PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Banyaknya Tugas Seorang Ibu
    Sedarlah!—2002 | 8 April
    • Banyaknya Tugas Seorang Ibu

      4.50 Alex, si bayi, yang sedang menangis dan dalam keadaan separuh tidur, merangkak ke sisi Helen, ibunya. Dua anak yang lain​—Penny (5) dan Joanna (12)​—serta sang suami, Nick, masih tidur. Helen menaikkan Alex ke tempat tidur dan menyusuinya. Setelah itu, Helen tidak bisa tidur lagi.

      5.45 Helen berjingkat-jingkat ke dapur, membuat kopi, dan membaca.

      6.15–7.20 Nick bangun. Helen membangunkan Penny dan Joanna, membuat sarapan, lalu melakukan pekerjaan rumah tangga. Pukul 7.15, Nick berangkat kerja sambil mengantar Joanna ke sekolah. Ibu Helen tiba untuk menjaga Alex.

      7.30 Helen mengantar Penny ke sekolah taman kanak-kanak. Perjalanan ke tempat kerja memberi Helen waktu untuk merenungkan kenyataan yang dihadapinya sebagai seorang ibu. ”Menjadi ibu merupakan pekerjaan yang paling berat bagi saya,” katanya.

      8.10 Banyak pekerjaan yang harus Helen lakukan di kantor. Ia khawatir kehilangan pekerjaan kalau ia hamil lagi. Keluarganya membutuhkan penghasilan tambahan.

      10.43 Setelah meletakkan gagang telepon​—sehabis ditelepon tentang anak-anaknya​—rekan sekerjanya, Nancy, menghiburnya, ”Kamu mengurus mereka dengan sangat baik.” Helen menitikkan air mata.

      12.05 Helen makan roti dengan tergesa-gesa dan mengingat kembali masa sebelum putri pertamanya lahir. Waktu itu, ia merencanakan beberapa proyek untuk mengisi waktu ”senggang”. ’Betul-betul tidak realistis,’ katanya menyimpulkan.

      15.10 Setelah beberapa kali menerima telepon dari rumah yang melaporkan kelucuan-kelucuan Alex, Helen menceritakan tentang ikatan kasihnya dengan anak-anaknya, ”Rasa sayang seperti itu belum pernah saya miliki terhadap siapa pun.” Kasih sayang yang dalam ini membantu dia mengatasi berbagai kesulitan yang tidak terpikirkan sebelumnya.

      17.10 Setelah menjemput Joanna, Helen pergi untuk melakukan berbagai hal. Ia menelepon Nick untuk mengingatkan giliran Nick menjemput Penny.

      18.00–19.30 Setibanya di rumah, Helen menggantikan Nenek untuk mengasuh Alex, lalu melakukan pekerjaan rumah tangga, menyiapkan makan malam. Sewaktu ditanya tentang hal-hal yang dituntut seorang bayi, Helen menarik napas panjang, ”Seorang bayi membutuhkan ibunya seutuhnya: pelukannya, kehangatan tubuhnya, serta air susunya, dan matanya juga, sehingga sang ibu jadi kurang tidur.”

      20.30–22.00 Helen membantu Joanna mengerjakan PR-nya dan menyusui Alex. Sementara Nick membacakan sesuatu untuk Penny selama setengah jam, Helen kembali melakukan pekerjaan rumah tangga.

      23.15 Setelah Penny dan Joanna tidur, Alex masih belum tidur dalam pelukan ibunya, tetapi akhirnya ia pun terlelap. ”Sudah waktunya ia tidur,” kata Helen kepada Nick yang sudah setengah tertidur.

  • Perintang-Perintang yang Harus Dilalui Kaum Ibu
    Sedarlah!—2002 | 8 April
    • Perintang-Perintang yang Harus Dilalui Kaum Ibu

      Menjadi ibu merupakan suatu petualangan yang rumit dan luar biasa. Para ibu menikmati saat-saat yang indahnya tak terbandingkan. Namun, adakalanya mereka merasa tidak tahan lagi menanggung beban. Helen mengumpamakan kehidupannya sebagai seorang ibu dengan perlombaan lari gawang. Dan, seraya waktu berjalan, seolah-olah perintangnya semakin banyak dan semakin tinggi.

      Banyak waktu luang dan kehidupan sosial yang dikorbankan oleh para ibu demi kepentingan anak-anak mereka. ”Saya harus selalu siap,” kata Esther, ibu dari lima anak. ”Saya rela mandi cepat-cepat dan menyantap makanan microwave. Saya tidak sempat lagi bepergian, berjalan-jalan melihat ini dan itu, atau melakukan banyak hal. Tapi, yang penting, cucian sudah kering dan disetrika!”

      Tentu saja, banyak ibu akan senang menceritakan saat-saat unik dan menyenangkan yang mereka masing-masing alami sewaktu membesarkan anak. Esther mengatakan, ”Senyuman anak-anak kita, dan ucapan yang manis, ’Terima kasih, Bu’, dan pelukan yang hangat​—semua itu memberikan semangat yang membuat kita dapat bertahan.”a

      Para Ibu yang Bekerja

      Perintang utama yang telah menyulitkan para ibu adalah bahwa banyak dari mereka harus menjalankan tanggung jawab keluarga sambil bekerja guna mendukung keuangan keluarga. Di antara ibu-ibu ini, banyak yang bekerja di luar rumah, bukan karena kemauan, melainkan karena kebutuhan. Mereka tahu bahwa jika mereka tidak bekerja, keluarga mereka, terutama anak-anak mereka, tidak akan mendapatkan apa yang mereka butuhkan. Pendapatan mereka besar artinya, sekalipun sering kali lebih rendah daripada pendapatan pria untuk pekerjaan yang serupa.

      Misalnya, di São Paulo, Brasil, 42 persen tenaga kerjanya adalah wanita. Sebuah surat kabar di negeri itu menjuluki ibu rumah tangga purnawaktu sebagai ”spesies yang terancam punah”. Di daerah pedesaan Afrika, seorang ibu yang menjunjung setumpuk kayu bakar di atas kepalanya sambil menggendong anak pada punggungnya merupakan pemandangan yang biasa.

      Pekerjaan yang Banyak Tuntutannya

      Perintang lainnya adalah pasar pekerjaan yang menuntut para ibu membaktikan banyak waktu dalam pekerjaan. Dan, tuntutannya mungkin tidak berhenti di situ. Ketika Maria, yang tinggal di Yunani, diterima untuk bekerja, majikannya meminta agar ia menandatangani dokumen yang menyatakan persetujuan bahwa ia tidak akan hamil dalam waktu tiga tahun. Jika persetujuan ini dilanggar, ia harus membayar kompensasi. Maria menandatanganinya. Akan tetapi, kira-kira satu setengah tahun setelah itu, ia hamil. Majikannya menunjukkan perjanjian itu kepada Maria, yang kemudian pergi ke pengadilan untuk menggugat peraturan perusahaan tersebut dan sekarang sedang menunggu keputusannya.

      Dalam kasus-kasus yang tidak seekstrem itu, para majikan mungkin menekan para ibu untuk kembali bekerja secepatnya setelah melahirkan. Biasanya, tidak diberikan kelonggaran dalam jumlah jam kerja setelah mereka kembali. Dengan demikian, tidak ada pertimbangan terhadap fakta bahwa ibu-ibu ini sekarang harus mengurus anak yang masih bayi. Kalau mereka absen dari pekerjaan, mereka pasti mendapatkan kesulitan keuangan. Para ibu juga harus menghadapi fasilitas penitipan anak yang kurang memadai dan bantuan negara yang tidak cukup.

      Sebaliknya, ada ibu-ibu yang bekerja, bukan demi kebutuhan ekonomi, melainkan untuk mendapat kepuasan diri. Sandra, yang memiliki dua anak, memutuskan untuk kembali bekerja setelah kelahiran anaknya. Ia mengingat bahwa ia merasa sepi berada di rumah hanya bersama bayinya, ia ”kadang-kadang berdiri dan memandang ke luar jendela dan bertanya-tanya dalam hati, apa yang sedang orang lain lakukan”. Dan, ada ibu-ibu lain lagi yang bekerja untuk melepaskan diri dari tekanan kehidupan di rumah. Harian Inggris Daily Telegraph melaporkan, ”Ada orang tua yang mencari saat-saat yang secara relatif lebih tenang di tempat kerja. Hal ini menciptakan sebuah lingkaran setan, dengan lebih mengurangi waktu bersama anak-anak yang semakin apatis, agresif, dan menyimpang.

      Berjuang Menjaga Keseimbangan

      Menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan keluarga tidaklah mudah. Seorang ibu dari negeri Belanda mewakili perasaan kaum ibu dengan mengatakan, ”Capek, capek, capek. Bangun tidur pun sudah capek. Sewaktu pulang kerja, saya kecapekan. Anak-anak mengatakan, ’Ibu selalu capek,’ dan hal ini membuat saya merasa bersalah. Saya tidak mau absen dari pekerjaan, tapi saya juga ingin menjadi teman bagi anak-anak dan dapat menyediakan semua kebutuhan mereka. Namun, saya tidak menjadi figur sebaik yang saya inginkan.”

      Ia adalah salah satu dari jutaan ibu yang bekerja yang percaya pada gagasan bahwa ’waktu yang bermutu’ (quality time) bersama anak-anak dapat menggantikan sebagian dari waktu bersama yang seharusnya mereka miliki​—dan yang mendapati bahwa gagasan itu kurang tepat. Dewasa ini, banyak ibu yang mengatakan bahwa menjaga keseimbangan antara tekanan di tempat kerja dan tanggung jawab di rumah membuat mereka terlalu lelah, terlalu tegang, dan dibayar terlalu murah.

      Jika para ibu menghabiskan terlalu banyak waktu di luar rumah, anak-anak tidak mendapatkan apa yang mereka paling butuhkan​—waktu dan perhatian ibu mereka. Fernanda A. Lima, seorang psikolog anak dari Brasil, mengatakan bahwa tidak seorang pun dapat mengisi peranan seorang ibu kecuali si ibu itu sendiri. ”Dua tahun pertama dalam kehidupan seorang anak adalah yang paling menentukan,” katanya. ”Si anak masih terlalu muda untuk dapat mengerti alasan mengapa ibunya tidak ada di dekatnya.” Figur pengganti dapat mengisi sebagian kecil kebutuhan si anak akan ibunya tetapi tidak dapat menggantikan sang ibu secara keseluruhan. ”Si bayi merasakan bahwa dia tidak mendapatkan pemeliharaan yang pengasih dari ibunya,” kata Lima.

      Kathy, seorang ibu yang bekerja purnawaktu dan mempunyai anak perempuan yang masih kecil, mengatakan, ’Saya merasa sangat bersalah, seolah-olah saya menelantarkan dia [di tempat penitipan anak]. Sulit rasanya mengetahui bahwa kita tidak melihat pertumbuhan serta perkembangan anak kita, dan aneh rasanya melihat bahwa anak kita lebih senang berada di tempat penitipan daripada bersama kita.’ Seorang pramugari di Meksiko mengakui, ”Setelah beberapa waktu, anak kita tidak mengenal kita, ia tidak merespek kita semata-mata karena kita tidak mengasuhnya. Mereka tahu bahwa kita adalah ibu mereka, tetapi tiba-tiba, mereka lebih suka berada dekat wanita yang mengasuh mereka.”

      Di pihak lain, ibu rumah tangga yang tinggal sepenuh waktu di rumah untuk mengurus anak-anak mengatakan bahwa mereka harus menahan ejekan dan celaan masyarakat yang mengagung-agungkan pekerjaan yang menghasilkan uang. Di beberapa lingkungan masyarakat, menjadi ibu rumah tangga tidak lagi dinilai sebagai posisi yang terhormat, dengan demikian wanita merasa harus mempunyai karier, sekalipun mereka tidak membutuhkan pendapatan tambahan.

      Dibiarkan Berjuang Sendiri

      Perintang lain dalam hal menjadi ibu adalah fakta bahwa seorang ibu, yang sudah lelah bekerja, pulang ke rumah bukan untuk beristirahat, melainkan untuk bekerja lagi, melakukan tugas-tugas mereka di rumah. Para ibu, entah mereka memiliki pekerjaan sekuler atau tidak, tetap dipandang sebagai orang yang tugas utamanya adalah mengurus rumah dan anak-anak.

      Sementara jumlah ibu yang jam kerjanya panjang semakin banyak, para bapak tidak selalu mengisi kekosongan yang ada. The Sunday Times dari London melaporkan, ”Inggris adalah bangsa yang kehilangan kehadiran ayah, seperti yang diperlihatkan oleh hasil riset baru-baru ini, bahwa kaum pria hanya memberikan 15 menit sehari untuk berada bersama anak-anak mereka. . . . Banyak pria tidak menikmati kebersamaan dengan keluarga mereka. . . . Sebagai perbandingan, para ibu di Inggris yang bekerja memberikan 90 menit sehari untuk berada bersama anak-anak mereka.”

      Ada beberapa suami yang mengeluh bahwa istri mereka sulit mendelegasikan tugas karena berkukuh bahwa segala sesuatu harus persis seperti jika ia mengerjakannya sendiri. ”Kalau tidak, pasti salah,” kata mereka. Jelaslah, agar bisa mendapat bantuan sang suami, mungkin si ibu rumah tangga yang sudah kelelahan harus bisa bersikap fleksibel sehubungan dengan cara bagaimana tugas-tugas itu dikerjakan. Di pihak lain, para suami hendaknya tidak menggunakan argumen tersebut sebagai dalih untuk lepas tangan.

      Perintang Tambahan

      Tradisi yang berurat-berakar juga bisa menjadi perintang. Di Jepang, para ibu diharapkan untuk membesarkan anak-anak dengan cara seperti teman-teman sebaya mereka dibesarkan. Kalau anak-anak lain mengambil kursus piano atau melukis, sang ibu merasa berkewajiban untuk menyuruh anak-anaknya melakukan hal yang sama. Sekolah-sekolah mendesak para orang tua agar anak-anak mereka mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yang sama dengan anak-anak lain. Berlaku beda akan mendatangkan pelecehan dari teman-teman, para guru, orang tua, dan sanak saudara. Hal ini juga terjadi di negeri-negeri lain.

      Dunia periklanan dan konsumerisme dapat mempengaruhi anak-anak untuk menuntut ini dan itu. Di negara-negara maju, para ibu merasa bahwa mereka mesti menyediakan hal-hal yang diinginkan anak-anak mereka karena ibu-ibu lain juga menyediakan semua itu. Kalau mereka tidak dapat melakukannya, mereka merasa gagal.

      Pembahasan tentang menjadi ibu di zaman modern ini hendaknya tidak mengaburkan prestasi jutaan ibu yang bekerja keras dan banyak berkorban, yang berbuat sebisa-bisanya untuk memenuhi salah satu tujuan yang paling mulia​—membesarkan generasi masa depan keluarga manusia. Hal ini merupakan hak istimewa. Alkitab mengatakan, ”Anak-anak adalah berkat dan karunia dari TUHAN.” (Mazmur 127:3, Contemporary English Version) Miriam, ibu dari dua anak, menyuarakan pendapat para ibu seperti itu ketika ia mengatakan, ”Sekalipun banyak tantangannya, menjadi ibu memberikan sukacita yang tak tertandingi. Hal itu memberi kami, para ibu, kepuasan sewaktu kami melihat anak-anak menyambut pelatihan dan disiplin yang diberikan dan menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab.”

      Apa yang membantu para ibu untuk dapat lebih menikmati karunia yang mereka miliki itu? Artikel berikut akan memberikan beberapa saran praktis.

      [Catatan Kaki]

      a Rangkaian artikel ini membahas ibu-ibu yang menikah. Terbitan Sedarlah! yang akan datang membahas tantangan para ibu yang tanpa suami dan yang tidak menikah.

      [Kotak di hlm. 6]

      ”Hari Ibu”

      Kemiskinan yang parah, kurangnya pendidikan, pasangan yang tidak bertanggung jawab, penganiayaan, dan epidemi AIDS melanda para ibu di Afrika Selatan. Pada Hari Ibu baru-baru ini, sebuah surat kabar di negeri itu, The Citizen, melaporkan, ”Ribuan wanita dianiaya oleh pasangan mereka dan ada yang kehilangan nyawanya pada Hari Ibu.” Masalah-masalah seperti itu membuat ribuan ibu di Afrika Selatan menelantarkan bayi mereka setiap tahun. Dalam dua tahun belakangan ini, ada peningkatan penelantaran bayi sebanyak 25 persen. Bahkan yang lebih parah lagi adalah semakin bertambahnya wanita yang melakukan bunuh diri. Baru-baru ini, seorang wanita yang tinggal di suatu kawasan kumuh menggendong ketiga anaknya di dadanya seraya ia berdiri menantang kereta api yang sedang melaju. Semuanya tewas. Untuk memenuhi kebutuhan pokok, ada ibu-ibu yang melacurkan diri dan menjual obat-obat terlarang atau mendorong anak-anak perempuan mereka untuk melakukan hal demikian.

      Dari Hong Kong dilaporkan bahwa ”beberapa ibu muda membunuh bayi mereka pada waktu kelahirannya atau membuang bayi mereka ke tong sampah, karena mereka tidak dapat menghadapi berbagai tekanan yang ditimbulkannya”. The South China Morning Post mengatakan bahwa beberapa wanita muda yang sudah menikah di Hong Kong ”sekarang berada di bawah tekanan yang berat sehingga kesehatan mental mereka begitu merosot sampai ke tingkat melakukan bunuh diri”.

      [Kotak di hlm. 7]

      Ibu di Berbagai Negeri

      Tidak ada Waktu

      ❑ Sebuah survei di Hong Kong menyingkapkan bahwa 60 persen ibu yang bekerja merasa tidak memberi cukup waktu bagi anak-anak mereka. Dan, selama minggu-minggu kerja, 20 persen anak yang berusia sampai tiga tahun yang orang tuanya bekerja tidak tinggal di rumah, biasanya tinggal bersama nenek.

      ❑ Wanita di Meksiko menghabiskan waktu selama 13 tahun dari kehidupan mereka untuk mengurus setidaknya satu anak di bawah usia lima tahun.

      Para Ibu dan pekerjaan

      ❑ Di Irlandia, 60 persen wanita tinggal di rumah untuk mengurus anak. Di Italia, Spanyol, dan Yunani kira-kira 40 persen wanita melakukan hal yang sama.

      Membantu melakukan tugas rumah tangga

      ❑ Di Jepang, 80 persen ibu rumah tangga mengatakan bahwa mereka berharap salah seorang anggota keluarganya membantu mereka melakukan tugas-tugas rumah tangga, terutama sewaktu mereka sakit.

      ❑ Para pria di negeri Belanda memberikan waktu 2 jam bersama anak-anak mereka dan 0,7 jam untuk melakukan tugas-tugas rumah tangga. Para wanita memberikan waktu 3 jam bersama anak-anak dan 1,7 jam untuk melakukan tugas-tugas rumah tangga.

      Para ibu yang mengalami stres

      ❑ Di Jerman, 70 persen lebih ibu-ibu mengalami stres. Kurang lebih 51 persen mempunyai keluhan sehubungan dengan tulang belakang dan piringan antartulang belakang. Lebih dari sepertiganya selalu letih dan merasa lelah dan putus asa. Hampir 30 persen menderita sakit kepala atau migrain.

      Para ibu yang dianiaya

      ❑ Di Hong Kong, 4 persen wanita yang disurvei mengatakan bahwa mereka telah dianiaya selama masa mengandung.

      ❑ Suatu survei oleh majalah Focus di Jerman memperlihatkan bahwa hampir 1 di antara 6 ibu mengakui pernah diserang secara fisik oleh anaknya paling sedikit satu kali.

      [Gambar di hlm. 7]

      Menjadi ibu dapat membuat kita sangat tertekan, karena banyak wanita yang harus menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan keluarga

  • Menghadapi Tantangan Menjadi Ibu
    Sedarlah!—2002 | 8 April
    • Menghadapi Tantangan Menjadi Ibu

      Kalau anak-anak disebut generasi masa depan, maka ibu-ibu mereka patut mendapat respek, hormat, dan dukungan. Sekalipun dunia modern memberikan gambaran yang beragam tentang bagaimana menjadi seorang ibu, Alkitab menegaskan bahwa anak-anak adalah berkat dari Allah dan dapat menjadi sumber kebahagiaan bagi orang tua. (Mazmur 127:3-5) Akan tetapi, Alkitab tidak mengabaikan kenyataan yang dihadapi para ibu. Alkitab mencatat banyak tantangannya.

      Keputusan-keputusan yang dibuat orang tua sehubungan dengan mengasuh anak memiliki pengaruh yang dalam dan bertahan lama atas kehidupan dan karakter anak-anak mereka. Keputusan-keputusan ini dapat mendatangkan perubahan besar atas gaya hidup si orang tua, sehingga mereka perlu membuatnya dengan penuh pertimbangan. Perlu dipikirkan pertanyaan-pertanyaan seperti: Perlukah sang ibu turut mencari nafkah di luar rumah? Kalau ”ya”, seberapa banyak dia harus bekerja? Siapa yang akan mengurus anak-anak sewaktu sang ibu tidak berada di rumah? Akhirnya, orang tua harus melakukan hal yang menurut pertimbangan mereka paling baik bagi anak-anak mereka dan juga yang benar di hadapan Allah.

      Akan tetapi, para ibu tidak usah merasa sendirian dalam perjuangan untuk membuat keputusan yang bijaksana. Mereka dapat memperoleh banyak penghiburan dari kata-kata Yesaya 40:​11, yang menunjukkan bahwa Allah sangat memperhatikan kebutuhan para ibu, yang memiliki bayi kecil, yang ”akan ia bimbing dengan penuh perhatian”. Allah menyatakan perhatiannya yang sangat besar dengan menyediakan beberapa petunjuk dalam Alkitab agar peranan ibu dapat dinikmati dan berhasil.

      ❖ Miliki sikap masuk akal: Orang Kristen hendaknya dikenal karena memiliki sikap masuk akal. (Filipi 4:5) Janet Penley, seorang penulis dan juga seorang ibu, memahami nilai dari prinsip ini. ”Sewaktu saya mulai menjadi ibu, saya mempunyai harapan yang muluk-muluk,” katanya. ”Saya ingin menjadi ibu yang terbaik. Saya membaca banyak buku dan mendengarkan para pakar. Tetapi, saya malah merasa tidak sanggup dan stres, bukannya merasa sukses dan kompeten.” Ia menjelaskan bahwa ”menempatkan diri pada harapan orang lain dan memaksakan diri melakukan standar yang ’ideal’ menguras semangat dan tenaga serta menciptakan kekhawatiran dan perasaan bersalah.”

      ❖ Sederhanakan kehidupan: ”Dalam kesibukan yang gila ini,” kata majalah Newsweek, ”keluarga-keluarga bisa kehilangan masa kanak-kanak dan sukacita kehidupan keluarga.” Oleh karena itu, banyak ibu rumah tangga ingin sekali memiliki kehidupan yang lebih sederhana. Bagaimana Anda dapat mencapai hal ini? Pertama-tama, tentukan prioritas, dengan memberikan perhatian kepada ”perkara-perkara yang lebih penting”, termasuk waktu dan perhatian pribadi yang dibutuhkan anak-anak Anda. (Filipi 1:​10, 11) Kedua, perhatikan gaya hidup Anda. Anda mungkin perlu meniadakan kegiatan dan barang-barang tertentu yang tidak benar-benar dibutuhkan.

      Apa yang paling penting dalam kehidupan Anda? Apakah semuanya harus dimiliki sekaligus, atau dapatkah beberapa hal ditangguhkan sambil Anda mengejar target lain? Carolyn, seorang ibu yang sarananya terbatas, menceritakan caranya ia mengatasi situasinya, ”Saya membuat kehidupan saya tetap sederhana dan melakukan penghematan.” Gloria, ibu dari tiga anak, mengingat, ”Kami tidak punya uang untuk membeli pakaian bermerek, tapi saya menjahit baju untuk anak-anak, dan mengatakan kepada mereka bahwa pakaian-pakaian ini istimewa karena orang lain tidak ada yang punya.”

      Firman Allah mengatakan bahwa orang yang ”menjaga daya pengamatan akan menemukan yang baik”. (Amsal 19:8) Pengamatan dibutuhkan untuk memilah-milah kegiatan pengisi waktu senggang, peralatan, dan tren-tren yang begitu bervariasi dan membanjiri para ibu dan anak-anak. Judith, seorang ibu dari Afrika Selatan, berseru, ”Kita senantiasa dibombardir dengan produk-produk baru, teknologi yang lebih canggih, dan jasa yang lebih lengkap!” Beginilah cara Angela, ibu dari Jerman dengan empat anak, mengatasi tantangan tersebut, ”Anda harus menentukan apa yang paling penting dan berguna bagi Anda, dan bantu anak-anak Anda melakukan hal yang sama.”

      ❖ Buat perubahan bila mungkin: ”Gunakan akal sehat dan pertimbangan yang bijaksana,” demikian nasihat Alkitab. (Amsal 3:21, Contemporary English Version) Jika sekarang ini Anda bekerja di luar rumah, dapatkah keluarga Anda hidup hanya dari gaji suami Anda? Untuk membantu menjawab pertanyaan ini, hitung berapa sisa gaji Anda setelah dipotong pajak, biaya penitipan anak, transportasi, pakaian, makan di luar, dan yang lain-lain. Dan, gaji suami Anda mungkin dikenakan pajak yang lebih tinggi jika pendapatan gabungan masuk dalam kategori pajak yang tinggi. Anda mungkin terkejut melihat betapa sedikitnya uang yang tersisa dari gaji Anda.

      Ada yang memilih pekerjaan yang jam kerjanya lebih singkat dan lokasinya lebih dekat dari rumah, yang mungkin dibayar lebih sedikit tetapi bisa memiliki waktu lebih banyak untuk anak-anak. Kalau Anda memutuskan untuk berhenti bekerja dan kalau pekerjaan tersebut penting bagi Anda karena dapat memberi Anda rasa harga diri dan kepuasan, pikirkanlah cara-cara lain yang dapat memberikan perasaan yang sama seraya Anda tinggal di rumah.

      ❖ Cari bantuan: Firman Allah berulang-ulang memperlihatkan bahwa ’seruan minta tolong’ dapat membawa hasil. (Keluaran 2:23, 24; Mazmur 34:15) Seruan seorang ibu untuk meminta tolong pasti menggugah suaminya untuk memberikan bantuan. Dengan bantuannya Anda dapat membentuk suatu sistem kerja sama untuk tugas-tugas di rumah sehingga kalian dapat mempunyai waktu untuk memenuhi tujuan yang kalian tetapkan bersama​—misalnya, menyediakan diri untuk anak-anak kalian. Bila mungkin, seorang ibu bisa juga memperoleh dukungan dari orang lain, termasuk keluarga, dan teman-teman yang dapat dipercaya, yang mempunyai minat dan cita-cita yang sama.

      Banyak ibu mendapatkan dukungan yang berharga dari sidang Kristen setempat, yaitu rekan-rekan seiman mereka. María, ibu dari tiga anak, sadar bahwa ”memiliki hubungan yang dekat dengan sidang” adalah salah satu cara ”Allah memperlihatkan kepada kita kasih serta keibaan hati-Nya, dan bahwa Ia prihatin terhadap keadaan kita”.

      ❖ Sediakan waktu untuk bersantai: Bahkan Yesus, manusia sempurna yang berstamina tinggi, mengajak murid-muridnya untuk ”pergi ke tempat yang sunyi dan beristirahat sedikit”. (Markus 6:​30-​32) Kesuksesan menjadi ibu bergantung pada kesanggupan Anda untuk tetap berlaku seimbang selama masa yang penuh tantangan itu. Memang benar, anak-anak membutuhkan Anda, tetapi mereka juga membutuhkan ibu yang bahagia dan puas. Anda perlu juga bersantai.

      Angela, yang sebelumnya disebutkan, mempunyai rencana untuk bersantai, ”Saya menyisihkan waktu tenang di pagi hari. Saya menyisihkan sedikitnya setengah jam untuk diri sendiri. Dan, saya serta suami menyediakan satu atau dua malam seminggu untuk kami berdua saja, sementara anak-anak melakukan suatu kegiatan yang tidak terlalu ribut di rumah. Dengan demikian, kami berdua bisa memiliki satu jam bersama.”

      ❖ Berikan prioritas kepada hal-hal rohani: Menurut pengamatan, tantangan menjadi ibu diperburuk oleh hilangnya fokus dan kurangnya penentuan prioritas. Keluarga-keluarga Kristen memperoleh kebahagiaan jika mereka bekerja sama untuk mendahulukan kehendak Allah dalam kehidupan mereka. Rasul Paulus menulis, ”Pengabdian yang saleh bermanfaat untuk segala hal, karena mengandung janji untuk kehidupan sekarang dan yang akan datang.” (1 Timotius 4:8) Keluarga yang menjalankan pengabdian yang saleh dan yang mengikuti bimbingan Allah melalui Alkitab akan menemukan kebahagiaan. Sekalipun jika hanya seorang anggota keluarga yang menerapkan prinsip-prinsip Alkitab, keadaannya akan lebih baik daripada jika tidak seorang pun yang melakukannya.

      Adele, seorang ibu Kristen yang bekerja purnawaktu, telah melihat banyak manfaat yang dapat diperoleh dengan berpikiran rohani. Ia mengatakan, ”Kita mendapatkan banyak sekali petunjuk dan informasi dalam publikasi-publikasi berdasarkan Alkitab yang mendidik kita tentang apa yang dihadapi anak-anak kita dan caranya kita dapat membantu mereka. Melihat anak-anak Anda secara rohani menyambut makanan yang Anda berikan membuat upaya Anda tidak sia-sia. Jika Anda melihat hal-hal kecil dan positif dalam tingkah laku mereka dan cara mereka bernalar, Anda sadar bahwa mereka menyerap makanan tersebut dan bahwa upaya Anda membuahkan hasil.”a

      Ya, dengan sukses Anda bisa mengatasi berbagai perintang dalam melakukan peranan Anda sebagai ibu. Yehuwa sendiri memberikan kata-kata anjuran bahwa upaya seorang ibu yang rajin dan rela berkorban serta yang bersandar pada-Nya tidak akan sia-sia. Para ibu yang memupuk hubungan pribadi dengan Dia bisa memperoleh kelegaan dalam janji-Nya untuk ”memberikan kekuatan kepada orang yang lelah”.​—Yesaya 40:29.

      [Catatan Kaki]

      a Saksi-Saksi Yehuwa telah menerbitkan sejumlah publikasi yang berdasarkan Alkitab dan yang dirancang untuk melatih anak-anak. Di antaranya adalah Buku Cerita Alkitab, Pertanyaan Kaum Muda​—Jawaban yang Praktis, dan Rahasia Kebahagiaan Keluarga.

      [Kotak di hlm. 10]

      Pengaruh Seorang Ibu

      Sebagai seorang ibu, adakalanya Anda mungkin bertanya-tanya tentang seberapa besar pengaruh Anda dalam kehidupan anak Anda. Kadang-kadang, pengaruh teman sebaya, guru, hiburan, video game, dan musik seolah-olah lebih besar daripada pengaruh Anda terhadap mereka.

      Perhatikan contoh dari Yokhebed, ibu Musa. Ia hidup pada masa yang sangat sulit dan wewenangnya sangat terbatas sehubungan dengan apa yang terjadi atas putranya. Namun, ia menggunakan kesempatan yang ada untuk membentuk perkembangan putranya. Pertama-tama, ia tidak takut untuk menjalankan iman dengan tidak membiarkan Musa dibunuh. Allah memberi dia upah karena imannya, bukan hanya dengan menyelamatkan kehidupan bayinya tetapi dengan mengatur keadaan sehingga Yokhebed bisa menjadi perawatnya​—dan ibunya.​—Keluaran 1:15, 16; 2:1-10.

      Jelaslah bahwa Yokhebed turut membentuk kepribadian putranya. Fakta bahwa Musa yang sudah dewasa dekat dengan orang-orang Ibrani dan Allah mereka meskipun ia memiliki hubungan dengan keluarga kerajaan di Mesir membuktikan adanya pengaruh orang tuanya pada masa kanak-kanak.​—Ibrani 11:24-26.

      Sebagai seorang ibu, Anda mungkin memiliki lebih banyak kesempatan daripada Yokhebed untuk turut membentuk kepribadian anak Anda. Apakah Anda memanfaatkan masa kanak-kanaknya yang singkat untuk memberikan petunjuk-petunjuk ilahi yang bertahan lama? Atau, apakah Anda membiarkan tren kebudayaan mendominasi perkembangan anak Anda?

      [Gambar di hlm. 10]

      Libatkan yang lain dalam tugas rumah, sisihkan waktu bagi diri sendiri, dan prioritaskan hal rohani

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan