PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Kebobrokan Moral di Seluruh Dunia
    Sedarlah!—2007 | April
    • Kebobrokan Moral di Seluruh Dunia

      ”KECURANGAN ada di mana-mana,” kata David Callahan, yang baru-baru ini menulis buku The Cheating Culture. Ia menyebutkan beberapa contohnya di Amerika Serikat, ”kecurangan di kalangan siswa SMA dan perguruan tinggi”, ”pembajakan” musik dan film, ”pencurian di tempat kerja”, ”penipuan besar-besaran dalam bidang kesehatan”, dan penggunaan doping dalam olah raga. Ia menyimpulkan, ”Gabungkan segala bentuk pelanggaran etika dan hukum, maka yang kita hadapi adalah krisis moral yang sangat gawat.”

      The New York Times mengatakan bahwa Badai Katrina, yang melanda Amerika Serikat pada akhir tahun 2005, ”menciptakan salah satu pertunjukan paling mengejutkan tentang kecurangan, akal bulus dan kecerobohan birokratis yang mencengangkan dalam sejarah modern”. Seorang senator AS melaporkan, ”Penipuan yang tidak bermalu, akal bulus yang nekat, pemborosan besar-besaran​—benar-benar membuat kita terperangah.”

      Tentu saja, masih ada orang yang menunjukkan kebaikan tanpa pamrih. (Kisah 27:3; 28:2) Namun, yang lebih sering kita dengar adalah, ”Mana bagian saya? Apa untungnya buat saya?” Sikap aku dulu dan mau menang sendiri tampaknya menjadi aturan umum.

      Pada zaman dahulu, amoralitas yang mementingkan diri dan terang-terangan disebut sebagai salah satu faktor penyebab runtuhnya peradaban, misalnya Imperium Romawi. Mungkinkah apa yang terjadi sekarang merupakan pendahuluan dari sesuatu yang lebih signifikan lagi? Benarkah setiap bagian dunia sekarang dilanda ”bertambahnya pelanggaran hukum”, yang Alkitab nubuatkan akan menjadi tanda berakhirnya seluruh sistem ini?​—Matius 24:3-8, 12-14; 2 Timotius 3:1-5.

      Kemerosotan di Seluruh Dunia

      Africa News tanggal 22 Juni 2006, yang memuat laporan tentang sebuah ”lokakarya masalah penganiayaan seksual dan pornografi” di suatu daerah kumuh di Uganda, mengatakan bahwa ”kelalaian orang tua adalah penyebab meningkatnya prostitusi dan penyalahgunaan narkoba di daerah itu”. Surat kabar itu menyatakan, ”Pejabat yang mengawasi Unit Perlindungan Anak dan Keluarga di Kantor Polisi di Kawempe, Tn. Dhabangi Salongo, mengatakan bahwa jumlah penganiayaan anak dan kekerasan dalam rumah tangga telah meningkat secara luar biasa.”

      Menurut seorang psikiater di India, ”masyarakat tidak lagi dikekang oleh nilai-nilai budayanya”. Seorang direktur film di sana mengatakan bahwa ”meningkatnya penggunaan narkoba dan semakin maraknya seks bebas adalah petunjuk lain lagi bahwa India sedang tenggelam dalam ’kebejatan ala Barat’”.

      Hu Peicheng, sekretaris jenderal Asosiasi Seksologi Cina di Beijing, mengomentari, ”Di masyarakat kita dulu, kita tahu mana yang benar dan yang salah. Sekarang, kita dapat berbuat sesukanya.” Sebuah artikel dalam majalah China Today mengatakannya begini, ”Masyarakat semakin toleran saja terhadap perselingkuhan.”

      ”Tampaknya semua orang menanggalkan baju dan menggunakan seks sebagai taktik dagang,” komentar Yorkshire Post Inggris baru-baru ini. ”Sekitar satu generasi yang lalu, perbuatan demikian akan menimbulkan kegemparan karena dianggap melanggar standar moral. Dewasa ini, kita dibombardir dengan gambar-gambar seksual dari segala arah dan pornografi telah . . . diterima oleh masyarakat umum.” Surat kabar itu menambahkan, ”Tontonan dan bacaan yang dulu dianggap aman hanya bagi yang berumur 18 tahun ke atas sekarang sering menjadi tontonan sehari-hari bagi keluarga dan, menurut pendukung kampanye anti pornografi, sering jelas-jelas ditargetkan untuk anak-anak.”

      The New York Times Magazine mengatakan, ”[Beberapa remaja] mengobrolkan [pengalaman seksual mereka] tanpa malu-malu seperti ketika mereka membicarakan menu makan siang.” Tweens News, ”pedoman orang tua anak-anak usia 8 hingga 12 tahun”, menyatakan, ”Dengan coretan anak kecil, seorang anak perempuan menulis pesan yang memilukan hati, ’Mama memaksaku pacaran dan berhubungan seks. Umurku baru 12 tahun . . . tolong!’”

      Zaman telah sangat berubah! Toronto Star Kanada menyatakan bahwa belum lama berselang, ”gagasan tentang kaum homo atau lesbian hidup bersama secara terang-terangan, itu saja sudah sangat menggemparkan”. Namun, Barbara Freemen, seorang guru sejarah sosial di Carleton University, Ottawa, menyatakan, ”Orang sekarang mengatakan, ’Ini kehidupan pribadiku. Orang lain tidak usah ikut campur.’”

      Jelaslah, selama beberapa dekade belakangan, moral telah merosot secara cepat di banyak tempat di dunia. Apa penyebab perubahan yang drastis ini? Bagaimana perasaan Anda sendiri tentang hal itu? Dan, apa yang ditunjukkan hal-hal tersebut mengenai masa depan?

  • Ketika Moral Merosot Drastis
    Sedarlah!—2007 | April
    • Ketika Moral Merosot Drastis

      MENURUT Anda, kapan moral mulai merosot secara drastis? Semasa hidup Anda atau mungkin sebelum itu, semasa hidup kerabat atau teman Anda yang lebih tua? Ada yang mengatakan bahwa Perang Dunia I, yang meletus pada tahun 1914, memperkenalkan era kebejatan moral yang tidak ada duanya. Profesor sejarah Robert Wohl menulis dalam bukunya The Generation of 1914, ”Orang-orang yang hidup melampaui perang itu tidak pernah dapat mengenyahkan dari pikiran mereka bahwa satu dunia telah berakhir dan dunia lain dimulai pada bulan Agustus 1914.”

      ”Di mana-mana, standar perilaku sosial​—yang sudah mulai merosot—​menjadi berantakan,” kata sejarawan Norman Cantor. ”Apabila para politikus dan jenderal telah memperlakukan jutaan orang di bawah pengawasan mereka bagaikan binatang yang digiring ke pembantaian, maka norma agama atau etika mana yang masih dapat mencegah manusia untuk tidak memperlakukan satu sama lain dengan kebuasan binatang rimba? . . . Pembantaian selama Perang Dunia Pertama [1914-18] sama sekali merendahkan nilai kehidupan manusia.”

      Dalam karyanya yang lengkap The Outline of History, sejarawan Inggris H. G. Wells menyatakan bahwa setelah teori evolusi diterima, ”kemerosotan moral yang fundamental pun berlangsung”. Mengapa? Ada yang berpendapat bahwa manusia hanyalah sejenis binatang yang lebih unggul. Wells, seorang evolusionis, menulis pada tahun 1920, ”Mereka berkesimpulan bahwa manusia adalah binatang sosial seperti anjing pemburu India . . . , jadi bagi mereka tampaknya tidak salah bahwa anjing-anjing yang lebih kuat dalam kawanan manusia seharusnya menindas dan menaklukkan.”

      Sesungguhnya, sebagaimana dinyatakan Cantor, perang dunia pertama benar-benar mengubah standar orang tentang yang benar dan salah. Ia menjelaskan, ”Generasi yang lebih tua dianggap salah dalam segala hal​—politik, cara berpakaian, norma-norma seksual.” Gereja-gereja, yang melacurkan ajaran Kristen dengan mendukung teori evolusi serta memanas-manasi pihak-pihak yang berperang, sangat berperan dalam kemerosotan moral itu. Brigadir Jenderal Inggris bernama Frank Crozier menulis, ”Kami memiliki Gereja-Gereja Kristen sebagai alat yang paling ampuh untuk mengobarkan semangat membunuh dan kami memanfaatkan mereka sepenuhnya.”

      Kaidah-Kaidah Moral Disingkirkan

      Selama dasawarsa setelah Perang Dunia I​—yang disebut Tahun Dua Puluhan yang Bergelora—nilai-nilai lama serta batas-batas moral diabaikan dan diganti dengan sikap serbaboleh. Sejarawan Frederick Lewis Allen mengomentari, ”Sepuluh tahun setelah perang akan cocok bila dikenal sebagai dekade Tata Krama Buruk. . . . Dengan berlalunya tatanan lama lenyaplah seperangkat nilai yang telah memberikan mutu dan makna kehidupan, dan nilai-nilai pengganti tidak mudah ditemukan.”

      Depresi Besar dunia tahun 1930-an menyadarkan banyak orang dengan menjerumuskan mereka ke dalam kemiskinan yang parah. Namun, pada akhir dekade tersebut, dunia telah memasuki perang lain, yang bahkan lebih menghancurkan​—Perang Dunia II. Tidak lama kemudian, bangsa-bangsa memproduksi senjata-senjata pemusnah yang menakutkan, dan dunia pun ditarik keluar dari Depresi tetapi dijebloskan ke dalam kesengsaraan serta kengerian yang tak terbayangkan. Ketika perang tersebut berakhir, ratusan kota menjadi puing; dua kota di Jepang hancur lebur, masing-masing oleh satu bom atom! Jutaan orang mati di kamp-kamp konsentrasi yang mengerikan. Secara keseluruhan, konflik tersebut menewaskan sekitar 50 juta pria, wanita, dan anak-anak.

      Selama kengerian Perang Dunia II, orang-orang bukannya berpegang pada standar kepatutan yang sudah lama dianut, mereka malah menerapkan kaidah perilaku mereka sendiri. Buku Love, Sex and War​—Changing Values, 1939-45, menyatakan, ”Tampaknya, pengekangan seksual untuk sementara dilepas selama perang, seraya perilaku bebas yang dianggap berterima di medan perang memasuki kehidupan sipil. . . . Perasaan genting dan kehebohan masa perang segera melemahkan pengekangan moral, dan di banyak kalangan sipil, kehidupan tampak sama murah dan singkatnya seperti kehidupan di medan perang.”

      Karena terus berada di bawah ancaman maut, orang-orang semakin merindukan hubungan emosional, bahkan hubungan yang hanya seumur jagung. Seorang ibu rumah tangga di Inggris berupaya membenarkan seks bebas selama tahun-tahun penuh gejolak tersebut, dengan mengatakan, ”Kami bukannya amoral, tapi perang sedang berkecamuk.” Seorang prajurit Amerika mengakui, ”Menurut standar kebanyakan orang kami amoral, tapi kami masih muda dan bisa saja mati besok.”

      Banyak orang yang hidup melewati perang itu menderita akibat kengerian yang mereka saksikan. Sampai hari ini beberapa orang, termasuk mereka yang waktu itu masih anak-anak, sering mengalami kilas balik, merasa bahwa trauma yang mereka alami berulang lagi. Banyak yang kehilangan iman serta kompas moral mereka. Tanpa respek terhadap wewenang apa pun yang bisa menetapkan standar tentang apa yang benar dan salah, orang mulai menganggap segala sesuatu bersifat relatif.

      Norma-Norma Baru Masyarakat

      Setelah Perang Dunia II, berbagai hasil penelitian diterbitkan mengenai perilaku seks manusia. Salah satu penelitian seperti itu di Amerika Serikat pada tahun 1940-an adalah Laporan Kinsey, setebal lebih dari 800 halaman. Akibatnya, banyak orang mulai berbicara secara terbuka mengenai soal seks, yang dulunya tidak umum dibahas. Meskipun belakangan diakui bahwa statistik mengenai pelaku homoseks dan perilaku seks menyimpang lainnya yang dicantumkan dalam laporan itu dibesar-besarkan, penelitian tersebut menyingkapkan kemerosotan moral yang drastis setelah perang.

      Selama beberapa waktu, orang berupaya untuk tetap kelihatan berakhlak. Misalnya, di radio, film, dan televisi, bagian yang amoral disensor. Tetapi, hal itu tidak berlangsung lama. William Bennett, seorang mantan sekretaris pendidikan, menjelaskan, ”Namun, pada tahun 1960-an, Amerika mulai mengalami kemerosotan yang tajam dan tak terhalang ke arah apa yang bisa diistilahkan pembiadaban.” Dan, hal ini diikuti di banyak negeri lain. Mengapa, pada tahun 60-an, kemerosotan moral semakin cepat?

      Pada dekade tersebut, hampir secara bersamaan, timbul gerakan emansipasi wanita dan revolusi seks beserta apa yang disebut moralitas baru. Selain itu, pil KB yang efektif dikembangkan. Bila seks bisa dinikmati tanpa takut hamil, ”hubungan seks tanpa komitmen di kedua pihak”, menjadi hal biasa.

      Pada waktu yang sama, pers, film, dan televisi melonggarkan kaidah moralnya. Belakangan Zbigniew Brzezinski, mantan kepala Dewan Keamanan Nasional AS, mengatakan tentang nilai-nilai yang ditayangkan TV, ”Mereka jelas-jelas memuja pelampiasan nafsu, mereka membuat kekerasan dan kebrutalan tampak normal, [dan] mereka menganjurkan seks bebas.”

      Pada tahun 1970-an, video sudah mulai populer. Di rumah mereka sendiri, orang-orang sekarang dapat menonton adegan seks yang amoral dan terang-terangan padahal mereka tidak akan mau ketahuan menontonnya di bioskop. Belakangan, melalui Internet, pornografi yang paling menjijikkan tersedia di negeri-negeri di seluruh dunia bagi siapa pun yang memiliki komputer.

      Dalam banyak hal, konsekuensinya sungguh mengerikan. ”Sepuluh tahun lalu,” kata seorang sipir di sebuah penjara di AS baru-baru ini, ”sewaktu anak-anak muda jalanan masuk penjara, saya masih bisa berbicara kepada mereka tentang apa yang benar dan salah. Tetapi anak-anak yang masuk penjara sekarang, sama sekali tidak mengerti apa yang saya bicarakan.”

      Ke Mana Kita Bisa Mencari Bimbingan?

      Kita tidak bisa berpaling kepada gereja-gereja dunia untuk bimbingan moral. Bukannya menjunjung tinggi prinsip-prinsip yang adil-benar seperti yang dilakukan Yesus dan para pengikutnya pada abad pertama, gereja-gereja telah menjadikan diri bagian dari dunia dan kejahatannya. Seorang penulis bertanya, ”Adakah perang yang pihak-pihaknya tidak mengaku didukung Allah?” Sehubungan dengan menjunjung standar moral Allah, beberapa tahun yang lalu seorang klerus di New York City mengatakan, ”Gereja adalah satu-satunya organisasi di dunia yang memiliki persyaratan masuk yang lebih rendah dibandingkan dengan persyaratan masuk bus.”

      Jelaslah, kemerosotan drastis dalam bidang moral di dunia ini tidak bisa dibiarkan lagi. Namun, tindakan apa yang harus diambil? Perubahan apa yang diperlukan? Siapa yang dapat melakukannya, dan bagaimana itu akan tercapai?

      [Kutipan di hlm. 5]

      ”Pembantaian selama Perang Dunia Pertama [1914-18] sama sekali merendahkan nilai kehidupan manusia”

      [Gambar di hlm. 6, 7]

      Hiburan yang bejat semakin mudah diperoleh

  • Menuju ke Mana Dunia Ini?
    Sedarlah!—2007 | April
    • Menuju ke Mana Dunia Ini?

      ALKITAB, jauh sebelumnya, telah menubuatkan kebobrokan moral sekarang ini dan menggambarkannya sebagai berikut, ”Pada hari-hari terakhir akan datang masa kritis yang sulit dihadapi. Sebab orang-orang akan menjadi pencinta diri sendiri, pencinta uang, . . . tidak taat kepada orang-tua, tidak berterima kasih, tidak loyal, tidak memiliki kasih sayang alami, . . . garang, tidak mengasihi kebaikan, pengkhianat, keras kepala, besar kepala karena sombong, mencintai kesenangan sebaliknya daripada mengasihi Allah, berpengabdian yang saleh hanya secara lahiriah tetapi mereka tidak hidup sesuai dengan kuasanya.”​—2 Timotius 3:1-5.

      Anda mungkin setuju bahwa nubuat Alkitab ini merupakan gambaran yang akurat mengenai dunia dewasa ini. Padahal itu dicatat hampir 2.000 tahun yang lalu! Nubuat tersebut diawali dengan kata-kata, ”Pada hari-hari terakhir.” Apa arti ungkapan ”hari-hari terakhir” tersebut?

      ”Hari-Hari Terakhir” dari Apa?

      ”Hari-hari terakhir” telah menjadi istilah yang sangat umum. Dalam bahasa Inggris saja, istilah itu menjadi bagian dari judul ratusan buku. Misalnya, perhatikan buku yang diterbitkan belum lama ini The Last Days of Innocence​—America at War, 1917-1918. Kata pengantarnya menjelaskan bahwa istilah ”hari-hari terakhir” dalam buku itu memaksudkan waktu yang spesifik, yaitu ketika moral merosot tajam.

      ”Pada tahun 1914,” jelas kata pengantar tersebut, ”negeri ini berubah lebih cepat dibanding pada masa mana pun dalam sejarahnya.” Sesungguhnya, pada tahun 1914, seluruh dunia terjun dalam perang, yang belum pernah dialami sebelumnya. Buku itu mengatakan, ”Ini adalah perang total, konflik bukan antartentara melainkan antarbangsa.” Perang ini, seperti yang akan kita lihat, terjadi pada awal dari apa yang Alkitab sebut ”hari-hari terakhir”.

      Alkitab mengajarkan bahwa sebelum benar-benar berakhir, dunia ini akan mengalami zaman yang spesifik yang disebut ”hari-hari terakhir”. Sesungguhnya, Alkitab mengatakan bahwa pernah ada suatu dunia yang telah berlalu, atau berakhir, dengan menjelaskan, ”Dunia pada waktu itu mengalami kebinasaan ketika dibanjiri air.” Waktu mana yang dimaksud, dan dunia apa yang berakhir? Itu adalah ”dunia orang-orang yang tidak saleh” pada zaman Nuh. Demikian pula, dunia yang ada sekarang akan berakhir. Namun, orang-orang yang melayani Allah akan luput dari akhir itu, seperti halnya Nuh dan keluarganya.​—2 Petrus 2:5; 3:6; Kejadian 7:21-24; 1 Yohanes 2:17.

      Apa yang Yesus Katakan tentang Akhir Itu

      Yesus Kristus juga berbicara tentang ”zaman Nuh”, ketika ”banjir itu datang dan menyapu bersih mereka semua”. Ia menyamakan keadaan sebelum Air Bah​—tepat sebelum akhir dari dunia tersebut​—dengan keadaan selama zaman yang ia sebut sebagai ”penutup sistem ini”. (Matius 24:​3, 37-​39) Terjemahan Alkitab lainnya menggunakan istilah ”kesudahan dunia” atau ”akhir zaman”.​—Terjemahan Baru, dan Bahasa Indonesia Masa Kini.

      Yesus menubuatkan seperti apa kehidupan di atas bumi tepat sebelum dunia berakhir. Mengenai perang, ia mengatakan, ”Bangsa akan bangkit melawan bangsa dan kerajaan melawan kerajaan.” Para sejarawan menyatakan bahwa hal ini terjadi pada awal tahun 1914. Maka, kata pengantar buku tersebut di atas berbicara tentang tahun 1914 sebagai awal ”perang total, . . . bukan antartentara melainkan antarbangsa”.

      Dalam nubuatnya, Yesus menambahkan, ”Akan ada kekurangan makanan dan gempa bumi di berbagai tempat. Semuanya ini merupakan awal sengat-sengat penderitaan.” Selanjutnya, ia antara lain mengatakan tentang akan ”bertambahnya pelanggaran hukum”. (Matius 24:7-14) Pastilah kita telah melihat hal ini terjadi pada zaman kita. Kebobrokan moral dewasa ini begitu parah sehingga hal itu menggenapi nubuat Alkitab!

      Bagaimana kita seharusnya menjalani kehidupan selama masa yang begitu bobrok? Perhatikan apa yang rasul Paulus tulis kepada orang Kristen di Roma mengenai kemerosotan moral. Ia menyebutkan orang-orang yang memiliki ”nafsu seksual yang mendatangkan aib”, dengan menyatakan, ”Perempuan-perempuan mereka tidak lagi menggunakan tubuh mereka menurut kebiasaan yang alami tetapi dengan cara yang tidak alami; demikian pula bahkan laki-laki tidak lagi menggunakan perempuan menurut kebiasaan yang alami dan hawa nafsu mereka berkobar dengan hebat, seorang terhadap yang lain, laki-laki dengan laki-laki, melakukan apa yang cabul”.​—Roma 1:​26, 27.

      Para sejarawan mengatakan bahwa sementara masyarakat manusia ketika itu semakin jauh tenggelam ke dalam kemerosotan moral, ”dengan kesalehan dan kesopanan mereka, komunitas-komunitas kecil orang Kristen menggelisahkan dunia kafir yang gila kesenangan”. Hal ini seharusnya membuat kita merenung, ’Bagaimana dengan diri saya dan orang-orang yang saya pilih sebagai teman bergaul? Apakah kami nyata berbeda, berpaut erat pada prinsip moral, tidak seperti orang-orang yang hidup secara amoral?’​—1 Petrus 4:3, 4.

      Perjuangan Kita

      Alkitab mengajar kita bahwa meskipun dikelilingi hal-hal amoral, kita hendaknya ”tidak bercela dan polos, anak-anak Allah tanpa cacat di antara generasi yang bengkok dan belat-belit”. Untuk itu, kita perlu ”menggenggam erat firman kehidupan”. (Filipi 2:15, 16) Pernyataan Alkitab ini memberikan kunci tentang caranya orang Kristen dapat tetap tidak ternoda oleh kebejatan moral​—mereka perlu berpaut erat pada ajaran Firman Allah serta mengakui bahwa standar moralnya merupakan cara hidup yang terbaik.

      ”Allah sistem ini”, Setan si Iblis, sedang berupaya memenangkan hati orang-orang. (2 Korintus 4:4) Alkitab memberi tahu kita bahwa ia ”terus mengubah dirinya menjadi malaikat terang”. Begitu pula para pelayannya, yakni orang-orang yang melayani dia dengan bertindak seperti dia. (2 Korintus 11:​14, 15) Mereka menjanjikan kemerdekaan dan kesenangan, namun seperti kata Alkitab, ”mereka sendiri adalah budak kebejatan”.​—2 Petrus 2:​19.

      Jangan tertipu. Orang yang mengabaikan standar moral Allah akan menanggung akibat yang sangat serius. Pemazmur Alkitab menulis, ”Keselamatan jauh dari orang-orang yang fasik, karena mereka tidak mencari peraturan-peraturan [Allah].” (Mazmur 119:155; Amsal 5:22, 23) Yakinkah kita akan hal itu? Jika demikian, mari kita lindungi pikiran dan hati kita terhadap propaganda yang menganjurkan sikap serbaboleh.

      Namun, banyak orang secara tidak bijaksana bernalar, ’Kalau apa yang kulakukan tidak melanggar hukum, maka itu tidak salah.’ Tetapi, halnya tidak demikian. Bapak surgawi kita dengan pengasih menyediakan bimbingan moral, bukan untuk membuat kehidupan Anda membosankan dan terkekang, tetapi untuk melindungi Anda. Ia ”mengajarkan hal-hal yang bermanfaat bagi [Anda]”. Ia ingin Anda terhindar dari malapetaka dan menikmati kehidupan yang bahagia. Sesungguhnya, sebagaimana Alkitab ajarkan, melayani Allah ”mengandung janji untuk kehidupan sekarang dan yang akan datang”. Maksudnya, ”kehidupan yang sebenarnya”, kehidupan kekal dalam dunia baru yang Ia janjikan!​—Yesaya 48:17, 18; 1 Timotius 4:8; 6:19.

      Jadi, bandingkanlah manfaat mengikuti ajaran Alkitab dengan dukacita yang akhirnya dialami orang-orang yang tidak melakukannya. Memperoleh perkenan Allah dengan mendengarkan Dia benar-benar jalan hidup yang terbaik! ”Tetapi orang yang mendengarkan aku,” Allah berjanji, ”ia akan berdiam dengan aman dan tidak terganggu oleh kegentaran terhadap malapetaka.”​—Amsal 1:​33.

      Masyarakat yang Lurus secara Moral

      Alkitab mengatakan bahwa sewaktu dunia ini berlalu, ”orang fasik tidak akan ada lagi”. Alkitab juga mengatakan, ”Orang yang lurus hatilah yang akan berdiam di bumi, dan orang yang tidak bercelalah yang akan disisakan di situ.” (Mazmur 37:10, 11; Amsal 2:20-22) Jadi, bumi akan dibersihkan dari segala sesuatu yang amoral, termasuk semua orang yang menolak untuk berpegang pada ajaran bagus dari Pencipta kita. Kemudian, sebuah firdaus, serupa dengan firdaus yang Allah sediakan sebagai tempat tinggal pasangan manusia pertama, akan secara bertahap digarap di seluruh bumi oleh orang-orang yang mengasihi Allah.​—Kejadian 2:7-9.

      Bayangkan nikmatnya hidup di bumi firdaus yang bersih dan indah! Mereka yang mendapat hak istimewa untuk menyaksikan hal itu antara lain adalah miliaran orang yang dibangkitkan dari kematian. Bersukacitalah dengan janji-janji Allah, ”Orang-orang adil-benar akan memiliki bumi, dan mereka akan mendiaminya selama-lamanya.” ”[Allah] akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan kematian tidak akan ada lagi, juga tidak akan ada lagi perkabungan atau jeritan atau rasa sakit. Perkara-perkara yang terdahulu telah berlalu.”​—Mazmur 37:29; Penyingkapan (Wahyu) 21:3, 4.

      [Kutipan di hlm. 9]

      Sewaktu suatu dunia berakhir, ada orang yang selamat, yaitu mereka yang takut akan Allah

      [Gambar di hlm. 10]

      Setelah dunia ini berakhir, bumi akan menjadi firdaus

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan