PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Ancaman Nuklir
    Sedarlah!—1988 (No. 26) | Sedarlah!—1988 (No. 26)
    • Ancaman Nuklir

      BAYANGKAN dua orang anak laki-laki dalam sebuah garasi tertutup yang lantainya tergenang bensin. Tiap anak memegang sekotak korek api . . .

      Hal ini dengan tepat menggambarkan keadaan yang terdapat dewasa ini di antara dua negara adidaya. Kedua-duanya memiliki gudang senjata nuklir yang menakutkan yang jika digunakan akan mengakibatkan kehancuran bersama. Peluru kendali yang mengerikan itu siap untuk membunuh, roda pemutar (gyroscope) sistem pengendalinya berputar dengan cepat.

      Ribuan pembawa maut ini bersembunyi di bawah tanah tempat peluncuran peluru kendali. Ratusan lainnya mengintai di lambung kapal-kapal selam dan masih banyak lagi berada di bawah sayap yang menekuk dari pesawat-pesawat terbang jet. Suatu dunia yang ketakutan bertanya, Apa yang akan terjadi jika senjata-senjata ini digunakan?

      Seorang jendral berbintang empat menjawab. Ia mengatakan bahwa perang nuklir akan menjadi ”bencana yang terbesar dalam sejarah, jauh lebih hebat dari bencana apapun yang pernah terjadi”. Seorang ilmuwan menambahkan, ”Ada bahaya yang nyata bahwa umat manusia akan punah.”

      Sebuah legenda Yunani kuno mengisahkan tentang seorang pria bernama Damokles yang harus duduk di bawah sebuah pedang yang tergantung pada sehelai rambut. Pedang itu dengan tepat menggambarkan senjata-senjata nuklir, dan Damokles, seluruh umat manusia. Singkirkan pedang itu, kata orang, dan Damokles pasti selamat. Tetapi apakah ada harapan demikian? Perkembangan di tahun-tahun belakangan ini memberikan harapan kepada banyak orang:

      Maret 1983: Presiden A.S. Reagan mengusulkan Prakarsa Pertahanan Strategis, penelitian ilmiah yang dirancang untuk membuat senjata nuklir ”tidak berdaya dan tidak terpakai lagi”.

      Januari 1986: Pemimpin Soviet Mikhail Gorbachev mengusulkan untuk menghapus semua senjata nuklir sebelum akhir abad ini. Ia belakangan mengatakan, ”Kami siap mengadakan perundingan bukan hanya untuk mengakhiri perlombaan senjata tetapi juga untuk mengurangi persenjataan secara besar-besaran, sampai kepada perlucutan senjata yang bersifat umum dan menyeluruh.”

      Desember 1987: Gorbachev dan Reagan menandatangani perjanjian pengurangan peluru kendali. Berdasarkan sebuah laporan berita, ”untuk pertama kali sejak permulaan Zaman Atom, negara-negara adidaya bukan hanya setuju untuk mengendalikan senjata nuklir tetapi juga untuk menghapus sistem-sistem secara menyeluruh”.

      Tetapi, betapa besar kemungkinan perkembangan-perkembangan terakhir ini akan menghasilkan suatu dunia tanpa senjata nuklir? Kendala apa yang merintangi keberhasilannya?

  • Dilema Nuklir
    Sedarlah!—1988 (No. 26) | Sedarlah!—1988 (No. 26)
    • Dilema Nuklir

      DINIHARI di padang pasir New Mexico. Di atas puncak sebuah menara tergantung sepotong logam bulat yang disebut Gadget. Di lubang-lubang perlindungan kira-kira 8,8 kilometer dari tempat itu, para ahli fisika, kimia, matematika, dan tentara gelisah, melihat-lihat arloji mereka, dan cemas apakah Gadget itu benar-benar akan meledak.

      Berhasil. Lima belas detik sebelum pukul 5:30 pagi, Gadget meledak, mengeluarkan energi nuklirnya dalam waktu sepersejuta detik, melepaskan bola api yang dapat dilihat dari planet lain dan menimbulkan ledakan yang dapat didengar dari jarak 320 kilometer. Panas ledakannya—lebih panas pada intinya daripada inti matahari—melebur padang pasir menjadi lingkaran kaca radioaktif yang berwarna seperti batu nefrit (jade) seluas kira-kira 0,8 kilometer. Ada yang yakin betul bahwa matahari terbit dua kali pada hari itu.

      Pada tanggal 6 Agustus 1945, 21 hari kemudian, bom atom yang kedua memporakporandakan kota Hiroshima di Jepang, yang akhirnya mengakibatkan kematian kira-kira 148.000 orang. Jaman nuklir telah mulai.

      Peristiwa itu terjadi 43 tahun lalu. Sejak itu senjata-senjata dengan daya 4.000 kali lebih dahsyat telah diuji coba. Kekuatan gabungan dari semua kepala nuklir di seluruh dunia diperkirakan sama dengan 20 milyar ton TNT—lebih dari satu juta kali daya bunuh bom di Hiroshima!

      Seruan untuk Penghapusan

      Menurut penelitian World Health Organization (Organisasi Kesehatan Dunia) tahun 1983, perang nuklir total akan membunuh satu milyar orang sekaligus. Satu milyar berikutnya akan mati kemudian karena ledakan, api, dan radiasi. Penelitian belakangan ini bahkan lebih pesimis. Maka dapat dimengerti mengapa muncul seruan untuk penghapusan senjata nuklir secara total.

      Namun, tidak semua tuntutan untuk penghapusan senjata nuklir didasarkan atas kemanusiaan belaka. Beberapa orang berpendapat bahwa senjata nuklir hanya sedikit atau tidak ada nilainya dalam peperangan yang sesungguhnya. Karena daya penghancurnya yang dahsyat, pemakaiannya dapat dibenarkan hanya jika ada provokasi yang paling ekstrim (keadaan mendesak). Jadi, Amerika Serikat tidak menggunakannya di Korea atau Vietnam, Inggris tidak menggunakannya di Falkland (Malvinas), dan Soviet juga tidak menggunakannya di Afghanistan. Mantan Sekretaris Pertahanan A.S. Robert McNamara mengatakan, ”Senjata nuklir tidak memenuhi kepentingan militer manapun. Senjata tersebut sama sekali tidak berguna—kecuali untuk mencegah musuh menggunakan itu.”

      Demikian juga, senjata nuklir tidak banyak gunanya sebagai tongkat diplomasi untuk menakut-nakuti ataupun mempengaruhi bangsa lain. Negara-negara adidaya sama-sama mudah diserang. Dan bagi negara-negara tanpa senjata nuklir, mereka sering menjadi berani melawan negara-negara adidaya tanpa merasa takut akan pembalasan nuklir.

      Akhirnya, faktor biaya. Menurut penelitian yang diterbitkan dalam Bulletin of the Atomic Scientists, selama tahun 1945-85 Amerika Serikat saja telah memproduksi kira-kira 60.000 kepala nuklir.a Biayanya? Hampir $82.000.000.000—begitu banyak uang untuk sesuatu yang mereka harap tidak pernah akan mereka gunakan.

      Bom sebagai Alat Pencegah

      Konsep pencegahan mungkin sudah setua sejarah konflik. Namun, dalam jaman nuklir, pencegahan telah membentuk dimensi baru. Bangsa manapun yang bermaksud melancarkan serangan nuklir telah diyakinkan pasti akan menghadapi pembalasan nuklir yang cepat dan menghancurkan.

      Jendral B. L. Davis, komandan dari Komando Strategi Udara A.S., mengatakan, ”Argumen yang meyakinkan dapat dibuat bahwa senjata nuklir . . . telah membuat dunia ini menjadi tempat yang lebih aman. Senjata nuklir sama sekali tidak mengakhiri peperangan; ribuan terus mati tiap tahun dalam peperangan yang tidak kecil bagi bangsa-bangsa yang terlibat. Namun, keterlibatan negara adidaya dalam konflik-konflik demikian telah diperhitungkan secara hati-hati untuk menghindari konfrontasi langsung yang kemungkinan besar dapat meningkat menjadi lautan api—perang konvensional ataupun nuklir.”

      Tetapi dalam rumah tangga manapun yang memiliki pistol siap pakai, selalu ada risiko seseorang akan tertembak tanpa sengaja. Prinsip yang sama berlaku juga dalam dunia yang penuh dengan senjata nuklir. Jadi perang nuklir dapat meletus di bawah keadaan-keadaan berikut,

      (1) Kesalahan komputer atau kerusakan fungsi mekanis yang menyebabkan suatu negara berpikir bahwa ia mendapat serangan nuklir. Hasilnya pasti serangan balik nuklir.

      (2) Senjata nuklir bisa saja didapatkan oleh seorang ekstrimis atau teroris yang kurang bertanggung jawab dalam pemakaiannya dibanding negara-negara yang memiliki kekuatan nuklir dewasa ini.

      (3) Meningkatnya perang kecil di suatu daerah tempat kepentingan negara-negara adidaya terlibat—seperti Teluk Persia.

      Walaupun ada bahaya seperti itu, bangsa-bangsa sejauh ini mempertahankan kebijaksanaan keamanan melalui pencegahan. Namun, di suatu dunia yang siap untuk saling menyerang dengan senjata nuklir, orang merasa tidak aman. Keseimbangan kekuatan sesungguhnya adalah keseimbangan teror, perjanjian bunuh diri yang dengan terpaksa ikut ditandatangani bermilyar-milyar orang di dunia. Jika senjata nuklir ibarat pedang Damokles, pencegahannya adalah sehelai rambut yang digunakan untuk menahannya. Namun, bagaimana jika pencegahan itu gagal? Jawabannya terlalu mengerikan untuk dipikirkan.

      [Catatan Kaki]

      a Karena keampuhan bahan nuklir menurun, senjata-senjata tua harus diganti dengan yang baru.

      [Kotak di hlm. 6]

      KEKUATAN BOM SATU MEGATON

      Radiasi Termal (Sinar dan Panas): Ledakan nuklir akan menghasilkan kilatan cahaya yang hebat yang membutakan atau menyilaukan orang yang berada jauh dari titik ledakan—sampai 20 kilometer di siang hari dan 85 kilometer pada malam hari oleh ledakan satu megaton.

      Di atau di dekat daerah nol (titik yang langsung kena ledakan bom), panas yang luar biasa dari bola api akan menguapkan manusia. Pada jarak lebih jauh (sampai 18 kilometer), orang akan menderita luka bakar tingkat kedua dan ketiga pada kulit yang tidak terlindung. Pakaian akan terbakar. Karpet dan perabot rumah tangga juga. Dalam keadaan tertentu suatu badai api yang sangat panas akan menjalar, menyelimuti orang dalam lautan api.

      Ledakan Udara: Ledakan nuklir akan menyemburkan angin berkekuatan topan. Dekat daerah nol, kehancurannya total. Pada jarak lebih jauh, orang di dalam bangunan-bangunan akan hancur tertimpa langit-langit atau tembok; yang lain akan terluka atau tewas karena reruntuhan atau perabot rumah tangga yang beterbangan. Yang lain lagi mati lemas karena debu tebal bahan bangunan atau debu batu bata yang hancur. Tekanan angin yang sangat kuat akan menyebabkan pecahnya gendang telinga atau pendarahan pada paru-paru.

      Radiasi: Terjadi pancaran yang dahsyat dari sinar neutron dan sinar gamma. Radiasi ringan akan menyebabkan penyakit dengan gejala mual, muntah-muntah, dan kelelahan. Kerusakan sel darah akan mengurangi daya tahan terhadap infeksi dan memperlambat penyembuhan luka-luka. Radiasi yang kuat akan mengakibatkan kejang-kejang, badan gemetar, ataxia (kehilangan koordinasi otot-otot dan kontrol), dan kelesuan. Kematian menyusul dalam waktu satu sampai 48 jam.

      Orang yang selamat dari radiasi mudah kena kanker. Mereka juga kemungkinan besar akan mewariskan cacat bawaan kepada keturunan mereka, termasuk berkurangnya kesuburan, keguguran spontan, anak-anak yang cacat atau lahir mati, dan kelemahan badan atau pikiran lainnya.

      Sumber: Comprehensive Study on Nuclear Weapons, dicetak oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.

  • Manusia Mencari Pemecahan
    Sedarlah!—1988 (No. 26) | Sedarlah!—1988 (No. 26)
    • Manusia Mencari Pemecahan

      ”DOKTRIN MAD [Mutual Assured Destruction] atau Kehancuran Bersama yang Pasti] adalah imoral. Ada sesuatu yang mengerikan, dan lebih buruk, dalam mendasarkan keamanan kita pada kemampuan kita untuk membunuh wanita-wanita dan anak-anak Rusia. Dan bahkan lebih patut dicela lagi—jika hal itu mungkin—untuk dengan sengaja meningkatkan resiko rakyat kita sendiri dihancurkan oleh nuklir hanya untuk mendukung suatu teori yang abstrak, bersejarah, yang belum terbukti dan tidak masuk akal.” Kata-kata ini, yang diucapkan oleh senator A.S. William Armstrong, memperlihatkan kekuatiran yang dirasakan kebanyakan orang Amerika terhadap pertahanan yang didasarkan atas kemampuan untuk membalas.

      Sebagai pilihan lain, pada bulan Maret 1983, presiden A.S. Reagan, mengajukan SDI (Strategic Defense Initiative atau Prakarsa Pertahanan Strategis), yang lebih dikenal sebagai Perang Bintang. Ia mengatakan, ”Saya menghimbau kaum cendekiawan yang memberi kita senjata nuklir agar mengalihkan kemampuan mereka yang luar biasa untuk tujuan kemanusiaan dan perdamaian dunia, memberikan kepada kita alat yang akan membuat senjata-senjata nuklir ini tidak ampuh lagi dan tidak dapat digunakan.”

      Reagan memimpikan perkembangan persenjataan teknologi tinggi yang hebat—laser dengan sinar-X, meriam elektromagnetis, kendaraan pembunuh kinetis (gerak), senjata sinar partikel netral—yang akan mempertahankan Amerika dan sekutunya dengan menghancurkan peluru-peluru kendali musuh sebelum mencapai sasarannya.

      Tetapi, SDI telah diperdebatkan dengan sengit dan secara luas sejak permulaan. Para penentang menyatakan bahwa secara teknologi tidak mungkin untuk menciptakan ”payung” yang tahan bocor terhadap serangan yang gencar—dan ”payung” yang bocor tidak akan ada gunanya untuk menangkal senjata nuklir. Meringkaskan keberatan-keberatan lain, seorang anggota kongres A.S. dengan sinis berkata bahwa ”selain kenyataan bahwa sistem SDI dapat diungguli, dikalahkan, ditipu, tidak dapat dijalankan oleh manusia tetapi hanya oleh komputer, melanggar sejumlah perjanjian pengendalian persenjataan dan akan meletuskan perang nuklir termal, . . . ini bukan sistem yang buruk”.

      Uni Soviet juga sangat tidak setuju dengan SDI. Mereka mengatakan Amerika hanya ingin membangun perisai dengan tujuan mengayunkan pedang. Sebagai balasannya, para pejabat A.S. menuduh Soviet secara diam-diam telah membangun sistem pertahanan strategis mereka sendiri.

      Bagaimanapun juga, SDI akan terbukti sangat mahal untuk diperkembangkan dan dipakai. Perhitungan berkisar antara 126 milyar sampai 1,3 trilyun dollar A.S. Sebagai perbandingan, seluruh sistem jalan raya antar negara bagian A.S. makan biaya $123 milyar! Walaupun demikian bermilyar-milyar dollar telah disediakan oleh Kongres A.S. untuk penelitian SDI.

      Prospek Perlucutan Senjata

      Departemen Pertahanan Soviet mengatakan, ”Orang Soviet yakin bahwa perlucutan senjata nuklir adalah jaminan yang paling dapat dipercaya untuk dapat mencegah bencana nuklir.” Meskipun cita-cita tinggi tersebut ada, perlombaan senjata terus berlangsung dengan kecepatan penuh.

      Rintangan yang mendasar untuk perlucutan senjata? Kurangnya kepercayaan. Soviet Military Power 1987, sebuah terbitan dari Departemen Pertahanan A.S., menuduh Uni Soviet ’ingin menguasai dunia’. Whence the Threat to Peace, yang diterbitkan oleh Departemen Pertahanan Uni Soviet, membahas mengenai ”ambisi kekaisaran A.S. untuk ’memerintah dunia’”.

      Bahkan ketika perundingan pengendalian persenjataan diadakan, kedua belah pihak menuduh yang lain memiliki motif mementingkan diri. Jadi publikasi Soviet yang dikutip di atas menuduh Amerika Serikat ”menghalangi kemajuan ke arah perlucutan senjata di semua bidang” dalam upaya untuk ”memimpin masalah internasional dari segi kekuatan”.

      Amerika Serikat membalas bahwa pengendalian persenjataan hanya merupakan siasat Soviet untuk mengamankan ”keuntungan militer yang ada. . . . Terlebih lagi, [Moskow] melihat perundingan pengendalian persenjataan sebagai cara untuk meningkatkan sasaran militer Soviet dan mengurangi dukungan umum terhadap program dan kebijaksanaan pertahanan Barat”.—Soviet Military Power 1987.

      Perjanjian baru-baru ini untuk menghapuskan peluru kendali jarak menengah tampaknya merupakan langkah maju yang besar sekali. Ini merupakan perjanjian pertama yang pernah ada yang benar-benar mengurangi—bukan sekedar membatasi—senjata nuklir. Namun, perjanjian sedemikian, walaupun bersejarah, gagal untuk menghapus semua senjata nuklir.

      Problem Pembuktian

      Tetapi, andai kata semua negara yang memiliki nuklir benar-benar menyetujui perlucutan senjata secara menyeluruh. Apa yang akan menghentikan suatu atau semua bangsa untuk tidak menipu—tidak menghapus semua senjata yang dilarang atau diam-diam membuatnya?

      Kenneth Adelman, mantan direktur Perwakilan Pengendalian dan Perlucutan Senjata A.S. mengatakan, ”Penghapusan senjata nuklir membutuhkan sistem pemeriksaan lapangan yang paling luas dan bersifat campur tangan yang dapat dibayangkan orang. . . . Sebaliknya, itu berarti keterbukaan yang belum pernah terjadi sebelumnya di pihak semua negara terhadap campur tangan asing.” Sulit untuk membayangkan adanya bangsa yang mau menerima kebijaksanaan pintu terbuka ini.

      Namun anggaplah bangsa-bangsa ini dapat mengatasi semua rintangan yang besar dan melucuti senjata-senjata mereka. Teknologi dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk membuat bom masih ada. Apabila suatu peperangan biasa terjadi, selalu ada kemungkinan perang itu akan meningkat kepada keadaan yang akan membuat senjata nuklir diproduksi kembali dan—digunakan.

      Hans Bethe, salah seorang ahli fisika yang bekerja untuk mengembangkan bom atom yang pertama, baru-baru ini mengatakan, ”Kami mengira kami dapat mengendalikan jin itu. Ia tidak mau masuk kembali ke dalam botol, tetapi ada alasan-alasan yang masuk akal untuk berpikir bahwa kami dapat memasukkannya. Sekarang saya tahu bahwa hal itu hanya khayalan.”

      [Gambar di hlm. 7]

      Beberapa orang berpendapat bahwa membela diri terhadap serangan nuklir lebih unggul daripada membalas setelah diserang

  • Akhir bagi Senjata Nuklir—Bagaimana?
    Sedarlah!—1988 (No. 26) | Sedarlah!—1988 (No. 26)
    • Akhir bagi Senjata Nuklir—Bagaimana?

      KITA berada dalam jaman kecemasan. Perkawinan antara ilmu pengetahuan dan peperangan telah menghasilkan ribuan senjata dengan kekuatan yang menghancurkan yang tidak dapat dibayangkan, pembunuh yang tidak pandang bulu yang memiliki kemampuan untuk membinasakan umat manusia.

      Bahwa manusia begitu rela membantai sesamanya patut dikuatirkan. Namun, kecenderungan manusia untuk membunuh diperlihatkan hampir sejak permulaan. Alkitab memberitahu, ”Ketika mereka ada di padang, tiba-tiba Kain memukul Habel, adiknya itu, lalu membunuh dia.” (Kejadian 4:8) Sejak itu manusia terus membunuh sesamanya. Dan meskipun benar bahwa sejak 1945 manusia telah mengendalikan tangannya untuk tidak menggunakan senjata nuklir dalam peperangan, abad kita tetap abad yang paling penuh pembunuhan dalam sejarah. Jelas, problemnya bukan senjata itu sendiri.

      Penyebab dan Obatnya

      Beberapa sarjana merasa bahwa karena manusia yang melakukan peperangan, penyebabnya harus ditemukan pada sifat dasar manusia itu sendiri. Menurut pandangan ini, manusia melakukan peperangan karena sifat mementingkan diri, kebodohan, dan dorongan hati yang disalaharahkan. Resepnya bervariasi, tetapi banyak orang merasa bahwa perdamaian dapat terwujud hanya melalui perubahan pandangan dan tingkah laku manusia itu sendiri.

      Yang lain mengatakan bahwa karena peperangan adalah pertempuran antar bangsa, penyebab peperangan terletak pada struktur sistem politik internasional. Karena tiap negara yang berdaulat bertindak berdasarkan ambisi dan keinginannya sendiri, konflik tidak dapat dielakkan. Karena tidak ada cara yang dapat diandalkan dan konsisten untuk mempersatukan perbedaan, maka peperangan terjadi.

      Dalam analisanya mengenai penyebab perang, sarjana Kenneth Waltz mendapati bahwa ”satu pemerintahan sedunia adalah obat untuk perang dunia”. Tetapi ia menambahkan, ”Walaupun mungkin tidak dapat dibantah menurut logika, obatnya tidak bisa didapatkan dalam praktik.” Yang lain setuju. Pengarang Ben Bova menyatakan dalam majalah Omni, ”Bangsa-bangsa harus bersatu menjadi satu pemerintahan tunggal yang dapat mengendalikan persenjataan dan mencegah peperangan.” Tetapi, ia juga mengatakan, ”Kebanyakan orang menganggap pemerintahan dunia seperti itu sebagai sesuatu yang hampir tidak mungkin terwujud, sebuah mimpi fiksi ilmiah yang tidak pernah akan terwujud.” Kegagalan Perserikatan Bangsa-Bangsa menggarisbawahi kesimpulan yang suram ini. Bangsa-bangsa tidak mau menyerahkan kedaulatan mereka kepada organisasi itu ataupun organisasi lain manapun!

      Pemerintahan Dunia—Suatu Kenyataan!

      Namun, Alkitab meyakinkan kita bahwa Allah sendiri bermaksud untuk mendirikan suatu pemerintahan sedunia yang nyata. Jutaan orang tanpa menyadari mendoakan pemerintahan ini ketika mengucapkan Doa Bapa Kami, ”Datanglah KerajaanMu, jadilah kehendakMu di bumi seperti di sorga.” (Matius 6:10) Kepala atau pemimpin pemerintahan Kerajaan itu adalah Raja Damai, Yesus Kristus. Alkitab menjanjikan sehubungan dengan pemerintahan itu, ”Kerajaan itu akan meremukkan segala kerajaan [atau pemerintahan manusia] dan menghabisinya.”—Daniel 2:44.

      Pemerintahan dunia ini akan memberikan perdamaian dan keamanan yang sejati, bukan melalui pencegahan nuklir maupun sistem senjata pertahanan teknologi tinggi yang canggih atau perjanjian politik yang goyah. Mazmur 46:10 menubuatkan bahwa Allah Yehuwa ”menghentikan peperangan sampai ke ujung bumi, yang . . . mematahkan busur panah, menumpulkan tombak, membakar kereta-kereta perang dengan api!” Ini berarti penghancuran semua senjata, termasuk perlengkapan nuklir.

      Tetapi bagaimana dengan sifat dasar manusia itu sendiri yang suka berperang? Di bawah pemerintahan Allah di surga, penduduk bumi ”akan menempa pedang-pedangnya menjadi mata bajak dan tombak-tombaknya menjadi pisau pemangkas; bangsa tidak akan lagi mengangkat pedang terhadap bangsa dan mereka tidak akan lagi belajar perang”. (Yesaya 2:4) Tiga juta orang dewasa ini sudah hidup sesuai dengan ayat Alkitab ini. Mereka adalah Saksi-Saksi Yehuwa.

      Saksi-Saksi ini tinggal di 200 negeri lebih dan berasal dari banyak suku bangsa. Sebelum menjadi orang Kristen sejati, ada di antara mereka yang suka berperang, mungkin bahkan kejam. Tetapi sebagai hasil pengenalan akan Allah, mereka sekarang menolak untuk mengangkat senjata melawan sesamanya atau orang lain. Kenetralan mereka dalam pertikaian politik merupakan catatan sejarah. Pendirian Saksi-Saksi Yehuwa yang penuh damai yang diambil secara internasional telah membuktikan fakta bahwa suatu dunia yang bebas dari perang dan senjata nuklir dapat diwujudkan.

      Jutaan orang yang hidup dewasa ini dilahirkan dalam zaman nuklir dan diperkirakan akan mati dalam zaman itu—jika mereka tidak mati karenanya. Saksi-Saksi Yehuwa tidak mempunyai harapan yang suram itu. Kepercayaan mereka diberikan sepenuhnya kepada Kerajaan dan Allah mereka, Yehuwa, ”sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil”.—Lukas 1:37.

      [Gambar di hlm. 9]

      Alkitab menubuatkan bahwa Allahlah yang akan menghapuskan senjata-senjata perang

      [Gambar di hlm. 10]

      Di bawah pemerintahan surgawi Allah, bumi akan bebas dari perang dan senjata-senjata yang menghancurkan

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan