PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Ketundukan Ilahi​—Mengapa dan oleh Siapa?
    Menara Pengawal—1993 | 1 Februari
    • Ketundukan Ilahi​—Mengapa dan oleh Siapa?

      ”Aku tahu, ya [Yehuwa], bahwa manusia tidak berkuasa untuk menentukan jalannya, dan orang yang berjalan tidak berkuasa untuk menetapkan langkahnya.”—YEREMIA 10:23.

      1. Bentuk-bentuk apa dari kemerdekaan telah secara luas dihargai?

      DI ANTARA dokumen-dokumen manusia yang paling terkenal terdapat Deklarasi Kemerdekaan pada abad ke-18, yang dengannya 13 koloni Inggris di Amerika Utara memproklamirkan kemerdekaan dari negara penjajah mereka, Inggris. Mereka menginginkan kebebasan, dan kemerdekaan dari kekuasaan asing serta kebebasan berjalan beriringan. Kemerdekaan politik dan ekonomi dapat mendatangkan manfaat besar. Belakangan ini, beberapa negeri di Eropa Timur telah bergerak menuju kemerdekaan politik. Namun, harus diakui bahwa di negeri-negeri tersebut, kemerdekaan demikian telah membawa banyak masalah serius.

      2, 3. (a) Bentuk kemerdekaan apa yang tidak didambakan? (b) Bagaimana fakta ini mula-mula ditegaskan?

      2 Meskipun berbagai bentuk kemerdekaan sangat diinginkan, ada satu bentuk kemerdekaan yang sangat tidak didambakan. Apakah itu? Kemerdekaan dari Pencipta manusia, Allah Yehuwa. Ini bukanlah berkat melainkan kutuk. Mengapa? Karena manusia tidak pernah dimaksudkan untuk bertindak terlepas dari Penciptanya, seperti yang diperlihatkan dengan tepat oleh kata-kata nabi Yeremia yang dikutip di atas. Dengan kata lain, manusia dimaksudkan untuk tunduk kepada Penciptanya. Untuk tunduk kepada Pencipta kita berarti taat kepada-Nya.

      3 Fakta tersebut ditegaskan kepada pasangan manusia pertama melalui perintah Yehuwa kepada mereka yang dicatat di Kejadian 2:16, 17, ”Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.” Penolakan untuk tunduk kepada Penciptanya membawa Adam dan semua keturunannya kepada dosa, penderitaan, dan kematian.—Kejadian 3:19; Roma 5:12.

      4, 5. (a) Apa yang dihasilkan oleh penolakan manusia untuk tunduk kepada Allah? (b) Hukum moral apa tidak dapat dielakkan?

      4 Penolakan manusia untuk tunduk kepada Allah tidaklah bijaksana dan juga salah secara moral. Dalam dunia ini, hal tersebut telah menghasilkan meluasnya kefasikan, kejahatan, kekerasan, dan perbuatan seksual yang amoral dengan akibat-akibatnya berupa penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Selain itu, bukankah meluasnya kejahatan remaja terutama karena orang-orang muda menolak untuk tunduk kepada Yehuwa, maupun kepada orang-tua mereka dan kepada hukum-hukum di negeri setempat? Semangat ingin bebas ini tampak pada cara berpakaian yang aneh dan sembarangan dari banyak orang dan dalam bahasa kotor yang mereka gunakan.

      5 Namun tak seorang pun dapat luput dari hukum moral Yehuwa yang tegas, ”Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diriNya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu.”—Galatia 6:7, 8.

      6, 7. Apa akar penyebab penolakan untuk tunduk, sebagaimana dapat dilihat dari contoh-contoh apa?

      6 Apakah akar penyebab semua penolakan untuk ketundukan ini? Dengan sederhana, ini adalah sifat mementingkan diri dan keangkuhan. Itulah sebabnya mengapa Hawa, wanita pertama, membiarkan dirinya diperdaya oleh ular dan mengambil buah yang dilarang. Seandainya ia bersahaja dan rendah hati, godaan untuk menjadi seperti Allah—memutuskan bagi dirinya sendiri apa yang baik dan yang jahat—tidak akan menarik baginya. Dan seandainya ia tidak mementingkan diri, ia tidak akan menginginkan sesuatu yang telah dinyatakan terlarang oleh Pembuatnya, Allah Yehuwa.—Kejadian 2:16, 17.

      7 Tidak lama setelah kejatuhan Adam dan Hawa, keangkuhan dan sifat mementingkan diri menyebabkan Kain membunuh saudaranya Habel. Juga, sifat mementingkan diri menyebabkan malaikat-malaikat tertentu bertindak dengan bebas, meninggalkan tempat asal mereka dan menjelma menjadi manusia agar dapat menikmati kesenangan hawa nafsu. Keangkuhan dan sifat mementingkan diri mendorong Nimrod dan telah mencirikan kebanyakan pemimpin dunia sejak zamannya.—Kejadian 3:6, 7; 4:6-8; 1 Yohanes 3:12; Yudas 6.

      Mengapa Kita Berutang Ketundukan kepada Allah Yehuwa

      8-11. Apa empat alasan kuat bagi kita untuk mempraktikkan ketundukan ilahi?

      8 Mengapa kita berutang ketundukan kepada Allah Yehuwa, Pembuat kita? Pertama karena Ia adalah Penguasa Universal. Semua kekuasaan dengan sah berada di bawah kuasa-Nya. Ia adalah Hakim, Pemberi Hukum, dan Raja kita. (Yesaya 33:22) Dengan tepat telah ditulis mengenai Dia, ”Tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapanNya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepadaNya kita harus memberikan pertanggungan jawab.”—Ibrani 4:13.

      9 Selain itu, karena Pembuat kita mahakuasa, tak seorang pun dapat berhasil menentang-Nya; tak seorang pun dapat mengabaikan kewajiban mereka untuk tunduk kepada-Nya. Cepat atau lambat, mereka yang menolak akan dibinasakan seperti Firaun pada zaman purba dan seperti Setan si Iblis kelak pada waktu yang Allah tentukan.—Mazmur 136:1, 11-15; Wahyu 11:17; 20:10, 14.

      10 Ketundukan adalah kewajiban dari semua makhluk cerdas karena keberadaan mereka adalah untuk tujuan melayani Pembuat mereka. Wahyu 4:11 berkata, ”Ya Tuhan dan Allah kami, Engkau layak menerima puji-pujian dan hormat dan kuasa; sebab Engkau telah menciptakan segala sesuatu; dan oleh karena kehendakMu semuanya itu ada dan diciptakan.” Ia adalah Tukang Periuk Agung, dan Ia membuat bejana manusia untuk melayani maksud-tujuan-Nya.—Yesaya 29:16; 64:8.

      11 Kita hendaknya tidak mengabaikan fakta bahwa Pembuat kita senantiasa bijaksana, sehingga Ia tahu apa yang terbaik bagi kita. (Roma 11:33) Hukum-hukum-Nya adalah ’demi kebaikan kita’. (Ulangan 10:12, 13) Di atas semuanya, ”Allah adalah kasih”, maka Ia menginginkan hanya yang terbaik bagi kita. Betapa banyak alasan kuat yang kita miliki untuk tunduk kepada Pembuat kita, Allah Yehuwa!—1 Yohanes 4:8.

      Kristus Yesus, Teladan Sempurna dari Ketundukan Ilahi

      12, 13. (a) Bagaimana Kristus Yesus memperlihatkan ketundukan ilahi? (b) Kata-kata apa dari Yesus memperlihatkan sikap ketundukannya?

      12 Tidak diragukan, putra tunggal Yehuwa, Kristus Yesus, memberikan kita teladan sempurna dari ketundukan ilahi. Rasul Paulus memperlihatkan hal ini di Filipi 2:6-8, ”[Yesus] yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diriNya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia [selanjutnya] telah merendahkan diriNya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” Ketika berada di bumi, Yesus berulang kali menyatakan bahwa ia tidak melakukan apa pun atas inisiatifnya sendiri; ia tidak bertindak semaunya, tetapi selalu tunduk kepada Bapa surgawinya.

      13 Kita membaca di Yohanes 5:19, 30, ”Yesus menjawab mereka, kataNya: ’Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diriNya sendiri, jikalau tidak Ia melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak. Aku tidak dapat berbuat apa-apa dari diriKu sendiri; Aku menghakimi sesuai dengan apa yang Aku dengar, dan penghakimanKu adil, sebab Aku tidak menuruti kehendakKu sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku.’” Demikian pula, pada malam ia dikhianati ia berulang kali berdoa, ”Janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.”—Matius 26:39, 42, 44; lihat juga Yohanes 7:28; 8:28, 42.

      Teladan-Teladan Ketundukan Ilahi pada Zaman Dahulu

      14. Dalam cara-cara apa Nuh memperlihatkan ketundukan ilahi?

      14 Di antara orang-orang yang menjadi teladan ketundukan ilahi pada masa awal adalah Nuh. Ia memperlihatkan ketundukannya dalam tiga cara. Pertama, dengan menjadi pria yang adil-benar, tak bersalah di antara orang-orang sezamannya, berjalan dengan Allah yang benar. (Kejadian 6:9) Kedua, dengan membangun bahtera. Ia ”melakukan semuanya itu; tepat seperti yang diperintahkan Allah kepadanya, demikianlah dilakukannya”. (Kejadian 6:22) Ketiga, dengan mengumumkan peringatan tentang datangnya Air Bah sebagai ”pemberita kebenaran”.—2 Petrus 2:5.

      15, 16. (a) Teladan baik apa diberikan Abraham dalam hal ketundukan ilahi? (b) Bagaimana Sara memperlihatkan ketundukan?

      15 Abraham adalah teladan lain yang menonjol dari ketundukan ilahi. Ia memperlihatkan ketundukan dengan menaati perintah Allah, ”Pergilah dari negerimu”. (Kejadian 12:1) Ini berarti meninggalkan lingkungannya yang nyaman di Ur (kota yang penting, seperti yang diperlihatkan oleh penemuan-penemuan arkeologi) berkelana sebagai seorang pengembara di negeri asing selama ratusan tahun. Abraham memperlihatkan ketundukan ilahi dalam menghadapi ujian besar dengan rela mengorbankan Ishak, putranya.—Kejadian 22:1-12.

      16 Istri Abraham, Sara, menyediakan bagi kita contoh lain yang baik dari ketundukan ilahi. Berkelana di negeri asing tidak diragukan membawa banyak ketidaknyamanan, namun tak pernah kita membaca bahwa ia mengeluh. Ia memberikan teladan yang baik dari ketundukan ilahi dalam dua peristiwa ketika Abraham memperkenalkannya sebagai saudara perempuannya di hadapan penguasa-penguasa kafir. Pada kedua peristiwa itu ia bekerja sama, meskipun sebagai akibatnya ia nyaris menjadi anggota dari harem mereka. Ia membuktikan ketundukan ilahinya dengan cara ia menyapa suaminya, Abraham, sebagai ”tuanku”, memperlihatkan bahwa ketundukan demikian merupakan sikap hatinya yang tulus.—Kejadian 12:11-20; 18:12; 20:2-18; 1 Petrus 3:6.

      17. Mengapa dapat dikatakan bahwa Ishak memperlihatkan ketundukan ilahi?

      17 Janganlah kita mengabaikan contoh ketundukan ilahi yang diperlihatkan oleh putra Abraham, Ishak. Tradisi Yahudi menunjukkan bahwa Ishak kira-kira berusia 25 tahun ketika Yehuwa memerintahkan ayahnya, Abraham, untuk mempersembahkannya sebagai korban. Bila Ishak ingin, ia dapat dengan mudah melawan ayahnya, yang berusia seratus tahun lebih tua. Namun tidak. Meskipun Ishak merasa heran bahwa tidak ada seekor binatang pun untuk korban, dengan rela ia tunduk kepada ayahnya yang menaruh dia di atas mezbah dan kemudian mengikat tangan serta kakinya untuk mencegah atau mengendalikan reaksi-reaksi tak sengaja apa pun yang mungkin terjadi bila pisau untuk menyembelih digunakan.—Kejadian 22:7-9.

      18. Bagaimana Musa memperlihatkan ketundukan ilahi yang menjadi teladan?

      18 Bertahun-tahun kemudian, Musa memberikan contoh yang baik bagi kita dalam ketundukan ilahi. Hal ini jelas diperlihatkan oleh digambarkannya ia sebagai ”seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi”. (Bilangan 12:3) Ketaatannya melaksanakan perintah Yehuwa selama 40 tahun di padang belantara, meskipun ia harus mengawasi umat yang berjumlah dua atau tiga juta orang yang suka memberontak, lebih jauh membuktikan ketundukan ilahinya. Dengan demikian catatan memberi tahu bahwa ”Musa melakukan semuanya itu tepat seperti yang diperintahkan [Yehuwa] kepadanya, demikianlah dilakukannya”.—Keluaran 40:16.

      19. Dengan kata-kata apa Ayub memperlihatkan ketundukannya kepada Yehuwa?

      19 Ayub adalah pribadi menonjol lain yang memberikan kita teladan menakjubkan dalam ketundukan ilahi. Setelah Yehuwa mengizinkan Setan untuk merampas semua milik Ayub, untuk membunuh anak-anaknya, dan kemudian menimpakan ”barah yang busuk dari telapak kakinya sampai ke batu kepalanya”, istri Ayub berkata kepadanya, ”Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!” Namun, Ayub memperlihatkan ketundukan ilahinya dengan berkata kepadanya, ”Engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?” (Ayub 2:7-10) Kata-katanya di Ayub 13:15 (BIS) memperlihatkan sikap mental yang sama, ”Jika Allah hendak membunuhku, aku berserah saja.” Sebenarnya, meskipun Ayub sangat prihatin akan pembenarannya sendiri, kita hendaknya tidak melupakan bahwa pada akhirnya Yehuwa berkata kepada salah seorang penghibur palsunya, ”MurkaKu menyala terhadap engkau dan terhadap kedua sahabatmu, karena kamu tidak berkata benar tentang Aku seperti hambaKu Ayub.” Tak diragukan, Ayub menyediakan bagi kita suatu teladan yang baik dari ketundukan ilahi.—Ayub 42:7.

      20. Dalam segi-segi apa Daud memperlihatkan ketundukan ilahi?

      20 Satu lagi teladan dari Kitab-Kitab Ibrani adalah Daud. Ketika Raja Saul memburu Daud seolah-olah ia seekor binatang, Daud memiliki dua kesempatan untuk mengakhiri kesulitannya dengan membunuh Saul. Namun, ketundukan ilahi dari Daud mencegahnya berbuat demikian. Kata-katanya dicatat 1 Samuel 24:7, ”Dijauhkan [Yehuwa]lah kiranya dari padaku untuk melakukan hal yang demikian kepada tuanku, kepada orang yang diurapi [Yehuwa], yakni menjamah dia, sebab dialah orang yang diurapi [Yehuwa].” (Lihat juga 1 Samuel 26:9-11.) Dengan cara yang sama ia memperlihatkan ketundukan ilahinya ketika menerima teguran sewaktu ia membuat kesalahan atau telah berdosa.—2 Samuel 12:13; 24:17; 1 Tawarikh 15:13.

      Teladan Paulus dalam Ketundukan

      21-23. Dalam berbagai contoh apa Paulus memperlihatkan ketundukan ilahi?

      21 Dalam Kitab-Kitab Yunani Kristen, kita memiliki teladan menonjol dari ketundukan ilahi dalam diri rasul Paulus. Ia meniru Majikannya, Kristus Yesus, dalam hal ketundukan ini sebagaimana yang ia lakukan dalam segala aspek lain dari pelayanannya sebagai rasul. (1 Korintus 11:1) Sekalipun Allah Yehuwa menggunakan Paulus secara lebih berkuasa daripada siapa pun di antara rasul-rasul lain, Paulus tidak pernah bertindak secara independen. Lukas memberi tahu kita bahwa ketika pertanyaan timbul berkenaan apakah orang-orang Kristen non-Yahudi perlu disunat, ”Akhirnya ditetapkan [oleh saudara-saudara di Antiokhia], supaya Paulus dan Barnabas serta beberapa orang lain dari jemaat itu pergi kepada rasul-rasul dan penatua-penatua di Yerusalem untuk membicarakan soal itu.”—Kisah 15:2.

      22 Berkenaan pelayanan utusan injil Paulus, kita diberi tahu di Galatia 2:9, ”Setelah melihat kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, maka Yakobus, Kefas dan Yohanes, yang dipandang sebagai sokoguru jemaat, berjabat tangan dengan aku dan dengan Barnabas sebagai tanda persekutuan, supaya kami pergi kepada orang-orang yang tidak bersunat dan mereka kepada orang-orang yang bersunat.” Sebaliknya daripada bertindak secara independen, Paulus mencari bimbingan.

      23 Demikian pula, kali terakhir Paulus berada di Yerusalem, ia menerima nasihat yang diberikan oleh para penatua di sana berkenaan dengan pergi ke bait dan mengikuti prosedur dari Taurat sehingga semua dapat melihat bahwa ia bukanlah seorang yang murtad sejauh Taurat Musa terlibat. Mengingat fakta bahwa akibat mengikuti prosedur Taurat tampaknya berakhir fatal dengan adanya gerombolan yang dihasut untuk melawan dia, apakah ketundukannya kepada para penatua tersebut suatu kesalahan? Sama sekali tidak, seperti yang dibuktikan dari apa yang kita baca di Kisah 23:11, ”Pada malam berikutnya Tuhan datang berdiri di sisinya dan berkata kepadanya: ’Kuatkanlah hatimu, sebab sebagaimana engkau dengan berani telah bersaksi tentang Aku di Yerusalem, demikian jugalah hendaknya engkau pergi bersaksi di Roma.’”

      24. Segi-segi lebih jauh apa dari ketundukan akan dibahas di artikel berikut?

      24 Alkitab benar-benar memberikan kita alasan-alasan yang kuat agar kita tunduk dan meniru teladan dari mereka yang memperlihatkan ketundukan demikian. Di artikel berikut, kita akan membahas bagaimana kita dapat memperlihatkan ketundukan kepada Allah Yehuwa dalam berbagai bidang, bantuan untuk melakukan hal itu, serta imbalan yang dihasilkannya.

  • Apa yang Dituntut Ketundukan Ilahi dari Diri Kita
    Menara Pengawal—1993 | 1 Februari
    • Apa yang Dituntut Ketundukan Ilahi dari Diri Kita

      ”Karena itu tunduklah kepada Allah”.—YAKOBUS 4:7.

      1. Apa yang dapat dikatakan tentang pribadi Allah yang kita sembah?

      ALLAH Yehuwa sungguh sangat menakjubkan! Tidak ada tandingan, tak terselidiki, tidak ada bandingan, unik dalam begitu banyak hal! Dialah Pribadi yang Mahatinggi, Penguasa Universal, yang memegang semua kekuasaan yang benar. Dia ada dari kekal sampai kekal dan begitu mulia sehingga tidak seorang pun dapat melihat Dia dan tetap hidup. (Keluaran 33:20; Roma 16:26) Dia tidak terbatas dalam kuasa dan hikmat, mutlak sempurna dalam keadilan, dan personifikasi yang sesungguhnya dari kasih. Dia adalah Pencipta kita, Hakim kita, Pemberi Hukum kita, serta Raja kita. Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna datang dari Dia.—Mazmur 100:3; Yesaya 33:22; Yakobus 1:17.

      2. Ketundukan ilahi melibatkan hal-hal apa?

      2 Mengingat semua fakta ini, tidak ada keraguan berkenaan kewajiban kita untuk tunduk kepada-Nya. Namun, hal ini menuntut apa dari kita? Ada beberapa hal yang terlibat. Karena kita secara pribadi tidak dapat melihat Allah Yehuwa, ketundukan kepada-Nya mencakup mendengarkan suara hati nurani yang terlatih, bekerja sama dengan organisasi Allah di bumi, mengakui wewenang pemerintah duniawi, dan menghormati prinsip kekepalaan dalam lingkungan keluarga.

      Mempertahankan Hati Nurani yang Baik

      3. Untuk memelihara hati nurani yang baik, kita harus taat kepada peraturan macam apa?

      3 Untuk memelihara hati nurani yang baik, kita harus taat kepada hal-hal yang tidak dapat ditegakkan—yang berarti, kepada hukum-hukum atau prinsip-prinsip yang tidak dapat ditegakkan manusia. Misalnya, perintah yang kesepuluh dari Dasatitah [Sepuluh Perintah], yang melarang keinginan terhadap milik orang lain, tidak dapat ditegakkan oleh wewenang manusia. Sebagai tambahan, ini membuktikan sumber ilahi dari Sepuluh Perintah itu, karena tak ada badan legislatif mana pun akan membuat suatu hukum yang tidak dapat ditegakkan melalui sanksi-sanksi bila hukum itu dilanggar. Melalui hukum ini, Allah Yehuwa memberikan kepada setiap orang Israel tanggung jawab untuk menjadi polisi bagi dirinya sendiri—jika ia ingin memiliki hati nurani yang baik. (Keluaran 20:17) Demikian pula, di antara perbuatan-perbuatan daging yang dapat menghalangi seseorang mewarisi Kerajaan Allah adalah ”iri hati” dan ”kedengkian”—reaksi yang terhadapnya sanksi-sanksi tidak dapat ditegakkan oleh hakim-hakim manusiawi. (Galatia 5:19-21) Namun untuk mempertahankan hati nurani yang baik, kita harus menghindari hal-hal tersebut.

      4. Untuk memelihara hati nurani yang baik, kita harus hidup selaras dengan prinsip-prinsip Alkitab apa?

      4 Ya, kita harus hidup selaras dengan prinsip-prinsip Alkitab. Prinsip-prinsip demikian dapat diringkaskan dalam dua perintah yang dikatakan Kristus Yesus sebagai jawaban atas pertanyaan berkenaan hukum mana yang terutama di antara hukum-hukum Musa. ”Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. . . . Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (Matius 22:36-40) Kata-kata Yesus yang dicatat di Matius 7:12 menggambarkan apa yang terlibat dalam bagian kedua dari hukum-hukum ini, ”Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.”

      5. Bagaimana kita dapat memelihara hubungan yang baik dengan Allah Yehuwa?

      5 Kita harus melakukan apa yang kita tahu benar dan menjauhi perbuatan yang kita tahu salah, tidak soal apakah orang lain memperhatikannya atau tidak. Halnya demikian meskipun kita mungkin dapat lolos tanpa melakukan apa yang seharusnya kita lakukan atau melakukan sesuatu yang seharusnya tidak kita lakukan. Ini berarti memelihara hubungan yang baik dengan Bapa surgawi kita, terus mengingat peringatan yang dinyatakan oleh rasul Paulus dalam Ibrani 4:13, ”Tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapanNya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepadaNya kita harus memberikan pertanggungan jawab.” Terus bertekun melakukan apa yang benar akan membantu kita melawan tipu muslihat Iblis, menolak tekanan-tekanan dunia ini, dan berjuang melawan kecenderungan untuk mementingkan diri yang kita warisi.—Bandingkan Efesus 6:11.

      Ketundukan kepada Organisasi Allah

      6. Saluran-saluran komunikasi apa digunakan Yehuwa pada zaman pra-Kristen?

      6 Allah Yehuwa tidak menyerahkan sepenuhnya kepada kita masing-masing untuk memutuskan cara kita harus menerapkan prinsip-prinsip Alkitab dalam kehidupan kita. Sejak awal sejarah umat manusia, Allah telah menggunakan manusia sebagai saluran komunikasi. Maka, Adam adalah juru bicara Allah bagi Hawa. Perintah tentang buah terlarang telah diberikan kepada Adam sebelum Hawa diciptakan, maka Adam pasti telah memberi tahu Hawa tentang tuntutan Allah kepadanya. (Kejadian 2:16-23) Nuh adalah nabi Allah bagi keluarganya dan bagi masyarakat sebelum air bah. (Kejadian 6:13; 2 Petrus 2:5) Abraham adalah juru bicara Allah bagi keluarganya. (Kejadian 18:19) Nabi dan saluran komunikasi Allah bagi umat Israel adalah Musa. (Keluaran 3:15, 16; 19:3, 7) Setelah dia, sampai kepada Yohanes Pembaptis, banyak nabi, imam, serta raja digunakan Allah untuk memberitahukan kehendak-Nya kepada umat-Nya.

      7, 8. (a) Dengan datangnya Mesias, siapa yang telah digunakan sebagai juru bicara Allah? (b) Ketundukan ilahi menuntut apa dari Saksi-Saksi Yehuwa dewasa ini?

      7 Dengan datangnya Mesias, Kristus Yesus, Allah menggunakan dia dan rasul-rasul serta murid-murid terdekatnya untuk melayani sebagai juru bicara-Nya. Belakangan, para pengikut terurap yang setia dari Kristus Yesus melayani sebagai ”hamba yang setia dan bijaksana” dalam memberitahukan umat Yehuwa berkenaan cara menerapkan prinsip-prinsip Alkitab dalam kehidupan mereka. Ketundukan ilahi berarti mengakui perkakas yang digunakan Allah Yehuwa.—Matius 24:45-47; Efesus 4:11-14.

      8 Fakta-fakta memperlihatkan bahwa dewasa ini ”hamba yang setia dan bijaksana” dihubungkan dengan Saksi-Saksi Yehuwa dan diwakili oleh Badan Pimpinan dari Saksi-Saksi ini. Selanjutnya badan ini melantik pengawas-pengawas untuk berbagai fungsi—seperti para penatua dan wakil-wakil keliling—guna membimbing pekerjaan pada tingkat lokal. Ketundukan ilahi menuntut setiap Saksi yang berbakti untuk tunduk kepada para pengawas ini, selaras dengan Ibrani 13:17, ”Taatilah pemimpin-pemimpinmu dan tunduklah kepada mereka, sebab mereka berjaga-jaga atas jiwamu, sebagai orang-orang yang harus bertanggung jawab atasnya. Dengan jalan itu mereka akan melakukannya dengan gembira, bukan dengan keluh kesah, sebab hal itu tidak akan membawa keuntungan bagimu.”

      Rela Menerima Disiplin

      9. Ketundukan ilahi sering kali mencakup apa?

      9 Ketundukan ilahi sering kali berarti menerima disiplin dari orang-orang yang melayani sebagai pengawas. Jika kita tidak selalu memberi diri kita sendiri disiplin yang perlu, kita mungkin perlu dinasihati dan didisiplin oleh mereka yang mempunyai pengalaman dan wewenang untuk melakukan hal itu, seperti para penatua sidang kita. Rela menerima disiplin demikian adalah haluan hikmat.—Amsal 12:15; 19:20.

      10. Kewajiban apa dimiliki orang-orang yang memberikan disiplin?

      10 Tentu saja, para penatua yang memberikan disiplin harus menjadi teladan dalam ketundukan ilahi. Bagaimana? Menurut Galatia 6:1, mereka hendaknya tidak hanya memiliki cara yang baik dalam memberi nasihat, tetapi mereka hendaknya juga menjadi teladan: ”Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan.” Dengan kata lain, nasihat seorang penatua harus selaras dengan teladannya. Hal itu selaras dengan nasihat yang diberikan di 2 Timotius 2:24, 25 dan di Titus 1:9. Ya, mereka yang memberikan teguran atau koreksi harus sangat hati-hati agar jangan pernah kasar. Mereka hendaknya selalu lembut, baik hati, namun tegas dalam menjunjung prinsip-prinsip Firman Allah. Mereka hendaknya menjadi pendengar yang tidak memihak, menyegarkan bagi mereka yang letih lesu dan berbeban berat.—Bandingkan Matius 11:28-30.

      Ketundukan kepada Kalangan Berwenang yang Lebih Tinggi

      11. Apa yang dituntut dari umat kristiani mengenai hubungan mereka dengan kalangan berwenang duniawi?

      11 Ketundukan ilahi juga menuntut kita untuk menaati kalangan berwenang duniawi. Kita dinasihati di Roma 13:1 (NW), ”Tiap-tiap orang harus tunduk kepada kalangan berwenang yang lebih tinggi, sebab tidak ada wewenang kecuali dari Allah; kalangan berwenang yang ada, ditetapkan oleh Allah dalam kedudukan yang relatif.” Kata-kata ini menuntut kita, antara lain, untuk menaati peraturan-peraturan lalu lintas dan sungguh-sungguh dalam membayar pajak dan cukai, sebagaimana dicatat rasul Paulus di Roma 13:7.

      12. Dalam arti apa ketundukan kita kepada Kaisar bersifat relatif?

      12 Namun, jelas semua ketundukan demikian kepada Kaisar harus relatif. Kita harus selalu mengingat prinsip yang dikatakan Kristus Yesus di Matius 22:21, ”Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah.” Catatan kaki untuk Roma 13:1 dalam Oxford NIV [New International Version] Scofield Study Bible mengatakan, ”Ini tidak berarti bahwa ia harus menaati peraturan-peraturan yang amoral atau anti-Kristen. Dalam kasus-kasus seperti itu, adalah kewajibannya untuk lebih menaati Allah daripada manusia. (Kis. 5:29; cp. Dan. 3:16-18; 6:10 ff).”

      Ketundukan Ilahi dalam Lingkungan Keluarga

      13. Ketundukan ilahi di lingkungan keluarga menuntut apa dari para anggotanya?

      13 Dalam lingkungan keluarga, suami dan ayah berperan sebagai kepala. Ini menuntut agar istri menaati nasihat yang diberikan di Efesus 5:22, 23, ”Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat.”a Sedangkan anak-anak, mereka tidak membuat peraturan-peraturan sendiri melainkan wajib menunjukkan ketundukan ilahi kepada ayah maupun ibu, seperti yang dijelaskan Paulus di Efesus 6:1-3, ”Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. Hormatilah ayahmu dan ibumu—ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi.”

      14. Ketundukan ilahi menuntut apa dari para kepala keluarga?

      14 Tentu, akan lebih mudah bagi istri dan anak-anak untuk memperlihatkan ketundukan ilahi bila sang suami dan ayah menunjukkan ketundukan ilahi pula. Mereka melakukan hal ini dengan mempraktikkan kekepalaan mereka selaras dengan prinsip-prinsip Alkitab, seperti yang terdapat di Efesus 5:28, 29 dan 6:4, ”Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi istrinya mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat.” ”Bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.”

      Bantuan dalam Memperlihatkan Ketundukan Ilahi

      15. Buah-buah roh apa akan membantu kita memperlihatkan ketundukan ilahi?

      15 Apa yang akan membantu kita memperlihatkan ketundukan ilahi dalam berbagai bidang ini? Pertama-tama, kasih yang tidak mementingkan diri—kasih kepada Allah Yehuwa dan kepada mereka yang ditempatkan di atas kita. Kita diberi tahu di 1 Yohanes 5:3, ”Inilah kasih kepada Allah, yaitu, bahwa kita menuruti perintah-perintahNya. Perintah-perintahNya itu tidak berat.” Yesus menyarankan hal yang sama di Yohanes 14:15, ”Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintahKu.” Benar, kasih—yang terutama dari buah-buah roh—akan membantu kita menghargai semua yang telah dilakukan Yehuwa bagi kita dan dengan demikian akan membantu kita untuk mempraktikkan ketundukan ilahi.—Galatia 5:22.

      16. Apa faedah rasa takut ilahi dalam memperlihatkan ketundukan ilahi?

      16 Kedua, rasa takut ilahi. Rasa takut untuk tidak menyenangkan Allah Yehuwa akan membantu kita sebab itu ’berarti membenci kejahatan’. (Amsal 8:13) Tidak diragukan lagi, rasa takut untuk tidak menyenangkan Yehuwa akan mencegah kita berkompromi karena rasa takut akan manusia. Hal itu juga akan membantu kita menaati instruksi-instruksi Allah tidak soal kesulitan-kesulitan apa pun yang harus diatasi. Lebih jauh, ini akan membantu kita untuk tidak menyerah kepada godaan atau kecenderungan untuk berbuat hal yang salah. Alkitab memperlihatkan bahwa rasa takut kepada Yehuwa yang memungkinkan Abraham berupaya mempersembahkan Ishak, putra yang sangat dikasihinya, sebagai korban, dan adalah rasa takut untuk tidak menyenangkan Yehuwa yang membuat Yusuf berhasil menolak bujukan-bujukan yang amoral dari istri Potifar.—Kejadian 22:12; 39:9.

      17. Peranan apa dimainkan iman bagi kita dalam mempraktikkan ketundukan ilahi?

      17 Bantuan yang ketiga adalah iman kepada Allah Yehuwa. Iman akan membantu kita mendengarkan nasihat yang diberikan di Amsal 3:5, 6, ”Percayalah kepada [Yehuwa] dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.” Iman teristimewa akan membantu kita manakala kita tampaknya menderita karena ketidakadilan atau merasa diperlakukan tidak adil karena ras atau kebangsaan kita atau karena konflik kepribadian. Beberapa orang juga mungkin merasa bahwa mereka telah secara keliru diabaikan ketika tidak diusulkan untuk melayani sebagai penatua atau pelayan sidang. Jika kita memiliki iman, kita akan menunggu Yehuwa membereskan segala sesuatu pada waktu yang ditentukan-Nya. Sementara itu, kita mungkin perlu memupuk ketekunan yang penuh kesabaran.—Ratapan 3:26.

      18. Apakah bantuan keempat dalam kita memperlihatkan ketundukan ilahi?

      18 Bantuan keempat adalah kerendahan hati. Seseorang yang rendah hati tidak sulit memperlihatkan ketundukan ilahi karena ’dengan rendah hati seseorang menganggap yang lain lebih utama daripada dirinya sendiri’. Seorang yang rendah hati akan dengan senang bertindak sebagai ”yang terkecil”. (Filipi 2:2-4; Lukas 9:48) Tetapi orang yang sombong merasa tidak senang untuk menundukkan diri dan merasa kesal karenanya. Mengenai orang yang demikian telah dikatakan bahwa ia lebih suka binasa oleh pujian daripada diselamatkan oleh kritik.

      19. Teladan baik apa dari kerendahan hati disediakan oleh salah seorang presiden Lembaga Menara Pengawal yang dahulu?

      19 Suatu contoh yang baik dari kerendahan hati dan ketundukan ilahi pernah diperlihatkan oleh Joseph Rutherford, presiden kedua dari Lembaga Alkitab dan Risalah Menara Pengawal. Sewaktu Hitler melarang pekerjaan Saksi-Saksi Yehuwa di Jerman, saudara-saudara di Jerman menulis kepadanya, menanyakan apa yang harus mereka lakukan mengingat larangan atas perhimpunan dan kegiatan pengabaran mereka. Ia menyebutkan hal ini kepada keluarga Betel dan dengan terus terang mengakui bahwa ia tidak tahu apa yang harus dikatakannya kepada saudara-saudara di Jerman, terutama mengingat sanksi-sanksi berat yang terlibat. Ia berkata bahwa jika ada yang mengetahui apa yang harus dikatakan kepada mereka, dengan senang hati ia akan mendengarkannya. Betapa rendah hati saudara ini!b

      Manfaat-Manfaat dari Ketundukan Ilahi

      20. Apa berkat-berkat yang dihasilkan dari memperlihatkan ketundukan ilahi?

      20 Ada baiknya ditanyakan, Apa manfaat-manfaat dari memperlihatkan ketundukan ilahi? Sungguh banyak. Kita terhindar dari kegelisahan dan frustrasi yang menimpa orang-orang yang bertindak semaunya. Kita menikmati hubungan baik dengan Allah Yehuwa. Kita memiliki pergaulan terbaik dengan saudara-saudara Kristen kita. Juga, dengan kita menunjukkan sikap menaati hukum, kita menghindari masalah-masalah yang tidak perlu dengan kalangan berwenang duniawi. Kita juga menikmati kehidupan keluarga yang bahagia sebagai suami dan istri, sebagai orang-tua dan anak-anak. Selain itu, dengan memelihara ketundukan ilahi, kita bertindak selaras dengan nasihat yang diberikan di Amsal 27:11, ”Anakku, hendaklah engkau bijak, sukakanlah hatiku, supaya aku dapat menjawab orang yang mencela aku.”

      [Catatan Kaki]

      a Kepada seorang perintis yang lajang, seorang rohaniwan perintis memuji respek dan dukungan pengasih dari istrinya. Perintis lajang ini berpendapat bahwa rekannya tadi seharusnya juga menceritakan sesuatu tentang sifat-sifat lain dari istrinya. Namun beberapa tahun kemudian, sewaktu perintis yang lajang ini menikah, ia menjadi sadar betapa pentingnya dukungan pengasih di pihak istri bagi kebahagiaan perkawinan.

      b Setelah banyak berdoa dan belajar Firman Allah, Saudara Joseph Rutherford dengan jelas melihat jawaban yang harus diberikannya kepada saudara-saudara di Jerman. Bukan wewenangnya untuk mengatakan kepada mereka apa yang harus dilakukan atau yang tidak boleh dilakukan. Mereka mempunyai Firman Allah, yang dengan jelas memberi tahu mereka apa yang seharusnya diperbuat mengenai berhimpun bersama dan memberi kesaksian. Maka, saudara-saudara di Jerman bekerja di bawah tanah namun tetap menaati perintah Yehuwa untuk berhimpun bersama dan memberi kesaksian mengenai nama dan Kerajaan-Nya.

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan