PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Upaya-Upaya Selanjutnya untuk Membunuh Yesus
    Tokoh Terbesar Sepanjang Masa
    • Ia meninggalkan Yerusalem dan pergi menyeberangi Sungai Yordan ke tempat Yohanes mulai membaptis hampir empat tahun sebelumnya. Tempat ini rupanya tidak jauh dari pantai sebelah selatan dari Laut Galilea, kira-kira dua hari perjalanan dari Yerusalem.

      Banyak orang datang kepada Yesus di tempat ini dan mulai berkata, ”Yohanes memang tidak membuat satu tandapun, tetapi semua yang pernah dikatakan Yohanes tentang orang ini adalah benar.” Dan banyak orang di situ percaya kepadanya.

  • Yesus Sekali Lagi ke Yerusalem
    Tokoh Terbesar Sepanjang Masa
    • Yesus Sekali Lagi ke Yerusalem

      TIDAK lama kemudian Yesus kembali mengadakan perjalanan, mengajar dari kota ke kota dan dari desa ke desa. Ia rupanya berada di distrik Perea, seberang Sungai Yordan dari Yudea. Namun tujuannya ialah Yerusalem.

      Mungkin terdorong oleh filsafat Yahudi bahwa yang akan memperoleh keselamatan terbatas jumlahnya, seorang pria bertanya, ”Tuhan, sedikit sajakah orang yang diselamatkan?” Dengan jawabannya, Yesus memaksa orang untuk memikirkan apa yang dibutuhkan untuk keselamatan, ”Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu!”

      Upaya yang keras demikian diperlukan karena ”banyak orang”, kata Yesus melanjutkan, ”akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat”. Mengapa mereka tidak dapat? Ia menjelaskan bahwa ’jika tuan rumah telah bangkit dan telah menutup pintu, orang-orang akan berdiri di luar dan mengetok-ngetok pintu sambil berkata: Tuan, bukakanlah kami pintu! dan Ia akan menjawab: Aku tidak tahu dari mana kamu datang, enyahlah dari hadapanKu, hai kamu sekalian yang melakukan kejahatan!’

      Ternyata orang-orang yang tinggal di luar datang hanya pada waktu yang cocok bagi diri mereka sendiri. Namun pada waktu itu pintu kesempatan ditutup dan dikunci. Untuk dapat masuk, mereka harus datang lebih awal, sekalipun ketika itu waktunya kurang cocok untuk melakukan hal tersebut. Sesungguhnya, akhir yang menyedihkan dialami oleh mereka yang menunda-nunda untuk menjadikan ibadat kepada Yehuwa sebagai tujuan utama dalam kehidupan!

      Orang-orang Yahudi kepada siapa Yesus diutus untuk melayani, dalam banyak hal, telah gagal meraih kesempatan mereka yang sangat baik untuk menerima persediaan Allah demi keselamatan. Maka Yesus berkata bahwa mereka akan meratap dan mengertakkan gigi pada waktu mereka dicampakkan ke luar. Sebaliknya, orang-orang dari ”Timur dan Barat dan dari Utara dan Selatan”, ya dari semua bangsa, ”akan duduk makan di dalam Kerajaan Allah”.

      Yesus melanjutkan, ”Ada orang yang terakhir [orang-orang non-Yahudi yang dihina, juga orang-orang Yahudi yang tertekan] yang akan menjadi orang yang terdahulu dan ada orang yang terdahulu [orang-orang Yahudi yang beruntung secara materi dan rohani] yang akan menjadi orang yang terakhir.” Menjadi yang terakhir berarti bahwa orang-orang yang malas dan tidak tahu berterima kasih sama sekali tidak akan berada dalam Kerajaan Allah.

      Orang-orang Farisi sekarang datang kepada Yesus dan berkata, ”Pergilah, tinggalkanlah tempat ini, karena Herodes [Antipas] hendak membunuh Engkau.” Mungkin Herodes sendiri yang memulai desas-desus ini agar Yesus menyingkir dari wilayah itu. Herodes mungkin takut terlibat dalam kematian nabi Allah yang lain karena ia terlibat dalam pembunuhan Yohanes Pembaptis. Namun jawab Yesus kepada orang-orang Farisi, ”Pergilah dan katakanlah kepada si serigala itu: Aku mengusir setan dan menyembuhkan orang, pada hari ini dan besok, dan pada hari yang ketiga Aku akan selesai.”

      Setelah menyelesaikan pekerjaannya di sana, Yesus melanjutkan perjalanan ke arah Yerusalem karena, sebagaimana ia jelaskan, ”tidaklah semestinya seorang nabi dibunuh kalau tidak di Yerusalem”. Mengapa dapat diharapkan bahwa Yesus akan dibunuh di Yerusalem? Karena Yerusalem adalah ibu kota, tempat ke-71 anggota pengadilan tinggi Sanhedrin berada dan tempat korban-korban binatang dipersembahkan. Karena itu, tidaklah pantas bagi ”Anak Domba Allah” untuk dibunuh di tempat lain kecuali Yerusalem.

      ”Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu!” ratap Yesus, ”berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu tidak mau. Sesungguhnya rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi.” Karena menolak Anak Allah, bangsa itu terkutuk!

      Seraya Yesus meneruskan perjalanan ke arah Yerusalem, ia diundang untuk datang ke rumah seorang pemimpin orang Farisi. Hari itu adalah hari Sabat, dan orang-orang mengamatinya dengan saksama, karena di sana hadir seorang pria yang sakit busung air, penimbunan air yang kemungkinan terjadi pada lengan dan kakinya. Yesus menyapa orang Farisi dan para ahli Taurat yang hadir, dan bertanya, ”Diperbolehkankah menyembuhkan orang pada hari Sabat?”

      Tidak seorang pun menjawab. Maka Yesus menyembuhkan pria itu dan menyuruhnya pergi. Kemudian ia bertanya, ”Siapakah di antara kamu yang tidak segera menarik ke luar anaknya atau lembunya kalau terperosok ke dalam sebuah sumur, meskipun pada hari Sabat?” Lagi-lagi, tidak seorang pun sanggup menjawab. Lukas 13:22–14:6; Yohanes 1:29.

  • Dijamu oleh Seorang Farisi
    Tokoh Terbesar Sepanjang Masa
    • Dijamu oleh Seorang Farisi

      YESUS masih berada di rumah seorang Farisi yang terkemuka dan baru saja menyembuhkan seorang pria yang menderita penyakit busung air. Seraya ia mengamati para tamu memilih tempat yang terhormat pada perjamuan, ia mengajarkan suatu pelajaran dalam hal kerendahan hati.

      ”Kalau seorang mengundang engkau ke pesta perkawinan,” Yesus kemudian menjelaskan, ”janganlah duduk di tempat kehormatan, sebab mungkin orang itu telah mengundang seorang yang lebih terhormat dari padamu, supaya orang itu, yang mengundang engkau dan dia, jangan datang dan berkata kepadamu: Berilah tempat ini kepada orang itu. Lalu engkau dengan malu harus pergi duduk di tempat yang paling rendah.”

      Maka Yesus menasihatkan, ”Apabila engkau diundang, pergilah duduk di tempat yang paling rendah. Mungkin tuan rumah akan datang dan berkata kepadamu: Sahabat, silakan duduk di depan. Dan dengan demikian engkau akan menerima hormat di depan mata semua tamu yang lain.” Dalam memberi kesimpulan, Yesus berkata, ”Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.”

      Kemudian, Yesus berkata kepada orang Farisi yang mengundangnya dan menjelaskan bagaimana menyelenggarakan perjamuan makan yang benar-benar berkenan dalam pandangan Allah. ”Apabila engkau mengadakan perjamuan siang atau perjamuan malam, janganlah engkau mengundang sahabat-sahabatmu atau saudara-saudaramu atau kaum keluargamu atau tetangga-tetanggamu yang kaya, karena mereka akan membalasnya dengan mengundang engkau pula dan dengan demikian engkau mendapat balasnya. Tetapi apabila engkau mengadakan perjamuan, undanglah orang-orang miskin, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta. Dan engkau akan berbahagia, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk membalasnya kepadamu.”

      Menyediakan perjamuan makan demikian bagi orang-orang yang kurang beruntung akan mendatangkan kebahagiaan bagi orang yang mengadakannya karena, sebagaimana Yesus menjelaskan kepada tuan rumahnya, ”Engkau akan mendapat balasnya pada hari kebangkitan orang-orang benar.” Penjelasan Yesus mengenai perjamuan yang bermanfaat ini mengingatkan salah seorang tamu kepada perjamuan yang lain. ”Berbahagialah orang yang akan dijamu dalam Kerajaan Allah,” kata tamu itu. Namun demikian, tidak semua orang dengan sepatutnya menghargai prospek yang membahagiakan itu, pada waktu Yesus melanjutkan untuk memperlihatkan melalui sebuah perumpamaan.

      ”Ada seorang mengadakan perjamuan besar dan ia mengundang banyak orang. . . . ia menyuruh hambanya mengatakan kepada para undangan: Marilah, sebab segala sesuatu sudah siap. Tetapi mereka bersama-sama meminta maaf. Yang pertama berkata kepadanya: Aku telah membeli ladang dan aku harus pergi melihatnya; aku minta dimaafkan. Yang lain berkata: Aku telah membeli lima pasang lembu kebiri dan aku harus pergi mencobanya; aku minta dimaafkan. Yang lain lagi berkata: Aku baru kawin dan karena itu tidak dapat datang.”

      Dalih-dalih yang tidak masuk akal! Ladang atau ternak biasanya diperiksa sebelum dibeli, jadi bukanlah hal yang mendesak untuk memeriksanya setelah dibeli. Demikian juga, perkawinan seseorang seharusnya tidak mencegahnya untuk menerima undangan yang begitu penting. Maka sewaktu mendengar dalih-dalih tersebut, sang majikan menjadi marah serta memerintahkan hambanya:

      ”Pergilah dengan segera ke segala jalan dan lorong kota dan bawalah ke mari orang-orang miskin dan orang-orang cacat dan orang-orang buta dan orang-orang lumpuh. Kemudian hamba itu melaporkan: Tuan, apa yang tuan perintahkan itu sudah dilaksanakan, tetapi sekalipun demikian masih ada tempat. Lalu kata tuan itu kepada hambanya: Pergilah ke semua jalan dan lintasan dan paksalah orang-orang, yang ada di situ, masuk, karena rumahku harus penuh. . . . Tidak ada seorangpun dari orang-orang yang telah diundang itu akan menikmati jamuanKu.”

      Situasi apa yang dilukiskan oleh perumpamaan ini? ”Tuan” yang menyediakan perjamuan menggambarkan Allah Yehuwa; ”hamba” yang menyampaikan undangan, Kristus Yesus; dan ”perjamuan besar”, kesempatan untuk masuk ke dalam Kerajaan surga.

      Mereka yang pertama-tama menerima undangan untuk masuk ke dalam Kerajaan itu, lebih dahulu daripada orang-orang lain, adalah para pemimpin agama Yahudi pada zaman Yesus. Akan tetapi, mereka menolak undangan tersebut. Maka, khususnya sejak hari Pentakosta tahun 33 M., undangan kedua diulurkan kepada orang-orang yang terhina dan yang direndahkan dari bangsa Yahudi. Akan tetapi, tidak cukup untuk memenuhi 144.000 tempat dalam Kerajaan surgawi Allah. Maka pada tahun 36 M., tiga setengah tahun kemudian, undangan ketiga dan yang terakhir diulurkan kepada orang-orang non-Yahudi yang tidak bersunat, dan pengumpulan orang-orang itu terus berlangsung sampai pada zaman kita sekarang. Lukas 14:1-24.

  • Tanggung Jawab sebagai Murid
    Tokoh Terbesar Sepanjang Masa
    • Tanggung Jawab sebagai Murid

      SETELAH meninggalkan rumah orang Farisi yang terkemuka, yang rupanya adalah anggota Sanhedrin, Yesus melanjutkan perjalanan ke Yerusalem. Banyak orang mengikutinya. Akan tetapi, apa gerangan motif mereka? Apa sebenarnya yang tersangkut untuk menjadi pengikutnya yang sejati?

      Seraya mereka berjalan, Yesus berpaling kepada rombongan orang banyak dan mungkin mengejutkan mereka pada waktu ia berkata, ”Jikalau seorang datang kepadaKu dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi muridKu.”

      Apa yang Yesus maksudkan? Yesus di sini tidak memaksudkan bahwa pengikut-pengikutnya harus secara aksara membenci sanak-saudara mereka. Melainkan, para pengikutnya harus dalam arti tertentu tidak mengasihi sanak-saudara mereka lebih daripada mengasihi dia. Yakub nenek moyang Yesus dikatakan ’tidak mencintai [”membenci”, NW]’ Lea dan mencintai Rahel, yang berarti bahwa kasihnya kepada Lea tidak sebesar kasihnya kepada Rahel saudara perempuannya.

      Juga, pertimbangkan, bahwa Yesus mengatakan seorang murid harus membenci ”bahkan nyawanya sendiri”, atau kehidupannya. Tentu, yang Yesus maksudkan adalah bahwa seorang murid sejati harus mengasihi Dia bahkan lebih daripada mengasihi kehidupannya sendiri. Sebenarnya, Yesus sedang menandaskan bahwa menjadi muridnya adalah tanggung jawab yang serius. Hal itu bukan sesuatu yang diputuskan tanpa pertimbangan yang saksama.

      Kesukaran dan penganiayaan akan dialami murid Yesus, seraya ia selanjutnya menyatakan, ”Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi muridKu.” Jadi, seorang murid sejati harus bersedia menanggung celaan yang dialami Yesus, bahkan termasuk, jika perlu, mati di tangan musuh Allah, yang Yesus alami tidak lama kemudian.

      Maka, menjadi murid Kristus adalah perkara yang perlu dipertimbangkan dengan saksama oleh orang banyak yang sedang mengikuti dia. Yesus menandaskan fakta ini melalui sebuah perumpamaan. ”Sebab,” katanya ”siapakah di antara kamu yang kalau mau mendirikan sebuah menara tidak duduk dahulu membuat anggaran biayanya, kalau-kalau cukup uangnya untuk menyelesaikan pekerjaan itu? Supaya jikalau ia sudah meletakkan dasarnya dan tidak dapat menyelesaikannya, jangan-jangan semua orang yang melihatnya, mengejek dia, sambil berkata: Orang itu mulai mendirikan, tetapi ia tidak sanggup menyelesaikannya.”

      Jadi Yesus memberikan gambaran kepada orang banyak yang sedang mengikuti dia bahwa sebelum menjadi muridnya, mereka harus membuat keputusan yang pasti bahwa mereka dapat memenuhi segala sesuatu yang tercakup sama seperti seorang pria yang ingin membangun menara perlu memastikan sebelum ia mulai bahwa ia mempunyai cukup dana untuk menyelesaikannya. Menceritakan perumpamaan lain, Yesus melanjutkan,

      ”Atau, raja manakah yang kalau mau pergi berperang melawan raja lain tidak duduk dahulu untuk mempertimbangkan, apakah dengan sepuluh ribu orang ia sanggup menghadapi lawan yang mendatanginya dengan dua puluh ribu orang? Jikalau tidak, ia akan mengirim utusan selama musuh itu masih jauh untuk menanyakan syarat-syarat perdamaian.”

      Yesus kemudian menandaskan inti dari perumpamaan-perumpamaannya, dengan mengatakan, ”Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi muridKu.” Orang banyak yang sedang mengikuti dia, dan ya, setiap orang yang belajar mengenai Kristus harus bersedia melakukan hal itu. Mereka harus siap mengorbankan segala sesuatu yang mereka miliki—semua harta milik mereka, termasuk kehidupan itu sendiri—jika mereka ingin menjadi muridnya. Apakah saudara bersedia melakukan hal ini?

      ”Garam memang baik,” kata Yesus melanjutkan. Dalam Khotbah di Bukit, ia berkata bahwa murid-muridnya adalah ”garam dunia,” yang berarti bahwa mereka mempunyai pengaruh yang melindungi bagi orang lain, sama seperti garam aksara yang mengawetkan. ”Tetapi jika garam juga menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya baik untuk ladang maupun untuk pupuk,” demikian kesimpulan Yesus. ”Orang membuangnya saja. Siapa yang mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!”

      Maka Yesus menunjukkan bahwa bahkan mereka yang sudah menjadi muridnya untuk suatu masa harus tidak dilemahkan dalam tekad mereka untuk berjalan terus. Jika mereka lemah, mereka menjadi tidak berguna, menjadi bahan ejekan bagi dunia ini serta tidak berkenan di hadapan Allah, sebenarnya, mempermalukan Allah. Jadi, seperti garam yang sudah menjadi tawar dan rusak, mereka akan dibuang, ya, dimusnahkan. Lukas 14:25-35; Kejadian 29:30-33; Matius 5:13.

  • Mencari yang Hilang
    Tokoh Terbesar Sepanjang Masa
    • Mencari yang Hilang

      YESUS ingin sekali mencari dan menemukan orang-orang yang akan melayani Allah dengan rendah hati. Maka ia mencari dan berbicara kepada setiap orang tentang Kerajaan itu, termasuk orang yang dikenal sebagai pedosa. Sekarang orang-orang itu datang dan mendengarkan dia.

      Memperhatikan ini, orang Farisi dan para ahli Taurat mengritik Yesus karena ia bergaul dengan orang yang mereka anggap tidak layak. Mereka bersungut-sungut, ”Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka.” Betapa hal itu menjatuhkan martabat mereka! Orang Farisi dan para ahli Taurat memperlakukan rakyat jelata seperti kotoran di bawah kaki mereka. Sebenarnya, mereka menggunakan istilah Ibrani ‛am ha·’aʹrets, ”orang dusun”, untuk memperlihatkan betapa mereka meremehkan rakyat jelata.

      Sebaliknya, Yesus memperlakukan setiap orang dengan hormat, ramah, dan pengasih. Hasilnya, banyak dari mereka yang rendah hati ini, termasuk orang-orang yang terkenal melakukan kesalahan, ingin mendengarkan dia. Akan tetapi, mengapa orang-orang Farisi mengritik Yesus karena mau menaruh perhatian kepada orang yang mereka anggap tidak layak?

      Yesus menjawab keberatan mereka dengan perumpamaan. Ia berbicara dari sudut pandangan orang Farisi sendiri, seolah-olah mereka benar dan aman dalam naungan Allah, sedangkan ‛am ha·’aʹrets yang hina dalam keadaan kesasar dan tersesat. Dengarkan ia bertanya:

      ”Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya? Dan kalau ia telah menemukannya, ia meletakkannya di atas bahunya dengan gembira, dan setibanya di rumah ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta berkata kepada mereka: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dombaku yang hilang itu telah kutemukan.”

      Kemudian Yesus membuat penerapan dari ceritanya, dengan menjelaskan, ”Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan.”

      Orang-orang Farisi merasa dirinya benar dan karena itu tidak memerlukan pertobatan. Ketika beberapa dari mereka mengritik Yesus dua tahun sebelumnya karena makan bersama para pemungut cukai dan para pedosa, ia berkata kepada mereka, ”Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.” Orang-orang Farisi yang menganggap diri benar, yang tidak menyadari bahwa mereka perlu bertobat, tidak membawa sukacita di surga. Namun para pedosa yang sungguh-sungguh bertobat mendatangkan sukacita.

      Untuk lebih menekankan bahwa pertobatan para pedosa yang tersesat menyebabkan sukacita yang besar, Yesus menceritakan perumpamaan lain. Ia berkata, ”Perempuan manakah yang mempunyai sepuluh dirham, dan jika ia kehilangan satu di antaranya, tidak menyalakan pelita dan menyapu rumah serta mencarinya dengan cermat sampai ia menemukannya? Dan kalau ia telah menemukannya, ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta berkata: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dirhamku yang hilang itu telah kutemukan.”

      Kemudian Yesus memberikan penerapan yang sama. Ia melanjutkan dengan berkata, ”Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat.”

      Betapa menakjubkan perhatian yang pengasih dari para malaikat Allah ini karena pertobatan para pedosa yang tersesat! Khususnya demikian, karena orang yang rendah hati, ‛am ha·’aʹrets yang hina ini akhirnya berhak memperoleh keanggotaan dalam Kerajaan surgawi Allah. Hasilnya, mereka mencapai kedudukan yang lebih tinggi di surga dibanding kedudukan para malaikat sendiri! Namun daripada bersikap cemburu atau meremehkan, para malaikat dengan rendah hati menyadari bahwa manusia yang berdosa ini telah mengalami dan mengatasi keadaan dalam kehidupan yang akan memperlengkapi mereka untuk melayani sebagai raja dan imam surgawi yang simpatik dan murah hati. Lukas 15:1-10; Matius 9:13; 1 Korintus 6:2, 3; Wahyu 20:6.

  • Kisah Anak yang Hilang
    Tokoh Terbesar Sepanjang Masa
    • Kisah Anak yang Hilang

      SELESAI menceritakan perumpamaan kepada orang Farisi mengenai mendapatkan kembali domba dan dirham yang hilang, Yesus melanjutkan dengan perumpamaan lain. Kisah ini mengenai seorang ayah yang pengasih dan perlakuannya terhadap kedua anaknya, yang masing-masing memiliki kesalahan serius.

      Pertama, anak yang bungsu, pemeran utama dalam perumpamaan ini. Ia meminta warisannya, yang tanpa ragu-ragu diberikan kepadanya oleh ayahnya. Lalu ia pergi dari rumah dan terlibat dalam kehidupan yang sangat amoral. Akan tetapi, dengarkan Yesus menceritakan kisah itu, dan perhatikan apakah saudara dapat mengetahui siapa yang dimaksudkan oleh pribadi-pribadi ini.

      ”Ada seorang,” Yesus memulai, ”mempunyai dua anak laki-laki. Kata yang bungsu kepada ayahnya: Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik kita yang menjadi hakku. Lalu ayahnya membagi-bagikan harta kekayaan itu di antara mereka.” Apa yang dilakukan anak bungsu ini dengan warisan yang ia terima?

      Yesus menjelaskan, ”beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya”. Sebenarnya, ia menghabiskan uangnya dengan hidup bersama pelacur-pelacur. Sesudah itu tibalah masa yang sukar, seraya Yesus melanjutkan dengan bercerita,

      ”Setelah dihabiskannya semuanya, timbullah bencana kelaparan di dalam negeri itu dan iapun mulai melarat. Lalu ia pergi dan bekerja pada seorang majikan di negeri itu. Orang itu menyuruhnya ke ladang untuk menjaga babinya. Lalu ia ingin mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi itu, tetapi tidak seorangpun yang memberikannya kepadanya.”

      Betapa hinanya untuk terpaksa memakan makanan babi, karena binatang ini haram menurut Taurat! Akan tetapi, apa yang paling memedihkan adalah rasa lapar yang terus mengganggu yang membuatnya sampai menginginkan makanan yang diberikan kepada babi. Karena kesusahannya yang besar ini, Yesus berkata, ”ia menyadari keadaannya.”

      Melanjutkan ceritanya, Yesus berkata, ”Katanya [kepada dirinya]: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpahlimpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan. Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa. Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya.”

      Di sini ada hal yang perlu dipertimbangkan: Jika ayahnya telah menentangnya dan dengan marah berteriak kepadanya sewaktu ia pergi, anak itu tentu tidak akan begitu bertekad dalam menentukan apa yang ia akan lakukan. Ia bisa saja memutuskan untuk kembali dan mencoba bekerja di tempat lain di negeri asalnya supaya ia tidak perlu bertemu ayahnya. Akan tetapi, hal itu tidak ada dalam pikirannya. Ia ingin pulang ke rumah!

      Jelaslah, ayah dalam perumpamaan Yesus menggambarkan Bapak surgawi kita yang pengasih dan murah hati, Allah Yehuwa. Saudara mungkin mengetahui juga bahwa anak yang tersesat, atau hilang itu, menggambarkan orang yang dikenal sebagai pedosa. Orang-orang Farisi, kepada siapa Yesus berbicara, sebelumnya telah mengritik Yesus karena ia makan dengan para pedosa ini. Akan tetapi, anak yang sulung menggambarkan siapa?

      Saat Anak yang Hilang Ditemukan

      Sewaktu anak yang hilang dalam perumpamaan Yesus kembali ke rumah ayahnya, sambutan hangat apa yang ia terima? Dengarkan seraya Yesus menjelaskan,

      ”Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia.” Betapa ayah yang murah hati, penuh kehangatan, dengan begitu tepat menggambarkan Bapak surgawi kita, Yehuwa!

      Sang ayah kemungkinan telah mendengar tentang anaknya yang hidup berfoya-foya. Namun ia menyambutnya tanpa menunggu penjelasan yang terinci. Yesus juga mempunyai sikap menyambut demikian, mengambil inisiatif dalam mendekati para pedosa dan pemungut cukai, yang digambarkan dalam perumpamaan itu sebagai anak yang hilang.

      Memang, ayah yang penuh pengertian dalam perumpamaan Yesus tidak diragukan mempunyai kesan akan pertobatan anaknya dengan memperhatikan raut muka yang sedih dan putus asa sewaktu ia kembali. Akan tetapi, inisiatif yang pengasih dari sang ayah mempermudah si anak untuk mengakui dosa-dosanya, seraya Yesus bercerita, ”Kata anak itu kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa. [Jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan, NW].”

      Namun, kata-kata itu belum lagi selesai diucapkan oleh sang anak ketika ayahnya bertindak, menyuruh hamba-hambanya, ”Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya. Dan ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah ia dan marilah kita makan dan bersukacita. Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali.” Maka mereka mulai ”bersukaria”.

      Sementara itu, ’anak sulung’ sang ayah ”berada di ladang”. Lihat apakah saudara dapat menerka siapa yang ia gambarkan dengan mendengarkan kelanjutan cerita ini. Yesus berkata mengenai anak sulung itu, ”Ketika ia pulang dan dekat ke rumah, ia mendengar bunyi seruling dan nyanyian tari-tarian. Lalu ia memanggil salah seorang hamba dan bertanya kepadanya apa arti semuanya itu. Jawab hamba itu: Adikmu telah kembali dan ayahmu telah menyembelih anak lembu tambun karena ia mendapatnya kembali dengan sehat. Maka marahlah anak sulung itu dan ia tidak mau masuk. Lalu ayahnya keluar dan berbicara dengan dia. Tetapi ia menjawab ayahnya, katanya: Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku. Tetapi baru saja datang anak bapa yang telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu tambun itu untuk dia.”

      Siapakah, seperti anak sulung itu, telah berlaku kritis terhadap kemurahan dan perhatian yang diterima para pedosa? Bukankah para ahli Taurat dan orang Farisi? Mengingat bahwa kritik mereka terhadap Yesus karena menyambut para pedosa yang mendorong diberikannya perumpamaan ini, mereka jelas menggambarkan anak sulung itu.

      Yesus mengakhiri ceritanya dengan pendekatan sang ayah kepada anak sulungnya, ”Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu. Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali.”

      Dengan demikian Yesus tidak memberi tahu tindakan apa yang akhirnya akan dilakukan anak yang sulung. Memang, belakangan, setelah kematian dan kebangkitan Yesus, ”sejumlah besar imam menyerahkan diri dan percaya”, kemungkinan beberapa di antaranya termasuk golongan ’anak sulung’ yang sedang Yesus bicarakan di sini.

      Akan tetapi, di zaman modern ini siapa yang digambarkan oleh kedua anak itu? Pastilah mereka yang telah cukup mengetahui maksud-tujuan Yehuwa sehingga memiliki dasar untuk menjalin hubungan dengan Dia. Anak sulung menggambarkan beberapa anggota dari ”kawanan kecil”, atau ”jemaat anak-anak sulung, yang namanya terdaftar di sorga”. Mereka ini mengambil sikap yang sama dengan sikap anak sulung itu. Mereka tidak ingin menyambut golongan yang akan hidup di bumi, ”domba-domba lain”, yang mereka rasa mencuri banyak perhatian.

      Sebaliknya, anak yang hilang itu, menggambarkan umat Allah yang pergi menikmati kesenangan yang ditawarkan dunia. Akan tetapi, pada waktunya, mereka ini dengan menyesal kembali dan menjadi hamba-hamba Allah yang aktif lagi. Sesungguhnya, betapa pengasih dan murah hati sang Bapak terhadap orang-orang yang menyadari perlunya mendapat pengampunan dan kembali kepada-Nya! Lukas 15:11-32; Imamat 11:7, 8; Kisah 6:7; Lukas 12:32; Ibrani 12:23; Yohanes 10:16.

  • Menyiapkan Diri untuk Masa Depan dengan Hikmat yang Praktis
    Tokoh Terbesar Sepanjang Masa
    • Menyiapkan Diri untuk Masa Depan dengan Hikmat yang Praktis

      YESUS baru saja selesai bercerita tentang anak yang hilang kepada sekumpulan orang banyak yang terdiri dari murid-muridnya, para pemungut cukai yang tidak jujur dan orang-orang lain yang dikenal sebagai pedosa, serta para ahli Taurat dan orang Farisi. Kemudian, sambil berpaling kepada murid-muridnya, ia menceritakan perumpamaan mengenai seorang kaya yang mendapat laporan yang tidak baik tentang pengurus rumah, atau bendaharanya.

      Menurut Yesus, orang kaya itu memanggil bendaharanya dan memberi tahu bahwa ia akan memecatnya. ”Apakah yang harus aku perbuat? Tuanku memecat aku dari jabatanku sebagai bendahara,” tanyanya dalam hati. ”Mencangkul aku tidak dapat, mengemis aku malu. Aku tahu apa yang akan aku perbuat, supaya apabila aku dipecat dari jabatanku sebagai bendahara, ada orang yang akan menampung aku di rumah mereka.”

      Apa rencana bendahara itu? Ia memanggil orang-orang yang berutang kepada majikannya. ”Berapakah hutangmu kepada tuanku?” tanyanya.

      Orang pertama menjawab, ’2.200 liter minyak zaitun.’

      ’Ambil kembali perjanjian tertulis yang telah kau buat dulu, duduklah dan cepat tulis 1.100,’ katanya kepadanya.

      Ia bertanya kepada yang lain: ’Sekarang kau, berapa banyak utangmu?’

      Ia berkata, ’22.000 liter gandum.’

      ’Ambil kembali surat perjanjianmu dan tulislah 18.000.’

      Bendahara itu tidak menyalahgunakan wewenangnya dengan mengurangi jumlah utang orang kepada tuannya, karena ia masih berkuasa atas urusan keuangan tuannya. Dengan mengurangi jumlah itu, ia menjalin persahabatan dengan orang-orang yang dapat membalas kebaikannya bila ia ternyata dipecat dari pekerjaannya.

      Ketika tuannya mendengar apa yang telah terjadi, ia kagum. Ia bahkan ”memuji bendahara yang tidak jujur itu, karena ia telah bertindak dengan cerdik [”hikmat praktis”, NW].” Maka, Yesus menambahkan, ”Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak-anak terang.”

      Selanjutnya, menjelaskan pelajaran itu bagi murid-muridnya, Yesus menganjurkan, ”Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon [”kekayaan”, NW] yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi.”

      Yesus tidak memuji bendahara itu atas ketidakjujurannya tetapi karena ia mempunyai pandangan jauh ke depan, dan hikmat praktis. Sering kali ”anak-anak dunia ini” dengan lihai menggunakan uang atau kedudukan mereka untuk menjalin persahabatan dengan orang-orang yang dapat membalas kembali kebaikan mereka. Jadi hamba-hamba Allah, ”anak-anak terang”, juga sebaiknya dengan cara bijaksana menggunakan harta materi mereka, ”Mamon [”kekayaan”, NW] yang tidak jujur” yang mereka miliki, agar menguntungkan mereka.

      Akan tetapi, seperti dikatakan Yesus, mereka hendaknya menjalin persahabatan melalui kekayaan ini, dengan pribadi-pribadi yang dapat menerima mereka ke ”dalam kemah abadi”. Bagi para anggota kawanan kecil, tempat ini adalah di surga; bagi ”domba-domba lain,” di bumi Firdaus. Karena hanya Allah Yehuwa dan Putra-Nya yang dapat menerima orang-orang ke dalam tempat-tempat ini, kita hendaknya rajin menjalin persahabatan dengan Mereka menggunakan ”Mamon [”kekayaan”, NW] yang tidak jujur” apa pun yang mungkin kita miliki dalam mendukung kepentingan Kerajaan. Kemudian, apabila kekayaan materi tidak berguna lagi atau hilang, karena hal itu pasti akan terjadi, masa depan kekal kita telah terjamin.

      Yesus selanjutnya berkata bahwa orang yang setia dalam mengurus perkara materi, atau perkara kecil ini, juga akan setia dalam mengurus perkara-perkara yang lebih besar. ”Jadi,” ia meneruskan, ”jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya [yaitu kepentingan rohani atau Kerajaan]? Dan jikalau kamu tidak setia dalam harta orang lain [kepentingan Kerajaan yang telah dipercayakan Allah kepada hamba-hamba-Nya], siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri kepadamu [pahala berupa kehidupan dalam kemah abadi]?”

      Kita tidak mungkin menjadi hamba Allah yang sejati dan pada waktu yang sama menghambakan diri kepada Mamon yang tidak jujur atau kekayaan materi, seperti disimpulkan oleh Yesus, ”Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.” Lukas 15:1, 2; 16:1-13; Yohanes 10:16.

  • Orang Kaya dan Lazarus
    Tokoh Terbesar Sepanjang Masa
    • Orang Kaya dan Lazarus

      YESUS telah berbicara kepada murid-muridnya mengenai penggunaan yang bijaksana dari kekayaan materi, dengan menjelaskan bahwa kita tidak dapat menghambakan diri kepada pengejaran materi dan pada waktu yang sama menjadi hamba Allah. Orang-orang Farisi juga sedang mendengarkan, dan mereka mulai mencemoohkan Yesus karena mereka sendiri cinta uang. Maka ia berkata kepada mereka, ”Kamu membenarkan diri di hadapan orang, tetapi Allah mengetahui hatimu. Sebab apa yang dikagumi manusia, dibenci oleh Allah.”

      Waktunya sudah tiba untuk membalikkan keadaan dari orang-orang yang limpah dalam perkara-perkara duniawi, kuasa politik dan pengaruh serta kendali secara agama. Mereka akan direndahkan. Akan tetapi, orang-orang yang sadar akan kebutuhan rohani mereka akan ditinggikan. Yesus menunjuk kepada perubahan demikian ketika ia selanjutnya berkata kepada kaum Farisi,

      ”Hukum Taurat dan kitab para nabi berlaku sampai kepada zaman Yohanes [Pembaptis]; dan sejak waktu itu Kerajaan Allah diberitakan dan setiap orang menggagahinya berebut memasukinya [”orang memaksakan diri untuk menjadi anggota umat Allah”, BIS]. Lebih mudah langit dan bumi lenyap dari pada satu titik dari hukum Taurat batal.”

      Para ahli Taurat dan orang Farisi bangga akan kepatuhan mereka yang pura-pura kepada Taurat Musa. Ingat ketika Yesus secara mukjizat memberikan penglihatan kepada seorang pria di Yerusalem, dengan sombong mereka berkata, ”Kami murid-murid Musa. Kami tahu, bahwa Allah telah berfirman kepada Musa.” Namun sekarang Taurat Musa telah memenuhi tujuannya untuk menuntun orang yang rendah hati kepada Raja yang dipilih Allah, Kristus Yesus. Jadi dengan dimulainya pelayanan Yohanes, semua orang, teristimewa yang rendah hati dan yang miskin, berupaya keras untuk menjadi anggota dari Kerajaan Allah.

      Karena Taurat Musa kini sedang tergenap, kewajiban untuk memeliharanya akan segera berakhir. Hukum itu membolehkan perceraian atas berbagai alasan, tetapi Yesus sekarang mengatakan, ”Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.” Pernyataan seperti itu pasti sangat mengganggu orang Farisi, teristimewa karena mereka membolehkan perceraian atas beragam alasan!

      Yesus melanjutkan tegurannya kepada orang Farisi dan menceritakan suatu perumpamaan yang menyorot dua pria yang kedudukan atau keadaannya pada akhirnya berubah secara dramatis. Dapatkah saudara melihat siapa yang digambarkan oleh kedua pria itu dan apa yang diartikan oleh pembalikan keadaan mereka?

      ”Ada seorang kaya,” kata Yesus, ”yang selalu berpakaian jubah ungu dan kain halus, dan setiap hari ia bersukaria dalam kemewahan. Dan ada seorang pengemis bernama Lazarus, badannya penuh dengan borok, berbaring dekat pintu rumah orang kaya itu, dan ingin menghilangkan laparnya dengan apa yang jatuh dari meja orang kaya itu. Malahan anjing-anjing datang dan menjilat boroknya.”

      Yesus di sini menggunakan orang kaya untuk menggambarkan para pemimpin agama Yahudi, tidak hanya orang Farisi dan para ahli Taurat tetapi juga orang-orang Saduki dan imam-imam kepala. Mereka kaya dalam hak-hak istimewa dan kesempatan rohani, dan mereka membawakan diri persis seperti cara orang kaya. Pakaian mereka yakni jubah ungu melambangkan kedudukan mereka yang lebih beruntung, dan kain halus berwarna putih melambangkan perasaan menganggap diri saleh.

      Golongan orang kaya yang sombong ini memandang golongan rakyat biasa yang miskin dengan perasaan jijik, menyebut mereka ‛am ha·’aʹrets, atau orang-orang dari dusun. Jadi si pengemis bernama Lazarus melambangkan orang-orang ini yang oleh para pemimpin agama tidak diberikan penyegaran dan hak-hak istimewa rohani yang sepatutnya. Maka, seperti halnya Lazarus yang penuh dengan borok, rakyat biasa dipandang rendah dan dianggap sakit secara rohani sehingga hanya pantas bergaul dengan anjing-anjing. Namun, mereka dari golongan Lazarus lapar dan haus akan penyegaran rohani dan karenanya berada di pintu gerbang, mencari remah-remah rohani apa pun yang mungkin jatuh dari meja orang kaya itu.

      Yesus kemudian menjelaskan perubahan keadaan dari orang kaya itu dan Lazarus. Perubahan-perubahan apa itu, dan apa yang dilambangkan olehnya?

      Orang Kaya dan Lazarus Mengalami Perubahan

      Orang kaya tersebut menggambarkan para pemimpin agama yang lebih beruntung karena memiliki berbagai hak istimewa dan kesempatan rohani, sedangkan Lazarus menggambarkan rakyat yang lapar akan makanan rohani. Yesus melanjutkan ceritanya, dan menjelaskan perubahan yang dramatis atas keadaan kedua orang ini.

      ”Kemudian,” Yesus berkata, ”matilah orang miskin itu, lalu dibawa oleh malaikat-malaikat ke pangkuan Abraham. Orang kaya itu juga mati, lalu dikubur. Dan sementara ia menderita sengsara di alam maut ia memandang ke atas, dan dari jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya.”

      Karena orang kaya itu dan Lazarus bukan pribadi-pribadi aksara, melainkan melambangkan golongan orang tertentu, maka masuk akal jika kematian mereka pun bersifat lambang. Apa yang dilambangkan oleh kematian mereka?

      Yesus baru saja menunjuk kepada perubahan dalam keadaan dengan mengatakan bahwa ’hukum Taurat dan kitab para nabi berlaku sampai kepada zaman Yohanes Pembaptis, namun sejak waktu itu Kerajaan Allah diberitakan’. Jadi dengan adanya pemberitaan dari Yohanes dan Kristus Yesus, orang kaya dan Lazarus itu mati dari keadaan mereka semula.

      Mereka yang rendah hati dan bertobat dari golongan Lazarus mati dari keadaan rohani semula yang sangat kekurangan dan memperoleh perkenan ilahi. Jika tadinya mereka berpaling kepada para pemimpin agama untuk mendapatkan remah-remah yang jatuh dari meja rohani, sekarang kebenaran-kebenaran Alkitab yang diberikan oleh Yesus memuaskan kebutuhan mereka. Jadi mereka dibawa ke pangkuan, atau kedudukan yang diperkenan, dari Abraham Yang Lebih Besar, Allah Yehuwa.

      Di pihak lain, mereka yang membentuk golongan orang kaya, tidak diperkenan ilahi karena terus-menerus menolak untuk menerima berita Kerajaan yang diajarkan Yesus. Jadi mereka mati dari keadaan yang tadinya diperkenan. Sebenarnya, mereka dinyatakan sedang berada dalam siksaan secara simbolik. Selanjutnya dengarkan, orang kaya itu berbicara,

      ”Bapa Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala api ini.” Berita penghukuman Allah yang berapi-api yang diumumkan oleh murid-murid Yesus menyiksa pribadi-pribadi dari golongan orang kaya itu. Mereka ingin agar murid-murid tidak lagi membawakan berita-berita ini, sehingga mereka sedikit bebas dari rasa tersiksa.

      ”Tetapi Abraham berkata: Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita. Selain dari pada itu di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang.”

      Betapa adil dan patut pembalikan yang demikian dramatis atas golongan Lazarus dan golongan orang kaya! Perubahan keadaan itu terjadi beberapa bulan kemudian pada hari Pentakosta tahun 33 M., ketika perjanjian Taurat yang lama diganti oleh perjanjian baru. Pada waktu itu menjadi sangat jelas bahwa murid-murid, bukan orang Farisi ataupun para pemimpin agama lainnya, mendapat perkenan Allah. Dengan demikian ”jurang yang tak terseberangi” yang memisahkan orang kaya simbolik dari murid-murid Yesus menggambarkan vonis Allah yang benar dan tidak dapat diubah.

      Orang kaya itu kemudian meminta ”bapa Abraham”: ’Suruh [Lazarus] ke rumah ayahku, sebab masih ada lima orang saudaraku’. Dengan pernyataan ini, orang kaya itu mengakui bahwa ia memiliki hubungan yang lebih dekat dengan bapak yang lain, yang sebenarnya adalah Setan si Iblis. Orang kaya itu memohon agar Lazarus mengencerkan berita penghukuman Allah sehingga tidak menaruh ’kelima saudaranya,’ yaitu rekan sekutu agamanya, dalam ”tempat penderitaan ini”.

      ”Tetapi kata Abraham: Ada pada mereka kesaksian Musa dan para nabi; baiklah mereka mendengarkan kesaksian itu.” Ya, ’jika kelima saudara’ itu ingin terhindar dari siksaan, mereka cukup memperhatikan tulisan-tulisan Musa dan para nabi yang memperkenalkan Yesus sebagai Mesias, lalu menjadi muridnya. Akan tetapi, orang kaya itu keberatan, ”Tidak, bapa Abraham, tetapi jika ada seorang yang datang dari antara orang mati kepada mereka, mereka akan bertobat.”

      Akan tetapi, ia diberi tahu, ”Jika mereka tidak mendengarkan kesaksian Musa dan para nabi, mereka tidak juga akan mau diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara orang mati.” Allah tidak akan memberikan tanda-tanda atau mukjizat istimewa untuk meyakinkan orang. Mereka harus membaca dan menerapkan Alkitab jika ingin mendapat perkenan-Nya. Lukas 16:14-31; Yohanes 9:28, 29; Matius 19:3-9; Galatia 3:24; Kolose 2:14; Yohanes 8:44.

  • Misi Belas Kasihan ke Yudea
    Tokoh Terbesar Sepanjang Masa
    • Misi Belas Kasihan ke Yudea

      BEBERAPA minggu sebelumnya, pada waktu Hari Raya Penahbisan di Yerusalem, orang-orang Yahudi mencoba membunuh Yesus. Jadi ia pergi ke utara, rupanya ke suatu daerah yang tidak jauh dari Laut Galilea.

      Belum lama berselang, ia kembali ke selatan ke arah Yerusalem, mengabar sepanjang perjalanan di perkampungan Perea, sebuah distrik di sebelah timur Sungai Yordan. Setelah menceritakan perumpamaan mengenai seorang kaya dan Lazarus, ia melanjutkan mengajar murid-muridnya mengenai hal-hal yang telah ia ajarkan sewaktu berada di Galilea.

      Sebagai contoh, ia mengatakan bahwa lebih baik bagi seseorang ”jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya, lalu ia dilemparkan ke dalam laut” daripada ia menyesatkan salah satu dari ”orang-orang yang lemah” milik Allah ini. Ia juga menandaskan perlunya suka mengampuni, dengan menjelaskan, ”Jikalau [seorang saudara] berbuat dosa terhadap engkau tujuh kali sehari dan tujuh kali ia kembali kepadamu dan berkata: Aku menyesal, engkau harus mengampuni dia.”

      Ketika murid-muridnya memohon, ”Tambahkanlah iman kami!” Yesus menjawab, ”Kalau sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja, kamu dapat berkata kepada pohon ara ini: Terbantunlah engkau dan tertanamlah di dalam laut, dan ia akan taat kepadamu.” Jadi bahkan iman yang kecil dapat melaksanakan perkara-perkara besar.

      Selanjutnya, Yesus menceritakan tentang suatu keadaan dalam kehidupan sehari-hari yang menggambarkan sikap yang patut dimiliki seorang hamba dari Allah yang mahakuasa. ”Siapa di antara kamu yang mempunyai seorang hamba yang membajak atau menggembalakan ternak baginya,” kata Yesus, ”akan berkata kepada hamba itu, setelah ia pulang dari ladang: Mari segera makan! Bukankah sebaliknya ia akan berkata kepada hamba itu: Sediakanlah makananku. Ikatlah pinggangmu dan layanilah aku sampai selesai aku makan dan minum. Dan sesudah itu engkau boleh makan dan minum. Adakah ia berterima kasih kepada hamba itu, karena hamba itu telah melakukan apa yang ditugaskan kepadanya? Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan.” Jadi, hamba-hamba Allah tidak boleh merasa bahwa mereka berbuat baik bagi Allah dengan melayani Dia. Sebaliknya, mereka harus selalu mengingat hak istimewa yang mereka miliki untuk beribadat kepada-Nya sebagai anggota rumah tangga-Nya yang dipercaya.

      Rupanya tidak lama sesudah Yesus memberikan perumpamaan ini seorang pesuruh datang. Ia disuruh oleh Maria dan Marta, saudara perempuan Lazarus, yang tinggal di Betania di Yudea. ”Tuhan, dia yang Engkau kasihi, sakit,” kata pesuruh itu.

      Yesus menjawab, ”Penyakit itu tidak akan membawa kematian, tetapi akan menyatakan kemuliaan Allah, sebab oleh penyakit itu Anak Allah akan dimuliakan.” Setelah tinggal dua hari di tempat ia berada, Yesus berkata kepada murid-muridnya, ”Mari kita kembali lagi ke Yudea.” Akan tetapi, mereka memperingatkannya, ”Rabi, baru-baru ini orang-orang Yahudi mencoba melempari Engkau, masih maukah Engkau kembali ke sana?”

      ”Bukankah siang hari lamanya dua belas jam?” (BIS) tanya Yesus sebagai jawaban. ”Siapa yang berjalan pada siang hari, kakinya tidak terantuk, karena ia melihat terang dunia ini. Tetapi jikalau seorang berjalan pada malam hari, kakinya terantuk, karena terang tidak ada di dalam dirinya.”

      Tampaknya yang Yesus maksudkan adalah bahwa ”siang hari”, atau waktu yang Allah berikan untuk pelayanan Yesus di bumi, belum lewat dan sampai tiba waktunya, tidak seorang pun dapat mencelakakan dia. Ia perlu menggunakan seluruh waktu yang singkat dari ”siang hari” yang masih ada, karena setelah itu akan tiba ”malam” saat musuh-musuh akan membunuhnya.

      Yesus menambahkan, ”Lazarus, saudara kita, telah tertidur, tetapi Aku pergi ke sana untuk membangunkan dia dari tidurnya.”

      Rupanya karena berpikir bahwa Lazarus sedang tidur untuk beristirahat, dan ini tanda yang positif bahwa ia akan sembuh, murid-murid menanggapi, ”Tuhan, jikalau ia tertidur, ia akan sembuh.”

      Kemudian Yesus memberi tahu mereka dengan terus terang, ”Lazarus sudah mati; tetapi syukurlah Aku tidak hadir pada waktu itu, sebab demikian lebih baik bagimu, supaya kamu dapat belajar percaya. Marilah kita pergi sekarang kepadanya.”

      Menyadari bahwa Yesus bisa saja dibunuh di Yudea, namun juga ingin membantunya, Tomas mengajak rekan-rekannya, ”Marilah kita pergi juga untuk mati bersama-sama dengan Dia.” Maka dengan mempertaruhkan nyawa mereka, murid-murid menemani Yesus dalam misi belas kasihan ini ke Yudea. Lukas 13:22; 17:1-10; Yohanes 10:22, 31, 40-42; 11:1-16.

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan