PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Penyebab secara Kejiwaan
    Sedarlah!—1987 (No. 24) | Sedarlah!—1987 (No. 24)
    • Penyebab secara Kejiwaan

      ”SEMUA tes sudah saya lakukan, dan tidak ada gejala apa-apa,” sang dokter yang ramah berkata kepada Elizabeth. ”Saya yakin anda sangat tertekan dan karena alasan yang tepat.”

      Elizabeth, yang merasa bahwa problemnya adalah penyakit fisik, mulai bertanya-tanya dalam hati apakah pendapat dokter itu benar. Ia merenungkan perjuangannya setiap hari selama beberapa tahun menghadapi putranya berusia enam tahun yang tidak mau patuh, dan sering kali tidak bisa dikendalikan, yang kemudian didiagnosa menderita penyakit berupa kekurangan perhatian. ”Ketegangan dari hari ke hari dan kecemasan yang tidak ada habisnya sangat membebani emosi saya,” Elizabeth mengungkapkan. ”Saya sudah sampai merasa putus asa dan ingin bunuh diri.”

      Banyak orang yang tertekan, seperti Elizabeth, telah mengalami kadar ketegangan emosi yang luar biasa. Sebenarnya, suatu penyelidikan penting oleh ahli-ahli riset Inggris George Brown dan Tirril Harris menyingkapkan bahwa wanita-wanita yang tertekan rata-rata memiliki ”kesulitan-kesulitan besar”, seperti perumahan yang buruk atau ketegangan hubungan keluarga, tiga kali lebih besar daripada kesulitan wanita-wanita yang tidak tertekan. Kesulitan-kesulitan ini telah menimbulkan ”cukup banyak kesukaran dan sering kali tak kunjung berhenti” selama sekurang-kurangnya dua tahun. Pengalaman hidup yang berat, seperti kematian sanak-keluarga atau teman dekat, penyakit parah atau kecelakaan, berita buruk yang mengejutkan, atau kehilangan pekerjaan, juga empat kali lebih umum di kalangan wanita yang tertekan!

      Namun, Brown dan Harris menemukan kenyataan bahwa kemalangan saja tidak menyebabkan depresi. Banyak bergantung pada reaksi mental dan kecenderungan emosional masing-masing orang.

      ”Segala Sesuatu Tampaknya Tidak Memberi Harapan”

      Misalnya, Sarah, istri yang rajin dan ibu dari tiga anak yang masih kecil. Pada suatu kecelakaan sewaktu bekerja punggungnya terkilir. Dokter mengatakan bahwa ia harus mengurangi banyak kegiatan fisik karena piringan sendi tulang belakang pecah. ”Rasanya seluruh kehidupan saya seperti sudah berakhir. Biasanya saya selalu aktif, senang berolahraga dengan anak-anak saya. Saya terus memikirkan kerugian ini dan merasa bahwa keadaan tidak akan mungkin membaik. Semua sukacita dalam kehidupan saya hilang seketika. Segala sesuatu tampaknya tidak memberi harapan,” demikian pengakuan Sarah.

      Karena ia memberi reaksi seperti itu terhadap kecelakaan ini, akhirnya ia berkesimpulan bahwa seluruh hidupnya sudah tidak memberi harapan, dan depresi itu pun makin menjadi. Sebagaimana dikatakan oleh Brown dan Harris, dalam buku mereka Social Origins of Depression (Segi Sosial dari Asal Mula Depresi), ”Hal itu [kecelakaan yang menjadi penyebab, seperti yang dialami Sarah] bisa membuat orang berpikir bahwa seluruh kehidupannya sudah tidak memberi harapan. Pemukulrataan semacam inilah yang kami rasa menjadi inti pokok penyakit depresi.”

      Tetapi mengapa banyak orang merasa tidak dapat memulihkan perasaan kehilangan yang menyakitkan, sehingga mereka mengalami depresi yang hebat? Mengapa Sarah, misalnya, lebih cenderung pada pemikiran yang negatif?

      ’Saya Tidak Berharga’

      ”Saya selalu kurang yakin pada diri sendiri,” Sarah menjelaskan. ”Perasaan rendah diri saya begitu hebat, dan saya merasa diri tidak layak mendapat perhatian apapun.” Perasaan sakit yang berhubungan dengan kurang harga diri sering kali menjadi faktor penentu. ”Kepedihan hati mematahkan semangat,” kata Amsal 15:13. Alkitab mengetahui bahwa semangat yang tertekan bisa timbul, bukan saja karena tekanan dari luar, tetapi juga karena kebimbangan di dalam diri kita. Apa yang dapat menyebabkan perasaan rendah diri?

      Beberapa pola berpikir kita dibentuk dari cara kita dibesarkan. ”Sewaktu masih anak-anak, saya tidak pernah dipuji oleh orangtua saya,” kata Sarah. ”Saya ingat bahwa saya tidak pernah menerima suatu pujian sampai sesudah saya kawin. Akibatnya, saya mencari hal itu dari orang lain. Saya takut sekali dicela orang.”

      Kebutuhan Sarah yang sangat besar untuk disambut adalah unsur yang umum bagi kebanyakan orang yang menjadi sangat tertekan. Penyelidikan mengungkapkan bahwa orang-orang tersebut cenderung membentuk harga diri mereka melalui kasih dan sambutan yang diterima dari orang lain, bukan berdasarkan hasil yang mereka capai sendiri. Mereka mungkin menilai diri sendiri sejauh mereka disukai atau dianggap penting oleh orang lain. ”Kehilangan dukungan sedemikian,” lapor satu tim penyelidik, ”akan mengakibatkan jatuhnya harga diri dan ini sangat berperan dalam mulainya depresi.”

      Perfeksionisme [ingin segala sesuatu sempurna]

      Kekuatiran yang berlebihan untuk mendapat sambutan dari orang lain sering kali nyata dengan cara yang luar biasa. Sarah menjelaskan, ”Saya berusaha melakukan segala sesuatu sebaik mungkin supaya saya mendapat sambutan yang tidak saya peroleh sewaktu kecil. Demikian pula di tempat pekerjaan. Saya harus memiliki keluarga yang ’sempurna’. Citra inilah yang saya miliki dan yang harus saya kejar.” Tetapi, ketika ia mendapat kecelakaan, segalanya seperti tidak memberi harapan. Ia menambahkan, ”Saya yakin bahwa sayalah yang bertanggung jawab dalam keluarga dan takut bahwa jika saya tidak dapat berfungsi, mereka akan gagal dan kemudian orang akan mengatakan, ’Dia seorang ibu dan istri yang tidak baik.’”

      Cara berpikir Sarah mengakibatkan depresi yang hebat. Riset mengenai kepribadian orang yang tertekan mengungkapkan bahwa kasusnya tidak langka. Margaret, yang juga menderita depresi berat, mengakui, ”Saya kuatir apa yang orang pikirkan tentang diri saya. Saya seorang perfeksionis, selalu melihat jam, selalu kuatir.” Menetapkan tujuan hidup yang tinggi dan tidak realistis atau menjadi sangat kuatir, lalu gagal untuk memenuhi pengharapan itu, adalah akar dari banyak depresi. Pengkhotbah 7:16 mengingatkan, ”Janganlah terlalu saleh, janganlah perilakumu terlalu berhikmat; mengapa engkau akan membinasakan dirimu sendiri?” Berupaya memperlihatkan diri hampir ”sempurna” bagi orang lain akan membawa kesedihan emosi dan fisik. Frustrasi dapat juga mengarah kepada semacam tindakan menyalahkan diri yang merusak.

      ”Tidak Ada Sesuatu Pun yang Dapat Saya Lakukan dengan Benar”

      Menyalahkan diri dapat menghasilkan manfaat. Misalnya, seseorang mungkin dirampok karena berjalan sendirian di daerah yang rawan. Ia mungkin menyalahkan diri karena menempatkan diri dalam keadaan semacam itu, memutuskan untuk berubah dan dengan demikian menghindari kesulitan serupa di kemudian hari. Tetapi seseorang dapat bertindak terlalu jauh dan menyalahkan diri seolah-olah ia sudah tergolong dalam tipe kepribadian tertentu, dengan mengatakan, ’Saya memang orang ceroboh yang tidak dapat menghindar dari kesulitan.’ Jenis penyalahan diri demikian mencela kepribadian serta merongrong harga diri.

      Suatu contoh penyalahan diri yang begitu merusak terjadi pada diri Maria yang berusia 32 tahun. Selama enam bulan ia menyembunyikan kemarahan terhadap kakak perempuannya karena kesalahpahaman. Suatu petang ia memaki kakaknya di telepon. Ibu mereka, setelah mendengar apa yang telah dilakukan Maria, memanggilnya dan dengan keras menegurnya.

      ”Saya menjadi sangat marah kepada ibu saya, tetapi saya bahkan lebih marah kepada diri sendiri, karena saya tahu seberapa dalam saya telah melukai kakak saya,” kata Maria. Tak lama kemudian ia berteriak kepada anak laki-lakinya berusia sembilan tahun, yang nakal. Anak itu, menjadi bingung sekali, kemudian berkata kepadanya, ”Mama kedengarannya seperti mau membunuh saya!”

      Maria terpukul. Ia mengungkapkan, ”Saya merasa diri seorang yang menakutkan. Saya pikir, ’Tidak ada sesuatu pun yang dapat saya lakukan dengan benar!’ Itu saja yang dapat saya pikirkan. Kemudian depresi berat benar-benar mulai.” Penyalahan diri sendiri yang ia alami terbukti merusak.

      Apakah semua ini memaksudkan bahwa setiap orang yang mengalami depresi berat mempunyai perasaan rendah diri? Tentu tidak. Alasan-alasannya rumit dan beraneka-ragam. Bahkan bila akibatnya seperti yang Alkitab katakan ”mematahkan semangat”, ada banyak emosi yang menyebabkannya, termasuk kemarahan, kebencian, perasaan bersalah yang terpendam—nyata ataupun dilebih-lebihkan—dan percekcokan yang belum selesai dengan orang lain. (Amsal 15:13) Semua ini dapat mengakibatkan perasaan tertekan, atau depresi.

      Sewaktu Sarah menyadari bahwa cara berpikirnya adalah akar dari banyak depresinya, mula-mula ia merasa terpukul. ”Tetapi kemudian saya merasa lega,” katanya, ”karena saya menyadari bahwa jika cara berpikir saya yang menyebabkannya, maka cara berpikir saya pun dapat memperbaikinya.” Sarah mengatakan gagasan ini menggairahkan bagi dia, dan menjelaskan, ”Saya menyadari bahwa bila saya mengubah cara berpikir saya mengenai hal-hal tertentu, hal ini dapat membawa pengaruh atas kehidupan saya untuk selamanya.”

      Sarah membuat perubahan-perubahan yang diperlukan, dan depresinya hilang. Maria, Margaret, dan Elizabet juga memenangkan perjuangan mereka. Perubahan-perubahan apa yang mereka buat?

      [Blurb di hlm. 10]

      ’Pada waktu saya menyadari bahwa cara berpikir saya yang menyebabkan depresi, saya merasa lega dan terhibur karena saya yakin saya juga akan dapat memperbaikinya.’

  • Memenangkan Perjuangan Melawan Depresi
    Sedarlah!—1987 (No. 24) | Sedarlah!—1987 (No. 24)
    • Beberapa orang yang tertekan tidak mencari bimbingan yang mahir karena takut dianggap lemah mental. Namun, depresi berat bukan pertanda kelemahan mental atau kegagalan rohani. Penyelidikan menunjukkan bahwa kelainan yang serius ini mungkin terjadi sewaktu bahan kimia tertentu salah berfungsi dalam otak. Karena hal ini mungkin diakibatkan oleh penyakit fisik, jika anda sangat tertekan selama lebih dari dua minggu, mungkin bijaksana untuk pergi ke dokter. Jika tidak ditemukan penyakit fisik yang menjadi penyebab problem itu, sering kali kelainan dapat diperbaiki dengan menyesuaikan pola berpikir disertai sedikit bantuan obat-obatan atau gizi yang tepat.a Berhasil mengalahkan depresi tidak berarti bahwa anda tidak akan pernah merasa tertekan lagi. Kesedihan adalah bagian dari kehidupan. Namun, bila dengan mahir anda mengarahkan pukulan-pukulan, anda akan lebih sanggup mengatasi depresi.

      Seorang dokter sering kali akan memberikan resep obat antidepresi. Obat-obat ini dimaksud untuk memulihkan ketidakstabilan kimia. Elizabet, yang disebut sebelumnya, menggunakan obat-obat ini, dan dalam waktu beberapa minggu perasaannya mulai membaik. ”Tetapi, saya harus mengembangkan sikap yang positif untuk bekerjasama dengan obat-obat,” ia berkata. ”Dengan ’dorongan’ dari obat, saya bertekad untuk menjadi baik. Saya juga mempertahankan program olahraga setiap hari.”

      Namun, penggunaan obat antidepresi tidak selalu berhasil. Ada juga pengaruh sampingan bagi beberapa orang. Dan sekalipun kegagalan fungsi kimia diperbaiki, jika cara berpikir seseorang tidak diperbaiki, depresi dapat kembali. Namun, banyak bantuan dapat diperoleh dengan bersedia untuk . . .

      Mengutarakan Perasaan Hati Anda

      Sarah sangat benci akan beban keluarga yang harus ia tanggung seorang diri, juga tekanan pekerjaan duniawi. (Lihat halaman 7.) ”Tetapi saya hanya memendam perasaan saya,” ulas Sarah. ”Kemudian suatu malam sewaktu merasa begitu putus asa, saya menelepon adik perempuan saya, dan untuk pertama kali dalam hidup saya, saya mulai mencurahkan perasaan saya. Ini merupakan titik balik, karena hal itu begitu melegakan.”

      Jadi, jika tertekan, carilah seorang yang empati [dapat ikut merasakan] kepada siapa anda dapat terbuka. Ini bisa jadi pasangan hidup, teman dekat, sanak keluarga, hamba Allah, dokter, atau penasihat yang ahli. Menurut sebuah penyelidikan yang dilaporkan dalam Journal of Marriage and the Family (Jurnal Perkawinan dan Keluarga), salah satu hal utama yang perlu untuk menaklukkan depresi ialah ”adanya seseorang yang membantu dan mendukung kepada siapa kesulitan hidup dapat dibagi”.

      Menyatakan perasaan anda melalui kata-kata adalah proses penyembuhan sehingga pikiran anda tidak akan menolak kenyataan adanya problem atau kerugian. Sebaliknya, problem tersebut akan tetap tidak terselesaikan. Tetapi utarakanlah perasaan anda yang sebenarnya. Jangan sampai dihambat oleh perasaan bangga yang semu, keinginan untuk tampil tak gentar menghadapi musuh. ”Kekuatiran dalam hati membungkukkan orang, tetapi perkataan yang baik menggembirakan dia,” kata Amsal 12:25. Namun, hanya bila anda membuka perasaan, orang lain dapat mulai mengerti ”kekuatiran” anda sehingga dapat memberikan ”perkataan yang baik” untuk menganjurkan.

      ”Saya hanya ingin simpati sewaktu menelepon adik saya, tetapi ada lebih banyak yang saya dapat,” kenang Sarah. ”Ia membantu saya melihat letak kesalahan cara berpikir saya. Ia mengatakan bahwa saya membebani diri dengan terlalu banyak tanggung jawab. Walaupun saya mula-mula tidak ingin mendengar hal ini, sewaktu saya mulai menerapkan nasihatnya, saya dapat merasakan suatu beban yang besar mulai terangkat.” Betapa tepat kata-kata di Amsal 27:9 (BIS), ”Sebagaimana minyak harum dan wangi-wangian menyenangkan hati, demikian juga kebaikan kawan menyegarkan jiwa.”

      Memang menyenangkan untuk mempunyai seorang teman atau pasangan hidup yang dapat berbicara jujur dan membantu anda menilai segala sesuatu dalam sudut pandangan yang benar. Ini mungkin membantu anda untuk memusatkan perhatian hanya pada satu problem setiap saat. Jadi daripada bersikap bertahan, hargai ”bimbingan yang mahir” sedemikian. Anda mungkin membutuhkan seseorang yang mempunyai kesanggupan tertentu. Setelah mengadakan percakapan beberapa kali dengan orang demikian, ia dapat menawarkan beberapa tujuan jangka pendek yang akan menunjukkan langkah-langkah yang dapat anda ambil untuk mengubah atau memperbaiki keadaan sehingga mengurangi atau membuang sumber ketegangan emosional.b

      Untuk menaklukkan depresi sering kali perlu melawan perasaan rendah diri. Bagaimana hal ini dapat dilawan dengan trampil?

      Melawan Perasaan Rendah Diri

      Misalnya, Maria, seperti diperlihatkan pada artikel sebelumnya, menjadi tertekan setelah terjadi percekcokan dalam keluarganya. Ia menyimpulkan, ’Saya ini orang yang tidak menarik dan tidak ada sesuatu pun yang dapat saya lakukan dengan benar.’ Hal ini tidak betul. Seandainya ia menganalisa kesimpulan-kesimpulannya, ia dapat menantangnya dengan cara berpikir, ’Ada beberapa hal yang saya lakukan dengan benar dan ada yang salah, sama seperti orang-orang lain. Saya melakukan beberapa kesalahan, dan saya perlu berupaya untuk lebih hati-hati, tetapi hal ini jangan kita lebih-lebihkan.’ Cara berpikir demikian akan membuat harga dirinya tetap utuh.

      Sering kali suara hati yang terlalu kritis menuduh kita itulah yang keliru! Beberapa pikiran salah yang mengakibatkan depresi tercantum dalam kotak di sebelah. Belajarlah menyadari cara berpikir yang salah demikian dan secara mental tantanglah keabsahannya.

      Korban rasa rendah diri yang lain adalah Jean, seorang ibu tanpa suami yang berumur 37 tahun. ”Saya merasa tertekan karena harus membesarkan dua anak laki-laki. Tetapi sewaktu saya melihat ada orangtua tunggal menikah lagi, saya pikir, ’Ada yang tidak beres dengan saya,’” ulasnya. ”Dengan terus memikirkan hal-hal negatif saja, ini menjadi semakin besar, dan akhirnya saya masuk rumah sakit karena depresi.”

      ”Setelah meninggalkan rumah sakit,” Jean meneruskan, ”saya membaca dalam majalah Awake! tanggal 8 September 1981, suatu daftar dari ’Pikiran yang Memudahkan Seseorang Menjadi Depresi’. Setiap malam saya membaca daftar itu. Beberapa pikiran yang salah adalah, ’Harga diri saya sebagai pribadi bergantung pada apa yang orang lain pikirkan tentang diri saya,’ ’Saya seharusnya tidak boleh merasa sakit hati; saya harus selalu bahagia dan tenang,’ ’Saya harus menjadi orangtua yang sempurna.’ Saya cenderung menjadi perfeksionis, jadi begitu timbul pikiran demikian, saya akan berdoa kepada Yehuwa agar saya dibantu untuk menghentikannya. Saya belajar bahwa pikiran yang negatif membawa pada perasaan harga diri yang rendah, karena semua yang anda lihat adalah kesulitan hidup dan bukan kebaikan yang telah Allah berikan kepada anda. Dengan memaksakan diri untuk menghindari pemikiran tertentu yang tidak benar, saya dapat mengatasi depresi.” Apakah ada beberapa pemikiran yang perlu anda lawan atau buang?

      Apakah Itu Salah Saya?

      Walaupun Alexander sangat tertekan, ia dapat mengajar di sekolah. (Lihat halaman 3.) Sewaktu beberapa muridnya tidak lulus dalam ujian membaca yang sangat penting, ia cenderung ingin bunuh diri. ”Ia merasa dirinya telah gagal,” lapor Ester, istrinya. ”Saya memberitahu dia bahwa itu bukan salah dia. Kamu tidak mungkin berhasil 100 persen.” Namun, perasaan bersalah yang berlebihan menutup pikirannya dan membuat dia bunuh diri. Sering kali, perasaan bersalah yang berlebihan disebabkan karena memikul tanggung jawab yang tidak realistis untuk perbuatan orang lain.

      Bahkan dalam kasus seorang anak, orangtua dapat sangat mempengaruhi kehidupannya tetapi tidak secara mutlak mengendalikannya. Jika sesuatu tidak berjalan seperti yang anda rencanakan, tanyakan diri anda sendiri, Apakah saya menghadapi kejadian-kejadian yang tidak terduga di luar pengendalian saya? (Pengkhotbah 9:11) Apakah saya melakukan semua dengan sewajarnya dalam batas-batas kesanggupan fisik, mental, dan emosi saya? Apakah saya berharap terlalu banyak? Apakah saya perlu belajar untuk menjadi lebih masuk akal dan bersahaja?—Filipi 4:5.

      Tetapi bagaimana jika anda memang melakukan kesalahan yang serius, dan itu salah anda? Apakah terus menyiksa diri secara mental dapat mengubah kesalahan itu? Bukankah Allah bersedia mengampuni anda, bahkan ”dengan limpahnya”, jika anda sungguh-sungguh bertobat? (Yesaya 55:7) Jika Allah ”tidak menghardik terus-menerus”, apakah anda seharusnya menghukum diri seumur hidup dengan penderitaan mental atas kesalahan tersebut? (Mazmur 103:8-14, BIS) Bukan kesedihan yang terus-menerus tetapi mengambil langkah-langkah positif untuk ’memperbaiki yang salah’ adalah hal yang menyenangkan Allah Yehuwa dan juga menghilangkan depresi anda.—2 Korintus 7:8-11.

      ’Melupakan Perkara-Perkara di Belakang’

      Beberapa problem emosi kita mungkin berakar dari masa lalu, terutama jika kita menjadi korban perlakuan tidak adil. Bersedialah untuk mengampuni dan melupakan. ’Melupakan itu tidak mudah!’ anda mungkin berpikir. Memang, tetapi hal itu lebih baik daripada menghancurkan sisa hidup anda dengan memikirkan terus apa yang tidak dapat diulang kembali.

      ”Aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku,” tulis rasul Paulus, ”dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah.” (Filipi 3:13, 14) Paulus melupakan perbuatan salah yang pernah ia lakukan dalam Yudaisme, termasuk bahkan menyetujui pembunuhan. (Kisah 8:1) Ya, ia mengerahkan tenaganya agar memenuhi syarat menerima pahala di masa depan berupa kehidupan kekal. Maria juga belajar untuk melupakan masa lalu. Ia pernah menyalahkan ibunya karena cara ia dibesarkan. Ibunya telah menekankan keunggulan dan keindahan fisik; maka, Maria adalah seorang perfeksionis dan cenderung menjadi iri terhadap kakaknya yang cantik.

      ”Rasa iri yang mendasar ini adalah penyebab dari konflik-konflik yang terjadi, tetapi saya menyalahkan keluarga saya untuk perilaku saya. Kemudian saya sampai pada batas yang saya berpikir, ’Sebenarnya, apa bedanya siapa yang salah?’ Mungkin saya memiliki beberapa sifat yang jelek karena cara Ibu membesarkan saya, tetapi pokoknya adalah berbuat sesuatu untuk mengatasinya! Jangan terus begitu.” Kesadaran ini membantu Maria membuat penyesuaian mental yang diperlukan untuk memenangkan perjuangannya melawan depresi.—Amsal 14:30.

      Nilai Anda yang Sebenarnya

      Setelah mempertimbangkan semua faktor, untuk berhasil memerangi depresi dibutuhkan pandangan yang seimbang tentang penilaian diri anda sendiri. ”Saya menasihati saudara-saudara semuanya,” tulis rasul Paulus, ”janganlah merasa diri lebih tinggi dari yang sebenarnya. Hendaknya kalian menilai keadaan dirimu dengan rendah hati.” (Roma 12:3, BIS) Rasa keangkuhan yang palsu, mengabaikan keterbatasan kita, dan perfeksionisme semuanya merupakan penilaian yang berlebihan tentang diri sendiri. Kecenderungan ini harus dilawan. Namun, jangan beralih ke ekstrim lainnya.

      Yesus Kristus menegaskan nilai pribadi dari setiap muridnya dengan berkata, ”Bukankah burung pipit dijual lima ekor dua duit? Sungguhpun demikian tidak seekorpun dari padanya yang dilupakan Allah, bahkan rambut kepalamupun terhitung semuanya. Karena itu jangan takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit.” (Lukas 12:6, 7) Kita begitu berharga bagi Allah sehingga Ia memperhatikan bahkan hal yang terkecil tentang diri kita. Ia mengetahui segala sesuatu mengenai diri kita yang kita sendiri tidak tahu karena Ia sangat memperhatikan masing-masing kita.—1 Petrus 5:7.

      Karena menyadari minat pribadi Allah kepadanya Sarah dibantu untuk memperbaiki penilaian dirinya. ”Saya selalu merasa takjub terhadap Pencipta, tetapi kemudian saya juga menyadari bahwa Ia memperhatikan saya sebagai individu. Tidak peduli apa yang dilakukan anak-anak saya, tidak peduli apa yang dilakukan suami saya, tidak soal bagaimana saya dibesarkan ibu dan bapa, saya menyadari bahwa saya memiliki hubungan yang akrab dengan Yehuwa. Maka harga diri saya benar-benar mulai bertambah.”

      Karena Allah menganggap hamba-hambaNya berharga, harga diri kita tidak bergantung kepada diterima oleh orang lain. Memang, tidak menyenangkan untuk ditolak. Tetapi jika kita menganggap sambutan atau penolakan orang lain sebagai pengukur untuk menilai diri kita, kita membuat diri mudah kena depresi. Raja Daud, orang yang diperkenan Allah, pernah disebut ”orang dursila [”penjahat”, BIS]”, yang secara aksara berarti ”orang yang tidak berharga sama sekali”. Namun, Daud menyadari bahwa orang yang memanggilnya demikian ada problem, dan ia tidak menganggap hal itu sebagai penilaian akhir dalam hal penilaian dirinya. Seperti sering kali dilakukan orang, sebenarnya Simei belakangan minta maaf. Bahkan jika seseorang mengritik anda dengan benar, sadarilah bahwa yang tidak disetujui adalah perkara tertentu yang telah anda lakukan, bukan harga diri anda sebagai suatu pribadi.—2 Samuel 16:7; 19:18, 19.

      Pelajaran pribadi dari Alkitab serta buku-buku yang berdasarkan Alkitab dan menghadiri perhimpunan Saksi-Saksi Yehuwa membantu Sarah membubuh dasar untuk menjalin hubungan dengan Allah. ”Tetapi perubahan sikap saya terhadap doa merupakan bantuan terbesar,” ingat Sarah. ”Saya biasa berpikir bahwa kita hanya berdoa kepada Allah tentang perkara-perkara besar dan seharusnya tidak mengganggu Dia dengan problem-problem yang sepele. Sekarang saya merasa dapat berbicara dengan Dia tentang segala sesuatu. Jika saya kuatir untuk membuat suatu keputusan, saya mohon bantuanNya untuk menjadi tenang dan masuk akal. Saya bahkan menjadi lebih dekat seraya saya melihat Dia menjawab doa-doa saya dan membantu saya menjalani setiap hari dan setiap keadaan yang sulit.”—1 Yohanes 5:14; Filipi 4:7.

      Memang, keyakinan bahwa Allah memiliki minat pribadi kepada diri anda, mengerti keterbatasan anda, dan akan memberikan anda kekuatan untuk hidup setiap hari merupakan kunci dalam berjuang melawan depresi. Namun, kadang-kadang, tidak soal apa yang anda lakukan, depresi tetap mengintai.

      Ketekunan ’Jam demi Jam’

      ”Saya telah mencoba segala sesuatu, termasuk menambah gizi dan obat antidepresi,” keluh Eileen, ibu berumur 47 tahun yang selama bertahun-tahun telah berjuang melawan depresi yang hebat. ”Saya telah belajar menyesuaikan pemikiran yang salah, dan ini telah membantu saya menjadi orang yang lebih masuk akal. Tetapi depresi tetap ada.”

      Kenyataan bahwa depresi terus ada bukan berarti anda tidak melawannya dengan cakap. Dokter-dokter tidak tahu semua jawaban untuk mengobati kelainan itu. Dalam beberapa keadaan, depresi timbul sebagai akibat sampingan dari beberapa obat yang diminum untuk mengobati penyakit yang serius. Jadi, penggunaan obat-obat itu merupakan suatu pertukaran karena adanya manfaat dalam menyembuhkan beberapa problem medis lain.

      Memang, mencurahkan perasaan anda kepada orang lain yang mengerti akan membantu. Namun, tidak ada orang lain yang dapat benar-benar mengetahui dalamnya penderitaan anda. Tetapi, Allah mengetahui dan akan membantu. ”Yehuwa telah menyediakan kekuatan untuk terus berupaya,” ungkap Eileen. ”Ia tidak pernah membiarkan saya putus asa, dan Ia telah memberikan saya harapan.”

      Dengan bantuan Allah, dukungan emosional dari orang lain, dan upaya sendiri, anda tidak akan begitu kewalahan sehingga menyerah. Pada waktunya anda dapat menyesuaikan diri dengan depresi itu, seperti juga anda dapat mengatasi penyakit kronis lainnya. Ketekunan tidaklah mudah, tetapi hal itu mungkin! Jean, yang terus mengalami depresi yang serius, berkata, ”Kita bahkan tidak dapat menanggulanginya hari demi hari. Lebih cocok dikatakan jam demi jam.” Bagi Eileen dan Jean, harapan yang dijanjikan dalam Alkitab membuat mereka terus bertahan.

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan