PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Yehuwa Bersikap Masuk Akal!
    Menara Pengawal—1994 | 1 Agustus
    • Yehuwa Bersikap Masuk Akal!

      ”Hikmat yang dari atas adalah . . . bersikap masuk akal.”​—YAKOBUS 3:17, ”NW”.

      1. Bagaimana beberapa orang telah menggambarkan bahwa Allah tidak bersikap masuk akal, dan bagaimana perasaan saudara mengenai pandangan demikian terhadap Allah?

      ALLAH yang bagaimana yang saudara sembah? Apakah saudara percaya bahwa Dia adalah Allah yang menjalankan keadilan dengan tidak lentuk dan keras, berwatak dingin dan kaku? Bagi reformis Protestan John Calvin, Allah pastilah tampak demikian. Calvin menyatakan bahwa Allah memiliki ”rencana yang abadi dan tak dapat diubah” bagi setiap insan, menakdirkan apakah seseorang akan hidup kekal dalam kebahagiaan atau disiksa selama-lamanya dalam api neraka. Bayangkan: Jika hal itu benar, tidak ada yang bisa saudara lakukan, tidak soal seberapa keras upaya saudara, yang dapat mengubah rencana Allah yang kekal dan kaku berkenaan diri saudara dan masa depan saudara. Apakah saudara akan tertarik kepada Allah yang tidak bersikap masuk akal seperti itu?​—Bandingkan Yakobus 4:8.

      2, 3. (a) Bagaimana kita dapat mengilustrasikan sikap yang tidak masuk akal dari berbagai lembaga dan organisasi manusia? (b) Bagaimana penglihatan Yehezkiel tentang kereta surgawi menyingkapkan kesanggupan Allah untuk menyesuaikan diri?

      2 Sungguh melegakan untuk mengetahui bahwa Allah Alkitab bersikap sangat masuk akal! Bukannya Allah melainkan manusialah yang cenderung bersikap kaku dan tidak lentuk, terbelenggu oleh ketidaksempurnaan mereka sendiri. Organisasi manusia dapat sama kakunya seperti kereta api barang. Bila sebuah kereta api barang raksasa melaju menuju sebuah rintangan di rel, sangat mustahil untuk memutar haluan, dan berhenti pun sama sulitnya. Beberapa kereta api memiliki momentum maju yang begitu besar sehingga tetap melaju satu kilometer lebih untuk berhenti setelah rem ditarik! Demikian pula, sebuah kapal tanker besar dapat berlayar maju sejauh delapan kilometer lagi setelah mesin dimatikan. Bahkan jika mereka memutar haluan, kapal tersebut masih terus melaju sejauh tiga kilometer! Namun sekarang perhatikan sebuah kendaraan yang jauh lebih menakjubkan daripada kedua kendaraan tersebut, kendaraan yang menggambarkan organisasi Allah.

      3 Lebih dari 2.600 tahun yang lalu, Yehuwa memberi nabi Yehezkiel suatu penglihatan yang menggambarkan organisasi surgawi-Nya yang terdiri dari makhluk-makhluk roh. Itu adalah sebuah kereta dengan ukuran yang menakjubkan, ”kendaraan” milik Yehuwa yang senantiasa di bawah kendali-Nya. Yang paling menarik adalah caranya kendaraan ini bergerak. Roda-roda raksasanya memiliki empat sisi dan penuh dengan mata, sehingga roda-roda tersebut dapat melihat ke segala penjuru dan dapat mengubah haluan seketika itu juga, tanpa berhenti atau berbelok. Dan kendaraan raksasa ini tidak perlu merayap seperti sebuah kapal tanker yang besar atau sebuah kereta api barang. Kendaraan ini dapat bergerak secepat kilat, bahkan membuat putaran dengan sudut 90 derajat! (Yehezkiel 1:1, 14-28) Yehuwa berbeda dari Allah yang Calvin beritakan, sebagaimana kereta Yehuwa berbeda dari mesin yang kaku buatan manusia. Ia secara sempurna sanggup menyesuaikan diri. Menghargai segi dari kepribadian Yehuwa ini hendaknya membantu kita untuk sanggup menyesuaikan diri dan menghindari jerat sikap tidak masuk akal.

      Yehuwa​—Pribadi yang Paling Sanggup Menyesuaikan Diri di Alam Semesta

      4. (a) Dengan cara apa nama Yehuwa sendiri menyingkapkan diri-Nya sebagai Allah yang sanggup menyesuaikan diri? (b) Apa beberapa gelar yang diberikan kepada Allah Yehuwa, dan mengapa gelar-gelar tersebut cocok?

      4 Nama Yehuwa sendiri memperlihatkan kesanggupan-Nya untuk menyesuaikan diri. ”Yehuwa” secara harfiah berarti ”Ia yang Menjadikan Ada”. Hal ini dengan jelas mengartikan bahwa Yehuwa menyebabkan diri-Nya menjadi Penggenap dari segala janji-Nya. Sewaktu Musa menanyakan nama Allah, Yehuwa menguraikan artinya dengan cara ini, ”Aku akan terbukti menjadi apa yang Aku akan terbukti menjadi.” (Keluaran 3:14, NW) Terjemahan Rotherham dengan jelas menerjemahkannya, ”Aku Akan Menjadi apa pun yang Aku sukai.” Yehuwa terbukti menjadi, atau memilih untuk menjadi, apa pun yang dibutuhkan untuk menggenapi maksud-tujuan dan janji-janji-Nya yang adil-benar. Oleh sebab itu, Ia menyandang sederetan gelar yang mengesankan, seperti Pencipta, Bapa, Tuhan Yang Berdaulat, Gembala, Yehuwa berbala tentara, Pendengar doa, Hakim, Instruktur Agung, Penebus. Ia telah menyebabkan diri-Nya menjadi semua itu dan lebih banyak lagi demi melaksanakan maksud-tujuan-Nya yang penuh kasih.—Yesaya 8:13; 30:20; 40:28; 41:14; Mazmur 23:1; 65:3; 73:28; 89:27; Hakim 11:27; lihat juga New World Translation, Apendiks 1J.

      5. Mengapa kita hendaknya tidak menyimpulkan bahwa kesanggupan Allah untuk menyesuaikan diri memperlihatkan bahwa sifat atau standar-standar-Nya berubah?

      5 Maka, apakah ini berarti bahwa hakikat atau standar-standar Allah berubah? Tidak; seperti dinyatakan Yakobus 1:17, ”pada-Nya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran”. Apakah ada kontradiksi di sini? Sama sekali tidak. Misalnya, bukankah orang-tua yang penuh kasih mengubah peran mereka untuk memberi manfaat bagi anak-anak? Dalam satu hari saja, orang-tua dapat menjadi penasihat, juru masak, pengurus rumah tangga, guru, penegak disiplin, sahabat, montir, juru rawat—dan masih banyak lagi. Orang-tua tidak mengubah kepribadian sewaktu menjalankan peranan-peranan tersebut; mereka semata-mata menyesuaikan diri dengan kebutuhan-kebutuhan yang ada. Demikian pula dengan Yehuwa namun dalam skala yang jauh lebih besar. Kesanggupan-Nya untuk menyebabkan diri-Nya menjadi manfaat bagi ciptaan-ciptaan-Nya tidak ada batasnya. Kedalaman hikmat-Nya benar-benar mencengangkan!—Roma 11:33.

      Sikap Masuk Akal Adalah Ciri Hikmat Ilahi

      6. Apa arti harfiah dan penerapan dari kata Yunani yang digunakan Yakobus dalam melukiskan hikmat ilahi?

      6 Yakobus sang murid menggunakan sebuah kata yang menarik untuk melukiskan hikmat dari Allah yang secara unggul sanggup menyesuaikan diri. Ia menulis, ”Hikmat yang dari atas adalah . . . bersikap masuk akal.” (Yakobus 3:17, NW) Kata Yunani yang digunakan di sini (e·pi·ei·kesʹ) sulit diterjemahkan. Para penerjemah telah menggunakan kata-kata seperti ”lembut”, ”lunak”, ”sabar”, dan ”penuh timbang rasa”. New World Translation menerjemahkannya ”bersikap masuk akal”, dengan catatan kaki yang memperlihatkan bahwa arti harfiahnya adalah ”lentuk”.a Kata ini juga mengandung arti tidak memaksakan kepatuhan pada setiap perincian kecil dari hukum, tidak menjadi keras atau tegas tanpa diperlukan. Sarjana William Barclay mengomentari dalam New Testament Words, ”Hal mendasar dan fundamental berkenaan epieikeia adalah bahwa itu berasal dari Allah. Seandainya Allah memaksakan hak-hak-Nya, seandainya Allah hanya menerapkan atas kita standar-standar hukum yang kaku, apa jadinya kita ini? Allah adalah teladan yang paling unggul dari pribadi yang epieikēs dan yang berurusan dengan orang-orang lain dengan epieikeia.”

      7. Bagaimana Yehuwa mempertunjukkan sikap masuk akal di taman Eden?

      7 Pertimbangkan saat ketika umat manusia memberontak melawan kedaulatan Yehuwa. Betapa mudahnya bagi Allah untuk mengeksekusi tiga pemberontak yang tidak tahu berterima kasih tersebut—Adam, Hawa, dan Setan! Betapa banyak sakit hati yang tidak perlu Ia rasakan jika Ia melakukan hal itu! Dan siapa yang dapat membantah bahwa Ia tidak berhak menuntut keadilan yang keras demikian? Sekalipun demikian, Yehuwa tidak pernah membuat organisasi-Nya yang seperti kereta surgawi terbelenggu dalam standar keadilan yang kaku dan tidak dapat disesuaikan. Maka kereta tersebut tidak meluncur tanpa kenal ampun menggilas keluarga manusia dan segala prospek bagi masa depan umat manusia yang berbahagia. Sebaliknya, Yehuwa mengemudikan kereta-Nya dengan kecepatan kilat. Segera setelah pemberontakan itu, Allah Yehuwa menyatakan maksud-tujuan jangka panjang yang menawarkan belas kasihan dan harapan bagi segenap keturunan Adam.—Kejadian 3:15.

      8. (a) Bagaimana pandangan yang keliru dari Susunan Kristen sangat kontras dengan sikap masuk akal Yehuwa yang tulus? (b) Mengapa kita dapat mengatakan bahwa sikap Yehuwa yang masuk akal tidak mengartikan bahwa Ia mengkompromikan prinsip-prinsip ilahi-Nya?

      8 Namun, sikap Yehuwa yang masuk akal tidak mengartikan bahwa ia dapat mengkompromikan prinsip-prinsip ilahi-Nya. Gereja-gereja Susunan Kristen zaman sekarang mungkin berpikir bahwa mereka berlaku masuk akal sewaktu mereka menutup mata terhadap perbuatan amoral demi menarik simpati kawanan mereka yang sulit diatur. (Bandingkan 2 Timotius 4:3.) Yehuwa tidak pernah melanggar hukum-hukum-Nya sendiri, Ia juga tidak mengkompromikan prinsip-prinsip-Nya. Sebaliknya, Ia memperlihatkan kesediaan untuk bersikap lentuk, untuk menyesuaikan diri dengan keadaan-keadaan, sehingga prinsip-prinsip itu dapat diterapkan secara adil dan juga penuh belas kasihan. Ia senantiasa waspada dalam membuat seimbang pelaksanaan keadilan dan kuasa-Nya dengan kasih dan hikmat-Nya yang masuk akal. Marilah kita membahas bagaimana Yehuwa mempertunjukkan sikap masuk akal dalam tiga cara.

      ”Suka Mengampuni”

      9, 10. (a) Apa hubungannya ”suka mengampuni” dengan sikap masuk akal? (b) Bagaimana Daud mendapat manfaat dari kesediaan Yehuwa untuk mengampuni, dan mengapa?

      9 Daud menulis, ”Sebab Engkau, ya [Yehuwa], baik dan suka mengampuni dan berlimpah kasih setia bagi semua orang yang berseru kepada-Mu.” (Mazmur 86:5) Sewaktu Kitab-Kitab Ibrani diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani, kata untuk ”suka mengampuni” diterjemahkan sebagai e·pi·ei·kesʹ, atau ”masuk akal”. Sebenarnya, siap mengampuni dan memperlihatkan belas kasihan barangkali merupakan cara yang paling penting dalam memperlihatkan sikap masuk akal.

      10 Daud sendiri sangat menyadari bahwa Yehuwa benar-benar bersikap masuk akal dalam bidang ini. Sewaktu Daud berzina dengan Batsyeba dan mengatur siasat agar suami wanita ini dibunuh, ia dan Batsyeba patut dihukum mati. (Ulangan 22:22; 2 Samuel 11:2-27) Seandainya hakim-hakim manusia yang kaku mengadili kasus ini, kedua orang ini pasti akan kehilangan nyawa mereka. Namun Yehuwa memperlihatkan sikap masuk akal (e·pi·ei·kesʹ), yang, sebagaimana dinyatakan Vine’s Expository Dictionary of Biblical Words, ”memperlihatkan bahwa timbang rasa yang memandang ’fakta-fakta sebuah kasus dengan penyayang dan masuk akal’.” Fakta-fakta yang mempengaruhi keputusan Yehuwa yang penuh belas kasihan kemungkinan mencakup pertobatan yang tulus dari si pelaku kesalahan dan belas kasihan yang telah Daud sendiri perlihatkan sebelumnya demi kepentingan orang-orang lain. (1 Samuel 24:5-7; 25:32-35; 26:7-11; Matius 5:7; Yakobus 2:13) Akan tetapi, selaras dengan gambaran Yehuwa mengenai diri-Nya di Keluaran 34:4-7, adalah masuk akal bahwa Yehuwa memberikan koreksi kepada Daud. Ia mengutus nabi Natan kepada Daud dengan berita yang keras, menegaskan Daud akan fakta bahwa ia telah memandang rendah firman Yehuwa. Daud bertobat dan karena itu tidak mati karena dosanya.—2 Samuel 12:1-14.

      11. Bagaimana Yehuwa memperlihatkan kesediaan untuk mengampuni dalam kasus Manasye?

      11 Contoh dari Raja Manasye dari Yehuda lebih luar biasa lagi sehubungan hal ini, mengingat Manasye, tidak seperti Daud, telah berlaku sangat fasik untuk waktu yang lama. Manasye memajukan praktek-praktek agama yang menjijikkan di negeri itu, termasuk mempersembahkan korban manusia. Ia bisa jadi juga bertanggung jawab karena membuat Yesaya yang setia ”digergaji”. (Ibrani 11:37) Untuk menghukum Manasye, Yehuwa mengizinkannya dibawa sebagai tawanan ke Babel. Akan tetapi, Manasye bertobat di dalam penjara dan memohon belas kasihan. Sebagai tanggapan atas pertobatannya yang tulus, Yehuwa ”suka mengampuni”—bahkan dalam kasus yang ekstrem ini.—2 Tawarikh 33:9-13.

      Mengubah Haluan Tindakan seraya Keadaan-Keadaan Baru Muncul

      12, 13. (a) Dalam kasus Niniwe, perubahan keadaan apa mendorong Yehuwa untuk mengubah haluan tindakan? (b) Bagaimana Yunus terbukti kurang bersikap masuk akal dibandingkan Allah Yehuwa?

      12 Sikap Yehuwa yang masuk akal juga terlihat dalam kesediaan-Nya untuk mengubah haluan tindakan yang telah Ia pertimbangkan seraya keadaan-keadaan baru muncul. Misalnya, sewaktu nabi Yunus berjalan melewati jalan-jalan di Niniwe purba, beritanya yang terilham sangat sederhana: Kota yang kuat ini akan dibinasakan dalam waktu 40 hari. Namun, situasinya berubah—secara dramatis! Orang-orang Niniwe bertobat.—Yunus, pasal 3.

      13 Ada gunanya untuk mengkontraskan bagaimana Yehuwa dan Yunus bereaksi terhadap perubahan keadaan ini. Yehuwa sebenarnya mengubah haluan dari kereta surgawi-Nya. Dalam kasus ini Ia menyesuaikan diri, menyebabkan diri-Nya menjadi pengampun dosa sebaliknya daripada ”panglima perang”. (Keluaran 15:3) Di lain pihak, Yunus jauh kurang lentuk. Sebaliknya daripada mengikuti gerak kereta surgawi Yehuwa, ia bertindak lebih mirip dengan kereta api barang atau kapal tanker besar yang disebutkan sebelumnya. Ia telah memberitakan malapetaka, jadi malapetakalah yang harus terjadi! Barangkali ia merasa bahwa perubahan apa pun dalam hal ini akan membuatnya kehilangan muka di mata orang-orang Niniwe. Namun, dengan sabar Yehuwa mengajarkan nabi-Nya yang keras kepala suatu pelajaran yang tak terlupakan berkenaan sikap masuk akal dan belas kasihan.—Yunus, pasal 4.

      14. Mengapa Yehuwa mengubah haluan tindakan-Nya berkenaan nabi-Nya Yehezkiel?

      14 Yehuwa telah mengubah haluan pada peristiwa-peristiwa lain—bahkan berkenaan hal-hal yang relatif kecil. Misalnya, suatu waktu ketika Ia memerintahkan nabi Yehezkiel untuk memerankan sebuah drama nubuat, perintah Yehuwa termasuk petunjuk agar Yehezkiel memasak makanannya di atas api dengan bahan bakar kotoran manusia. Hal ini terlalu berat bagi sang nabi, yang berseru, ”Aduh, Tuhan [Yehuwa]” dan memohon agar ia tidak dipaksa melakukan sesuatu yang begitu menjijikkan baginya. Yehuwa tidak menyepelekan perasaan nabi ini dengan menganggapnya tidak logis; sebaliknya, Ia mengizinkan Yehezkiel untuk menggunakan kotoran lembu, sumber bahan bakar yang umum di banyak negeri sampai saat ini.—Yehezkiel 4:12-15.

      15. (a) Contoh-contoh apa memperlihatkan bahwa Yehuwa bersedia mendengarkan dan menanggapi manusia? (b) Hal ini mengajarkan apa kepada kita?

      15 Bukankah menghangatkan hati untuk merenungkan kerendahan hati Allah kita Yehuwa? (Mazmur 18:36) Ia jauh lebih tinggi daripada kita; namun Ia dengan sabar mendengarkan manusia yang tidak sempurna dan kadang-kadang bahkan mengubah haluan-Nya selaras dengan itu. Ia mengizinkan Abraham dengan panjang lebar memohon kepada-Nya berkenaan kebinasaan Sodom dan Gomora. (Kejadian 18:23-33) Dan Ia membiarkan Musa mengajukan keberatan atas usul-Nya untuk membinasakan bangsa Israel yang memberontak dan sebaliknya menjadikan suatu bangsa yang kuat dari Musa. (Keluaran 32:7-14; Ulangan 9:14, 19; bandingkan Amos 7:1-6.) Ia dengan demikian menyediakan teladan yang sempurna bagi hamba-hamba-Nya manusia, yang hendaknya memperlihatkan kesediaan yang serupa untuk mendengarkan orang-orang lain jika hal tersebut masuk akal dan mungkin untuk berbuat demikian.—Bandingkan Yakobus 1:19.

      Sikap Masuk Akal Dalam Menjalankan Wewenang

      16. Bagaimana Yehuwa berbeda dari banyak manusia dalam cara Ia menjalankan wewenang-Nya?

      16 Apakah saudara pernah memperhatikan bahwa seraya orang-orang memperoleh lebih banyak wewenang, banyak yang tampaknya menjadi bersikap kurang masuk akal? Yehuwa, sebaliknya, memiliki kedudukan wewenang yang tertinggi di alam semesta, namun Ia adalah teladan yang menonjol dari sikap masuk akal. Ia menjalankan wewenang-Nya dengan cara yang senantiasa masuk akal. Tidak seperti banyak manusia, Yehuwa tidak merasa wewenang-Nya terancam, sehingga Ia tidak merasa terpaksa menjaganya dengan penuh kedengkian—seolah-olah dengan memberikan sejumlah wewenang kepada orang-orang lain, dengan satu atau lain cara dapat mengancam wewenang-Nya. Sebenarnya, sewaktu hanya ada satu-satunya pribadi lain di alam semesta, Yehuwa mengaruniakan wewenang yang besar ke atas pribadi tersebut. Ia menjadikan Logos sebagai ”pekerja ahli”, sejak saat itu menjadikan segala sesuatu melalui Putra yang Ia kasihi ini. (Amsal 8:22, 29-31, NW; Yohanes 1:1-3, 14; Kolose 1:15-17) Ia belakangan mendelegasikan kepadanya ”segala kuasa di sorga dan di bumi”.—Matius 28:18; Yohanes 5:22.

      17, 18. (a) Mengapa Yehuwa mengutus malaikat-malaikat ke Sodom dan Gomora? (b) Mengapa Yehuwa meminta saran-saran dari para malaikat berkenaan bagaimana membujuk Ahab?

      17 Demikian pula, Yehuwa mempercayakan kepada banyak ciptaan-Nya tugas-tugas yang dapat Ia tangani sendiri bahkan dengan jauh lebih baik. Misalnya, sewaktu Ia memberi tahu Abraham, ”Baiklah Aku turun [ke Sodom dan Gomora] untuk melihat, apakah benar-benar mereka telah berkelakuan seperti keluh kesah orang yang telah sampai kepada-Ku atau tidak,” Ia tidak bermaksud bahwa Ia akan datang ke sana secara pribadi. Sebaliknya, Yehuwa memilih untuk mendelegasikan wewenang, menunjuk malaikat-malaikat untuk mengumpulkan informasi demikian bagi-Nya. Ia memberikan kepada mereka wewenang untuk menjalankan misi mencari fakta dan untuk melaporkan kembali kepada-Nya.—Kejadian 18:1-3, 20-22.

      18 Pada kesempatan lain, sewaktu Yehuwa memutuskan untuk menjatuhkan hukuman atas Raja Ahab yang fasik, Ia mengundang para malaikat pada pertemuan di surga untuk memberikan saran-saran berkenaan bagaimana ”membujuk” raja yang murtad ini agar maju berperang supaya ia tewas. Tentu saja, Yehuwa, Sumber segala hikmat, tidak perlu dibantu untuk mendapatkan haluan yang terbaik! Namun, Ia meninggikan martabat para malaikat dengan hak istimewa untuk mengusulkan jalan keluar dan wewenang untuk bertindak atas orang yang Ia pilih.—1 Raja 22:19-22.

      19. (a) Mengapa Yehuwa membatasi jumlah hukum yang Ia buat? (b) Bagaimana Yehuwa memperlihatkan diri-Nya masuk akal berkenaan apa yang Ia harapkan dari kita?

      19 Yehuwa tidak menggunakan wewenang-Nya untuk menjalankan kendali yang tidak perlu atas orang-orang lain. Dalam bidang ini Ia juga memperlihatkan sikap masuk akal yang tak tertandingi. Ia dengan hati-hati membatasi jumlah hukum yang Ia buat dan melarang hamba-hamba-Nya untuk ”melampaui apa yang ada tertulis” dengan menambahkan hukum-hukum buatan mereka sendiri yang membebani. (1 Korintus 4:6; Kisah 15:28; pertentangkan dengan Matius 23:4.) Ia tidak pernah menuntut ketaatan yang membabi buta dari ciptaan-ciptaan-Nya, namun Ia biasanya menyediakan cukup banyak keterangan untuk membimbing mereka dan meletakkan pilihan di hadapan mereka, memberi tahu mereka manfaat dari ketaatan dan akibat dari ketidaktaatan. (Ulangan 30:19, 20) Sebaliknya daripada memaksa orang-orang dengan menggunakan perasaan bersalah, perasaan malu, atau perasaan takut, Ia berupaya mencapai hati; Ia ingin orang-orang melayani Dia karena kasih yang tulus sebaliknya daripada merasa terpaksa. (2 Korintus 9:7) Semua pelayanan sepenuh jiwa demikian membuat hati Allah bersukacita, maka Ia bukanlah pribadi yang ”sulit disenangkan” secara tidak masuk akal.—1 Petrus 2:18, NW; Amsal 27:11; bandingkan Mikha 6:8.

      20. Bagaimana sikap Yehuwa yang masuk akal mempengaruhi saudara?

      20 Bukankah sangat menakjubkan bahwa Allah Yehuwa, yang memiliki kuasa lebih banyak daripada segala ciptaan-Nya, tidak pernah menggunakan kuasa tersebut secara tidak masuk akal, tidak pernah menggunakannya untuk mengancam orang-orang lain? Akan tetapi, manusia, yang sangat kecil jika dibuat perbandingan, memiliki sejarah saling menjajah. (Pengkhotbah 8:9) Jelaslah, sikap masuk akal merupakan sifat yang sangat bernilai, sifat yang menggerakkan kita untuk semakin mengasihi Yehuwa. Hal itu, selanjutnya, dapat menggerakkan kita sendiri untuk memupuk sifat ini. Bagaimana kita dapat melakukannya? Artikel selanjutnya akan membahas soal ini.

      [Catatan Kaki]

      a Pada tahun 1769, leksikograf John Parkhurst mendefinisikan kata ini sebagai ”sikap lentuk, atau watak yang lentuk, lembut, lunak, sabar”. Sarjana-sarjana lain juga mengusulkan ”tidak kaku” sebagai definisi.

  • Memupuk Sikap Masuk Akal
    Menara Pengawal—1994 | 1 Agustus
    • Memupuk Sikap Masuk Akal

      ”Biarlah sikap masuk akalmu diketahui oleh semua orang. TUHAN berada dekat.”​—FILIPI 4:5, ”NW”.

      1. Mengapa merupakan tantangan untuk bersikap masuk akal dalam dunia dewasa ini?

      ”ORANG yang bersikap masuk akal”​—menurut jurnalis Inggris Sir Alan Patrick Herbert orang demikian adalah tokoh khayalan semata. Memang, kadang-kadang tampaknya tidak ada lagi orang yang bersikap masuk akal dalam dunia yang dilanda berbagai konflik ini. Alkitab menubuatkan bahwa pada ”hari-hari terakhir” yang kritis ini, orang-orang akan ”garang”, ”keras kepala”, dan ”tidak mau bersepakat”​—dengan kata lain, sama sekali tidak bersikap masuk akal. (2 Timotius 3:1-5, NW) Akan tetapi, orang-orang Kristen sejati menjunjung tinggi sikap masuk akal, karena mengetahui bahwa sikap ini merupakan ciri dari hikmat ilahi. (Yakobus 3:17, NW) Kita tidak merasa bahwa adalah mustahil untuk bersikap masuk akal dalam dunia yang tidak masuk akal ini. Sebaliknya, kita tanpa keraguan menyambut tantangan dalam nasihat Paulus yang terilham yang terdapat dalam Filipi 4:5 (NW), ”Biarlah sikap masuk akalmu diketahui oleh semua orang.”

      2. Bagaimana kata-kata rasul Paulus di Filipi 4:5 membantu kita menentukan apakah kita bersikap masuk akal?

      2 Perhatikan bagaimana kata-kata Paulus membantu kita untuk menguji apakah kita bersikap masuk akal. Yang lebih dipertanyakan bukan bagaimana kita memandang diri sendiri; yang dipertanyakan adalah bagaimana orang-orang lain memandang diri kita, bagaimana kita dikenal. Terjemahan Phillips menerjemahkan ayat ini, ”Milikilah reputasi bersikap masuk akal.” Kita masing-masing sebaiknya bertanya, ’Bagaimana saya dikenal? Apakah saya memiliki reputasi bersikap masuk akal, lentuk, dan lembut? Atau apakah saya dikenal sebagai orang yang kaku, kasar, atau keras kepala?’

      3. (a) Apa yang dimaksud dengan kata Yunani yang diterjemahkan ”bersikap masuk akal”, dan mengapa sikap ini menarik? (b) Bagaimana seorang Kristen dapat belajar untuk lebih bersikap masuk akal?

      3 Reputasi kita dalam hal ini dengan jelas akan mencerminkan seberapa jauh kita meniru Yesus Kristus. (1 Korintus 11:1) Sewaktu berada di bumi ini, Yesus dengan sempurna mencerminkan teladan yang unggul dari Bapanya dalam bersikap masuk akal. (Yohanes 14:9) Malahan, sewaktu Paulus menulis tentang ’kelemahlembutan dan kebaikan hati Kristus’, kata Yunani yang ia gunakan untuk kebaikan hati (e·pi·ei·kiʹas) juga berarti ”sikap masuk akal” atau, secara harfiah, ”kelentukan”. (2 Korintus 10:1, NW) The Expositor’s Bible Commentary menyebut hal ini ”salah satu di antara kata-kata yang luar biasa mengenai gambaran watak dalam P[erjanjian] B[aru]”. Kata ini menjelaskan suatu sifat yang begitu menarik sehingga seorang sarjana menerjemahkan kata ini sebagai ”sikap masuk akal yang menyenangkan”. Oleh karena itu, marilah kita membahas tiga cara bagaimana Yesus, seperti Bapanya, Yehuwa, mempertunjukkan sikap masuk akal. Dengan demikian, kita dapat belajar bagaimana menjadi lebih bersikap masuk akal.—1 Petrus 2:21.

      ”Suka Mengampuni”

      4. Bagaimana Yesus memperlihatkan dirinya ”suka mengampuni”?

      4 Seperti Bapanya, Yesus memperlihatkan sikap masuk akal dengan berlaku ”suka mengampuni” berulang-ulang kali. (Mazmur 86:5) Pertimbangkan saat ketika Petrus, seorang sahabat karib, menyangkal Yesus tiga kali pada malam Yesus ditangkap dan diadili. Yesus sendiri sebelumnya telah berkata, ”Barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan BapaKu.” (Matius 10:33) Apakah Yesus dengan kaku dan tanpa belas kasihan menerapkan prinsip tersebut atas Petrus? Tidak; setelah kebangkitan-Nya, Yesus mengunjungi Petrus secara pribadi, tak diragukan untuk menghibur dan menenteramkan rasul yang bertobat dan hancur hati ini. (Lukas 24:34; 1 Korintus 15:5) Tak lama kemudian, Yesus mengizinkan Petrus memiliki tanggung jawab yang besar. (Kisah 2:1-41) Di sinilah sikap masuk akal yang menyenangkan dipertunjukkan sepenuhnya! Bukankah sangat menghibur untuk mengetahui bahwa Yehuwa telah melantik Yesus sebagai Hakim atas segenap umat manusia?—Yesaya 11:1-4; Yohanes 5:22.

      5. (a) Reputasi apa hendaknya dimiliki para penatua di antara domba-domba? (b) Bahan apa hendaknya ditinjau oleh para penatua sebelum menangani kasus-kasus pengadilan, dan mengapa?

      5 Sewaktu para penatua bertindak sebagai hakim di dalam sidang, mereka berupaya mengikuti teladan Yesus yang bersikap masuk akal. Mereka tidak ingin domba-domba merasa takut kepada mereka sebagai pemberi hukuman. Sebaliknya, mereka berupaya meniru Yesus sehingga domba akan merasa aman bersama mereka sebagai gembala yang penuh kasih. Dalam kasus-kasus pengadilan, mereka membuat segala upaya untuk bersikap masuk akal, suka mengampuni. Sebelum menangani kasus demikian, beberapa penatua merasa dibantu dengan meninjau artikel-artikel Menara Pengawal 1 Juli 1992, ”Yehuwa, ’Hakim Segenap Bumi’ yang Tidak Memandang Muka” dan ”Para Penatua, Berilah Keputusan yang Adil-Benar”. Dengan demikian mereka mengingat inti dari cara Yehuwa mengadili, ”Tegas jika perlu, berbelaskasihan jika mungkin.” Bukan suatu kesalahan untuk cenderung berbelaskasihan dalam mengadili jika ada dasar yang masuk akal untuk berbuat demikian. (Matius 12:7) Justru adalah kesalahan yang serius untuk bersikap kasar atau tidak berbelaskasihan. (Yehezkiel 34:4) Dengan demikian, para penatua menghindari berbuat salah dengan secara aktif mencari haluan yang sebisa mungkin paling sarat dengan kasih dan belas kasihan dalam batas-batas keadilan.—Bandingkan Matius 23:23; Yakobus 2:13.

      Bersikap Lentuk sewaktu Dihadapkan dengan Keadaan-Keadaan yang Berubah

      6. Bagaimana Yesus mempertunjukkan sikap masuk akal dalam berurusan dengan wanita Kafir yang putrinya dirasuki hantu?

      6 Seperti Yehuwa, Yesus membuktikan diri cepat mengubah haluan atau menyesuaikan diri dengan situasi-situasi baru sewaktu itu timbul. Pada suatu waktu, seorang wanita Kafir memohonnya untuk menyembuhkan putrinya yang dirasuki hantu dengan hebat. Dengan tiga cara yang berbeda, Yesus pada mulanya memperlihatkan bahwa ia tidak akan menolongnya—pertama, dengan tidak menjawabnya; kedua, dengan langsung mengatakan bahwa ia diutus, bukan kepada orang-orang Kafir, tetapi kepada orang-orang Yahudi; dan ketiga, dengan memberikan ilustrasi yang secara ramah menandaskan hal yang sama. Akan tetapi, wanita ini berkukuh menghadapi semua ini, membuktikan iman yang luar biasa. Mempertimbangkan keadaan khusus ini, Yesus dapat melihat bahwa saat itu bukan waktunya untuk melaksanakan suatu peraturan umum; itulah waktunya untuk bersikap lentuk dalam menanggapi prinsip-prinsip yang lebih tinggi.a Jadi, Yesus melakukan dengan tepat apa yang sebanyak tiga kali ia katakan tidak mau ia lakukan. Ia menyembuhkan putri wanita tersebut!—Matius 15:21-28.

      7. Dengan cara-cara apa orang-tua dapat memperlihatkan sikap masuk akal, dan mengapa?

      7 Apakah kita juga dikenal karena kesediaan kita bersikap lentuk jika cocok? Orang-tua berulang kali perlu memperlihatkan sikap masuk akal demikian. Karena setiap anak unik, metode yang berhasil diterapkan pada seorang anak mungkin tidak cocok untuk anak yang lain. Selain itu, seraya anak-anak bertambah besar, kebutuhan mereka berubah. Apakah jam malam yang berlaku perlu disesuaikan? Apakah pelajaran keluarga perlu dibuatkan perencanaan yang lebih hidup agar mendatangkan manfaat? Jika orang-tua memberi reaksi yang berlebihan atas beberapa pelanggaran kecil, apakah mereka bersikap rendah hati dan membereskan masalahnya? Orang-tua yang lentuk dalam hal-hal demikian, menghindari membuat anak-anak mereka kesal secara tidak perlu dan menjauhkan mereka dari Yehuwa.—Efesus 6:4.

      8. Bagaimana para penatua sidang dapat mengambil pimpinan dalam menyesuaikan kebutuhan di daerah sidang?

      8 Para penatua juga perlu menyesuaikan diri seraya keadaan-keadaan baru timbul, meskipun tidak mengkompromikan hukum-hukum Allah yang spesifik. Dalam mengawasi pekerjaan pengabaran, apakah saudara waspada terhadap perubahan-perubahan di daerah sidang? Karena gaya hidup orang-orang di daerah sidang berubah, barangkali kesaksian pada petang hari, kesaksian umum, atau kesaksian melalui telepon perlu dianjurkan. Menyesuaikan diri dengan cara-cara demikian membantu kita menunaikan tugas kita untuk mengabar dengan lebih efektif. (Matius 28:19, 20; 1 Korintus 9:26) Paulus juga berupaya keras menyesuaikan diri dengan segala macam orang dalam pelayanannya. Apakah kita melakukan hal yang sama, misalnya, dengan cukup mengenal agama-agama dan kebudayaan setempat sehingga dapat membantu orang-orang?—1 Korintus 9:19-23.

      9. Mengapa seorang penatua hendaknya tidak berkukuh untuk selalu mengatasi problem dengan cara yang ia lakukan dahulu?

      9 Seraya hari-hari terakhir ini menjadi semakin kritis, para gembala juga perlu menyesuaikan diri dengan kerumitan yang membingungkan dan keadaan yang tidak menyenangkan dari beberapa problem yang kini dihadapi kawanan mereka. (2 Timotius 3:1) Para penatua, sekarang bukan waktunya untuk bersikap kaku! Tentu saja seorang penatua tidak akan berkukuh mengatasi problem dengan menggunakan cara mereka yang dahulu jika metodenya telah menjadi tidak efektif atau jika ”hamba yang setia dan bijaksana” menganggap perlu untuk menerbitkan bahan baru berkenaan pokok-pokok demikian. (Matius 24:45; bandingkan Pengkhotbah 7:10; 1 Korintus 7:31.) Seorang penatua yang setia dengan tulus berupaya membantu seorang saudari yang sedang mengalami depresi dan sangat membutuhkan seorang pendengar yang baik. Akan tetapi, penatua ini mengambil pandangan yang sedikit menyepelekan depresinya dan memberikannya jalan keluar yang sederhana dengan mengabaikan problemnya. Kemudian, Lembaga Menara Pengawal menerbitkan beberapa keterangan yang berdasarkan Alkitab yang justru menyinggung problem saudari tersebut. Penatua itu mengatur untuk berbicara dengannya kembali, kali ini menerapkan bahan yang baru dan memperlihatkan empati terhadap penderitaannya. (Bandingkan 1 Tesalonika 5:14, 15.) Sungguh teladan yang bagus dari sikap masuk akal!

      10. (a) Bagaimana para penatua hendaknya memperlihatkan sikap lentuk terhadap satu sama lain dan terhadap badan penatua secara keseluruhan? (b) Bagaimana hendaknya badan penatua memandang orang-orang yang memperlihatkan diri tidak bersikap masuk akal?

      10 Para penatua juga perlu memperlihatkan sikap lentuk terhadap satu sama lain. Sewaktu badan penatua mengadakan rapat, betapa pentingnya agar tidak ada penatua yang mendominasi rapat tersebut! (Lukas 9:48) Saudara yang memimpin rapat khususnya perlu mengendalikan diri dalam bidang ini. Dan bila satu atau dua penatua tidak menyetujui sebuah keputusan dari badan penatua secara keseluruhan, mereka tidak akan memaksakan cara mereka. Sebaliknya, sejauh tidak ada prinsip Alkitab yang dilanggar, mereka akan mengalah, dengan mengingat bahwa sikap masuk akal dituntut dari para penatua. (1 Timotius 3:2, 3) Di lain pihak, badan penatua hendaknya senantiasa mengingat bahwa Paulus menegur sidang Korintus karena ”bertahan dengan sabar menghadapi orang-orang yang bersikap tidak masuk akal” yang memperkenalkan diri mereka sebagai ’rasul-rasul yang sangat hebat’. (2 Korintus 11:5, 19, 20, NW) Jadi mereka hendaknya bersedia menasihati seorang rekan penatua yang bertindak dengan cara yang keras kepala, tidak masuk akal, namun mereka sendiri harus melakukannya dengan lembut dan ramah.—Galatia 6:1.

      Bersikap Masuk Akal dalam Menjalankan Wewenang

      11. Terdapat kontras apa antara cara para pemimpin agama Yahudi pada zaman Yesus menjalankan wewenang dan cara yang dilakukan Yesus?

      11 Sewaktu Yesus berada di bumi, sikap masuk akalnya benar-benar terpancar melalui cara ia menjalankan wewenang yang dikaruniakan Allah kepadanya. Betapa berbedanya ia dibandingkan para pemimpin agama pada zamannya! Perhatikan sebuah contoh. Hukum Allah memerintahkan bahwa tidak ada pekerjaan, bahkan mengumpulkan kayu api, yang boleh dilakukan pada hari Sabat. (Keluaran 20:10; Bilangan 15:32-36) Para pemimpin agama ingin mengendalikan tepatnya cara orang-orang menjalankan hukum tersebut. Maka mereka main hakim sendiri dengan memutuskan apa sebenarnya yang boleh diangkat oleh seseorang pada hari Sabat. Mereka menitahkan: tidak sesuatu pun yang lebih berat daripada dua buah ara yang dikeringkan. Mereka bahkan melarang mengenakan sandal yang berpaku, dengan mengatakan bahwa mengangkat beban ekstra dari paku akan berarti bekerja! Dikatakan bahwa, secara keseluruhan, para rabi menambahkan 39 peraturan kepada hukum Allah berkenaan Sabat dan kemudian membuat tambahan yang tak ada habisnya kepada peraturan-peraturan tersebut. Di lain pihak, Yesus tidak berupaya mengendalikan orang-orang melalui perasaan malu dengan meletakkan peraturan-peraturan yang membatasi yang tak ada habisnya atau dengan menetapkan standar-standar yang kaku dan tak terjangkau.—Matius 23:2-4; Yohanes 7:47-49.

      12. Mengapa kita dapat mengatakan bahwa Yesus tidak pernah goyah bila hal itu menyangkut standar-standar Yehuwa yang adil-benar?

      12 Maka, apakah kita akan menyimpulkan bahwa Yesus tidak dengan teguh menjunjung standar-standar Allah yang adil-benar? Tentu saja ia menjunjungnya! Ia mengerti bahwa hukum-hukum itu paling efektif bila manusia mencamkan prinsip di balik hukum-hukum tersebut. Orang-orang Farisi sibuk berupaya mengendalikan orang-orang dengan peraturan yang tidak terhitung banyaknya, sedangkan Yesus berupaya mencapai hati. Misalnya, ia tahu betul bahwa tidak ada sikap lentuk jika itu menyangkut hukum-hukum ilahi seperti ’jauhkanlah diri dari percabulan’. (1 Korintus 6:18) Maka Yesus memperingatkan orang-orang terhadap pikiran-pikiran yang dapat menuntun kepada perbuatan amoral. (Matius 5:28) Pengajaran demikian jauh lebih membutuhkan hikmat dan daya pengamatan daripada sekadar memerintahkan peraturan-peraturan yang kaku dan ketat.

      13. (a) Mengapa para penatua hendaknya menghindari menciptakan hukum dan peraturan yang tidak lentuk? (b) Dalam beberapa bidang apa saja sangat penting untuk menghargai hati nurani orang-orang?

      13 Saudara-saudara yang bertanggung jawab dewasa ini memiliki minat yang sama dalam mencapai hati. Maka, mereka menghindari memerintahkan peraturan-peraturan yang sewenang-wenang dan tidak lentuk atau mengubah sudut pandangan dan pendapat pribadi mereka menjadi hukum. (Bandingkan Daniel 6:8-17.) Dari waktu ke waktu, pengingat-pengingat yang penuh kasih berkenaan hal-hal seperti pakaian dan dandanan mungkin cocok dan tepat waktu, namun seorang penatua dapat membahayakan reputasinya sebagai seorang yang bersikap masuk akal jika ia terus mengulang-ulangi hal-hal demikian atau berupaya memaksakan sesuatu yang khususnya merupakan cerminan dari selera pribadinya. Sebenarnya, semua di dalam sidang hendaknya jangan mencoba mengendalikan orang-orang lain.—Bandingkan 2 Korintus 1:24; Filipi 2:12.

      14. Bagaimana Yesus memperlihatkan bahwa ia bersikap masuk akal berkenaan hal-hal yang ia harapkan dari orang-orang lain?

      14 Para penatua dapat memeriksa diri mereka dalam bidang lain lagi: ’Apakah saya bersikap masuk akal sehubungan hal-hal yang saya harapkan dari orang-orang lain?’ Yesus bersikap demikian. Ia dengan konsisten memperlihatkan kepada pengikut-pengikutnya bahwa ia tidak menuntut lebih daripada upaya mereka yang sepenuh jiwa dan bahwa ia sangat menghargai hal itu. Ia memuji janda miskin karena memberikan dua keping uangnya yang bernilai kecil. (Markus 12:42, 43) Ia memarahi murid-muridnya sewaktu mereka mengkritik sumbangan Maria yang sangat mahal, dengan berkata, ”Biarkanlah dia. . . . Ia telah melakukan apa yang dapat dilakukannya.” (Markus 14:6, 8) Ia bahkan bersikap masuk akal sewaktu pengikut-pengikutnya mengecewakannya. Misalnya, meskipun ia mendesak tiga rasul yang paling akrab dengannya untuk tetap sadar dan berjaga-jaga bersamanya pada malam ia ditangkap, mereka mengecewakannya dengan tertidur berulang kali. Namun, ia mengatakan dengan simpatik, ”Roh memang penurut, tetapi daging lemah.”—Markus 14:34-38.

      15, 16. (a) Mengapa para penatua hendaknya berhati-hati agar tidak memaksa atau memojokkan kawanan? (b) Bagaimana seorang saudari yang setia mulai menyesuaikan apa yang ia harapkan dari orang-orang lain?

      15 Memang, Yesus menganjurkan pengikut-pengikutnya agar ’berusaha sekuat tenaga’. (Lukas 13:24, NW) Namun ia tidak pernah memaksa mereka melakukan hal demikian! Ia memberi pandangan kepada mereka, menyediakan teladan, mengambil pimpinan, dan berupaya mencapai hati mereka. Ia mengandalkan kuasa roh Yehuwa untuk melakukan hal selebihnya. Para penatua dewasa ini hendaknya juga menganjurkan kawanan untuk melayani Yehuwa dengan sepenuh hati namun hendaknya jangan memojokkan mereka sehingga mereka merasa bersalah atau merasa malu, dengan menyiratkan bahwa apa yang mereka lakukan sekarang dalam dinas kepada Yehuwa dalam beberapa hal tidak cukup atau tidak dapat diterima. Pendekatan kaku dengan mendesak agar ”berbuat lebih banyak, berbuat lebih banyak, berbuat lebih banyak!” dapat mengecilkan hati orang-orang yang telah berbuat sebisa mereka. Betapa sedihnya jika seorang penatua membuat reputasi sebagai orang yang ”sulit disenangkan”—jauh berbeda dibanding sikap masuk akal!—1 Petrus 2:18, NW.

      16 Kita semua hendaknya bersikap masuk akal dalam hal-hal yang kita harapkan dari orang-orang lain! Seorang saudari, setelah ia dan suaminya meninggalkan penugasan mereka sebagai utusan injil untuk merawat ibunya yang sakit, menulis, ”Saat-saat seperti ini benar-benar sulit bagi kami penyiar-penyiar di sidang ini. Karena selama ini berada dalam pekerjaan wilayah dan distrik, terlindung dari banyak tekanan demikian, kami secara tiba-tiba dan secara menyedihkan disadarkan akan hal ini. Misalnya, saya sering mengatakan kepada diri sendiri, ’Mengapa saudari itu tidak menawarkan lektur yang cocok bulan ini? Apakah dia tidak membaca Pelayanan Kerajaan?’ Sekarang saya tahu alasannya. Bagi beberapa orang, sudah merupakan upaya maksimal mereka untuk dapat keluar [berdinas].” Betapa jauh lebih baik untuk memuji saudara-saudara kita atas apa yang mereka lakukan daripada menghakimi mereka atas apa yang tidak mereka lakukan!

      17. Bagaimana Yesus memberikan teladan bagi kita berkenaan bersikap masuk akal?

      17 Perhatikan sebuah teladan akhir berkenaan bagaimana Yesus menjalankan wewenangnya dengan cara yang masuk akal. Seperti Bapanya, Yesus tidak dengan dengki melindungi wewenangnya. Ia juga seorang pendelegasi yang mahir, melantik golongan hamba yang setia untuk mengurus ”segala miliknya” di bumi ini. (Matius 24:45-47) Dan ia tidak takut untuk mendengarkan gagasan orang-orang lain. Ia sering menanyakan para pendengarnya, ”Apakah pendapatmu?” (Matius 17:25; 18:12; 21:28; 22:42) Demikianlah hendaknya di antara pengikut-pengikut Kristus dewasa ini. Seberapa banyak pun wewenang yang mereka miliki hendaknya tidak menyebabkan mereka enggan mendengarkan. Orang-tua, bersedialah mendengarkan! Suami, bersedialah mendengarkan! Penatua, bersedialah mendengarkan!

      18. (a) Bagaimana kita dapat mengetahui apakah kita memiliki reputasi bersikap masuk akal? (b) Kita semua sebaiknya bertekad untuk melakukan apa?

      18 Jelaslah, kita semua ingin ’memiliki reputasi bersikap masuk akal’. (Filipi 4:5, Phillips) Namun bagaimana kita tahu apakah kita memiliki reputasi demikian? Nah, sewaktu Yesus ingin mengetahui apa yang orang-orang katakan tentang dirinya, ia bertanya kepada rekan-rekannya yang dapat dipercaya. (Matius 16:13) Mengapa tidak mengikuti teladannya? Kepada seseorang yang keterusterangannya dapat saudara andalkan, saudara dapat menanyakan apakah saudara memiliki reputasi sebagai orang yang bersikap masuk akal, orang yang lentuk. Tentu saja, banyak yang kita semua dapat lakukan untuk dengan lebih saksama lagi meniru teladan Yesus yang sempurna dalam hal bersikap masuk akal! Khususnya jika kita memiliki sejumlah wewenang atas orang-orang lain, marilah kita selalu meniru teladan Yehuwa dan Yesus, selalu menjalankan wewenang dalam cara yang masuk akal, senantiasa suka mengampuni, mengalah, atau tidak berkeras apabila keadaannya cocok. Tak diragukan, marilah kita semua berupaya ”bersikap masuk akal”!—Titus 3:2.

      [Catatan Kaki]

      a Buku New Testament Words mengomentari, ”Orang yang epieikēs [bersikap masuk akal] mengetahui bahwa ada saatnya apabila suatu hal dapat sepenuhnya dibenarkan secara hukum namun sepenuhnya salah secara moral. Seorang pria yang epieikēs mengetahui kapan meringankan hukum di bawah dorongan dari suatu kuasa yang lebih tinggi dan lebih besar daripada hukum.”

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan