-
Langit dan SurgaPemahaman Alkitab, Jilid 1
-
-
Langit berupa atmosfer bumi. ”Langit” dapat memaksudkan seluruh atmosfer bumi; di sini embun dan embun beku terbentuk (Kej 27:28; Ayb 38:29), burung-burung terbang (Ul 4:17; Ams 30:19; Mat 6:26), angin berembus (Mz 78:26), kilat berkilau (Luk 17:24), dan awan melayang serta menurunkan hujan, salju, atau hujan batu (Yos 10:11; 1Raj 18:45; Yes 55:10; Kis 14:17). ”Langit” adakalanya memaksudkan kubah atau lengkungan yang tampak seolah-olah melingkungi bumi.—Mat 16:1-3; Kis 1:10, 11.
Daerah di atmosfer ini biasanya disamakan dengan ”angkasa” [Ibr., ra·qiʹaʽ]” yang dibentuk pada periode kedua penciptaan, sebagaimana diuraikan di Kejadian 1:6-8. Tampaknya, ”langit” inilah yang dimaksud dalam Kejadian 2:4; Keluaran 20:11; 31:17 sewaktu mengisahkan penciptaan ”langit dan bumi”.—Lihat ANGKASA.
Sewaktu angkasa berupa atmosfer terbentuk, permukaan air di bumi dipisahkan dari air lain di atas angkasa itu. Hal ini menjelaskan ungkapan yang digunakan sehubungan dengan Air Bah sedunia pada zaman Nuh, yakni ”pecahlah semua sumber air yang dalam dan sangat luas dan terbukalah pintu-pintu air di langit”. (Kej 7:11; bdk. Ams 8:27, 28.) Sewaktu Air Bah, air yang tertahan di atas angkasa tampaknya turun seolah-olah melewati saluran-saluran tertentu, tercurah dalam bentuk hujan. Sewaktu tempat penyimpanan air yang sangat besar ini telah mengosongkan diri, ”pintu-pintu air di langit” tersebut pun seolah-olah ”ditutup”.—Kej 8:2.
Luar angkasa. ”Langit” terbentang melewati atmosfer bumi dan mencakup wilayah di luar angkasa dengan benda-bendanya, ”seluruh bala tentara langit”—matahari, bulan, bintang-bintang, dan berbagai konstelasi bintang. (Ul 4:19; Yes 13:10; 1Kor 15:40, 41; Ibr 11:12) Ayat pertama dalam Alkitab menyebutkan bahwa langit berbintang tersebut diciptakan sebelum bumi dikembangkan untuk dihuni manusia. (Kej 1:1) Langit ini memperlihatkan kemuliaan Allah, seperti halnya angkasa berupa atmosfer, sebagai hasil karya ’jari’ Allah. (Mz 8:3; 19:1-6) Semua benda langit tersebut dikendalikan oleh ”ketetapan bagi langit” yang berasal dari Allah. Para astronom, sekalipun memiliki perlengkapan modern dan pengetahuan matematika yang mutakhir, masih belum sanggup memahami sepenuhnya ketetapan-ketetapan ini. (Ayb 38:33; Yer 33:25) Akan tetapi, penemuan mereka meneguhkan bahwa mustahil bagi manusia untuk mengukur langit atau menghitung jumlah bintang. (Yer 31:37; 33:22; lihat BINTANG.) Namun, semuanya itu telah dihitung dan dinamai oleh Allah.—Mz 147:4; Yes 40:26.
”Tengah langit” dan ’ujung-ujung langit’. Ungkapan ”tengah langit” memaksudkan daerah dalam angkasa berupa atmosfer bumi tempat terbangnya burung-burung, misalnya elang. (Pny 8:13; 14:6; 19:17; Ul 4:11 [Ibr., ”jantung langit”]) Ungkapan yang agak mirip adalah ”antara bumi dan langit”. (1Taw 21:16; 2Sam 18:9) Pernyataan bahwa Babilon, sang penyerang, maju dari ”ujung langit” tampaknya memaksudkan bahwa mereka datang dari kejauhan di cakrawala (tempat bumi dan langit tampak bertemu serta matahari tampak terbit dan tenggelam). (Yes 13:5; bdk. Mz 19:4-6.) Demikian pula, ”dari keempat ujung langit” tampaknya memaksudkan keempat titik pada kompas, yang berarti mencakup keempat penjuru bumi. (Yer 49:36; bdk. Dan 8:8; 11:4; Mat 24:31; Mrk 13:27.) Sebagaimana langit mengelilingi bumi pada semua sisi, pandangan Yehuwa atas segala sesuatu ”di bawah seluruh langit” mencakup seluruh bola bumi.—Ayb 28:24.
Langit berawan. Kata Ibrani lainnya, syaʹkhaq, juga digunakan untuk memaksudkan ”langit” atau awannya. (Ul 33:26; Ams 3:20; Yes 45:8) Kata ini dapat berarti sesuatu yang tampak seperti kubah atau lengkungan yang melingkungi bumi dan berwarna biru pada siang hari dan berhiaskan bintang-bintang pada malam hari. (Mz 89:37) Dalam kebanyakan kasus, si penulis tampaknya hanya memaksudkan sesuatu yang berada jauh di atas manusia tanpa menyebutkan secara jelas bagian mana dari ”angkasa” yang tercakup. (Mz 57:10; 108:4) Arti dasar kata Ibraninya adalah sesuatu yang ditumbuk hingga halus atau dilumatkan (2Sam 22:43), seperti ”lapisan tipis debu” (syaʹkhaq) di Yesaya 40:15. Makna tersebut sangat cocok, mengingat awan terbentuk sewaktu udara hangat, yang membubung ke atas dari bumi, menjadi sejuk hingga titik pengembunan, dan uap air di dalamnya berkondensasi menjadi partikel-partikel kecil yang adakalanya disebut debu air. (Bdk. Ayb 36:27, 28; lihat AWAN.) Sebagai alasan tambahan, pengaruh visual berupa warna biru pada kubah langit disebabkan oleh berdifusinya berkas sinar matahari oleh partikel debu halus di atmosfer, molekul uap air, dan, hingga taraf tertentu, molekul gas-gas lain di atmosfer, seperti oksigen, nitrogen, dan karbon dioksida. Dengan membentuk atmosfer semacam itu, Allah seolah-olah ’menempa langit, keras seperti cermin tuangan’, menetapkan batas, atau pemisah, yang jelas untuk kubah biru berupa atmosfer di atas manusia.—Ayb 37:18.
Partikel-partikel pembentuk atmosfer sebenarnya dimampatkan oleh tarikan gravitasi, dan batas terluarnya telah ditetapkan, karena gravitasi mencegah partikel-partikel tersebut keluar dari bumi. (Kej 1:6-8) Partikel-partikel tersebut memantulkan cahaya matahari seperti sebuah cermin. Hal inilah yang membuat langit tampak cemerlang, sedangkan tanpa atmosfer, seorang pengamat di bumi hanya akan melihat langit yang kelam, dan benda-benda langit bersinar dengan cemerlang pada latar belakang hitam, seperti halnya jika dilihat di bulan yang tak beratmosfer. Para astronaut yang mengamati dari luar angkasa melihat atmosfer bumi bagaikan lingkaran halo yang berpendar.
”Langit segala langit.” Ungkapan ”langit segala langit” dianggap memaksudkan langit tertinggi dan mencakup seluruh langit, seberapa pun luasnya, karena langit terbentang dari bumi ke seluruh penjuru.—Ul 10:14; Neh 9:6.
Salomo, pembangun bait di Yerusalem, menyatakan bahwa ”langit, ya, langit segala langit” tidak dapat memuat Allah. (1Raj 8:27) Sebagai Pencipta langit, kedudukan Yehuwa jauh di atas semuanya itu, dan ”namanya saja yang tinggi tidak terjangkau. Kehormatannya mengatasi bumi dan langit”. (Mz 148:13) Yehuwa mengukur langit semudah manusia mengukur suatu benda dengan merentangkan jari-jarinya sehingga benda itu terletak di antara ujung ibu jari dan ujung kelingking. (Yes 40:12) Pernyataan Salomo tidak memaksudkan bahwa Allah tidak memiliki tempat kediaman yang spesifik. Pernyataan itu juga tidak memaksudkan bahwa Ia secara harfiah ada di mana-mana atau di dalam segala sesuatu. Hal ini dapat terlihat dari fakta bahwa Salomo juga mengatakan bahwa Yehuwa mendengarkan ”dari surga, tempat tinggalmu yang tetap”, yakni alam roh.—1Raj 8:30, 39.
Jadi, secara fisik, istilah ”langit” sangat luas cakupannya. Istilah ini dapat memaksudkan tempat yang paling jauh di alam semesta, dan juga sesuatu yang benar-benar tinggi, atau mulia, hingga taraf yang luar biasa. Itulah sebabnya, para penumpang kapal yang diombang-ambingkan badai dikatakan ”naik sampai ke langit, . . . turun sampai ke dasar”. (Mz 107:26) Demikian pula, para pembangun Menara Babel berniat mendirikan sebuah bangunan yang ”puncaknya sampai ke langit”, atau bisa dikatakan sebuah ”pencakar langit”. (Kej 11:4; bdk. Yer 51:53.) Dan nubuat di Amos 9:2 menyebutkan bahwa orang-orang ”naik ke langit” dalam upaya yang sia-sia untuk mengelak dari penghakiman oleh Yehuwa, yang tampaknya berarti bahwa mereka akan mencoba melarikan diri ke wilayah pegunungan yang tinggi.
-
-
Langit dan SurgaPemahaman Alkitab, Jilid 1
-
-
Langit berawan. Kata Ibrani lainnya, syaʹkhaq, juga digunakan untuk memaksudkan ”langit” atau awannya. (Ul 33:26; Ams 3:20; Yes 45:8) Kata ini dapat berarti sesuatu yang tampak seperti kubah atau lengkungan yang melingkungi bumi dan berwarna biru pada siang hari dan berhiaskan bintang-bintang pada malam hari. (Mz 89:37) Dalam kebanyakan kasus, si penulis tampaknya hanya memaksudkan sesuatu yang berada jauh di atas manusia tanpa menyebutkan secara jelas bagian mana dari ”angkasa” yang tercakup. (Mz 57:10; 108:4) Arti dasar kata Ibraninya adalah sesuatu yang ditumbuk hingga halus atau dilumatkan (2Sam 22:43), seperti ”lapisan tipis debu” (syaʹkhaq) di Yesaya 40:15. Makna tersebut sangat cocok, mengingat awan terbentuk sewaktu udara hangat, yang membubung ke atas dari bumi, menjadi sejuk hingga titik pengembunan, dan uap air di dalamnya berkondensasi menjadi partikel-partikel kecil yang adakalanya disebut debu air. (Bdk. Ayb 36:27, 28; lihat AWAN.) Sebagai alasan tambahan, pengaruh visual berupa warna biru pada kubah langit disebabkan oleh berdifusinya berkas sinar matahari oleh partikel debu halus di atmosfer, molekul uap air, dan, hingga taraf tertentu, molekul gas-gas lain di atmosfer, seperti oksigen, nitrogen, dan karbon dioksida. Dengan membentuk atmosfer semacam itu, Allah seolah-olah ’menempa langit, keras seperti cermin tuangan’, menetapkan batas, atau pemisah, yang jelas untuk kubah biru berupa atmosfer di atas manusia.—Ayb 37:18.
Partikel-partikel pembentuk atmosfer sebenarnya dimampatkan oleh tarikan gravitasi, dan batas terluarnya telah ditetapkan, karena gravitasi mencegah partikel-partikel tersebut keluar dari bumi. (Kej 1:6-8) Partikel-partikel tersebut memantulkan cahaya matahari seperti sebuah cermin. Hal inilah yang membuat langit tampak cemerlang, sedangkan tanpa atmosfer, seorang pengamat di bumi hanya akan melihat langit yang kelam, dan benda-benda langit bersinar dengan cemerlang pada latar belakang hitam, seperti halnya jika dilihat di bulan yang tak beratmosfer. Para astronaut yang mengamati dari luar angkasa melihat atmosfer bumi bagaikan lingkaran halo yang berpendar.
”Langit segala langit.” Ungkapan ”langit segala langit” dianggap memaksudkan langit tertinggi dan mencakup seluruh langit, seberapa pun luasnya, karena langit terbentang dari bumi ke seluruh penjuru.—Ul 10:14; Neh 9:6.
Salomo, pembangun bait di Yerusalem, menyatakan bahwa ”langit, ya, langit segala langit” tidak dapat memuat Allah. (1Raj 8:27) Sebagai Pencipta langit, kedudukan Yehuwa jauh di atas semuanya itu, dan ”namanya saja yang tinggi tidak terjangkau. Kehormatannya mengatasi bumi dan langit”. (Mz 148:13) Yehuwa mengukur langit semudah manusia mengukur suatu benda dengan merentangkan jari-jarinya sehingga benda itu terletak di antara ujung ibu jari dan ujung kelingking. (Yes 40:12) Pernyataan Salomo tidak memaksudkan bahwa Allah tidak memiliki tempat kediaman yang spesifik. Pernyataan itu juga tidak memaksudkan bahwa Ia secara harfiah ada di mana-mana atau di dalam segala sesuatu. Hal ini dapat terlihat dari fakta bahwa Salomo juga mengatakan bahwa Yehuwa mendengarkan ”dari surga, tempat tinggalmu yang tetap”, yakni alam roh.—1Raj 8:30, 39.
Jadi, secara fisik, istilah ”langit” sangat luas cakupannya. Istilah ini dapat memaksudkan tempat yang paling jauh di alam semesta, dan juga sesuatu yang benar-benar tinggi, atau mulia, hingga taraf yang luar biasa. Itulah sebabnya, para penumpang kapal yang diombang-ambingkan badai dikatakan ”naik sampai ke langit, . . . turun sampai ke dasar”. (Mz 107:26) Demikian pula, para pembangun Menara Babel berniat mendirikan sebuah bangunan yang ”puncaknya sampai ke langit”, atau bisa dikatakan sebuah ”pencakar langit”. (Kej 11:4; bdk. Yer 51:53.) Dan nubuat di Amos 9:2 menyebutkan bahwa orang-orang ”naik ke langit” dalam upaya yang sia-sia untuk mengelak dari penghakiman oleh Yehuwa, yang tampaknya berarti bahwa mereka akan mencoba melarikan diri ke wilayah pegunungan yang tinggi.
-