-
Spiritisme—Mengapa Minat kepadanya Makin Bertambah?Menara Pengawal—1987 (Seri 40) | Menara Pengawal—1987 (Seri 40)
-
-
Spiritisme—Mengapa Minat kepadanya Makin Bertambah?
FRANS adalah sokoguru dari gereja Protestan setempat. Jika ada pekerjaan yang harus dilakukan untuk gereja, dialah orang pertama yang akan membantu. Wilhelmina juga seorang yang takut akan Allah. ”Anda harus pergi ke gereja,” katanya, dan ia pergi. Ester juga menghadiri kebaktian-kebaktian gereja dengan tetap tentu dan tidak membiarkan satu hari pun berlalu tanpa mengucapkan doa. Ketiga-tiganya mempunyai persamaan dalam satu hal lain lagi: Mereka juga adalah cenayang, atau dukun yang dapat berhubungan dengan roh-roh.
Ketiga penduduk Suriname ini bukan suatu perkecualian.
-
-
Spiritisme—Mengapa Minat kepadanya Makin Bertambah?Menara Pengawal—1987 (Seri 40) | Menara Pengawal—1987 (Seri 40)
-
-
Sebagai contoh ialah Izaak Amelo, seorang pedagang berumur 70 tahun di Suriname. Selama tujuh tahun ia menjadi anggota majelis gereja yang terhormat dan pada waktu yang sama ia seorang cenayang yang terkenal. Ia ingat, ”Setiap hari Sabtu seluruh majelis gereja kami berkumpul di luar desa untuk meminta nasihat kepada roh-roh. Hal itu berlangsung sepanjang malam. Menjelang esok pagi, diaken terus melihat arlojinya, dan kira-kira jam lima, ia memberi tanda kepada kami untuk berhenti. Kami kemudian mandi, ganti pakaian, dan pergi ke gereja—tepat pada waktunya untuk ibadat hari Minggu pagi. Selama tahun-tahun tersebut pastor tidak pernah mengucapkan sepatah kata pun bahwa ia tidak setuju.”
Setelah mempelajari hubungan antara spiritisme dan gereja-gereja di Suriname, seorang profesor Belanda R. van Lier menegaskan bahwa banyak orang memandang spiritisme sebagai suatu ”agama tambahan”. Dalam suatu penelitian yang baru-baru ini diterbitkan oleh Universitas Leiden, ia juga mengatakan bahwa spiritisme diakui sebagai ”bagian dari suatu lembaga agama yang luas yang berdiri berdampingan dengan Kekristenan”.
Namun saudara mungkin bertanya dalam hati, ’Apakah diterimanya spiritisme oleh gereja-gereja Susunan Kristen merupakan jaminan bahwa itu diperkenan oleh Allah? Apakah berhubungan dengan roh-roh akan lebih mendekatkan saudara kepadaNya? Apa yang sebenarnya dikatakan Alkitab tentang spiritisme?’
[Gambar di hlm. 2]
Izaak Amelo ingat bagaimana seluruh majelis gereja ambil bagian dalam pertemuan-pertemuan untuk berhubungan dengan roh orang mati
-
-
Spiritisme—Bagaimana Pandangan Allah?Menara Pengawal—1987 (Seri 40) | Menara Pengawal—1987 (Seri 40)
-
-
Asamaja Amelia, seorang wanita setengah baya di Suriname, berumur 17 tahun ketika ia pertama kali terlibat dalam tenung, atau ilmu meramal, suatu bentuk spiritisme. Karena ramalan-ramalannya benar-benar terjadi dan orang-orang yang bertanya mendapat manfaat dari nasihatnya, ia sangat dihormati di masyarakat. (Bandingkan Kisah 16:16.) Tetapi ada satu hal yang mengganggunya.
”Roh-roh yang berbicara melalui saya berlaku baik kepada orang-orang yang meminta bantuan mereka,” katanya, ”tetapi pada waktu yang sama mereka membuat kehidupan saya sengsara. Tiap kali setelah meramal, saya merasa lelah sekali dan hampir-hampir tidak dapat bergerak. Bila malam tiba, saya ingin beristirahat, tetapi roh-roh itu tidak mendiamkan saya. Mereka terus mengganggu saya, berbicara kepada saya, dan membuat saya terus bangun. Dan hal-hal yang mereka katakan!” Ia menarik napas dan memandang ke bawah, menggeleng-gelengkan kepala dengan perasaan jijik. ”Mereka senang berbicara tentang seks dan mendesak untuk mengadakan hubungan dengan saya. Hal itu sangat mengejutkan. Saya sudah menikah. Saya tidak ingin berlaku tidak setia dan telah mengatakan hal itu kepada mereka. Tetapi sia-sia. Pernah suatu kekuatan yang tidak kelihatan menyergap saya, menyentuh dan menekan tubuh saya, dan bahkan menggigit saya. Saya merasa sedih sekali.”
’Roh-roh menganjurkan imoralitas seks? Itu tidak masuk akal!’ mungkin saudara berkata. Apakah roh-roh itu benar-benar sehina itu?
”Mereka bahkan lebih buruk lagi!” kata Izaak, yang disebutkan sebelumnya. ”Pada suatu malam kami dipanggil untuk membantu seorang wanita yang sakit karena diganggu oleh suatu roh. Pemimpin kelompok—dukun dari roh yang lebih kuat—berusaha untuk mengusir roh itu. Sepanjang hari kami memohonkan bantuan dari roh yang dihubungi dukun itu. Kami menari dan memukul gendang, dan sedikit demi sedikit wanita itu menjadi lebih baik. Ia memerintahkan agar roh dalam diri wanita itu keluar, dan ini berhasil. ’Kami menang,’ kata pemimpin itu dengan berseri-seri. Kemudian kami duduk dan beristirahat.”
Lengan Izaak yang digerak-gerakkan diam sebentar ketika ia berhenti untuk berpikir. Kemudian ia melanjutkan, ”Untuk sementara semua nampaknya berjalan dengan baik, tetapi kemudian suatu jeritan memecah kesunyian. Kami segera lari ke rumah dari mana jeritan itu berasal dan melihat istri pemimpin itu. Ia menangis histeris. Di dalam rumah kami menemukan anak perempuannya yang masih kecil—kepalanya menghadap ke belakang! Suatu kekuatan telah memutar dan mematahkan lehernya, membunuhnya seperti seekor ayam —rupanya, pembalasan dari roh yang diusir itu. Memuakkan! Roh-roh itu adalah pembunuh-pembunuh yang sadis.”
Spiritisme dan ”Perbuatan Daging”
Kenajisan, imoralitas seks, dan pembunuhan—yang muncul dalam kedua pengalaman dengan spiritisme tersebut—merupakan ciri-ciri yang sangat bertentangan dengan kepribadian Allah. Dan hal itu membantu kita mengenali siapa sebenarnya roh-roh tersebut. Mereka mungkin pura-pura menjadi utusan Allah, tetapi perbuatan mereka yang imoral dan suka membunuh menyingkapkan bahwa mereka adalah peniru-peniru dari musuh Allah dan pembunuh pertama dalam sejarah, Setan si Iblis. (Yohanes 8:44) Ia adalah pemimpin mereka. Mereka adalah pembantu-pembantunya—malaikat-malaikat yang jahat atau hantu-hantu.—Lukas 11:15-20.
Tetapi saudara mungkin bertanya: ’Apakah ciri-ciri yang jahat ini hanya jarang saja nampak dalam spiritisme? Dapatkah spiritisme pada umumnya membuat saya berhubungan dengan roh-roh baik yang akan membantu saya lebih dekat kepada Allah?’ Tidak, Alkitab menyebutkan ”sihir” bersama dengan ”perbuatan daging” lain yang langsung bertentangan dengan sifat-sifat Kristen.—Galatia 5:19-21.
Di Wahyu 21:8 ”tukang-tukang sihir” (”mereka yang bercakap-cakap dengan hantu-hantu,” The Living Bible) disebutkan dalam kelompok yang sama seperti ”orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal . . . penyembah-penyembah berhala, dan semua pendusta.” Bagaimana pandangan Yehuwa terhadap para pendusta yang sengaja, orang-orang sundal, pembunuh, dan mereka yang mempraktekkan spiritisme? Ia membenci perbuatan mereka!—Amsal 6:16-19.
Maka, menyelidiki spiritisme berarti mengasihi apa yang Allah Yehuwa benci. Hal itu seperti menolak Yehuwa, bekerja sama dengan Setan, dan berpihak kepada musuh besar Allah beserta pembantu-pembantunya. Sekarang pikirkan ini: Apakah saudara ingin akrab dengan seseorang yang berpihak kepada musuh-musuh saudara? Tentu tidak. Sebaliknya, saudara akan menjauhi orang itu. Maka, jelas, kita dapat mengharapkan reaksi yang sama dari Allah Yehuwa. Amsal 15:29 mengatakan, ”[Yehuwa] itu jauh dari pada orang fasik.”—Lihat juga Mazmur 5:5.
Spiritisme Membawa kepada Kematian
Berkecimpung dalam spiritisme juga mengancam kehidupan. Allah memandangnya sebagai alasan untuk mendapat hukuman mati di kalangan umatNya di Israel purba. (Imamat 20:27; Ulangan 18:9-12) Jadi seharusnya tidak mengherankan bahwa mereka yang mempraktekkan spiritisme ”tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah.” (Galatia 5:20, 21) Sebaliknya, ”mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api,” yang berarti ’kematian kedua’, atau kebinasaan kekal. (Wahyu 21:8) Memang, dewasa ini ada gereja-gereja Susunan Kristen yang mungkin bersikap toleran terhadap spiritisme, tetapi pandangan Alkitab tidak berubah.
Bagaimana jika saudara sudah mengambil langkah-langkah pertama menempuh jalan menuju spiritisme? Maka ada baiknya saudara segera berhenti dan berpaling. Ikuti nasihat yang diilhami ilahi yang diberikan oleh nabi Allah Yesaya kepada orang-orang Israel purba. Keadaan mereka serupa dengan orang-orang dewasa ini yang terlibat dalam praktek-praktek yang najis namun berpikir bahwa mereka pada waktu yang sama menyembah Allah. Jadi, ada pelajaran-pelajaran penting dalam pengalaman mereka. Pelajaran apa?
Indahkan Peringatan Yesaya
Pasal pertama dari buku Yesaya memperlihatkan bahwa orang-orang Israel telah ”meninggalkan [Yehuwa]” dan ”berpaling membelakangi Dia.” (Ayat 4) Meskipun mereka telah tersesat, mereka tetap mempersembahkan korban-korban, merayakan hari-hari raya, dan memanjatkan doa. Tetapi sia-sia! Karena mereka tidak mempunyai keinginan dari hati untuk menyenangkan Pencipta mereka, Yehuwa mengatakan, ”Aku akan memalingkan mukaKu, bahkan sekalipun kamu berkali-kali berdoa, Aku tidak akan mendengarkannya.” Orang-orang Israel itu telah memberontak melawan Dia dengan melakukan praktek-praktek yang najis, bahkan sampai sejauh ’memenuhi tangan mereka dengan darah’.—Ayat 11-15.
Di bawah keadaan apa Yehuwa akan menerima mereka kembali? Perhatikan tuntutan yang diuraikan di Yesaya 1:16. Ia mengatakan, ”Basuhlah, bersihkanlah dirimu.” Jadi jika kita menganggap serius nasihat itu, kita akan berhenti atau tidak lagi melakukan praktek-praktek yang najis, termasuk spiritisme, salah satu ”perbuatan daging.” Karena kita tahu bahwa pikiran yang jahat di belakang spiritisme adalah milik Setan si Iblis, kita akan memperkembangkan kebencian untuk itu.
Kemudian kita harus menyingkirkan semua benda-benda yang ada hubungannya dengan spiritisme. Izaak melakukan hal itu. Ia mengatakan, ”Pada suatu hari saya mengumpulkan semua milik saya yang ada hubungannya dengan spiritisme di depan rumah saya, mengambil sebuah kapak, dan memecah-mecahnya sampai berkeping-keping. Tetangga saya berteriak bahwa saya akan menyesali apa yang saya lakukan. Sementara ia berteriak, saya menyiram bensin ke atas kepingan-kepingan itu dan membakar semuanya. Tidak ada satu pun yang tersisa.”
Itu 28 tahun yang lalu. Apakah Izaak menyesali tindakannya? Sebaliknya. Sekarang, ia melayani Yehuwa dengan bahagia sebagai seorang rohaniwan di salah satu sidang dari Saksi-Saksi Yehuwa.
Yesaya 1:17 memberikan nasihat selanjutnya, ”Belajarlah berbuat baik.” Hal itu menuntut kita mempelajari Firman Yehuwa, Alkitab, untuk mengetahui apa yang ”baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna”. (Roma 12:2) Dan dengan menerapkan pengetahuan yang baru didapatkan itu kita akan menghasilkan berkat-berkat yang menyegarkan. Itulah yang dialami oleh Asamaja.
Meskipun mendapat tantangan yang keras dari sanak keluarga dan tetangga-tetangga, Asamaja dengan teguh belajar Alkitab bersama Saksi-Saksi Yehuwa dan tidak lama setelah itu melepaskan diri dari spiritisme. Kemudian ia membaktikan kehidupannya kepada Allah Yehuwa dan dibaptis pada suatu kebaktian. Sekarang, kira-kira 12 tahun kemudian, ia mengatakan dengan penuh syukur, ”Sejak saya dibaptis, saya tidak pernah diganggu oleh roh-roh.” Dan sambil tersenyum ia mengingat, ”Pada malam setelah saya dibaptis, saya tidur begitu nyenyak dan tanpa gangguan sehingga saya terlambat datang pada acara kebaktian esok paginya.”
Manfaat-Manfaat yang Kekal
Dewasa ini, Izaak maupun Asamaja dengan sungguh-sungguh dapat mengatakan bersama dengan pemazmur Asaf, ”Bagiku sungguh baiklah berada dekat Allah.” (Mazmur 73:28, BIS) Memang, dengan mendekat kepada Yehuwa mereka telah mendapat manfaat-manfaat secara fisik dan emosi. Tetapi yang terutama, hal itu telah memberi mereka ketenangan batin dan hubungan yang akrab dengan Yehuwa.
Berkat-berkat sedemikian jauh melampaui penderitaan dan perjuangan yang dituntut untuk melepaskan diri dari kuk atau beban spiritisme. Tetapi, melepaskan diri bisa merupakan suatu pengalaman yang buruk. Lintina van Geenen, seorang wanita di Suriname, mengalami hal itu. Berikut ini, kita akan melihat bagaimana ia berjuang selama bertahun-tahun tetapi akhirnya berhasil.
[Gambar di hlm. 4]
Asamaja Amelia bercerita, ”Roh-Roh itu . . . membuat kehidupan saya sengsara. . . . Dan hal-hal yang mereka katakan!”
-
-
Melepaskan Diri dari Kuk SpiritismeMenara Pengawal—1987 (Seri 40) | Menara Pengawal—1987 (Seri 40)
-
-
Melepaskan Diri dari Kuk Spiritisme
MUSIBAH menimpa keluarga saya ketika saya berumur 14 tahun. Pada waktu itu, seorang pembunuh yang keji menyingkirkan sanak keluarga saya satu demi satu. Korban yang pertama adalah semua anak saudara perempuan saya—sembilan anak. Kemudian ia menyerang suaminya. Tidak lama setelah itu ia membunuh salah seorang saudara perempuan saya juga. Empat dari saudara laki-laki dan perempuan saya menyusul setelah itu, sampai akhirnya ibu saya dan saya saja yang masih hidup. Oh, saya sangat ketakutan!
Selama bertahun-tahun setelah itu, setiap hari saya makan, bekerja, dan tidur dalam ketakutan. Saya bertanya-tanya: ’Kapan ia akan menyerang? Dan siapa korban berikutnya—Ibu atau saya?’
Latar Belakang Saya
Untuk membantu saudara mengerti apa yang terjadi setelah itu, saya ingin menceritakan tentang latar belakang saya. Saya dilahirkan pada tahun 1917 sebagai anggota dari suku Paramaccaner Bush-Negroe di sebuah pulau di Sungai Maroni, Suriname. Nenek moyang saya adalah den lowenengre, atau budak-budak pelarian, yang melarikan diri ke hutan untuk menempuh kehidupan yang sukar tetapi bebas. Ya, sebenarnya ini kehidupan yang bebas dari perbudakan oleh manusia tetapi tidak bebas dari hantu-hantu.
Kehidupan sehari-hari di desa kami dikuasai oleh penyembahan kepada hantu dan nenek moyang. Untuk menyihir seseorang dan menimbulkan penyakit serta kematian atas sesama mereka, ada orang-orang yang menggunakan wisi, ilmu sihir, atau mereka minta bantuan dari seorang koenoe, seorang pengganggu. Mereka percaya bahwa para pengganggu ini adalah orang-orang yang diperlakukan dengan buruk oleh seorang anggota keluarga. Setelah para pengganggu mati, kata orang mereka kembali kepada keluarga itu untuk menuntut pembalasan. Tetapi, sebenarnya, para pengganggu ini adalah hantu-hantu keji yang memaksa orang untuk menyembah mereka.
Sebagai anggota dari Masyarakat Persaudaraan Evangelis, suatu gereja Protestan, saya juga belajar sesuatu tentang Allah. Meskipun saya sama sekali tidak mengetahui cara menyembah Dia, hutan tropika di sekeliling saya memberikan bukti berlimpah bahwa Ia adalah Penyedia yang baik. ’Saya ingin menyembah Allah yang baik dan bukan suatu roh jahat yang menimbulkan penderitaan,’ saya pikir. Saya tahu bahwa para pengganggu senang menyiksa orang-orang yang tidak mau diajak bekerja sama, sampai mati.
Bayangkan betapa terkejutnya saya ketika saya mengetahui bahwa musuh-musuh keluarga kami telah mengirim seorang koenoe kepada kami. Saya berumur 14 tahun ketika ia mulai menjalankan misinya yang membawa maut. Dua puluh enam tahun kemudian, hanya Ibu dan saya yang masih hidup.
Pertemuan Pertama
Ibu suka bekerja keras. Pada suatu hari, ketika sedang menuju ke ladangnya, ia dipukul sampai jatuh dan tidak dapat bangun lagi. Koenoe itu memilih ibu saya. Kesehatan ibu makin melemah dan ia menjadi lumpuh. Ia membutuhkan bantuan—bantuan saya. Tetapi saya menghadapi pilihan yang sulit antara kasih untuk ibu dan takut kepada hantu yang merasukinya. Tetapi selama mendapat serangan dari koenoe itu, Ibu yang malang berteriak karena sangat kesakitan sehingga saya tidak tahan dan menaruh kepalanya di pangkuan saya untuk menghiburnya. Kemudian ia menjadi tenang, tetapi saya merasa ada ”tangan-tangan” yang menekan tubuh saya.
Pada waktu saya ingin lari, Ibu menangis lagi. Jadi demi Ibu saya tetap tinggal dan menahan pertemuan saya yang menakutkan dengan pembunuh ini. Saya berumur 40 tahun.
Serangan yang Makin Hebat
Ibu meninggal. Baru tiga hari setelah itu, saya mendengar suara yang ramah mengatakan, ”Lintina, Lintina, apa kau mendengar saya? Saya memanggilmu.” Itu adalah awal dari kesengsaraan yang begitu besar sehingga saya ingin cepat mati saja.
Mula-mula hantu itu mengganggu hanya bila saya akan tidur. Pada waktu saya baru akan tertidur, suara itu akan membangunkan saya, berbicara tentang kuburan dan kematian. Karena tidak dapat tidur saya merasa lemah, meskipun saya tetap mengurus anak-anak saya.
Kemudian hantu itu meningkatkan serangannya. Beberapa kali saya merasa seolah-olah ia mencekik saya. Walaupun saya berusaha melarikan diri, saya tidak dapat karena nampaknya suatu beban yang berat menekan tubuh saya. Saya ingin berteriak tetapi tidak dapat mengeluarkan suara. Meskipun demikian, saya tidak mau menyembah penyerang saya.
Setelah pulih dari tiap serangan, saya meneruskan pekerjaan di ladang, menanam singkong serta tebu dan menjualnya di pasar di sebuah kota kecil di pesisir. Keadaannya makin mudah untuk mendapat nafkah tetapi penderitaan yang paling buruk masih harus saya hadapi.
Mencari Penyembuhan
Pada suatu hari saya mendengar suara yang merupakan pertanda buruk dari hantu itu mengatakan, ”Saya akan membuat perutmu membengkak seperti sebuah bola.” Beberapa waktu kemudian, ada suatu gumpalan yang keras dalam perut saya yang makin lama makin membesar hingga saya kelihatan seperti hamil. Saya benar-benar ketakutan, dan bertanya-tanya: ’Dapatkah Allah, sang Pencipta, membantu saya untuk melepaskan diri dari koenoe itu? Dapatkah Ia mengirim roh yang baik dan lebih kuat untuk mengusirnya?’ Untuk mengetahuinya, saya pergi kepada seorang bonoeman, seorang dukun.
Dukun yang pertama memberi saya tapoes, atau jimat, tetapi bengkak yang saya alami tetap ada. Karena bertekad untuk mencari pengobatan, saya pergi ke berbagai bonoeman—tetapi semuanya sia-sia. Sementara itu saya terus bekerja di ladang untuk mendapatkan uang guna membeli bir, anggur, champagne, dan cawat untuk membayar dukun-dukun itu. Banyak kali mereka menasihati, ”Sujudlah untuk koenoe itu. Mohonlah kepadanya sebagai majikanmu. Sembahlah dia, maka ia akan meninggalkan kamu.” Namun bagaimana mungkin saya sujud kepada suatu roh yang telah menyiksa dan ingin membunuh saya? Saya tidak dapat.
Tetapi, dalam keputusasaan, saya melakukan semua hal lain yang diperintahkan oleh dukun-dukun itu. Salah satu dari mereka mengobati saya selama lima bulan. Ia memandikan saya dengan ramu-ramuan dan memeras sari dari 11 tanaman yang berbeda ke dalam mata saya—”untuk memurnikan”, katanya seraya saya berteriak kesakitan. Tetapi pada akhir pengobatan itu, saya pulang ke rumah tanpa mempunyai uang sama sekali, tersiksa, dan lebih sakit daripada sebelumnya.
”Ini Akhir Hidupmu”
Salah seorang dari putra-putra saya, yang tinggal di negeri Belanda, mengirimkan uang untuk terus mencari bantuan. Jadi saya pergi ke seorang dokter di ibukota. Setelah memeriksa, ia mengatakan, ”Saya tidak dapat membantu anda. Pergilah dan mintalah bantuan seorang bonoeman.” Jadi saya mencoba minta bantuan seorang cenayang keturunan Indian Timur—tetapi sekali lagi sia-sia. Saya pulang tetapi hanya dapat sampai di ibukota, di mana saya sampai di rumah salah seorang dari putri-putri saya. Di sana saya jatuh—bangkrut dan sakit. Dengan percuma, saya telah menggunakan waktu 17 tahun dan uang 15.000 guilders (Rp 13.695.000,-) untuk mencari pengobatan. Saya berumur 57 tahun.
Kemudian, hantu itu mengancam, ”Saya sudah tidak sabar lagi denganmu. Ini adalah akhir hidupmu.”
”Tetapi kau bukan Allah, engkau bukan Yesus,” saya berteriak.
”Bahkan Allah tidak dapat menghentikan saya,” jawab hantu itu. ”Hari-harimu sudah ditentukan.”
Perjuangan Terakhir
Beberapa minggu berlalu. Meena, seorang wanita tetangga yang menjadi rohaniwan sepenuh waktu dari Saksi-Saksi Yehuwa, bertanya kepada putri saya mengenai keadaan saya dan mengatakan, ”Ibumu dapat ditolong tetapi hanya dengan Alkitab.” Mendengar percakapan itu, saya pergi ke tempat mereka. Tetapi, sebelum sampai di sana, saya terlempar ke tanah. Meena dengan tergesa-gesa datang dan mengatakan, ”Hantu itu tidak akan membiarkanmu. Satu-satunya yang dapat membantumu ialah Yehuwa, dan tidak ada yang lain.” Kemudian ia berdoa bersama saya kepada Allah Yehuwa dan mulai mengunjungi saya. Tetapi makin sering ia berkunjung, makin keji serangan hantu-hantu itu. Pada malam hari, tubuh saya bergetar begitu keras sehingga tidak seorang pun dalam rumah dapat tidur. Saya berhenti makan dan ada saat-saat saya sama sekali hilang ingatan.
Keadaan saya menjadi begitu serius sehingga putra-putra saya datang dari pedalaman guna membawa saya kembali ke desa saya untuk mati di sana. Karena terlalu lemah untuk melakukan perjalanan, saya menolak. Tapi karena merasa maut kian mendekat, saya memanggil Saksi itu untuk mengatakan selamat tinggal. Meena menjelaskan dari Alkitab bahwa meskipun saya mati, ada harapan kebangkitan.
”Kebangkitan? Apa maksudmu?”
”Allah dapat membangkitkan anda kepada kehidupan dalam Firdaus,” ia menjawab. Seberkas harapan!
Tetapi pada malam itu juga hantu itu merasuki saya. Dalam keadaan kesurupan, saya seolah-olah melihat koenoe itu diikuti oleh segerombolan orang. Ia mengejek, ”Ia pikir ia akan mendapat kebangkitan.” Kemudian orang banyak itu tertawa dan tertawa. Namun kemudian saya melakukan sesuatu yang tidak pernah saya lakukan. Saya berseru, ”Yehuwa! Yehuwa!” Hanya itu saja yang saya ketahui harus saya ucapkan. Dan hantu itu pergi!
Putra-putra saya datang lagi dan memohon, ”Mama, jangan meninggal di kota. Biarlah kami membawa mama ke desa.” Saya menolak karena saya ingin belajar lebih banyak tentang Yehuwa. ”Memang, saya mungkin tetap akan mati,” kata saya kepada mereka, ”tetapi sedikitnya saya telah melayani sang Pencipta.”
Seperti Sebuah Menara yang Kuat
Meena dan Saksi-Saksi lain tetap mengunjungi saya. Mereka mengajar saya berdoa kepada Yehuwa. Antara lain, mereka memberitahu saya tentang sengketa antara Yehuwa dan Setan dan bagaimana si Iblis mendatangkan penderitaan atas Ayub agar ia menyangkal Allah. Mempelajari hal-hal ini telah menguatkan keyakinan saya untuk sekali-kali tidak menyembah hantu itu. Saksi-Saksi itu membacakan ayat yang menjadi ayat kesayangan saya, ”Nama [Yehuwa] adalah menara yang kuat, ke sanalah orang benar berlari dan ia menjadi selamat.”—Amsal 18:10.
Pelan-pelan kekuatan saya pulih kembali. Ketika putra saya kembali, saya mengatakan kepadanya untuk menunggu di luar. Saya berpakaian dan mengenakan sebuah blus yang saya masukkan ke dalam rok saya untuk menunjukkan bahwa pembengkakan pada perut saya hampir hilang. Kemudian saya berjalan ke luar.
”Apakah ini Mama Lintina?” putra saya berseru.
”Ya, benar—syukur kepada Yehuwa, Allah saya!”
Mengambil Pendirian
Sejak saya dapat berjalan sedikit, saya pergi ke Balai Kerajaan dari Saksi-Saksi Yehuwa. Di sana saya mendapat begitu banyak anjuran dari teman-teman sehingga saya tidak pernah absen menghadiri perhimpunan-perhimpunan. Beberapa bulan kemudian, saya menyertai Saksi-Saksi itu dalam pekerjaan pengabaran kepada umum. Tidak lama kemudian, saya dibaptis dan menjadi seorang hamba Yehuwa, Penyelamat saya yang pengasih. Saya berumur 58 tahun.
Tetapi, ada sesuatu yang masih harus dilakukan. Bertahun-tahun sebelumnya, di pondok saya di desa, saya telah mendirikan sebuah altar untuk mempersembahkan korban-korban kepada nenek moyang saya. Agar bersih secara rohani, saya harus memusnahkannya. Saya memohon bantuan Yehuwa, karena tindakan saya dapat menimbulkan kegemparan di kalangan penduduk desa. Ketika saya sampai di pondok saya dan membuka pintu, ada yang berteriak, ”Pingos!” (Babi-babi liar!) Sekawanan babi melintasi pulau itu dan melompat ke dalam sungai untuk berenang ke seberang. Segera, tua dan muda meninggalkan desa untuk menangkap babi-babi itu, suatu tangkapan yang mudah. Dengan bergetar, saya sujud dan bersyukur kepada Yehuwa atas perkembangan ini. Dengan cepat saya mengeluarkan altar itu, menyiramnya dengan minyak tanah dan membakarnya. Altar itu musnah sebelum gerombolan orang-orang kembali. Memang, mereka akhirnya tahu, tetapi tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Jadi, dengan tentram, saya kembali ke ibukota.
Dari Kesengsaraan kepada Kebahagiaan
Saya mendapat lebih banyak berkat. Putra saya di negeri Belanda tidak mempercayai cerita-cerita yang ia dengar tentang saya dan berangkat dengan pesawat terbang ke Suriname untuk melihat sendiri. Ia begitu bahagia melihat saya sehat sehingga ia membeli sebuah rumah yang bagus untuk saya di ibukota, tempat saya sekarang tinggal. Betapa besar perubahan yang saya alami—dari seorang budak yang miskin tanpa uang kepada hantu-hantu menjadi seorang hamba Yehuwa yang dipelihara dengan baik!
Sebelas tahun setelah saya dibaptis, saya mempunyai lebih banyak alasan lagi untuk berterima kasih. Karena digerakkan oleh banyak berkat yang saya terima, tiga dari anak-anak saya dan seorang menantu laki-laki juga menjadi berminat dalam kebenaran Alkitab dan akhirnya membaktikan kehidupan mereka kepada Allah Yehuwa. Dan berkali-kali, saya menceritakan pengalaman saya dengan hantu-hantu pada waktu saudara-saudari mengajak saya untuk mengunjungi siswa-siswa Alkitab mereka yang tidak mempunyai keberanian untuk membebaskan diri dari hantu-hantu. Dengan demikian bahkan tahun-tahun yang menakutkan itu berguna juga di dalam kegiatan pengabaran Kerajaan.
Saya tidak mempunyai cukup banyak kata untuk menyatakan terima kasih saya kepada Yehuwa, Allah saya. Memang, saya telah melihat tanganNya yang mahakuasa demi kepentingan saya. Sesungguhnya, Yehuwa benar-benar baik kepada saya!—Bandingkan Mazmur 18:18-20.
[Gambar di hlm. 6]
Dalam melepaskan diri dari spiritisme, Lintina van Geenen belajar bahwa ”nama [Yehuwa] adalah menara yang kuat”
-