-
Yehuwa—”Allah yang Memberikan Kedamaian”Menara Pengawal—2011 | 15 Agustus
-
-
Yehuwa—”Allah yang Memberikan Kedamaian”
”Semoga Allah yang memberikan kedamaian menyertai kamu semua.”—RM. 15:33.
1, 2. Situasi menegangkan apa yang dilukiskan di Kejadian pasal 32 dan 33? Apa hasilnya?
KEJADIANNYA dekat kota Penuel, tidak jauh dari Wadi Yabok di sisi timur Sungai Yordan. Esau mendengar bahwa adik kembarnya, Yakub, akan pulang. Dua puluh tahun yang lalu, Esau menjual hak kesulungannya kepada adiknya. Maka, Yakub takut apabila kakaknya masih memendam kebencian dan ingin membunuhnya. Esau beserta 400 pria pergi menemui adiknya. Karena sangat khawatir, Yakub mengirimi Esau hadiah demi hadiah sampai berjumlah lebih dari 550 ekor binatang. Setiap kali mengantarkannya, hamba-hamba Yakub memberi tahu Esau bahwa itu adalah hadiah dari adiknya.
2 Apa yang selanjutnya terjadi? Yakub dengan berani berjalan ke arah Esau lalu membungkuk—bukan hanya satu kali melainkan tujuh kali. Yakub telah mengambil langkah yang terpenting untuk melembutkan hati kakaknya. Yakub telah berdoa kepada Yehuwa agar ia dilepaskan dari tangan Esau. Apakah Yehuwa menjawab doanya? Ya. ”Esau berlari menemuinya,” kata Alkitab, dan ”dia mendekapnya, memeluk lehernya, dan menciumnya.”—Kej. 32:11-20; 33:1-4.
3. Apa yang kita pelajari dari kisah tentang Yakub dan Esau?
3 Kisah tentang Yakub dan Esau memperlihatkan bahwa kita hendaknya berupaya sungguh-sungguh untuk menyelesaikan masalah demi mempertahankan perdamaian di sidang Kristen. Yakub berupaya berdamai dengan Esau bukan karena Yakub bersalah kepada kakaknya dan harus minta maaf. Tidak, Esau-lah yang tidak menghargai hak kesulungannya dan menjualnya kepada Yakub demi semangkuk bubur miju. (Kej. 25:31-34; Ibr. 12:16) Tetapi, cara Yakub mendekati Esau menunjukkan bahwa kita hendaknya rela dan berupaya keras untuk menjaga perdamaian dengan saudara-saudari Kristen. Hal itu juga memperlihatkan bahwa Allah menjawab doa kita dan memberkati upaya kita untuk memelihara perdamaian. Alkitab berisi banyak teladan yang mengajar kita untuk menggalang perdamaian.
Teladan Paling Unggul untuk Ditiru
4. Apa yang Allah sediakan untuk menyelamatkan manusia dari dosa dan kematian?
4 Teladan paling menonjol dalam menggalang perdamaian adalah Yehuwa—”Allah yang memberikan kedamaian”. (Rm. 15:33) Pikirkan segala hal yang telah Yehuwa lakukan agar kita dapat berdamai dengan Dia. Sebagai keturunan yang berdosa dari Adam dan Hawa, kita pantas mendapatkan ”upah yang dibayarkan oleh dosa”, yaitu kematian. (Rm. 6:23) Namun, karena kasih-Nya yang besar, Yehuwa mengatur agar kita dapat diselamatkan dari kematian kekal dengan mengutus Putra yang dikasihi-Nya dari surga untuk dilahirkan sebagai manusia sempurna. Dan, Sang Putra bersedia. Ia membiarkan dirinya dibunuh oleh musuh-musuh Allah. (Yoh. 10:17, 18) Allah membangkitkan Putra-Nya, yang kemudian mempersembahkan kepada Bapak nilai dari darahnya yang dicurahkan, yang akan menjadi tebusan untuk menyelamatkan manusia yang bertobat.—Baca Ibrani 9:14, 24.
5, 6. Bagaimana darah Yesus dapat memulihkan hubungan antara Allah dan manusia yang berdosa?
5 Bagaimana korban tebusan Putra Allah dapat memulihkan hubungan yang rusak antara Allah dan manusia yang berdosa? ”Dera menimpa dia agar kita mendapat damai,” kata Yesaya 53:5, ”dan karena luka-luka dia kita disembuhkan.” Sekarang, manusia yang taat tidak lagi dipandang sebagai musuh Allah tetapi dapat menikmati hubungan damai dengan Dia. ”Melalui [Yesus] kita memperoleh kelepasan, yaitu melalui tebusan dengan darah pribadi itu, ya, pengampunan atas pelanggaran-pelanggaran kita.”—Ef. 1:7.
6 Alkitab menyatakan, ”Allah menganggap baik bahwa seluruh kepenuhan tinggal dalam [Kristus].” Ini berarti Kristus adalah tokoh terpenting dalam mewujudkan tujuan Allah. Dan, tujuan Yehuwa adalah untuk ’merukunkan kembali dengan dirinya segala perkara lain, dengan mengadakan perdamaian melalui darah yang [Yesus Kristus] curahkan’. ”Segala perkara lain” yang Allah rukunkan dengan Dia adalah ”perkara-perkara di surga” dan ”perkara-perkara di bumi”. Apa itu?—Baca Kolose 1:19, 20.
7. Apa artinya ”perkara-perkara di surga”? Apa artinya ”perkara-perkara di bumi”?
7 Dengan adanya persediaan tebusan, orang Kristen terurap, yang ”dinyatakan adil-benar” sebagai putra-putra Allah, dapat ”menikmati perdamaian dengan Allah”. (Baca Roma 5:1.) Merekalah yang dimaksud dengan ”perkara-perkara di surga” karena mereka memiliki harapan surgawi dan ”akan memerintah sebagai raja-raja atas bumi” serta melayani sebagai imam-imam bagi Allah. (Pny. 5:10) Sementara itu, ”perkara-perkara di bumi” memaksudkan manusia yang bertobat, yang akhirnya akan memperoleh kehidupan abadi di bumi.—Mz. 37:29.
8. Yehuwa telah berbuat banyak agar manusia bisa berdamai dengan Dia. Sewaktu kita merenungkan hal ini, apa pengaruhnya atas diri kita?
8 Paulus sangat bersyukur atas persediaan Yehuwa. Maka, ia menulis kepada orang-orang Kristen terurap di Efesus, ”Allah, yang kaya dengan belas kasihan, . . . menghidupkan kita bersama Kristus, bahkan pada waktu kita mati karena pelanggaran-pelanggaran—oleh kebaikan hati yang tidak selayaknya diperoleh, kamu diselamatkan.” (Ef. 2:4, 5) Entah kita memiliki harapan kehidupan di surga atau di bumi, kita banyak berutang kepada Allah atas belas kasihan dan kebaikan hati-Nya yang tidak selayaknya diperoleh. Hati kita dipenuhi rasa syukur sewaktu merenungkan segala sesuatu yang telah Yehuwa lakukan agar manusia dapat berdamai dengan Dia. Dengan merenungkan teladan Allah, tidakkah kita akan termotivasi untuk menggalang perdamaian sewaktu menghadapi situasi yang bisa merusak perdamaian dan persatuan sidang?
Belajar dari Teladan Abraham dan Ishak
9, 10. Bagaimana Abraham menggalang perdamaian dengan Lot sewaktu muncul ketegangan antara para gembala mereka?
9 Mengenai Abraham, Alkitab menyatakan, ”’Abraham menaruh iman kepada Yehuwa, dan hal itu diperhitungkan kepadanya sebagai keadilbenaran’, dan ia disebut ’sahabat Yehuwa’.” (Yak. 2:23) Abraham memperlihatkan iman itu dengan selalu menjaga perdamaian. Misalnya, sewaktu kawanan ternak Abraham bertambah banyak, muncul ketegangan antara para gembalanya dan para gembala kemenakannya, Lot. (Kej. 12:5; 13:7) Satu-satunya jalan keluar adalah berpisah. Bagaimana cara Abraham menangani situasi yang pelik ini? Ia tidak berupaya mengatur Lot hanya karena ia lebih tua dan memiliki hubungan khusus dengan Allah. Abraham benar-benar menggalang perdamaian.
10 ”Jangan kiranya ada perselisihan lagi antara aku dan engkau dan antara penjaga ternakku dan penjaga ternakmu,” kata Abraham kepada kemenakannya, ”sebab kita ini bersaudara.” Abraham melanjutkan, ”Bukankah seluruh tanah ini tersedia bagimu? Silakan berpisah dariku. Jika engkau pergi ke kiri, maka aku akan pergi ke kanan; tetapi jika engkau pergi ke kanan, maka aku akan pergi ke kiri.” Lot memilih daerah yang paling subur, tetapi Abraham tidak kesal terhadapnya. (Kej. 13:8-11) Belakangan, sewaktu Lot ditawan oleh sepasukan musuh, Abraham langsung menyelamatkan dia.—Kej. 14:14-16.
11. Bagaimana Abraham mengejar perdamaian dengan orang Filistin?
11 Perhatikan juga bagaimana Abraham mengejar perdamaian dengan orang-orang Filistin di tanah Kanaan. Tetangganya ini ’merampas dengan kekerasan’ sumur air yang digali oleh hamba-hamba Abraham di Beer-syeba. Bagaimana reaksi Abraham? Karena ia pernah menyelamatkan Lot dengan mengalahkan empat raja yang menawannya, ia bisa saja menyerang orang Filistin dan merebut kembali sumur itu. Tetapi, Abraham memilih untuk tetap diam. Belakangan, raja Filistin mengunjungi Abraham untuk membuat perjanjian damai. Setelah Abraham bersumpah bahwa ia akan berlaku baik kepada keturunan sang raja, barulah Abraham menyebutkan soal sumur yang dirampas. Raja Filistin itu terkejut mendengarnya dan mengembalikan sumur tersebut. Abraham sendiri terus hidup dengan damai sebagai penduduk asing di tanah itu.—Kej. 21:22-31, 34.
12, 13. (a) Bagaimana Ishak meniru teladan ayahnya? (b) Bagaimana Yehuwa memberkati upaya Ishak untuk berdamai?
12 Putra Abraham, Ishak, meniru teladan ayahnya. Ini nyata sewaktu Ishak berurusan dengan orang Filistin. Karena ada bencana kelaparan di tanah itu, Ishak beserta rumah tangganya pindah ke arah utara, dari Beer-lahai-roi di kawasan kering Negeb ke daerah Filistia di Gerar yang lebih subur. Di sana, Yehuwa memberkati Ishak dengan berlimpah panenan dan ternak. Orang Filistin mulai iri kepadanya. Karena tidak senang Ishak hidup sejahtera seperti ayahnya, orang Filistin menutup sumur-sumur yang digali hamba-hamba Abraham di kawasan itu. Akhirnya, raja Filistin menyuruh Ishak ’pindah dari daerah sekitar mereka’. Ishak yang cinta damai melakukannya.—Kej. 24:62; 26:1, 12-17.
13 Setelah Ishak pindah, para gembalanya menggali sumur lain. Para gembala Filistin mengaku-ngaku bahwa sumur itu milik mereka. Seperti ayahnya, Ishak tidak mau bertengkar soal sumur itu. Ia malah menyuruh hamba-hambanya menggali sumur lagi. Orang Filistin juga mengaku-ngaku bahwa sumur itu milik mereka. Demi perdamaian, Ishak memindahkan perkemahannya yang besar ke lokasi lain lagi. Di sana, para hambanya menggali sumur yang Ishak namai Rehobot. Belakangan, ia pindah ke daerah Beer-syeba yang lebih subur. Di sana, Yehuwa memberkati dia dan mengatakan kepadanya, ”Jangan takut, karena aku menyertai engkau, aku akan memberkati engkau dan melipatgandakan benihmu oleh karena Abraham, hambaku.”—Kej. 26:17-25.
14. Bagaimana Ishak menjaga perdamaian sewaktu raja Filistin ingin membuat perjanjian damai dengannya?
14 Ishak tentu bisa memperjuangkan haknya untuk menggunakan semua sumur yang telah digali hamba-hambanya. Ini terbukti sewaktu raja Filistin dan para pejabatnya mengunjunginya di Beer-syeba karena ingin membuat perjanjian damai dengannya. Raja itu mengatakan, ”Kami telah melihat dengan jelas bahwa Yehuwa menyertai engkau.” Namun, demi perdamaian, Ishak memilih untuk pindah lebih dari satu kali ketimbang bertikai. Kali ini, Ishak lagi-lagi menjaga perdamaian. Alkitab menyatakan, ”Ia mengadakan pesta bagi [tamu-tamunya] dan mereka makan dan minum. Keesokan harinya mereka bangun pagi-pagi dan saling membuat pernyataan di bawah sumpah. Setelah itu Ishak membiarkan mereka pergi . . . dengan damai.”—Kej. 26:26-31.
Belajar dari Putra yang Paling Dikasihi Yakub
15. Mengapa kakak-kakak Yusuf tidak bisa berbicara baik-baik kepadanya?
15 Putra Ishak, Yakub, adalah ”orang yang tidak bercela”. (Kej. 25:27) Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, Yakub berupaya berdamai dengan kakaknya, Esau. Tak diragukan, Yakub belajar dari teladan ayahnya, Ishak. Bagaimana dengan putra-putra Yakub? Dari ke-12 putranya, Yusuf-lah yang paling dikasihi oleh Yakub. Yusuf adalah putra yang taat, penuh respek, dan sangat dipercaya ayahnya. (Kej. 37:2, 14) Tetapi, kakak-kakak Yusuf menjadi begitu iri kepadanya sampai-sampai mereka tidak bisa berbicara baik-baik kepadanya. Dengan kejam, mereka menjual Yusuf sebagai budak dan membohongi ayah mereka sehingga dia percaya bahwa Yusuf dibunuh oleh binatang buas.—Kej. 37:4, 28, 31-33.
16, 17. Bagaimana Yusuf menjaga perdamaian dengan kakak-kakaknya?
16 Yehuwa menyertai Yusuf. Belakangan, Yusuf menjadi perdana menteri Mesir—orang kedua setelah Firaun. Ketika terjadi kelaparan yang hebat, kakak-kakak Yusuf pergi ke Mesir. Mereka tidak mengenali dia karena Yusuf mengenakan pakaian resmi orang Mesir. (Kej. 42:5-7) Betapa mudah bagi Yusuf untuk membalas semua perbuatan kejam kakak-kakaknya kepada dirinya dan ayahnya! Namun, Yusuf berupaya menjaga perdamaian. Ketika jelas bahwa mereka telah bertobat, Yusuf memberi tahu siapa dirinya, dengan mengatakan, ”Jangan merasa susah hati dan jangan marah terhadap dirimu sendiri karena kamu menjualku kemari; karena demi memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku pergi mendahului kamu.” Kemudian, dia mencium semua saudaranya dan menangis sambil memeluk mereka.—Kej. 45:1, 5, 15.
17 Setelah Yakub meninggal, kakak-kakak Yusuf cemas bahwa Yusuf akan membalas dendam. Sewaktu mengungkapkan ketakutan mereka kepadanya, Yusuf pun tak kuasa menahan tangis lalu menjawab, ”Jangan takut. Aku sendiri akan terus menyediakan makanan bagi kamu dan anak-anakmu.” Yusuf yang cinta damai ”menghibur mereka dan berbicara menenteramkan mereka”.—Kej. 50:15-21.
”Ditulis untuk Mengajar Kita”
18, 19. (a) Manfaat apa yang kita peroleh dari teladan-teladan yang kita bahas dalam artikel ini? (b) Apa yang akan kita bahas dalam artikel berikut?
18 ”Segala perkara yang ditulis dahulu kala ditulis untuk mengajar kita,” kata Paulus, ”agar melalui ketekunan kita dan melalui penghiburan dari Tulisan-Tulisan Kudus, kita mempunyai harapan.” (Rm. 15:4) Setelah membahas teladan terunggul dari Yehuwa maupun tokoh-tokoh lain dalam Alkitab seperti Abraham, Ishak, Yakub, dan Yusuf, apa manfaatnya bagi kita?
19 Dengan merenungkan segala hal yang telah Yehuwa lakukan untuk memulihkan hubungan yang rusak antara Dia dan manusia yang berdosa, tidakkah kita tergerak untuk mengerahkan diri sebaik mungkin agar dapat berdamai dengan orang lain? Teladan Abraham, Ishak, Yakub, dan Yusuf memperlihatkan bahwa orang tua bisa memberikan pengaruh yang baik kepada anak-anak mereka. Selain itu, kisah-kisah ini juga memperlihatkan bahwa Yehuwa memberkati upaya orang-orang yang ingin berdamai. Tidak heran, Paulus menyebut Yehuwa ’Allah yang memberikan kedamaian’! (Baca Roma 15:33; 16:20.) Artikel berikut akan membahas mengapa Paulus menandaskan perlunya mengejar perdamaian dan bagaimana kita dapat melakukannya.
-
-
Kejarlah PerdamaianMenara Pengawal—2011 | 15 Agustus
-
-
Kejarlah Perdamaian
”Biarlah kita mengejar hal-hal yang menghasilkan perdamaian.”—RM. 14:19.
1, 2. Mengapa Saksi-Saksi Yehuwa menikmati perdamaian di antara mereka?
PERDAMAIAN sejati sangat langka di dunia dewasa ini. Bahkan, orang-orang yang bangsa dan bahasanya sama sering kali terpecah belah secara agama, politik, dan sosial. Sebaliknya, umat Yehuwa bersatu meskipun berasal dari ”semua bangsa dan suku dan umat dan bahasa”.—Pny. 7:9.
2 Situasi penuh damai yang umumnya ada di antara kita tidak terjadi begitu saja. Hal itu terutama terwujud karena kita ”menikmati perdamaian dengan Allah” melalui iman kita akan Putra-Nya, yang darahnya menutup dosa-dosa kita. (Rm. 5:1; Ef. 1:7) Selain itu, Allah memberikan roh kudus kepada hamba-hamba-Nya yang loyal, dan buah dari roh itu termasuk perdamaian. (Gal. 5:22) Alasan lain untuk persatuan kita yang penuh damai adalah karena kita ”bukan bagian dari dunia”. (Yoh. 15:19) Kita tidak memihak dalam masalah politik dan tetap netral. Karena telah ’menempa pedang-pedang kita menjadi mata bajak’, kita tidak terlibat dalam perang sipil atau antarbangsa.—Yes. 2:4.
3. Apa yang dapat kita lakukan karena ada perdamaian? Apa yang akan kita bahas dalam artikel ini?
3 Untuk dapat berdamai, kita berbuat lebih dari sekadar tidak mau merugikan orang lain. Meskipun sidang kita mungkin terdiri atas banyak kelompok etnik dan budaya, kita ”mengasihi satu sama lain”. (Yoh. 15:17) Karena ada perdamaian, kita dapat ”melakukan apa yang baik untuk semua orang, tetapi teristimewa untuk mereka yang adalah saudara kita dalam iman”. (Gal. 6:10) Firdaus rohani kita yang penuh damai sangatlah berharga dan harus dijaga. Maka, marilah kita periksa bagaimana kita dapat mengejar perdamaian dalam sidang.
Sewaktu Kita Tersandung
4. Apa yang dapat kita lakukan jika kita telah menyinggung perasaan orang lain?
4 ”Kita semua sering kali tersandung,” tulis sang murid Yakobus. ”Jika seseorang tidak tersandung dalam perkataan, ia adalah manusia sempurna.” (Yak. 3:2) Maka, perselisihan dan kesalahpahaman antara rekan seiman tidak bisa dihindari. (Flp. 4:2, 3) Tetapi, kita dapat menyelesaikan perselisihan agar hal itu tidak mengganggu perdamaian sidang. Misalnya, perhatikan nasihat yang hendaknya kita terapkan jika kita menyadari bahwa kita mungkin telah menyinggung perasaan orang lain.—Baca Matius 5:23, 24.
5. Bagaimana kita mengejar perdamaian sewaktu merasa tersinggung?
5 Bagaimana jika orang lain melakukan kesalahan sepele terhadap kita? Haruskah kita menuntut agar orang itu datang dan meminta maaf kepada kita? ”Kasih tidak mencatat kerugian,” kata 1 Korintus 13:5. Sewaktu merasa tersinggung, kita mengejar perdamaian dengan mengampuni dan melupakan, yakni dengan ”tidak mencatat kerugian”. (Baca Kolose 3:13.) Kesalahan kecil dalam kehidupan sehari-hari paling baik ditangani dengan cara ini, karena dapat menghasilkan hubungan damai dengan rekan-rekan seiman dan memberi kita kedamaian pikiran. Sebuah peribahasa mengatakan, ’Adalah keindahan untuk memaafkan pelanggaran.’—Ams. 19:11.
6. Apa yang hendaknya kita lakukan jika kita merasa sangat sulit untuk mengabaikan kesalahan yang dilakukan terhadap kita?
6 Bagaimana jika kita merasa sangat sulit untuk mengabaikan suatu kesalahan? Menceritakan hal itu ke mana-mana tentu bukanlah tindakan yang berhikmat. Gosip seperti itu hanya akan merusak perdamaian di sidang. Apa yang hendaknya dilakukan untuk menuntaskan masalah itu dengan damai? Matius 18:15 mengatakan, ”Jika saudaramu berbuat dosa, pergilah dan ungkapkan kesalahannya antara engkau dan dia saja. Jika dia mendengarkan engkau, engkau telah memperoleh saudaramu.” Meskipun Matius 18:15-17 berlaku untuk dosa serius, kita dapat menerapkan prinsip di ayat 15. Kita hendaknya berbicara empat mata dengan orang itu secara baik-baik dan berupaya memulihkan perdamaian dengan dia.a
7. Mengapa kita hendaknya segera menyelesaikan perselisihan?
7 Rasul Paulus menulis, ”Jadilah murka, namun jangan berbuat dosa; jangan sampai matahari terbenam sewaktu kamu masih dalam keadaan terpancing untuk marah, juga jangan memberikan tempat bagi Iblis.” (Ef. 4:26, 27) ”Cepatlah selesaikan persoalan dengan orang yang mengadukan engkau secara hukum,” kata Yesus. (Mat. 5:25) Jadi, untuk mengejar perdamaian, kita harus segera menyelesaikan perselisihan. Mengapa? Agar perselisihan itu tidak menjadi semakin serius, bagaikan luka yang meradang karena tidak segera diobati. Maka, jangan biarkan kesombongan, iri hati, dan cinta akan uang menghalangi kita untuk menyelesaikan perselisihan sesegera mungkin.—Yak. 4:1-6.
Jika Masalahnya Melibatkan Banyak Orang
8, 9. (a) Masalah apa yang timbul di sidang di Roma pada abad pertama? (b) Nasihat apa yang Paulus berikan kepada orang Kristen di Roma tentang masalah mereka?
8 Kadang-kadang, ada masalah di sidang yang melibatkan bukan hanya dua orang melainkan banyak orang. Itulah yang terjadi dengan orang-orang Kristen di Roma yang menerima surat terilham dari Paulus. Ada perselisihan antara orang Kristen Yahudi dan non-Yahudi. Orang-orang tertentu di sidang itu tampaknya memandang rendah orang-orang yang hati nuraninya lemah, atau terlalu kaku. Mereka secara tidak patut menghakimi orang lain dalam soal-soal pribadi. Nasihat apa yang Paulus berikan kepada sidang itu?—Rm. 14:1-6.
9 Paulus menasihati kedua pihak yang berselisih. Ia memberi tahu kelompok yang memahami bahwa mereka tidak berada di bawah Hukum agar tidak memandang rendah saudara-saudara mereka. (Rm. 14:2, 10) Sikap seperti ini bisa menyinggung perasaan saudara seiman yang masih menganggap salah untuk memakan makanan yang dilarang Hukum. ”Berhentilah meruntuhkan pekerjaan Allah hanya demi makanan,” kata Paulus. ”Adalah baik untuk tidak makan daging atau minum anggur atau melakukan apa pun yang karena hal itu saudaramu tersandung.” (Rm. 14:14, 15, 20, 21) Di pihak lain, Paulus menasihati orang Kristen yang hati nuraninya lebih lemah untuk tidak menghakimi orang yang pandangannya lebih luas. (Rm. 14:13) Ia memberi tahu ’setiap orang di antara mereka agar tidak berpikir bahwa dirinya lebih tinggi daripada yang semestinya’. (Rm. 12:3) Setelah menasihati kedua belah pihak, Paulus menulis, ”Oleh karena itu, biarlah kita mengejar hal-hal yang menghasilkan perdamaian dan hal-hal yang membina bagi satu sama lain.”—Rm. 14:19.
10. Seperti orang Kristen di Roma pada abad pertama, apa yang perlu dilakukan untuk menyelesaikan perselisihan dewasa ini?
10 Kita dapat yakin bahwa sidang di Roma menyambut baik nasihat Paulus dan membuat penyesuaian yang diperlukan. Sewaktu timbul perselisihan di antara orang Kristen dewasa ini, tidakkah kita seharusnya juga dengan pengasih menyelesaikannya dan dengan rendah hati menerapkan nasihat Alkitab? Seperti halnya orang-orang Kristen di Roma, dewasa ini kedua pihak yang berselisih mungkin perlu membuat penyesuaian agar dapat ’memelihara perdamaian di antara satu sama lain’.—Mrk. 9:50.
Ketika Dimintai Bantuan
11. Apa yang perlu diwaspadai penatua jika seorang Kristen ingin berbicara kepadanya tentang perselisihan dengan rekan seiman?
11 Bagaimana jika seorang Kristen ingin berbicara kepada penatua karena ia menghadapi masalah dengan kerabat atau rekan seimannya? Amsal 21:13 menyatakan, ”Siapa pun yang menutup telinga terhadap jeritan orang kecil, ia sendiri juga akan berseru dan tidak dijawab.” Seorang penatua tentu tidak akan ’menutup telinganya’. Tetapi, peribahasa lain memperingatkan, ”Pembicara pertama dalam sidang pengadilan selalu nampaknya benar, tapi pernyataannya mulai diuji apabila datang lawannya.” (Ams. 18:17, Bahasa Indonesia Masa Kini) Seorang penatua hendaknya mendengarkan baik-baik, tetapi ia perlu berhati-hati agar tidak memihak kepada orang yang melaporkan kesalahan itu. Setelah mendengarkan persoalannya, ia akan bertanya apakah pihak yang dirugikan itu telah berbicara dengan yang bersangkutan. Sang penatua mungkin juga akan membahas langkah-langkah berdasarkan Alkitab yang dapat diambil oleh pihak yang dirugikan itu untuk mengejar perdamaian.
12. Sebutkan contoh-contoh yang memperlihatkan bahayanya bertindak terburu-buru setelah mendengar keluhan.
12 Tiga contoh Alkitab menandaskan bahayanya bertindak terburu-buru setelah mendengar satu pihak saja. Potifar memercayai cerita istrinya bahwa Yusuf mencoba memerkosanya. Potifar marah sekali dan menjebloskan Yusuf ke penjara. (Kej. 39:19, 20) Raja Daud memercayai Ziba, yang mengatakan bahwa majikannya, Mefibosyet, telah berpihak kepada musuh-musuh Daud. ”Lihat! Segala sesuatu yang dimiliki Mefibosyet menjadi milikmu,” kata Daud tanpa pikir panjang. (2 Sam. 16:4; 19:25-27) Raja Artahsasta diberi tahu bahwa orang Yahudi membangun kembali tembok Yerusalem dan akan memberontak terhadap Imperium Persia. Sang raja memercayai laporan palsu itu dan memerintahkan agar semua pembangunan di Yerusalem dihentikan. Akibatnya, orang Yahudi tidak lagi membangun bait Allah. (Ezr. 4:11-13, 23, 24) Para penatua Kristen hendaknya mengikuti nasihat Paulus kepada Timotius untuk tidak membuat penilaian sebelum mengetahui semua faktanya.—Baca 1 Timotius 5:21.
13, 14. (a) Kita semua memiliki keterbatasan apa tentang perselisihan orang lain? (b) Bantuan apa yang dimiliki para penatua dalam membuat keputusan yang benar?
13 Meskipun kita mengira bahwa kita tahu apa yang terjadi sewaktu dua orang berselisih, kita perlu menyadari bahwa ”jika ada yang berpikir bahwa ia telah mendapat pengetahuan tentang sesuatu, ia masih belum mengetahuinya sebagaimana yang seharusnya ia ketahui”. (1 Kor. 8:2) Apakah kita benar-benar mengetahui semua perincian yang mengakibatkan perselisihan itu? Dapatkah kita betul-betul memahami latar belakang dari pihak-pihak yang terlibat? Sewaktu diminta untuk membuat keputusan, sungguh penting agar para penatua tidak termakan oleh dusta, taktik licik, atau kabar angin! Hakim yang dilantik Allah, Yesus Kristus, menghakimi dengan adil. Ia ”tidak akan menghakimi berdasarkan apa yang tampak di matanya saja, ataupun menegur menurut apa yang didengar oleh telinganya saja”. (Yes. 11:3, 4) Sebaliknya, Yesus dibimbing oleh roh Yehuwa. Para penatua Kristen juga harus dibimbing oleh roh kudus Allah.
14 Sebelum membuat keputusan sehubungan dengan rekan seiman, para penatua perlu berdoa meminta bantuan roh Yehuwa dan bersandar pada bimbingan-Nya dengan memeriksa Firman Allah dan publikasi dari golongan budak yang setia dan bijaksana.—Mat. 24:45.
Perdamaian dengan Allah Lebih Penting
15. Kapan hendaknya kita melaporkan dosa serius yang kita ketahui?
15 Sebagai orang Kristen, kita dinasihati untuk mengejar perdamaian. Tetapi, Alkitab juga menyatakan, ”Hikmat yang datang dari atas adalah pertama-tama murni, lalu suka damai.” (Yak. 3:17) Jadi, kita pertama-tama perlu murni, atau bersih, yakni menjunjung standar moral Allah dan memenuhi tuntutan-Nya yang adil-benar. Jika seorang Kristen mengetahui bahwa rekan seimannya melakukan dosa serius, ia hendaknya menganjurkan dia untuk mengakui dosa itu kepada para penatua. (1 Kor. 6:9, 10; Yak. 5:14-16) Jika si pelaku kesalahan tidak melakukannya, orang Kristen yang mengetahui dosa itu hendaknya melapor. Jika ia tidak melapor demi menjaga perdamaian dengan si pedosa, ia akan ikut menanggung dosanya.—Im. 5:1; baca Amsal 29:24.
16. Apa yang dapat kita pelajari dari pertemuan Yehu dengan Raja Yehoram?
16 Sebuah kisah tentang Yehu memperlihatkan bahwa keadilbenaran Allah lebih penting daripada perdamaian. Allah mengutus Yehu untuk melaksanakan penghukuman-Nya atas keluarga Raja Ahab. Raja Yehoram yang jahat, putra Ahab dan Izebel, pergi menemui Yehu dan mengatakan, ”Apakah engkau datang dengan damai, Yehu?” Apa tanggapan Yehu? Ia menjawab, ”Bagaimana ada damai selama masih ada percabulan Izebel, ibumu, dan banyak sihir yang dipraktekkannya?” (2 Raj. 9:22) Lalu, Yehu menarik busurnya dan memanah Yehoram mengenai jantungnya. Seperti Yehu, para penatua tidak boleh berkompromi demi menjaga perdamaian dengan orang yang sengaja mempraktekkan dosa dan tidak mau bertobat. Mereka mengeluarkan orang yang tidak bertobat agar sidang dapat terus menikmati perdamaian dengan Allah.—1 Kor. 5:1, 2, 11-13.
17. Semua orang Kristen perlu melakukan apa untuk mengejar perdamaian?
17 Umumnya, perselisihan antara saudara seiman tidak melibatkan dosa serius yang membutuhkan tindakan pengadilan. Jadi, jauh lebih baik apabila kita dengan pengasih menutup kesalahan orang lain. ”Orang yang menutupi pelanggaran mengupayakan kasih,” kata Firman Allah, ”dan ia yang terus berbicara tentang suatu persoalan memisahkan orang-orang yang mengenal baik satu sama lain.” (Ams. 17:9) Dengan menaati kata-kata ini, kita semua dapat menjaga perdamaian di sidang dan memelihara hubungan yang baik dengan Yehuwa.—Mat. 6:14, 15.
Mengejar Perdamaian Menghasilkan Berkat
18, 19. Apa saja manfaatnya mengejar perdamaian?
18 Dengan mengejar ”hal-hal yang menghasilkan perdamaian”, kita akan menerima berkat yang limpah. Kita menikmati hubungan yang akrab dengan Yehuwa jika kita meniru teladan-Nya, dan kita turut menghasilkan persatuan dalam firdaus rohani. Dengan mengejar perdamaian di sidang, kita juga akan belajar mengejar perdamaian dengan orang-orang yang kita beri ”kabar baik tentang perdamaian”. (Ef. 6:15) Kita lebih siap untuk bersikap ’lembut terhadap semua orang, menahan diri menghadapi apa yang jahat’.—2 Tim. 2:24.
19 Ingatlah juga bahwa akan ada ”kebangkitan untuk orang-orang yang adil-benar maupun yang tidak adil-benar”. (Kis. 24:15) Sewaktu harapan itu menjadi kenyataan di bumi, jutaan orang dengan berbagai latar belakang, watak, dan kepribadian akan dihidupkan kembali—dan itu termasuk orang-orang dari berbagai periode bahkan dari saat ”dunia dijadikan”! (Luk. 11:50, 51) Mengajar orang-orang yang dibangkitkan untuk mencintai perdamaian benar-benar suatu hak istimewa. Sungguh besar manfaatnya kelak pelatihan yang kita peroleh sekarang untuk menggalang perdamaian!
[Catatan Kaki]
a Untuk memperoleh petunjuk Alkitab tentang cara menangani dosa serius seperti fitnah dan kecurangan, lihat Menara Pengawal 15 Oktober 1999, halaman 17-22.
-