PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Kecintaan Kita akan Kebun
    Sedarlah!—1997 | 8 April
    • Kecintaan Kita akan Kebun

      APAKAH Anda menyukai ketenteraman dari kebun yang indah sebagai tempat yang jauh dari kebisingan dan kehidupan yang serba tergesa-gesa? Apakah taman-taman yang tenang dengan padang rumput, bunga, pohon yang rindang, dan kolam merupakan lingkungan yang Anda pilih untuk berpiknik bersama keluarga atau berjalan-jalan dengan seorang sahabat? Ya, kebun memang suatu tempat yang menenteramkan, menyegarkan, penuh damai, dan bahkan bersifat terapeutik!

      Meskipun beberapa orang mungkin tidak suka berkebun, mungkin karena tidak ada waktu, kita semua menyenangi warna-warni, aroma, suara, dan buah-buahan yang ada di kebun. Thomas Jefferson​—seorang arsitek, ilmuwan, pengacara, penemu, dan presiden AS​—mencintai kebun. Ia menulis, ”Bagi saya tidak ada pekerjaan yang sedemikian menyenangkan selain menggarap tanah. . . . Saya masih setia kepada kebun. Tetapi meskipun saya sudah lanjut usia, saya masih seorang tukang kebun muda.”

      Banyak orang sependapat dengan Thomas Jefferson. Setiap tahun jutaan pengunjung berbondong-bondong ke kebun-kebun yang terkenal di dunia​—Kebun Kew (Kebun Raya Kerajaan), di Inggris; kebun-kebun di Kyoto, Jepang; kebun-kebun dari Istana Versailles, di Prancis; Kebun Longwood, di Pennsylvania, AS; itu baru beberapa dari antaranya. Banyak negeri juga memiliki daerah-daerah perkotaan dengan rumah-rumah, yang berderetan di sepanjang jalan dengan pepohonan di kiri kanan, dikelilingi semak-semak, pohon, dan bunga berwarna-warni​—seperti firdaus miniatur.

      Kebun Dapat Meningkatkan Kesehatan

      Menurut pengamatan, apabila manusia menjalin hubungan dengan alam, kesehatan mereka dapat menjadi lebih baik, meskipun itu sekadar melihat bunga, pohon, semak-semak, dan burung dari balik jendela. Itulah sebabnya sebuah rumah sakit di New York City memelihara kebun di atapnya. Menurut seorang pegawai rumah sakit, kebun itu ”mendapat sambutan yang fantastis”. ”Kebun itu menjadi pendorong moral bagi pasien maupun staf. . . . Kami menyadari bahwa ada banyak kemungkinan terapeutiknya.” Memang, penelitian-penelitian memperlihatkan bahwa orang-orang bisa mendapat manfaat secara fisik, mental, dan emosi apabila mereka memuaskan indra mereka dengan alam.

      Lagi pula, seseorang yang memiliki kecenderungan rohani akan merasa lebih dekat dengan Allah apabila sedang berada di antara pekerjaan tangan-Nya. Aspek kebun ini dapat ditelusuri hingga ke kebun yang paling pertama di bumi, Taman Eden, tempat Allah pertama kali berkomunikasi dengan manusia.​—Kejadian 2:15-17; 3:8.

      Kecintaan akan kebun bersifat universal. Dan sebagaimana akan kita lihat, fakta ini sangat penting. Namun, sebelum kita membahas aspek ini, kami mengundang Anda untuk ”menyusuri” beberapa kebun sepanjang sejarah guna melihat seberapa besar sebenarnya kerinduan akan Firdaus terdapat dalam hati semua orang.

  • Meninjau Beberapa Kebun yang Terkenal
    Sedarlah!—1997 | 8 April
    • Meninjau Beberapa Kebun yang Terkenal

      PENGALAMAN manusia dengan Firdaus bermula di sebuah taman yang terletak di sebuah daerah yang disebut Eden, kemungkinan dekat Danau Oven, di Turki yang sekarang. Sebuah sungai yang bercabang menjadi empat sungai mengairi taman itu bagi Adam dan Hawa, yang diperintahkan ”untuk mengusahakan dan memelihara taman itu”. Alangkah menyenangkan untuk mengurus sebuah taman yang di dalamnya ”berbagai-bagai pohon dari bumi, yang menarik dan yang baik untuk dimakan buahnya” berlimpah!​—Kejadian 2:8-15.

      Eden adalah rumah yang sempurna. Adam dan Hawa serta keturunan mereka diperintahkan untuk memperluas batas-batasnya, tidak diragukan dengan menggunakan model berupa rancangan asli yang anggun dari Allah. Nantinya, seluruh bumi akan menjadi firdaus yang akan dihuni oleh manusia dalam jumlah sepadan. Tetapi karena orang-tua kita yang pertama dengan sengaja tidak taat, mereka diusir dari cagar ini. Sungguh menyedihkan, semua anggota lainnya dari keluarga manusia dilahirkan di luar rumah di Eden ini.

      Meskipun demikian, Pencipta merancang umat manusia untuk tinggal di Firdaus. Jadi adalah wajar bila keturunan-keturunan mendatang berupaya membuat lingkungan yang menyerupai Firdaus.

      Kebun-Kebun Pada Masa Awal

      Taman-taman Gantung di Babilon diakui sebagai salah satu keajaiban dunia zaman purba. Ini dibangun oleh Raja Nebukadnezar lebih dari 2.500 tahun yang lalu untuk istrinya yang berasal dari Media yang merindukan hutan dan bukit di kampung halamannya. Bangunan berundak-undak setinggi 22 meter berbentuk kubah melengkung ini, semuanya sarat dengan tanaman, memiliki cukup banyak tanah untuk menumbuhkan pohon-pohon besar. Ratu yang rindu kampung halamannya agaknya terhibur seraya ia menyusuri daerah berteras yang mirip Eden ini.

      Kebun lanskap merupakan ciri yang menonjol di Lembah Nil yang subur di Mesir. ”Mesir,” demikian kata The Oxford Companion to Gardens, ”adalah sumber dari gambaran kebun yang tertua di dunia dan di sinilah lokasi dari berabad-abad . . . tradisi berkebun.” Rancangan lanskap sebuah kebun milik seorang petinggi Mesir di Thebes, yang berasal dari tahun 1400 SM, memperlihatkan kolam-kolam, jalan-jalan dengan pepohonan di kiri kanan, dan paviliun-paviliun. Selain kebun kerajaan, kebun kuil adalah yang paling mewah, dengan pohon, bunga, dan tanaman yang diairi saluran-saluran air dari kolam dan danau yang penuh dengan burung air, ikan, dan bunga teratai.​—Bandingkan Keluaran 7:19.

      Orang-orang Persia juga terkenal dalam hal berkebun. Kebun-kebun Persia dan Mesir begitu menawan sehingga sewaktu bala tentara Iskandar Agung yang berjaya kembali ke Yunani pada abad keempat SM, mereka pulang dengan membawa berlimpah benih, tanaman, dan gagasan. Di Athena, Aristoteles dan muridnya Theophrastus mengumpulkan flora dalam jumlah yang terus bertambah dan mendirikan sebuah kebun raya, untuk mempelajari dan mengklasifikasikan tanaman-tanaman. Banyak orang Yunani yang kaya, seperti pendahulu mereka orang Mesir dan Persia, memiliki kebun-kebun yang mewah.

      Penghuni kota Roma memadukan antara rumah dan kebun di lahan yang terbatas di dalam kota. Orang-orang kaya menciptakan taman-taman yang spektakuler dan menyenangkan di vila-vila mereka di daerah pedesaan. Bahkan Nero yang lalim ingin memiliki Eden sendiri, jadi ia dengan kejam mengusir ratusan keluarga, menghancurkan rumah mereka, dan menciptakan sebuah taman pribadi seluas 50 hektar di sekeliling istananya. Belakangan, kira-kira pada tahun 138 M, di vila Kaisar Hadrian di Tivoli, lanskap Romawi mencapai puncaknya. Vila tersebut memiliki taman, kolam, danau, dan air mancur di tanah seluas 243 hektar.

      Orang-orang Israel purba juga memiliki kebun dan taman. Sejarawan bangsa Yahudi Josefus menulis tentang taman-taman yang menyenangkan yang berlimpah dengan aliran air di sebuah tempat bernama Etam, kira-kira 13 hingga 16 kilometer dari Yerusalem. Taman-taman di Etam kemungkinan termasuk ’kebun-kebun, taman-taman, kolam-kolam, dan pohon-pohon’ yang Alkitab katakan ’dibuat Salomo bagi dirinya’. (Pengkhotbah 2:5, 6) Persis di luar Yerusalem di atas Gunung Zaitun terletak Taman Getsemani, yang menjadi terkenal karena Yesus Kristus. Di sini, Yesus menemukan tempat yang aman untuk mengajar murid-muridnya secara senyap.​—Matius 26:36; Yohanes 18:1, 2.

      Dari Kebun Arab Hingga Kebun Inggris

      Sewaktu pasukan Arab menyebar ke timur dan ke barat pada abad ketujuh M, mereka, seperti Iskandar, melintasi kebun-kebun Persia. (Bandingkan Ester 1:5.) ”Orang-orang Arab,” demikian tulis Howard Loxton, ”mendapati kebun-kebun Persia sangat mirip dengan Firdaus yang dijanjikan di dalam Quran kepada orang-orang yang setia.” Seperti modelnya di Persia, kebun Arab yang khas, dari dataran Spanyol yang gersang hingga Kashmir, dibagi menjadi empat bagian dengan empat aliran air yang bertemu di pusatnya pada sebuah kolam atau air mancur, meniru keempat sungai di Eden.

      Di India sebelah utara, dekat Danau Dal di Lembah Kashmir yang indah, para penguasa Mogul pada abad ke-17 menanami lebih dari 700 kebun yang seperti firdaus. Ini membentuk serangkaian warna yang sangat indah yang dihiasi ratusan air mancur, teras, dan jeram. Di paviliun marmer hitam yang dibangun di tepi Danau Dal oleh Shah Jehan (pembangun Taj Mahal) masih tertera inskripsi berikut, ”Kalau ada firdaus di muka bumi, di sinilah tempatnya, di sinilah tempatnya, di sinilah tempatnya.”

      Beberapa abad sebelumnya, Eropa beralih dari Abad Pertengahan ke Renaisans abad ke-14. Tradisi berkebun Roma, yang terabaikan sewaktu Abad Pertengahan dimulai pada abad kelima Masehi, mulai berkembang lagi​—kali ini di bawah perintah gereja. Susunan Kristen memandang kebun sebagai ’firdaus sementara’. Denah sebuah biara pada abad kesembilan memperlihatkan dua kebun dengan label ”Firdaus”. Kebun-kebun Susunan Kristen segera menjadi semakin besar dan agung, tetapi sebaliknya daripada mencerminkan gagasan rohani, banyak yang menjadi simbol kekuasaan dan kekayaan.

      Sewaktu Charles VIII dari Prancis menaklukkan Napoli, Italia, pada tahun 1495, ia menulis ke rumah, ”Kalian tidak akan mempercayai kebun-kebun indah yang ada di kota ini . . . Tampaknya yang kurang hanyalah Adam dan Hawa agar kebun ini menjadi firdaus di bumi.” Tetapi andaikan Charles hidup hingga abad ke-17, ia akan melihat di tanah Prancis kebun-kebun yang luas milik Raja Louis XIV. Buku The Garden menegaskan bahwa kebun-kebun di Istana Versailles ”masih berhak dinyatakan sebagai yang paling besar dan yang paling agung”.

      Akan tetapi, Renaisans memiliki definisi yang baru untuk firdaus: alam harus tunduk kepada manusia cerdas yang seharusnya menetapkan aturan atas kebun dengan melenyapkan semua sifat liarnya. Semua pohon dan bunga diatur dalam konfigurasi geometri yang tepat. Dengan demikian, topiary Roma masa awal​—seni membentuk pohon dan semak-semak dengan memotong dan mengatur arah pertumbuhannya​—dihidupkan kembali dalam skala yang menakjubkan.

      Kemudian, pada abad ke-18 dan ke-19, eksplorasi maritim dan perdagangan menyingkapkan adanya tanaman dan konsep berkebun yang baru kepada dunia barat. Inggris mulai menonjol dalam perancangan kebun. ”Di Inggris pada abad ke-18,” demikian kata The New Encyclopædia Britannica, ”manusia semakin tanggap akan dunia alam tempat manusia menjadi bagiannya. Sebaliknya daripada menetapkan peraturan geometri yang dibuat manusia atas dunia alam, ia mulai memikirkan untuk menyesuaikan kehidupannya dengan dunia alam.” Tokoh-tokoh seperti William Kent dan Lancelot Brown unggul dalam lanskap. Brown merancang lebih dari dua ratus tanah milik di Inggris. Dua pria yang menjadi presiden Amerika Serikat, Thomas Jefferson dan John Adams, mengadakan tur ke Inggris pada tahun 1786 untuk mempelajari kebun-kebun Inggris.

      Lanskap Timur

      Pengaruh tradisi berkebun Cina bagi kebudayaan Timur sama seperti pengaruh tradisi Mesir, Yunani, dan Roma bagi kebudayaan Barat. Orang-orang Cina pada mulanya mempraktekkan agama animis, yang menganggap sungai, batu, dan gunung sebagai roh-roh yang menjelma, oleh karena itu mereka harus dihormati. Setelah itu, Taoisme, Konfusianisme, dan Buddhisme menyebar ke seluruh negeri dan menghasilkan bentuk kebun mereka sendiri.

      Di seberang Laut Jepang, kebun-kebun Jepang mengembangkan gaya mereka sendiri, yang lebih mementingkan bentuk daripada warna, dan setiap unsur memiliki tempatnya masing-masing. Dalam upaya untuk menampilkan estetika dan keanekaragaman alam di sebidang lahan yang terbatas, tukang kebun menempatkan batu-batunya dengan cermat dan menanam serta mengatur kebunnya dengan sangat teliti. Ini jelas terlihat dari bonsai (berarti ”tanaman pot”), yaitu seni membentuk pohon atau pohon buah miniatur hingga mencapai bentuk dan proporsi yang tepat.

      Meskipun gayanya mungkin berbeda dengan padanannya di Barat, kebun Timur juga mencerminkan kerinduan yang besar akan Firdaus. Misalnya, selama periode Heian di Jepang (794-1185), demikian tulis sejarawan kebun Jepang, Wybe Kuitert, para tukang kebun berupaya menciptakan suasana sebuah ”firdaus di bumi”.

      Cinta yang Universal

      Bahkan di kalangan suku-suku pemburu-pengumpul, yang tinggal di kebun ”alami”​—rimba, hutan, dan padang rumput​—cinta akan kebun bersifat universal. Sehubungan dengan ”Aztek dari Meksiko dan Inka dari Peru”, demikian kata Britannica, ”para penakluk melaporkan adanya kebun-kebun yang rumit dengan bukit berteras, pohon, air mancur, dan kolam sebagai hiasan . . . yang berbeda dengan kebun-kebun kontemporer di Barat”.

      Ya, pohon-pohon purba di sepanjang Sungai Nil, lanskap Timur, taman kota, dan kebun raya​—apa yang mereka singkapkan? Kerinduan umat manusia akan Firdaus. Sewaktu mengomentari ”nostalgia akan Firdaus” yang tak kunjung padam ini. penulis Terry Comito menyatakan, ”Kebun adalah tempat yang di dalamnya manusia merasa nyaman.” Dan manusia mana yang tidak menyenangi kata-kata, ’Rumahku laksana Taman Eden’? Tetapi apakah Eden seluas dunia​—dan bukan hanya untuk orang kaya​—hanyalah suatu impian? Atau apakah itu suatu hal yang pasti di masa depan?

  • Jalan Pulang ke Firdaus
    Sedarlah!—1997 | 8 April
    • Jalan Pulang ke Firdaus

      DITINJAU dari kerinduan manusia akan Firdaus dan upaya-upaya besar maupun kecil untuk menciptakannya kembali, siapa pun mungkin merasa bahwa sekarang seharusnya bumi sudah menjadi firdaus yang sebenarnya. Tetapi kenyataannya tidak.

      Sebaliknya, umat manusia telah memprioritaskan ketamakan, yang sering kali merajalela dengan mengorbankan lingkungan hidup dan keanekaragaman makhluk hidupnya. Karena percaya bahwa kekayaan materi akan menang, banyak orang telah kehilangan semua harapan bahwa bumi ini akan pernah diubah menjadi firdaus seperti Eden. Sebaliknya, mereka berpaling kepada kehidupan di surga setelah meninggal sebagai satu-satunya harapan untuk menikmati Firdaus. Pandangan ini menyiratkan bahwa, pertama, kerinduan kita yang manusiawi akan Eden tidak terpenuhi untuk selamanya, dan, kedua, bahwa Allah telah menelantarkan planet ini karena kebodohan dan ketamakan manusia. Apakah demikian halnya? Apa sebenarnya yang terbentang di masa depan? Dan di manakah masa depan itu akan terwujud?

      Firdaus​—Di Surga atau di Bumi?

      Hampir 2.000 tahun yang lalu, sewaktu berbicara kepada seorang pencuri yang bertobat yang dipantek di sampingnya, Yesus Kristus berkata, ”Engkau akan bersamaku di Firdaus.” (Lukas 23:43) Apakah Yesus memaksudkan bahwa pencuri itu akan pergi ke surga bersamanya? Tidak.

      Sang penjahat bahkan tidak akan memiliki gagasan itu. Mengapa tidak? Karena kemungkinan ia mengenal bagian-bagian dalam Kitab-Kitab Ibrani, yang ada pada zamannya, seperti bagian pertama dari Mazmur 37:29, ”Orang-orang benar akan mewarisi negeri [”bumi”, ”NW”].” Yesus mengajarkan kebenaran yang sama, dengan menyatakan, ”Berbahagialah orang-orang yang berwatak lemah lembut, karena mereka akan mewarisi bumi.” (Matius 5:5) Ayat-ayat ini selaras dengan apa yang biasanya disebut Doa Bapa Kami, yang menyatakan, ”Biarlah kehendakmu terjadi, seperti di surga, demikian pula di atas bumi.”​—Matius 6:9, 10.

      Alkitab mengajarkan bahwa Allah menciptakan bumi, bukan surga, sebagai rumah bagi keluarga manusia. Firman-Nya menyatakan bahwa Ia ”menciptakan [bumi] bukan supaya kosong” tetapi ”membentuknya untuk didiami”. (Yesaya 45:18) Untuk berapa lama? ”[Ia] telah mendasarkan bumi di atas tumpuannya, sehingga takkan goyang untuk seterusnya dan selamanya.” (Mazmur 104:5) Ya, ”bumi tetap ada”.​—Pengkhotbah 1:4.

      Maksud-tujuan Allah adalah agar mayoritas orang-orang yang melayani Dia menjadikan bumi ini rumah mereka untuk selamanya. Perhatikan bagaimana Firman Allah, Alkitab, mengomentari hal ini. Mazmur 37:11 memberi tahu di muka, ”Orang-orang yang rendah hati akan mewarisi negeri [”bumi”, NW] dan bergembira karena kesejahteraan yang berlimpah-limpah.” Untuk berapa lama? Mazmur 37:29 mengatakan, ”Orang-orang benar akan mewarisi negeri dan tinggal di sana senantiasa [”selama-lamanya”, ”NW”].” Pada waktu itu akan tergenap ayat yang menyatakan, ”Engkau [Allah] yang membuka tangan-Mu dan yang berkenan mengenyangkan [”memuaskan keinginan”, NW] segala yang hidup,” yakni, keinginan yang selaras dengan kehendak Allah.​—Mazmur 145:16.

      Bagaimana dengan orang-orang yang tidak memiliki keinginan untuk melakukan kehendak Allah? Amsal 2:21, 22 menyatakan, ”Orang jujurlah akan mendiami tanah [”bumi”, NW], dan orang yang tak bercelalah yang akan tetap tinggal di situ, tetapi orang fasik akan dipunahkan dari tanah itu, dan pengkhianat akan dibuang dari situ.”

      Firdaus Dipulihkan

      Tak lama lagi, penghakiman Allah akan dilaksanakan atas dunia yang fasik ini. (Matius 24:3-14; 2 Timotius 3:1-5, 13) Tetapi Allah akan melindungi ”suatu kumpulan besar” orang melampaui kebinasaan yang akan datang itu dan masuk ke dalam dunia baru yang dijadikan-Nya.​—Penyingkapan 7:9-17.

      Pada waktu itu, Allah akan mengawasi tugas yang penuh sukacita yang rakyat manusia-Nya akan laksanakan yakni mengubah seluruh bumi menjadi rumah firdaus bagi umat manusia. Alkitab berjanji, ”Padang gurun dan padang kering akan bergirang, padang belantara akan bersorak-sorak dan berbunga; . . . sebab mata air memancar di padang gurun, dan sungai di padang belantara.”​—Yesaya 35:1, 6.

      Dalam Firdaus yang terus berkembang itu, tidak akan ada lagi kelaparan, kemiskinan, daerah kumuh, tunawisma, atau daerah yang penuh kejahatan. ”Biarlah tanaman gandum berlimpah-limpah di negeri [”bumi”, NW].” (Mazmur 72:16) ”Pohon-pohon di ladang akan memberi buahnya dan tanah itu akan memberi hasilnya.” (Yehezkiel 34:27) ”Mereka akan mendirikan rumah-rumah dan mendiaminya juga; mereka akan menanami kebun-kebun anggur dan memakan buahnya juga. Mereka tidak akan mendirikan sesuatu, supaya orang lain mendiaminya, dan mereka tidak akan menanam sesuatu, supaya orang lain memakan buahnya.” (Yesaya 65:21, 22) ”Mereka masing-masing akan duduk di bawah pohon anggurnya dan di bawah pohon aranya dengan tidak ada yang mengejutkan.”—Mikha 4:4.

      Mengapa Beberapa Orang Pergi ke Surga

      Kebanyakan orang mengakui bahwa mereka memiliki kerinduan yang besar akan firdaus di bumi. Ini wajar, karena Allah tidak pernah menanamkan dalam diri mereka kerinduan akan surga; mereka bahkan tidak dapat membayangkan seperti apa kehidupan di surga itu. Misalnya, dalam percakapannya dengan rohaniwan Gereja Inggrisnya, Pat, meskipun ia seorang anggota gereja yang setia, mengatakan, ”Saya tidak pernah memikirkan untuk pergi ke surga. Saya tidak ingin pergi, lagi pula apa yang akan saya lakukan di sana?”​—Bandingkan Mazmur 115:16.

      Memang, Alkitab mengajarkan bahwa ada sejumlah manusia, 144.000, yang pergi ke surga. (Penyingkapan 14:1, 4) Alkitab juga menjelaskan alasannya, ”Engkau menjadikan mereka suatu kerajaan dan imam-imam bagi Allah kita, dan mereka akan berkuasa sebagai raja-raja atas bumi.” (Penyingkapan 5:9, 10) Bersama dengan raja mereka, Yesus Kristus, orang-orang ini membentuk ”kerajaan”, pemerintahan surgawi yang baru atas bumi, yang orang-orang Kristen doakan. Pemerintahan ini akan mengawasi rehabilitasi atas bumi dan umat manusia secara keseluruhan.​—Daniel 2:44; 2 Petrus 3:13.

      Akan tetapi, karena hasrat untuk tinggal di surga tidak ada dalam diri manusia secara alami, kegiatan yang unik dari roh Yehuwa ”memberikan kesaksian” kepada ke-144.000 itu sehingga mereka merasakan ”panggilan ke atas” yang khusus ini. (Roma 8:16, 17; Filipi 3:14) Namun, jelaslah bahwa kegiatan roh kudus semacam itu tidak dibutuhkan oleh umat manusia pada umumnya karena rumah kekal mereka adalah di bumi firdaus.

      Suatu Firdaus Rohani Mempersiapkan Jalannya

      Bagaimana seseorang memenuhi syarat untuk hidup kekal dalam Firdaus di bumi? ”Ini berarti kehidupan abadi,” kata Yesus, ”bahwa mereka terus memperoleh pengetahuan mengenai dirimu, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenai pribadi yang engkau utus, Yesus Kristus.” (Yohanes 17:3) Mengaitkan hubungan manusia yang penuh damai dengan pengetahuan akan Allah, Yesaya 11:9 menyatakan, ”Tidak ada yang akan berbuat jahat atau yang berlaku busuk di seluruh gunung-Ku yang kudus, sebab seluruh bumi penuh dengan pengenalan akan TUHAN, seperti air laut yang menutupi dasarnya.”​—Bandingkan Yesaya 48:18.

      Tentu saja, pengetahuan ini bukan sekadar di kepala. Ini mempengaruhi kepribadian seseorang dan memupuk sifat-sifat yang saleh, seperti ”kasih, sukacita, kedamaian, panjang sabar, kebaikan hati, kebaikan, iman, kelemahlembutan, pengendalian diri”. (Galatia 5:22, 23) Saksi-Saksi Yehuwa berupaya keras untuk memupuk sifat-sifat ini, dan dengan demikian, bahkan sekarang, mereka diberkati dengan suatu firdaus rohani yang menyehatkan.​—Yesaya 65:13, 14.

      Alangkah kontrasnya keadaan rohani mereka dengan keadaan rohani dunia, yang semakin terbenam dalam ketidaksalehan dan korupsi! Akan tetapi, segera dunia fasik ini akan dibinasakan oleh Allah. Sementara itu, Saksi-Saksi Yehuwa mengundang Anda untuk mengunjungi—ya, menilik—firdaus rohani yang mereka nikmati. Lihatlah sendiri bagaimana sekarang juga Yesus, Raja surgawi yang tidak kelihatan, dengan senyap menuntun para calon penduduk dunia baru itu di sepanjang jalan sempit menuju Firdaus di bumi dan kehidupan kekal!​—Matius 7:13, 14; Penyingkapan 7:17; 21:3, 4.

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan