PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Anak-Anak Anda dalam Bahaya!
    Sedarlah!—1993 | 8 Oktober
    • Anak-Anak Anda dalam Bahaya!

      Serangan seksual atas anak-anak merupakan kenyataan buruk di dunia yang sakit ini. Majalah Lear mengatakan, ’Itu mempengaruhi lebih banyak orang dibandingkan kanker, penyakit jantung, AIDS.’ Karena itu, Sedarlah! merasa wajib untuk berupaya memberi peringatan kepada pembacanya tentang bahaya ini dan hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasinya.​—Bandingkan Yehezkiel 3:17-21; Roma 13:11-13.

      DALAM tahun-tahun belakangan ini, jeritan seluas dunia telah muncul berkenaan serangan seksual terhadap anak-anak. Namun perhatian media, yang sarat dengan orang-orang ternama yang telah membeberkan secara terbuka pengalaman mereka sendiri sehubungan penganiayaan anak, telah menuntun kepada kesalahpahaman yang populer. Beberapa orang percaya bahwa semua ocehan tentang serangan terhadap anak-anak ini hanyalah mode terbaru. Akan tetapi, kenyataannya, hampir tidak ada yang baru sehubungan serangan seksual semacam itu. Itu hampir setua sejarah umat manusia.

      Problem Zaman Dahulu

      Kira-kira 4.000 tahun yang lalu, kota Sodom dan kota Gomora terkenal karena kebejatannya. Pedophilia (penyimpangan seksual terhadap anak-anak) rupanya termasuk salah satu di antara banyak kejahatan di daerah tersebut. Kejadian 19:4 menggambarkan gerombolan pria Sodom yang gila seks ”dari yang muda sampai yang tua” berupaya memperkosa dua pria tamu Lot. Pertimbangkan: Mengapa anak-anak lelaki semuda itu telah bergejolak dengan gagasan memperkosa laki-laki? Jelas, mereka telah diperkenalkan kepada penyimpangan homoseksual.

      Berabad-abad kemudian, bangsa Israel pindah ke wilayah Kanaan. Negeri ini begitu sarat dengan inses, sodomi, hubungan seksual dengan binatang, pelacuran, dan bahkan pengorbanan secara ritual dari anak-anak kecil kepada ilah hantu-hantu sehingga semua perbuatan keji ini harus dengan jelas dinyatakan terlarang dalam Hukum Musa. (Imamat 18:6, 21-23; 19:29; Yeremia 32:35) Meskipun telah mendapat peringatan ilahi, bangsa Israel yang memberontak, termasuk beberapa penguasa mereka, melakukan praktek-praktek yang nista ini.​—Mazmur 106:35-38.

      Akan tetapi, berkenaan hal-hal ini, Yunani dan Romawi purba jauh lebih buruk daripada bangsa Israel. Pembunuhan bayi merupakan praktek yang umum di kedua negeri tersebut, dan di Yunani, hubungan seksual antara pria-pria dewasa dengan anak lelaki kecil merupakan praktek yang diterima secara luas. Rumah-rumah bordil yang menyediakan anak-anak lelaki menjamur di setiap kota Yunani purba. Di Kekaisaran Romawi, pelacuran anak-anak juga sedemikian lumrah sehingga pajak dan hari libur tertentu diatur khusus untuk bisnis tersebut. Di arena-arena, anak-anak perempuan diperkosa dan dipaksa berhubungan seksual dengan binatang. Kemesuman serupa juga lumrah di banyak bangsa purba lainnya.

      Bagaimana dengan zaman modern kita? Apakah umat manusia telah sebegitu beradab sehingga perbuatan seksual yang mengerikan semacam itu tidak berkembang dewasa ini? Siswa-siswa Alkitab tidak dapat menerima anggapan itu. Mereka tahu betul bahwa rasul Paulus mencirikan zaman kita sebagai ”masa yang sukar”. Ia menyebut mengenai merajalelanya cinta akan diri sendiri, cinta akan kesenangan, dan runtuhnya kasih alami dalam keluarga yang melanda masyarakat modern dan menambahkan, ”Orang jahat dan penipu akan bertambah jahat.” (2 Timotius 3:1-5, 13; Wahyu 12:7-12) Apakah serangan seksual terhadap anak-anak, yang sering dilakukan oleh ”orang jahat dan penipu”, semakin memburuk?

      Problem yang Mendesak

      Serangan atas anak-anak sering dirahasiakan, terlalu dirahasiakan sehingga itu barangkali disebut sebagai kejahatan yang paling jarang dilaporkan. Meskipun demikian, kejahatan semacam itu terbukti telah meningkat pesat dalam dekade-dekade belakangan ini. Di Amerika Serikat, sebuah survei tentang masalah ini diadakan oleh Los Angeles Times. Survei tersebut mendapati bahwa 27 persen wanita dan 16 persen pria telah dianiaya secara seksual semasa kanak-kanak. Yang tak kalah mengejutkan dengan statistik ini adalah, perkiraan-perkiraan saksama lain atas Amerika Serikat mendapati angka yang lebih tinggi.

      Di Malaysia, laporan mengenai serangan seksual terhadap anak-anak telah meningkat empat kali lipat selama dekade yang lalu. Di Thailand, sekitar 75 persen pria dalam sebuah survei mengaku berhubungan seksual dengan pelacur kanak-kanak. Di Jerman, pemerintah memperkirakan bahwa sebanyak 300.000 anak dianiaya secara seksual setiap tahun. Menurut Cape Times dari Afrika Selatan, jumlah laporan sehubungan kasus serangan demikian meningkat sebanyak 175 persen selama periode tiga tahun terakhir ini. Di Belanda dan Kanada, para peneliti mendapati bahwa sekitar sepertiga dari seluruh kaum wanita telah dianiaya secara seksual semasa kanak-kanak. Di Finlandia, 18 persen gadis-gadis kelas sembilan (berusia 15 atau 16 tahun) dan 7 persen anak-anak lelaki dilaporkan pernah berhubungan seksual dengan seseorang yang berusia sedikitnya lima tahun lebih tua.

      Di berbagai negeri, laporan-laporan yang meresahkan telah muncul ke permukaan berkenaan sistem-sistem ibadat agama yang menganiaya anak-anak dengan praktek-praktek dan penyiksaan seksual yang sadis. Sering, orang-orang yang melaporkan bahwa mereka adalah korban kejahatan semacam itu diperlakukan dengan sikap tidak percaya, bukannya dengan kasih sayang.

      Maka, serangan seksual terhadap anak-anak bukanlah hal baru ataupun langka; perbuatan itu merupakan problem lama yang menjadi epidemi dewasa ini. Dampaknya dapat sangat menghancurkan. Banyak di antara mereka yang selamat menderita perasaan tidak berharga dan rendah diri yang dalam. Para pakar di bidang tersebut telah mencatat beberapa akibat umum dari inses yang dialami gadis-gadis, seperti kabur dari rumah, penyalahgunaan narkotik dan alkohol, depresi, upaya bunuh diri, kenakalan anak-anak, promiskuitas, gangguan tidur, dan problem-problem dalam belajar. Akibat-akibat jangka panjang dapat termasuk tidak sanggup mengasuh anak, frigid, tidak percaya kepada laki-laki, menikah dengan seorang pelaku pedophilia, lesbianisme, pelacuran, dan perbuatan itu sendiri berupa serangan seksual terhadap anak-anak.

      Akibat-akibat yang datang kemudian ini tidak terelakkan bagi seorang korban; dan tak seorang pun pantas membenarkan perbuatan salah hanya atas dasar bahwa orang tersebut telah diserang di masa lalu. Penganiayaan tidak menakdirkan korban-korbannya menjadi amoral ataupun nakal; juga tidak menghilangkan semua tanggung jawab pribadi mereka atas pilihan-pilihan yang mereka buat di kemudian hari dalam kehidupan. Namun akibat-akibat yang lazim ini yang dialami korban-korban merupakan bahaya yang nyata. Ini semakin mendesak kita untuk bertanya: Bagaimana kita dapat melindungi anak-anak terhadap serangan secara seksual?

  • Bagaimana Kita Dapat Melindungi Anak-Anak Kita?
    Sedarlah!—1993 | 8 Oktober
    • Bagaimana Kita Dapat Melindungi Anak-Anak Kita?

      ”Jangan bilang siapa-siapa. Ini rahasia kita.”

      ”Tak seorang pun akan mempercayai kata-katamu.”

      ”Jika kamu buka mulut, orang-tuamu akan membencimu. Mereka tahu ini semua salahmu.”

      ”Apakah kamu tidak ingin lagi menjadi teman istimewa saya?”

      ”Kamu tidak ingin saya masuk penjara, bukan?”

      ”Kalau kamu buka mulut, saya akan bunuh orang-tuamu.”

      SETELAH menggunakan anak-anak untuk memuaskan nafsu rendah mereka yang tidak wajar, setelah merampas rasa aman dan perasaan lugu mereka, para pelaku pedophilia masih menginginkan sesuatu hal lagi dari korban-korban mereka​—BUNGKAM. Untuk memastikan bahwa sang korban akan tutup mulut, mereka memanfaatkan aib, kerahasiaan, bahkan ancaman langsung. Dengan demikian, mereka merampas senjata ampuh anak-anak terhadap penganiayaan​—keinginan untuk mengadu, untuk bercerita, dan untuk minta perlindungan orang dewasa.

      Tragisnya, orang-orang dewasa sering kali tanpa sadar bekerja sama dengan para penganiaya anak. Bagaimana? Dengan menolak untuk waspada terhadap bahaya ini, dengan memupuk sikap membungkam terhadap hal ini, dengan mempercayai mitos-mitos klise. Ketidaktahuan, informasi yang keliru, dan sikap tutup mulut, memberikan perlindungan yang aman bagi si penganiaya, bukan bagi sang korban.

      Misalnya, Konferensi Uskup Katolik Kanada baru-baru ini menyimpulkan bahwa karena ”gerakan tutup mulut”, penganiayaan anak secara keji tetap ada di kalangan pemimpin agama Katolik selama puluhan tahun. Majalah Time, ketika melaporkan meluasnya wabah inses, juga menyatakan ”gerakan tutup mulut” sebagai faktor yang ”hanya turut melestarikan tragedi ini” dalam lingkungan keluarga.

      Akan tetapi, Time memperhatikan bahwa gerakan ini akhirnya runtuh juga. Mengapa? Singkatnya, karena pendidikan. Sebagaimana dinyatakan majalah Asiaweek, ”Semua pakar setuju bahwa pertahanan terbaik terhadap penganiayaan anak adalah kesadaran masyarakat.” Untuk melindungi anak-anak, orang-tua harus memahami kenyataan dari ancaman tersebut. Jangan mau dibodoh-bodohi oleh kesalahpahaman yang melindungi si penganiaya anak, bukannya melindungi sang anak.​—Lihat kotak di bawah.

      Didiklah Anak Anda!

      Raja Salomo yang bijaksana memberi tahu putranya bahwa pengetahuan, hikmat, dan kesanggupan berpikir dapat melindungi dia ”dari jalan yang jahat, dari orang yang mengucapkan tipu muslihat”. (Amsal 2:​10-12) Bukankah hal itu yang memang dibutuhkan anak-anak? Pamflet FBI berjudul Child Molesters: A Behavioral Analysis mengatakan hal ini di bawah judul ”Korban yang Ideal”, ”Bagi sebagian besar anak, seks adalah perkara tabu yang tentangnya mereka mendapat keterangan yang tidak begitu akurat, khususnya dari orang-tua mereka.” Jangan biarkan anak-anak Anda menjadi ”korban yang ideal”. Didiklah mereka tentang seks.a Misalnya, tidak seorang anak pun hendaknya memasuki pubertas tanpa menyadari bahwa tubuhnya akan berubah pada masa-masa ini. Ketidaktahuan akan membuat mereka bingung, malu​—dan rapuh.

      Seorang wanita yang kita sebut saja Janet dianiaya secara seksual semasa kanak-kanak, dan bertahun-tahun kemudian, kedua anaknya pun dianiaya secara seksual. Ia mengenang, ”Kami dibesarkan tanpa pernah membahas tentang seks. Jadi saya menjadi dewasa dengan rasa malu akan hal itu. Sangat memalukan. Dan ketika saya mempunyai anak-anak, halnya pun sama. Saya dapat berbicara tentang seks kepada anak orang lain tetapi tidak kepada anak saya sendiri. Saya rasa itu tidak sehat karena anak-anak mudah diperdaya jika Anda tidak membahas dengan mereka mengenai hal-hal ini.”

      Pencegahan penganiayaan dapat diajarkan sejak dini. Sewaktu Anda mengajar anak-anak untuk menyebut nama-nama anggota tubuh seperti vagina, payudara, dubur, penis, beri tahu mereka bahwa anggota-anggota tubuh ini baik dan istimewa​—tetapi bersifat pribadi. ”Orang lain tidak boleh menyentuhnya​—bahkan Ibu atau Ayah—​dan bahkan dokter kecuali bila Ibu atau Ayah ada di situ atau telah menyetujuinya.”b Idealnya, pernyataan semacam itu hendaknya datang dari kedua orang-tua atau setiap orang dewasa yang mengasuh anak tersebut.

      Sherryll Kraizer, dalam The Safe Child Book, mencatat bahwa meskipun anak-anak seharusnya merasa bebas untuk mengacuhkan, menjerit, atau lari dari si penganiaya, banyak anak yang dianiaya belakangan menjelaskan bahwa mereka tidak ingin kelihatan kurang ajar. Oleh karena itu, anak-anak perlu tahu bahwa beberapa orang dewasa melakukan hal-hal buruk dan bahwa sang anak bahkan tidak boleh menaati siapa pun yang menyuruhnya melakukan suatu hal yang salah. Pada saat seperti itu, seorang anak punya hak mutlak untuk mengatakan tidak, sama seperti yang dilakukan Daniel dan teman-temannya kepada orang-orang dewasa Babilon yang menyuruh mereka memakan makanan yang najis.​—Daniel 1:4, 8; 3:16-18.

      Alat pengajaran yang secara luas dianjurkan adalah permainan ”Bagaimana kalau . . . ?”. Misalnya, Anda dapat bertanya, ”Bagaimana kalau bapak guru menyuruhmu memukul anak lain? Apa yang akan kamu lakukan?” Atau, ”Bagaimana kalau (Ibu, Ayah, pendeta, polisi) menyuruhmu melompat dari gedung yang tinggi?” Jawaban sang anak mungkin tidak tepat atau salah, tetapi jangan mengoreksinya dengan kasar. Permainan ini tidak perlu disertai taktik yang mengejutkan atau menyeramkan; malahan, para pakar menganjurkan bahwa itu hendaknya dimainkan dengan cara yang lembut, pengasih, bahkan jenaka.

      Kemudian, ajar anak-anak untuk menampik pernyataan kasih sayang yang tidak pantas atau yang membuat mereka merasa risi. Misalnya, tanyakan, ”Bagaimana kalau teman Ibu dan Ayah ingin menciummu dengan cara yang membuat kamu merasa aneh?”c Sering kali, paling baik menganjurkan sang anak melakonkan apa yang akan ia perbuat, dengan membuatnya sebagai permainan ”Seandainya saya jadi . . .”.

      Dengan cara yang sama, anak-anak dapat belajar untuk menolak berbagai taktik lain dari si penganiaya. Misalnya, Anda dapat bertanya, ”Bagaimana kalau seseorang berkata, ’Kamu tahu, kamu adalah kesayangan saya. Maukah kamu menjadi teman saya?’” Jika sang anak sudah bisa menolak muslihat semacam itu, bahas muslihat lainnya. Anda dapat bertanya, ”Jika seseorang mengatakan, ’Kamu tidak ingin menyakiti perasaan saya, bukan?’ Apa yang akan kamu katakan?” Perlihatkan kepada sang anak cara menolak melalui kata-kata dan gerak-gerik tubuh yang jelas dan tegas. Ingat, penganiaya sering menguji bagaimana reaksi anak-anak terhadap pendekatan yang halus. Jadi seorang anak harus diajar untuk menolak dengan tegas dan berkata, ”Nanti kamu akan saya adukan.”

      Saksamalah dalam Pelatihan Anda

      Jangan batasi pelatihan semacam itu dengan membicarakannya satu kali saja. Anak-anak membutuhkan banyak pengulangan. Gunakan pertimbangan Anda sendiri dalam menentukan seberapa jelas seharusnya pelatihan itu. Namun, hendaklah saksama.

      Misalnya, pastikan untuk mencegah agar si penganiaya tidak merancang upaya apa pun berupa persetujuan rahasia. Anak-anak hendaknya mengetahui bahwa orang dewasa tidak boleh menyuruh mereka merahasiakan sesuatu dari Ayah ataupun Ibu mereka. Yakinkan mereka bahwa mereka patut untuk selalu mengadu​—sekalipun mereka telah berjanji untuk tidak melakukannya. (Bandingkan Bilangan 30:12, 16.) Beberapa penganiaya mengancam sang anak jika mereka tahu bahwa sang anak pernah melanggar peraturan keluarga. ”Kalau kamu mengadukan saya, saya pun akan mengadukan kamu” demikianlah ancamannya. Jadi sang anak seharusnya mengetahui bahwa ia tidak akan pernah dimarahi karena mengadu​—bahkan di bawah keadaan-keadaan demikian. Beri perasaan aman kepada sang anak bila mengadu.

      Pelatihan Anda hendaknya juga mencakup cara menangkal ancaman. Beberapa penganiaya telah membunuh binatang-binatang kecil di depan sang anak dan mengancam untuk melakukan hal yang sama kepada orang-tua sang anak. Yang lain-lain telah memperingatkan korban mereka bahwa mereka akan menganiaya adik-adik mereka. Jadi ajar anak-anak bahwa mereka hendaknya selalu mengadukan si penganiaya, tidak soal seberapa mengerikan ancamannya.

      Dalam hal ini, Alkitab dapat menjadi alat pengajaran yang bermanfaat. Karena Alkitab menandaskan dengan sangat jelas keperkasaan yang mahakuasa dari Yehuwa, hal itu dapat membuat ancaman si penganiaya tidak lagi sedemikian mengerikan. Anak-anak perlu mengetahui bahwa tidak soal ancaman apa pun yang dilancarkan, Yehuwa sanggup membantu umat-Nya. (Daniel 3:8-30) Bahkan bila orang jahat menyakiti mereka yang disayangi Yehuwa, Ia selalu dapat memperbaiki kerusakan yang timbul dan memulihkan segala sesuatunya. (Ayub, pasal 1, 2; 42:10-17; Yesaya 65:17) Yakinkan mereka bahwa Yehuwa melihat segala sesuatu, termasuk orang-orang yang melakukan hal-hal yang buruk dan orang-orang baik yang berupaya keras melawan mereka.​—Bandingkan Ibrani 4:13.

      Berhati-hati seperti Ular

      Tidak banyak pelaku pedophilia yang menggunakan kekuatan fisik untuk menyerang seorang anak secara seksual. Mereka umumnya memilih berteman dahulu dengan sang anak. Oleh karena itu, nasihat Yesus untuk ”cerdik [”berhati-hati”, NW] seperti ular” sangat cocok. (Matius 10:16) Pengawasan ketat oleh orang-tua yang pengasih adalah salah satu perlindungan yang terbaik terhadap penganiayaan. Beberapa pelaku serangan seksual mencari anak yang sendirian di tempat umum dan memancing percakapan untuk menimbulkan rasa ingin tahu sang anak. (”Apakah kamu suka sepeda motor?” ”Mari kita lihat anak-anak anjing di truk saya.”) Memang, Anda tidak dapat berada di sisi anak Anda sepanjang waktu. Dan pakar perawatan anak menyadari bahwa anak-anak membutuhkan kebebasan tertentu untuk bergerak. Namun orang-tua yang bijaksana waspada untuk tidak terlampau dini dalam memberikan terlalu banyak kebebasan kepada anak-anak.

      Pastikan Anda mengenal baik orang dewasa atau remaja yang lebih tua yang akrab dengan anak-anak Anda, dengan menggunakan kewaspadaan ekstra saat memutuskan siapa yang hendaknya mengurus anak-anak bila Anda sedang tidak ada. Waspadalah terhadap pengasuh anak (baby-sitter) yang membuat anak Anda merasa aneh atau gugup. Demikian pula, berhati-hatilah terhadap anak-anak belasan tahun yang kelihatannya menaruh minat yang terlalu besar terhadap anak-anak kecil dan tidak mempunyai teman sebaya. Periksalah dengan saksama fasilitas penitipan anak dan sekolah. Jelajahilah seluruh bangunan dan tanyailah para staf, dengan saksama mengamati bagaimana keterlibatan mereka dengan anak-anak. Tanyakan apakah mereka tidak keberatan jika Anda sewaktu-waktu singgah tanpa pemberitahuan sebelumnya untuk memeriksa anak-anak Anda; jika ini tidak diperbolehkan, carilah tempat lain.​—Lihat Awake! 8 Desember 1987, halaman 3-11.

      Akan tetapi, kenyataan yang menyedihkan adalah bahwa bahkan orang-tua yang terbaik sekalipun tidak dapat mengendalikan segala sesuatu yang terjadi atas anak-anak mereka.​—Pengkhotbah 9:11.

      Jika Ayah dan Ibu bekerja sama, ada satu hal yang dapat mereka kendalikan: lingkungan rumah. Dan karena rumah adalah tempat terjadinya kebanyakan penganiayaan anak, itu akan menjadi perhatian utama dari artikel berikut ini.

      a Lihat Sedarlah! terbitan Februari 1992, halaman 3-11, dan Awake! terbitan 8 Juli 1992, halaman 30.

      b Tentu saja, orang-tua harus memandikan dan mengenakan pakaian untuk anak-anak yang masih kecil, dan pada saat-saat demikian, mereka membasuh anggota tubuh yang bersifat pribadi. Namun ajarkan anak-anak untuk mandi sendiri sedini mungkin; beberapa pakar perawatan anak menganjurkan agar anak-anak belajar mencuci anggota tubuh yang bersifat pribadi pada usia tiga tahun jika mungkin.

      c Beberapa pakar memberi peringatan bahwa jika Anda memaksa anak-anak mencium atau memeluk setiap orang yang meminta pernyataan kasih sayang seperti itu, Anda dapat melemahkan pelatihan ini. Oleh karena itu, beberapa orang-tua mengajar anak-anak mereka untuk menolak dengan sopan sewaktu diminta melakukan sesuatu yang bukan-bukan.

      Ia Berteriak Minta Tolong

      ”SERUAN kepada Yehuwa Menggagalkan Serangan Seksual atas Seorang Remaja,” demikian bunyi kepala berita di surat kabar AS The Arizona Republic tanggal 5 Mei 1993. Si tertuduh pelaku serangan seksual telah menculik anak lelaki berusia 13 tahun dengan menodongkan pistol, menyeret anak tersebut ke apartemen si penyerang. Sewaktu remaja ini berteriak, ”Yehuwa, tolong saya!” si penyerang merasa gentar dan membiarkan anak itu pergi. Polisi kemudian menangkap pelaku itu.

      Meskipun menyerukan nama Yehuwa sangat patut dalam keadaan-keadaan demikian, tidak berarti bahwa hamba-hamba Allah akan bebas dari serangan di ”hari-hari terakhir” yang kritis ini. (2 Tim. 3:1-5, 13) Oleh karena itu, para orang-tua Kristen harus melatih anak-anak mereka untuk bersikap waspada terhadap semua orang yang tidak dikenal, tidak soal wewenang apa yang kelihatan dimiliki orang tersebut.

  • Pencegahan di Rumah
    Sedarlah!—1993 | 8 Oktober
    • Pencegahan di Rumah

      Monika berusia sembilan tahun sewaktu pria itu mulai menganiayanya. Pria itu memulai dengan mengintipnya sewaktu ia sedang menanggalkan pakaian; lalu pria itu mulai memasuki kamarnya pada malam hari dan menyentuh bagian tubuhnya yang bersifat pribadi. Sewaktu ia melawan, pria itu sangat marah. Pria itu bahkan pernah menyerangnya dengan palu dan mendorongnya dari atas tangga. Monika mengenang, ”Tak seorang pun mau mempercayai saya,”​—bahkan ibunya. Penganiaya itu adalah ayah tiri Monika.

      PRIA yang bertopeng, orang yang suka menyendiri yang bersembunyi di balik semak-semak, bukanlah yang melancarkan ancaman terbesar atas anak-anak. Si pelaku adalah anggota keluarga. Sebagian besar penganiayaan seksual terjadi di rumah. Maka, bagaimana rumah dapat dibuat lebih kebal terhadap penganiayaan?

      Dalam bukunya Slaughter of the Innocents, sejarawan Dr. Sander J. Breiner memeriksa bukti-bukti penganiayaan anak dalam lima masyarakat purba​—Mesir, Cina, Yunani, Romawi, dan Israel. Ia menyimpulkan bahwa meskipun penganiayaan juga terjadi di Israel, hal itu relatif jarang dibandingkan keempat peradaban lainnya. Mengapa? Tidak seperti tetangga mereka, masyarakat Israel diajar untuk memiliki respek kepada wanita dan anak-anak​—pandangan jelas yang mereka peroleh dari Kitab Suci. Sewaktu bangsa Israel menerapkan hukum ilahi dalam kehidupan keluarga, mereka mencegah penganiayaan anak. Keluarga-keluarga dewasa ini membutuhkan standar yang bersih dan praktis ini, lebih daripada sebelumnya.

      Hukum Moral

      Apakah hukum Alkitab memberi pengaruh atas keluarga Anda? Misalnya, Imamat 18:6 berbunyi, ”Siapapun di antaramu janganlah menghampiri seorang kerabatnya yang terdekat untuk menyingkapkan auratnya; Akulah [Yehuwa].” Sama halnya, sidang Kristen dewasa ini menerapkan hukum yang tegas terhadap segala bentuk penganiayaan seksual. Siapa pun yang menganiaya seorang anak secara seksual memiliki risiko dipecat, disingkirkan dari sidang.a​—1 Korintus 6:9, 10.

      Setiap keluarga harus mengetahui dan meninjau hukum itu bersama-sama. Ulangan 6:6, 7 mendesak, ”Apa yang Kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.” Menanamkan hukum-hukum ini berarti lebih daripada menggurui anak-anak Anda sesekali saja. Itu mencakup diskusi dua arah yang tetap tentu. Dari waktu ke waktu, ayah dan ibu hendaknya menegaskan kembali dukungan mereka terhadap hukum Allah berkenaan inses dan alasan-alasan yang pengasih atas hukum-hukum ini.

      Anda dapat juga menggunakan kisah seperti tentang Tamar dan Amnon, anak-anak Daud, untuk memperlihatkan anak-anak bahwa dalam hal-hal seksual ada batas-batas yang tak seorang pun​—termasuk saudara dekat—​boleh melanggarnya.​—Kejadian 9:20-29; 2 Samuel 13:10-16.

      Respek terhadap prinsip-prinsip ini dapat diperlihatkan bahkan dalam aturan-aturan hidup yang praktis. Di sebuah negeri Asia, riset memperlihatkan bahwa kebanyakan inses terjadi di keluarga-keluarga yang anak-anaknya tidur sekamar dengan orang-tua bahkan bukan karena alasan ekonomi yang mendesak. Demikian pula, pada umumnya tidak bijaksana bagi kakak-adik yang berlawanan jenis tidur seranjang atau sekamar seraya mereka bertambah besar, kalau hal ini sama sekali bisa dihindari. Bahkan apabila suatu keluarga hidup di bawah kondisi yang berdesakan, orang-tua hendaknya menggunakan pertimbangan yang baik dalam menentukan di mana setiap anggota keluarga seharusnya tidur.

      Hukum Alkitab melarang pemabukan, mengatakan bahwa itu dapat mengarah kepada penyimpangan. (Amsal 23:29-33) Menurut sebuah penelitian, sekitar 60 hingga 70 persen korban inses melaporkan bahwa orang-tua mereka yang menganiaya telah minum alkohol sewaktu penganiayaan dimulai.

      Kepala Keluarga yang Pengasih

      Para peneliti mendapati bahwa penganiayaan jauh lebih umum di kalangan keluarga-keluarga yang dikepalai oleh ayah yang suka mendominasi. Pandangan yang secara luas dianut bahwa keberadaan wanita semata-mata untuk memenuhi kebutuhan pria adalah salah menurut Alkitab. Beberapa pria menggunakan pendapat yang tidak bersifat Kristen ini untuk membenarkan tindakan berpaling kepada anak perempuan mereka untuk mendapatkan sesuatu yang tidak bisa mereka dapatkan dari istri. Jenis penindasan ini dapat menyebabkan wanita yang berada dalam lingkungan demikian kehilangan keseimbangan emosi. Banyak yang bahkan telah kehilangan dorongan alami untuk melindungi anak-anak mereka sendiri. (Bandingkan Pengkhotbah 7:7.) Di lain pihak, sebuah penelitian mendapati bahwa bila sang ayah yang kecanduan kerja jarang berada di lingkungan rumah, kadang-kadang timbullah penganiayaan seksual antara ibu terhadap anak lelakinya.

      Bagaimana dengan keluarga Anda? Apakah Anda sebagai suami menjalankan kekepalaan Anda secara serius, atau apakah Anda melimpahkannya kepada istri Anda? (1 Korintus 11:3) Apakah Anda memperlakukan istri Anda dengan kasih, hormat, dan respek? (Efesus 5:25; 1 Petrus 3:7) Apakah pandangannya berharga di mata Anda? (Kejadian 21:12; Amsal 31:26, 28) Dan bagaimana dengan anak-anak Anda? Apakah Anda memandang mereka berharga? (Mazmur 127:3) Atau apakah Anda memandang mereka sekadar beban, mudah dieksploitasi? (Bandingkan 2 Korintus 12:14.) Buang dari rumah tangga Anda pandangan yang menyesatkan dan tidak berdasarkan Alkitab berkenaan peranan keluarga, dan Anda akan membuatnya lebih kebal terhadap penganiayaan.

      Tempat yang Aman secara Emosi

      Seorang wanita muda yang kita sebut saja Sandi berkata, ”Seluruh keluarga saya seolah-olah dirancang untuk dianiaya. Keluarga kami terasing, dan masing-masing anggota keluarga terasing satu sama lain.” Keterasingan, kekakuan, dan terlalu merahasiakan segala sesuatu​—sikap-sikap yang tidak sehat dan tidak berdasarkan Alkitab ini merupakan ciri keluarga penganiaya. (Bandingkan 2 Samuel 12:12; Amsal 18:1; Filipi 4:5.) Ciptakan suasana rumah yang aman secara emosi untuk anak-anak. Rumah hendaknya menjadi tempat mereka merasa dibina, merasa leluasa membuka hati dan leluasa berbicara.

      Juga, anak-anak sangat membutuhkan pernyataan kasih secara fisik​—dipeluk, dibelai, digandeng, diajak bermain. Jangan terlalu takut akan bahaya penganiayaan seksual sehingga tidak melakukan pernyataan kasih tersebut. Ajar anak-anak melalui kasih sayang yang hangat dan terbuka dan beri pujian bahwa mereka berharga. Sandi mengenang, ”Ibu berpandangan bahwa memberikan pujian kepada seseorang untuk alasan apa pun adalah salah. Pujian akan membuat orang tersebut besar kepala.” Sandi diam-diam menderita penganiayaan seksual sedikitnya selama sepuluh tahun. Anak-anak yang merasa tidak yakin bahwa mereka sebagai pribadi dikasihi dan dihargai kemungkinan akan lebih mudah termakan pujian dan ”kasih sayang” dari si penganiaya, atau ancamannya untuk menghentikan pujian serta kasih sayang itu.

      Seorang pelaku pedophilia yang telah menganiaya ratusan anak lelaki secara seksual selama 40 tahun mengakui bahwa anak-anak lelaki yang memiliki kebutuhan emosi akan seorang teman seperti dirinya merupakan korban ”terbaik”. Jangan ciptakan kebutuhan semacam itu dalam diri anak Anda.

      Putuskan Siklus Penganiayaan

      Di bawah ujian yang berat Ayub berkata, ”Aku telah bosan hidup, aku hendak melampiaskan keluhanku, aku hendak berbicara dalam kepahitan jiwaku.” (Ayub 10:1) Demikian pula, banyak orang-tua mendapati bahwa mereka dapat membantu anak-anak mereka dengan membantu diri mereka sendiri. The Harvard Mental Health Letter menyatakan baru-baru ini, ”Sanksi sosial yang kuat terhadap ungkapan kepedihan oleh kaum pria tampaknya melestarikan siklus penganiayaan.” Tampaknya kaum pria yang tidak pernah menyatakan kepedihan mereka karena telah dianiaya secara seksual kemungkinan besar akan menjadi penganiaya. The Safe Child Book melaporkan bahwa kebanyakan pelaku serangan seksual terhadap anak-anak pun pernah dianiaya secara seksual semasa kanak-kanak namun tidak pernah mendapat bantuan untuk sembuh. Mereka menyatakan kepedihan dan kemarahan mereka dengan menganiaya anak-anak lain.b​—Lihat juga Ayub 7:11; 32:20.

      Risiko atas diri anak-anak juga mungkin lebih tinggi apabila sang ibu tidak belajar mengatasi penganiayaan di masa lalu. Misalnya, para peneliti melaporkan bahwa para wanita yang telah dianiaya secara seksual semasa kecil sering kali menikahi pria yang adalah penganiaya anak. Lagi pula, jika seorang wanita tidak belajar mengatasi penganiayaan di masa lalu, dapat dimengerti bahwa ia mendapat kesulitan untuk membahas penganiayaan dengan anak-anaknya. Jika penganiayaan terjadi, ia mungkin kurang dapat mengenalinya serta kurang dapat mengambil tindakan positif. Maka, anak-anak membayar mahal atas kelambanan sang ibu.

      Dengan demikian, penganiayaan dapat diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Tentu saja, banyak orang yang memilih untuk tidak membicarakan kepedihan di masa lalu tampaknya cukup berhasil mengatasinya dalam kehidupan, dan itu sangat dipujikan. Namun, bagi banyak orang, kepedihan itu lebih dalam, dan mereka memang perlu membuat upaya bersama​—termasuk, jika perlu, mencari bantuan seseorang yang benar-benar profesional—​untuk menyembuhkan luka yang sangat parah di masa kanak-kanaknya. Tujuannya bukanlah untuk terus-menerus menyesali diri. Mereka ingin memutuskan siklus yang memuakkan dan menyakitkan dari penganiayaan anak yang mempengaruhi keluarga mereka.​—Lihat Sedarlah! terbitan Oktober 1991, halaman 3 sampai 11.

      Akhir Penganiayaan

      Jika diterapkan dengan sepatutnya, informasi di atas dapat banyak membantu mengurangi kemungkinan terjadinya penganiayaan anak di rumah Anda. Namun, ingat, bahwa penganiaya bekerja secara diam-diam, mereka memanfaatkan kepercayaan, dan mereka menggunakan taktik orang dewasa atas anak-anak yang masih lugu. Maka, tak dapat dielakkan, beberapa dari mereka tampaknya memang luput dari hukuman atas kejahatan mereka yang menjijikkan.

      Akan tetapi, yakinlah bahwa Allah melihat apa yang mereka lakukan. (Ayub 34:22) Apabila mereka tidak bertobat dan berubah, Ia tidak akan melupakan perbuatan busuk mereka. Ia akan membeberkan perbuatan mereka pada waktunya. (Bandingkan Matius 10:26.) Dan Ia akan menuntut keadilan. Allah Yehuwa menjanjikan suatu waktu manakala semua orang jahat akan ’dipunahkan dari bumi’, dan hanya orang-orang yang rendah hati dan lembut yang mengasihi Allah dan sesamanya yang akan diizinkan hidup. (Amsal 2:22; Mazmur 37:10, 11, 29; 2 Petrus 2:9-12) Kita memiliki harapan yang menakjubkan tentang suatu dunia baru berkat korban tebusan Yesus Kristus. (1 Timotius 2:6) Pada waktu itu, dan hanya pada waktu itu, penganiayaan akan ditiadakan untuk selama-lamanya.

      Sementara itu, kita harus berupaya sebisa-bisanya untuk melindungi anak-anak kita. Mereka sangat berharga! Kebanyakan orang-tua siap mempertaruhkan keselamatan mereka demi melindungi anak-anak mereka yang masih kecil. (Bandingkan Yohanes 15:13.) Jika kita tidak melindungi anak-anak kita, akibatnya dapat sangat mengerikan. Jika kita melindungi anak-anak, kita memberi mereka karunia yang indah​—masa kanak-kanak yang lugu dan bebas dari bencana. Mereka dapat merasakan apa yang pemazmur rasakan, yang menulis, ”Orang yang duduk dalam lindungan Yang Mahatinggi dan bermalam dalam naungan Yang Mahakuasa akan berkata kepada [Yehuwa]: ’Tempat perlindunganku dan kubu pertahananku, Allahku, yang kupercayai.’”​—Mazmur 91:2.

      a Penganiayaan seksual terhadap seorang anak terjadi apabila seseorang menggunakan seorang anak untuk memuaskan nafsu seksualnya. Itu sering mencakup apa yang disebut Alkitab sebagai percabulan, atau por·neiʹa, yang dapat termasuk meraba alat kelamin, hubungan seksual, dan hubungan seksual melalui mulut atau dubur. Beberapa tindakan penganiayaan, seperti meraba payudara, menawarkan ajakan yang amoral secara terang-terangan, memperlihatkan pornografi kepada seorang anak, voyeurism (mendapatkan kepuasan seksual melalui sarana visual), dan menyingkapkan hal-hal yang tidak senonoh, dapat digolongkan ke dalam apa yang Alkitab kutuk sebagai ”hawa nafsu”.​—Galatia 5:19-21; lihat w-IN No. 56, catatan kaki di halaman 4.

      b Meskipun kebanyakan pelaku serangan terhadap anak-anak pernah dianiaya semasa kanak-kanak, tidak berarti bahwa penganiayaan membuat sang anak menjadi penganiaya. Kurang dari sepertiga anak yang dianiaya menjadi pelaku serangan seksual terhadap anak-anak.

      Seseorang yang pernah mengalami inses selama bertahun-tahun mengatakan, ”Penganiayaan membunuh anak-anak, membunuh kepercayaan mereka, hak mereka untuk merasa lugu. Itulah sebabnya anak-anak harus dilindungi. Karena sekarang saya harus menata kembali seluruh kehidupan saya. Mengapa membiarkan lebih banyak anak lagi mengalami kerusakan ini?”

      Ya, mengapa?

      Dengarkan Anak-Anak!

      DI KOLUMBIA INGGRIS, Kanada, sebuah penelitian baru-baru ini memeriksa karier 30 orang pelaku serangan seksual terhadap anak-anak. Hasilnya membuat kita bergidik. Secara keseluruhan, ke-30 orang tersebut telah menganiaya 2.099 anak. Setengah dari mereka memiliki kedudukan yang dipercaya​—guru, rohaniwan, kepala sekolah, dan pengasuh anak-anak. Salah seorang pelaku serangan seksual, seorang dokter gigi berusia 50 tahun, telah menganiaya hampir 500 anak selama periode lebih dari 26 tahun.

      Akan tetapi, The Globe and Mail dari Toronto mencatat, ”Dalam 80 persen kasus, satu atau lebih sektor masyarakat (termasuk teman-teman atau kolega si pelaku kejahatan, keluarga korban, anak-anak lain, beberapa korban) menyangkal atau menyepelekan penganiayaan itu.” Tidak mengherankan, ”laporan menyatakan bahwa penyangkalan dan ketidakpercayaan memungkinkan penganiayaan terus berlangsung”.

      Beberapa korban telah mengadukan si penganiaya. Akan tetapi, ”orang-tua korban yang masih muda tidak mau mempercayai apa yang anak mereka katakan”, demikian The Globe and Mail mengutip laporan tersebut. Demikian pula, pejabat pemerintah di Jerman baru-baru ini mengutip laporan bahwa korban penganiayaan seksual yang masih anak-anak harus mendekati orang dewasa dengan menceritakan kisah mereka sebanyak tujuh kali, sebelum orang-orang dewasa itu percaya.

      ”Dapatkan Bantuan Sekarang Juga”

      ”JIKA Anda seorang pria dan Anda terlibat secara seksual dengan anak-anak, Anda mungkin mengatakan kepada diri Anda sendiri, ’Gadis kecil itu menyukainya’, atau ’Anak lelaki itu yang memintanya’, atau ’Saya mengajari gadis kecil itu tentang seks’. Anda sedang berdusta kepada diri sendiri. Pria sejati tidak akan terlibat secara seksual dengan anak-anak. Jika Anda memiliki perasaan peduli bahkan sekecil apa pun terhadap anak itu, hentikan penganiayaan itu. Dapatkan bantuan sekarang juga.”​—Pemberitahuan pelayanan masyarakat, yang dikutip di dalam buku By Silence Betrayed.

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan