PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Seks dan Moral
    Pertanyaan Kaum Muda—Jawaban yang Praktis
    • Bagian 6

      Seks dan Moral

      Banyak remaja pasti pertama-tama akan membuka bagian ini. Mengapa? Karena tidak ada topik yang membangkitkan begitu banyak pertanyaan dan begitu banyak pertentangan—dan perasaan bingung—sebagaimana halnya seks dan moral. Namun, moralitas tidak hanya mencakup tingkah laku seks. Sebagai contoh, dapatkah anda menyebut seorang remaja yang berdusta dan menipu seseorang yang bermoral? Atau apakah ada keadaan yang membuat ketidakjujuran suatu hal yang tidak apa-apa? Untunglah, Alkitab memberi kita beberapa petunjuk yang bersifat langsung dan praktis mengenai soal-soal moral ini.

  • Bagaimana dengan Seks Pranikah?
    Pertanyaan Kaum Muda—Jawaban yang Praktis
    • Pasal 23

      Bagaimana dengan Seks Pranikah?

      ‘JIKA kami saling mengasihi, apakah boleh? Atau apakah kami harus menunggu sampai sudah menikah?’ ‘Saya masih perawan. Apakah ada sesuatu yang salah dengan saya?’ Banyak sekali pertanyaan seperti itu diajukan di kalangan kaum remaja.

      Namun, “Hanya orang muda yang luar biasa yang belum mengadakan hubungan seks pada waktu masih remaja,” demikian kesimpulan Institut Alan Guttmacher dalam laporannya tahun 1981. “Delapan di antara 10 pria dan tujuh di antara 10 wanita melaporkan telah mengadakan sanggama sewaktu masih remaja.”

      ‘Dan mengapa tidak?’ anda mungkin bertanya. Bagaimanapun juga, ingin merasa dicintai adalah suatu hal yang sangat wajar. Dan pada waktu anda masih muda, hawa nafsu anda dapat begitu kuat sehingga mengalihkan konsentrasi. Selain itu, ada pula pengaruh dari teman-teman sebaya. Mereka mungkin memberi tahu anda bahwa seks pranikah itu menyenangkan dan bahwa bila anda benar-benar menyukai seseorang, wajar sekali jika anda ingin bermesraan. Beberapa mungkin bahkan mengatakan bahwa hubungan seks akan membuktikan kejantanan atau kewanitaan anda. Karena tidak ingin dianggap lain dari yang lain, anda mungkin akan merasa mendapat tekanan untuk mencoba hubungan seks.

      Bertentangan dengan pendapat yang populer, tidak semua remaja akan cepat-cepat menyerahkan keperawanan mereka. Sebagai contoh, pertimbangkan seorang wanita muda bernama Esther. Pada waktu mengadakan pemeriksaan kesehatan, dokternya langsung bertanya: “Metode kontrasepsi apa yang anda gunakan?” Ketika Esther menjawab, “Saya tidak memakai kontrasepsi apa-apa,” dokternya berseru: “Apa! Apakah anda ingin menjadi hamil? Bagaimana anda dapat berharap untuk tidak menjadi hamil jika anda tidak menggunakan apa-apa?” Esther menjawab: “Karena saya tidak mengadakan hubungan seks!”

      Dokternya memandang dia dengan rasa tidak percaya. “Ini benar-benar luar biasa,” katanya. “Anak-anak berumur 13 tahun datang ke mari, dan mereka tidak lagi perawan. Anda benar-benar orang yang luar biasa.”

      Apa yang membuat Esther “luar biasa”? Ia menaati nasihat Alkitab: “Tubuh bukanlah untuk percabulan [termasuk seks pranikah] . . . Jauhkanlah dirimu dari percabulan!” (1 Korintus 6:13, 18) Ya, ia menganggap seks pranikah sebagai dosa yang serius terhadap Allah! “Inilah kehendak Allah,” kata 1 Tesalonika 4:3, “yaitu supaya kamu menjauhi percabulan.” Tetapi, mengapa Alkitab melarang seks pranikah?

      Akibat Setelahnya

      Bahkan pada zaman Alkitab, ada orang-orang yang mengadakan hubungan seks pranikah. Seorang wanita yang imoral akan mengundang seorang pemuda untuk memuaskan hawa nafsunya, dengan berkata: “Marilah kita memuaskan berahi hingga pagi hari, dan bersama-sama menikmati asmara.” (Amsal 7:18) Namun, Alkitab memperingatkan bahwa kesenangan yang dinikmati hari ini dapat menimbulkan sakit keesokan harinya. “Karena bibir perempuan jalang menitikkan tetesan madu dan langit-langit mulutnya lebih licin dari pada minyak,” kata Salomo. “Tetapi,” ia melanjutkan, “kemudian ia pahit seperti empedu, dan tajam seperti pedang bermata dua.”—Amsal 5:3, 4.

      Salah satu akibat yang mungkin timbul setelah itu ialah penyakit yang ditularkan melalui seks. Bayangkan betapa menyedihkan jika bertahun-tahun kemudian seseorang mengetahui bahwa pengalaman seksualnya telah menimbulkan kerugian yang tak dapat diperbaiki, mungkin kemandulan atau problem kesehatan yang serius! Seperti diperingatkan Amsal 5:11: “Pada akhirnya engkau akan mengeluh, kalau daging dan tubuhmu habis binasa.” Akibat dari seks pranikah juga adalah anak-anak yang tidak sah (lihat halaman 184-5), aborsi, dan perkawinan sebelum waktunya—masing-masing dengan akibatnya yang menyakitkan hati. Ya, seseorang yang mengadakan hubungan seks pranikah, benar-benar “berbuat dosa terhadap tubuhnya sendiri.”—1 Korintus 6:18, BIS.

      Menyadari bahaya-bahaya tersebut, Dr. Richard Lee menulis dalam Yale Journal of Biology and Medicine (Jurnal Biologi dan Obat-Obatan dari Yale): “Kita membanggakan diri kepada kaum remaja kita mengenai prestasi besar kami dalam mencegah kehamilan dan mengobati penyakit kelamin, tanpa mengindahkan pencegah yang paling dapat dipercaya dan spesifik, tidak mahal dan tidak meracuni perasaan tertekan karena penyakit kelamin dan masa kehamilan—keadaan yang kuno, terhormat, dan bahkan sehat dari keperawanan.”

      Perasaan Bersalah dan Kecewa

      Banyak remaja selanjutnya mendapati bahwa seks pranikah sangat mengecewakan. Akibatnya? Perasaan bersalah dan berkurangnya harga diri. Dennis yang berumur 23 tahun mengakui: “Hal itu sangat mengecewakan—tidak ada perasaan senang atau kehangatan cinta seperti yang disangka semula. Sebaliknya kesadaran penuh akan betapa salahnya perbuatan itu memukul saya. Saya benar-benar merasa malu terhadap kurangnya pengendalian diri saya.” Seorang wanita muda mengakui: “Saya kembali kepada kenyataan dengan pukulan yang memuakkan. . . . Pesta telah berakhir dan saya merasa muak, murahan, dan najis. Saya sama sekali tidak merasa lebih baik ketika mendengar dia [sang pria] mengatakan, ‘Mengapa kau tidak menghentikan kita sebelum berlangsung terlalu jauh?’”

      Reaksi semacam itu tidak jarang, menurut Dr. Jay Segal. Setelah meneliti kegiatan seks dari 2.436 mahasiswa universitas, ia menyimpulkan: “Pengalaman pertama [dalam hubungan seks] yang tidak memuaskan dan mengecewakan jauh lebih banyak daripada yang memuaskan dan menggetarkan dengan perbandingan hampir dua banding satu. Pihak pria maupun wanitanya ingat bahwa mereka sangat kecewa.” Memang, bahkan pasangan-pasangan yang sudah menikah kadang-kadang mempunyai kesulitan dalam hal seks. Namun dalam perkawinan, di mana ada kasih dan ikatan yang tulus, problem-problem semacam itu biasanya dapat diselesaikan.

      Akibat Seks Bebas

      Ada remaja-remaja yang sama sekali tidak merasa bersalah dalam mengadakan hubungan, maka mereka berbuat apa saja untuk mendapatkan kepuasan hawa nafsu, berhubungan seks dengan beragam pasangan. Seorang peneliti, Robert Sorensen, dalam penelitiannya atas seksualitas remaja, mengamati bahwa remaja-remaja seperti itu akan menanggung akibat dari hubungan seks bebas itu. Sorensen menulis: “Dalam wawancara-wawancara kami secara perorangan, banyak [remaja yang mengadakan hubungan seks bebas] menyingkapkan . . . bahwa mereka menganggap mereka melakukan kegiatan tanpa tujuan yang berarti dan dengan sedikit kepuasan diri.” Empat puluh enam persen dari mereka menyetujui pernyataan, “Dengan cara saya hidup seperti sekarang ini, kebanyakan dari kecakapan saya akan terbuang dengan sia-sia.” Sorensen selanjutnya mendapati bahwa remaja-remaja yang melakukan hubungan seks bebas ini melaporkan memiliki perasaan “percaya diri dan harga diri” yang rendah.

      Halnya tepat seperti dikatakan Amsal 5:9 (Klinkert): Mereka yang melakukan imoralitas “menyerahkan kemuliaan [mereka] kepada orang lain.”

      Keesokan Paginya

      Setelah suatu pasangan mengadakan hubungan gelap, mereka sering memandang satu sama lain dengan perasaan yang berbeda daripada sebelumnya. Seorang anak laki-laki mungkin mendapati bahwa perasaannya terhadap gadis itu tidak sehebat semula; ia mungkin bahkan mendapati gadis itu kurang menarik. Seorang gadis, sebaliknya, mungkin merasa dimanfaatkan. Ingat kisah Alkitab tentang pria muda Amnon dan betapa tergila-gila ia terhadap sang perawan Tamar. Namun, setelah bersetubuh dengannya, “timbullah kebencian yang sangat besar pada Amnon terhadap gadis itu.”—2 Samuel 13:15.

      Seorang gadis bernama Maria mengalami hal yang sama. Setelah mengadakan hubungan seks, ia mengakui: “Saya membenci diri sendiri (karena kelemahan saya), dan saya membenci pacar saya. Sebenarnya, hubungan seks yang kami sangka akan lebih mendekatkan kami ternyata mengakhiri hubungan kami. Saya bahkan tidak ingin bertemu lagi dengan dia.” Ya, dengan mengadakan hubungan seks pranikah, suatu pasangan melewati garis yang tidak pernah akan dapat mereka lampaui kembali!

      Paul H. Landis, seorang peneliti yang dihormati dalam bidang kehidupan keluarga, mengamati: “Dampak sementara [dari seks pranikah] mungkin memang meneguhkan hubungan itu, namun dampak jangka panjangnya dapat sangat berbeda.” Sesungguhnya, pasangan-pasangan yang mengadakan hubungan seks mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk berpisah dari mereka yang tidak melakukannya! Alasannya? Hubungan yang tidak sah akan mengembangkan perasaan cemburu dan tidak percaya. Seorang remaja mengakui: “Beberapa orang bila mengadakan persetubuhan, setelah itu berpikir, ‘jika ia mau melakukannya dengan saya mungkin ia telah melakukannya dengan orang lain.’ Sebenarnya, demikianlah perasaan saya. . . . Saya luar biasa cemburu dan ragu-ragu, dan curiga.”

      Betapa jauh hal ini dari kasih sejati, yang “tidak cemburu, . . . tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri.” (1 Korintus 13:4, 5) Kasih yang membina hubungan yang bertahan lama tidak didasarkan pada nafsu yang buta.

      Manfaat Keperawanan—Ketentraman dan Harga Diri

      Tetapi, menjaga diri tetap perawan tidak hanya membantu seorang remaja menghindari akibat-akibat yang mengerikan. Alkitab menceritakan tentang seorang gadis muda yang tetap perawan meskipun sangat mengasihi pacarnya. Hasilnya, ia dengan bangga dapat berkata: “Aku adalah suatu tembok dan buah dadaku bagaikan menara.” Ia bukan “pintu” yang mudah ‘terbuka’ di bawah tekanan yang imoral. Secara moral, ia tegak bagaikan tembok yang tidak terpanjatkan dari sebuah benteng yang memiliki menara-menara yang tidak dapat dihampiri! Ia layak disebut “yang murni” (NW) dan dapat mengatakan tentang calon suaminya, “dalam matanya . . . aku bagaikan orang yang telah mendapat kebahagiaan [“ketentraman,” NW].” Ketentraman pikirannya sendiri menyumbang kepada kepuasan antara mereka berdua.—Kidung Agung 6:9, 10; 8:9, 10.

      Esther, gadis perawan yang disebutkan sebelumnya, memiliki ketentraman batin dan harga diri yang sama. Ia berkata: “Saya merasa senang terhadap diri sendiri. Sekalipun rekan-rekan di tempat kerja mengejek saya, saya memandang keperawanan saya seperti berlian, berharga karena begitu langka.” Selain itu, remaja-remaja seperti Esther tidak diganggu oleh hati nurani yang terganggu. “Tidak ada yang lebih menyenangkan daripada memiliki hati nurani yang baik di hadapan Allah Yehuwa,” kata Stefan, seorang Kristen berusia 19 tahun.

      ‘Namun bagaimana suatu pasangan dapat mengenal satu sama lain dengan baik jika mereka tidak mengadakan hubungan seks?’ beberapa remaja bertanya dalam hati.

      Membina Kemesraan yang Tahan Lama

      Seks saja tidak dapat membentuk hubungan yang abadi; demikian pula pernyataan kasih sayang, seperti ciuman. Seorang gadis muda bernama Ann memperingatkan: “Saya belajar dari pengalaman bahwa kadang-kadang anda dapat terlalu cepat menjadi terlalu akrab secara fisik.” Bila suatu pasangan menggunakan waktu mereka dengan mencurahkan banyak pernyataan kasih sayang terhadap satu sama lain, komunikasi yang berarti akan terhenti. Jadi mereka mungkin akan mengabaikan perbedaan-perbedaan serius yang dapat timbul kembali setelah perkawinan. Ketika Ann belakangan mulai berkencan dengan seorang pria lain—pria yang akhirnya menikah dengannya—ia berhati-hati agar tidak terlalu akrab secara fisik. Ann menjelaskan: “Kami menggunakan waktu kami untuk menyelesaikan problem-problem dan membahas cita-cita kami dalam hidup ini. Saya dapat mengetahui pribadi macam apa yang akan saya nikahi. Setelah pernikahan, yang ada hanyalah kejutan-kejutan yang menyenangkan.”

      Apakah Ann dan pacarnya sulit memperlihatkan pengendalian diri? “Ya, memang!” Ann mengakui. “Saya memang pada dasarnya suka menyayangi. Namun kami membicarakan bahayanya dan membantu satu sama lain. Kami berdua sangat ingin menyenangkan Allah dan tidak ingin merusak perkawinan kami yang sudah dekat.”

      Namun tidakkah akan membantu jika seorang suami atau istri yang masih baru mempunyai pengalaman seks sebelumnya? Tidak, justru sebaliknya, hal itu sering mengurangi kemesraan perkawinan! Dalam hubungan pranikah, yang ditekankan adalah pemuasan diri, segi-segi fisik dari seks. Respek terhadap satu sama lain diabaikan oleh nafsu yang tidak terkendali. Setelah pola mementingkan diri sedemikian terbentuk, ini sulit diubah dan akhirnya dapat merusak hubungan tersebut.

      Tetapi, dalam perkawinan, hubungan intim yang sehat menuntut pengendalian diri. Fokusnya haruslah pada memberi, ‘memenuhi kewajiban seks terhadap pihak satunya,’ dan bukan mendapatkan atau menerima. (1 Korintus 7:3, 4) Dengan tetap perawan anda dibantu memperkembangkan pengendalian diri tersebut. Ini mengajar anda untuk lebih memperhatikan kesejahteraan pihak yang lain daripada keinginan anda sendiri. Ingat pula bahwa kepuasan dalam perkawinan tidak diperoleh semata-mata karena faktor fisik. Sosiolog Seymour Fisher mengatakan bahwa tanggapan seksual seorang wanita juga bergantung pada “perasaan mesra, dekat, dan dapat diandalkan” yang ia rasakan dan pada “kesanggupan [suaminya] untuk memahami perasaan istrinya, dan . . . betapa banyak keyakinan yang ia miliki terhadap [suaminya].”

      Menarik sekali, dalam suatu penelitian atas 177 wanita yang sudah menikah, tiga perempat dari mereka yang sudah mengadakan hubungan seks pranikah melaporkan mempunyai problem seks selama dua pekan pertama setelah menikah. Selanjutnya, semua yang melaporkan memiliki problem seks jangka panjang “mempunyai sejarah hubungan seks pranikah.” Hasil penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa mereka yang mengadakan hubungan seks pranikah mempunyai kemungkinan dua kali lebih besar akan melakukan perzinahan setelah menikah! Betapa benar kata-kata Alkitab: “Percabulan . . . melenyapkan motif yang baik.”—Hosea 4:11, NW.

      Jadi, ‘anda akan menuai apa yang anda tabur.’ (Galatia 6:7, 8) Taburlah hawa nafsu, dan tuailah berlimpah-limpah keraguan dan perasaan tidak aman. Namun jika anda menabur pengendalian diri, anda akan menuai kesetiaan dan perasaan aman. Esther, yang disebutkan tadi, sekarang sudah menikah dengan bahagia selama beberapa tahun. Suaminya berkata: “Suatu sukacita yang tidak terkatakan untuk pulang kepada istri saya dan mengetahui bahwa kami hanya milik satu sama lain. Tidak ada apapun yang dapat menggantikan perasaan percaya ini.”

      Mereka yang menunggu sampai menikah juga menikmati ketentraman pikiran, karena mengetahui bahwa mereka menyenangkan Allah. Meskipun demikian, tetap perawan pada zaman ini sama sekali tidak mudah. Apa yang dapat membantu anda berbuat demikian?

      Pertanyaan-Pertanyaan untuk Diskusi

      ◻ Betapa umumkah seks pranikah di kalangan remaja-remaja yang anda kenal? Apakah hal ini menimbulkan problem atau tekanan bagi anda?

      ◻ Sebutkan beberapa dampak negatif setelah hubungan seks pranikah. Tahukah anda remaja-remaja yang telah menderita hal-hal tersebut?

      ◻ Apakah penggunaan kontrasepsi merupakan jawaban untuk problem kehamilan remaja?

      ◻ Mengapa ada yang merasa bersalah dan kecewa setelah melakukan hubungan seks gelap?

      ◻ Apakah anda merasa bahwa hubungan seks akan membantu pasangan yang belum menikah menjadi lebih akrab terhadap satu sama lain? Mengapa anda menjawab demikian?

      ◻ Bagaimana suatu pasangan dapat mengenal satu sama lain pada waktu berkencan?

      ◻ Menurut anda, apa manfaat dari tetap perawan sampai perkawinan?

      [Blurb di hlm. 182]

      “Hanya orang muda yang luar biasa yang belum mengadakan hubungan seks pada waktu masih remaja.”—Institut Alan Guttmacher

      [Blurb di hlm. 187]

      “Hal itu sangat mengecewakan—tidak ada perasaan senang atau kehangatan cinta seperti yang disangka semula”

      [Blurb di hlm. 190]

      Dengan melakukan hubungan seks pranikah, suatu pasangan melewati garis yang tidak pernah akan dapat mereka lampaui kembali!

      [Kotak/Gambar di hlm. 184, 185]

      ‘Hal Itu Tidak Mungkin Akan Terjadi atas Diri Saya!’—Problem Kehamilan Remaja

      “Lebih dari satu di antara 10 remaja menjadi hamil setiap tahun, dan angka perbandingannya makin meningkat. Jika polanya tidak berubah, empat di antara 10 wanita muda akan menjadi hamil sedikitnya satu kali pada waktu masih dalam usia remaja.” Demikian laporan Teenage Pregnancy: The Problem That Hasn’t Gone Away (Kehamilan Remaja: Problem Yang Belum Hilang). Dan gadis-gadis macam apakah yang menjadi hamil? Jurnal Adolescence berkata: “Gadis-gadis usia sekolah yang menjadi hamil berasal dari semua golongan sosial-ekonomi . . . Segala macam suku, segala macam agama, dan semua bagian dari negeri ini, di desa dan di kota.”

      Hanya sedikit yang benar-benar ingin menjadi hamil. Dalam penelitiannya berkenaan hal-hal penting yang menjadi tolok ukur atas 400 remaja yang hamil, Frank Furstenberg, Jr., mengungkapkan bahwa “kebanyakan berulang kali menyatakan dalam wawancara, ‘Saya tidak pernah mengira hal itu akan terjadi atas diri saya.’”

      Namun mengamati bahwa beberapa dari teman-teman mereka telah menikmati hubungan seks tanpa menjadi hamil, beberapa gadis berpikir mereka dapat berbuat demikian juga. Furstenberg juga menyatakan: “Sejumlah [gadis] mengungkapkan bahwa mereka tidak mengira mereka dapat menjadi hamil ‘segera setelah itu.’ Yang lain berpikir bahwa jika mereka hanya ‘sewaktu-waktu’ melakukan hubungan seks, mereka tidak akan menjadi hamil. . . . Makin lama mereka melakukan hal itu tanpa menjadi hamil, makin besar kemungkinannya mereka mengambil risiko yang lebih tinggi.”

      Tetapi, kebenarannya ialah, kapan saja seseorang melakukan hubungan seks, ada risiko menjadi hamil. (Dari sekelompok 544 gadis, ‘hampir seperlima menjadi hamil dalam waktu enam bulan setelah memulai persetubuhan.’) Banyak yang seperti Robin, seorang ibu yang tidak menikah, yang dengan sengaja memutuskan untuk tidak menggunakan kontrasepsi. Robin takut—seperti halnya banyak remaja—bahwa menggunakan pil kontrasepsi akan merusak kesehatannya. Ia mengakui lebih lanjut: “Jika saya memakai alat kontrasepsi, saya harus mengakui kepada diri sendiri bahwa saya melakukan sesuatu yang salah. Saya tidak dapat melakukan itu. Maka saya menghilangkan saja dari pikiran apa yang saya lakukan dan berharap tidak akan terjadi sesuatu.”

      Jalan pikiran seperti itu umum di kalangan ibu-ibu yang tidak menikah. Dalam hasil penelitian Furstenberg, “hampir separuh dari remaja-remaja mengatakan bahwa adalah sangat penting bagi seorang wanita agar menunggu sampai perkawinan untuk mulai mengadakan persetubuhan . . . Tidak disangkal, ada kesenjangan yang nyata antara kata-kata dan perbuatan . . . Mereka memperoleh satu set standar dan harus belajar hidup dengan [standar] lain.” Konflik emosional ini “membuat wanita-wanita tersebut sangat sulit menangani secara realistis akibat dari perilaku seks mereka.”

      Bahkan menggunakan kontrasepsi bukan jaminan bahwa seorang gadis tidak akan menjadi ibu yang tidak menikah. Buku Kids Having Kids (Anak-Anak yang Mempunyai Anak) mengingatkan kita: “Setiap metode mempunyai persentase kegagalan. . . . Bahkan sekalipun remaja-remaja yang belum menikah secara konsisten menggunakan metode kontrasepsi. . . . 500.000 [remaja di A.S.] tetap akan menjadi hamil setiap tahun.” Seorang ibu yang tidak menikah berumur 16 tahun bernama Pat kemudian dikutip mengungkapkan keluhan: “Saya menggunakan [pil-pil kontrasepsi] dengan setia. Saya sungguh-sungguh tidak pernah lupa satu hari pun.”

      “Jangan sesat!” Alkitab memperingatkan. “Allah tidak membiarkan diriNya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya.” (Galatia 6:7) Kehamilan hanya satu dari hal-hal yang tidak menyenangkan yang dapat dituai seseorang dari percabulan. Untunglah, ibu-ibu yang tidak menikah, seperti semua orang lain yang telah terjerat dalam imoralitas, dapat berbalik dan menghampiri Allah dengan sikap bertobat seperti Raja Daud, yang berdoa: “Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku!” (Mazmur 51:4) Allah akan memberkati upaya orang-orang yang akan bertobat tersebut dalam membesarkan anak-anak mereka “dalam ajaran dan nasihat Tuhan [“Yehuwa,” NW].”—Efesus 6:4.

      Namun, yang lebih baik ialah menghindari seks pranikah! Jangan diperdayakan oleh mereka yang berkata bahwa anda dapat tanpa khawatir menikmati hal itu.

      [Gambar di hlm. 183]

      Setelah hubungan seks yang imoral, seorang remaja sering merasa dimanfaatkan atau bahkan direndahkan

      [Gambar di hlm. 186]

      Penyakit-penyakit yang ditularkan melalui seks sering timbul karena seks pranikah

      [Gambar di hlm. 188]

      Pernyataan kasih sayang yang berlebih-lebihan dapat membuat suatu pasangan mudah terkena bahaya moral dan mengurangi komunikasi yang berarti

      [Gambar di hlm. 189]

      Kebahagiaan dalam perkawinan tidak hanya bergantung pada hubungan fisik suatu pasangan

  • Bagaimana Mengatakan Tidak kepada Seks Pranikah?
    Pertanyaan Kaum Muda—Jawaban yang Praktis
    • Pasal 24

      Bagaimana Mengatakan Tidak kepada Seks Pranikah?

      PENELITIAN tingkat nasional yang diadakan majalah ’Teen (Remaja) menyingkapkan bahwa banyak dari pembaca mudanya ingin mendapat keterangan untuk pertanyaan berikut: “Bagaimana mengatakan tidak kepada tekanan seksual.”

      Dalam Mazmur 119:9, pemazmur mengajukan pertanyaan serupa: “Dengan apakah seorang muda [laki-laki atau perempuan] mempertahankan kelakuannya bersih?” Jawabannya: “Dengan menjaganya sesuai dengan firmanMu [Allah].” Tetapi lebih banyak yang dibutuhkan dari sekedar pengetahuan di kepala. “Anda tahu dalam pikiran apa yang Alkitab katakan tentang seks yang imoral,” seorang wanita muda mengakui. “Namun hati anda terus mendesak ke luar alasan-alasannya dari pikiran anda.” Dengan tepat, pemazmur melanjutkan: “Dalam hatiku aku menyimpan janjiMu [“firmanMu,” Klinkert], supaya aku jangan berdosa terhadap Engkau.”—Mazmur 119:11.

      Lindungi Hati

      Untuk menyimpan firman Allah dalam hati, pertama-tama anda harus membaca dan mempelajari Alkitab dan bacaan-bacaan yang berdasarkan Alkitab. Ini dapat membantu meyakinkan anda nilai dari hukum-hukum Allah. Sebaliknya, membaca, mendengarkan, atau melihat bahan-bahan yang merangsang secara seksual akan mengobarkan “hawa nafsu.” (Kolose 3:5) Jadi dengan tegas hindari bahan semacam itu! Sebaliknya renungkan hal-hal yang murni dan bersih.

      Penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa sahabat-sahabat karib dapat sangat berpengaruh dalam hal seseorang akan tetap perawan atau tidak. Pemazmur berkata: “Aku bersekutu dengan semua orang yang takut kepadaMu [Allah], dan dengan orang-orang yang berpegang pada titah-titahMu.”—Mazmur 119:63.

      Apakah anda berteman dengan orang-orang yang benar-benar berupaya keras untuk ‘berpegang pada titah-titah Allah’? Seorang wanita muda bernama Joanna mengungkapkan hal ini berkenaan memilih teman: “Jika anda berada di antara orang-orang yang mengasihi Yehuwa, anda akan mendapati bahwa, pada waktu berbicara tentang moral, anda akan mulai mempunyai perasaan yang sama seperti mereka. Sebagai contoh, jika anda mendengar mereka mengatakan bahwa imoralitas itu menjijikkan, anda mulai merasa demikian juga. Sebaliknya, jika anda bersama dengan seseorang yang tidak peduli, maka anda segera akan menjadi seperti dia.”—Amsal 13:20.

      Tetapi, berkencan dan berpacaran, itulah yang sering merupakan tantangan terbesar untuk tetap perawan. Pertimbangkan penelitian secara nasional yang dilakukan oleh Robert Sorensen. Ia mendapati bahwa 56 persen dari pria-pria muda dan 82 persen dari wanita-wanita yang diteliti yang telah mengadakan hubungan seks melakukan hal itu untuk pertama kali dengan pacar mereka—atau orang yang sedikitnya mereka kenal dengan baik dan sangat sukai. Maka, bagaimana jika anda sudah cukup dewasa untuk berniat kawin dan sudah mempunyai pacar? Bagaimana anda dapat mengenal orang tersebut dengan lebih baik dan tetap menjaga kemurnian?

      Menghindari Jerat pada waktu Berpacaran

      Alkitab memperingatkan: “Hati lebih licik daripada segala sesuatu dan dalam keadaan nekat; siapakah yang dapat memahaminya?” (Yeremia 17:9, Byington) Seseorang mungkin secara sangat wajar merasa tertarik kepada orang lain dari lawan jenis. Namun semakin anda sering bergaul satu sama lain, semakin besar daya tarik tersebut. Dan keinginan yang normal ini dapat menyesatkan hati anda. “Dari hati timbul segala pikiran jahat, . . . percabulan,” kata Yesus Kristus.—Matius 15:19.

      Sering suatu pasangan muda tidak merencanakan untuk mengadakan hubungan seks.a Kebanyakan, ini terjadi karena pasangan itu bercumbu-cumbuan atau menyentuh bagian-bagian tubuh tertentu sehingga membangkitkan rangsangan. Seorang ibu yang tidak menikah mengakui: “Bagi saya dan bagi kebanyakan dari anak-anak yang saya kenal, setiap kali kami bertindak sedikit lebih jauh lagi, dan akhirnya kami tidak lagi perawan. Mula-mula anda hanya sedikit bercumbuan, dan sebelum anda menyadari apa yang terjadi, anda tidak dapat berhenti.”

      Agar anda sendiri tidak jatuh ke dalam imoralitas seks, anda harus menuntun hati anda dan tidak membiarkan hati menuntun anda. (Amsal 23:19) Bagaimana anda dapat melakukan ini?

      Tetapkan batas: Seorang pria muda mungkin merasa bahwa teman gadisnya mengharap agar ia mengambil prakarsa untuk mencium dan bercumbu, padahal dalam kenyataannya tidak. “Keangkuhan hanya menimbulkan pertengkaran, tetapi mereka yang mendengarkan nasihat [“saling bertukar pendapat,” NW] mempunyai hikmat.” (Amsal 13:10) Jadi jika anda berkencan, beri tahu pihak satunya bagaimana perasaan anda mengenai masalah itu dengan “saling bertukar pendapat.” Dengan bijaksana tetapkan batas-batas pernyataan kasih sayang. Pada waktu yang sama, jangan memberikan kesan yang bertentangan. Mengenakan pakaian yang ketat, terlalu terbuka, dan seksi dapat menyampaikan pesan yang salah kepada pasangan anda.

      Hindari keadaan yang menimbulkan godaan: Alkitab menceritakan tentang seorang gadis perawan muda yang diajak oleh pacarnya untuk berjalan-jalan ke tempat yang terpencil di pegunungan. Motifnya? Agar mereka dapat menikmati keindahan awal musim semi. Namun, saudara-saudara laki-laki gadis itu mengetahui rencana mereka dan dengan marah melarangnya. Apakah karena mereka merasa gadis itu ingin melakukan hal-hal yang imoral? Sama sekali tidak! Namun mereka mengetahui benar kuatnya godaan di bawah keadaan seperti itu. (Kidung Agung 1:6; 2:8-15) Demikian pula, anda perlu menghindari keadaan yang dapat menimbulkan godaan, seperti berduaan bersama teman kencan dalam suatu rumah, apartemen, atau mobil yang diparkir.

      Ketahuilah keterbatasan anda: Ada waktu-waktu manakala anda lebih lemah terhadap godaan seks daripada saat-saat lain. Misalnya, anda mungkin merasa kecil hati karena suatu kegagalan pribadi atau perselisihan pendapat dengan orang-tua anda. Apapun halnya, pada saat-saat semacam itu anda khusus harus berhati-hati. (Amsal 24:10) Juga, hati-hatilah dengan penggunaan minuman beralkohol. Di bawah pengaruhnya, anda dapat kehilangan pengendalian diri. “Anggur yang lama maupun anggur yang baru . . . melenyapkan kemampuanmu untuk berpikir secara sehat [“motif yang baik,” NW].”—Hosea 4:11, BIS.

      Katakan tidak dan bersungguh-sungguhlah: Apa yang dapat dilakukan suatu pasangan bila emosi makin tinggi dan mereka berada dalam keadaan yang berbahaya karena sudah sangat mesra? Salah seorang dari mereka harus mengatakan atau melakukan sesuatu yang akan membuyarkan suasana hati tersebut. Debra berduaan dengan pasangan kencannya, yang menghentikan mobil di tempat yang sunyi untuk “berbicara.” Ketika emosi mulai naik, Debra berkata kepada teman kencannya: “Bukankah ini bercumbu-cumbuan? Tidakkah seharusnya kita berhenti?” Hal itu membuyarkan suasana hati. Teman laki-lakinya langsung mengantarkan dia pulang. Mengatakan tidak dalam keadaan seperti itu mungkin suatu hal yang paling sulit yang pernah harus anda lakukan. Namun seperti dikatakan seorang wanita berusia 20 tahun yang menyerah dengan mengadakan hubungan seks: “Jika anda tidak menolak, anda akan menyesal!”

      Ajaklah seorang pengantar: Walaupun dipandang sudah ketinggalan zaman oleh beberapa orang, masih suatu gagasan yang baik untuk mengajak seseorang sebagai pengantar pada waktu berkencan. “Kelihatannya seolah-olah kami tidak dapat dipercaya,” keluh beberapa pasangan. Mungkin. Namun apakah bijaksana untuk mempercayai diri sendiri? Amsal 28:26 dengan terus terang menyatakan: “Siapa percaya kepada hatinya sendiri adalah orang bebal, tetapi siapa berlaku dengan bijak akan selamat.” Berlakulah bijak dengan mengajak seorang lain bersama anda pada waktu kencan. “Saya benar-benar menghormati teman yang membawa teman pengantarnya sendiri. Saya tahu ia juga berminat seperti saya untuk tetap murni,” Debra mengungkapkan. “Hal itu tidak menimbulkan kesulitan, karena pada waktu kami ingin mengatakan sesuatu secara pribadi, kami hanya menyingkir sedikit dari yang lain-lain. Sedikit ketidaknyamanan, tidak ada artinya dibanding dengan perlindungan yang diperoleh.”

      Persahabatan dengan Allah

      Yang terutama, perkembangkan persahabatan yang erat dengan Allah, mengenal Dia sebagai suatu Pribadi yang nyata yang memiliki perasaan akan membantu anda menghindari tingkah laku yang menyakiti hati-Nya. Dengan mencurahkan isi hati anda kepada Dia, mengungkapkan problem-problem khusus, anda akan lebih dekat kepada-Nya. Banyak pasangan yang ingin tetap murni bahkan berdoa bersama ketika dalam keadaan yang penuh emosi, memohon agar Ia memberi kekuatan yang dibutuhkan.

      Yehuwa akan menjawabnya dengan murah hati dengan memberikan kepada orang-orang tersebut “kekuatan melebihi apa yang biasa.” (2 Korintus 4:7, NW) Tentu, anda harus melakukan bagian anda. Tetapi, yakinlah bahwa dengan bantuan dan berkat Allah, anda dapat mengatakan tidak kepada imoralitas seks.

      [Catatan Kaki]

      a Menurut suatu penelitian, 60 persen dari wanita-wanita yang diteliti mengatakan bahwa perbuatan itu spontan dan tidak direncanakan.

      Pertanyaan-Pertanyaan untuk Diskusi

      ◻ Apa beberapa hal yang dapat anda lakukan yang akan membantu anda menghargai hukum-hukum Yehuwa berkenaan seks?

      ◻ Bagaimana teman-teman anda dapat mempengaruhi pandangan anda terhadap seks pranikah?

      ◻ Mengapa anda merasa sikap hati-hati perlu pada waktu berkencan?

      ◻ Apa beberapa hal yang dapat dilakukan pasangan yang berpacaran untuk melindungi diri agar tidak jatuh ke dalam imoralitas seks?

      [Blurb di hlm. 193]

      “Mula-mula anda hanya sedikit bercumbuan . . . ”

      [Blurb di hlm. 194]

      Pada waktu berpacaran, hindari imoralitas dengan tidak menyendiri

      [Kotak/Gambar di hlm. 195]

      Tetap Perawan pada waktu Berkencan

      Hindari keadaan yang dapat mengarah kepada cumbu-cumbuan

      Berkencanlah dalam kelompok atau ajaklah seorang pengantar

      Jagalah agar percakapan senantiasa membina

      Dari awal, beri tahu pasangan anda sikap anda berkenaan batas-batas pernyataan kasih sayang

      Berpakaianlah dengan bersahaja dan hindari tindakan yang merangsang

      Mintalah diantar pulang jika anda merasa keperawanan anda dalam bahaya

      Jangan mengucapkan “salam perpisahan” dengan berlama-lamaan

      Tetapkan “jam malam” yang awal

      [Gambar]

      Mereka yang berpacaran dapat melakukan kegiatan yang membuat mereka tidak terpencil dari orang lain

      [Gambar di hlm. 196]

      Jika keadaan menjadi terlalu “panas,” sadarlah untuk mengatakan Tidak!—dan bersungguh-sungguhlah!

  • Masturbasi—Seberapa Seriuskah Ini?
    Pertanyaan Kaum Muda—Jawaban yang Praktis
    • Pasal 25

      Masturbasi—Seberapa Seriuskah Ini?

      “Saya bertanya dalam hati apakah masturbasi salah dalam pandangan Allah. Apakah itu akan mempengaruhi kesehatan fisik dan/atau mental saya di masa depan dan jika saya mungkin menikah kelak?”—Melissa, yang berumur 15 tahun.

      PIKIRAN semacam itu mengganggu banyak remaja. Alasannya? Masturbasi dilakukan di mana-mana. Menurut laporan, kira-kira 97 persen dari anak laki-laki dan lebih dari 90 persen dari anak-anak perempuan telah melakukan masturbasi menjelang umur 21 tahun. Selanjutnya, praktik ini telah disalahkan sebagai penyebab dari segala macam penyakit—dari kutil dan kelopak mata yang merah sampai ke penyakit ayan dan penyakit mental.

      Para peneliti medis abad ke-20 tidak lagi mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang menakutkan tersebut. Sesungguhnya, dokter-dokter dewasa ini percaya bahwa tidak ada penyakit fisik yang disebabkan oleh masturbasi. Para peneliti, William Masters dan Virginia Johnson menambahkan bahwa “tidak ada bukti medis yang pasti bahwa masturbasi, tidak soal betapa sering, akan mengarah kepada penyakit mental.” Meskipun demikian, ada dampak buruk lain! Dan banyak remaja Kristen sepatutnya prihatin terhadap kebiasaan ini. “Pada waktu saya menyerah kepada [masturbasi], saya merasa seolah-olah saya mengecewakan Allah Yehuwa,” tulis seorang remaja. “Kadang-kadang saya mengalami depresi yang hebat.”

      Tepatnya apa masturbasi itu? Betapa seriuskah itu, dan mengapa begitu banyak remaja merasa ini suatu kebiasaan yang sulit dihilangkan?

      Mengapa Remaja-Remaja Mudah Jatuh?

      Masturbasi adalah perbuatan merangsang diri sendiri dengan sengaja untuk menghasilkan rangsangan seksual. Pada masa berkembangnya keremajaan, keinginan seks menjadi kuat. Hormon-hormon yang kuat dikeluarkan oleh tubuh, yang mempengaruhi organ-organ reproduksi. Maka seorang remaja mulai menyadari bahwa organ-organ ini dapat menghasilkan perasaan atau sensasi yang menyenangkan. Dan kadang-kadang seorang remaja bisa terangsang secara seksual bahkan tanpa memikirkan seks.

      Sebagai contoh, ketegangan yang timbul karena berbagai macam kekhawatiran, perasaan takut, atau frustrasi dapat mempengaruhi sistem syaraf yang peka dari seorang anak laki-laki dan menimbulkan rangsangan seksual. Menimbunnya air mani juga dapat mengakibatkan ia bangun tidur dalam keadaan terangsang secara seksual. Atau hal itu dapat menyebabkan keluarnya air mani pada malam hari, yang biasanya disertai dengan mimpi yang erotis. Demikian pula, ada gadis-gadis muda yang mungkin merasa terangsang secara tidak sengaja. Banyak wanita mempunyai keinginan seks yang lebih tinggi tepat sebelum atau setelah masa haid mereka.

      Jadi jika anda mengalami rangsangan semacam itu, tidak ada yang salah dengan anda. Ini adalah tanggapan yang normal dari tubuh yang masih muda. Sensasi semacam itu, meskipun sangat hebat, tidak sama dengan masturbasi, karena hal itu sebagian besar tidak disengaja. Dan seraya anda bertambah dewasa, kuatnya sensasi baru tersebut akan mereda.

      Tetapi, karena perasaan ingin tahu dan karena sensasi ini hal yang baru, ada remaja-remaja yang dengan sengaja memanipulasi, atau bermain-main dengan organ seks mereka.

      ‘Bahan Bakar Mental’

      Alkitab menggambarkan tentang seorang pria muda yang bertemu dengan seorang perempuan sundal. Perempuan itu menciumnya dan berkata: “Marilah kita . . . bersama-sama menikmati asmara.” Kemudian apa yang terjadi? “Maka tiba-tiba orang muda itu mengikuti dia seperti lembu yang dibawa ke pejagalan.” (Amsal 7:7-22) Jelas, nafsu pemuda ini dibangkitkan bukan hanya karena hormon-hormonnya sedang bekerja tetapi karena apa yang ia lihat dan dengar.

      Demikian pula, seorang pria muda mengakui: ‘Akar dari seluruh problem saya dengan masturbasi terletak pada apa yang saya masukkan ke dalam pikiran. Saya akan menonton acara-acara TV yang berisi imoralitas dan kadang-kadang menonton acara-acara pada cable TV yang berisi adegan-adegan telanjang. Adegan-adegan semacam itu begitu mengejutkan sehingga tetap tinggal dalam pikiran. Hal itu akan muncul lagi dalam pikiran saya, menjadi bahan bakar mental yang diperlukan untuk melakukan masturbasi.’

      Ya, sering kali apa yang dibaca, ditonton, atau didengarkan, maupun apa yang dibicarakan atau direnungkan, akan menggerakkan perbuatan masturbasi. Seperti diakui seorang wanita berumur 25 tahun: “Saya tampaknya benar-benar tidak dapat menghentikan kebiasaan itu. Tetapi, saya biasa membaca novel-novel roman, dan hal ini menambah problem itu.”

      “Obat Penenang”

      Pengalaman wanita muda ini menyingkapkan apa yang tiada sangsi lagi merupakan alasan terbesar mengapa kebiasaan itu bisa begitu sulit dibuang. Ia melanjutkan: “Biasanya saya bermasturbasi untuk menghilangkan tekanan, ketegangan, atau kekhawatiran. Kesenangan singkat itu adalah bagaikan minuman keras yang diminum seorang pecandu alkohol untuk menenangkan syarafnya.”

      Para peneliti, Suzanne dan Irving Sarnoff menulis: “Bagi beberapa orang masturbasi bisa menjadi kebiasaan yang mereka lakukan sebagai pelipur lara kapan saja mereka ditolak atau merasa khawatir terhadap sesuatu. Tetapi, orang lain akan melakukan ini hanya sewaktu-waktu, pada waktu mereka mengalami tekanan emosi yang paling berat.” Nyata bahwa orang lain juga melakukan kebiasaan itu bila terganggu, tertekan, kesepian, atau mendapat banyak tekanan; ini menjadi “obat penenang” untuk menghilangkan kesulitan mereka.

      Apa yang Dikatakan Alkitab?

      Seorang remaja bertanya: “Apakah masturbasi suatu dosa yang tidak dapat diampuni?” Masturbasi tidak disebutkan sama sekali dalam Alkitab.a Kebiasaan ini umum di dunia yang berbahasa Yunani pada zaman Alkitab, dan beberapa kata Yunani digunakan untuk menggambarkan kebiasaan ini. Namun tidak satu pun dari kata-kata tersebut digunakan dalam Alkitab.

      Karena masturbasi tidak secara langsung dikutuk dalam Alkitab, apakah berarti perbuatan itu tidak merugikan? Sama sekali tidak! Walaupun tidak digolongkan dalam dosa-dosa besar seperti percabulan, masturbasi pasti suatu kebiasaan yang tidak bersih. (Efesus 4:19) Jadi prinsip-prinsip dalam Firman Allah menunjukkan bahwa anda akan mendapat “faedah” dengan secara tegas menolak kebiasaan yang najis ini.—Yesaya 48:17.

      Membangkitkan “Hawa Nafsu”

      “Karena itu matikanlah dalam dirimu,” Alkitab melanjutkan, “segala sesuatu yang . . . [bersifat] hawa nafsu.” (Kolose 3:5) “Hawa nafsu” tidak memaksudkan perasaan seksual yang normal tetapi nafsu yang tidak terkendali. Jadi “hawa nafsu” semacam itu dapat membuat seseorang memuaskan diri dalam perbuatan-perbuatan bejat, yang digambarkan oleh Paulus dalam Roma 1:26, 27.

      Tetapi bukankah masturbasi akan ‘mematikan’ keinginan tersebut? Tidak, sebaliknya, seperti diakui seorang remaja: “Pada waktu anda bermasturbasi, anda secara mental terus memikirkan keinginan yang salah, dan hal itu hanya akan memperbesar nafsu anda untuk hal tersebut.” Sering kali khayalan yang imoral digunakan untuk memperbesar kenikmatan seksual. (Matius 5:27, 28) Karena itu, dalam keadaan yang memungkinkan, seseorang dapat mudah jatuh kepada imoralitas. Ini terjadi atas seorang remaja, yang mengakui: “Pada suatu waktu, saya merasa bahwa masturbasi dapat menyingkirkan frustrasi tanpa terlibat dengan seorang gadis. Namun saya memperkembangkan keinginan yang terlalu kuat untuk berbuat demikian.” Ia melakukan percabulan. Tidak heran bahwa penelitian secara nasional menyingkapkan bahwa mayoritas remaja yang bermasturbasi juga melakukan percabulan. Jumlah mereka 50 persen lebih banyak dari mereka yang masih perawan!

      Mencemarkan secara Mental dan Emosi

      Masturbasi juga menanamkan sikap-sikap tertentu yang merusak mental. (Bandingkan 2 Korintus 11:3.) Pada waktu bermasturbasi, seseorang asyik dalam perasaan tubuhnya sendiri—perhatian secara total terpusat pada diri sendiri. Seks menjadi sesuatu yang terpisah dari kasih dan menjadi sekedar refleks yang melepaskan ketegangan. Namun Allah bermaksud agar keinginan seks dipuaskan dalam persetubuhan—pernyataan cinta antara seorang pria dan istrinya.—Amsal 5:15-19.

      Seorang yang biasa melakukan masturbasi mungkin juga cenderung memandang lawan jenisnya sebagai obyek seks belaka—alat untuk memuaskan nafsu seksual. Sikap salah yang diajarkan oleh masturbasi dengan demikian mencemari “semangat” seseorang atau kecenderungan mental utamanya. Dalam beberapa hal, problem-problem yang ditimbulkan oleh masturbasi tetap ada bahkan setelah perkawinan! Untuk alasan yang baik, Firman Allah menganjurkan: “Saudara-saudaraku yang kekasih, . . . marilah kita menyucikan diri kita dari semua pencemaran jasmani dan rohani.”—2 Korintus 7:1.

      Pandangan yang Seimbang terhadap Perasaan Bersalah

      Banyak remaja, meskipun pada umumnya berhasil mengatasi kebiasaan buruk ini, kadang-kadang menyerah kepada hal itu. Untunglah, Allah sangat berbelas kasihan. “Sebab Engkau, ya [Yehuwa], baik dan suka mengampuni,” kata pemazmur. (Mazmur 86:5) Bila seorang Kristen menyerah kepada masturbasi, hatinya sering mengutuk dirinya sendiri. Namun, Alkitab menyatakan bahwa “Allah adalah lebih besar dari pada hati kita serta mengetahui segala sesuatu.” (1 Yohanes 3:20) Allah tidak hanya melihat dosa-dosa kita. Besarnya pengetahuan-Nya memungkinkan Dia untuk dengan simpati mendengarkan permohonan ampun kita yang sungguh-sungguh. Seperti ditulis oleh seorang wanita muda: “Saya merasa bersalah sampai suatu tingkat tertentu, namun dengan mengetahui bahwa Yehuwa benar-benar Allah yang pengasih dan bahwa Ia dapat membaca hati saya dan mengetahui semua upaya dan niat saya, saya tidak merasa terlalu sedih pada waktu saya sewaktu-waktu gagal.” Jika anda melawan keinginan untuk masturbasi, kemungkinan besar anda tidak akan melakukan dosa yang serius berupa percabulan.

      Terbitan The Watchtower tanggal 1 September 1959, menyatakan: “Kita [mungkin] tersandung dan berkali-kali jatuh dalam suatu kebiasaan buruk yang telah tertanam dengan lebih dalam pada pola hidup kita sebelumnya daripada yang kita sadari. . . . Jangan putus asa. Jangan menyimpulkan bahwa saudara telah melakukan dosa yang tidak dapat diampuni. Setan justru inginkan agar saudara berpikir demikian. Kenyataan bahwa saudara merasa sedih dan kesal terhadap diri sendiri merupakan bukti bahwa saudara masih belum tersesat terlalu jauh. Jangan bosan untuk dengan rendah hati dan sungguh-sungguh berpaling kepada Allah, memohonkan pengampunan dan pentahiran serta bantuan-Nya. Hampiri Dia seperti seorang anak menghampiri ayahnya bila dalam kesulitan, tidak soal betapa sering untuk kelemahan yang sama, dan Yehuwa dengan murah hati akan memberi saudara bantuan karena kasih kemurahan-Nya dan, jika saudara sungguh-sungguh, Ia akan memberi saudara perwujudan dari hati nurani yang bersih.”

      Bagaimana “hati nurani yang bersih” itu dapat diperoleh?

      [Catatan Kaki]

      a Allah mengeksekusi Onan karena ‘menumpahkan maninya ke tanah.’ (Klinkert) Tetapi, ini bukan masturbasi melainkan sanggama terputus. Dan juga, Onan dieksekusi karena bersifat mementingkan diri dengan tidak mau melaksanakan perkawinan ipar untuk meneruskan garis keturunan kakaknya yang telah meninggal. (Kejadian 38:1-10) Bagaimana dengan “tumpahan mani” yang disebutkan dalam Imamat 15:16-18? Ini jelas tidak memaksudkan masturbasi, melainkan keluarnya mani pada malam hari maupun pada waktu hubungan seks dalam perkawinan.

      Pertanyaan-Pertanyaan untuk Diskusi

      ◻ Apa gerangan masturbasi itu, dan apa beberapa pendapat populer yang salah mengenai hal itu?

      ◻ Mengapa remaja-remaja sering merasakan keinginan seks yang sangat kuat? Apakah menurut anda ini salah?

      ◻ Hal-hal apa dapat mengobarkan keinginan untuk masturbasi?

      ◻ Apakah masturbasi merugikan seorang remaja?

      ◻ Menurut anda, dosa yang seberapa seriuskah masturbasi itu? Bagaimana pandangan Yehuwa terhadap seorang remaja yang berjuang melawan hal itu, walaupun mungkin mendapat kesulitan mengatasinya?

      [Blurb di hlm. 200]

      Beberapa merasakan desakan untuk masturbasi pada waktu mendapat tekanan atau merasa tegang, kesepian, atau depresi

      [Blurb di hlm. 202]

      ‘Akar dari seluruh problem saya dengan masturbasi terletak pada apa yang saya masukkan ke dalam pikiran’

      [Blurb di hlm. 204]

      “Pada waktu saya menyerah kepada [masturbasi], saya merasa seolah-olah saya mengecewakan Allah Yehuwa”

      [Gambar di hlm. 198]

      Walaupun masturbasi dapat menimbulkan perasaan bersalah yang kuat, doa yang sungguh-sungguh memohonkan pengampunan Allah dan upaya yang keras untuk menolak kebiasaan itu dapat memberi seseorang hati nurani yang baik

      [Gambar di hlm. 203]

      Film, buku, dan acara TV yang erotik sering merupakan ‘bahan bakar mental’ untuk masturbasi

  • Masturbasi—Bagaimana Saya Dapat Melawan Keinginan Itu?
    Pertanyaan Kaum Muda—Jawaban yang Praktis
    • Pasal 26

      Masturbasi—Bagaimana Saya Dapat Melawan Keinginan Itu?

      “HAL itu benar-benar membuat sangat ketagihan,” kata seorang pria muda yang telah berjuang melawan masturbasi selama lebih dari 15 tahun. “Itu dapat menjadi kebiasaan sama mengikatnya seperti narkotika atau minuman beralkohol.”

      Tetapi, rasul Paulus tidak membiarkan keinginannya menjadi seperti majikan yang keras. Sebaliknya, ia menulis: “Aku menyiksa tubuhku [keinginan daging], dan aku memperhambakan dia.” (1 Korintus 9:27, Bode) Ia bersikap keras terhadap dirinya sendiri! Upaya yang sama akan memungkinkan siapapun juga untuk membebaskan diri dari masturbasi.

      “Siapkan Pikiranmu untuk Kegiatan”

      Banyak orang bermasturbasi untuk menghilangkan ketegangan dan kekhawatiran. Namun, masturbasi merupakan reaksi yang kekanak-kanakan terhadap problem-problem. (Bandingkan 1 Korintus 13:11.) Yang lebih baik ialah memperlihatkan “kesanggupan berpikir” dan menghadapi problem itu sendiri. (Amsal 1:4, NW) Bila problem dan frustrasi tampaknya sangat besar, “serahkanlah segala kekuatiranmu kepada [Allah].”—1 Petrus 5:6, 7.

      Andai kata anda secara kebetulan melihat atau mendengar sesuatu yang merangsang secara seksual. Alkitab menganjurkan: “Siapkan pikiranmu untuk kegiatan; kendalikan dirimu.” (1 Petrus 1:13, New International Version) Gunakan pikiran anda dan tolak pikiran yang imoral. Rangsangan itu segera akan padam.

      Namun, menolak pikiran yang buruk sangat sulit, bila berada seorang diri pada malam hari. Seorang wanita muda menyarankan: “Hal yang terbaik ialah segera turun dari tempat tidur dan menyibukkan diri dengan pekerjaan tertentu, atau makan makanan kecil, agar pikiran anda beralih kepada hal-hal lain.” Ya, paksa diri untuk ‘memikirkan semua hal yang mulia [“patut dipikirkan dengan serius,” NW], adil, suci, manis, sedap didengar.’—Filipi 4:8.

      Bila anda sulit tidur, cobalah meniru Raja Daud yang setia, yang menulis: “Apabila aku ingat kepadaMu [Allah] di tempat tidurku, [aku] merenungkan Engkau sepanjang kawal malam.” (Mazmur 63:7) Memaksa pikiran anda untuk merenungkan tentang Allah dan sifat-sifat-Nya sering akan membuyarkan khayalan itu. Juga membantu jika anda terus memikirkan bagaimana pandangan Allah terhadap kebiasaan yang najis ini.—Mazmur 97:10.

      Mengambil Tindakan Pencegahan

      “Kalau orang bijak melihat malapetaka, bersembunyilah ia, tetapi orang yang tak berpengalaman berjalan terus, lalu kena celaka,” tulis pria bijaksana yang diilhami itu. (Amsal 22:3) Anda dapat menunjukkan bahwa anda bijaksana dengan pemikiran sebelumnya. Sebagai contoh, jika anda merasa bahwa melakukan kegiatan tertentu, mengenakan pakaian yang ketat, atau makan makanan tertentu telah membuat anda terangsang secara seksual, maka hindari sama sekali hal-hal seperti itu. Minuman beralkohol, contohnya, dapat mengurangi dan mempersulit pengendalian diri seseorang. Juga, hindari bagaikan suatu tulah, bacaan apapun, acara TV, atau film-film yang bertemakan hal-hal cabul. “Lalukanlah mataku dari pada melihat hal yang hampa,” demikian doa pemazmur.—Mazmur 119:37.

      Tindakan pencegahan juga dapat diambil khususnya pada saat-saat anda sedang dalam keadaan mudah tergoda. Seorang wanita muda bisa jadi merasa bahwa keinginan seksnya menjadi lebih kuat pada saat-saat tertentu dalam satu bulan. Atau seseorang mungkin merasa sakit hati atau mengalami depresi. “Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu,” Amsal 24:10 memperingatkan. Jadi hindarilah berada seorang diri untuk waktu yang lama. Rencanakan kegiatan yang membina yang akan membuat pikiran anda sibuk dalam hal-hal yang bersifat memberi tantangan, sehingga mengurangi kesempatan untuk mengarah kepada pikiran yang imoral.

      Serangan Rohani

      Seorang pria berumur 27 tahun yang telah berjuang melawan kebiasaan itu sejak umur 11 tahun akhirnya dapat memperoleh kemenangan. “Ini adalah soal melancarkan serangan,” ia menjelaskan. “Saya membaca Alkitab, sedikitnya dua pasal setiap hari tanpa kecuali.” Ia telah melakukan ini terus-menerus selama lebih dari tiga tahun. Seorang Kristen lain lagi menyarankan: “Sebelum tidur, bacalah sesuatu yang ada hubungannya dengan hal-hal rohani. Sangat penting agar hal terakhir yang dipikirkan pada hari itu merupakan hal-hal rohani. Doa pada saat tersebut juga benar-benar sangat membantu.”

      “Giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan,” seperti mengajar orang lain tentang Alkitab, juga membantu. (1 Korintus 15:58) Seorang wanita yang berhasil mengalahkan masturbasi menyatakan: “Satu hal yang sekarang benar-benar membantu saya menghindari kebiasaan ini ialah, sebagai penginjil sepenuh waktu segenap pikiran dan tenaga saya diarahkan untuk membantu orang lain memperoleh hubungan yang diperkenan dengan Allah.”

      Dengan doa yang sungguh-sungguh, anda juga dapat memohon dari Allah “kekuatan melebihi yang biasa.” (2 Korintus 4:7, NW) “Curahkanlah isi hatimu di hadapanNya [Allah].” (Mazmur 62:9) Seorang wanita muda berkata: “Doa dengan sekejap dapat menjadi menara kekuatan. Berdoa pada saat keinginan itu timbul pasti akan membantu.” Juga, pada waktu bangun tidur dan sepanjang hari, nyatakan tekad anda kepada Allah dan mohonlah roh kudus-Nya yang menguatkan.—Lukas 11:13.

      Bantuan dari Orang Lain

      Jika upaya saudara sendiri tidak berhasil, berbicaralah kepada seseorang yang dapat membantu, seperti kepada orang-tua atau penatua Kristen. Wanita-wanita muda mungkin merasa dibantu bila berbicara empat mata dengan seorang wanita Kristen yang matang. (Titus 2:3-5) Seorang pria muda yang hampir putus asa berkata: “Saya berbicara empat mata dengan ayah saya mengenai hal itu pada suatu petang.” Ia mengungkapkan: “Dibutuhkan upaya yang keras untuk memberi tahu dia. Saya menangis pada waktu saya menyatakan hal itu kepadanya, saya merasa begitu malu. Namun saya tidak pernah melupakan apa yang ia katakan. Dengan senyum yang menentramkan di wajahnya, ia berkata: ‘Kau membuat saya merasa begitu bangga terhadap dirimu.’ Ia tahu apa yang harus saya atasi untuk sampai pada keadaan itu. Kata-kata tersebut benar-benar membangkitkan semangat dan tekad saya.

      “Kemudian ayah menunjukkan kepada saya beberapa ayat untuk membantu saya menyadari bahwa saya masih belum ‘terlalu jauh,’” pemuda itu melanjutkan, “dan kemudian beberapa ayat lagi untuk meyakinkan bahwa saya mengerti seriusnya haluan saya yang salah. Ia berkata agar saya ‘memelihara diri bersih’ sampai suatu waktu tertentu, kemudian kami akan membahasnya lagi. Ia memberi tahu saya untuk tidak merasa putus asa jika saya jatuh, tetapi kali berikutnya tidak menyerah dan tiap kali mempertahankan diri untuk waktu yang lebih lama lagi.” Setelah mengatasi problem itu sepenuhnya, pria muda itu menambahkan: “Adanya seorang lain yang mengetahui problem saya dan yang membantu saya merupakan manfaat yang paling besar.”

      Mengatasi Kemunduran

      Setelah berupaya keras untuk mengatasi kebiasaan itu, seorang remaja gagal lagi. Ia mengakui: “Halnya seperti beban yang menghancurkan saya. Saya merasa begitu tidak berharga. Saya kemudian berpikir: ‘Saya telah terjerumus terlalu jauh. Bagaimanapun juga saya tidak mendapat perkenan Yehuwa, maka untuk apa saya harus bersikap keras terhadap diri sendiri?’” Tetapi, kegagalan tidak berarti bahwa seseorang telah kalah dalam perjuangan. Seorang gadis berumur 19 tahun berkata: “Mula-mula hal itu terjadi hampir setiap malam, namun kemudian saya mulai lebih bersandar kepada Yehuwa, dan dengan bantuan roh-Nya saya sekarang hanya gagal mungkin enam kali dalam setahun. Saya merasa sangat sedih setelah perbuatan itu, namun tiap kali saya gagal, bila godaan berikutnya datang, saya jauh lebih kuat.” Jadi lambat laun ia memenangkan perjuangannya.

      Bila kita jatuh kembali, analisalah apa yang menyebabkan hal itu. Seorang remaja berkata: “Saya meninjau kembali apa yang telah saya baca atau pikirkan. Hampir selalu saya dapat langsung mengetahui apa yang menyebabkan saya tergelincir. Dengan demikian saya dapat berhenti melakukan hal itu dan memperbaikinya.”

      Pahala dari Perjuangan yang Baik

      Seorang remaja yang telah mengatasi masturbasi berkata: “Sejak berhasil mengatasi problem itu, saya dapat memiliki hati nurani yang bersih di hadapan Yehuwa, dan itulah sesuatu yang tidak akan saya tukar dengan apapun!”

      Ya, hati nurani yang baik, perasaan harga diri yang lebih baik, kekuatan moral yang lebih besar, dan hubungan yang lebih erat dengan Allah, semua adalah imbalan untuk perjuangan yang baik melawan masturbasi. Seorang wanita muda yang akhirnya berhasil mengatasi maturbasi berkata: “Percayalah, kemenangan atas kebiasaan ini, sangat berarti dan membuat upaya yang dikerahkan tidak sia-sia.”

      Pertanyaan-Pertanyaan untuk Diskusi

      ◻ Mengapa berbahaya untuk terus memikirkan hal-hal yang erotis? Apa yang dapat dilakukan seorang remaja untuk mengalihkan pikirannya kepada hal lain?

      ◻ Tindakan pencegahan apa dapat diambil seorang remaja untuk mengurangi godaan memuaskan hawa nafsu dalam masturbasi?

      ◻ Mengapa serangan rohani berguna?

      ◻ Apa peranan doa dalam mengatasi kebiasaan ini?

      ◻ Mengapa akan membantu untuk berbicara empat mata kepada orang lain jika ada problem dalam hal ini?

      [Kotak di hlm. 208]

      Pornografi—Membentuk Kebiasaan dan Berbahaya!

      “Pornografi terdapat di mana-mana: anda berjalan di jalan-jalan—anda melihat ini dipamerkan secara terang-terangan di kios-kios buku,” cerita Ronald, 19 tahun. “Beberapa di antara guru-guru kami membawanya ke sekolah, membacanya di meja mereka pada waktu menunggu mata pelajaran berikut.” Ya, banyak orang dari berbagai usia, latar belakang, dan tingkat pendidikan gemar sekali membaca pornografi. Seorang remaja bernama Mark berkata: “Pada waktu saya membaca majalah-majalah yang memuat gambar-gambar wanita muda serta memandang foto-foto itu, saya merasa terangsang! . . . Saya menunggu-nunggu terbitan baru majalah-majalah semacam itu karena melihat-lihat kembali majalah yang sudah saya baca tidak memberi saya rangsangan yang sama. Hal ini akhirnya menjadi kebiasaan.” Namun apakah ini kebiasaan yang baik?

      Pornografi memberikan pesan yang kuat: ‘Seks adalah semata-mata untuk pemuasan diri.’ Kebanyakan darinya dipenuhi dengan pemerkosaan dan tindak kekerasan yang sadis. Banyak orang yang melihatnya segera mendapati bahwa bentuk-bentuk pornografi yang “lebih ringan” tidak lagi merangsang, maka mereka mencari gambar-gambar atau film-film yang lebih cabul lagi! Seperti dikatakan Ernest van den Haag, asisten profesor di Universitas New York: “Pornografi mengundang kita untuk memandang orang lain sebagai potongan-potongan daging belaka, sebagai obyek untuk dieksploitasi demi nafsu kesenangan kita sendiri.”

      Pornografi selanjutnya memberikan gambaran yang sesat tentang seks dan bersifat memujanya sehingga sering menimbulkan problem-problem perkawinan. Seorang istri yang masih muda berkata: “Membaca pornografi membuat saya ingin melakukan hal-hal yang abnormal seperti yang digambarkan dalam buku-buku tersebut dengan suami saya. Hal ini terus menimbulkan frustrasi dan kekecewaan secara seksual.” Pada tahun 1981 diadakan penelitian di kalangan beberapa ratus wanita mengenai dampak pornografi terhadap hubungan dengan pria-pria dalam kehidupan mereka yang membacanya. Hampir separuh melaporkan bahwa hal itu menimbulkan problem yang serius. Hal itu benar-benar menghancurkan beberapa perkawinan atau pertunangan. Seorang istri meratap: “Saya hanya dapat menduga dari kebutuhan dan keinginan [suami saya] untuk penyaluran seksual melalui pornografi bahwa saya tidak mampu . . . Saya sangat ingin menjadi wanita yang dapat memuaskan dia, namun ia lebih menyukai plastik dan kertas dan kebutuhannya telah menghancurkan sebagian dari diri saya. . . . Pornografi adalah . . . anti cinta . . . Ia buruk, jahat dan menghancurkan.”

      Tetapi, yang perlu mendapat perhatian yang paling besar dari para remaja Kristen ialah kenyataan bahwa pornografi langsung bertentangan dengan upaya seseorang untuk bersih dalam pandangan Allah. (2 Korintus 6:17–7:1) Alkitab menunjukkan bahwa “karena kedegilan hati mereka” beberapa orang pada zaman dulu ‘telah tumpul perasaannya’ dan “menyerahkan diri kepada hawa nafsu dan mengerjakan dengan serakah segala macam kecemaran.” (Efesus 4:18, 19) Apakah anda ingin mengalami kebejatan semacam itu? Ingat, sekalipun anda hanya sewaktu-waktu memuaskan hawa nafsu dalam pornografi, akibatnya dapat menumpulkan kepekaan hati nurani. Hal itu telah mengakibatkan beberapa orang muda Kristen bermasturbasi, dan lebih buruk lagi melakukan imoralitas seks. Maka, hal yang bijaksana ialah berupaya keras untuk menjauhkan diri dari pornografi.

      “Banyak kali ponografi terlihat langsung oleh saya,” kata remaja Darryl. “Maka saya dipaksa untuk melihatnya pada pandangan pertama; namun saya tidak perlu melihatnya untuk kedua kali.” Ya, jangan mau melihat ke tempat hal itu dipertunjukkan secara terang-terangan, dan tolaklah teman-teman sekolah yang ingin mendorong anda untuk melihatnya. Seperti dikatakan Karen yang berumur 18 tahun: “Sebagai seorang yang tidak sempurna, mencoba memusatkan pikiran pada hal-hal yang suci dan patut dipuji saja sudah cukup sulit. Tidakkah jauh lebih sulit lagi jika saya dengan sengaja membaca pornografi?”

      [Gambar di hlm. 206]

      “Doa dapat dengan sekejap menjadi menara kekuatan. Berdoa pada saat keinginan itu timbul pasti akan membantu”

  • Kejujuran—Apakah Benar-Benar Haluan Terbaik?
    Pertanyaan Kaum Muda—Jawaban yang Praktis
    • Pasal 27

      Kejujuran—Apakah Benar-Benar Haluan Terbaik?

      PERNAHKAH anda merasa ingin berdusta? Donald mengatakan kepada ibunya bahwa ia telah membersihkan kamarnya, padahal sebenarnya, ia melemparkan semua barangnya ke bawah tempat tidur. Richard juga secara tidak pantas mencoba membohongi orang-tuanya agar tampak sebagai anak yang baik. Ia mengatakan kepada mereka bahwa ia mendapat nilai buruk, bukan karena ia tidak belajar, melainkan karena ia ‘tidak cocok dengan gurunya.’

      Orang-tua dan orang dewasa lain biasanya tahu bahwa itu hanya muslihat. Namun hal itu tidak membuat banyak remaja untuk sedikitnya tidak lagi mencoba berdusta, membengkokkan kebenaran, atau terang-terangan menipu bila hal itu tampaknya menguntungkan. Satu hal ialah, para orang-tua tidak selalu menanggapi keadaan krisis dengan kalem. Dan bila anda pulang dua jam terlambat daripada seharusnya, mungkin anda tergoda untuk ingin mengatakan bahwa ada kecelakaan besar di jalan raya, sebaliknya dari memberi tahu orang-tua anda kebenaran yang memalukan—bahwa anda tidak memperhatikan waktu.

      Sekolah dapat memberikan tantangan lain dalam hal kejujuran. Murid-murid sering merasa pekerjaan rumah mereka terlalu banyak. Sering kali ada persaingan yang sengit. Ya, di Amerika Serikat, penelitian menunjukkan bahwa lebih separuh dari semua murid menyontek atau pernah menyontek. Namun walaupun suatu dusta mungkin tampaknya menarik, dan menyontek merupakan jalan keluar yang mudah, apakah benar-benar menguntungkan untuk tidak jujur?

      Berdusta—Mengapa Tidak Menguntungkan

      Berdusta untuk menghindari hukuman mungkin tampaknya menguntungkan pada saat itu. Namun Alkitab memperingatkan: “Orang yang menyembur-nyemburkan kebohongan tidak akan terhindar.” (Amsal 19:5) Kemungkinannya besar bahwa dusta itu akan tersingkap dan hukuman tetap diberikan. Maka orang-tua anda akan marah bukan hanya karena pelanggaran anda tadi tetapi juga karena anda berdusta kepada mereka!

      Bagaimana dengan menyontek di sekolah? Seorang kepala dari program pengadilan kampus menyatakan: “Seorang siswa yang melakukan ketidakjujuran akademis mempunyai risiko yang serius akan merusak peluang untuk mendapatkan pendidikan dan pekerjaan di masa depan.”

      Memang, banyak yang tampaknya dapat luput dari itu. Dengan menyontek anda mungkin dapat memperoleh nilai untuk lulus, namun apa dampak jangka panjangnya? Anda pasti setuju bahwa adalah bodoh untuk menipu pada mata pelajaran berenang. Bagaimanapun juga, siapa yang ingin tetap berada di luar kolam padahal semua anak lainnya bersenang-senang dalam air! Dan jika anda didorong masuk ke dalam kolam renang, kebiasaan anda menipu dapat mengakibatkan anda tenggelam!

      Tetapi bagaimana dengan menipu atau menyontek pada waktu pelajaran matematika atau membaca? Memang, akibatnya mungkin tidak sedramatis tadi—pada mulanya. Tetapi, jika anda tidak memperkembangkan keahlian akademis dasar, anda bisa jadi mendapati diri “tenggelam” dalam pasaran kerja! Dan ijazah yang diperoleh dengan menipu tidak akan dapat memelihara kehidupan. Alkitab berkata: “Memperoleh harta benda dengan lidah dusta adalah kesia-siaan yang lenyap.” (Amsal 21:6) Keuntungan apapun yang mungkin dihasilkan oleh dusta hanya pendek umurnya seperti uap. Betapa jauh lebih baik jika anda bekerja keras dan belajar, daripada berdusta dan menyontek di sekolah! “Rancangan orang rajin semata-mata mendatangkan kelimpahan,” kata Amsal 21:5.

      Berdusta dan Hati Nurani Anda

      Seorang gadis muda bernama Michelle berdusta dengan menuduh saudara laki-lakinya telah memecahkan hiasan kecil yang disayangi, walaupun ia belakangan merasa malu dan mengakui dustanya kepada orang-tuanya. “Saya benar-benar merasa tidak enak sepanjang waktu,” Michelle menjelaskan. “Orang-tua saya percaya kepada saya, dan saya mengecewakan mereka.” Ini dengan tepat menggambarkan bagaimana Allah menaruh dalam diri umat manusia kemampuan hati nurani. (Roma 2:14, 15) Hati nurani Michelle menyiksa dia dengan perasaan bersalah.

      Memang, seseorang dapat memutuskan untuk mengabaikan hati nuraninya. Tetapi makin sering ia berdusta, makin ia tidak peka terhadap perbuatan salah—“perasaannya seperti diselar dengan besi hangat.” (1 Timotius 4:2, Bode) Apakah anda benar-benar ingin mempunyai hati nurani yang sudah mati?

      Pandangan Allah terhadap Dusta

      “Lidah dusta” dulu dan sekarang adalah salah satu hal yang “dibenci [Yehuwa].” (Amsal 6:16, 17) Bagaimanapun juga, Setan si Iblis sendiri adalah “bapa segala dusta.” (Yohanes 8:44) Dan Alkitab tidak membuat perbedaan antara dusta dan apa yang disebut dusta yang baik. “Tidak ada dusta yang berasal dari kebenaran.”—1 Yohanes 2:21.

      Jadi kejujuran harus menjadi haluan dari siapapun yang ingin menjadi sahabat Allah. Mazmur ke-15 bertanya: “[Yehuwa], siapa yang boleh menumpang dalam kemahMu? Siapa yang boleh diam di gunungMu yang kudus?” (Ayat 1) Mari kita membahas jawaban yang diberikan dalam empat ayat berikutnya.

      “Yaitu dia yang berlaku tidak bercela, yang melakukan apa yang adil [“benar,” NW] dan yang mengatakan kebenaran dengan segenap hatinya.” (Ayat 2) Apakah yang dimaksud di atas seorang yang suka mencuri barang-barang di toko atau seorang penipu? Atau seseorang yang berdusta kepada orang-tuanya? Sama sekali tidak! Maka jika anda ingin menjadi sahabat Allah, anda perlu jujur, bukan hanya dalam tindakan tetapi juga dalam hati anda.

      “Yang tidak menyebarkan fitnah dengan lidahnya, yang tidak berbuat jahat terhadap temannya dan yang tidak menimpakan cela kepada tetangganya.” (Ayat 3) Pernahkah saudara bergaul dengan sekelompok remaja yang memberikan komentar yang tidak ramah, menjatuhkan, tentang orang lain? Perkembangkan kemauan yang teguh untuk menolak ambil bagian dalam percakapan semacam itu!

      “Yang memandang hina orang yang [jahat], tetapi memuliakan orang yang takut akan [Yehuwa]; yang berpegang pada sumpah, walaupun rugi.” (Ayat 4) Tolaklah sebagai teman, remaja manapun yang berdusta, menipu, atau membanggakan petualangan imoralnya; mereka akan berharap anda melakukan hal yang sama. Seperti dikatakan seorang remaja bernama Bobby: “Berdustalah bersama-sama dengan seorang teman, maka ia akan menimbulkan kesulitan bagi anda. Ia bukan teman yang dapat anda percayai.” Carilah teman-teman yang menghargai standar kejujuran.—Bandingkan Mazmur 26:4.

      Apakah anda memperhatikan bahwa Yehuwa menghargai, atau “memuliakan” mereka yang berpegang pada kata-kata mereka? Mungkin anda telah berjanji untuk membantu mengerjakan sesuatu di rumah pada hari Sabtu ini, tetapi sekarang anda diundang menonton pada siang hari tersebut. Apakah anda akan meremehkan janji anda dan pergi dengan teman-teman, membiarkan orang-tua anda melakukan pekerjaan itu sendirian, atau apakah anda akan berpegang pada kata-kata anda?

      “Yang tidak meminjamkan uangnya dengan makan riba dan tidak menerima suap melawan orang yang tak bersalah. Siapa yang berlaku demikian, tidak akan goyah selama-lamanya.” (Ayat 5) Tidakkah benar bahwa ketamakan merupakan penyebab utama dari penipuan dan ketidakjujuran? Murid-murid yang menyontek pada waktu tes menunjukkan ketamakan untuk mendapatkan nilai baik tanpa belajar. Orang-orang yang menerima suap lebih menghargai uang daripada keadilan.

      Memang, ada yang menyebutkan tokoh-tokoh politik dan bisnis yang membengkokkan peraturan kejujuran untuk mendapatkan keinginan mereka. Namun betapa teguh sukses orang-orang semacam itu? Mazmur 37:2 menjawab: “Mereka segera lisut seperti rumput dan layu seperti tumbuh-tumbuhan hijau.” Jika tidak ketahuan dan dihina oleh orang lain, mereka akhirnya akan menghadapi hukuman dari Allah Yehuwa. Tetapi, sahabat-sahabat Allah, “tidak akan goyah selama-lamanya.” Masa depan mereka yang kekal terjamin.

      Mengembangkan ‘Hati Nurani yang Baik’

      Maka, bukankah ada alasan yang kuat untuk menghindari segala macam dusta? Rasul Paulus berkata tentang dirinya sendiri dan rekan-rekannya: “Kami yakin, bahwa hati nurani kami adalah baik.” (Ibrani 13:18) Apakah hati nurani anda juga peka terhadap dusta? Jika tidak, latihlah itu dengan belajar Alkitab dan bacaan-bacaan yang berdasarkan Alkitab seperti Menara Pengawal dan Sedarlah!

      Remaja Bobby berbuat demikian, dengan hasil yang baik. Ia belajar untuk tidak menutupi problem dengan dusta. Hati nuraninya mendorong dia untuk menghampiri orang-tuanya dan dengan jujur membahas masalahnya. Kadang-kadang ini mengakibatkan ia mendapat disiplin. Tetapi, ia mengakui bahwa ia ‘merasa lebih baik dalam batin’ karena telah berlaku jujur.

      Mengatakan kebenaran tidak selalu mudah. Namun orang yang membuat keputusan untuk mengatakan kebenaran akan mempertahankan hati nurani yang baik, hubungan yang baik dengan teman-teman sejatinya, dan yang paling baik, hak istimewa untuk menjadi ‘penumpang’ dalam kemah Allah! Maka, kejujuran bukan hanya haluan terbaik, ini adalah haluan yang benar bagi semua orang Kristen.

      Pertanyaan-Pertanyaan untuk Diskusi

      ◻ Sebutkan beberapa keadaan yang sering menimbulkan godaan untuk berdusta.

      ◻ Mengapa berdusta atau menipu tidak menguntungkan? Dapatkah anda melukiskan hal ini dari pengamatan atau pengalaman pribadi?

      ◻ Bagaimana seorang pendusta merusak hati nuraninya?

      ◻ Bacalah Mazmur 15. Bagaimana ayat-ayat itu berlaku untuk soal kejujuran?

      ◻ Bagaimana seorang remaja dapat mengembangkan hati nurani yang jujur?

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan