-
”Datanglah ke Makedonia””Memberikan Kesaksian yang Saksama tentang Kerajaan Allah”
-
-
PASAL 16
”Datanglah ke Makedonia”
Berkat diperoleh jika kita mau menerima tugas dan menghadapi penganiayaan dengan bersukacita
Berdasarkan Kisah 16:6-40
1-3. (a) Bagaimana Paulus dan rekan-rekannya mendapat arahan kuasa kudus? (b) Peristiwa apa saja yang akan kita bahas?
SEKELOMPOK wanita meninggalkan kota Filipi di Makedonia. Tidak lama kemudian, mereka tiba di sungai kecil bernama Gangites. Seperti biasanya, mereka duduk di tepi sungai untuk berdoa kepada Allah Israel. Yehuwa mengamati mereka.—2 Taw. 16:9; Mz. 65:2.
2 Sementara itu, lebih dari 800 kilometer di sebelah timur Filipi, sekelompok pria meninggalkan kota Listra di selatan Galatia. Beberapa hari kemudian, mereka tiba di jalan raya yang mengarah ke barat menuju wilayah yang paling padat penduduknya di distrik Asia. Pria-pria ini—Paulus, Silas, dan Timotius—sudah tidak sabar untuk menjejaki jalan itu guna mengunjungi Efesus dan kota-kota lain tempat ribuan orang perlu mendengar berita tentang Kristus. Namun, sebelum mereka memulai perjalanan tersebut, kuasa kudus melarang mereka, tetapi caranya tidak diceritakan. Mereka tidak diperbolehkan mengabar di Asia. Mengapa? Yesus—melalui kuasa kudus Allah—ingin membimbing rombongan Paulus melintasi wilayah Asia Kecil, menyeberangi Laut Aegea, dan terus ke tepi sungai kecil bernama Gangites itu.
3 Caranya Yesus membimbing Paulus dan rekan-rekannya dalam perjalanan yang luar biasa ke Makedonia itu mengandung pelajaran berharga bagi kita sekarang. Karena itu, mari kita tinjau beberapa peristiwa yang terjadi selama perjalanan utusan injil Paulus yang kedua, yang dimulai sekitar tahun 49 M.
”Allah Telah Memanggil Kami” (Kis. 16:6-15)
4, 5. (a) Apa yang terjadi dengan rombongan Paulus di dekat Bitinia? (b) Apa yang diputuskan para murid, dan apa hasilnya?
4 Karena tidak diperbolehkan mengabar di Asia, Paulus dan rekan-rekannya berbelok ke utara untuk mengabar di kota-kota di Bitinia. Untuk ke sana, mereka mungkin sudah berjalan selama berhari-hari melewati jalan tanah melalui daerah-daerah yang jarang penduduknya di Frigia dan Galatia. Akan tetapi, saat mereka hampir tiba di Bitinia, Yesus sekali lagi menggunakan kuasa kudus untuk menghalangi mereka. (Kis. 16:6, 7) Pria-pria tersebut kini pasti merasa bingung. Mereka tahu apa yang harus dikabarkan dan bagaimana caranya mengabar, tetapi mereka tidak tahu di mana mereka harus mengabar. Mereka seolah-olah mengetuk pintu menuju Asia—tetapi tidak diperbolehkan masuk. Mereka mengetuk pintu menuju Bitinia—lagi-lagi tidak dibukakan. Namun, Paulus bertekad untuk terus mengetuk sampai dia menemukan pintu yang akan terbuka. Lalu, mereka mengambil keputusan yang mungkin tampaknya tidak masuk akal. Mereka berbelok ke barat dan berjalan sejauh 550 kilometer, tanpa singgah di kota-kota hingga mereka tiba di pelabuhan Troas, pintu gerbang untuk ke Makedonia. (Kis. 16:8) Di sana, untuk ketiga kalinya, Paulus mengetuk, dan—ya!—pintu pun terbuka lebar.
5 Sang penulis Injil Lukas, yang bergabung dengan rombongan Paulus di Troas, melaporkan apa yang terjadi, ”Malam itu, Paulus mendapat penglihatan: Ada seorang Makedonia yang berdiri sambil memohon, ’Datanglah ke Makedonia dan tolong kami.’ Segera setelah dia mendapat penglihatan itu, kami berusaha untuk pergi ke Makedonia, karena menyimpulkan bahwa Allah telah memanggil kami untuk menyampaikan kabar baik kepada mereka.”a (Kis. 16:9, 10) Akhirnya, Paulus tahu di mana mereka harus mengabar. Paulus tentu sangat gembira karena dia tidak menyerah di tengah jalan! Segera, keempat pria itu berlayar ke Makedonia.
”Maka dari Troas, kami berlayar.”—Kisah 16:11
6, 7. (a) Pelajaran apa yang bisa kita tarik dari catatan tentang perjalanan Paulus? (b) Dari pengalaman Paulus, kita bisa yakin akan hal apa?
6 Pelajaran apa yang bisa kita tarik dari catatan itu? Perhatikan: Hanya setelah Paulus berangkat ke Asia barulah kuasa kudus Allah campur tangan, hanya setelah Paulus berjalan ke Bitinia barulah Yesus turun tangan, dan hanya setelah Paulus sampai di Troas barulah Yesus mengarahkan dia ke Makedonia. Sebagai Kepala sidang, Yesus bisa jadi membimbing kita dengan cara serupa. (Kol. 1:18) Misalnya, kita mungkin telah mempertimbangkan selama beberapa waktu untuk merintis atau pindah ke sebuah daerah yang lebih membutuhkan penyiar Kerajaan. Akan tetapi, bisa jadi hanya setelah kita mengambil langkah-langkah pasti untuk mencapai tujuan itu barulah Yesus membimbing kita melalui kuasa kudus Allah. Mengapa? Pikirkan contoh ini: Seorang pengemudi baru bisa membelokkan mobilnya ke kiri atau kanan hanya jika mobil itu bergerak. Demikian pula, Yesus akan membimbing kita untuk memperluas pelayanan hanya jika kita bergerak—jika kita mengerahkan upaya nyata untuk melakukannya.
7 Namun, bagaimana jika upaya kita tidak langsung membuahkan hasil? Apakah kita menyerah saja, karena mengira kuasa kudus Allah tidak membimbing kita? Jangan. Ingatlah, Paulus juga menghadapi berbagai halangan. Tetapi, dia terus mencari sampai dia menemukan pintu yang terbuka. Kita bisa yakin bahwa ketekunan kita dalam mencari ”pintu besar yang terbuka . . . untuk melayani” juga akan diberkati.—1 Kor. 16:9, catatan kaki.
8. (a) Gambarkan seperti apa kota Filipi. (b) Hal menyukacitakan apa yang dihasilkan dari pengabaran Paulus di sebuah ”tempat berdoa”?
8 Setelah tiba di distrik Makedonia, rombongan Paulus menuju Filipi—kota yang penduduknya bangga sebagai warga negara Romawi. Bagi para pensiunan prajurit Romawi yang tinggal di sana, koloni di Filipi bagaikan kota Roma kecil di Makedonia. Di luar gerbang kota, di tepi sebuah sungai kecil, para utusan injil itu menemukan suatu kawasan. Di sana, menurut dugaan mereka, terdapat ”tempat berdoa”.b Pada hari Sabat, mereka pergi ke tempat itu dan berjumpa dengan beberapa wanita yang berkumpul untuk beribadah kepada Allah. Para murid duduk dan berbicara kepada wanita-wanita itu. Seorang wanita bernama Lidia ”mendengarkan [mereka], dan Yehuwa membuka hati Lidia lebar-lebar”. Lidia sangat tergugah oleh apa yang dia pelajari dari para utusan injil itu sehingga dia dan rumah tangganya dibaptis. Kemudian, dia mendesak Paulus dan rekan-rekan seperjalanannya untuk datang dan tinggal di rumahnya.c—Kis. 16:13-15.
9. Bagaimana banyak orang sekarang telah meniru teladan Paulus, dan apa berkatnya?
9 Bayangkan sukacita yang dihasilkan karena pembaptisan Lidia! Alangkah gembiranya Paulus karena dia menerima undangan untuk ’datang ke Makedonia’ dan karena Yehuwa berkenan menggunakan dia beserta rekan-rekannya untuk menjawab doa para wanita yang takut akan Allah tersebut! Sekarang, banyak saudara dan saudari—tua dan muda, lajang atau sudah menikah—juga pindah ke daerah yang lebih membutuhkan penyiar Kerajaan. Memang, ada kesulitan yang mereka hadapi, tetapi semua itu menjadi tidak seberapa dibandingkan dengan kepuasan yang mereka rasakan sewaktu menemukan orang-orang seperti Lidia, yang menyambut kebenaran Alkitab. Dapatkah Saudara membuat penyesuaian sehingga dapat pindah ke daerah yang lebih membutuhkan? Berkat-berkat menanti Saudara. Sebagai contoh, perhatikan Aaron, seorang saudara berusia 20-an yang pindah ke sebuah negeri di Amerika Tengah. Mewakili perasaan banyak orang yang seperti dia, dia mengatakan, ”Melayani di negeri lain telah membantu saya bertumbuh secara rohani dan semakin mendekat kepada Yehuwa. Dan, dinas pengabarannya enak sekali—saya punya delapan PAR!”
Bagaimana sekarang ini kita bisa ’datang ke Makedonia’?
”Kumpulan Orang . . . Menentang Mereka” (Kis. 16:16-24)
10. Bagaimana roh-roh jahat terlibat dalam tentangan yang timbul atas Paulus dan rekan-rekannya?
10 Setan tentu marah besar melihat kabar baik mulai bertumbuh di daerah kekuasaan dia dan roh-roh jahat lainnya. Maka, tidak mengherankan bahwa roh-roh jahat terlibat dalam tentangan yang timbul atas Paulus dan rekan-rekannya! Seraya mereka terus mengunjungi tempat berdoa itu, seorang hamba perempuan yang kesurupan roh jahat, yang menghasilkan uang bagi para majikannya dengan meramal, terus membuntuti rombongan Paulus sambil berteriak, ”Orang-orang ini adalah hamba Allah Yang Mahatinggi, dan mereka memberitakan jalan keselamatan kepada kalian.” Roh jahat tersebut mungkin menyebabkan gadis itu meneriakkan kata-kata tersebut agar ramalannya tampak seperti berasal dari sumber yang sama dengan ajaran Paulus. Dengan demikian, perhatian para pengamat bisa teralihkan dari pengikut Kristus yang sejati. Tetapi, Paulus membungkam gadis itu dengan mengusir roh jahatnya.—Kis. 16:16-18.
11. Setelah roh jahat diusir dari gadis itu, apa yang terjadi dengan Paulus dan Silas?
11 Sewaktu para majikan gadis itu tahu bahwa sumber uang mereka telah lenyap, mereka pun murka. Mereka menyeret Paulus dan Silas ke pasar, tempat bersidangnya para pejabat pengadilan, yang mewakili pemerintah Romawi. Para majikan itu membangkitkan prasangka dan rasa patriotisme para hakim. Pada intinya mereka mengatakan, ’Orang-orang Yahudi ini menimbulkan keresahan dengan mengajarkan kebiasaan-kebiasaan yang tidak dapat diterima oleh kita orang Romawi.’ Kata-kata mereka langsung menimbulkan reaksi. ”Kumpulan orang [di pasar itu] juga menentang mereka [Paulus dan Silas]”, dan para pejabat pengadilan memberi perintah agar ”mereka dipukuli dengan tongkat”. Setelah itu, Paulus dan Silas dibawa paksa ke penjara. Sang penjaga penjara melemparkan kedua pria yang babak belur itu ke penjara bagian dalam lalu memasung kaki mereka. (Kis. 16:19-24) Begitu sang penjaga menutup pintu, kegelapan yang pekat menyebabkan Paulus dan Silas nyaris tidak bisa saling melihat. Namun, Yehuwa memperhatikan.—Mz. 139:12.
12. (a) Bagaimana pandangan murid-murid Kristus tentang penganiayaan, dan mengapa? (b) Bentuk tentangan apa saja yang masih digunakan oleh Setan dan antek-anteknya?
12 Beberapa tahun sebelumnya, Yesus memberi tahu para pengikutnya, ”Mereka akan menganiaya kalian.” (Yoh. 15:20) Maka, sewaktu rombongan Paulus melangkah ke Makedonia, mereka siap menghadapi tentangan. Ketika penganiayaan menimpa, mereka memandangnya bukan sebagai tanda ketidaksenangan Yehuwa, melainkan sebagai ungkapan kemarahan Setan. Sekarang, orang-orang yang ada di bawah pengaruh Setan masih menggunakan metode yang sama seperti di Filipi. Para penentang yang licik menyalahgambarkan kita di sekolah dan di tempat kerja, untuk mengobarkan tentangan. Di beberapa negeri, penentang dari kalangan agama menuduh kita di pengadilan. Pada intinya mereka mengatakan, ’Saksi-Saksi ini menimbulkan keresahan dengan mengajarkan kebiasaan-kebiasaan yang tidak dapat diterima oleh kita yang menganut ajaran turun-temurun.’ Di beberapa tempat, rekan-rekan seiman kita dipukuli dan dijebloskan ke penjara. Namun, Yehuwa memperhatikan.—1 Ptr. 3:12.
”Dibaptis Tanpa Menunda-nunda” (Kis. 16:25-34)
13. Apa yang menyebabkan sang penjaga bertanya, ”Apa yang harus saya lakukan supaya diselamatkan?”
13 Paulus dan Silas tentu membutuhkan waktu untuk pulih dan menenangkan diri dari kekerasan yang mereka alami pada hari itu. Akan tetapi, pada tengah malam, mereka sudah cukup pulih sehingga dapat ”berdoa dan bernyanyi memuji Allah”. Lalu, tiba-tiba, gempa bumi mengguncang penjara itu! Penjaga penjara terbangun, melihat pintu-pintu terbuka, dan takut kalau-kalau para tahanan telah melarikan diri. Membayangkan bahwa dia akan dihukum karena membiarkan mereka lolos, dia ”mencabut pedangnya dan hampir bunuh diri”. Tetapi, Paulus berseru, ”Jangan bunuh diri! Kami semua ada di sini!” Penjaga yang bersusah hati itu bertanya, ”Bapak-bapak, apa yang harus saya lakukan supaya diselamatkan?” Paulus dan Silas tidak bisa menyelamatkan dia; hanya Yesus yang bisa. Maka, mereka menjawab, ”Percayalah kepada Tuan Yesus, supaya kamu dan rumah tanggamu diselamatkan.”—Kis. 16:25-31.
14. (a) Bantuan apa yang Paulus dan Silas berikan kepada sang penjaga? (b) Berkat apa yang diterima Paulus dan Silas karena menghadapi penganiayaan dengan bersukacita?
14 Apakah pertanyaan tersebut tulus? Paulus tidak meragukan kesungguhan hati orang tersebut. Sang penjaga penjara bukan orang Yahudi, sehingga tidak mengenal Kitab Suci. Sebelum bisa menjadi Kristen, dia perlu belajar dan mempercayai kebenaran dasar Alkitab. Maka, Paulus dan Silas menyediakan waktu untuk ”menyampaikan firman Yehuwa kepadanya”. Ketika asyik mengajarkan Kitab Suci, mereka mungkin lupa akan rasa sakit akibat pukulan yang mereka terima. Namun, sang penjaga penjara memperhatikan luka-luka di punggung mereka, dan dia membersihkannya. Kemudian, dia dan rumah tangganya ”dibaptis tanpa menunda-nunda”. Alangkah besar berkat yang Paulus dan Silas terima karena menghadapi penganiayaan dengan bersukacita!—Kis. 16:32-34.
15. (a) Bagaimana banyak Saksi sekarang mengikuti teladan Paulus dan Silas? (b) Mengapa kita hendaknya terus mengunjungi kembali rumah orang-orang di daerah kita?
15 Seperti Paulus dan Silas, banyak Saksi sekarang memberitakan kabar baik sewaktu dipenjarakan karena iman mereka, dan hasilnya bagus. Misalnya, di sebuah negeri yang melarangkan kegiatan kita, pernah dicatat bahwa 40 persen dari semua Saksi yang tinggal di sana mempelajari kebenaran tentang Yehuwa selagi di penjara! (Yes. 54:17) Selain itu, perhatikan bahwa sang penjaga baru meminta bantuan setelah terjadinya gempa bumi. Demikian pula sekarang, beberapa orang bisa jadi baru menyambut berita Kerajaan setelah kehidupan mereka tiba-tiba terguncang oleh suatu kejadian yang menyusahkan hati. Bila kita dengan setia berkunjung dan berkunjung lagi kepada orang-orang di daerah kita, kita memastikan bahwa kita siap mengulurkan bantuan ketika mereka membutuhkannya.
”Sekarang, Mereka Mau Mengeluarkan Kami Diam-Diam?” (Kis. 16:35-40)
16. Sehari setelah Paulus dan Silas dipukuli, bagaimana keadaan berbalik?
16 Sehari setelah pemukulan itu, para pejabat pengadilan memerintahkan agar Paulus dan Silas dilepaskan. Tetapi, Paulus berkata, ”Mereka memukuli kami di depan umum, tanpa diadili, padahal kami orang Romawi, dan menjebloskan kami ke penjara. Sekarang, mereka mau mengeluarkan kami diam-diam? Tidak bisa! Mereka sendiri harus datang dan mengantar kami ke luar.” Ketika mengetahui bahwa kedua pria itu adalah warga negara Romawi, para pejabat tersebut ”menjadi takut”, karena mereka telah melanggar hak pria-pria itu.d Keadaan pun berbalik. Murid-murid telah dipukuli di depan umum; sekarang para pejabat pengadilan itu harus meminta maaf di depan umum. Mereka memohon agar Paulus dan Silas pergi dari Filipi. Kedua murid itu menurut, tetapi sebelumnya mereka menyempatkan diri untuk menganjurkan murid-murid baru yang semakin bertambah. Setelah itu barulah mereka berangkat.
17. Hal penting apa yang dipelajari murid-murid baru itu dengan memperhatikan ketekunan Paulus dan Silas?
17 Jika sebelumnya Paulus dan Silas telah meminta agar hak mereka sebagai warga negara Romawi ditegakkan, mereka mungkin tidak sampai dipukuli. (Kis. 22:25, 26) Akan tetapi, hal itu bisa saja memberikan kesan kepada murid-murid di Filipi bahwa kedua pria itu menggunakan kedudukan mereka untuk bebas dari penderitaan demi Kristus. Bagaimana hal itu mempengaruhi iman para murid yang bukan warga negara Romawi, yang tidak dilindungi hukum dari pemukulan? Oleh karena itu, dengan menanggung penderitaan, Paulus dan rekannya memberikan teladan kepada murid-murid baru itu bahwa pengikut Kristus sanggup berdiri teguh meski dianiaya. Selain itu, dengan menuntut diakuinya kewarganegaraan mereka, Paulus dan Silas memaksa para pejabat pengadilan itu untuk mengakui di hadapan umum bahwa mereka telah melanggar hukum. Alhasil, hal itu boleh jadi mencegah mereka menganiaya rekan-rekan seiman Paulus dan memberikan perlindungan hukum terhadap serangan serupa di kemudian hari.
18. (a) Bagaimana para pengawas Kristen sekarang meniru teladan Paulus? (b) Bagaimana kita ”menggunakan hukum untuk membela kabar baik” pada zaman kita?
18 Sekarang ini, para pengawas sidang Kristen juga memberikan pengarahan melalui teladan. Para gembala Kristen rela melakukan apa pun yang mereka minta untuk dilakukan rekan-rekan seiman mereka. Demikian pula, seperti Paulus, kita mempertimbangkan dengan hati-hati bagaimana dan kapan kita bisa menggunakan hak-hak hukum kita untuk memperoleh perlindungan. Jika diperlukan, kita memanfaatkan pengadilan lokal, nasional, bahkan internasional untuk memperoleh perlindungan hukum demi menjalankan ibadah kita. Tujuan kita bukan reformasi sosial, tetapi ”menggunakan hukum untuk membela kabar baik”, seperti yang Paulus tuliskan kepada sidang di Filipi sekitar sepuluh tahun setelah pemenjaraannya di sana. (Flp. 1:7) Namun, tidak soal apa hasil kasus pengadilan demikian, seperti Paulus dan rekan-rekannya, kita bertekad untuk terus ”menyampaikan kabar baik” ke mana pun kuasa kudus Allah membimbing kita.—Kis. 16:10.
a Lihat kotak ”Lukas—Penulis Buku Kisah”.
b Mungkin orang Yahudi dilarang memiliki rumah ibadah di Filipi mengingat kota itu bernuansa militer. Atau, bisa jadi lelaki Yahudi di kota itu tidak sampai sepuluh orang—jumlah minimum yang diperlukan untuk mendirikan sebuah rumah ibadah.
c Lihat kotak ”Lidia—Penjual Kain Ungu”.
d Hukum Romawi menyatakan bahwa seorang warga negara selalu berhak untuk diadili secara pantas dan tidak boleh dihukum di hadapan umum sebelum dinyatakan bersalah.
-
-
”Dia Bertukar Pikiran dengan Mereka Berdasarkan Kitab Suci””Memberikan Kesaksian yang Saksama tentang Kerajaan Allah”
-
-
PASAL 17
”Dia Bertukar Pikiran dengan Mereka Berdasarkan Kitab Suci”
Dasar pengajaran yang efektif; teladan orang Berea
Berdasarkan Kisah 17:1-15
1, 2. Siapa yang mengadakan perjalanan dari Filipi ke Tesalonika, dan apa yang mungkin ada dalam benak mereka?
JALAN yang ramai itu, buatan para ahli teknik Romawi, melintas di pegunungan. Sesekali, berbagai suara bercampur jadi satu—ringkikan keledai, derak roda-roda kereta yang beradu dengan jalan berlapis batu, dan suara gaduh dari beragam orang, antara lain para prajurit, saudagar, dan perajin. Ketiga sekawan—Paulus, Silas, dan Timotius—sedang melintasi jalan dari Filipi ke Tesalonika yang jaraknya lebih dari 130 kilometer. Itu bukan perjalanan yang mudah, khususnya bagi Paulus dan Silas. Mereka masih merasakan sakitnya luka-luka akibat pukulan tongkat di Filipi.—Kis. 16:22, 23.
2 Bagaimana agar perjalanan jauh itu tidak terasa meletihkan? Percakapan pasti membantu. Masih segar dalam ingatan mereka pengalaman menggembirakan tentang penjaga penjara dan keluarganya yang menjadi orang percaya di Filipi. Pengalaman itu semakin memperkuat tekad mereka untuk terus memberitakan firman Allah. Akan tetapi, ketika sudah hampir tiba di kota pesisir Tesalonika, mereka mungkin bertanya-tanya bagaimana mereka akan diperlakukan oleh orang Yahudi di kota itu. Apakah mereka akan diserang, bahkan dipukuli, seperti di Filipi?
3. Bagaimana teladan Paulus dalam mengerahkan keberanian untuk mengabar bisa berguna bagi kita sekarang?
3 Perasaan Paulus belakangan terungkap dalam surat yang dia tulis untuk orang Kristen di Tesalonika, ”Kami sudah menderita dan dihina di Filipi, seperti yang kalian tahu, tapi Allah kami membuat kami berani untuk menyampaikan kabar baik Allah kepada kalian, meskipun ada banyak tentangan.” (1 Tes. 2:2) Jadi, Paulus tampaknya menyiratkan bahwa dia punya perasaan khawatir sewaktu akan memasuki kota Tesalonika, khususnya setelah kejadian di Filipi. Dapatkah Saudara memahami perasaan Paulus? Pernahkah Saudara merasa sulit untuk memberitakan kabar baik? Paulus bersandar kepada Yehuwa untuk menguatkan serta membantu dirinya mengerahkan keberanian yang dia butuhkan. Dengan mempelajari teladan Paulus, Saudara dapat dibantu untuk berbuat yang sama.—1 Kor. 4:16.
”Dia Bertukar Pikiran . . . Berdasarkan Kitab Suci” (Kis. 17:1-3)
4. Mengapa Paulus bisa jadi tinggal lebih dari tiga minggu di Tesalonika?
4 Menurut catatan, selama di Tesalonika, Paulus mengabar di rumah ibadah orang Yahudi selama tiga Sabat. Apakah ini berarti dia tinggal selama tiga minggu saja di kota itu? Belum tentu. Kita tidak tahu berapa lama setelah kedatangannya Paulus mulai pergi ke rumah ibadah. Selanjutnya, dari surat-surat Paulus terungkap bahwa selama di Tesalonika, dia dan rekan-rekannya bekerja untuk menafkahi diri. (1 Tes. 2:9; 2 Tes. 3:7, 8) Selain itu, selama di sana, dua kali Paulus menerima pemberian dari saudara-saudara di Filipi. (Flp. 4:16) Maka, bisa jadi dia tinggal lebih dari tiga minggu di Tesalonika.
5. Bagaimana cara Paulus berbicara kepada orang-orang?
5 Setelah mengerahkan keberanian untuk mengabar, Paulus berbicara kepada orang-orang yang berkumpul di rumah ibadah. Seperti kebiasaannya, ”dia bertukar pikiran dengan mereka berdasarkan Kitab Suci. Dia menjelaskan dan membuktikan dengan ayat-ayat bahwa Kristus memang perlu menderita dan dibangkitkan dari antara orang mati. Dia berkata, ’Yesus, yang saya beritakan kepada kalian, adalah Kristus.’” (Kis. 17:2, 3, catatan kaki) Perhatikan bahwa Paulus tidak berupaya menggugah emosi pendengarnya; dia mengajak mereka berpikir. Dia tahu bahwa mereka yang hadir di rumah ibadah itu mengenal baik dan menghormati Kitab Suci. Yang tidak mereka miliki adalah pemahaman. Maka, Paulus bertukar pikiran, menjelaskan, dan membuktikan dari Kitab Suci bahwa Yesus dari Nazaret adalah Mesias, atau Kristus, yang dijanjikan.
6. Bagaimana Yesus memberi penjelasan dari Kitab Suci, dan apa hasilnya?
6 Paulus mengikuti standar yang ditetapkan Yesus, yang menggunakan Kitab Suci sebagai dasar ajarannya. Misalnya, selama pelayanannya, Yesus memberi tahu para pengikutnya bahwa menurut Kitab Suci, Putra manusia harus menderita, mati, dan dibangkitkan. (Mat. 16:21) Setelah dibangkitkan, Yesus menemui murid-muridnya. Hal itu saja sudah menunjukkan bahwa dia mengatakan kebenaran. Namun, Yesus memberi mereka lebih dari itu. Mengenai apa yang dia katakan kepada beberapa murid, kita membaca, ”Dia menjelaskan semua hal tentang dirinya yang ditulis dalam Kitab Suci, mulai dari tulisan Musa dan semua Tulisan Para Nabi.” Apa hasilnya? Murid-murid berseru, ”Pantas saja hati kita sangat tersentuh saat dia bicara dengan kita di jalan, saat dia menjelaskan isi Kitab Suci!”—Luk. 24:13, 27, 32.
7. Mengapa penting untuk menggunakan Alkitab sebagai dasar pengajaran kita?
7 Berita Firman Allah memiliki kuasa. (Ibr. 4:12) Maka, orang Kristen zaman sekarang menggunakan Firman sebagai dasar pengajaran mereka, seperti halnya Yesus, Paulus, dan rasul-rasul lainnya. Kita juga bertukar pikiran dengan orang-orang, menjelaskan makna ayat-ayat, dan membuktikan apa yang kita ajarkan dengan membuka Alkitab untuk memperlihatkan kepada penghuni rumah apa yang dikatakannya. Lagi pula, berita yang kita sampaikan bukan berasal dari diri kita. Dengan sering menggunakan Alkitab, kita membantu orang memahami bahwa yang kita beritakan bukan gagasan kita sendiri, melainkan ajaran Allah. Di pihak lain, kita sendiri hendaknya ingat bahwa berita yang kita sampaikan sepenuhnya didasarkan pada Firman Allah. Beritanya benar-benar dapat dipercaya. Tidakkah hal itu memberi Saudara keyakinan untuk menyampaikannya dengan berani, seperti Paulus?
”Sejumlah Orang . . . Menjadi Percaya” (Kis. 17:4-9)
8-10. (a) Bagaimana orang-orang Tesalonika menanggapi kabar baik? (b) Mengapa beberapa orang Yahudi cemburu terhadap Paulus? (c) Apa yang dilakukan para penentang?
8 Paulus sudah mengalami benarnya kata-kata Yesus, ”Budak tidak lebih tinggi daripada majikannya. Kalau mereka menganiaya aku, mereka akan menganiaya kalian juga. Kalau mereka menuruti kata-kataku, mereka akan menaati kata-kata kalian juga.” (Yoh. 15:20) Di Tesalonika, Paulus pun menghadapi tanggapan yang beragam—ada yang antusias menjalankan firman, tetapi ada juga yang menentang. Mengenai yang menyambut, Lukas menulis, ”Sejumlah orang dari antara mereka [orang Yahudi], banyak orang Yunani yang menyembah Allah, dan banyak wanita terkemuka menjadi percaya [orang Kristen] dan bergabung dengan Paulus dan Silas.” (Kis. 17:4) Murid-murid baru ini pasti bersukacita karena telah dibantu memahami Kitab Suci.
9 Meski ada yang menghargai perkataan Paulus, yang lain menggertakkan gigi tanda marah kepadanya. Beberapa orang Yahudi di Tesalonika cemburu melihat Paulus berhasil memenangkan ”banyak orang Yunani”. Orang-orang Yahudi itu ingin membuat orang-orang Yunani menjadi penganut agama Yahudi. Jadi, mereka memberikan ajaran dari Kitab-Kitab Ibrani kepada orang-orang Yunani dan memandang orang-orang non-Yahudi itu sebagai milik mereka. Nah, tiba-tiba, Paulus seolah-olah mencuri orang-orang Yunani ini, bahkan dari rumah ibadah mereka! Orang-orang Yahudi itu pun naik pitam.
”Mereka . . . berusaha agar Paulus dan Silas dibawa ke luar kepada para perusuh.”—Kisah 17:5
10 Lukas memberi tahu kita apa yang terjadi selanjutnya, ”Karena iri, orang-orang Yahudi memanggil orang-orang jahat di pasar, yang pergi ke sana kemari tanpa tujuan, lalu membentuk gerombolan dan membuat kerusuhan di kota itu. Mereka menyerbu rumah Yason dan berusaha agar Paulus dan Silas dibawa ke luar kepada para perusuh. Karena tidak menemukan Paulus dan Silas, mereka menyeret Yason dan beberapa saudara kepada para penguasa kota dan berseru, ’Orang-orang yang sudah mengacaukan seluruh dunia itu ada di sini, dan Yason menerima mereka sebagai tamunya. Mereka semua melawan hukum Kaisar dengan mengatakan bahwa ada seorang raja lain, yaitu Yesus.’” (Kis. 17:5-7) Apa dampak amuk massa ini terhadap Paulus dan rekan-rekannya?
11. Apa saja yang dituduhkan kepada Paulus dan para pemberita Kerajaan lainnya, dan hukum mana yang bisa jadi dimaksud oleh para penuduh? (Lihat catatan kaki.)
11 Gerombolan massa memang mengerikan. Mereka menerjang bagaikan amukan banjir bandang—ganas dan tak terkendali. Itulah senjata yang digunakan orang-orang Yahudi untuk menyingkirkan Paulus dan Silas. Lalu, setelah orang-orang Yahudi itu ”membuat kerusuhan” di kota itu, mereka mencoba meyakinkan para penguasa bahwa tuduhan mereka amat serius. Tuduhan pertama adalah bahwa Paulus dan para pemberita Kerajaan lainnya telah ”mengacaukan seluruh dunia”, padahal bukan Paulus dan rekan-rekannya yang menyebabkan kerusuhan di Tesalonika itu! Tuduhan kedua lebih serius lagi. Para utusan injil itu dituduh memberitakan adanya Raja lain, yakni Yesus, dan dengan demikian melanggar hukum Kaisar.a
12. Apa yang menunjukkan bahwa tuduhan terhadap orang Kristen di Tesalonika bisa berakibat serius?
12 Ingat bahwa para pemimpin agama melontarkan tuduhan serupa terhadap Yesus. Kepada Pilatus mereka berkata, ”Orang ini kedapatan menyesatkan bangsa kami . . . dan mengaku sebagai Kristus, seorang raja.” (Luk. 23:2) Mungkin karena takut kalau-kalau Kaisar menyimpulkan bahwa Pilatus menyetujui upaya makar, dia menjatuhkan hukuman mati kepada Yesus. Demikian pula, tuduhan terhadap orang Kristen di Tesalonika bisa berakibat serius. Sebuah karya referensi menyatakan, ”Bahaya yang mereka hadapi tidak main-main, sebab ’sekadar dugaan makar terhadap para Kaisar sering berakibat fatal bagi si tertuduh’.” Apakah serangan yang penuh kebencian ini berhasil?
13, 14. (a) Mengapa gerombolan massa itu gagal? (b) Bagaimana Paulus berhati-hati seperti Kristus, dan bagaimana kita bisa menirunya?
13 Gerombolan massa itu gagal menghentikan pengabaran di Tesalonika. Mengapa? Salah satu alasannya, Paulus dan Silas tidak dapat ditemukan. Selain itu, para penguasa kota tampaknya tidak yakin akan kebenaran tuduhan itu. Setelah memperoleh ”uang jaminan”, mereka melepaskan Yason dan saudara-saudara lain yang telah dihadapkan kepada mereka. (Kis. 17:8, 9) Sesuai dengan nasihat Yesus agar ’berhati-hati seperti ular, tapi tulus seperti merpati’, Paulus dengan bijaksana menghindar dari bahaya sehingga dia bisa terus mengabar di tempat lain. (Mat. 10:16) Jelaslah, keberanian yang Paulus kerahkan tidak sama dengan kenekatan. Bagaimana orang Kristen zaman sekarang bisa mengikuti teladannya?
14 Sekarang, para pemimpin Gereja sering mengerahkan massa untuk menyerang Saksi-Saksi Yehuwa. Mereka menuduh Saksi-Saksi Yehuwa melakukan upaya makar dan menghasut orang-orang untuk menentang pemerintah. Dengan tuduhan itu, mereka memanipulasi para penguasa untuk menyusahkan para Saksi. Seperti penganiaya pada abad pertama, penentang pada zaman sekarang pun dimotivasi oleh kecemburuan. Yang pasti, orang Kristen sejati tidak mencari masalah. Sebisa mungkin, kita menghindari konfrontasi dengan orang-orang yang pemarah dan tidak masuk akal. Sebaliknya, kita berupaya meneruskan pekerjaan kita dengan damai, mungkin dengan kembali lain kali sewaktu situasi sudah tenang.
Mereka ”Lebih Terbuka Pikirannya” (Kis. 17:10-15)
15. Bagaimana orang Berea menanggapi kabar baik?
15 Demi keselamatan mereka, Paulus dan Silas diminta pergi ke Berea, sejauh kira-kira 65 kilometer. Setibanya di sana, Paulus pergi ke rumah ibadah orang Yahudi dan berbicara kepada hadirin. Alangkah senangnya Paulus karena mereka ternyata suka menyambut! Lukas menulis bahwa orang-orang Yahudi di Berea ”lebih terbuka pikirannya daripada orang-orang di Tesalonika, karena mereka bersemangat sekali menerima firman Allah. Mereka memeriksa Kitab Suci dengan teliti setiap hari untuk memastikan kebenarannya”. (Kis. 17:10, 11) Apakah itu berarti orang-orang yang menyambut kebenaran di Tesalonika kurang baik? Sama sekali tidak. Paulus belakangan menulis kepada mereka, ”Kami juga bersyukur kepada Allah tanpa henti, karena saat kalian mendengar firman Allah dari kami, kalian tidak menerimanya sebagai kata-kata manusia, tapi seperti yang seharusnya, yaitu sebagai kata-kata Allah, yang memengaruhi diri kalian para pengikut Tuan.” (1 Tes. 2:13) Jadi, apa yang membuat orang Yahudi di Berea begitu terbuka pikirannya?
16. Mengapa cocok dikatakan bahwa orang Berea ”terbuka pikirannya”?
16 Meskipun mendengar tentang sesuatu yang baru, orang Berea tidak langsung curiga atau terlalu kritis; tetapi mereka pun tidak asal percaya. Mula-mula, mereka mendengarkan baik-baik apa yang Paulus katakan. Lalu, mereka memastikan apa yang mereka pelajari dengan memeriksa Kitab Suci yang Paulus jelaskan. Selain itu, mereka rajin mempelajari Firman Allah, bukan pada hari Sabat saja, tetapi setiap hari. Dan, mereka melakukannya dengan ”bersemangat sekali”, mengerahkan diri untuk mencari tahu apa yang Alkitab singkapkan sehubungan dengan ajaran baru tersebut. Selanjutnya, mereka cukup rendah hati untuk berubah, sebab ”banyak dari antara mereka menjadi percaya”. (Kis. 17:12) Tidak heran, Lukas mengatakan bahwa mereka ”terbuka pikirannya”, atau mau belajar!
17. Mengapa teladan orang Berea sangat terpuji, dan bagaimana kita bisa terus menirunya tidak soal berapa lama kita dalam kebenaran?
17 Orang Berea itu sendiri tidak menyangka bahwa sambutan mereka akan kabar baik dilestarikan dalam Firman Allah untuk dijadikan teladan yang sangat bagus hingga zaman sekarang. Mereka melakukan persis seperti apa yang Paulus harapkan dan Allah Yehuwa inginkan. Itu juga yang kita anjurkan kepada orang-orang—agar mereka memeriksa Alkitab dengan saksama sehingga iman mereka didasarkan dengan teguh pada Firman Allah. Namun, setelah kita mengenal kebenaran, apakah kita tidak perlu lagi suka belajar, atau punya pikiran yang terbuka? Justru kita harus semakin antusias untuk belajar dari Yehuwa dan segera menerapkan ajaran-ajaran-Nya. Dengan demikian, kita membiarkan Yehuwa membentuk dan melatih kita sesuai dengan kehendak-Nya. (Yes. 64:8) Kita pun dapat tetap digunakan oleh Bapak surgawi kita dan benar-benar menyenangkan Dia.
18, 19. (a) Mengapa Paulus meninggalkan Berea, namun bagaimana kegigihannya patut ditiru? (b) Siapa yang berikutnya akan Paulus beri kesaksian, dan di mana?
18 Paulus tidak bisa berlama-lama di Berea. Kita membaca, ”Ketika orang Yahudi di Tesalonika mendengar bahwa Paulus memberitakan firman Allah di Berea juga, mereka datang ke sana untuk menghasut dan meresahkan orang-orang. Maka, saudara-saudara segera menyuruh Paulus pergi sampai ke dekat laut, tapi Silas dan Timotius tetap berada di sana. Tapi, saudara-saudara yang menemani Paulus membawanya sampai ke Athena, lalu pergi setelah diberi petunjuk bahwa Silas dan Timotius harus secepatnya datang kepada Paulus.” (Kis. 17:13-15) Para musuh kabar baik itu benar-benar tidak kenal lelah! Mereka tidak puas dengan mengusir Paulus dari Tesalonika; mereka pergi ke Berea dan berupaya menimbulkan masalah serupa di sana—tetapi percuma saja. Paulus tahu bahwa daerahnya masih sangat luas, maka dia pergi mengabar ke tempat lain. Sekarang, semoga kita juga punya tekad yang tak kalah kuat untuk menggagalkan upaya orang-orang yang ingin menghentikan pekerjaan pengabaran!
19 Setelah memberikan kesaksian yang saksama kepada orang Yahudi di Tesalonika dan Berea, Paulus tentunya telah banyak belajar tentang pentingnya bersikap berani dan bertukar pikiran dari Alkitab. Kita pun demikian. Namun, sekarang Paulus akan berhadapan dengan pendengar yang sama sekali berbeda—orang-orang non-Yahudi di Athena. Apa yang akan terjadi dengannya di kota itu? Kita akan mengetahuinya di pasal berikut.
a Menurut seorang pakar, kala itu berlaku hukum Kaisar yang melarang siapa pun meramalkan ”datangnya raja atau kerajaan baru, terutama yang disebut-sebut akan menggantikan atau menghakimi kaisar yang sedang berkuasa”. Musuh Paulus mungkin saja menyalahgambarkan berita sang rasul sebagai pelanggaran hukum tersebut. Lihat kotak ”Para Kaisar di Buku Kisah”.
-
-
’Carilah Allah, dan Temukan Dia’”Memberikan Kesaksian yang Saksama tentang Kerajaan Allah”
-
-
PASAL 18
’Carilah Allah, dan Temukan Dia’
Paulus mencari titik temu dan menyesuaikan pendekatannya dengan pendengarnya
Berdasarkan Kisah 17:16-34
1-3. (a) Mengapa Rasul Paulus merasa geram di Athena? (b) Apa yang dapat kita pelajari dari teladan Paulus?
PAULUS merasa geram. Dia sedang berada di Athena, Yunani, pusat ilmu pengetahuan tempat Sokrates, Plato, dan Aristoteles pernah mengajar. Suasana religius terasa kental di Athena. Di mana-mana—di kuil-kuil, di lapangan-lapangan, dan di jalan-jalan—Paulus melihat banyak sekali berhala, karena orang Athena menyembah beragam dewa-dewi. Paulus tahu bagaimana pandangan Yehuwa, Allah yang benar, mengenai penyembahan berhala. (Kel. 20:4, 5) Sang rasul yang setia itu juga punya pandangan yang sama—dia muak terhadap berhala!
2 Apa yang Paulus lihat ketika memasuki agora, atau pasar, teramat menjijikkan. Sejumlah besar patung Dewa Hermes, yang menonjolkan alat kelamin pria, berjajar di sudut barat laut, dekat jalan masuk utama. Tempat pemujaan tersebar di setiap sudut pasar. Bagaimana rasul yang bersemangat ini akan mengabar di lingkungan yang begitu sarat dengan penyembahan berhala? Dapatkah dia mengendalikan emosi dan mencari titik temu dengan pendengarnya? Berhasilkah dia membantu orang-orang mencari dan menemukan Allah yang benar?
3 Apa yang Paulus katakan di hadapan kaum terpelajar Athena, sebagaimana dicatat di Kisah 17:22-31, menjadi contoh seni persuasi, kehati-hatian berbicara, dan pertimbangan yang baik. Dengan mempelajari teladan Paulus, kita bisa tahu banyak tentang caranya mencari titik temu dan membantu pendengar kita bernalar.
Mengajar ”di Pasar” (Kis. 17:16-21)
4, 5. Di Athena, Paulus mengabar di mana, dan siapa pendengar yang dia hadapi?
4 Paulus berkunjung ke Athena dalam perjalanan utusan injilnya yang kedua, kira-kira pada tahun 50 M.a Sementara menunggu kedatangan Silas dan Timotius dari Berea, ”di rumah ibadah di [Athena]”, Paulus seperti biasa ”mulai memberi penjelasan kepada orang Yahudi”. Dia juga pergi ke tempat dia bisa menemui warga Athena non-Yahudi, yaitu ”di pasar”, atau agora. (Kis. 17:17) Agora Athena terletak di sebelah barat laut Akropolis, luasnya sekitar lima hektar. Pasar itu bukan sekadar tempat berjual beli, melainkan semacam alun-alun kota. Menurut sebuah karya referensi, tempat itu merupakan ”jantung ekonomi, politik, dan kebudayaan kota tersebut”. Orang Athena suka sekali berkumpul di sana dan bertukar pikiran.
5 Di pasar itu, Paulus menghadapi pendengar yang sulit diyakinkan. Mereka antara lain adalah para penganut Epikuros dan Stoa, dua aliran filsafat yang bersaing.b Penganut Epikuros percaya bahwa kehidupan muncul secara kebetulan. Pandangan mereka tentang kehidupan bisa diringkaskan sebagai berikut: ”Tak ada yang perlu ditakuti dari Allah; Tak ada yang dapat dirasakan dalam kematian; Kebaikan dapat diraih; Kejahatan dapat ditanggung.” Penganut Stoa menandaskan penalaran serta logika dan tidak percaya kepada Allah sebagai Pribadi. Baik penganut Epikuros maupun Stoa tidak percaya akan kebangkitan yang diajarkan murid-murid Kristus. Jelaslah, pandangan filosofis kedua golongan ini tidak sejalan dengan kebenaran-kebenaran Kristen yang luhur, yang Paulus beritakan.
6, 7. Bagaimana reaksi beberapa cendekiawan Yunani terhadap pengajaran Paulus, dan reaksi serupa apa yang mungkin kita hadapi sekarang?
6 Bagaimana reaksi kaum cendekiawan Yunani itu terhadap pengajaran Paulus? Ada yang menjuluki Paulus dengan istilah Yunani yang berarti ”orang yang banyak bicara”, atau ”pemungut biji”. (Lihat keterangan tambahan Kis. 17:18, nwtsty.) Mengenai istilah itu, seorang pakar mengatakan, ”Kata itu pada mulanya memaksudkan burung kecil yang berkeliaran memunguti biji, dan belakangan mengartikan orang yang memulung remah-remah makanan dan sampah lainnya di pasar. Kemudian, kata itu digunakan secara kiasan untuk orang yang memunguti cuplikan-cuplikan informasi dari sana-sini, khususnya orang yang tidak bisa memadukannya dengan benar.” Dengan kata lain, kaum terpelajar itu menjuluki Paulus si bodoh yang cuma bisa menjiplak. Namun, sebagaimana akan kita lihat, Paulus tidak terintimidasi oleh julukan tersebut.
7 Situasinya tidak berbeda sekarang. Sebagai Saksi-Saksi Yehuwa, kita sering dikata-katai dengan berbagai julukan karena kepercayaan kita yang berdasarkan Alkitab. Misalnya, ada guru-guru yang mengajarkan evolusi sebagai fakta dan menegaskan bahwa orang pintar pasti mempercayainya. Dengan kata lain, mereka mencap bodoh orang yang tidak mau mempercayainya. Kaum terpelajar itu ingin membuat orang mengira kita ”banyak bicara” sewaktu kita menyampaikan apa yang Alkitab katakan dan menunjukkan bukti rancangan di alam. Namun, kita tidak terintimidasi. Sebaliknya, kita dengan yakin membela kepercayaan kita bahwa kehidupan di bumi adalah karya Perancang yang cerdas, Allah Yehuwa.—Why. 4:11.
8. (a) Apa reaksi beberapa orang yang mendengar Paulus? (b) Bisa jadi, apa artinya Paulus digiring ke Areopagus? (Lihat catatan kaki.)
8 Pendengar lain di pasar itu memberikan reaksi yang berbeda. ”Sepertinya dia memberitakan dewa-dewa lain,” demikian kesimpulan mereka. (Kis. 17:18) Apakah Paulus memang memperkenalkan allah-allah baru kepada orang Athena? Ini bukan soal sepele, karena hampir sama dengan salah satu tuduhan yang menyebabkan Sokrates diadili dan dihukum mati beberapa abad sebelumnya. Maka, Paulus digiring ke Areopagus dan diminta untuk menjelaskan ajaran yang terdengar aneh di telinga orang Athena.c Bagaimana Paulus membela beritanya di hadapan orang-orang yang tidak mengenal Kitab Suci?
’Orang-Orang Athena, Saya Memperhatikan’ (Kis. 17:22, 23)
9-11. (a) Bagaimana Paulus berupaya mencari titik temu dengan para pendengarnya? (b) Bagaimana kita bisa meniru Paulus dalam pelayanan kita?
9 Ingat bahwa Paulus merasa geram melihat semua berhala di kota itu. Namun, dia tidak langsung melancarkan serangan habis-habisan terhadap penyembahan berhala. Sebaliknya, dia tetap tenang. Dengan sangat berhati-hati, dia berupaya mengambil hati pendengarnya dengan mencari titik temu. Dia mulai dengan berkata, ”Orang-orang Athena, saya perhatikan bahwa dalam segala hal, kalian sepertinya sangat takut kepada dewa-dewa, melebihi orang-orang lain.” (Kis. 17:22) Dengan kata lain, Paulus mengatakan, ’Saya perhatikan kalian orang yang taat beribadah.’ Paulus dengan bijaksana memuji bahwa mereka bersifat religius. Dia mengetahui bahwa beberapa orang yang dibutakan oleh kepercayaan palsu mungkin memiliki hati yang suka menyambut. Lagi pula, Paulus tahu bahwa dia pun dahulu bertindak ”tanpa pengetahuan dan iman”.—1 Tim. 1:13.
10 Paulus kemudian mengembangkan titik temu itu dengan menyebutkan bahwa dia telah melihat bukti nyata tentang sifat religius orang Athena—mezbah yang dibaktikan ”Untuk Allah yang Tidak Dikenal”. Menurut sebuah sumber, ”orang Yunani dan bangsa lainnya biasa membaktikan mezbah-mezbah untuk ’allah-allah yang tidak dikenal’ agar tidak mengundang kemarahan allah mana pun yang mungkin terlewatkan dalam ibadah mereka”. Melalui mezbah tersebut, orang Athena mengakui adanya Allah yang tidak mereka kenal. Paulus menggunakan keberadaan mezbah itu sebagai jembatan untuk menyampaikan kabar baik. Dia menjelaskan, ”Saya akan memberi tahu kalian tentang Allah ini, yang kalian sembah dan tidak kalian kenal.” (Kis. 17:23) Paulus menuntun pendengarnya dengan cara yang tidak kentara namun ampuh. Dia tidak memberitakan allah yang baru atau asing, sebagaimana dituduhkan beberapa orang. Dia menjelaskan tentang Allah yang tidak mereka kenal—Allah yang benar.
11 Bagaimana kita bisa meniru teladan Paulus dalam pelayanan kita? Jika kita jeli, kita mungkin melihat tanda-tanda bahwa seseorang saleh beribadah. Mungkin ada benda-benda keagamaan yang dia kenakan atau pajang di rumah atau di halamannya. Kita bisa mengatakan, ’Kelihatannya Ibu/Bapak orang yang religius. Saya senang berbicara dengan orang yang berminat akan hal-hal rohani.’ Jika kita dengan bijaksana mengakui bahwa orang itu taat beragama, kita mungkin bisa mendapatkan titik temu yang bisa kita kembangkan. Ingat bahwa tujuan kita bukan untuk menghakimi orang berdasarkan keyakinan agama mereka. Di antara rekan-rekan seiman kita, banyak yang dahulu dengan tulus mempercayai ajaran agama palsu.
Carilah titik temu yang dapat dikembangkan
Allah ”Tidak Jauh dari Kita Masing-Masing” (Kis. 17:24-28)
12. Bagaimana Paulus menyesuaikan pendekatannya dengan pendengarnya?
12 Paulus telah mendapatkan titik temu, namun dapatkah dia mempertahankannya saat memberikan kesaksian? Karena tahu bahwa para pendengarnya telah mendapatkan pendidikan filsafat Yunani dan tidak mengenal Kitab Suci, dia menyesuaikan pendekatannya dengan beberapa cara. Pertama, dia menyampaikan ajaran Alkitab tanpa mengutip Kitab Suci secara langsung. Kedua, dia menyejajarkan diri dengan para pendengarnya, dengan kadang-kadang menggunakan kata ”kita”. Ketiga, dia mengutip dari karya sastra Yunani untuk memperlihatkan bahwa beberapa hal yang dia ajarkan telah dinyatakan dalam tulisan mereka sendiri. Sekarang, mari kita cermati pembelaan Paulus yang luar biasa. Kebenaran penting apa yang dia sampaikan tentang Allah yang tidak dikenal orang Athena?
13. Apa yang Paulus jelaskan tentang asal mula alam semesta, dan pokok apa yang ingin Paulus sampaikan?
13 Allah menciptakan alam semesta. Paulus mengatakan, ”Allah yang menciptakan dunia dan semua isinya, yang adalah Tuan atas langit dan bumi, tidak tinggal di kuil buatan manusia.”d (Kis. 17:24) Alam semesta tidak terjadi secara kebetulan. Allah yang benar adalah Pencipta segala sesuatu. (Mz. 146:6) Tidak seperti Dewi Athena atau dewa-dewi lain yang kemuliaannya bergantung pada kuil dan mezbah, Tuan Yang Mahatinggi atas langit dan bumi tidak bisa dimuat dalam kuil buatan tangan manusia. (1 Raj. 8:27) Pokok yang ingin Paulus sampaikan sangat jelas: Allah yang benar lebih mulia daripada semua berhala buatan manusia yang ada dalam kuil-kuil buatan manusia.—Yes. 40:18-26.
14. Bagaimana Paulus memperlihatkan bahwa Allah tidak bergantung pada manusia?
14 Allah tidak bergantung pada manusia. Para penyembah berhala sering memakaikan baju-baju mewah, melimpahkan hadiah-hadiah mahal, atau membawakan makanan dan minuman bagi berhala mereka—seolah-olah patung-patung tersebut membutuhkan semua itu! Akan tetapi, di antara para filsuf Yunani yang mendengarkan Paulus, mungkin ada yang percaya bahwa allah tidak memerlukan apa-apa dari manusia. Mereka tentu setuju dengan pernyataan Paulus bahwa Allah ”tidak perlu dilayani oleh tangan manusia, seolah-olah Dia membutuhkan sesuatu”. Ya, memang tidak ada benda apa pun yang bisa manusia berikan kepada Sang Pencipta! Sebaliknya, Dialah yang memberikan segala yang dibutuhkan manusia—”kehidupan, napas, dan segala sesuatu”, termasuk matahari, hujan, dan tanah yang subur. (Kis. 17:25; Kej. 2:7) Jadi, Allah, Sang Pemberi, tidak bergantung pada manusia, sang penerima.
15. Bagaimana Paulus membahas kepercayaan orang Athena bahwa mereka lebih unggul daripada orang non-Yunani, dan pelajaran penting apa yang dapat kita peroleh dari teladannya?
15 Allah membuat manusia. Orang Athena percaya bahwa mereka lebih unggul daripada orang non-Yunani. Namun, kebanggaan ras serta kebangsaan bertentangan dengan kebenaran Alkitab. (Ul. 10:17) Paulus mengemukakan masalah yang sensitif ini dengan hati-hati dan terampil. Paulus mengatakan, ”Dari satu orang, [Allah] membuat semua bangsa.” Kata-katanya itu tidak diragukan membuat para pendengarnya berpikir. (Kis. 17:26) Dia merujuk catatan buku Kejadian tentang Adam, leluhur seluruh umat manusia. (Kej. 1:26-28) Karena semua manusia memiliki leluhur yang sama, tidak ada ras atau bangsa yang lebih unggul daripada yang lain. Semua pendengar Paulus pasti mengerti maksudnya. Kita memperoleh pelajaran penting dari teladannya. Meskipun kita ingin berhati-hati dan masuk akal ketika memberikan kesaksian, kita tidak mau mengencerkan kebenaran Alkitab agar lebih mudah diterima oleh orang lain.
16. Apa kehendak Sang Pencipta bagi manusia?
16 Allah menghendaki agar manusia dekat dengan-Nya. Sekalipun para filsuf tersebut sudah lama memperdebatkan tujuan keberadaan manusia, mereka tidak pernah bisa menjelaskannya dengan memuaskan. Namun, Paulus dengan jelas menyingkapkan kehendak Sang Pencipta bagi manusia, yaitu supaya mereka ”mencari Allah. Kalau mereka mencari Dia dengan sungguh-sungguh, mereka bisa menemukan Dia. Dia sebenarnya tidak jauh dari kita masing-masing”. (Kis. 17:27) Allah yang tidak dikenal orang Athena sama sekali bukan Allah yang mustahil dikenal. Sebaliknya, Dia tidak jauh dari mereka yang benar-benar ingin menemukan Dia dan belajar tentang Dia. (Mz. 145:18) Perhatikan bahwa Paulus menggunakan kata ”kita”, jadi dia menyertakan dirinya di antara orang-orang yang perlu ”mencari” bahkan ”mencari [Allah] dengan sungguh-sungguh”.
17, 18. Mengapa seharusnya manusia merasa ingin dekat dengan Allah, dan apa yang bisa kita pelajari dari cara Paulus menggugah minat pendengarnya?
17 Manusia seharusnya merasa ingin dekat dengan Allah. Oleh karena Dialah ”kita hidup, bergerak, dan ada”, kata Paulus. Beberapa pakar mengatakan bahwa di sini Paulus menyinggung kata-kata Epimenides, seorang pujangga Kreta pada abad keenam SM dan ”tokoh penting dalam kepercayaan agama orang Athena”. Paulus memberikan alasan lain mengapa manusia seharusnya merasa ingin dekat dengan Allah: ”Seperti yang dikatakan para penyair kalian sendiri, yaitu, ’Kita juga anak-anak-Nya.’” (Kis. 17:28) Manusia seharusnya merasakan ikatan kekeluargaan dengan Allah; Dia menciptakan satu manusia yang darinya semua manusia berasal. Untuk menggugah minat hadirinnya, Paulus dengan bijaksana langsung mengutip dari tulisan Yunani yang pasti dihormati oleh para pendengarnya.e Sesuai dengan teladan Paulus, kadang-kadang kita menggunakan kutipan dari sejarah sekuler, ensiklopedia, atau karya referensi lain yang umum digunakan. Misalnya, kutipan dari sumber yang disegani mungkin bisa lebih meyakinkan seorang non-Saksi sehubungan dengan asal usul suatu kebiasaan atau perayaan agama palsu.
18 Sampai di sini, Paulus telah menyampaikan kebenaran-kebenaran penting tentang Allah, secara terampil menyesuaikan kata-katanya dengan para pendengarnya. Tindakan apa yang sang rasul ingin agar dilakukan orang-orang Athena itu sehubungan dengan keterangan penting tersebut? Tanpa menunda, dia memberi tahu mereka.
”Semua Orang di Mana-Mana . . . Harus Bertobat” (Kis. 17:29-31)
19, 20. (a) Bagaimana Paulus dengan bijaksana menyingkapkan betapa bodohnya penyembahan berhala buatan manusia? (b) Tindakan apa yang perlu dilakukan pendengar Paulus?
19 Paulus siap untuk mendesak pendengarnya bertindak. Dia menyebutkan kembali kutipan dari tulisan Yunani itu, demikian, ”Jadi karena kita anak-anak Allah, kita hendaknya tidak berpikir bahwa Allah itu seperti emas atau perak atau batu, seperti patung yang dipahat menurut seni dan rancangan manusia.” (Kis. 17:29) Ya, jika manusia adalah hasil karya Allah, bagaimana mungkin Allah mengambil wujud sebagai berhala, yang adalah buatan manusia? Argumen Paulus yang bijaksana menyingkapkan betapa bodohnya penyembahan berhala buatan manusia. (Mz. 115:4-8; Yes. 44:9-20) Dengan mengatakan ”kita hendaknya tidak”, Paulus berupaya agar nasihatnya tidak terdengar terlalu keras.
20 Sang rasul menunjukkan dengan jelas bahwa mereka perlu bertindak: ”Dulu ada masanya Allah membiarkan orang-orang [berpikir bahwa Dia senang kepada manusia yang menyembah berhala]. Tapi sekarang, Dia sedang memberi tahu semua orang di mana-mana bahwa mereka harus bertobat.” (Kis. 17:30) Beberapa pendengar Paulus mungkin terperangah mendengar desakan untuk bertobat. Tetapi, kata-kata yang tegas itu dengan jelas memperlihatkan bahwa mereka berutang kehidupan kepada Allah dan karenanya harus bertanggung jawab kepada-Nya. Mereka perlu mencari Allah, mempelajari kebenaran tentang Dia, dan menyelaraskan seluruh jalan kehidupan mereka dengan kebenaran tersebut. Bagi orang Athena, itu berarti mereka harus sadar dan berbalik dari dosa penyembahan berhala.
21, 22. Paulus mengakhiri pembelaannya dengan pernyataan tegas apa, dan apa maknanya bagi kita sekarang?
21 Paulus mengakhiri pembelaannya dengan pernyataan tegas, ”[Allah] sudah menetapkan suatu hari untuk menghakimi dunia dengan adil melalui seorang manusia yang sudah Dia tunjuk, dan Dia sudah memberikan jaminan kepada semua orang dengan membangkitkan orang itu dari antara orang mati.” (Kis. 17:31) Datangnya Hari Penghakiman—sungguh suatu alasan yang seharusnya menyadarkan mereka untuk mencari dan menemukan Allah yang benar! Paulus tidak menyebutkan siapa Hakim yang telah ditetapkan itu. Sebaliknya, Paulus mengatakan sesuatu yang mengejutkan tentang Hakim tersebut: Dia pernah hidup sebagai manusia, mati, dan kemudian dibangkitkan oleh Allah!
22 Bagi kita sekarang, penutup yang menggugah itu sungguh bermakna. Kita tahu bahwa Hakim yang Allah tetapkan adalah Yesus Kristus yang telah dibangkitkan. (Yoh. 5:22) Kita juga tahu bahwa Hari Penghakiman akan berlangsung selama seribu tahun dan sudah sangat dekat. (Why. 20:4, 6) Kita tidak takut dengan Hari Penghakiman, sebab kita mengerti bahwa hari itu akan mendatangkan berkat yang tak terlukiskan bagi orang-orang yang dinyatakan setia. Penggenapan harapan tentang masa depan yang gemilang itu dijamin oleh mukjizat terbesar—kebangkitan Yesus Kristus!
”Ada Orang-Orang yang . . . Menjadi Percaya” (Kis. 17:32-34)
23. Berbagai reaksi apa yang timbul seusai pembelaan Paulus?
23 Pembelaan Paulus ditanggapi dengan berbagai reaksi. ”Ada yang mulai mengejek” ketika mendengar tentang kebangkitan. Yang lain menampik dengan sopan, ”Lain kali saja kami mendengarkan kamu tentang ini.” (Kis. 17:32) Akan tetapi, ada beberapa yang menyambut: ”Ada orang-orang yang bergabung dengannya dan menjadi percaya. Di antara mereka ada seorang hakim dari pengadilan Areopagus bernama Dionisius, seorang wanita bernama Damaris, dan orang-orang lainnya.” (Kis. 17:34) Kita mengalami berbagai reaksi serupa dalam pelayanan kita. Beberapa orang mungkin mengejek kita, sedangkan yang lain bersikap sopan tetapi tidak berminat. Akan tetapi, kita sangat senang sewaktu ada yang menerima berita Kerajaan dan menjadi orang percaya.
24. Apa yang dapat kita pelajari dari pembelaan yang Paulus sampaikan di Areopagus?
24 Jika kita merenungkan pembelaan Paulus, kita bisa belajar banyak tentang pengembangan gagasan yang logis dan argumentasi yang meyakinkan, juga tentang cara menyesuaikan pendekatan kita dengan para pendengar. Selain itu, kita bisa belajar perlunya sabar dan berhati-hati dalam berbicara dengan orang-orang yang dibutakan kepercayaan agama palsu. Kita juga mendapat pelajaran penting ini: Kita tidak boleh mengkompromikan kebenaran Alkitab hanya untuk menyenangkan pendengar kita. Lagi pula, dengan meniru teladan Rasul Paulus, kita bisa menjadi pengajar yang lebih efektif dalam dinas lapangan. Selain itu, para pengawas bisa menjadi pengajar yang lebih cakap di dalam sidang. Dengan demikian, kita akan diperlengkapi untuk membantu orang lain ”mencari Allah [dan] menemukan Dia”.—Kis. 17:27.
a Lihat kotak ”Athena—Pusat Kebudayaan Dunia Kuno”.
b Lihat kotak ”Penganut Epikuros dan Stoa”.
c Areopagus, yang berlokasi di sebelah barat laut Akropolis, adalah tempat yang dahulu biasa digunakan oleh dewan tertinggi Athena untuk bersidang. Istilah ”Areopagus” bisa memaksudkan dewannya atau bukitnya. Maka, ada pro kontra di antara para pakar tentang apakah Paulus dibawa ke bukit ini atau ke tempat persidangan di lokasi lain, mungkin di agora.
d Kata Yunani yang diterjemahkan ”dunia” adalah koʹsmos, dan orang Yunani menggunakan kata itu untuk memaksudkan alam semesta. Dalam upaya mempertahankan titik temu dengan para pendengar Yunaninya, Paulus bisa jadi menggunakan kata itu dalam pengertian tersebut.
e Paulus mengutip dari puisi tentang astronomi berjudul Phaenomena, karya penyair Stoa bernama Aratus. Kata-kata serupa terdapat dalam tulisan-tulisan Yunani lainnya, misalnya Himne kepada Zeus, karya penulis Stoa bernama Kleantes.
-
-
”Teruslah Berbicara dan Jangan Diam””Memberikan Kesaksian yang Saksama tentang Kerajaan Allah”
-
-
PASAL 19
”Teruslah Berbicara dan Jangan Diam”
Paulus bekerja menafkahi diri tetapi memprioritaskan pelayanannya
Berdasarkan Kisah 18:1-22
1-3. Mengapa Rasul Paulus datang ke Korintus, dan tantangan apa saja yang dia hadapi?
SAAT itu menjelang akhir tahun 50 M. Rasul Paulus berada di Korintus, pusat perdagangan yang kaya, yang dihuni banyak orang Yunani, Romawi, dan Yahudi.a Paulus tidak datang ke sana untuk berjual beli barang atau mencari pekerjaan sekuler. Dia datang ke Korintus untuk alasan yang jauh lebih penting—memberikan kesaksian tentang Kerajaan Allah. Namun, Paulus tetap membutuhkan tempat tinggal, dan dia bertekad untuk tidak membebani orang lain secara keuangan. Dia tidak mau memberi kesan bahwa dia mengambil keuntungan dari firman Allah. Apa yang akan dia lakukan?
2 Paulus memiliki keterampilan sebagai pembuat kemah. Itu bukan pekerjaan yang mudah, tetapi dia rela melakukan pekerjaan fisik guna menafkahi diri. Apakah dia akan mendapat pekerjaan di kota yang sibuk ini? Apakah dia akan menemukan tempat tinggal yang cocok? Meski menghadapi beberapa tantangan ini, Paulus tidak melalaikan pekerjaan utamanya, yaitu pelayanan.
3 Paulus tinggal cukup lama di Korintus, dan pelayanannya di sana membuahkan banyak hasil. Apa yang dapat kita pelajari dari kegiatan Paulus di Korintus, yang akan membantu kita memberikan kesaksian yang saksama tentang Kerajaan Allah di daerah kita?
’Keahlian Mereka Membuat Kemah’ (Kis. 18:1-4)
4, 5. (a) Selama di Korintus, di mana Paulus tinggal, dan pekerjaan sekuler apa yang dia lakukan? (b) Bagaimana Paulus bisa menjadi seorang pembuat kemah?
4 Beberapa saat setelah tiba di Korintus, Paulus bertemu dengan pasangan yang suka menerima tamu—seorang Yahudi asli bernama Akuila dan istrinya, Priskila, atau Priska. Suami istri ini pindah ke Korintus oleh karena dekret Kaisar Klaudius yang memerintahkan ”semua orang Yahudi untuk meninggalkan Roma”. (Kis. 18:1, 2) Akuila dan Priskila mengajak Paulus tidak saja untuk tinggal bersama mereka, tetapi juga untuk bekerja dengan mereka. Kita membaca, ”Karena keahliannya sama dengan mereka, yaitu membuat kemah, [Paulus] tinggal di rumah mereka dan bekerja bersama mereka.” (Kis. 18:3) Paulus tinggal di rumah suami istri yang baik hati ini selama pelayanannya di Korintus. Sementara tinggal bersama Akuila dan Priskila, Paulus bisa jadi menulis beberapa surat yang kemudian menjadi bagian dari kanon Alkitab.b
5 Sebagai orang yang dididik ”oleh Gamaliel”, bagaimana Paulus bisa memiliki keterampilan sebagai pembuat kemah? (Kis. 22:3) Orang Yahudi pada abad pertama tampaknya tidak merasa malu untuk mengajarkan suatu keterampilan kepada anak-anak mereka, sekalipun anak-anak itu juga menerima pendidikan tambahan. Karena berasal dari Tarsus di Kilikia, daerah yang terkenal dengan kain yang disebut cilicium untuk membuat kemah, Paulus kemungkinan besar mempelajari keterampilan itu semasa mudanya. Apa saja yang tersangkut dalam membuat kemah? Bisa jadi itu termasuk menenun kain kemah atau memotong serta menjahit bahan yang kaku dan kasar itu. Yang pasti, hal itu membutuhkan kerja keras.
6, 7. (a) Bagaimana pandangan Paulus mengenai pekerjaan membuat kemah, dan apa yang menunjukkan bahwa Akuila dan Priskila memiliki pandangan yang sama? (b) Bagaimana orang Kristen zaman sekarang mengikuti teladan Paulus, Akuila, dan Priskila?
6 Paulus tidak menganggap pekerjaan membuat kemah sebagai pekerjaan utama, atau kariernya. Dia melakukannya sekadar untuk menafkahi diri dalam pelayanan, yakni memberitakan kabar baik ”tanpa dibayar”. (2 Kor. 11:7) Bagaimana pandangan Akuila dan Priskila mengenai pekerjaan sekuler mereka? Sebagai orang Kristen, mereka tentunya memiliki pandangan yang sama seperti Paulus. Malah, sewaktu Paulus meninggalkan Korintus pada tahun 52 M, Akuila dan Priskila ikut pindah bersamanya ke Efesus. Dan, rumah mereka di sana digunakan sebagai tempat perhimpunan sidang setempat. (1 Kor. 16:19) Belakangan, mereka pulang ke Roma lalu kembali lagi ke Efesus. Suami istri yang bersemangat itu memprioritaskan kepentingan Kerajaan dan rela mengerahkan diri demi melayani orang lain, sehingga ”sidang jemaat dari bangsa-bangsa lain” berterima kasih kepada mereka.—Rm. 16:3-5; 2 Tim. 4:19.
7 Orang Kristen zaman sekarang mengikuti teladan Paulus, Akuila, dan Priskila. Para rohaniwan yang bersemangat bekerja keras supaya ”tidak membebani” orang lain. (1 Tes. 2:9) Patut dipujikan, banyak pemberita Kerajaan sepenuh waktu melakukan pekerjaan penggal waktu atau musiman guna menunjang pekerjaan utama mereka, yaitu pelayanan Kristen. Seperti Akuila dan Priskila, banyak hamba Yehuwa yang baik hati membuka rumah mereka bagi para pengawas wilayah. Mereka yang ’membiasakan diri untuk bermurah hati’ dengan cara tersebut tahu alangkah membesarkan hati dan membinanya hal itu.—Rm. 12:13.
”Banyak Orang Korintus . . . Menjadi Percaya” (Kis. 18:5-8)
8, 9. Bagaimana tanggapan Paulus ketika pengabarannya yang giat kepada orang Yahudi menemui tentangan, lalu ke mana dia pergi mengabar?
8 Bahwa Paulus memandang pekerjaan sekuler hanya sebagai sarana menjadi jelas sewaktu Silas dan Timotius datang dari Makedonia membawa banyak pemberian. (2 Kor. 11:9) Paulus langsung ”mulai sibuk memberitakan firman [”mempergunakan seluruh waktunya untuk mengabarkan berita dari Allah”, Bahasa Indonesia Masa Kini-LAI]”. (Kis. 18:5) Akan tetapi, pengabaran yang giat kepada orang Yahudi itu menemui banyak tentangan. Sebagai tanda bahwa dia menolak tanggung jawab lebih lanjut karena orang Yahudi tidak mau menerima berita yang menyelamatkan kehidupan tentang Kristus, Paulus mengebaskan pakaiannya dan memberi tahu para penentangnya, ”Kalian akan menanggung darah kalian sendiri. Saya bersih dari darah kalian. Mulai sekarang, saya akan pergi kepada orang-orang dari bangsa lain.”—Kis. 18:6; Yeh. 3:18, 19.
9 Lalu, ke mana Paulus kini mengabar? Seorang pria bernama Titius Yustus, mungkin seorang penganut agama Yahudi yang rumahnya bersebelahan dengan rumah ibadah orang Yahudi, membuka rumahnya bagi Paulus. Maka, Paulus pindah dari rumah ibadah itu ke rumah Yustus. (Kis. 18:7) Rumah Akuila dan Priskila tetap menjadi tempat tinggal Paulus selama di Korintus, sedangkan rumah Yustus menjadi pusat kegiatan pengabaran sang rasul.
10. Apa yang menunjukkan bahwa Paulus tidak memutuskan untuk mengabar kepada orang-orang dari bangsa lain saja?
10 Apakah pernyataan Paulus tersebut, bahwa mulai sejak itu dia akan pergi kepada orang-orang dari bangsa lain, memaksudkan bahwa dia sama sekali mengalihkan perhatian dari semua orang Yahudi dan penganut agama Yahudi, bahkan yang mau menyambut? Sama sekali tidak. Sebagai contoh, ”Krispus, ketua rumah ibadah itu, bersama seluruh rumah tangganya, menjadi percaya kepada Tuan”. Rupanya, sejumlah anggota rumah ibadah itu bergabung dengan Krispus, sebab Alkitab mengatakan, ”Banyak orang Korintus yang mendengar kabar baik menjadi percaya dan dibaptis.” (Kis. 18:8) Rumah Titius Yustus pun menjadi tempat perhimpunan bagi sidang Kristen yang baru terbentuk di Korintus. Jika catatan Kisah ini disampaikan dengan gaya penulisan Lukas—yakni kronologis—itu berarti pertobatan orang-orang Yahudi dan non-Yahudi itu terjadi setelah Paulus mengebaskan pakaiannya. Hal ini jelas menunjukkan bahwa sang rasul bersifat fleksibel.
11. Bagaimana Saksi-Saksi Yehuwa sekarang meniru Paulus sewaktu mereka berupaya mendekati orang-orang yang mengaku Kristen?
11 Sekarang, gereja-gereja di banyak negeri sudah mapan dan berpengaruh kuat atas para anggotanya. Di beberapa negeri dan kepulauan, utusan injil dari agama-agama yang mengaku Kristen telah menobatkan banyak orang. Orang-orang yang mengaku Kristen sering kali masih terikat pada tradisi, seperti halnya orang Yahudi di Korintus pada abad pertama. Namun, seperti Paulus, kita sebagai Saksi-Saksi Yehuwa dengan bersemangat berupaya mendekati orang-orang seperti itu, untuk mengembangkan pengetahuan apa pun yang mereka miliki tentang Alkitab. Sekalipun mereka menentang kita atau para pemimpin agama mereka menganiaya kita, kita tidak berputus asa. Di antara orang-orang yang ”bersemangat melayani Allah, tapi tidak sesuai dengan pengetahuan yang tepat”, bisa jadi ada banyak orang lembut hati yang perlu dicari dan ditemukan.—Rm. 10:2.
”Banyak Orang di Kota Ini Akan Percaya Kepadaku” (Kis. 18:9-17)
12. Jaminan apa yang Paulus terima dalam suatu penglihatan?
12 Seandainya Paulus sempat ragu untuk meneruskan pelayanannya di Korintus, perasaan itu pasti hilang pada malam ketika Tuan Yesus menemui dia dalam suatu penglihatan dan mengatakan, ”Jangan takut. Teruslah berbicara dan jangan diam, karena aku menyertaimu dan tidak seorang pun akan menyerangmu untuk menyakitimu. Banyak orang di kota ini akan percaya kepadaku.” (Kis. 18:9, 10) Benar-benar penglihatan yang membesarkan hati! Tuan sendiri meyakinkan Paulus bahwa dia akan dilindungi dari celaka dan bahwa ada banyak orang yang layak di kota itu. Bagaimana Paulus menanggapi penglihatan tersebut? Kita membaca, ”Dia tinggal di sana selama satu tahun enam bulan dan mengajarkan firman Allah kepada mereka.”—Kis. 18:11.
13. Peristiwa apa yang mungkin Paulus ingat sewaktu dia mendekati kursi penghakiman, tetapi mengapa dia bisa yakin akan mengalami hal yang berbeda?
13 Setelah tinggal selama kira-kira satu tahun di Korintus, Paulus mendapat bukti lebih lanjut akan dukungan Tuan. ”Orang Yahudi bersatu melawan Paulus dan membawanya ke hadapan kursi penghakiman”, yang disebut beʹma. (Kis. 18:12) Menurut beberapa orang, beʹma adalah panggung dari marmer biru dan putih yang dihiasi banyak ukiran, yang mungkin terletak agak di tengah pasar Korintus. Di depan beʹma terdapat area terbuka yang cukup luas untuk menampung banyak orang. Berdasarkan temuan arkeologis, diduga kursi penghakiman itu hanya beberapa langkah dari rumah ibadah orang Yahudi dan, karena itu, dari rumah Yustus. Sewaktu Paulus mendekati beʹma, dia mungkin mengingat pembunuhan Stefanus, yang kadang disebut sebagai martir Kristen yang pertama. Paulus, yang ketika itu dikenal sebagai Saul, ”setuju Stefanus dibunuh”. (Kis. 8:1) Apakah Paulus kini akan mengalami hal serupa? Tidak, sebab dia telah menerima janji: ”Tidak seorang pun akan . . . menyakitimu.”—Kis. 18:10.
”Dia pun menyuruh mereka pergi dari kursi penghakiman itu.”—Kisah 18:16
14, 15. (a) Tuduhan apa yang dilontarkan orang Yahudi terhadap Paulus, dan mengapa Galio menutup kasus tersebut? (b) Apa yang terjadi atas Sostenes, dan apa yang mungkin dia lakukan belakangan?
14 Apa yang terjadi sewaktu Paulus sampai di hadapan kursi penghakiman itu? Pejabat pengadilan yang duduk di situ adalah gubernur Akhaya bernama Galio—kakak filsuf Romawi Seneka. Orang Yahudi melontarkan tuduhan ini terhadap Paulus: ”Orang ini menghasut orang-orang untuk beribadah kepada Allah dengan cara yang bertentangan dengan hukum.” (Kis. 18:13) Mereka menyiratkan bahwa Paulus secara tidak sah membuat orang berganti agama. Namun, Galio melihat bahwa Paulus tidak membuat ”kesalahan” dan tidak melakukan ”kejahatan serius”. (Kis. 18:14) Galio tidak mau ikut campur dalam pertikaian orang Yahudi. Jadi, bahkan sebelum Paulus sempat mengucapkan sepatah kata pembelaan, Galio menutup kasus itu! Para penuduh itu geram dan melampiaskan kemarahan mereka pada Sostenes, yang mungkin telah menggantikan Krispus sebagai ketua rumah ibadah. Mereka menangkap Sostenes ”dan mulai memukuli dia di depan kursi penghakiman”.—Kis. 18:17.
15 Mengapa Galio tidak mencegah orang banyak memukuli Sostenes? Barangkali Galio berpikir bahwa Sostenes-lah biang keributan yang menentang Paulus dan karena itu dia pantas menerimanya. Apa pun penyebabnya, insiden itu mungkin membuahkan hasil baik. Dalam suratnya yang pertama kepada sidang Korintus, yang ditulis beberapa tahun kemudian, Paulus menyebut tentang seorang saudara bernama Sostenes. (1 Kor. 1:1, 2) Apakah dia Sostenes yang sama yang dipukuli di Korintus? Jika ya, pengalaman pahit itu mungkin telah membantu Sostenes memeluk Kekristenan.
16. Bagaimana kata-kata Tuan ”teruslah berbicara dan jangan diam, karena aku menyertaimu” mempengaruhi pelayanan kita?
16 Ingat bahwa setelah orang Yahudi menolak pengabaran Paulus, barulah Tuan Yesus meyakinkan Paulus, ”Jangan takut. Teruslah berbicara dan jangan diam, karena aku menyertaimu.” (Kis. 18:9, 10) Kita hendaknya mengingat kata-kata itu, khususnya apabila berita kita ditolak. Jangan pernah lupa bahwa Yehuwa bisa membaca hati dan menarik orang-orang yang berhati jujur kepada-Nya. (1 Sam. 16:7; Yoh. 6:44) Ini benar-benar menganjurkan kita untuk tetap sibuk dalam pelayanan! Setiap tahun, ratusan ribu orang dibaptis—ratusan setiap harinya. Bagi mereka yang mengindahkan perintah untuk ’membuat orang-orang dari segala bangsa menjadi murid’, Yesus memberikan jaminan ini: ”Aku akan selalu menyertai kalian sampai penutup zaman ini.”—Mat. 28:19, 20.
”Kalau Yehuwa Menghendaki” (Kis. 18:18-22)
17, 18. Apa yang mungkin Paulus pikirkan selama pelayaran ke Efesus?
17 Tidak dapat dipastikan apakah sikap Galio terhadap para penuduh Paulus menghasilkan masa kedamaian bagi sidang Kristen yang baru terbentuk di Korintus. Tetapi, Paulus tinggal ”beberapa hari lagi” sebelum mengucapkan selamat berpisah kepada saudara-saudaranya di Korintus. Pada musim semi tahun 52 M, dia berencana untuk berlayar ke Siria dari pelabuhan Kenkhrea, sekitar 11 kilometer di sebelah timur Korintus. Namun, sebelum meninggalkan Kenkhrea, Paulus ”memotong pendek rambutnya . . . , karena dia sudah berikrar”.c (Kis. 18:18) Selanjutnya, dia membawa serta Akuila dan Priskila lalu berlayar menyeberangi Laut Aegea menuju Efesus di Asia Kecil.
18 Sambil berlayar dari Kenkhrea, Paulus mungkin mengingat-ingat pengalamannya di Korintus. Dia mendapat banyak kenangan indah dan alasan untuk merasa sangat puas. Pelayanannya selama 18 bulan di sana telah membuahkan hasil. Sidang pertama di Korintus telah terbentuk, dengan rumah Yustus sebagai tempat perhimpunan. Mereka yang menjadi orang percaya antara lain ialah Yustus, Krispus dan rumah tangganya, dan banyak lagi yang lain. Paulus mengasihi mereka semua, sebab dia telah membantu mereka menjadi orang Kristen. Belakangan, dia menulis surat bagi mereka dan menyebut mereka sebagai surat pujian yang ditulis pada hatinya. Kita juga merasa dekat dengan orang-orang yang kita bantu menganut ibadah sejati. Alangkah memuaskannya melihat ”surat-surat pujian” yang hidup seperti itu!—2 Kor. 3:1-3.
19, 20. Apa yang Paulus lakukan setibanya di Efesus, dan apa yang kita pelajari darinya sehubungan dengan melaksanakan tujuan-tujuan rohani?
19 Setibanya di Efesus, Paulus langsung sibuk. Dia ”masuk ke rumah ibadah dan memberi penjelasan kepada orang-orang Yahudi”. (Kis. 18:19) Pada kesempatan ini, Paulus hanya singgah sebentar di Efesus. Meskipun diminta untuk tinggal lebih lama, ”dia tidak mau”. Sewaktu mengucapkan selamat berpisah, dia memberi tahu saudara-saudara di Efesus, ”Saya akan kembali kepada kalian, kalau Yehuwa menghendaki.” (Kis. 18:20, 21) Paulus tentu sadar bahwa ada banyak pekerjaan pengabaran yang harus dilakukan di Efesus. Sang rasul berencana kembali, tetapi dia menyerahkan segala sesuatunya ke tangan Yehuwa. Bukankah itu teladan yang bagus untuk kita ingat? Dalam melaksanakan tujuan-tujuan rohani, kita perlu mengambil inisiatif. Akan tetapi, kita harus selalu mengandalkan bimbingan Yehuwa dan berupaya bertindak selaras dengan kehendak-Nya.—Yak. 4:15.
20 Akuila dan Priskila ditinggalkan di Efesus, dan Paulus berangkat berlayar lalu sampai di Kaisarea. Kelihatannya, dia ”naik” ke Yerusalem dan memberi salam kepada sidang di sana. (Lihat keterangan tambahan Kis. 18:22, nwtsty.) Kemudian, Paulus pergi ke pangkalannya—Antiokhia Siria. Perjalanan utusan injilnya yang kedua selesai dengan sukses. Apa yang menantinya dalam perjalanan utusan injilnya yang terakhir?
a Lihat kotak ”Korintus—Penguasa Dua Laut”.
b Lihat kotak ”Surat-Surat Terilham yang Memberikan Anjuran”.
c Lihat kotak ”Ikrar Paulus”.
-