-
Tekanan untuk BerhasilMenara Pengawal—1988 (Seri 51) | Menara Pengawal—1988 (Seri 51)
-
-
Apa Akibatnya?
Sukses duniawi demikian dapat mendatangkan kesenangan tertentu, namun pikirkan pengorbanan besar yang juga dituntut. Kolomnis surat kabar Archike Okafo menulis: ”Keluarga-keluarga yang mantap . . . setiap hari terpecah-belah, sebagian besar disebabkan oleh uang dan apa yang dapat dibeli dengan uang. . . . Bahkan pasangan hidup yang masih bersatu hampir tidak pernah membicarakan kewajiban mereka sebagai orangtua. . . . karena mereka semua terlalu sibuk mengejar kebutuhan materi sebagai orang kaya.” Tambahkan kepada hal itu problem anak-anak yang dilalaikan yang berpaling kepada narkotika dan kejahatan atau melarikan diri dari rumah, maka pengorbanan yang harus dibuat menjadi sangat tinggi.
Tekanan untuk berhasil telah mendorong orang yang ambisius kepada ketidakjujuran dan imoralitas. Wanita-wanita muda bahkan rela melakukan hubungan seks untuk mendapatkan hasil ujian yang baik dan pekerjaan. Bahkan apabila sukses diperoleh secara terhormat, orang yang kaya dapat menghadapi perasaan tidak senang atau iri hati dari orang yang kurang berhasil maupun kemunafikan dari ”teman-teman” yang tertarik oleh kekayaan dan gengsi. (Pengkhotbah 5:11) Apakah ini benar-benar sukses?
Penulis yang bijaksana dari buku Pengkhotbah dalam Alkitab menjawab tidak. Setelah meneliti kekayaan dan kekuasaannya yang besar serta gengsinya, maupun perkara-perkara menyenangkan yang dihasilkan oleh hal-hal tersebut, ia menarik kesimpulan bahwa semua ini ”kesia-siaan dan usaha menjaring angin.”—Pengkhotbah 2:3-11.
-
-
Sukses—Tidak Soal Apa pun?Menara Pengawal—1988 (Seri 51) | Menara Pengawal—1988 (Seri 51)
-
-
Dengan meluasnya kemiskinan, banyak orang mengejar sukses dalam bidang keuangan dan mengabaikan hal-hal lain. Ada yang bahkan berlaku tidak jujur untuk mencapai itu. Tetapi, setelah menjadi orang Kristen sejati, mereka harus meninggalkan sikap ini untuk selama-lamanya agar dapat menyesuaikan diri dengan standar-standar Alkitab yang benar.
Tetapi, bahkan orang Kristen ada yang terjerat lagi dengan mencoba mencapai cita-cita duniawi. Mereka mungkin bertingkah laku tidak Kristen untuk mencapai sukses. Para orangtua melalaikan keluarga mereka. Orang-perorangan melalaikan dinas mereka kepada Allah. Menurut saudara, apa akibatnya sehubungan dengan kepuasan dalam kehidupan dan kebahagiaan?
Dalam membuat kita waspada terhadap akibat-akibatnya, Alkitab memperingatkan: ”Mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, . . . Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.”—1 Timotius 6:9, 10.
”Segala kejahatan.” ’Tersiksa dengan berbagai-bagai duka.’ Pasti bukan gambaran perasaan puas dan kebahagiaan. Namun, pengalaman dari jutaan orang selama berabad-abad, bahkan sampai hari ini juga, membuktikan betapa benar pernyataan Alkitab itu. Maka, apa yang disarankan oleh ayat ini sehubungan dengan cita-cita dan haluan kehidupan seorang Kristen?
Disesatkan—Bagaimana?
Dengan cara apa saja orang Kristen dapat disesatkan dari iman? Ada yang telah bertindak demikian jauh sehingga sama sekali menolak moral dan keyakinan ilahi. Dalam kasus lain orang disimpangkan dari haluan pengabdian yang saleh, bahkan memanfaatkan pengabdian demikian sebagai cara untuk memperoleh pengaruh atas orang lain. Jadi Alkitab berbicara tentang ”orang-orang yang tidak lagi berpikiran sehat dan yang kehilangan kebenaran, yang mengira ibadah itu adalah suatu sumber keuntungan.” (1 Timotius 6:5) Walaupun tidak sama sekali meninggalkan Kekristenan, mereka bisa mendapati diri melanggar prinsip-prinsip Alkitab yang merupakan unsur-unsur penting dari iman Kristen.
Yesus mengatakan kepada para pengikutnya agar tidak menjadi seperti orang dunia yang berkuasa atas orang lain. Ia mengatakan: ”Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu.” Ketika mengutuk para pemimpin agama Yahudi, Yesus bertindak lebih jauh lagi. Ia menunjukkan bahwa kasih yang besar untuk gengsi duniawi akan membuat Allah tidak berkenan. (Matius 20:26; 23:6-9, 33) Jadi, orang Kristen hendaknya berupaya untuk melayani satu sama lain sebaliknya dari mengungguli atau menguasai orang lain. Orang yang mencintai uang yang mencari sukses tidak soal apapun, dapat mudah disimpangkan dari haluan ini.
Bagaimana dengan saudara sendiri dalam hal ini? Apakah saudara mendapati diri mengukur sukses saudara dengan besarnya wewenang yang saudara jalankan atas orang lain? Apakah saudara menyalahgunakan atau membengkokkan prinsip-prinsip dan doktrin-doktrin Kristen untuk menjalankan kekuasaan atau mendapatkannya? Apakah saudara merasa bahwa saudara harus mencapai lebih banyak daripada teman-teman sebaya saudara tidak soal apapun yang harus dikorbankan? Apakah saudara senang sekali berbicara mengenai kekayaan atau prestasi karir saudara? Jika demikian, maka saudara perlu menganalisa apakah saudara sedang disimpangkan dari iman.
Siksaan dari ”Sukses”
Yesus juga mengatakan: ”Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; . . . Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada . . . kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.” (Matius 6:19-24) Apakah orangtua yang mengarahkan anak-anak mereka khusus kepada cita-cita materi dan karir duniawi mengikuti nasihat ini? Apakah tekanan pada sukses duniawi ada gunanya jika anak-anak meninggalkan kebenaran dan meniru gaya hidup yang tidak Kristen? Apakah ada gunanya untuk mengorbankan atau, sedikitnya, membahayakan kehidupan rohani mereka demi ”harta di bumi”? Para orangtua yang melakukan hal ini sering mendapati bahwa bahkan mereka sendiri ’tersiksa dengan berbagai-bagai duka’ karena memikirkan anak-anak mereka dan karena menyesali telah kehilangan mereka secara rohani dan—kadang-kadang secara jasmani.
Cinta kepada kekayaan adalah majikan yang suka menuntut. Ia menuntut waktu, kekuatan, dan kecakapan; dan ia mendesak ke luar pengabdian yang saleh. Ia biasanya membujuk orang untuk mencari kekayaan dan gengsi duniawi yang lebih besar lagi, dengan demikian menarik mereka lebih jauh lagi dari iman. Alkitab dengan tepat mengatakan: ”Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya.”—Pengkhotbah 5:9.
Bahkan setelah menjadi Kristen, kasih yang dimiliki seorang pengusaha Afrika untuk sukses dalam bidang keuangan tetap berada di tempat pertama dalam kehidupannya. Ia melalaikan kegiatan Kristen demi kunjungan-kunjungan sosial kepada rekan-rekan bisnis duniawi. Ia tidak membuat kemajuan rohani, meskipun upaya para penatua di sidangnya untuk membantu dia. Jadi ia mendapati diri dalam keadaan bingung secara rohani—di suatu negeri yang tidak bertuan di mana ia hampir bukan seorang Kristen namun ingin diakui demikian. Kita semua dapat menyadari bahwa keadaannya tidak menghasilkan kepuasan yang besar dalam kehidupan atau kebahagiaan yang bertahan lama.
Orang demikian pasti akan menghadapi penderitaan rohani. Bisnis dan pergaulan dengan orang yang tidak mempedulikan kejujuran atau moralitas seks membuat seseorang mudah kena pengaruh yang tidak sehat. Orang Kristen yang menjadi sasaran yang mudah dari itu harus berjuang melawan pengaruh-pengaruh tersebut dan biasanya harus berperang dengan hati nurani mereka. Ada yang akhirnya menjadi seperti teman-teman pergaulan mereka dan sama sekali disimpangkan dari iman. (1 Korintus 15:33) Apa gunanya sukses keuangan yang mengakibatkan kegagalan rohani dan moral? Seperti Yesus katakan: ”Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya?”—Matius 16:26.
-