PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • g 10/13 hlm. 8-11
  • Tiga Hal yang Tak Bisa Dibeli dengan Uang

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Tiga Hal yang Tak Bisa Dibeli dengan Uang
  • Sedarlah!—2013
  • Bahan Terkait
  • Pandangan yang Benar tentang Uang
    Sadarlah!—2015
  • Apakah Uang Itu Akar Segala Kejahatan?
    Pertanyaan Alkitab Dijawab
  • Pernahkah Anda Bertengkar Gara-Gara Uang?
    Sedarlah!—1980 (No. 2)
  • Cara Mengelola Keuangan
    Keluarga Anda Bisa Bahagia
Lihat Lebih Banyak
Sedarlah!—2013
g 10/13 hlm. 8-11

TOPIK UTAMA

Tiga Hal yang Tak Bisa Dibeli dengan Uang

BANYAK orang terancam kehilangan pekerjaan, rumah, bahkan uang pensiun mereka. Ironisnya, orang-orang itu masih saja terobsesi untuk mendapatkan apa pun yang bisa dibeli dengan uang.

Orang-orang semacam itu adalah mangsa empuk para pengiklan, yang seolah-olah mengatakan, ”Ayo, beli! Kamu harus punya rumah yang lebih besar, mobil yang lebih keren, pakaian yang bermerek! Enggak punya uang? Enggak masalah. Kredit aja!” Sering kali, orang yang termakan promosi semacam itu hanya memikirkan gengsi, meskipun itu bisa bikin mereka terlilit utang.

Cepat atau lambat, mereka harus menerima kenyataan. Sebuah buku berjudul The Narcissism Epidemic mengatakan, ”Orang yang mengkredit barang-barang mewah karena gengsi bisa disamakan seperti orang yang mengisap sabu-sabu karena ingin lebih semangat. Awalnya itu terasa murah dan efektif, tapi hanya sementara. Lama-lama, itu justru bikin bangkrut dan stres.”

Alkitab menunjukkan bahwa orang yang ’memamerkan’ harta benda sebenarnya melakukan hal yang sia-sia. (1 Yohanes 2:16) Malah, orang yang terobsesi dengan harta benda biasanya justru lupa pada hal-hal terpenting dalam hidup​—hal-hal yang tak bisa dibeli dengan uang. Perhatikan tiga di antaranya.

1. KEBERSAMAAN KELUARGA

Brianna,a seorang remaja di Amerika Serikat, bercerita tentang ayahnya. Menurut dia, ayahnya terlalu mementingkan karier dan penghasilannya. ”Kami sebenarnya udah punya semua, bahkan lebih dari cukup,” katanya, ”tapi Papa itu enggak pernah ada di rumah, pergi-pergi terus. Memang sih dia perginya untuk kerja, tapi dia kan juga punya tanggung jawab sama keluarganya!”

Coba pikirkan: Apa yang bisa jadi akan disesali ayah Brianna di kemudian hari? Karena sang ayah terlalu memikirkan materi, bagaimana jadinya hubungan dia dengan putrinya? Apa yang sebenarnya lebih dibutuhkan keluarganya?

Prinsip Alkitab yang bisa direnungkan:

  • ”Cinta akan uang adalah akar segala macam masalah. Beberapa orang begitu menginginkan uang sampai-sampai mereka . . . menyiksa diri mereka sendiri.”​—1 Timotius 6:10, Contemporary English Version.

  • ”Lebih baik makan sayur tapi disertai cinta kasih, daripada makan daging lezat tapi disertai kebencian.”​—Amsal 15:17, Bahasa Indonesia Masa Kini.

Intinya: Uang tidak akan bisa membeli kebersamaan keluarga. Itu hanya bisa didapat dengan menyediakan waktu untuk keluarga Anda serta menyayangi dan memberikan perhatian kepada mereka.​—Kolose 3:18-21.

2. MASA DEPAN YANG BENAR-BENAR TERJAMIN

”Mamaku selalu bilang, aku harus kawin sama orang kaya dan aku harus punya keahlian untuk jaga-jaga, kalau ada apa-apa aku tetap bisa cari duit,” kata Sarah, 17 tahun. ”Yang ada di pikiran Mama itu cuma gimana supaya hidupnya tetap terjamin.”

Coba pikirkan: Saat memikirkan masa depan, kekhawatiran apa yang ada di benak Anda? Sampai taraf mana kekhawatiran itu masih wajar? Bagaimana agar pandangan mamanya Sarah soal keuangan dan masa depan bisa lebih seimbang?

Prinsip Alkitab yang bisa direnungkan:

  • ”Berhentilah menimbun bagi dirimu harta di atas bumi, di mana ngengat dan karat menghabiskannya, dan di mana pencuri membongkar dan mencurinya.”​—Matius 6:19.

  • ”Kamu tidak tahu bagaimana hidupmu besok.”​—Yakobus 4:14.

Intinya: Masa depan tidak akan benar-benar terjamin meskipun seseorang menimbun harta. Harta bisa hilang sekejap mata, misalnya dicuri orang. Dan yang pasti, harta takkan bisa menyembuhkan penyakit atau menghindarkan kita dari kematian. (Pengkhotbah 7:12) Alkitab mengajarkan bahwa masa depan kita bisa benar-benar terjamin kalau kita mengenal Allah dan mengetahui kehendak-Nya.​—Yohanes 17:3.

3. KEPUASAN DALAM HIDUP

”Orang tuaku selalu mengajariku untuk hidup sederhana,” kata Tania, 24 tahun. ”Aku dan kembaranku punya masa kecil yang bahagia, meskipun hidup kami sering kali pas-pasan.”

Coba pikirkan: Kenapa ada orang yang merasa sulit untuk berpuas dengan kehidupan yang sederhana? Dari cara Anda memandang uang, sikap macam apa yang akan ditiru keluarga Anda?

Prinsip Alkitab yang bisa direnungkan:

  • ”Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah.”​—1 Timotius 6:8, Terjemahan Baru (TB).

  • ”Berbahagialah mereka yang sadar akan kebutuhan rohani mereka.”​—Matius 5:3.

Intinya: Hidup itu bukan cuma soal uang atau hal-hal yang bisa dibeli dengan uang. Bahkan Alkitab juga mengatakan, ’Walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah bergantung pada kekayaannya itu.’ (Lukas 12:15, TB) Malah sebenarnya, kepuasan terbesar dalam hidup bisa kita dapatkan jika kita punya jawaban atas pertanyaan-pertanyaan:

  • Kenapa kita hidup?

  • Seperti apa kehidupan kita di masa depan?

  • Bagaimana caranya saya bisa dekat dengan Allah?

Saksi-Saksi Yehuwa, yang menerbitkan majalah ini, bersedia membantu Anda mendapatkan jawabannya.

a Nama-nama dalam artikel ini telah diubah.

Itukah Kunci Kebahagiaan?

Buku The Narcissism Epidemic menulis, ”Orang yang mata duitan umumnya tidak bahagia dan lebih stres. Sekadar berkhayal punya banyak uang saja sudah bisa membuat orang mengalami gangguan mental; orang-orang seperti itu juga lebih sering menderita penyakit seperti radang tenggorokan, sakit pinggang, dan sakit kepala. Mereka juga lebih cenderung menyalahgunakan alkohol dan memakai narkoba. Mengejar kesuksesan finansial tampaknya malah membuat orang sengsara.”

”Berubahnya Cara Pandang”

”Sewaktu para mahasiswa tahun 60-an dan awal 70-an ditanyai tentang tujuan mereka kuliah, kebanyakan menjawab bahwa mereka ingin ’menjadi orang yang terpelajar’ atau ’mencari tujuan hidup’. Hanya sedikit yang mengatakan bahwa mereka kuliah agar bisa ’punya banyak uang’. Mulai tahun 90-an, sebagian besar mahasiswa mengatakan bahwa tujuan utama mereka kuliah adalah agar bisa ’punya banyak uang’ . . . Seiring dengan berubahnya cara pandang para mahasiswa ini, terjadi juga lonjakan angka depresi, bunuh diri, dan gangguan psikologis lainnya di kalangan mahasiswa.”​—The Price of Privilege, karya Dr. Madeline Levine.

”Terapi Belanja”

Menurut Dr. Madeline Levine, ”terapi belanja” bisa memberi orang-orang kelegaan di kala mereka sedang kecewa terhadap keluarga, masyarakat, atau agama. ”Belanja adalah salah satu cara untuk membuat kita merasa di atas angin,” kata Levine dalam bukunya The Price of Privilege. ”Saat belanja, kitalah yang menentukan apa yang mau kita beli, dan itu membuat kita merasa punya kendali. Tapi, perasaan seperti itu hanyalah ilusi . . . Yang pegang kendali sebenarnya adalah perusahaan-perusahaan besar serta para pengiklan, yang dibayar untuk meyakinkan pembeli bahwa barang tertentu bisa membuat mereka merasa hebat.”

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan