PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • g99 22/2 hlm. 3-4
  • Bersediakah Anda Mendiskusikan Agama?

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Bersediakah Anda Mendiskusikan Agama?
  • Sedarlah!—1999
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Intoleransi Menghalangi Banyak Orang
  • Bagaimana Mengenali Agama yang Benar?
    Pertanyaan Alkitab Dijawab
  • Mempraktikkan Agama yang Murni untuk Keselamatan
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1991
  • Agama​—Topik yang Tabu?
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1995
  • Apakah Agama Apa pun Cukup Baik?
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1991
Lihat Lebih Banyak
Sedarlah!—1999
g99 22/2 hlm. 3-4

Bersediakah Anda Mendiskusikan Agama?

”Lebih baik kita bicara soal lain saja. Ada dua hal yang pantang saya diskusikan​—agama dan politik!”

”Agama adalah urusan istri dan anak-anak saya.”

”Saat ini saya tidak berminat mendiskusikan agama. Saya baru saja pulang dari gereja.”

APAKAH komentar-komentar ini sering Anda dengar? Ada orang yang memilih untuk tidak mendiskusikan agama karena, menurut mereka, agama adalah urusan pribadi antara mereka dan Allah. Yesus mengatakan, ”Apabila kamu berdoa, pergilah ke dalam kamar pribadimu dan, setelah menutup pintumu, berdoalah kepada Bapakmu yang tersembunyi; maka Bapakmu yang memandang secara tersembunyi akan membalasmu.”​—Matius 6:6.

Di pihak lain, Yesus dan murid-muridnya tidak beranggapan bahwa semua aspek agama adalah urusan pribadi. Mereka membicarakan berbagai topik rohani secara bebas dan terbuka, dan hasilnya, ajaran mereka tersebar ke seluruh dunia. (Kisah 1:8; Kolose 1:23) Tentu saja, tidak semua orang bersedia berbicara dengan mereka, dan beberapa orang yang bersedia berbicara, tetap saja skeptis.

Dewasa ini, terdapat juga berbagai sikap terhadap diskusi agama, dan itu semua bergantung pada individu dan budayanya. Misalnya, di kebanyakan negeri Barat, orang cenderung agak berminat pada hal-hal duniawi​—pendidikan, pekerjaan, olahraga, komputer, TV, dan sebagainya. Dalam budaya-budaya lain, orang lebih terbuka dalam membicarakan kepercayaan mereka. Akan tetapi, tidak soal latar belakang seseorang, kejadian-kejadian tertentu dalam hidup ini dapat menggugah orang yang semula tidak berminat pada agama untuk meninjau kembali kebutuhan rohaninya.

Intoleransi Menghalangi Banyak Orang

Orang-orang yang tidak bersedia mendiskusikan agama mungkin pernah melihat atau pernah terlibat dalam suatu diskusi yang memanas sehingga berubah menjadi perdebatan sengit. ”Perbedaan agama lebih banyak melahirkan pertikaian dibandingkan dengan perbedaan politik,” kata seorang orator terkemuka. Selain itu, Richard M. Johnson, wakil presiden Amerika yang ke-9, menyatakan, ”Kegairahan agama menimbulkan prasangka terkuat dalam benak manusia; dan bila salah arah, akan menimbulkan keinginan yang paling negatif dari bawah sadar kita dengan dalih melayani Allah.”

Apakah Anda terkejut bila sesuatu yang tampaknya begitu berpotensi untuk meningkatkan harkat dan meluhurkan budi, seperti ajaran Alkitab, ternyata disalahgunakan untuk mempropagandakan intoleransi, fanatisme, dan kebencian? Sebenarnya, bukan ajaran-ajaran Alkitab yang membuat agama menjadi tidak disukai oleh banyak orang. Akan tetapi, penyelewengan agama-lah penyebabnya. Misalnya, perhatikan kekristenan.

Yesus Kristus, sang Pendiri kekristenan, melalui tutur kata dan teladannya, menganjurkan kasih akan Allah dan kasih akan sesama, bukan intoleransi dan fanatisme. Kristus dan para pengikutnya bertukar pikiran dan menggunakan persuasi dalam pelayanan mereka. (Matius 22:41-46; Kisah 17:2; 19:8) Dan, mereka mendoakan para musuh dan para penganiaya mereka.​—Matius 5:44; Kisah 7:59, 60.

Agama yang benar menerangi pikiran dan menenteramkan hati, serta mempersatukan orang-orang. Maka, bagi para pencari kebenaran yang tulus, diskusi yang berbobot mengenai agama dapat bermanfaat, seperti yang akan kita lihat.

[Kotak di hlm. 3]

Kata-Kata para Tokoh

”Jika Yesus adalah jalan menuju Tuhan, maka para pengikut Yesus wajib membagikan informasi ini kepada orang-orang lain.”​—Ben Johnson, profesor dalam bidang penginjilan di Columbia Theological Seminary.

”Yesus mengajar para pengikutnya untuk menyampaikan injil kepada orang-orang. Titah Agung ini mengharuskan kita pergi ke seluruh dunia. Tuan memerintahkan kepada para pengikutnya untuk pergi ke segala pelosok.”​—Kenneth S. Hemphill, direktur Southern Baptist Center for Church Growth.

”Kita bukan orang-orang Kristen yang autentik, bila kita tidak menjadi saksi-saksi . . . Setiap orang Kristen dipanggil untuk menjadi misionaris dan saksi.”​—Paus Yohanes Paulus II.

”Terlalu banyak penginjil . . . lebih tertarik membangun jemaat-jemaat yang lebih besar serta proyek-proyek pembangunan gereja dan lebih tertarik dengan tugas pastoral mereka berikutnya daripada untuk menyampaikan berita dari Injil yang tidak sesuai dengan selera mereka dan yang mengganggu mereka.”​—Cal Thomas, pengarang dan kolumnis.

”Kita harus mengetuk pintu-pintu . . . Seperti Saksi-Saksi (Yehuwa) dan beberapa dari kelompok lainnya, kita harus keluar dan memberitakan Injil Yesus Kristus.”​—Thomas V. Daily, uskup Katolik.

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan