PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Bunuh Diri​—Tulah bagi Kaum Muda
    Sedarlah!—1998 | 8 September
    • Bunuh Diri​—Tulah bagi Kaum Muda

      SEOLAH-OLAH perang, pembunuhan, dan kekejaman masih belum cukup menghancurkan kaum muda, ada lagi bunuh diri di kalangan para remaja. Penyalahgunaan obat bius dan alkohol menghancurkan pikiran dan tubuh para remaja, mengakibatkan banyak kematian di kalangan kaum muda. Semakin banyak ukiran batu nisan yang menyatakan bahwa sang korban meninggal karena OD​—overdosis, baik yang disengaja maupun tidak.

      Morbidity and Mortality Weekly Report terbitan 28 April 1995 mengatakan bahwa ”bunuh diri berada di urutan ketiga dari penyebab kematian utama di antara para remaja berusia 15-19 tahun di Amerika Serikat”. Dr. J. J. Mann menulis dalam The Decade of Brain, ”Lebih dari 30.000 [pada tahun 1995, angkanya 31.284] orang Amerika bunuh diri setiap tahun. Tragisnya, korban pada umumnya adalah remaja . . . Sepuluh kali lipat lebih dari jumlah 30.000 itu berupaya bunuh diri, tetapi terselamatkan. . . . Mengidentifikasi pasien yang berisiko bunuh diri merupakan tantangan utama bagi para dokter karena memang tidak mudah membedakan pasien pengidap depresi utama yang hendak bunuh diri dan yang tidak.”

      Simon Sobo, kepala psikiatri di New Milford Hospital, Connecticut, AS, menyimpulkan, ”Ada lebih banyak upaya bunuh diri pada musim semi ini [1995] daripada yang pernah saya saksikan selama 13 tahun saya berada di sini.” Di Amerika Serikat, ribuan remaja berupaya bunuh diri setiap tahun. Tiap-tiap upaya mereka merupakan jeritan minta tolong dan minta perhatian. Siapa yang ada di sana dan memberikan bantuan sebelum terlambat?

      Problem Seluas Dunia

      Di banyak bagian lain di dunia, keadaannya tak jauh berbeda. Di India, menurut India Today, sekitar 30.000 remaja bunuh diri pada tahun 1990. Di Belanda, Finlandia, Israel, Kanada, Prancis, Selandia Baru, Spanyol, Swiss, dan Thailand, tingkat bunuh diri di kalangan kaum muda telah meningkat. Sebuah laporan pada tahun 1996 dari Dana Anak-Anak Internasional PBB (UNICEF) menyatakan bahwa tingkat tertinggi dari bunuh diri remaja terdapat di Finlandia, Latvia, Lituania, Rusia, Selandia Baru, dan Slovenia.

      Australia juga termasuk negeri yang tingkat bunuh diri remajanya tertinggi di dunia. Di negeri ini pada tahun 1995, 25 persen dari semua kematian di kalangan pria muda dan 17 persen di kalangan wanita muda adalah karena bunuh diri, menurut laporan dalam surat kabar The Canberra Times. Tingkat ”kesuksesan” bunuh diri di antara anak laki-laki Australia sekitar lima kali lipat daripada di antara anak perempuan. Perbandingan yang sama juga terdapat di banyak negeri.

      Apakah ini berarti bahwa anak laki-laki lebih cenderung berupaya bunuh diri daripada anak perempuan? Tidak selalu. Data yang tersedia memperlihatkan bahwa dalam kasus upaya bunuh diri, tidak terdapat perbedaan besar antara lelaki dan perempuan. Akan tetapi, ”di negara-negara industri, jumlah pria muda yang bunuh diri kira-kira empat kali lebih banyak daripada jumlah wanita muda yang bunuh diri, menurut angka terakhir dari WHO [Organisasi Kesehatan Dunia]”.​—The Progress of Nations, diterbitkan oleh UNICEF.

      Tetapi, statistik yang sangat mengerikan ini pun mungkin tidak melukiskan problemnya secara utuh. Memang mudah membaca statistik bunuh diri remaja yang dinyatakan dalam istilah medis dan analitis. Akan tetapi, yang sering kali tidak disadari atau yang tidak tampak di balik setiap angka statistik adalah keluarga yang berantakan dan sakit hati, kesengsaraan, kepedihan hati, serta keputusasaan orang-orang yang ditinggalkan, sementara mereka berupaya menemukan alasan mengapa itu terjadi.

      Jadi, apakah tragedi-tragedi seperti bunuh diri remaja dapat dicegah? Beberapa faktor kunci telah diidentifikasi dan dapat bermanfaat dalam menghindari situasi yang menyedihkan ini.

      [Kotak di hlm. 5]

      Motif Bunuh Diri

      Ada banyak teori tentang motif bunuh diri seseorang. ”Bunuh diri merupakan akibat dari reaksi seseorang terhadap problem yang dirasa tak tertanggulangi, misalnya keterasingan sosial, kematian orang yang dikasihi (khususnya teman hidup), rumah tangga berantakan pada masa kanak-kanak, penyakit fisik yang serius, usia lanjut, pengangguran, problem keuangan, dan penyalahgunaan obat bius.”​—The American Medical Association Encyclopedia of Medicine.

      Menurut sosiolog Emile Durkheim, ada empat jenis dasar bunuh diri:

      1. Bunuh diri egoistis​—Ini ”diduga sebagai akibat ketidaksanggupan orang yang bersangkutan untuk menyatu dengan masyarakat. Karena sebagian besar waktunya dihabiskan sendirian, para korban bunuh diri egoistis ini tidak ada sangkut-pautnya dengan, dan tidak bergantung pada, komunitas mereka”. Mereka cenderung menyendiri.

      2. Bunuh diri altruistis​—”Orang ini terlalu menyatu dalam suatu kelompok sehingga ia bersedia memberikan pengorbanan yang ekstrem.” Salah satu contohnya adalah para pilot kamikaze Jepang pada Perang Dunia II dan kaum ekstremis agama yang meledakkan diri sendiri sambil membunuh musuh mereka. Contoh lain adalah orang-orang yang mati dengan mengorbankan dirinya guna menarik perhatian pada suatu gerakan.

      3. Bunuh diri anomis​—”Korban bunuh diri anomis tidak sanggup menghadapi suatu krisis dengan cara yang rasional dan memilih bunuh diri sebagai jalan keluar dari suatu problem. [Ini] terjadi sewaktu hubungan yang sudah terjalin antara orang ini dengan masyarakat berubah secara tiba-tiba dan mengejutkan.”

      4. Bunuh diri fatalistis​—Ini ”dianggap sebagai dampak peraturan sosial yang berlebihan sehingga secara mendasar membatasi kebebasan seseorang”. Korban bunuh diri jenis ini ”merasa bahwa tidak ada masa depan yang mapan”.​—Adolescent Suicide: Assessment and Intervention, oleh Alan L. Berman dan David A. Jobes.

  • Sewaktu Harapan dan Kasih Lenyap
    Sedarlah!—1998 | 8 September
    • Sewaktu Harapan dan Kasih Lenyap

      SEORANG gadis berusia 17 tahun dari Kanada menuliskan alasan mengapa ia ingin mati. Antara lain, ia mencantumkan: ’Merasa kesepian dan takut akan masa depan; merasa sangat kurang dibandingkan dengan rekan-rekan sekerja lain; perang nuklir; rusaknya lapisan ozon; penampilan saya sangat buruk, jadi saya tidak akan pernah mendapat suami dan akhirnya akan sendirian; saya rasa hidup ini tidak ada artinya, jadi untuk apa saya jalani; jika saya mati, saya tidak lagi membebani orang lain; saya tidak akan pernah disakiti lagi oleh siapa pun.’

      Mungkinkah ini adalah sebagian alasan mengapa anak muda bunuh diri? Di Kanada, ”selain kecelakaan kendaraan bermotor, bunuh diri kini merupakan penyebab kematian paling umum di antara mereka”.​—The Globe and Mail.

      Profesor Riaz Hassan, dari Flinders University di Australia Selatan, menyatakan dalam makalahnya ”Unlived Lives: Trends in Youth Suicide”, ”Ada beberapa alasan sosiologis sehubungan dengan pertanyaan tersebut dan tampaknya sangat berpengaruh terhadap meningkatnya bunuh diri remaja. Ini adalah tingkat pengangguran remaja yang tinggi; perubahan dalam keluarga Australia; meningkatnya penggunaan dan penyalahgunaan obat bius; meningkatnya tindak kekerasan remaja; kesehatan mental; dan semakin besarnya perbedaan antara ’kebebasan teoretis’ dan kemandirian yang dialami.” Makalah itu selanjutnya menyatakan bahwa hasil beberapa survei menyingkapkan adanya perasaan pesimis akan masa depan dan memperlihatkan bahwa ”sebagian besar kaum muda melihat masa depan mereka dan masa depan dunia dengan rasa takut dan waswas. Mereka membayangkan suatu dunia yang hancur oleh perang nuklir dan polusi serta kemerosotan lingkungan, suatu masyarakat yang tidak manusiawi dengan teknologi yang di luar kendali dan merajalelanya pengangguran”.

      Menurut pol Gallup terhadap remaja usia 16 hingga 24 tahun, penyebab tambahan untuk bunuh diri adalah melebarnya kesenjangan antara si kaya dan si miskin, meningkatnya jumlah rumah tangga dengan orang-tua tunggal, meningkatnya penggunaan senjata api, penganiayaan anak, dan ”ketidakpercayaan akan hari esok” secara umum.

      Newsweek melaporkan bahwa di Amerika Serikat, ”keberadaan senjata api boleh jadi merupakan faktor terpenting [dalam bunuh diri remaja]. Sebuah penelitian yang membandingkan para korban bunuh diri remaja yang tidak memperlihatkan gangguan mental dengan anak-anak yang tidak melakukan bunuh diri mendapati satu perbedaan saja: adanya senjata api berpeluru di rumah. Inikah buktinya bahwa senjata api tidak membunuh orang-orang?” Dan, jutaan rumah memiliki senjata api berpeluru!

      Rasa takut dan ketidakpedulian masyarakat dapat segera mendorong kaum muda yang lemah untuk bunuh diri. Perhatikan: Tingkat kejahatan disertai tindak kekerasan yang dilakukan terhadap remaja usia 12 hingga 19 tahun besarnya dua kali lipat dibandingkan dengan kejahatan terhadap penduduk secara umum. Penelitian mendapati bahwa ”wanita muda berusia 14 hingga 24 tahun paling besar kemungkinannya diserang”, majalah Maclean’s melaporkan. ”Wanita paling sering diserang dan dibunuh oleh orang-orang yang mengaku mengasihi mereka.” Akibatnya? Hal ini dan rasa takut yang lain ”mengikis kepercayaan dan perasaan aman dari gadis-gadis ini”. Dalam sebuah penelitian, hampir sepertiga wanita yang pernah diperkosa mengaku telah mempertimbangkan untuk bunuh diri.

      Sebuah laporan dari Selandia Baru menyajikan sudut pandangan lain dari bunuh diri pada usia muda, dengan menyatakan, ”Nilai-nilai duniawi dan materialistis yang populer menyamakan kesuksesan individu dengan kekayaan, penampilan menarik, dan kekuasaan membuat banyak orang muda merasa tidak berarti dan dibuang oleh masyarakat.” Selain itu, The Futurist mengatakan, ”[Kaum muda] memiliki kecenderungan kuat untuk pemuasan instan, menginginkan segala sesuatu dan ingin segera memperolehnya. Acara TV favorit mereka adalah opera sabun. Mereka ingin agar dunia mereka penuh dengan orang-orang yang sama menariknya, mengenakan pakaian mode terbaru, punya banyak uang dan prestise, dan tanpa kerja keras.” Begitu banyaknya penantian yang tidak realistis dan tidak terpenuhi demikian tampaknya mengakibatkan suatu taraf keputusasaan dan dapat menuntun pada bunuh diri.

      Sifat yang Menyelamatkan Kehidupan?

      Shakespeare menulis, ”Kasih menghibur bagaikan sinar matahari seusai hujan.” Alkitab mengatakan, ”Kasih tidak pernah berkesudahan.” (1 Korintus 13:8) Dalam sifat itu terdapat kunci untuk problem kaum muda yang cenderung bunuh diri​—kerinduan untuk kasih dan komunikasi. The American Medical Association Encyclopedia of Medicine menyatakan, ”Orang-orang yang ingin bunuh diri biasanya merasa kesepian tanpa harapan, dan kesempatan untuk berbicara kepada seorang pendengar yang simpatik dan berpengertian adakalanya sudah cukup untuk mencegah tindakan yang putus asa itu.”

      Kaum muda sering kali sangat membutuhkan kasih dan perasaan dimiliki. Memenuhi hal ini semakin sulit seraya hari-hari berlalu dalam dunia yang menghancurkan dan tanpa kasih ini​—dunia yang di dalamnya mereka nyaris tidak punya wewenang apa pun. Penolakan dari orang-tua akibat keluarga berantakan dan perceraian dapat turut menjadi faktor bunuh diri di kalangan remaja. Dan, penolakan ini banyak bentuknya.

      Perhatikan kasus orang-tua yang jarang berada di rumah bersama anak-anak mereka. Ayah dan ibu mungkin terlalu sibuk dengan pekerjaan mereka atau mengejar rekreasi yang tidak melibatkan anak-anak. Secara tidak langsung ini menyiratkan pesan penolakan yang cukup jelas terhadap anak-anak mereka. Wartawan dan peneliti terkemuka, Hugh Mackay, mengomentari bahwa, ”orang-tua semakin mementingkan diri. Mereka mendahulukan diri sendiri guna mempertahankan gaya hidup mereka. . . . Kasarnya, punya anak kini bukan zamannya lagi. . . . Hidup semakin keras dan orang-orang semakin asyik dengan diri sendiri”.

      Selain itu, dalam beberapa kebudayaan, pria-pria yang memiliki citra diri jantan mungkin tidak ingin terlihat sebagai pengasuh. Wartawan Kate Legge melukiskannya dengan tepat, ”Pria yang cenderung melayani masyarakat umumnya memilih tugas menyelamatkan kehidupan atau memadamkan kebakaran daripada tugas mengasuh anak . . . Mereka lebih menyukai tugas kepahlawanan melawan kekuatan eksternal yang membutuhkan kekuatan fisik dan tidak perlu banyak bicara daripada tugas yang menyangkut interaksi dengan orang.” Dan, tentu saja, dewasa ini salah satu tugas yang paling banyak menyangkut interaksi dengan orang adalah menjadi orang-tua. Menjadi orang-tua yang buruk sama dengan menolak seorang anak. Akibatnya, putra-putri Anda dapat mengembangkan citra diri negatif dan keterampilan sosial yang buruk. The Education Digest menyimpulkan, ”Tanpa citra positif akan diri sendiri, anak-anak tidak punya dasar untuk membuat keputusan demi manfaat terbaik mereka sendiri.”

      Dapat Timbul Keputusasaan

      Para peneliti percaya bahwa keputusasaan adalah penyumbang utama bunuh diri. Gail Mason, penulis tentang bunuh diri di kalangan remaja Australia, mengamati, ”Keputusasaan dianggap lebih dikaitkan dengan gagasan untuk bunuh diri daripada depresi. Keputusasaan adakalanya didefinisikan sebagai salah satu gejala depresi. . . . Biasanya ini terlihat dalam bentuk perasaan putus asa dan kecil hati akan masa depan kaum muda secara umum, dan masa depan ekonomi mereka secara khusus: serta yang lebih jarang, perasaan putus asa mengenai situasi global.”

      Contoh buruk berupa ketidakjujuran di pihak para pemimpin masyarakat tidak menggugah kaum muda untuk meningkatkan tingkat etika dan moral mereka sendiri. Sikapnya kemudian menjadi, ”Buat apa?” Harper’s Magazine mengomentari kesanggupan kaum muda untuk mendeteksi kemunafikan, dengan mengatakan, ”Kaum muda, dengan penciuman mereka yang tajam terhadap kemunafikan, pada kenyataannya adalah pembaca yang mahir​—tetapi bukan pembaca buku. Apa yang sedemikian seriusnya mereka baca adalah gejala-gejala sosial yang muncul dari dunia tempat mereka harus mencari nafkah kelak.” Dan, apa yang terbaca dari gejala-gejala itu? Penulis Stephanie Dowrick menyimpulkan, ”Tidak seperti yang sudah-sudah, kita sangat dibanjiri oleh informasi tentang caranya untuk hidup. Tidak seperti yang sudah-sudah, orang-orang semakin kaya atau semakin terdidik, namun di mana-mana terdapat keputusasaan.” Dan, tidak banyak pemuka politik dan agama yang dapat dijadikan tokoh anutan. Dowrick mengajukan beberapa pertanyaan yang relevan, ”Bagaimana kita memperoleh hikmat, ketangguhan, dan bahkan makna dari penderitaan yang sia-sia? Bagaimana kita dapat memupuk kasih dalam suasana mementingkan diri, keras kepala, dan tamak?”

      Anda akan menemukan jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan ini dalam artikel kami berikutnya, dan ini mungkin mengejutkan Anda.

  • Sewaktu Harapan dan Kasih Kembali
    Sedarlah!—1998 | 8 September
    • Sewaktu Harapan dan Kasih Kembali

      ORANG-TUA, guru, dan orang-orang lain yang berurusan dengan remaja sadar bahwa baik mereka atau kaum muda atau siapa pun juga tidak dapat mengubah dunia. Ada pengaruh-pengaruh bagaikan gelombang pasang yang bekerja, yang tidak dapat dihentikan oleh siapa pun. Namun, ada banyak hal yang dapat kita semua lakukan untuk turut membuat kaum muda lebih bahagia, lebih sehat, dan harmonis.

      Karena mencegah lebih baik daripada mengobati, orang-tua hendaknya memikirkan dengan cermat bagaimana gaya hidup dan prioritas mereka dapat membentuk sikap dan perilaku anak-anak mereka. Menciptakan lingkungan yang pengasih dan peduli di rumah memberikan keamanan terbaik untuk mencegah perilaku yang mengarah ke bunuh diri. Salah satu hal yang paling dibutuhkan kaum muda adalah orang-orang yang bersedia mendengarkan mereka. Jika orang-tua tidak bersedia mendengarkan mereka, barangkali orang-orang yang tidak kompeten bersedia melakukannya.

      Apa artinya itu bagi orang-tua dewasa ini? Luangkanlah waktu untuk anak-anak Anda sewaktu mereka membutuhkannya​—semasa mereka muda. Bagi banyak keluarga, ini tidak mudah. Mereka berjuang mencari nafkah, dan tidak ada pilihan selain kedua orang-tua harus bekerja. Orang-tua yang bersedia dan sanggup membuat pengorbanan agar punya lebih banyak waktu bersama anak-anak mereka sering kali menuai imbalan, yaitu melihat putra-putri mereka menikmati kehidupan yang berhasil. Akan tetapi, sebagaimana disebutkan di awal, adakalanya bahkan upaya terbaik di pihak orang-tua tidak menjamin bahwa tidak akan timbul problem serius dengan anak-anak mereka.

      Sahabat dan Orang Dewasa Lain Dapat Membantu

      Perang, pemerkosaan, dan penganiayaan atas kaum muda menuntut upaya luar biasa untuk mengendalikan dampak-dampaknya. Ini hendaknya dilakukan oleh orang-orang dewasa yang benar-benar mempedulikan mereka. Kaum muda yang trauma akibat pengalaman negatif demikian mungkin tidak menyambut baik upaya untuk membantu mereka. Ini mungkin menuntut investasi besar berupa waktu dan upaya Anda. Tentu saja, tidak bijaksana atau pengasih untuk meremehkan atau menolak mereka. Tidak dapatkah kita menggali sedikit lebih dalam sumber daya emosi kita serta memperlihatkan kebaikan hati dan kasih yang dibutuhkan guna mengulurkan bantuan kepada mereka yang bermasalah?

      Bukan hanya orang-tua, melainkan juga sahabat dan bahkan saudara kandung khususnya perlu tanggap mengamati kecenderungan dalam diri orang muda yang mungkin mengindikasikan keadaan emosi yang rapuh dan mungkin tidak seimbang. (Lihat kotak ”Bantuan yang Bermutu Dibutuhkan”, halaman 8.) Jika terdapat tanda-tanda, cepatlah mendengarkan. Jika memungkinkan, cobalah membantu remaja yang dalam kesusahan untuk berbicara melalui pertanyaan-pertanyaan yang ramah guna meyakinkan mereka akan persahabatan Anda yang tulus. Sahabat dan sanak saudara yang dapat dipercaya boleh jadi dapat mendukung orang-tua dalam menangani situasi yang sulit; tetapi, tentu saja, mereka hendaknya berhati-hati agar tidak mengambil alih peran orang-tua. Sering kali kecenderungan bunuh diri di kalangan remaja merupakan permohonan keras mereka untuk minta perhatian​—perhatian orang-tua.

      Salah satu pemberian terbaik yang dapat diberikan oleh siapa pun kepada kaum muda adalah harapan yang kukuh akan masa depan yang bahagia, suatu dorongan untuk terus hidup. Banyak remaja telah mengakui kebenaran janji Alkitab akan suatu sistem dunia yang lebih baik yang akan segera tiba.

      Nyaris Bunuh Diri tetapi Terselamatkan

      Di Jepang, seorang wanita muda yang sering kali memikirkan untuk bunuh diri mengatakan, ”Betapa seringnya saya ingin mengambil jalan itu. Sewaktu masih balita, saya dianiaya secara seksual oleh seseorang yang saya percaya. . . . Di masa lalu, saya menulis tak terhitung banyaknya catatan yang berbunyi ’saya ingin mati’. Kemudian, saya menjadi salah seorang Saksi-Saksi Yehuwa, dan saya kini melayani sebagai penginjil sepenuh waktu, tetapi desakan ini masih melanda saya sewaktu-waktu. . . . Tetapi, Yehuwa telah mengizinkan saya tetap hidup, dan seolah-olah Ia berkata dengan lembut kepada saya, ’Teruslah hidup’.”

      Seorang gadis berusia 15 tahun dari Rusia menjelaskan, ”Sewaktu saya berusia delapan tahun, saya mulai merasa bahwa tidak ada yang membutuhkan saya. Orang-tua saya tidak punya waktu untuk berbicara dengan saya, dan saya mencoba menyelesaikan problem saya sendiri. Saya mengasingkan diri. Saya senantiasa bertengkar dengan sanak saudara saya. Kemudian, timbul pikiran untuk bunuh diri. Betapa bahagianya saya sewaktu bertemu dengan Saksi-Saksi Yehuwa!”

      Dan, berikut ini adalah komentar yang menganjurkan dari Cathy di Australia, yang kini berusia awal 30-an, yang memperlihatkan bahwa keputusasaan benar-benar dapat berbalik menjadi harapan, ”Saya senantiasa bermimpi mengenai berbagai metode mengakhiri kehidupan saya dan akhirnya berupaya bunuh diri. Saya ingin lari dari dunia ini, yang penuh dengan kepedihan hati, amarah, dan kehampaan. Depresi mempersulit saya keluar dari ’jaring labah-labah’ tempat saya merasa terperangkap. Jadi, tampaknya bunuh diri merupakan jawabannya pada waktu itu.

      ”Sewaktu pertama kali saya mendengar tentang kemungkinan bumi menjadi suatu firdaus, dengan kehidupan yang bahagia dan penuh damai bagi semua orang, saya benar-benar mendambakannya. Tetapi, rasanya itu hanyalah impian yang mustahil. Akan tetapi, lambat laun saya mulai memahami pandangan Yehuwa mengenai kehidupan dan betapa berharga kita masing-masing di mata-Nya. Saya mulai merasa yakin bahwa ada harapan untuk masa depan. Akhirnya, saya menemukan jalan keluar dari ’jaring labah-labah’ itu. Akan tetapi, ternyata sulit juga untuk keluar darinya. Sewaktu-waktu, saya dilanda depresi dan merasa bingung sekali. Namun, menjadikan Allah Yehuwa sebagai pusat perhatian saya memungkinkan saya menarik diri dekat sekali kepada-Nya dan merasa aman. Saya bersyukur kepada Yehuwa untuk segala hal yang telah Ia lakukan bagi saya.”

      Tidak Ada Lagi yang Mati Muda

      Dengan mempelajari Alkitab, seorang muda dapat sadar bahwa ada sesuatu yang lebih baik untuk dinantikan​—sesuatu yang rasul Kristen, Paulus, sebut ”kehidupan yang sebenarnya”. Ia menasihati pria muda Timotius, ”Berilah perintah kepada mereka yang kaya . . . untuk mendasarkan harapan mereka, bukan kepada kekayaan yang tidak pasti tetapi kepada Allah, yang memberikan segala sesuatu dengan limpah kepada kita untuk kenikmatan kita; untuk mengupayakan kebaikan, kaya dalam perbuatan-perbuatan yang baik, . . . dengan aman menimbun fondasi yang baik bagi mereka sendiri untuk masa depan, agar mereka dapat menggenggam dengan teguh kehidupan yang sebenarnya.”​—1 Timotius 6:17-19.

      Pada dasarnya, nasihat Paulus berarti bahwa kita hendaknya melibatkan diri dengan orang-orang lain, membantu mereka memiliki harapan yang kukuh untuk masa depan. ”Kehidupan yang sebenarnya” adalah kehidupan yang telah Yehuwa janjikan dalam dunia baru-Nya berupa ”langit baru dan bumi baru”.​—2 Petrus 3:13.

      Banyak remaja yang dahulunya nyaris bunuh diri kemudian memahami bahwa penyalahgunaan obat bius dan gaya hidup yang amoral hanyalah bagaikan jalan panjang yang menyesatkan menuju kematian, dan bunuh diri adalah jalan pintasnya. Mereka akhirnya sadar bahwa dunia ini, dengan perang, kebencian, perilaku sewenang-wenang, dan cara-caranya yang tidak pengasih akan segera berlalu. Mereka telah tahu bahwa sistem dunia ini sudah tidak dapat diperbaiki lagi. Mereka percaya sepenuhnya bahwa Kerajaan Allah adalah satu-satunya harapan yang nyata, karena kerajaan itu akan mendatangkan suatu dunia baru, tempat bukan hanya kaum muda, melainkan juga semua umat manusia yang taat tidak akan pernah harus mati​—ya, bahkan tidak akan pernah ingin mati lagi.​—Penyingkapan (Wahyu) 21:1-4.

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan