PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Apakah Perkawinan Satu-satunya Kunci menuju Kebahagiaan?
    Menara Pengawal—1992 | 15 Mei
    • Apakah Perkawinan Satu-satunya Kunci menuju Kebahagiaan?

      ”Ia bebas untuk kawin dengan siapa saja yang dikehendakinya, asal orang itu adalah seorang yang percaya. Tetapi menurut pendapatku, ia lebih berbahagia, kalau ia tetap tinggal dalam keadaannya.”—1 KORINTUS 7:39, 40.

      1. Bagaimana Alkitab melukiskan Yehuwa, dan apa yang telah Ia lakukan bagi makhluk-makhluk ciptaan-Nya?

      YEHUWA adalah ’Allah yang bahagia’. (1 Timotius 1:11) Sebagai Penyedia Yang Limpah dari ”setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna”, Ia telah mengaruniakan kepada semua makhluk ciptaan-Nya yang cerdas—manusia maupun makhluk roh—apa tepatnya yang mereka butuhkan untuk berbahagia dalam dinas-Nya. (Yakobus 1:17) Untuk alasan itu, seekor burung yang asyik berkicau, seekor anak anjing yang gembira, atau seekor lumba-lumba yang suka bermain, semuanya membuktikan bahwa Yehuwa menciptakan binatang-binatang untuk menikmati kehidupan dalam habitat mereka masing-masing. Pemazmur bahkan lebih jauh menyatakan secara puitis bahwa ”kenyang pohon-pohon [Yehuwa], pohon-pohon aras di Libanon yang ditanamNya.”—Mazmur 104:16.

      2. (a) Apa yang memperlihatkan bahwa Yesus menemukan kebahagiaan dalam melakukan kehendak Bapanya? (b) Apa alasan-alasan yang dimiliki para pengikut Yesus untuk bahagia?

      2 Kristus Yesus adalah ’gambar wujud Allah’. (Ibrani 1:3) Maka, tidaklah mengherankan bahwa Yesus patut disebut ”Penguasa yang satu-satunya dan yang penuh bahagia”. (1 Timotius 6:15) Ia menyediakan bagi kita contoh yang menakjubkan bagaimana melakukan kehendak Yehuwa dapat lebih memuaskan daripada makanan, benar-benar menghasilkan kesukaan. Yesus juga memperlihatkan kepada kita bahwa akan ada kenikmatan apabila kita bertindak dalam takut akan Allah, yakni, disertai rasa hormat yang dalam dan takut yang sehat untuk tidak menyenangkan Dia. (Mazmur 40:9; Yesaya 11:3; Yohanes 4:34) Ketika 70 murid Yesus kembali ”dengan gembira” setelah perjalanan memberitakan Kerajaan, Yesus sendiri ’bergembira dalam roh kudus’. Setelah menyatakan kegembiraannya kepada Bapanya dalam doa, ia berpaling kepada murid-muridnya dan mengatakan, ”Berbahagialah mata yang melihat apa yang kamu lihat. Karena Aku berkata kepada kamu: Banyak nabi dan raja ingin melihat apa yang kamu lihat, tetapi tidak melihatnya, dan ingin mendengar apa yang kamu dengar, tetapi tidak mendengarnya.”—Lukas 10:17-24.

      Alasan-Alasan untuk Berbahagia

      3. Apa beberapa alasan untuk kebahagiaan?

      3 Tidakkah mata kita seharusnya berbahagia menyaksikan perkara-perkara yang kita lihat sekarang yang menggenapi Firman dan maksud-tujuan Yehuwa dalam masa kesudahan ini? Tidakkah kita seharusnya meluap dalam kegembiraan karena memahami nubuat-nubuat yang tidak dapat dipahami oleh para nabi dan raja yang setia di zaman purba, seperti Yesaya, Daniel, dan Daud? Tidakkah kita berbahagia melayani Allah yang bahagia, Yehuwa, di bawah kepemimpinan yang aktif dari Penguasa yang bahagia, Raja kita Kristus Yesus? Tentulah demikian!

      4, 5. (a) Untuk dapat tetap bahagia dalam dinas Yehuwa, apa yang harus kita hindari? (b) Beberapa hal apa yang menyumbang kepada kebahagiaan, dan hal ini menimbulkan pertanyaan apa?

      4 Namun, jika kita ingin tetap berbahagia dalam dinas Yehuwa, kita harus menetapkan pra-syarat kita untuk kebahagiaan bukan atas ide-ide duniawi. Hal ini dapat dengan mudah mengaburkan cara berpikir kita karena ini termasuk kekayaan materi, gaya hidup yang gemerlapan, dan semacam itu. ”Kebahagiaan” apa pun yang diperoleh berdasarkan hal-hal sedemikian akan bersifat sementara, karena dunia ini sedang berlalu.—1 Yohanes 2:15-17.

      5 Banyak hamba Yehuwa yang berbakti sadar bahwa mencapai tujuan-tujuan duniawi tidak akan membawa kebahagiaan sejati. Hanya Bapa surgawi kita yang menyediakan perkara-perkara rohani dan materi yang menyumbang kepada kebahagiaan sejati dari hamba-hamba-Nya. Betapa bersyukur kita akan makanan rohani yang Ia berikan kepada kita melalui ”hamba yang setia dan bijaksana”! (Matius 24:45-47) Kita juga bersyukur akan makanan jasmani dan perkara-perkara materi lainnya yang kita terima dari tangan Allah yang pengasih. Kemudian, ada pula pemberian menakjubkan berupa perkawinan dan sukacita kehidupan keluarga yang dihasilkannya. Tidak mengherankan keinginan hati Naomi bagi menantu perempuannya yang janda dinyatakan dalam kata-kata ini, ”Kiranya atas karunia [Yehuwa] kamu mendapat tempat perlindungan, masing-masing di rumah suaminya”. (Rut 1:9) Maka perkawinan adalah suatu kunci yang dapat membuka pintu kepada kebahagiaan besar. Namun apakah perkawinan satu-satunya kunci yang membuka pintu kepada kehidupan yang bahagia? Kaum muda khususnya perlu untuk memperhatikan dengan serius apakah demikian halnya.

      6. Menurut buku Kejadian, apa tujuan utama dari penyelenggaraan perkawinan?

      6 Meninjau kembali asal mula penyelenggaraan perkawinan, Alkitab menyatakan, ”Allah menciptakan manusia itu menurut gambarNya, menurut gambar Allah diciptakanNya dia; laki-laki dan perempuan diciptakanNya mereka. Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka, ’Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu.’” (Kejadian 1:27, 28) Dengan Yehuwa menyelenggarakan perkawinan, Adam digunakan untuk membawa lebih banyak ciptaan manusia, dengan demikian memperbanyak keturunan manusia. Namun, lebih banyak lagi yang tersangkut dalam perkawinan.

      ”Asal di dalam Tuhan”

      7. Seorang patriakh yang setia berupaya keras untuk memenuhi tuntutan perkawinan apa?

      7 Karena Allah Yehuwa adalah Pencipta dari penyelenggaraan perkawinan, kita akan mengharapkan agar Dia menetapkan standar-standar untuk perkawinan yang akan menghasilkan kebahagiaan bagi hamba-hambaNya. Di zaman patriakhat, perkawinan dengan orang yang bukan penyembah Yehuwa sangat ditentang. Abraham menyuruh hambanya Eliezer untuk mengambil sumpah demi Yehuwa bahwa ia tidak akan mengambil seorang istri dari antara orang-orang Kanaan bagi Ishak, anak patriakh ini. Eliezer mengadakan perjalanan jauh dan dengan cermat mengikuti petunjuk-petunjuk Abraham agar mencarikan ’wanita yang telah Yehuwa tentukan bagi anak tuannya’. (Kejadian 24:3, 44) Maka, Ishak mengawini Ribka. Ketika anak mereka Esau memilih istri-istri dari antara orang Het yang menyembah berhala, kedua perempuan ini ”menimbulkan kepedihan hati bagi Ishak dan bagi Ribka”.—Kejadian 26:34, 35; 27:46; 28:1, 8.

      8. Pembatasan apa sehubungan dengan perkawinan dikenakan oleh perjanjian Taurat, dan mengapa?

      8 Di bawah perjanjian Taurat, perkawinan dengan laki-laki atau perempuan dari bangsa-bangsa Kanaan yang sudah ditentukan dilarang. Yehuwa menginstruksikan umat-Nya, ”Janganlah juga engkau kawin-mengawin dengan mereka: anakmu perempuan janganlah kauberikan kepada anak laki-laki mereka, ataupun anak perempuan mereka jangan kauambil bagi anakmu laki-laki; sebab mereka akan membuat anakmu laki-laki menyimpang dari padaKu, sehingga mereka beribadah kepada allah lain. Maka murka [Yehuwa] akan bangkit terhadap kamu dan Ia akan memunahkan engkau dengan segera.”—Ulangan 7:3, 4.

      9. Nasihat apa berkenaan perkawinan diberikan Alkitab kepada umat kristiani?

      9 Tidak mengherankan bahwa pembatasan serupa tentang perkawinan dengan orang yang tidak menyembah Yehuwa harus berlaku di dalam sidang Kristen. Rasul Paulus menasihati rekan-rekan kristianinya, ”Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap? Persamaan apakah yang terdapat antara Kristus dan Belial? Apakah bagian bersama orang-orang percaya dengan orang-orang tak percaya?” (2 Korintus 6:14, 15) Nasihat itu berlaku dalam berbagai cara, dan pastilah berlaku bagi perkawinan. Instruksi yang tegas dari Paulus kepada semua hamba Yehuwa yang berbakti ini adalah bahwa mereka harus mempertimbangkan perkawinan dengan seseorang ”hanya jika ia dalam persatuan dengan Tuhan”.—1 Korintus 7:39, catatan kaki NW Ref.

      Tidak Dapat Menikah ”di dalam Tuhan”

      10. Apa yang sedang dilakukan oleh banyak kristiani yang tidak menikah, dan pertanyaan apa timbul?

      10 Banyak kristiani lajang telah memilih untuk meniru teladan Kristus Yesus dengan memupuk karunia kelajangan. Selain itu, karena tidak dapat memperoleh pasangan yang takut akan Allah, yakni menikah ”di dalam Tuhan”, banyak kristiani yang loyal telah menaruh kepercayaan mereka kepada Yehuwa dan tetap lajang sebaliknya daripada mengawini orang yang tidak beriman. Roh Allah menghasilkan di dalam diri mereka buah-buah seperti sukacita, perdamaian, iman, dan pengendalian diri, sehingga memungkinkan mereka untuk memelihara kehidupan lajang yang bersih. (Galatia 5:22, 23) Di antara mereka yang berhasil menghadapi ujian pengabdian kepada Allah adalah sejumlah besar saudari Kristen, terhadap siapa kita memiliki hormat yang dalam. Di beberapa negeri, mereka melebihi jumlah para saudara dan dengan demikian memiliki bagian yang besar dalam pekerjaan pengabaran. Sesungguhnya, ”[Yehuwa] menyampaikan sabda; orang-orang [”wanita-wanita”, NW] yang membawa kabar baik itu merupakan tentara yang besar”. (Mazmur 68:12) Sebenarnya, banyak dari hamba-hamba Yehuwa yang tidak menikah, pria maupun wanita, memelihara integritas karena mereka ’percaya kepada Yehuwa dengan segenap hati, dan Ia meluruskan jalan mereka’. (Amsal 3:5, 6) Namun apakah mereka yang sekarang tidak dapat menikah ”di dalam Tuhan” pasti tidak bahagia?

      11. Akan hal apa kristiani yang tetap melajang karena respek akan prinsip-prinsip Alkitab dapat diyakinkan?

      11 Jangan lupa bahwa kita adalah Saksi-Saksi dari Allah yang bahagia, Yehuwa, melayani di bawah Penguasa yang bahagia, Kristus Yesus. Maka jika respek kita terhadap pembatasan yang dengan jelas digariskan dalam Alkitab menggerakkan kita untuk tetap melajang karena tidak dapat menemukan teman hidup ”di dalam Tuhan”, apakah masuk akal untuk berpikir bahwa Allah dan Kristus akan membiarkan kita tidak bahagia? Pasti tidak. Maka, kita harus menyimpulkan bahwa kita dapat berbahagia sebagai kristiani meskipun dalam keadaan tidak kawin. Yehuwa dapat membuat kita benar-benar berbahagia tidak soal apakah kita menikah atau lajang.

      Kunci menuju Kebahagiaan Sejati

      12. Apa yang diperlihatkan oleh malaikat-malaikat yang tidak taat sehubungan dengan perkawinan?

      12 Perkawinan bukanlah satu-satunya kunci menuju kebahagiaan bagi semua hamba-hamba Allah. Cobalah kita ambil sebagai contoh, malaikat-malaikat. Sebelum Air Bah, beberapa malaikat memupuk keinginan yang tidak wajar bagi makhluk-makhluk rohani, menjadi tidak puas karena mereka tidak bisa kawin, dan menjelma dalam tubuh jasmani agar dapat mengambil perempuan-perempuan sebagai istri. Karena dengan demikian malaikat-malaikat ini ”meninggalkan tempat kediaman mereka [”yang layak”, NW]”, Allah ’menahan mereka dengan belenggu abadi di dalam dunia kekelaman sampai penghakiman pada hari besar’. (Yudas 6; Kejadian 6:1, 2) Jelas, Allah tidak pernah mengatur agar malaikat-malaikat menikah. Jadi, perkawinan bukanlah semata-mata merupakan kunci kepada kebahagiaan mereka.

      13. Mengapa para malaikat kudus berbahagia, dan ini memperlihatkan apa kepada semua hamba Allah?

      13 Namun, para malaikat yang setia berbahagia. Yehuwa meletakkan dasar bumi sehingga ”bintang-bintang fajar bersorak-sorak bersama-sama, dan semua [malaikat] anak Allah bersorak-sorai”. (Ayub 38:7) Mengapa malaikat-malaikat yang kudus ini berbahagia? Karena mereka terus-menerus melayani Allah Yehuwa, ”mendengarkan suara firmanNya” agar dapat melaksanakannya. Mereka senang dalam ”melakukan kehendakNya [”kesukaan-Nya”, catatan kaki NW Ref.]”. (Mazmur 103:20, 21) Ya, kebahagiaan dari para malaikat kudus datang dari melayani Yehuwa dengan setia. Itu juga merupakan kunci kepada kebahagiaan sejati bagi manusia. Karena itu, kristiani terurap yang telah menikah dan melayani Yehuwa dengan bahagia sekarang, tidak akan menikah sewaktu mereka dibangkitkan kepada kehidupan surgawi, namun mereka akan berbahagia sebagai makhluk ciptaan rohani yang melakukan kehendak ilahi. Maka, menikah maupun lajang, semua hamba Yehuwa yang loyal dapat berbahagia karena dasar sejati untuk kebahagiaan adalah dinas yang setia kepada Pencipta.

      ”Sesuatu yang Lebih Baik daripada Anak-Anak Lelaki dan Perempuan”

      14. Janji nubuat apa diberikan kepada orang-orang kasim pada zaman Israel purba, dan mengapa ini tampaknya aneh?

      14 Bahkan bila seorang kristiani yang loyal tidak pernah menikah, Allah dapat menjamin kebahagiaan orang tersebut. Anjuran dapat diperoleh dari kata-kata ini yang secara nubuat ditujukan kepada orang-orang kasim di Israel purba, ”Beginilah firman [Yehuwa]: ’Kepada orang-orang kebiri yang memelihara hari-hari SabatKu dan yang memilih apa yang Kukehendaki dan yang berpegang kepada perjanjianKu, kepada mereka akan Kuberikan dalam rumahKu dan di lingkungan tembok-tembok kediamanKu suatu tanda peringatan dan nama—itu lebih baik dari pada anak-anak lelaki dan perempuan—, suatu nama abadi yang tidak akan lenyap akan Kuberikan kepada mereka.’” (Yesaya 56:4, 5) Seseorang mungkin mengharapkan bahwa orang-orang ini akan dijanjikan seorang istri dan anak-anak untuk meneruskan nama mereka. Tetapi mereka dijanjikan ”[sesuatu yang] lebih baik dari pada anak-anak lelaki dan perempuan”—suatu nama abadi di dalam rumah Yehuwa.

      15. Apa yang dapat dikatakan tentang penggenapan Yesaya 56:4, 5?

      15 Jika orang-orang kasim ini digunakan sebagai gambaran nubuat yang mencakup ”Israel milik Allah”, mereka menggambarkan orang-orang terurap yang menerima tempat abadi di dalam rumah atau bait rohani Yehuwa. (Galatia 6:16) Tak diragukan, nubuat ini akan memiliki penerapan harfiah atas orang-orang kasim yang saleh dari Israel purba yang dibangkitkan. Jika mereka menerima korban tebusan Kristus dan terus memilih apa yang Yehuwa sukai, mereka akan menerima ”suatu nama abadi” dalam dunia baru Allah. Hal ini juga dapat berlaku atas mereka dari ”domba-domba lain” pada zaman akhir ini, yang tidak menikmati perkawinan dan keadaan menjadi orang-tua agar dapat membaktikan diri mereka lebih sepenuhnya kepada dinas Yehuwa. (Yohanes 10:16) Beberapa dari mereka mungkin meninggal dalam keadaan tidak menikah dan tanpa anak-anak. Namun jika mereka setia, dalam kebangkitan mereka akan menerima ”[sesuatu yang] lebih baik dari pada anak-anak lelaki dan perempuan”—suatu nama ”yang tidak akan lenyap” dalam sistem baru.

      Perkawinan Bukan Satu-satunya Kunci menuju Kebahagiaan

      16. Mengapa dapat dikatakan bahwa perkawinan tidak selalu membawa kebahagiaan?

      16 Beberapa orang merasa bahwa kebahagiaan tidak dapat dipisahkan dari perkawinan. Namun, harus diakui bahwa bahkan di antara hamba-hamba Yehuwa dewasa ini, perkawinan tidak selalu membawa kebahagiaan. Ini mengatasi beberapa problem, tetapi sering menimbulkan problem-problem lain yang bisa saja lebih sukar dihadapi daripada yang dialami oleh orang-orang lajang. Paulus mengatakan bahwa perkawinan mendatangkan ”kesusahan badani”. (1 Korintus 7:28) Ada waktu manakala orang yang telah menikah merasa ’khawatir’, ”terbagi-bagi”. Saudara, atau saudari tersebut, sering merasa sukar untuk ”[terus, NW] melayani Tuhan tanpa gangguan”.—1 Korintus 7:33-35.

      17, 18. (a) Apa yang telah dilaporkan oleh beberapa pengawas keliling? (b) Nasihat apa yang Paulus berikan, dan mengapa ini bermanfaat untuk diterapkan?

      17 Perkawinan maupun kelajangan adalah karunia dari Allah. (Rut 1:9; Matius 19:10-12) Namun, untuk berhasil dalam keadaan mana pun, pertimbangan yang sungguh-sungguh penting. Para pengawas wilayah melaporkan bahwa banyak Saksi menikah terlalu muda, sering kali menjadi orang-tua sebelum mereka siap memikul tanggung jawab yang tersangkut. Beberapa perkawinan demikian berantakan. Beberapa pasangan berhasil mengatasi problem-problem mereka, tetapi perkawinan mereka tidak membawa kebahagiaan. Sebagaimana ditulis oleh dramawan Inggris, William Congreve, mereka yang kawin tergesa-gesa ”mungkin akan menyesal berlama-lama”.

      18 Para pengawas wilayah juga melaporkan bahwa ada saudara-saudara muda yang tidak mau memasukkan permohonan dinas Betel atau merelakan diri untuk Sekolah Pelatihan Pelayanan karena persyaratan untuk tetap lajang bahkan selama beberapa tahun. Namun Paulus menasihati agar tidak kawin sebelum seseorang ”melewati kesegaran masa muda” (NW) yang berarti menunggu sampai gejolak awal dari dorongan seksual telah mereda. (1 Korintus 7:36-38) Tahun-tahun yang dilewatkan sebagai orang dewasa yang lajang akan memberi seseorang pengalaman yang berharga dan daya pengamatan, menempatkan saudara atau saudari tersebut dalam kedudukan yang lebih baik untuk memilih pasangan hidup ataupun membuat keputusan yang telah dipertimbangkan dengan saksama untuk tetap lajang.

      19. Bagaimana hendaknya kita memandang masalah-masalah bila kita tidak benar-benar memiliki kebutuhan akan perkawinan?

      19 Beberapa dari antara kita telah melewati kesegaran masa muda, dengan dorongannya yang kuat untuk keintiman seksual. Kadang-kadang kita mungkin memikirkan berkat-berkat dari perkawinan padahal sebenarnya memiliki karunia berupa kelajangan. Yehuwa mungkin melihat bahwa kita melayani Dia dengan efektif dalam keadaan lajang dan tidak benar-benar memiliki kebutuhan akan perkawinan, yang dapat menuntut kita melepaskan hak istimewa tertentu dalam dinas-Nya. Bila perkawinan bukanlah kebutuhan pribadi dan kita tidak diberkati dengan pasangan, Allah dapat memiliki sesuatu yang lain untuk kita. Karena itu marilah kita mempraktikkan iman bahwa Ia akan menyediakan apa yang kita butuhkan. Kebahagiaan terbesar dihasilkan karena dengan rendah hati menerima apa yang tampaknya merupakan kehendak Allah bagi kita, sama seperti saudara-saudara Yahudi yang ”menjadi tenang lalu memuliakan Allah” setelah menyadari bahwa Ia mengaruniakan orang-orang Kafir pertobatan agar mereka mendapat kehidupan.—Kisah 11:1-18.

      20. (a) Nasihat apa tentang kelajangan diberikan kepada kristiani muda? (b) Pokok dasar apa sehubungan dengan kebahagiaan tetap benar?

      20 Maka, perkawinan dapat merupakan kunci menuju kebahagiaan, namun ini juga dapat membuka pintu kepada kehidupan penuh problem. Satu hal pasti: Perkawinan bukan satu-satunya jalan untuk menemukan kebahagiaan. Karena itu, setelah mempertimbangkan segala sesuatu, akan bijaksana, terutama bagi kaum muda kristiani, agar berupaya meluangkan beberapa tahun untuk tetap lajang. Tahun-tahun tersebut dapat digunakan untuk melayani Yehuwa dan untuk maju secara rohani. Namun, tidak soal usia atau kemajuan rohani, pokok dasar ini tetap benar bagi semua yang tanpa menahan diri telah berbakti kepada Allah: Kebahagiaan sejati ditemukan dalam dinas yang setia kepada Yehuwa.

  • Kebahagiaan Sejati dalam Melayani Yehuwa
    Menara Pengawal—1992 | 15 Mei
    • Kebahagiaan Sejati dalam Melayani Yehuwa

      ”Berbahagialah orang yang mempunyai Allah Yakub sebagai penolong, yang harapannya pada [Yehuwa] Allahnya.”—MAZMUR 146:5.

      1, 2. Apa yang telah dikatakan tentang definisi kebahagiaan, dan kebahagiaan berarti apa bagi banyak orang dewasa ini?

      APAKAH gerangan kebahagiaan itu? Para ahli kamus, ahli filsafat, dan ahli teologi telah berupaya menjelaskannya selama berabad-abad. Namun mereka tidak menyediakan definisi yang diterima dengan suara bulat. Encyclopædia Britannica mengakui, ”’Kebahagiaan’ adalah salah satu di antara kata-kata yang paling elusiv [sukar dipahami].” Kebahagiaan tampaknya mempunyai arti yang berbeda bagi orang yang berbeda bergantung pandangan mereka terhadap kehidupan.

      2 Bagi banyak orang kebahagiaan berkisar sekitar kesehatan yang baik, harta materi, dan persahabatan yang menyenangkan. Namun, ada orang-orang yang memiliki semua itu namun tidak berbahagia. Bagi pria dan wanita yang berbakti kepada Allah Yehuwa, Alkitab menyediakan suatu konsep kebahagiaan yang agak berbeda dari pandangan umum.

      Pandangan yang Berbeda mengenai Kebahagiaan

      3, 4. (a) Siapa yang Yesus sebut berbahagia? (b) Apa yang dapat diperhatikan berkenaan faktor-faktor kebahagiaan yang Yesus sebutkan?

      3 Dalam Khotbah di Bukit, Kristus Yesus tidak mengatakan bahwa kebahagiaan bergantung pada kesehatan yang baik, harta milik, dan sebagainya. Ia mengatakan benar-benar berbahagia mereka yang ”sadar akan kebutuhan rohani mereka” (NW) dan mereka yang ”lapar dan haus akan kebenaran”. Berhubungan dengan dua faktor yang dibutuhkan untuk kebahagiaan sejati adalah pernyataan Yesus yang tampaknya bertentangan, ”Berbahagialah orang yang berdukacita [”berkabung”, NW], karena mereka akan dihibur”. (Matius 5:3-6) Jelaslah, Yesus tidak mengatakan bahwa orang-orang akan secara otomatis berbahagia sewaktu mereka kehilangan orang yang mereka cintai. Sebaliknya, ia berkata tentang mereka yang meratapi keadaan mereka yang berdosa dan akibat-akibatnya.

      4 Rasul Paulus berbicara tentang segala makhluk mengeluh di bawah dosa atas dasar dari harapan bahwa akan ”dimerdekakan dari perbudakan kebinasaan”. (Roma 8:21, 22) Umat manusia yang menerima persediaan penghapusan dosa dari Yehuwa melalui korban tebusan Kristus dan yang melakukan kehendak Allah benar-benar dihibur dan dibuat berbahagia. (Roma 4:6-8) Dalam Khotbah di Bukit, Yesus juga menyebut berbahagia orang ”yang lemah lembut”, ”yang murah hati”, ”yang suci hatinya”, dan ”yang membawa damai”. Ia menjamin bahwa meskipun ditindas, mereka yang rendah hati tidak akan kehilangan kebahagiaan mereka. (Matius 5:5-11) Menarik untuk memperhatikan bahwa faktor-faktor kebahagiaan yang ditingkatkan mutunya menempatkan yang kaya dan yang miskin dalam kedudukan yang sama.

      Dasar untuk Kebahagiaan Sejati

      5. Apa dasar bagi kebahagiaan dari hamba-hamba Allah yang berbakti?

      5 Sumber kebahagiaan sejati tidak diperoleh dalam kekayaan materi. Raja Salomo yang bijaksana berkata, ”Berkat [Yehuwa]-lah yang menjadikan kaya, susah payah tidak akan menambahinya.” (Amsal 10:22) Bagi makhluk-makhluk ciptaan yang mengakui kedaulatan universal Yehuwa, kebahagiaan tidak terpisahkan dengan berkat Allah. Orang yang telah berbakti yang memiliki dan merasakan berkat Yehuwa atas dirinya benar-benar berbahagia. Dalam sudut pandangan Alkitab, kebahagiaan melibatkan perasaan senang, puas, dan berhasil dalam dinas Yehuwa.

      6. Apa yang dituntut dari umat Yehuwa agar mereka benar-benar berbahagia?

      6 Kebahagiaan sejati bergantung pada hubungan yang benar dengan Yehuwa. Itu didasarkan atas kasih kepada Allah dan kesetiaan kepada-Nya. Hamba-hamba Yehuwa yang berbakti mendukung dengan sepenuh hati kata-kata Paulus, ”Tidak ada seorangpun di antara kita yang hidup [hanya, NW] untuk dirinya sendiri . . . Kita hidup untuk Tuhan [”Yehuwa”, NW] . . . Kita adalah milik Tuhan [”Yehuwa”, NW].” (Roma 14:7, 8) Karena itu, kebahagiaan sejati tidak dapat dicapai terpisah dari ketaatan kepada Yehuwa dan ketundukan penuh sukacita kepada kehendak-Nya. Yesus berkata, ”Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya.”—Lukas 11:28.

      Berbagai Faktor Kebahagiaan

      7, 8. (a) Bagaimana faktor-faktor kebahagiaan dapat diklasifikasi? (b) Apa yang dapat dikatakan tentang perkawinan dan melahirkan anak?

      7 Faktor-faktor kebahagiaan di atas dapat disebut ”dasar”, atau ”terus-menerus”, karena ini berlaku bagi hamba-hamba Yehuwa yang berbakti pada segala zaman. Selain itu, ada lagi yang dapat disebut variasi, faktor-faktor yang dapat dihasilkan dalam kebahagiaan pada suatu waktu namun sedikit atau sama sekali tidak berlaku pada waktu lain. Pada masa patriakhat dan pra-kekristenan, perkawinan dan melahirkan anak dianggap sesuatu yang mutlak bagi kebahagiaan. Ini diperlihatkan dalam kata-kata Rahel yang dengan pedih hati memohon kepada Yakub, ”Berikanlah kepadaku anak; kalau tidak, aku akan mati.” (Kejadian 30:1) Sikap ini berkenaan melahirkan sesuai dengan maksud-tujuan Yehuwa untuk masa itu.—Kejadian 13:14-16; 22:17.

      8 Perkawinan dan melahirkan anak dianggap berkat-berkat yang dikaruniakan di antara umat Yehuwa pada masa-masa awal. Namun, kesulitan dihubungkan dengan hal-hal ini dan keadaan-keadaan lain selama masa-masa sulit dalam sejarah mereka. (Bandingkan Mazmur 127, 128 dengan Yeremia 6:12; 11:22; Ratapan 2:19; 4:4, 5.) Karena itu, ini membuktikan bahwa perkawinan dan melahirkan anak bukanlah faktor-faktor kebahagiaan yang permanen.

      Kebahagiaan tanpa Perkawinan di Zaman Dahulu

      9. Mengapa putri Yefta menerima pujian setiap tahun?

      9 Banyak dari hamba-hamba Allah telah menemukan kebahagiaan sejati tanpa perkawinan. Karena respek terhadap ikrar ayahnya, putri Yefta tetap lajang. Selama beberapa waktu ia dan teman-teman perempuannya menangisi kegadisannya. Namun betapa ia bersukacita dapat melayani sepenuh waktu di rumah Yehuwa, kemungkinan di antara ”para pelayan perempuan yang melayani di depan pintu Kemah Pertemuan”! (Keluaran 38:8) Untuk hal ini, ia menerima pujian setiap tahun.—Hakim 11:37-40.

      10. Apa yang Yehuwa tuntut dari Yeremia, dan apakah tampaknya ia menempuh kehidupan yang tidak berbahagia sebagai hasilnya?

      10 Mengingat zaman yang dramatis selama masa hidup nabi Yeremia, ia diperintahkan Allah untuk tidak menikah dan membesarkan anak-anak. (Yeremia 16:1-4) Namun Yeremia mengalami betapa benar kata-kata Allah, ”Diberkatilah orang yang mengandalkan [Yehuwa], yang menaruh harapannya pada [Yehuwa]!” (Yeremia 17:7) Selama lebih dari 40 tahun dinasnya sebagai nabi, Yeremia dengan setia melayani Allah dalam keadaan lajang. Sejauh yang kita ketahui, ia tidak pernah menikah dan memiliki anak-anak. Namun, siapa yang dapat meragukan bahwa Yeremia berbahagia, seperti kaum sisa Yahudi yang setia yang akan ”berseri-seri karena kebajikan [Yehuwa]”?—Yeremia 31:12.

      11. Apa beberapa contoh dalam Alkitab dari hamba-hamba Yehuwa yang setia yang berbahagia meskipun mereka tidak memiliki pasangan hidup?

      11 Banyak orang-orang lain telah melayani Yehuwa penuh sukacita tanpa pasangan hidup. Mereka lajang, janda atau duda. Di antara mereka terdapat nabiah Hana; kemungkinan Dorkas, atau Tabita; rasul Paulus; dan teladan terbesar di antara semuanya—Kristus Yesus.

      Lajang namun Berbahagia Dewasa Ini

      12. Untuk hal apa beberapa hamba-hamba Yehuwa yang berbakti dan berbahagia meluangkan tempat, dan mengapa?

      12 Dewasa ini, ribuan Saksi-Saksi Yehuwa dengan setia melayani Allah tanpa pasangan hidup. Beberapa telah sanggup menerima undangan Yesus, ”Orang yang sanggup meluangkan tempat untuk [karunia berupa keadaan lajang], biarlah ia meluangkan tempat untuknya.” Mereka telah melakukan hal ini ”oleh karena kerajaan sorga”. (Matius 19:11, 12, NW) Artinya, mereka memanfaatkan sebaik-baiknya kemerdekaan yang mereka terima dari Allah dengan membaktikan lebih banyak waktu dan energi untuk memajukan kepentingan Kerajaan. Banyak dari mereka melayani sebagai perintis, utusan injil, atau anggota keluarga Betel di kantor pusat sedunia dari Lembaga Menara Pengawal atau di salah satu cabang-cabangnya.

      13. Contoh-contoh apa memperlihatkan bahwa kristiani dapat melajang dan berbahagia?

      13 Seorang saudari lajang yang kita kasihi menulis pengalaman hidupnya di bawah judul kecil ”Lajang dan Berbahagia sebagai Perintis”. (The Watchtower 1 Mei 1985, halaman 23-6) Seorang saudari lajang lain yang telah melayani selama lebih dari 50 tahun di Betel menyatakan, ”Saya puas sepenuhnya dengan kehidupan saya dan pekerjaan saya. Sekarang saya lebih sibuk daripada sebelumnya dalam suatu pekerjaan yang sangat saya kasihi. Saya tidak menyesal. Saya mau membuat keputusan yang sama sekali lagi.”—Menara Pengawal, Nomor 50, halaman 21.

      14, 15. (a) Menurut rasul Paulus, apa yang perlu agar dapat tetap melajang? (b) Mengapa Paulus berkata bahwa orang yang lajang ”lebih baik” dan ”lebih berbahagia”?

      14 Perhatikan kata ”keputusan”. Paulus menulis, ”Tetapi kalau seseorang benar-benar yakin dalam hatinya, tidak memiliki kebutuhan, tetapi benar-benar menguasai kemauannya dan telah mengambil keputusan dalam hatinya untuk tetap melajang, ia berbuat baik. Jadi orang yang memberikan keadaan lajangnya dalam perkawinan berbuat baik, tetapi ia yang tidak memberikannya dalam perkawinan berbuat lebih baik.” (1 Korintus 7:37, 38, NW) Mengapa ”lebih baik”? Paulus menjelaskan, ”Aku ingin, supaya kamu hidup tanpa kekuatiran. Orang yang tidak beristeri memusatkan perhatiannya pada perkara Tuhan, bagaimana Tuhan berkenan kepadanya, . . . Perempuan yang tidak bersuami dan anak-anak gadis memusatkan perhatian mereka pada perkara Tuhan . . . Semuanya ini kukatakan untuk kepentingan kamu sendiri, . . . supaya kamu melakukan apa yang benar dan baik, dan melayani Tuhan tanpa gangguan.”—1 Korintus 7:32-35.

      15 Apakah ”melayani Tuhan tanpa gangguan” dengan tujuan ’memperoleh perkenan Tuhan’ ada hubungan dengan kebahagiaan? Tampaknya Paulus berpendapat demikian. Berbicara tentang seorang janda Kristen, ia berkata, ”Ia bebas untuk kawin dengan siapa saja yang dikehendakinya, asal orang itu adalah seorang yang percaya [”hanya di dalam Tuhan”, NW]. Tetapi menurut pendapatku, ia lebih berbahagia, kalau ia tetap tinggal dalam keadaannya. Dan aku berpendapat, bahwa aku juga mempunyai Roh Allah.”—1 Korintus 7:39, 40.

      Manfaat dari Keadaan Tidak Menikah

      16. Apa beberapa manfaat yang dinikmati oleh Saksi-Saksi Yehuwa yang tidak menikah?

      16 Tidak soal apakah seorang kristiani melajang karena keputusan pribadi atau karena keadaan memaksa, keadaan lajang membawa serta banyak manfaat pribadi. Mereka yang lajang pada umumnya memiliki lebih banyak waktu untuk mempelajari Firman Allah dan merenungkannya. Jika mereka mengambil manfaat dari keadaan ini, kerohanian mereka diperdalam. Karena tidak memiliki pasangan hidup dengan siapa dapat membagikan problem mereka, banyak yang belajar untuk lebih bersandar pada Yehuwa dan untuk mencari bimbingan-Nya dalam segala perkara. (Mazmur 37:5) Hal ini menghasilkan hubungan yang lebih akrab dengan Yehuwa.

      17, 18. (a) Kesempatan-kesempatan apa untuk memperluas bidang pelayanan tersedia bagi hamba-hamba Yehuwa yang lajang? (b) Bagaimana beberapa hamba Yehuwa yang lajang melukiskan kebahagiaan mereka?

      17 Para kristiani yang lajang memiliki kesempatan untuk memperluas bidang pelayanan demi kepujian kepada Yehuwa. Pelatihan khusus yang sekarang diberikan di Sekolah Pelatihan Pelayanan dibatasi hanya kepada saudara-saudara yang lajang atau yang sudah duda. Saudari-saudari lajang juga lebih bebas meraih hak-hak istimewa dalam dinas Allah. Saudari lanjut usia yang pengalaman hidupnya disebutkan tadi dengan sukarela melayani di sebuah negeri Afrika pada saat ketika, seperti yang ia katakan, ia ”seorang wanita yang agak rapuh berusia 50 tahun lebih”. Ia tetap tinggal di sana, bahkan selama pelarangan, ketika semua utusan injil diusir. Ia masih melayani di sana sebagai perintis, meskipun ia sekarang berusia 80 tahun lebih. Apakah ia bahagia? Dalam kisah tentang pengalaman hidupnya ia menulis, ”Saya berhasil menggunakan kemerdekaan dan kebebasan tambahan yang disediakan oleh keadaan lajang agar tetap sibuk dalam pelayanan, dan hal ini membawa banyak kebahagiaan. . . . Seraya tahun-tahun berlalu hubungan saya dengan Yehuwa telah bertambah erat. Sebagai wanita lajang di sebuah negeri Afrika, saya telah melihat Dia sebagai Pelindung.”

      18 Yang juga patut mendapat perhatian adalah kata-kata dari seorang saudara yang melayani di Kantor Pusat Lembaga Menara Pengawal selama beberapa dekade. Ia berbahagia, meskipun tidak pernah menikah dan walaupun ia memiliki harapan surgawi tanpa prospek untuk menikah. Pada usia 79, ia menulis, ”Setiap hari saya meminta Bapa surgawi kita yang pengasih di dalam doa agar memberikan bantuan dan hikmat untuk tetap sehat dan kuat secara rohani dan juga secara fisik supaya saya dapat terus melakukan kehendak-Nya yang kudus. Selama empat puluh sembilan tahun yang berlalu dalam dinas Yehuwa saya benar-benar telah menikmati jalan hidup yang bahagia, penuh imbalan dan diberkati. Dan dengan kebaikan hati Yehuwa yang tidak layak diterima, saya menantikan dinas yang terus berlanjut demi kehormatan dan kemuliaan-Nya dan demi berkat dari umat-Nya. . . . Sukacita dari Yehuwa membantu saya untuk terus berada dalam perjuangan iman yang baik, menantikan saatnya musuh-musuh Yehuwa tidak ada lagi dan seluruh bumi dipenuhi dengan kemuliaan-Nya.”—Bilangan 14:21; Nehemia 8:10; The Watchtower, 15 November 1968, halaman 699-702.

      Kebahagiaan Sejati Bergantung pada Apa?

      19. Kebahagiaan kita akan selalu bergantung pada apa?

      19 Hubungan kita yang berharga dengan Yehuwa, perkenan-Nya, dan berkat-berkat-Nya—ini adalah faktor-faktor yang akan menghasilkan kebahagiaan sejati bagi kita sampai selama-lamanya. Dengan pandangan yang sepatutnya akan apa yang menghasilkan kebahagiaan sejati ini, bahkan hamba-hamba Yehuwa yang telah menikah menyadari bahwa perkawinan mereka bukanlah hal yang paling penting dalam kehidupan mereka. Mereka memperhatikan nasihat rasul Paulus, ”Saudara-saudara, inilah yang kumaksudkan, yaitu: waktu telah singkat! Karena itu dalam waktu yang masih sisa ini orang-orang yang beristeri harus berlaku seolah-olah tidak beristeri.” (1 Korintus 7:29) Ini tidak berarti melalaikan istri mereka. Para suami Kristen yang matang menaruh dinas Yehuwa di tempat pertama, dan demikian pula istri mereka yang saleh, pengasih dan mendukung, beberapa bahkan melayani sepenuh waktu sebagai rekan dari suami mereka.—Amsal 31:10-12, 28; Matius 6:33.

      20. Sikap sepatutnya apa dimiliki oleh banyak kristiani terhadap hak-hak istimewa perkawinan mereka?

      20 Saudara-saudara menikah yang adalah pengawas keliling, pekerja sukarela di Betel, para penatua sidang—benar, semua umat kristiani yang telah menikah yang menaruh kepentingan Kerajaan di tempat pertama—tidak ’menggunakan dunia ini sampai sepenuhnya’; mereka berupaya mencocokkan hak-hak istimewa perkawinan mereka ke dalam kehidupan mereka yang dibaktikan untuk pelayanan kepada Yehuwa. (1 Korintus 7:31) Namun, mereka berbahagia. Mengapa? Karena alasan utama untuk kebahagiaan mereka bukan perkawinan mereka tetapi dinas mereka kepada Yehuwa. Dan banyak suami dan istri yang setia—ya, dan juga anak-anak mereka—berbahagia bahwa demikianlah keadaannya.

      21, 22. (a) Berdasarkan Yeremia 9:23, 24, apa yang hendaknya mengisi kita dengan kebahagiaan? (b) Faktor-faktor kebahagiaan apa disebutkan di Amsal 3:13-18?

      21 Nabi Yeremia menulis, ”Beginilah firman [Yehuwa]: ’Janganlah orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya, janganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya, janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya, tetapi siapa yang mau bermegah, baiklah bermegah karena yang berikut: bahwa ia memahami dan mengenal Aku, bahwa Akulah [Yehuwa] yang menunjukkan kasih setia, keadilan dan kebenaran di bumi; sungguh, semuanya itu Kusukai, demikianlah firman [Yehuwa].’”—Yeremia 9:23, 24.

      22 Tidak soal kita lajang atau telah menikah, sumber kebahagiaan terbesar kita hendaknya pengetahuan kita tentang Yehuwa dan keyakinan bahwa kita memiliki berkat-berkat-Nya karena kita melakukan kehendak-Nya. Kita juga berbahagia untuk memiliki pemahaman akan apa yang termasuk ukuran yang benar dari nilai-nilai, perkara-perkara yang Yehuwa perkenan. Raja Salomo yang banyak menikah tidak menganggap perkawinan satu-satunya kunci menuju kebahagiaan. Ia berkata, ”Berbahagialah orang yang mendapat hikmat, orang yang memperoleh kepandaian, karena keuntungannya melebihi keuntungan perak, dan hasilnya melebihi emas. Ia lebih berharga dari pada permata; apapun yang kauinginkan, tidak dapat menyamainya. Umur panjang ada di tangan kanannya, di tangan kirinya kekayaan dan kehormatan. Jalannya adalah jalan penuh bahagia, segala jalannya sejahtera semata-mata. Ia menjadi pohon kehidupan bagi orang yang memegangnya, siapa yang berpegang padanya akan disebut berbahagia.”—Amsal 3:13-18.

      23, 24. Mengapa kita dapat yakin bahwa semua hamba Yehuwa yang setia akan berbahagia dalam sistem perkara-perkara baru?

      23 Semoga mereka dari antara kita yang telah menikah mendapatkan kebahagiaan kekal dalam melakukan kehendak ilahi. Dan semoga semua saudara dan saudari yang kita kasihi yang melajang karena pilihan mereka sendiri atau keadaan yang memaksa, bertekun dalam semua ujian dan mendapatkan kebahagiaan dan kepuasan dalam melayani Yehuwa sekarang dan selamanya. (Lukas 18:29, 30; 2 Petrus 3:11-13) Dalam sistem perkara Allah yang akan datang, ”semua kitab [”gulungan”, NW] akan dibuka. (Wahyu 20:12) Ini akan berisi hukum-hukum dan peraturan-peraturan baru yang menggetarkan yang menyumbang kepada kebahagiaan umat manusia yang patuh.

      24 Pasti, kita dapat merasa yakin bahwa ’Allah kita yang bahagia’ menyediakan perkara-perkara menakjubkan bagi kita yang akan menghasilkan kebahagiaan yang lengkap. (1 Timotius 1:11) Allah akan terus ’membuka tangan-Nya dan memuaskan keinginan segala yang hidup’. (Mazmur 145:16) Tidak mengherankan ada dan selalu akan ada kebahagiaan sejati dalam melayani Yehuwa.

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan