun 1982. Tujuh tahun kemudian, yang 3.000 tadi telah menjadi 6.000. Kini, lebih dari 7.250 penyiar bergabung di 86 sidang. Meskipun rasionya 1 penyiar bagi setiap 53 penduduk, kami tetap bertekad untuk terus sibuk mengabar dan mengajar, mencari berkat Yehuwa. ”Pulau di Perairan yang Indah” telah menjadi, dalam arti rohani, lebih indah daripada sebelumnya. Tidak diragukan lebih banyak orang akan menyambut undangan ”Marilah!” Dan mereka akan mendapat ”air kehidupan dengan cuma-cuma”.—Pny. 22:17.

[Catatan Kaki]

a Bandingkan Kisah 2:41, yang menceritakan tentang pembaptisan kira-kira 3.000 orang, jelas bukan di Sungai Yordan—yang harus dicapai dengan berjalan kaki sejauh kira-kira 30 kilometer sekali jalan oleh para calon pembaptisan—tetapi di kolam-kolam di atau dekat Yerusalem.

[Peta di hlm. 116]

(Untuk keterangan lengkap, lihat publikasinya)

GUADELOUPE

GRANDE-TERRE

Pointe-à-Pitre

BASSE-TERRE

[Peta di hlm. 151]

(Untuk keterangan lengkap, lihat publikasinya)

GUADELOUPE

Saint Martin

Saint-Barthélemy

La Désirade

Îles de la Petite-Terre

Les Saintes

Marie-Galante

[Gambar di hlm. 120]

Condé Bonchamp, salah seorang dari mereka yang pertama mendengarkan kabar baik dengan penuh penghargaan di Guadeloupe

[Gambar di hlm. 123]

Suami Noéma Missoudan (kini Apourou) pulang terlambat; ia mengikutinya—ke suatu perhimpunan dari Siswa-Siswa Alkitab!

[Gambar di hlm. 124]

René Sahaï sedang membaptis Saksi-Saksi yang baru pada tahun 1945

[Gambar di hlm. 125]

Olga Laaland di kebaktian di Prancis, melaporkan pekerjaan di Guadeloupe

[Gambar di hlm. 130]

Duverval Nestor orang pertama yang mendengar dan menerima kebenaran ketika berada di rumah sakit

[Gambar di hlm. 131]

Georges Moustache memberikan kesaksian setiap hari pada siang hari di tempat pekerjaannya

[Gambar di hlm. 133]

Sidang Basse-Terre di akhir tahun 1950-an

[Gambar di hlm. 136]

Para penyiar satu bus penuh sedang menuju ke dinas pengabaran di daerah pedesaan

[Gambar di hlm. 138]

Para utusan injil di kapal ”Light” ambil bagian dengan bergairah dalam memberi kesaksian

[Gambar di hlm. 139]

Nicolas dan Liliane Brisart adalah yang pertama-tama diutus ke Guadeloupe dari Prancis pada tahun 1955

[Gambar di hlm. 141]

Flora Pemba, yang berpihak kepada Yehuwa sewaktu menghadapi kesengsaraan yang hebat

[Gambar di hlm. 142]

Dari kiri ke kanan: Mickaëlla dan Donat Tacita, bersama Marc Edroux, pada tahun 1994

[Gambar di hlm. 143]

Verneil Andrémont, salah seorang dari 19 delegasi dari Guadeloupe pada kebaktian internasional tahun 1958

[Gambar di hlm. 146, 147]

Balai Kebaktian Guadeloupe yang mudah dipindah ke mana-mana

[Gambar di hlm. 150]

Armand dan Marguerite Faustini, yang melayani selama 10 tahun di Guadeloupe; kini di Martinik

[Gambar di hlm. 158]

Lebih dari 100 tahun usianya; masing-masing melayani Yehuwa selama lebih dari 30 tahun

Laurentia Jean-Louis

Catherine Gumbs

[Gambar di hlm. 161]

Balai Kebaktian di Lamentin

[Gambar di hlm. 162]

Kantor cabang dan keluarga Betel Guadeloupe

[Gambar di hlm. 167]

Panitia Cabang (dari kiri ke kanan): Paul Angerville, Nicolas Brisart, Pierre Jahnke, Jean Cambou

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan