PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • ”Jangan Membalas Kejahatan dengan Kejahatan kepada Siapa Pun”
    Menara Pengawal—2007 | 1 Juli
    • ”Jangan Membalas Kejahatan dengan Kejahatan kepada Siapa Pun”

      ”Jangan membalas kejahatan dengan kejahatan kepada siapa pun. Pertimbangkanlah untuk melakukan hal-hal yang baik dalam pandangan semua orang.”​—ROMA 12:17.

      1. Perilaku apa yang umum dewasa ini?

      SEWAKTU seorang anak disikut oleh kakak atau adiknya, biasanya reaksi pertama si anak adalah balik menyikut. Sayangnya, bukan hanya anak-anak yang suka membalas. Banyak orang dewasa bertingkah serupa. Sewaktu disakiti, mereka pun ingin membalas. Memang, kebanyakan orang dewasa tidak balik menyikut secara fisik, tetapi banyak yang melakukannya secara tidak kentara. Boleh jadi, mereka menyebarkan gosip yang mencoreng reputasi orang itu atau mencari-cari cara untuk menggagalkan upayanya. Apa pun metodenya, niatnya sama​—membalas dendam.

      2. (a) Mengapa orang Kristen sejati melawan dorongan untuk membalas? (b) Pertanyaan apa saja dan pasal Alkitab mana yang akan kita ulas?

      2 Meskipun dorongan untuk membalas sudah berurat berakar, orang Kristen sejati tidak mau ditaklukkan olehnya. Sebaliknya, mereka berjuang untuk mengikuti nasihat rasul Paulus, ”Jangan membalas kejahatan dengan kejahatan kepada siapa pun.” (Roma 12:17) Apa yang akan memotivasi kita untuk hidup menurut standar yang luhur itu? Kepada siapa khususnya kita tidak boleh membalas dengan kejahatan? Apa saja manfaatnya jika kita menahan diri agar tidak membalas? Untuk menjawabnya, mari kita tinjau konteks kata-kata Paulus dan melihat bagaimana Roma pasal 12 menunjukkan bahwa menahan diri agar tidak membalas adalah haluan yang benar, pengasih, dan bersahaja. Kita akan mengulas ketiga aspek ini satu per satu.

      ”Oleh karena Itu, Aku Memohon”

      3, 4. (a) Mulai Roma pasal 12, apa yang Paulus bahas, dan apa makna di balik penggunaan frasa ”oleh karena itu”? (b) Bagaimana keibaan hati Allah hendaknya mempengaruhi orang Kristen di Roma?

      3 Mulai pasal 12, Paulus membahas empat pokok yang saling berkaitan yang mempengaruhi kehidupan orang Kristen. Ia menjelaskan hubungan kita dengan Yehuwa, dengan rekan seiman, dengan orang tidak seiman, dan dengan kalangan berwenang pemerintah. Paulus menunjukkan bahwa ada alasan yang fundamental untuk melawan kecenderungan yang salah, termasuk dorongan untuk membalas, sewaktu ia menyatakan, ”Oleh karena itu, aku memohon dengan keibaan hati Allah, . . . saudara-saudara.” (Roma 12:1) Perhatikan frasa ”oleh karena itu”, yang berarti ”mengingat hal sebelumnya”. Paulus seolah-olah berkata, ’Mengingat apa yang baru kujelaskan kepadamu, aku memohon agar kamu melakukan apa yang akan kukatakan selanjutnya.’ Apa yang Paulus jelaskan sebelumnya kepada jemaat Kristen di Roma itu?

      4 Dalam ke-11 pasal pertama suratnya, Paulus mengupas kesempatan menakjubkan yang terbuka bagi orang Yahudi maupun orang non-Yahudi untuk menjadi penguasa bersama Kristus dalam Kerajaan Allah, harapan yang ditolak oleh orang Israel jasmani. (Roma 11:​13-​36) Hak istimewa yang berharga itu dimungkinkan hanya ”dengan keibaan hati Allah”. Bagaimana orang Kristen semestinya menanggapi kebaikan hati Allah yang luar biasa dan tidak selayaknya diperoleh ini? Hati mereka hendaknya dipenuhi rasa syukur yang sedemikian dalamnya sehingga mereka tergerak untuk melakukan apa yang Paulus katakan selanjutnya, ”Mempersembahkan tubuhmu sebagai korban yang hidup, kudus, diperkenan Allah, dinas suci dengan daya nalarmu.” (Roma 12:1) Namun, bagaimana sebenarnya orang-orang Kristen itu dapat mempersembahkan dirinya sebagai ”korban” kepada Allah?

      5. (a) Bagaimana seseorang dapat mempersembahkan dirinya sebagai ”korban” kepada Allah? (b) Prinsip apa yang hendaknya mempengaruhi perilaku seorang Kristen?

      5 Paulus selanjutnya menjelaskan, ”Berhentilah dibentuk menurut sistem ini, tetapi berubahlah dengan mengubah pikiranmu, agar kamu dapat menyimpulkan kehendak Allah yang baik dan diperkenan dan sempurna.” (Roma 12:2) Ketimbang membiarkan cara berpikir mereka dibentuk oleh roh dunia, mereka perlu mengubah pikiran mereka menurut cara berpikir Kristus. (1 Korintus 2:​16; Filipi 2:5) Prinsip itu hendaknya mempengaruhi perilaku sehari-hari semua orang Kristen sejati, termasuk kita dewasa ini.

      6. Berdasarkan penalaran Paulus di Roma 12:​1, 2, apa yang menggerakkan kita untuk tidak membalas?

      6 Bagaimana penalaran Paulus di Roma 12:​1, 2 membantu kita? Seperti orang Kristen terurap di Roma, kita sangat bersyukur atas pernyataan keibaan hati Allah yang limpah dan berkesinambungan yang telah dan senantiasa Allah perlihatkan kepada kita setiap hari. Oleh karena itu, dengan hati yang dipenuhi rasa syukur, kita tergerak untuk melayani Allah dengan segenap kekuatan, sumber daya, dan kesanggupan kita. Hasrat yang sepenuh hati itu juga menggerakkan kita untuk berupaya sebisa-bisanya berpikir seperti Kristus, bukan seperti dunia. Dan, hal ini akan mempengaruhi cara kita memperlakukan orang lain​—rekan seiman maupun bukan. (Galatia 5:​25) Misalnya: Jika kita berpikir seperti Kristus, kita akan tergerak melawan dorongan untuk membalas.​—1 Petrus 2:​21-​23.

      ”Hendaklah Kasihmu tanpa Kemunafikan”

      7. Kasih seperti apa yang dibahas di Roma pasal 12?

      7 Kita menahan diri agar tidak membalas kejahatan dengan kejahatan bukan hanya karena itu haluan yang benar, melainkan juga karena itu haluan yang pengasih. Perhatikan bagaimana rasul Paulus selanjutnya membahas motif kasih. Dalam buku Roma, Paulus beberapa kali menggunakan kata ”kasih” (a·gaʹpe dalam bahasa Yunani) sehubungan dengan kasih Allah dan kasih Kristus. (Roma 5:​5, 8; 8:​35, 39) Namun, di pasal 12, Paulus menggunakan a·gaʹpe dalam aspek lain​—kasih yang diperlihatkan kepada sesama manusia. Setelah menyebutkan bahwa ada beragam karunia rohani yang dimiliki beberapa orang percaya, Paulus menyebutkan sebuah sifat yang hendaknya dipupuk oleh semua orang Kristen. Ia menyatakan, ”Hendaklah kasihmu tanpa kemunafikan.” (Roma 12:​4-9) Memperlihatkan kasih kepada orang lain adalah ciri dasar orang Kristen sejati. (Markus 12:​28-​31) Paulus mendesak kita untuk memastikan bahwa kasih yang kita perlihatkan sebagai orang Kristen itu tulus.

      8. Bagaimana kita dapat memperlihatkan kasih yang tidak munafik?

      8 Selanjutnya, Paulus memberitahukan cara memperlihatkan kasih tanpa kemunafikan, dengan berkata, ”Muaklah terhadap apa yang fasik, berpautlah pada apa yang baik.” (Roma 12:9) ’Muak’ dan ’berpaut’ adalah kata-kata yang bermakna kuat. ’Muak’ dapat diterjemahkan menjadi ”luar biasa benci”. Kita harus membenci bukan hanya konsekuensi kejahatan, melainkan juga kejahatan itu sendiri. (Mazmur 97:10) Kata ’berpaut’ diterjemahkan dari kata kerja Yunani yang secara harfiah berarti ”melekat”. Apabila seorang Kristen memiliki kasih yang tulus, ia akan melekat, atau menempel, sedemikian eratnya pada kebaikan hingga sifat itu menyatu dengan kepribadiannya.

      9. Nasihat apa yang berulang kali Paulus berikan?

      9 Ada satu manifestasi kasih yang berulang kali disebutkan oleh Paulus. Ia berkata, ”Teruslah berkati mereka yang menganiaya; hendaklah kamu memberkati dan tidak mengutuk.” ”Jangan membalas kejahatan dengan kejahatan kepada siapa pun.” ”Saudara-saudara yang kami kasihi, janganlah melakukan pembalasan.” ”Jangan biarkan dirimu ditaklukkan oleh apa yang jahat, tetapi teruslah taklukkan apa yang jahat dengan apa yang baik.” (Roma 12:​14, 17-​19, 21) Kata-kata Paulus dengan sangat jelas memperlihatkan bagaimana hendaknya kita memperlakukan orang yang tidak seiman, bahkan para penentang kita.

      ”Teruslah Berkati Mereka yang Menganiaya”

      10. Bagaimana kita dapat memberkati para penganiaya kita?

      10 Bagaimana kita mengindahkan desakan Paulus, ”Teruslah berkati mereka yang menganiaya”? (Roma 12:14) Yesus memberi tahu para pengikutnya, ”Teruslah kasihi musuh-musuhmu dan berdoalah bagi orang-orang yang menganiaya kamu.” (Matius 5:​44; Lukas 6:​27, 28) Jadi, satu cara kita memberkati para penganiaya adalah dengan berdoa bagi mereka, memohon kepada Allah agar seandainya ada yang menentang kita karena kurang pengetahuan, Yehuwa sudi membuka mata mereka sehingga dapat melihat kebenaran. (2 Korintus 4:4) Memang, mungkin aneh rasanya meminta Allah memberkati seorang penganiaya. Namun, seraya cara berpikir kita semakin mirip dengan cara berpikir Kristus, kita pun akan semakin sanggup mengulurkan kasih kepada musuh-musuh kita. (Lukas 23:34) Apa hasilnya jika kita memperlihatkan kasih demikian?

      11. (a) Apa yang dapat kita pelajari dari teladan Stefanus? (b) Seperti yang diperlihatkan melalui kehidupan Paulus, perubahan apa yang bisa terjadi pada beberapa penganiaya?

      11 Salah seorang yang berdoa bagi para penganiayanya adalah Stefanus, dan doanya tidak sia-sia. Tak lama setelah Pentakosta 33 M, Stefanus ditangkap oleh para penentang sidang Kristen, diseret ke luar Yerusalem, dan dirajam. Sebelum mati, ia berteriak, ”Yehuwa, jangan perhitungkan dosa ini atas mereka.” (Kisah 7:58–8:1) Salah seorang yang Stefanus doakan pada hari itu adalah Saul, yang menyaksikan dan menyetujui pembunuhan Stefanus. Belakangan, Yesus yang telah dibangkitkan menampakkan diri kepada Saul. Mantan penganiaya itu menjadi pengikut Kristus lalu menjadi rasul Paulus, yang menulis surat kepada jemaat di Roma. (Kisah 26:​12-​18) Selaras dengan doa Stefanus, Yehuwa tampaknya mengampuni Paulus atas dosanya sebagai penganiaya. (1 Timotius 1:​12-​16) Tidak mengherankan bahwa Paulus mendesak orang Kristen, ”Teruslah berkati mereka yang menganiaya”! Dari pengalamannya, ia tahu bahwa beberapa penganiaya boleh jadi akhirnya menjadi hamba Allah. Pada zaman kita, ada penganiaya yang juga telah menjadi rekan seiman karena tingkah laku hamba-hamba Yehuwa yang suka damai.

      ”Hendaklah Kamu Suka Damai dengan Semua Orang”

      12. Bagaimana nasihat di Roma 12:9, 17 saling berkaitan?

      12 Nasihat Paulus berikutnya tentang cara memperlakukan rekan seiman dan orang tidak seiman adalah, ”Jangan membalas kejahatan dengan kejahatan kepada siapa pun.” Pernyataan itu adalah konsekuensi yang logis dari pernyataan sebelumnya, yakni, ”Muaklah terhadap apa yang fasik.” Ya, bagaimana mungkin seseorang mengaku sangat muak terhadap apa yang fasik, atau kejahatan, jika ia menggunakan kejahatan untuk membalas orang lain? Tindakan itu justru bertolak belakang dengan kasih yang ”tanpa kemunafikan”. Lalu, Paulus berkata, ”Pertimbangkanlah untuk melakukan hal-hal yang baik dalam pandangan semua orang.” (Roma 12:​9, 17) Bagaimana kita menerapkannya?

      13. Bagaimana kita hendaknya membawakan diri ”dalam pandangan semua orang”?

      13 Sebelumnya, dalam surat kepada jemaat di Korintus, Paulus menulis tentang penganiayaan yang dihadapi rasul-rasul. Ia berkata, ”Kami telah menjadi tontonan bagi dunia, dan bagi malaikat-malaikat, dan bagi manusia. . . . Pada waktu dicerca, kami memberkati; pada waktu dianiaya, kami tabah menghadapinya; pada waktu nama baik kami dirusak, kami memohon.” (1 Korintus 4:​9-​13) Demikian pula, orang Kristen sejati sekarang diamati oleh orang-orang di dunia. Sewaktu mereka mengamati hal-hal baik yang kita lakukan sekalipun kita diperlakukan dengan tidak adil, mereka boleh jadi cenderung memandang berita Kristen kita dengan lebih bersahabat.​—1 Petrus 2:​12.

      14. Sejauh mana kita hendaknya berupaya berdamai?

      14 Namun, seberapa jauh kita hendaknya mengupayakan perdamaian? Sejauh mungkin. Paulus memberi tahu saudara-saudara Kristennya, ”Jika mungkin, sejauh itu bergantung padamu, hendaklah kamu suka damai dengan semua orang.” (Roma 12:18) ”Jika mungkin” dan ”sejauh itu bergantung padamu” menunjukkan bahwa kita tidak selalu bisa berdamai dengan orang lain. Misalnya, kita tidak akan melanggar perintah Allah hanya demi berdamai dengan manusia. (Matius 10:34-36; Ibrani 12:14) Namun, kita berbuat sebisa-bisanya dalam taraf yang masuk akal—tanpa mengkompromikan prinsip-prinsip yang adil-benar—untuk berdamai ”dengan semua orang”.

      ”Janganlah Melakukan Pembalasan”

      15. Apa alasan untuk tidak membalas yang disebutkan di Roma 12:19?

      15 Paulus memberikan alasan kuat lainnya untuk tidak membalas; ini adalah haluan yang bersahaja. Ia menyatakan, ”Saudara-saudara yang kami kasih, janganlah melakukan pembalasan, tetapi berilah tempat kepada kemurkaan Allah; karena ada tertulis, ’Pembalasan adalah hakku; aku akan membalas, kata Yehuwa.’” (Roma 12:19) Orang Kristen yang berupaya membalas sebenarnya bersikap lancang. Ia merebut peranan milik Allah. (Matius 7:1) Selain itu, dengan main hakim sendiri, tampaklah bahwa ia tidak beriman pada jaminan Yehuwa, ”Aku akan membalas.” Sebaliknya, orang Kristen sejati percaya bahwa Allah akan ”menyebabkan keadilan dilaksanakan bagi orang-orang pilihannya”. (Lukas 18:​7, 8; 2 Tesalonika 1:​6-8) Mereka dengan bersahaja menyerahkan pembalasan ke tangan Allah.​—Yeremia 30:​23, 24; Roma 1:​18.

      16, 17. (a) Apa artinya ”menumpukkan bara yang bernyala-nyala” di atas kepala seseorang? (b) Pernahkah Saudara sendiri mengamati bagaimana kebaikan hati melunakkan hati orang yang tidak seiman? Jika pernah, berikan contoh.

      16 Membalas dendam kepada musuh kemungkinan besar akan mengeraskan sikapnya, tetapi memperlakukannya dengan baik hati bisa melunakkan hatinya. Mengapa? Perhatikan kata-kata Paulus kepada orang Kristen di Roma. Ia berkata, ”Jika musuhmu lapar, berilah dia makan; jika dia haus, berilah dia sesuatu untuk diminum; karena dengan melakukan ini engkau menumpukkan bara yang bernyala-nyala di atas kepalanya.” (Roma 12:20; Amsal 25:​21, 22) Apa artinya?

      17 ”Menumpukkan bara yang bernyala-nyala di atas kepalanya” adalah kiasan yang diambil dari metode peleburan logam pada zaman Alkitab. Bijih logam dimasukkan ke dalam tanur, dan selapis bara diletakkan tidak hanya di bawahnya tetapi juga di atasnya. Bara yang bernyala-nyala di bagian atas meningkatkan suhu sehingga logam yang keras meleleh dan terpisah dari kotoran dalam bijih. Demikian pula, dengan berbuat baik kepada penentang, kita bisa melumerkan sikapnya yang keras dan mengeluarkan sifat-sifatnya yang lebih baik. (2 Raja 6:​14-​23) Malah, banyak anggota sidang Kristen pada awalnya tertarik pada ibadat sejati karena kebaikan hamba-hamba Yehuwa kepada mereka.

      Mengapa Kita Tidak Membalas

      18. Mengapa tidak membalas itu haluan yang benar, pengasih, dan bersahaja?

      18 Melalui pembahasan yang singkat dari Roma pasal 12 ini, kita telah melihat beberapa alasan penting mengapa kita ’tidak membalas kejahatan dengan kejahatan kepada siapa pun’. Pertama, menahan diri agar tidak membalas adalah haluan yang benar. Mengingat keibaan hati Allah terhadap kita, tindakan yang benar dan masuk akal adalah mempersembahkan diri kita kepada Allah dan rela menaati perintah-perintah-Nya​—termasuk perintah untuk mengasihi musuh-musuh kita. Kedua, tidak membalas kejahatan dengan kejahatan adalah haluan yang pengasih. Dengan tidak membalas tetapi menggalang perdamaian, kita dengan pengasih berharap untuk membantu beberapa penentang yang ganas menjadi penyembah Yehuwa. Ketiga, menolak untuk membalas dengan kejahatan adalah haluan yang bersahaja. Tindakan membalas adalah kelancangan, karena Yehuwa menyatakan, ”Pembalasan adalah hakku.” Firman Allah juga memperingatkan, ”Apakah kelancangan sudah datang? Maka kehinaan akan datang; tetapi hikmat ada pada orang-orang yang bersahaja.” (Amsal 11:2) Jika kita dengan bijaksana menyerahkan pembalasan ke tangan Allah, tampaklah bahwa kita bersahaja.

      19. Apa yang akan kita bahas dalam artikel berikut?

      19 Paulus menyimpulkan pembahasannya tentang cara kita memperlakukan orang lain. Ia mendesak orang Kristen, ”Jangan biarkan dirimu ditaklukkan oleh apa yang jahat, tetapi teruslah taklukkan apa yang jahat dengan apa yang baik.” (Roma 12:21) Kekuatan jahat apa saja yang sedang kita hadapi? Bagaimana kita dapat menaklukkan mereka? Jawaban atas pertanyaan ini dan pertanyaan lain yang terkait akan dibahas dalam artikel berikut.

  • ”Teruslah Taklukkan Apa yang Jahat dengan Apa yang Baik”
    Menara Pengawal—2007 | 1 Juli
    • ”Teruslah Taklukkan Apa yang Jahat dengan Apa yang Baik”

      ”Jangan biarkan dirimu ditaklukkan oleh apa yang jahat, tetapi teruslah taklukkan apa yang jahat dengan apa yang baik.”​—ROMA 12:21.

      1. Mengapa kita bisa yakin bahwa kita dapat menaklukkan apa yang jahat?

      MUNGKINKAH kita berdiri teguh menghadapi orang-orang yang dengan ganas menentang ibadat sejati? Mungkinkah kita mengalahkan kekuatan yang mencoba menarik kita kembali ke dunia yang tidak saleh ini? Jawaban atas kedua pertanyaan itu adalah ya! Mengapa? Rasul Paulus menyebutkan alasannya dalam surat kepada jemaat di Roma. Ia menulis, ”Jangan biarkan dirimu ditaklukkan oleh apa yang jahat, tetapi teruslah taklukkan apa yang jahat dengan apa yang baik.” (Roma 12:21) Jika kita mengandalkan Yehuwa dan bertekad untuk tidak membiarkan dunia ini menaklukkan kita, kejahatannya pun tidak akan mengalahkan kita. Selain itu, pernyataan ”teruslah taklukkan apa yang jahat” memperlihatkan bahwa kita dapat mengalahkan apa yang jahat jika kita terus berjuang melawannya. Hanya orang-orang yang mengendurkan kewaspadaannya dan berhenti berjuang yang akan dikalahkan oleh dunia yang fasik ini dan penguasanya yang jahat, Setan si Iblis.​—1 Yohanes 5:​19.

      2. Mengapa kita akan mencermati beberapa peristiwa dalam kehidupan Nehemia?

      2 Sekitar 500 tahun sebelum zaman Paulus, seorang hamba Allah yang tinggal di Yerusalem memperlihatkan kebenaran kata-kata Paulus tentang perjuangan melawan apa yang jahat. Abdi Allah itu, Nehemia, tidak hanya bertahan menghadapi tentangan orang-orang yang tidak saleh, tetapi juga menaklukkan kejahatan dengan kebaikan. Tantangan apa saja yang ia hadapi? Apa kunci keberhasilannya? Bagaimana kita bisa meniru teladannya? Untuk menjawabnya, mari kita cermati beberapa peristiwa dalam kehidupan Nehemia.a

      3. Nehemia tinggal di lingkungan seperti apa, dan apa prestasi yang ia capai?

      3 Nehemia melayani di istana Raja Artahsasta dari Persia. Meskipun tinggal di antara orang-orang yang tidak seiman, Nehemia tidak ”dibentuk menurut sistem” pada zaman itu. (Roma 12:2) Sewaktu timbul kebutuhan di Yehuda, ia mengorbankan gaya hidupnya yang nyaman, menempuh perjalanan yang berat ke Yerusalem, dan mengemban tugas raksasa untuk membangun kembali tembok kota itu. (Roma 12:1) Meskipun ia adalah gubernur Yerusalem, Nehemia sehari-hari bekerja keras dengan sesama orang Israel ”sejak fajar menyingsing sampai bintang-bintang keluar”. Alhasil, dalam waktu dua bulan saja, proyek itu rampung! (Nehemia 4:​21; 6:​15) Itu prestasi yang mengagumkan, karena selama pembangunan, orang Israel menghadapi berbagai tentangan. Siapa saja penentang Nehemia, dan apa tujuan mereka?

      4. Apa tujuan para penentang Nehemia?

      4 Penentang utamanya adalah Sanbalat, Tobia, dan Gesyem, tokoh-tokoh berpengaruh yang tinggal dekat Yehuda. Karena mereka adalah musuh umat Allah, ”tampaknya sangat buruk bagi mereka bahwa [Nehemia] telah datang untuk mengupayakan sesuatu yang baik bagi putra-putra Israel”. (Nehemia 2:10, 19) Musuh-musuh Nehemia bertekad menghentikan rencana pembangunan Nehemia, bahkan menggunakan siasat yang jahat. Apakah Nehemia akan ’membiarkan dirinya ditaklukkan oleh apa yang jahat’?

      ”Marah dan Sangat Kesal”

      5, 6. (a) Apa reaksi musuh-musuh Nehemia terhadap pekerjaan pembangunan itu? (b) Mengapa Nehemia tidak terintimidasi oleh para penentang itu?

      5 Nehemia dengan berani mendesak bangsanya, ”Mari kita bangun kembali tembok Yerusalem.” Mereka menjawab, ”Kita akan membangun.” Nehemia melaporkan, ”Mereka menguatkan tangan mereka untuk pekerjaan yang baik itu”, tetapi para penentang ”mulai menertawakan kami dan memandang kami dengan menghina serta mengatakan, ’Hal apa yang sebenarnya sedang kamu lakukan ini? Apakah kamu akan menentang raja?’”. Nehemia tidak terintimidasi oleh ejekan dan tuduhan palsu mereka. Ia memberi tahu mereka, ”Allah yang berkuasa atas surga adalah Pribadi yang akan mengaruniakan keberhasilan kepada kami, dan kami sendiri, hamba-hambanya, akan bangkit, dan kami akan membangun.” (Nehemia 2:17-20) Nehemia bertekad melanjutkan ”pekerjaan yang baik itu”.

      6 Salah seorang penentang, Sanbalat, ”menjadi marah dan sangat kesal” lalu memperhebat serangan lisannya. ”Apa yang sedang dilakukan orang-orang Yahudi yang lemah itu?” ejeknya. ”Apakah mereka akan menghidupkan kembali batu-batu itu dari tumpukan sampah debu yang telah terbakar?” Tobia ikut mencemooh, katanya, ”Jika seekor rubah menaikinya, ia pasti akan merobohkan tembok batu mereka.” (Nehemia 4:1-3) Apa reaksi Nehemia?

      7. Bagaimana reaksi Nehemia terhadap tuduhan para penentangnya?

      7 Nehemia tidak menghiraukan cemoohan itu. Ia mengikuti perintah Allah dan tidak mencoba membalas. (Imamat 19:18) Sebaliknya, ia menyerahkan masalahnya ke tangan Yehuwa dan berdoa, ”Dengarlah, oh, Allah kami, karena kami telah menjadi sasaran penghinaan; balikkanlah celaan mereka ke atas kepala mereka sendiri.” (Nehemia 4:4) Nehemia percaya pada jaminan Yehuwa, ”Pembalasan adalah hakku, juga ganjaran.” (Ulangan 32:35) Selain itu, Nehemia dan bangsanya ”terus membangun tembok itu”. Mereka tidak membiarkan perhatian mereka tersimpangkan. Malah, ”seluruh tembok telah disambung menjadi satu sampai setengah dari tingginya, dan hati bangsa itu terus bersemangat untuk bekerja”. (Nehemia 4:6) Musuh-musuh ibadat sejati telah gagal menghentikan pekerjaan pembangunan itu! Bagaimana kita bisa meniru Nehemia?

      8. (a) Bagaimana kita bisa meniru Nehemia sewaktu para penentang melontarkan tuduhan palsu terhadap kita? (b) Ceritakan pengalaman Saudara atau orang lain yang memperlihatkan betapa bijaksananya tidak membalas.

      8 Dewasa ini, para penentang di sekolah, di tempat kerja, atau bahkan di rumah boleh jadi melontarkan ejekan dan tuduhan terhadap kita. Namun, sering kali cara terbaik untuk menghadapi tuduhan palsu seperti itu adalah menerapkan prinsip Alkitab, ”Ada . . . waktu untuk berdiam diri.” (Pengkhotbah 3:1, 7) Jadi, seperti Nehemia, kita menahan diri dan tidak membalas dengan kata-kata yang tajam. (Roma 12:17) Kita berpaling kepada Allah dalam doa, percaya kepada Pribadi yang meyakinkan kita, ”Aku akan membalas.” (Roma 12:19; 1 Petrus 2:19, 20) Dengan demikian, kita tidak membiarkan para penentang menyimpangkan perhatian kita dari pekerjaan rohani yang harus dilaksanakan dewasa ini—memberitakan kabar baik Kerajaan Allah dan membuat murid. (Matius 24:14; 28:19, 20) Setiap kali kita ikut serta dalam pekerjaan pengabaran dan tidak mau digertak oleh tentangan, kita memperlihatkan semangat kesetiaan yang sama seperti Nehemia.

      ’Kami Pasti Akan Membunuh Kalian’

      9. Tentangan macam apa yang dilancarkan musuh-musuh Nehemia, dan apa tanggapan Nehemia?

      9 Sewaktu para penentang ibadat sejati pada zaman Nehemia mendengar bahwa ”ada kemajuan dalam perbaikan tembok Yerusalem”, mereka mengangkat pedang untuk ”bertarung melawan Yerusalem”. Bagi orang Yahudi, situasinya tampak suram. Ada orang Samaria di utara, orang Ammon di timur, orang Arab di selatan, dan orang Asdod di barat. Yerusalem terkepung; para pembangun tampaknya terperangkap! Apa yang harus mereka lakukan? ”Kami berdoa kepada Allah kami,” kata Nehemia. Musuh-musuh mengancam, ”Kita pasti akan membunuh mereka dan menghentikan pekerjaan itu.” Nehemia menanggapi dengan menugasi para pembangun itu untuk mempertahankan kota ”dengan pedang, tombak, dan busur mereka”. Memang, dari sudut pandangan manusia, mustahil sekelompok kecil orang Yahudi itu bisa menang melawan pasukan musuh yang luar biasa besar, tetapi Nehemia mendesak mereka, ”Janganlah takut. . . . Ingatlah kepada Yehuwa, Pribadi yang besar dan membangkitkan rasa takut.”—Nehemia 4:7-9, 11, 13, 14.

      10. (a) Mengapa situasi tiba-tiba berubah di antara musuh-musuh Nehemia? (b) Tindakan apa saja yang Nehemia ambil?

      10 Tiba-tiba, situasinya berubah. Musuh-musuh membatalkan serangan. Mengapa? ”Allah yang benar telah menggagalkan rancangan mereka,” lapor Nehemia. Namun, Nehemia sadar bahwa musuh-musuh masih merupakan ancaman. Jadi, ia dengan bijaksana menyesuaikan metode kerja para pembangun. Sejak itu, ”mereka masing-masing giat bekerja dengan tangan yang satu sementara tangannya yang lain memegang senjata lempar”. Nehemia juga menugasi seorang pria untuk ”meniup tanduk” apabila ada serangan musuh guna memperingatkan para pembangun. Yang terutama, Nehemia meyakinkan bangsa itu, ”Allah kita sendiri akan bertarung untuk kita.” (Nehemia 4:15-20) Setelah disemangati dan dipersiapkan untuk menghadapi serangan, para pembangun terus bekerja. Apa pelajarannya untuk kita?

      11. Apa yang memungkinkan orang Kristen sejati bertahan menghadapi apa yang jahat di negeri-negeri yang melarangkan pekerjaan Kerajaan, dan bagaimana mereka menaklukkan apa yang jahat dengan apa yang baik?

      11 Adakalanya, orang Kristen sejati menghadapi tentangan sengit yang disertai kekerasan. Malah, di beberapa negeri, para penentang yang ganas membentuk kekuatan musuh yang luar biasa besar. Dari sudut pandangan manusia, mustahil rekan-rekan seiman kita di negeri itu bisa menang. Namun, Saksi-Saksi itu yakin bahwa ’Allah akan bertarung untuk mereka’. Sesungguhnya, mereka yang dianiaya karena kepercayaan mereka telah berulang kali merasakan bahwa Yehuwa menjawab doa-doa mereka dan ”menggagalkan rancangan” musuh-musuh yang kuat. Bahkan di negeri-negeri yang melarangkan pekerjaan Kerajaan, orang Kristen menemukan cara-cara untuk terus memberitakan kabar baik. Persis sebagaimana para pembangun di Yerusalem menyesuaikan metode kerja mereka, Saksi-Saksi Yehuwa dewasa ini pun dengan bijaksana menyesuaikan metode pengabaran mereka sewaktu diserang. Tentu saja, mereka tidak mau menggunakan senjata fisik. (2 Korintus 10:4) Bahkan ancaman kekerasan fisik tidak menghentikan kegiatan pengabaran mereka. (1 Petrus 4:16) Sebaliknya, saudara-saudari yang berani itu ’terus menaklukkan apa yang jahat dengan apa yang baik’.

      ”Datanglah, Mari Kita Bertemu”

      12, 13. (a) Apa strategi para penentang Nehemia? (b) Mengapa Nehemia menampik undangan untuk bertemu dengan para penentangnya?

      12 Setelah musuh-musuh Nehemia sadar bahwa serangan terbuka mereka gagal, mereka menggunakan bentuk tentangan yang lebih halus. Malah, mereka mencoba tiga siasat. Siasat apa saja?

      13 Pertama, musuh-musuh Nehemia mencoba menipu dia. Mereka mengatakan, ”Datanglah, mari kita bertemu berdasarkan perjanjian di pedesaan di dataran lembah Ono.” Ono terletak di antara Yerusalem dan Samaria. Jadi, mereka mengusulkan agar Nehemia menemui mereka di pertengahan antara kedua kota itu untuk berunding. Nehemia bisa saja berpikir, ’Kedengarannya masuk akal. Lebih baik bicara daripada bertikai.’ Tetapi, Nehemia menolak undangan itu. Ia menjelaskan alasannya, ”Mereka mengatur siasat untuk mencelakakan aku.” Ia memahami niat di balik siasat itu dan tidak tertipu. Empat kali ia memberi tahu para penentangnya, ”Aku tidak dapat pergi. Mengapa pekerjaan harus berhenti sementara aku meninggalkannya dan pergi kepadamu?” Upaya musuh untuk membuat Nehemia berkompromi gagal. Matanya tetap terfokus pada pekerjaan pembangunan.—Nehemia 6:1-4.

      14. Apa reaksi Nehemia terhadap para penuduhnya?

      14 Kedua, musuh-musuh Nehemia menyebarkan desas-desus palsu, menuduh Nehemia ”mengatur siasat untuk memberontak” terhadap Raja Artahsasta. Sekali lagi, Nehemia diberi tahu, ”Mari kita berunding.” Lagi-lagi, Nehemia menolak, karena ia memahami niat mereka. Nehemia menjelaskan, ”Mereka semua mencoba membuat kami takut, dengan mengatakan, ’Tangan mereka akan menjadi lemah karena pekerjaan itu, sehingga itu tidak akan diselesaikan.’” Namun, kali ini, Nehemia menyanggah tuduhan musuhnya, dengan berkata, ”Hal-hal seperti yang kaukatakan belum pernah terjadi, tetapi dari hatimu sendiri engkau merancangnya.” Selain itu, Nehemia berpaling kepada Yehuwa memohon dukungan, dengan berdoa, ”Kuatkanlah tanganku.” Ia percaya bahwa dengan bantuan Yehuwa, ia akan sanggup menggagalkan siasat jahat ini dan merampungkan proyek pembangunan.—Nehemia 6:5-9.

      15. Apa yang disarankan seorang nabi palsu, dan mengapa Nehemia tidak menerima saran itu?

      15 Ketiga, musuh-musuh Nehemia menggunakan pengkhianat, yakni Syemaya orang Israel, untuk membuat Nehemia melanggar Hukum Allah. Syemaya berkata kepada Nehemia, ”Marilah kita bertemu berdasarkan perjanjian, di rumah Allah yang benar, di dalam bait, mari kita menutup pintu-pintu bait; karena mereka akan datang untuk membunuh engkau.” Menurut Syemaya, Nehemia akan segera dibunuh tetapi ia dapat selamat dengan bersembunyi di dalam bait. Namun, Nehemia bukan imam. Bersembunyi di dalam rumah Allah sama saja dengan berbuat dosa. Apakah ia akan melanggar Hukum Allah demi menyelamatkan diri? Nehemia menjawab, ”Siapakah yang seperti aku yang dapat masuk ke dalam bait dan hidup? Aku tidak akan masuk!” Mengapa Nehemia tidak terperangkap dalam jebakan yang dipasang untuknya itu? Karena ia tahu bahwa meskipun Syemaya adalah sesama orang Israel, ”bukan Allah yang mengutusnya”. Lagi pula, nabi sejati tidak akan pernah menasihati dia untuk melanggar Hukum Allah. Sekali lagi, Nehemia tidak membiarkan dirinya ditaklukkan oleh para penentang yang jahat. Tak lama kemudian, ia dapat melaporkan, ”Akhirnya selesailah tembok itu pada hari yang kedua puluh lima dari bulan Elul, dalam lima puluh dua hari.”—Nehemia 6:10-15; Bilangan 1:51; 18:7.

      16. (a) Bagaimana hendaknya kita menghadapi sahabat palsu, orang yang melontarkan tuduhan palsu, dan saudara palsu? (b) Bagaimana caranya menunjukkan bahwa Saudara tidak sudi mengkompromikan kepercayaan Saudara di rumah, di sekolah, atau di tempat kerja?

      16 Seperti Nehemia, kita pun bisa menghadapi penentang berupa sahabat palsu, orang yang melontarkan tuduhan palsu, dan saudara palsu. Beberapa orang mungkin seolah-olah mengundang kita mencari jalan tengah. Mereka mungkin mencoba meyakinkan kita bahwa jika kita sedikit saja mengurangi semangat kita dalam melayani Yehuwa, kita bisa mengejar cita-cita duniawi pada saat yang bersamaan. Namun, karena Kerajaan Allah berada di tempat pertama dalam kehidupan kita, kita tidak sudi berkompromi. (Matius 6:33; Lukas 9:57-62) Para penentang juga menyebarkan tuduhan palsu mengenai kita. Di beberapa negeri, kita dituduh menjadi ancaman bagi Negara, persis sebagaimana Nehemia dituduh memberontak terhadap raja. Beberapa tuduhan berhasil disanggah di pengadilan. Tetapi, apa pun hasil akhirnya secara perorangan, kita dengan yakin berdoa agar Yehuwa mengarahkan segala sesuatu menurut kehendak-Nya. (Filipi 1:7) Tentangan juga bisa datang dari orang-orang yang berpura-pura melayani Yehuwa. Persis sebagaimana seorang rekan Yahudi mencoba membujuk Nehemia untuk melanggar Hukum Allah demi menyelamatkan diri, mantan Saksi yang murtad boleh jadi mencoba mempengaruhi kita untuk berkompromi dengan satu atau lain cara. Namun, kita menolak orang murtad karena kita tahu bahwa kehidupan kita bisa selamat bukan dengan melanggar hukum Allah, melainkan dengan menaatinya! (1 Yohanes 4:1) Ya, dengan bantuan Yehuwa, kita bisa menaklukkan segala jenis kejahatan.

      Memberitakan Kabar Baik sekalipun Menghadapi Apa yang Jahat

      17, 18. (a) Apa tujuan Setan dan antek-anteknya? (b) Apa tekad Saudara, dan mengapa?

      17 Firman Allah menyatakan tentang saudara-saudara Kristus yang terurap, ”Mereka menaklukkan [Setan] oleh karena . . . perkataan kesaksian mereka.” (Penyingkapan 12:11) Jadi, ada kaitan langsung antara menaklukkan Setan—sumber kejahatan—dan mengabarkan berita Kerajaan. Tidak mengherankan bahwa Setan tak henti-hentinya menyerang kaum sisa terurap maupun ”kumpulan besar” dengan memicu tentangan!​—Penyingkapan 7:9; 12:17.

      18 Seperti yang telah kita lihat, tentangan bisa berupa serangan lisan atau ancaman kekerasan fisik, atau dengan cara-cara yang lebih halus. Apa pun itu, tujuan Setan tidak berubah—menghentikan pekerjaan pengabaran. Namun, ia akan gagal total karena seperti Nehemia zaman dahulu, umat Allah bertekad untuk ’terus menaklukkan apa yang jahat dengan apa yang baik’. Mereka melakukannya dengan terus memberitakan kabar baik sampai Yehuwa mengatakan bahwa pekerjaan ini selesai!—Markus 13:10; Roma 8:31; Filipi 1:27, 28.

      [Catatan Kaki]

      a Untuk mengetahui latar belakang peristiwa itu, bacalah Nehemia 1:1-4; 2:1-6, 9-20; 4:1-23; 6:1-15.

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan