PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • yb07 hlm. 222-255
  • Réunion

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Réunion
  • Buku Tahunan Saksi-Saksi Yehuwa 2007
  • Subjudul
  • BANTUAN DARI PRANCIS
  • ’KAMI KEWALAHAN!’
  • MENYAMPAIKAN BERITA KERAJAAN KE DAERAH YANG LEBIH JAUH
  • PENYESUAIAN DI BIDANG ORGANISASI MEMPERCEPAT PEKERJAAN
  • PARA PERINTIS SEBAGAI UJUNG TOMBAK
  • TENTANGAN DARI HANTU-HANTU
  • MENGERJAKAN DAERAH PEDALAMAN
  • DARI DUA PENYIAR MENJADI LIMA SIDANG
  • KEMAJUAN ROHANI DI DAERAH SELATAN
  • PEMBANGUNAN BALAI KERAJAAN
  • KEBAKTIAN WILAYAH HARUS DIADAKAN DI MANA?
  • KEBAKTIAN DISTRIK HARUS DIADAKAN DI MANA?
  • PERBAIKAN DI BIDANG ORGANISASI
Buku Tahunan Saksi-Saksi Yehuwa 2007
yb07 hlm. 222-255

Réunion

ORANG-ORANG pertama yang melihat Pulau Réunion​—mungkin sekali para saudagar Arab​—secara kebetulan menemukan suatu firdaus tropis. Bak permata hijau di tengah-tengah Samudra Hindia yang berwarna biru tua, Réunion dikaruniai keindahan serta keanekaragaman alam yang tidak kalah dengan apa yang terdapat di semua benua. Pantai yang berpasir vulkanis, air terjun yang tak terhitung banyaknya, hutan hujan, bunga liar yang bertebaran, lembah yang dalam, puncak gunung berapi yang berlekuk-lekuk, kaldera subur yang diameternya bisa berkilo-kilo meter, dan sebuah gunung berapi yang aktif​—dan itu baru sebagian dari banyak aset pulau ini.

Kendati tinggal di pulau yang indah ini, banyak orang Réunion telah menghargai sesuatu yang bahkan lebih indah daripada apa pun yang dapat dipandang mata. Mereka telah mengasihi kebenaran Firman Allah yang berharga. Utusan injil Robert Nisbet, yang ditugasi ke Mauritius yang berdekatan, adalah pemberita Kerajaan pertama yang menjejakkan kaki di Réunion. Selama kunjungannya yang hanya beberapa hari pada bulan September 1955, Robert membangkitkan minat banyak orang akan Alkitab, menempatkan banyak lektur dan mendapatkan beberapa orang yang mau berlangganan Sedarlah! Ia terus mengadakan kontak dengan para peminat melalui surat.

Antara tahun 1955 dan 1960, Robert beserta Harry Arnott, pengawas zona, mengadakan beberapa kunjungan singkat ke pulau ini. Pada tahun 1959, kantor cabang Prancis meminta Adam Lisiak, seorang perintis keturunan Polandia dari Prancis, untuk mengunjungi Réunion. Ia pensiunan penambang batu bara yang tadinya melayani di Madagaskar. Adam tinggal di pulau itu sepanjang bulan Desember 1959. Ia menulis, ”Sembilan puluh persen penduduknya beragama Katolik, tetapi banyak yang ingin tahu lebih banyak tentang Firman Allah dan dunia baru. Pastor mencoba menghentikan penyebaran kebenaran. Seorang pelanggan Sedarlah! diberi tahu bahwa pastor setempat ingin meminjam buku kita ’Karena Allah Itu Benar Adanya’. ’Kalau ia datang sendiri, ia boleh meminjamnya,’ kata si pelanggan. Pastor itu tidak pernah muncul.”

BANTUAN DARI PRANCIS

Kantor cabang Prancis, yang mengawasi pekerjaan pada waktu itu, mengundang beberapa penyiar yang memenuhi syarat untuk pindah ke Réunion. Keluarga Pégoud​—André, Jeannine, dan putra mereka yang berusia enam tahun, Christian​—bersama Noémie Duray, kerabat mereka, menyambut undangan tersebut. Kapal mereka merapat pada bulan Januari 1961. Noémie, yang biasa dipanggil Mimi, melayani sebagai perintis istimewa selama dua tahun sebelum pulang ke Prancis.

Mereka langsung menemukan banyak peminat bahkan mengadakan perhimpunan di kamar hotel mereka di ibu kota, Saint-Denis. Segera setelah pindah ke sebuah rumah, keluarga itu mengadakan perhimpunan di sana. Kira-kira setahun kemudian, kelompok yang baru terbentuk di Saint-Denis itu menyewa sebuah balai kecil yang dapat menampung sekitar 30 orang. Balai itu adalah bangunan kayu dengan atap seng bergelombang, dua jendela, dan sebuah pintu. Setelah mendapat izin, saudara-saudara merobohkan dinding-dinding dalam, membuat panggung kecil, dan menaruh bangku-bangku kayu tanpa sandaran.

Pada hari Minggu pagi yang cerah di negeri tropis ini, atap seng menjadi penghantar panas yang sangat efektif, dan segera semua yang hadir mulai berkeringat, khususnya yang berdiri di panggung, karena kepala mereka hanya berjarak beberapa sentimeter dari atap. Lagi pula, balai tersebut sering kali penuh sesak, banyak yang berdiri di luar, mendengarkan dari balik jendela dan pintu, sehingga ventilasi yang sudah buruk semakin terhalang.

’KAMI KEWALAHAN!’

Meskipun kurang nyaman, semua yang datang ke perhimpunan merasa disambut, dan menjelang akhir tahun pertama, ada sekitar 50 orang yang rutin hadir. Jumlah pemberita Kerajaan bertambah menjadi tujuh, dan ada 47 pelajaran Alkitab! Beberapa pelajar baru bahkan belajar dua kali seminggu. ”Kami sangat, sangat bersukacita, tetapi agak kewalahan,” tulis saudara-saudara.

Salah seorang pelajar Alkitab yang baru itu bernama Myriam Andrien, yang mulai belajar di Madagaskar pada tahun 1961. Ia ingat bahwa balai yang diceritakan tadi juga digunakan untuk semacam Balai Kebaktian. Saudara-saudara tinggal memperluas tempat dengan membuat penaungan menggunakan cabang-cabang palem. Hadirin pertemuan yang lebih besar pada masa awal itu mencapai 110 orang.

Mereka yang dibaptis di kebaktian di Mauritius pada bulan Oktober 1961 antara lain ialah David Souris, Marianne Lan-Ngoo, dan Lucien Véchot, dan mereka semua banyak membantu pekerjaan pengabaran. Pada tahun kedua, penyiar bertambah menjadi 32 orang, dan setiap perintis memimpin hingga 30 pelajaran Alkitab! Hadirin perhimpunan Minggu meningkat hingga 100 orang, yang terdiri dari berbagai kelompok etnik.

Banyak dari orang India penduduk Réunion mempraktekkan agama campuran Katolik dan Hindu. Bagi beberapa orang, dibutuhkan perjuangan untuk meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lama mereka. Tetapi, berkat kesabaran, kebaikan hati, serta keteguhan saudara-saudara untuk apa yang benar, sering kali ada hasil-hasil baik. Sebagai contoh, ada seorang wanita yang telah belajar dengan seorang perintis selama dua tahun, tetapi masih mempraktekkan agama palsu, meramal, dan hidup bersama seorang pria tanpa menikah. Sang perintis memutuskan untuk menyerahkan pelajar ini kepada saudari lain karena siapa tahu ia dapat membantu. ”Setelah beberapa bulan,” tulis saudari lain itu, ”penghargaan wanita itu mulai bertambah, dan yang membuat saya sangat senang, ia tidak mempraktekkan spiritisme lagi. Tetapi, ia belum mengesahkan perkawinannya. Ia mengatakan, pria itu tidak mau menikahinya. Akhirnya, ia memutuskan untuk tetap bersama pria itu, jadi tidak ada pilihan lain kecuali menghentikan pelajaran.

”Pada suatu hari, saya bertemu wanita itu di jalan, dan ia meminta saya mengajarnya lagi. Saya mengiyakan, asalkan ia menunjukkan ketulusan dengan menerapkan apa yang telah ia pelajari. Saya menasihatinya untuk mendoakan hal itu kepada Yehuwa, dan ia melakukannya. Kemudian, ia memberanikan diri untuk berbicara terus terang kepada pria itu. Yang sangat membahagiakannya, pria itu setuju menikah. Selain itu, ia mulai menghadiri perhimpunan dengan istri yang baru dinikahinya itu.”

Pada tahun dinas 1963, ada 11 puncak penyiar Kerajaan; puncak terakhir mencapai 93 orang. Réunion saat itu memiliki dua sidang dan satu kelompok. Acara pembaptisan setempat yang pertama diadakan pada bulan Desember 1962 di pantai di St.-Gilles-les Bains, dan ada 20 orang baru yang dibenamkan. Yang kedua diadakan pada bulan Juni 1963, dan 38 orang dibaptis. Pada tahun 1961, di Réunion ada 1 penyiar untuk setiap 41.667 penduduk. Tiga tahun kemudian, rasionya menjadi 1 banding 2.286. Ya, Yehuwa ’menumbuhkan firman’ di pulau yang subur secara rohani ini.​—1 Kor. 3:6.

MENYAMPAIKAN BERITA KERAJAAN KE DAERAH YANG LEBIH JAUH

Pada tahun 1965​—hanya empat tahun setelah keluarga Saksi pertama tiba​—sidang di Saint-Denis telah berkembang menjadi lebih dari 110 penyiar, dan mereka mengerjakan daerah setempat setiap tiga minggu! Namun, daerah-daerah lain belum tersentuh. Apa solusinya? Saudara-saudara menyewa bus dan mengabar di kota-kota pesisir lainnya, misalnya Saint-Leu, Saint-Philippe, dan Saint-Pierre.

Dibutuhkan waktu berjam-jam untuk mencapai beberapa daerah, maka saudara-saudari berangkat pagi-pagi sekali melalui jalan yang kebanyakan sempit, terjal, dan berkelok-kelok. Perjalanan dari Saint-Denis ke kota Le Port, yang kini dapat ditempuh dalam 15 menit, kala itu makan waktu dua jam yang menyengsarakan. ”Dibutuhkan iman untuk melewati jalan itu,” kenang seorang saudara. Bahkan jalan baru bukannya tanpa risiko, karena batu-batu sering berjatuhan. Di beberapa tempat, gunung-gunung menjulang nyaris tegak lurus di pinggir jalan, dan hujan deras adakalanya membuat bebatuan di atas​—ada yang beratnya beberapa ton​—terlepas dan jatuh. Selama ini, sudah ada beberapa yang tewas tertimpa batu.

”Ketika saya berumur kira-kira delapan tahun,” kata Christian Pégoud, ”kelompok kami bisa menempatkan 400 hingga 600 majalah Sedarlah! di daerah-daerah terpencil. Menara Pengawal saat itu dilarang. Beberapa suami yang tidak seiman namun tidak menentang senang pergi menemani istri mereka tetapi tidak ikut memberikan kesaksian. Selesai berdinas, kami mengadakan piknik, yang sangat disukai oleh kami anak-anak. Yang pasti, kegiatan istimewa itu besar pengaruhnya atas kehidupan saya.”

PENYESUAIAN DI BIDANG ORGANISASI MEMPERCEPAT PEKERJAAN

Pada bulan Mei 1963, Milton G. Henschel menjadi orang pertama yang mengunjungi Réunion sebagai wakil kantor pusat sedunia. Ia menyampaikan khotbah istimewa kepada 155 hadirin. Sebagai hasil kunjungannya, empat orang dilantik menjadi perintis istimewa guna membantu mengurus sidang-sidang dan mengerjakan daerah yang belum tersentuh oleh pemberitaan kabar baik. David Souris ditugasi ke Le Port, Lucien Véchot ke kota Saint-André, dan Marianne Lan-Ngoo serta Noémie Duray (sekarang Tisserand) ke Saint-Pierre.

Pada tanggal 1 Mei 1964, pengawasan atas pekerjaan di Réunion dialihkan dari Prancis ke Mauritius. Sebuah depot lektur juga didirikan di Réunion. Sementara itu, para penyiar diundang untuk mengerjakan lebih banyak daerah yang belum dikerjakan, dan saudara-saudara dianjurkan untuk berupaya meraih berbagai tanggung jawab di sidang sehingga orang-orang baru yang masuk kebenaran dapat diperhatikan dengan baik. Bahkan, pada tahun dinas 1964, ada 57 orang yang dibaptis​—21 orang di sebuah kebaktian!

Pada tahun sebelumnya, kelompok di Saint-André mengajukan permohonan untuk menjadi sidang. Suratnya berbunyi, ”Pada akhir bulan Juni 1963, akan ada 12 penyiar terbaptis, dengan kemungkinan 5 atau 6 penyiar baru pada dua bulan berikutnya. Saudara-saudari memimpin 30 pelajaran Alkitab.” Permohonan itu disetujui dan dua saudara dilantik untuk mengawasi sidang itu​—Jean Nasseau sebagai hamba sidang, atau pengawas umum, dan Lucien Véchot sebagai asistennya. Keduanya belum dua tahun dalam kebenaran.

Jean, 38 tahun, berperawakan tinggi besar dan baik hati. Ia guru di sekolah teknik dan ahli bangunan. Ia dibaptis pada tahun 1962 dan memiliki keterampilan serta kesanggupan untuk mencapai banyak hal demi kemajuan pekerjaan Kerajaan. Ia bahkan membangun Balai Kerajaan kedua di Réunion dengan biaya sendiri dan di tanah miliknya di Saint-André. Bangunan kayu yang kokoh dan indah itu dapat menampung lebih dari 50 orang dengan nyaman. Sejak itu, ada delapan sidang yang terbentuk di daerah yang semula dikerjakan oleh kelompok di Saint-André. Jean meninggal pada tahun 1997, tetap setia kepada Yehuwa.

Kelompok ketiga yang berkembang pada awal tahun 1960-an ada di Le Port, sebuah kota pelabuhan, antara lain terdiri dari para peminat dari Saint-Paul, sekitar delapan kilometer ke arah selatan. Rumah-rumah di Le Port biasanya adalah bangunan kayu sederhana yang dikelilingi tanaman patah tulang, perdu mirip kaktus yang tidak berduri. David Souris menyewa sebuah rumah dan mengadakan perhimpunan di sana. Pada bulan Desember 1963, kelompok itu mengajukan permohonan menjadi sidang. Ada 16 penyiar Kerajaan, 8 di antaranya terbaptis, yang rata-rata membaktikan 22,5 jam dalam dinas lapangan setiap bulannya. David dan asistennya saja memimpin 38 pelajaran Alkitab! Sewaktu berkunjung pada bulan itu, pengawas wilayah menyampaikan khotbah umum kepada 53 hadirin.

Yang juga ditugasi ke Le Port sebagai perintis istimewa adalah Christian dan Josette Bonnecaze. Christian dibaptis di Guyana Prancis dan datang ke Réunion pada awal tahun 1960-an. Kala itu, ia masih lajang dan dalam keluarganya hanya dia yang masuk kebenaran. Saudara Souris dengan baik hati pindah ke rumah lain agar Christian dan Josette bisa tinggal di rumah tempat perhimpunan diadakan. Tetapi, belakangan sidang menjadi begitu besar sehingga pasangan ini pun harus pindah juga!

Sementara itu, para klerus di wilayah yang mayoritas beragama Katolik itu mulai menghasut orang-orang agar memusuhi para Saksi. Pada siang hari, anak-anak dan para pemuda sering melempari para penyiar dengan batu dan pada malam hari, mereka melempari atap rumah saudara-saudara.

Raphaëlla Hoarau yang baru belajar Alkitab mengenal beberapa pemuda itu. Setelah suatu insiden pelemparan, ia mengikuti anak-anak nakal itu ke rumah mereka. ”Kalau kalian masih melempari saudara saya dengan batu,” katanya, ”kalian akan berurusan dengan saya.”

”Maaf, Ibu Hoarau,” jawab mereka. ”Kami tidak tahu dia saudara Ibu.”

Raphaëlla masuk kebenaran, begitu pula ketiga putrinya, dan salah seorang di antaranya, Yolaine, menikah dengan Lucien Véchot.

Meskipun adanya prasangka yang didalangi pemimpin agama, gairah saudara-saudari dan berkat Allah menghasilkan sidang yang penuh semangat di Le Port, dan balai pun segera penuh sesak. Malahan, sering kali ada lebih banyak yang mendengarkan di luar balai daripada di dalam. Kursi ditaruh di segala tempat, bahkan di atas panggung, dan sekelompok anak duduk di pinggiran panggung menghadap hadirin. Akhirnya, saudara-saudara membangun Balai Kerajaan yang bagus, dan sekarang, ada enam sidang di daerah itu.

PARA PERINTIS SEBAGAI UJUNG TOMBAK

Salah seorang perintis masa awal di Réunion adalah Annick Lapierre. ”Annick mengajar saya dan Ibu,” kenang Myriam Thomas. ”Ia menganjurkan saya untuk bekerja keras dalam pelayanan, dan saya mengatakan kepadanya bahwa saya ingin menjadi perintis. Saya dibaptis setelah enam bulan. Kala itu, daerah kami adalah seluruh pulau, dan kami biasanya berjalan kaki, karena tidak ada bus dan mobil pun hanya sedikit. Tetapi, Saudara Nasseau punya mobil dan, sedapat mungkin, ia mengantar kami berdinas. Pengabaran benar-benar menyenangkan, dan kami semua amat bersemangat.”

Seorang kepala keluarga bernama Henri-Lucien Grondin mengenang, ”Kami selalu menganjurkan anak-anak untuk merintis. Para pengawas wilayah menandaskan kepada kami pentingnya memberikan yang terbaik kepada Yehuwa. Henri-Fred, putra sulung kami, sekarang berusia 40 tahun dan menjadikan dinas sepenuh waktu kariernya.”

”Di sidang kami ada banyak anak muda yang bersemangat,” kenang Henri-Fred. ”Beberapa sudah dibaptis, tetapi ada juga, seperti saya, yang belum. Sewaktu liburan sekolah, kami semua tanpa kecuali berdinas selama 60 jam. Kami tidak pernah melupakan cita-cita rohani kami, dan sekarang saya melayani dalam pekerjaan wilayah bersama istri saya, Evelyne.”

TENTANGAN DARI HANTU-HANTU

Spiritisme merupakan hal umum di Réunion. ”Di desa La Montagne,” kenang Jeannine Corino (dahulu Pégoud), ”saya bertemu dengan seorang pria yang mengatakan bahwa ia akan menyantet saya dengan menusukkan jarum-jarum ke sebuah boneka. Saya tidak mengerti apa maksudnya, jadi saya meminta agar pelajar Alkitab saya menjelaskannya. ’Orang itu dukun,’ katanya, ’dan ia akan memanggil roh-roh untuk mencelakai kamu.’ Saya meyakinkan dia bahwa Yehuwa melindungi orang-orang yang sepenuhnya percaya kepada-Nya. Dan, ternyata saya baik-baik saja.”

Seorang saudara ingat bahwa ketika ia masih kecil, keluarganya mengadakan upacara pemanggilan arwah. Pada tahun 1969, ia bertemu dengan Saksi-Saksi Yehuwa dan mulai belajar Alkitab. Tetapi, hantu-hantu mencoba menghalanginya dengan membuatnya tuli apabila ia datang berhimpun. Meskipun demikian, ia terus datang, bahkan merekam khotbah-khotbah sehingga ia dapat mendengarkannya di rumah. Tidak lama kemudian, hantu-hantu itu tidak mengganggunya lagi dan ia segera ikut dalam dinas lapangan.​—Yak. 4:7.

Pada tahun 1996, Roséda Caro, seorang wanita Pantekosta, mulai belajar Alkitab dengan para Saksi. Tadinya, ia menjadi buta karena mengikuti saran teman-teman gerejanya untuk berhenti meminum obat diabetes. Suaminya, Cledo, yang terlibat dengan partai Komunis setempat, adalah orang yang ditakuti masyarakat karena berwatak pemarah. Ia juga mempraktekkan ilmu sihir, ikut dalam upacara-upacara Hindu, dan belakangan menjadi orang Pantekosta.

Sewaktu Roséda mulai belajar, Cledo menentang dia bahkan mengancam para penatua sidang. Tetapi, Roséda tidak takut. Beberapa bulan kemudian, Cledo dibawa ke rumah sakit dan koma. Sewaktu akhirnya ia siuman, dua saudari Saksi membawakan sup, yang ia kira untuk istrinya.

”Bukan, Pak Caro, sup ini untuk Bapak!” kata saudari-saudari itu.

”Saya sungguh tersentuh,” kenang Cledo. ”Tidak ada orang Pantekosta yang mengunjungi saya, tapi dua Saksi-Saksi Yehuwa​—yang justru saya tentang keras​—membawa makanan untuk saya. ’Yehuwa, Allahnya istri saya, benar-benar ada,’ pikir saya. Lalu, saya memanjatkan doa dalam hati, memohon agar saya dan Roséda dipersatukan dalam iman.”

Cledo tidak secara tiba-tiba menyampaikan permohonan yang rendah hati itu. Sebelum ia jatuh sakit, sikapnya sudah agak melunak dan ia memperbolehkan istrinya belajar di rumah tetangga. Kemudian, pada suatu hari ia mengatakan kepada Roséda dan guru studinya, ”Tidak baik kalau kalian belajar di situ. Datang saja ke rumah kami.” Kedua wanita itu pun melakukannya. Tetapi, tanpa sepengetahuan mereka, Cledo mendengarkan dari ruang sebelah dan menyukai apa yang ia dengar. Meskipun buta huruf, Cledo belajar dua kali seminggu setelah ia sembuh dan dibaptis pada tahun 1998. Kendati mengalami berbagai problem kesehatan yang sering menyertai usia tua, Cledo dan Roséda terus melayani Allah dengan setia.

MENGERJAKAN DAERAH PEDALAMAN

Sebagian kecil penduduk Réunion tinggal jauh dari pesisir di lembah-lembah yang dikelilingi pegunungan terjal yang menjulang setinggi 1.200 meter atau lebih. Yang lain-lain tinggal di kaldera atau kawah yang luas dan subur di atas gunung berapi yang besar namun tidak aktif lagi. Sebagian dari mereka jarang sekali, bahkan tidak pernah, melihat lautan. Kaldera Cirque de Mafate, misalnya, hanya dapat dicapai dengan berjalan kaki atau naik helikopter.

Louis Nelaupe, seorang keturunan budak dari Afrika, sejak kecil tinggal di Cirque de Mafate. Ketika masih muda, ia ikut mengusung pastor Katolik dengan tandu. Louis akhirnya pindah ke Saint-​Denis, dan mengenal kebenaran di sana. Tentu saja, ia ingin menceritakan kepercayaannya yang baru kepada sanak saudaranya. Maka, suatu hari pada tahun 1968, Louis dan istrinya, Anne, beserta dua saudari lain, usia 15 dan 67 tahun, mulai berjalan kaki menuju pedalaman. Mereka membawa sebuah ransel, sebuah koper, dan sebuah tas penuh lektur.

Mula-mula, mereka berjalan menyusuri sungai lalu naik gunung melalui jalan setapak yang berkelok-kelok. Di beberapa tempat, ada tebing batu yang terjal di sebelah kiri dan jurang di sebelah kanan. Mereka mengabar di setiap rumah di sepanjang perjalanan. ”Malam itu,” kata Louis, ”Yehuwa memelihara kami melalui kebaikan satu-satunya pemilik toko di distrik itu. Kami diperbolehkan menempati sebuah pondok dengan dua kamar, lengkap dengan tempat tidur dan dapur. Keesokan paginya, kami berangkat lagi, kali ini kami melalui lereng terjal di sebuah gunung yang tingginya 1.400 meter menuju kaldera, atau kawah yang sangat luas.

”Akhirnya, kami tiba di rumah seorang teman lama, yang menerima kami dengan ramah. Keesokan harinya, kami menitipkan sebagian barang kepadanya dan melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan. Kami hanya makan jambu kecil yang tumbuh liar dan mengabar kepada orang-orang sederhana yang sama sekali belum pernah mendengar berita Kerajaan. Kami tiba di rumah seorang kerabat pada pukul 18.00. Karena senang bertemu kami, ia memasak ayam untuk hidangan malam yang enak, sehingga kami pun teringat akan Abraham dan Sara, yang menjamu para malaikat Allah. (Kej. 18:1-8) Tentu saja, kami memberinya kesaksian sementara ia memasak. Akhirnya, pada pukul 23.00, kami pun makan.

”Keesokan harinya, hari Kamis, kami berjalan mengitari kaldera itu, sambil makan jambu dan mengunjungi semua rumah yang dapat kami temui. Seorang pria yang ramah menawari kami kopi, dan kami bisa beristirahat sebentar​—yang beristirahat kaki kami, bukan mulut kami! Pria ini ternyata begitu menikmati pembahasan Alkitab sampai-sampai ia menyertai kami ke semua rumah hingga sejauh satu kilometer dari rumahnya; sambil berjalan, ia memainkan harmonikanya.

”Akhirnya, kami selesai menempuh perjalanan mengitari kaldera itu, dan kembali ke tempat kami meninggalkan barang-barang dan kami bermalam di sana. Setibanya di rumah pada hari Jumat malam, kami berempat​—termasuk saudari kami tercinta yang berusia 67 tahun​—sudah berjalan sejauh kira-kira 150 kilometer, mengunjungi 60 rumah, dan menempatkan lebih dari 100 eksemplar lektur. Oh, ya, kami capek sekali, tetapi sangat disegarkan secara rohani. Bagi saya, perjalanan ke Cirque de Mafate tentu juga adalah perjalanan pulang kampung.”

DARI DUA PENYIAR MENJADI LIMA SIDANG

Pada tahun 1974, Christian Pégoud dan ibunya pindah ke kota La Rivière di bagian selatan, dan saat itu belum ada sidang di sana. ”Kami menggunakan garasi kami untuk perhimpunan, dan tidak lama kemudian ada 30 orang yang mulai berhimpun,” kata Christian, yang kala itu berusia 20 tahun. ”Saya memulai pelajaran dengan seorang wanita dan putrinya, Céline, yang telah bertunangan dengan Ulysse Grondin. Ulysse adalah seorang Komunis militan dan tidak suka tunangannya belajar dengan kami. Tetapi, Céline meyakinkan Ulysse untuk mendengarkan kami, dan Ibu pergi menemui dia dan orang tuanya. Kami sangat senang karena mereka mendengarkan Ibu dan menyukai apa yang mereka dengar. Seluruh keluarga mulai belajar, dan pada tahun 1975, Ulysse dan Céline dibaptis lalu menikah. Ulysse akhirnya dilantik menjadi penatua.”

Christian melanjutkan, ”Selain La Rivière, daerah kami mencakup komunitas daerah pedalaman di Cilaos, Les Avirons, Les Makes, dan L’Étang-Salé. Kami menemukan banyak peminat di Les Makes. Di atas desa itu terdapat Le Cap, bagian dari pinggiran gunung berapi yang sudah mati. Dari situ, di pagi yang cerah, kita bisa melihat kawah yang luas dan hijau lebih dari 300 meter di bawah sana.”

Keluarga Poudroux tinggal di sepetak tanah dekat kaki Le Cap. Si putra sulung, Jean-Claude, mengenang, ”Saya, bersama empat adik laki-laki dan lima adik perempuan, membantu Ayah menanam sayur-mayur untuk dijual ke pasar. Ia juga menanam serta menyuling bunga geranium untuk membuat esens parfum. Untuk pergi ke sekolah di desa, kami harus berjalan sejauh lima kilometer, sering kali sambil memikul hasil kebun. Sambil berjalan pulang, adakalanya kami mengangkut kira-kira 10 kilogram barang belanjaan​—semuanya di atas kepala kami.

”Ayah seorang pekerja keras, dan kami menghormatinya untuk itu. Tetapi seperti banyak orang, ia sering minum-minum, dan kalau sedang mabuk, ia menjadi kasar. Saya dan adik-adik sering menyaksikan adegan yang sangat tidak menyenangkan di rumah, dan kami mencemaskan masa depan keluarga kami.”

Jean-Claude melanjutkan, ”Pada tahun 1974, seorang perintis menemui saya. Saat itu, saya bekerja sebagai guru sekolah di La Rivière. Oleh karena kemunafikan dan ketidakadilan yang saya lihat di gereja-gereja, saya boleh dibilang seorang ateis. Namun, saya terkesan sewaktu saudara itu menggunakan Alkitab untuk menjawab semua pertanyaan saya. Saya dan istri saya, Nicole, mulai belajar. Kami juga mengunjungi keluarga saya untuk menceritakan kebenaran Alkitab kepada adik-adik saya, sering kali hingga larut malam. Kadang-kadang, orang tua saya turut mendengarkan.

”Tidak lama kemudian, adik lelaki saya Jean-Marie dan Jean-Michel serta adik perempuan saya Roseline mulai datang secara rutin ke rumah kami untuk ikut belajar dengan kami. Kami semua membuat kemajuan rohani, menjadi penyiar, dan dibaptis bersama pada tahun 1976. Sayangnya, Ayah menuduh saya menghasut adik-adik dan ia tidak mau lagi berbicara dengan saya. Ia bahkan menjadi beringas sampai-sampai saya harus menjauhi dia di tempat umum!

”Meskipun buta huruf, Ibu mulai belajar. Dan, saya senang melaporkan bahwa sikap Ayah akhirnya melunak. Bahkan, ia mulai belajar Alkitab pada tahun 2002. Sekarang, 26 anggota keluarga kami sudah terbaptis, termasuk saya dan kesembilan adik saya, teman hidup kami masing-masing, dan Ibu, yang masih bersemangat kendati usianya sudah lanjut. Jean-Michel dan Jean-Yves pernah melayani sebagai pengawas wilayah tetapi harus berhenti karena alasan kesehatan. Mereka berdua penatua sidang, dan Jean-Yves juga menjadi perintis bersama istrinya, Roséda. Saya dan putra sulung saya melayani sebagai penatua.”

Sewaktu Christian Pégoud dan ibunya tiba pada tahun 1974, tidak ada sidang di La Rivière dan kota-kota sekitarnya, tetapi sekarang ada lima sidang. Salah satunya di Cilaos, kota yang terletak tinggi di Cirque de Cilaos dan terkenal karena mata air pegunungannya dan pemandian air panasnya. Bagaimana asal mula Sidang Cilaos? Setiap hari Kamis dari tahun 1975 hingga tahun 1976, para penyiar dari La Rivière mengadakan perjalanan sejauh 37 kilometer melalui jalan yang sempit dan berkelok-kelok​—yang terkenal sering ada batuan jatuh​—menuju Cilaos dan mengabar hingga pukul 17.00. Upaya mereka membuahkan hasil, karena sekarang ada sekitar 30 penyiar di kota itu, dan mereka memiliki Balai Kerajaan sendiri.

KEMAJUAN ROHANI DI DAERAH SELATAN

Bukannya tanpa alasan penduduk setempat menjuluki bagian selatan Réunion sebagai ”belantara selatan”. Ombak besar pecah menjadi buih-buih putih di sepanjang pantai yang agak gersang. Dari pantai itu, tampak menjulang gunung berapi yang masih aktif di Réunion, Piton de la Fournaise (Puncak Tanur Api). Saint-Pierre adalah kota terbesar di daerah itu. Perintis istimewa Denise Mellot dan Lilliane Pieprzyk ditugasi ke sana pada akhir tahun 1960-an. Belakangan, seraya makin banyak peminat ditemukan, perintis istimewa Michel Rivière dan istrinya, Renée, bergabung dengan kedua saudari tersebut.

Salah seorang pelajar Alkitab masa awal di daerah itu ialah Cléo Lapierre, tukang bangunan yang masuk kebenaran pada tahun 1968. ”Perhimpunan pertama yang saya hadiri diadakan di bawah sebuah pohon besar,” kata Cléo. ”’Balai Kerajaan’-nya​—gubuk sebesar tiga kali tiga meter​—dihancurkan untuk mendirikan bangunan yang lebih besar, dan saya ikut membangunnya.”

Pada tahun yang sama, Cléo dipanggil untuk menjalani dinas militer karena ia termasuk anggota pasukan cadangan. ”Dengan pengetahuan Alkitab yang baru sedikit,” kata Cléo, ”saya menulis surat ke kalangan berwenang, menjelaskan pendirian saya sekarang yang netral. Karena tidak ada balasan, saya pergi ke markas angkatan bersenjata di Saint-Denis, di bagian lain pulau ini, untuk mencari tahu masalahnya. Seorang perwira menyuruh saya pulang dan bersiap-siap untuk dipenjara. Maka, saya sering berdoa dan rajin belajar. Tidak lama kemudian, saya dipanggil lagi ke markas. Setibanya di sana, saya meminta saudara yang ikut dengan saya untuk menunggu selama satu jam. ’Kalau satu jam lagi saya belum kembali,’ kata saya, ’kemungkinan besar saya tidak akan kembali. Jadi, tolong jual mobil saya dan berikan uangnya kepada istri saya.’

”Sewaktu saya masuk, saya melihat beberapa petugas sedang berbantah mengenai apa yang harus dilakukan terhadap saya. Setelah kira-kira 45 menit, seorang sersan mendekati saya.

”’Keluar!’ katanya. ’Pulang sana!’

”Saya baru berjalan tidak lebih dari 45 meter sewaktu saya dipanggil lagi. Dengan nada suara yang lebih lembut, ia mengatakan, ’Saya kagum pada kalian. Saya pernah mendengar tentang Saksi-Saksi Yehuwa di Prancis, tetapi kamulah orang pertama yang saya temui.’

”Pada waktu itu, sayalah satu-satunya saudara di Saint-Pierre, jadi sayalah yang memimpin semua perhimpunan sidang. Tetapi, kadang-kadang saya mendapat bantuan, dan pada tahun 1979 datanglah pasangan utusan injil Antoine dan Gilberte Branca.”

PEMBANGUNAN BALAI KERAJAAN

Pada mulanya, sidang dan kelompok biasanya berhimpun di rumah yang dimodifikasi dan rumah pribadi. Tetapi, karena sering terjadi angin siklon, dibutuhkan bangunan yang lebih kokoh. Namun, untuk mendirikan bangunan tembok biayanya mahal dan dibutuhkan waktu yang lebih lama. Sekalipun demikian, tangan Yehuwa tidak pendek, dan pada waktunya, Balai-Balai Kerajaan yang kokoh pun mulai didirikan di Réunion.​—Yes. 59:1.

Di kota Saint-Louis, misalnya, seorang saudara muda sedang mengambil kursus menjadi tukang batu sewaktu sidang menerima gambar rancangan untuk Balai Kerajaan mereka yang baru. Saudara itu memberikan kesaksian kepada gurunya, memberitahunya tentang balai, dan menjelaskan bahwa balai itu akan dibangun oleh para relawan. Apa tanggapan sang guru? Ia membawa seisi kelas ke lokasi pembangunan untuk praktek kerja di lapangan! Seluruh murid membantu menggali fondasi, dan sang guru belakangan menyumbangkan baja untuk fondasi.

Saudara-saudara mengatur untuk mengecor lempeng beton sebesar 190 meter persegi pada hari libur umum, dan ada lebih dari seratus relawan yang dengan bersemangat datang pagi-pagi untuk bekerja. Tetapi, karena suatu sebab, aliran air dimatikan dari pusat! Seorang saudara, yang mengenal kepala departemen pemadam kebakaran, tidak kehabisan akal. Ia menjelaskan kesulitan itu kepada pria yang baik hati tersebut, yang segera mengirimkan sebuah mobil pemadam dengan cukup air untuk pekerjaan itu.

Sewaktu Balai Kerajaan itu rampung, seorang yang baru berminat terkesan akan saudara-saudara dan pekerjaan mereka. Ia mengisi buku ceknya dan menyumbangkan uang yang hampir cukup untuk membeli alat tata suara yang baru. Ketika mengunjungi Mauritius pada bulan Desember 1988, Carey Barber dari Badan Pimpinan datang ke Réunion untuk menyampaikan khotbah penahbisan. Balai Kerajaan pertama yang dibangun dengan cepat rampung pada tahun 1996 di St.-Gilles-les Bains. Sekarang ini, di seluruh pulau terdapat 17 Balai Kerajaan untuk melayani 34 sidang.

KEBAKTIAN WILAYAH HARUS DIADAKAN DI MANA?

Pekerjaan di Réunion memiliki awal yang sedemikian bagus sehingga sulit menemukan tempat-tempat yang cukup besar untuk kebaktian. Pada tahun 1964, saudara-saudara merencanakan kebaktian wilayah setempat yang pertama. Tetapi, setelah berbulan-bulan mencari, mereka hanya bisa menemukan satu tempat—sebuah restoran di lantai atas di Saint-Denis. Bangunannya sudah tua, biaya sewanya mahal, dan terbuat dari kayu. Sang pemilik mengatakan bahwa bangunannya cukup kuat untuk menahan beban lebih dari 200 orang, jumlah hadirin yang diharapkan.

Karena tidak ada pilihan lain, saudara-saudara memesan restoran itu, dan seorang pria yang baik hati menyumbangkan seperangkat alat pengeras suara. Sewaktu tiba harinya dan saudara-saudara mulai berdatangan, lantai gedung berderit-derit, tetapi tidak sampai roboh. Hadirin pada hari Minggu ada 230 orang, dan 21 orang dibaptis.

Tidak lama setelah itu, Louis Nelaupe, saudara yang dibesarkan di Cirque de Mafate, dengan baik hati menawarkan sebagian tanah miliknya di Saint-Denis untuk pembangunan Balai Kebaktian sementara. Strukturnya sederhana dari kayu, dengan sisi-sisi yang terbuka, atap seng, dan dinding dari anyaman daun palem.

Kebaktian pertama yang diadakan di sana adalah kebaktian distrik selama tiga hari. ”Pada pagi pertama,” kenang delegasi Myriam Andrien, ”kami pergi berdinas dan kembali untuk menikmati makan siang yang pedas​—hidangan Kreol asli berupa nasi, polong-polongan, dan ayam dengan saus cabe yang pedas. Bagi mereka yang tidak terbiasa dengan masakan pedas, para juru masak menyiapkan rougail marmaille, atau saus untuk anak-anak.”

Balai Kebaktian itu diperbesar seraya hadirin bertambah, dan juga berfungsi sebagai Balai Kerajaan. Belakangan, keluarga-keluarga penghuni rumah-rumah kontrakan di lokasi itu pindah, dan Louis menyumbangkan seluruh tanah kepada sidang. Di tempat itu sekarang berdiri sebuah Balai Kerajaan yang indah dari batu bata, yang digunakan bersama oleh dua sidang di Saint-Denis.

Pada tahun 1997, sebuah Balai Kebaktian rampung dibangun di kota La Possession, di sebidang tanah yang dibeli lima tahun sebelumnya. Bangunannya memiliki sisi-sisi yang terbuka, dan kolam baptisan dibuat di bawah panggung. Balai itu mampu menampung 1.600 orang, dan digunakan untuk kebaktian sedikitnya 12 kali setiap tahun. Di sebelahnya terdapat rumah utusan injil yang bisa menampung sembilan orang. Di rumah ini juga terdapat depot lektur dan kantor yang mengawasi ladang Réunion.

KEBAKTIAN DISTRIK HARUS DIADAKAN DI MANA?

Sebelum memiliki Balai Kebaktian sendiri, saudara-saudara menyewa Stadion Olimpiade di Saint-Paul untuk kebaktian distrik. Namun, mereka sering harus mencari tempat lain di saat-saat terakhir karena ada acara olah raga atau kebudayaan yang diprioritaskan. Belakangan, pemerintah kota praja meminta saudara-saudara menggunakan area terbuka di sebelah stadion. Karena biasa digunakan untuk acara pekan raya dan pameran, area itu terbuka dan tidak ada tempat duduk, jadi para delegasi harus membawa kursi dan payung sendiri. Alhasil, saudara-saudara yang berdiri di panggung tidak melihat wajah-wajah yang penuh perhatian tetapi lautan payung yang beraneka warna.

”Suatu kali, pemerintah kota praja menerima pemesanan ganda untuk area itu,” tulis kantor Réunion. ”Pemesan yang lain adalah grup musik dari Martinik yang memainkan musik zouk​—gabungan antara irama Afrika, reggae, dan kalipso. Karena lebih memilih grup musik zouk itu, para petugas menawari kami suatu tempat rekreasi yang disebut Gua Orang Prancis Pertama, tempat pendaratan pertama para pemukim Prancis. Tempatnya sangat indah, dengan latar belakang tebing-tebing yang tinggi dan banyak pohon rindang, tetapi tidak ada tempat duduk ataupun panggung, dan hanya ada beberapa toilet.

”Namun, untung sekali kami berada di sana, sebab pada hari Sabtu malamnya, badai datang dan kilat merusak seluruh sistem listrik di stadion, sehingga konser zouk terpaksa berhenti. Kami tidak terkena dampaknya karena berada lima kilometer dari sana. Masyarakat setempat bahkan mengatakan bahwa itu adalah ’hukuman dari Allah’.

PERBAIKAN DI BIDANG ORGANISASI

Pada tanggal 22 Juni 1967, badan hukum Association Les Témoins de Jéhovah (Perkumpulan Saksi-Saksi Yehuwa) didirikan. Pada bulan Februari 1969, pulau ini kedatangan pengawas wilayah lokal yang pertama, yakni Henri Zamit, yang lahir di Aljazair dan dibesarkan di Prancis. Wilayahnya mencakup enam sidang di Réunion dan empat di Mauritius, juga sejumlah kelompok terpencil. Sekarang, di Réunion saja sudah ada dua wilayah.

Pada tahun 1975, pelarangan selama 22 tahun atas majalah Menara Pengawal dicabut di Prancis, dan saudara-saudara segera menggunakan majalah ini di ladang Réunion. Selama ini mereka menggunakan publikasi Bulletin intérieur, yang dicetak di Prancis. Isinya sama seperti yang dimuat di Menara Pengawal tetapi tidak ditempatkan kepada umum. Pada bulan Januari 1980, cabang Prancis mulai mencetak Pelayanan Kerajaan Kita edisi bahasa Prancis yang disesuaikan dengan kebutuhan Réunion dan pulau-pulau lain di kawasan tersebut. Selain itu, demi kepentingan orang-orang yang berbicara bahasa Kreol Réunion, beberapa publikasi​—termasuk beberapa risalah, brosur, dan buku Pengetahuan yang Membimbing kepada Kehidupan Abadi serta Sembahlah Satu-satunya Allah yang Benar​—telah diterjemahkan ke dalam bahasa tersebut. Persediaan rohani yang bagus ini telah berperan dalam kemajuan kabar baik di bagian dunia yang terpencil ini.

Ya, di hamparan Samudra Hindia yang amat luas, Réunion hanyalah sebuah titik kecil. Tetapi dari sana, seruan pujian untuk Allah telah berkumandang dengan nyaring! Seruan ini mengingatkan kita akan kata-kata nabi Yesaya, ”Di pulau-pulau, biarlah mereka memberitakan pujian bagi [Yehuwa]”! (Yes. 42:10, 12) Dalam memberitakan pujian itu, semoga Saksi-Saksi Yehuwa di Réunion tetap teguh dan setia bagaikan gelombang-gelombang biru yang besar yang tanpa henti memecah di pantai vulkanis di pulau ini.

[Kotak/​Peta di hlm. 228, 229]

SEKILAS TENTANG​—Réunion

Negeri

Panjangnya sekitar 65 kilometer dan lebarnya 50 kilometer. Réunion adalah pulau terbesar di Kepulauan Mascarene​—Mauritius, Réunion, dan Rodrigues. Dekat bagian tengah pulau ini terdapat tiga kaldera yang subur dan berpenghuni, berupa cekungan yang dikelilingi dinding-dinding terjal, yang terbentuk karena runtuhnya gunung berapi yang besar pada zaman dahulu.

Penduduk

Ke-785.200 penduduknya terutama adalah keturunan campuran dari orang Afrika, Asia Tenggara, India, Prancis, dan Tionghoa. Sekitar 90 persen beragama Katolik.

Bahasa

Prancis adalah bahasa resmi, tetapi bahasa Kreol Réunion adalah bahasa yang umum.

Mata pencaharian

Perekonomian sebagian besar bergantung pada tebu beserta produknya, seperti melase dan rum, dan juga turisme.

Makanan

Makanan utama adalah nasi, daging, ikan, polong-polongan, dan miju. Selain tebu, tanaman budi daya lainnya adalah kelapa, lici, pepaya, nanas, kol, selada, tomat, dan vanili.

Iklim

Karena letaknya tidak jauh di atas garis balik selatan, Réunion beriklim tropis dan lembap dengan variasi curah hujan dan suhu menurut daerahnya. Angin siklon sering terjadi.

[Peta]

(Untuk keterangan lengkap, lihat publikasinya)

Madagaskar

Rodrigues

Mauritius

Réunion

RÉUNION

SAINT-DENIS

La Montagne

La Possession

Le Port

Saint-Paul

St.-Gilles-les Bains

CIRQUE DE MAFATE

CIRQUE DE SALAZIE

Cilaos

CIRQUE DE CILAOS

Saint-Leu

Le Cap

Les Makes

Les Avirons

L’Étang-Salé

La Rivière

Saint-Louis

Saint-Pierre

Saint-Philippe

Piton de la Fournaise

Saint-Benoît

Saint-André

[Gambar]

Foto diambil dari ruang angkasa

Aliran lava

Saint-Denis

[Kotak di hlm. 232]

Sejarah Singkat Réunion

Para pelaut Arab masa awal menamai pulau ini Dina Morgabin (Pulau Sebelah Barat). Sewaktu para pengarung Portugis menemukan pulau yang belum berpenghuni ini pada awal tahun 1500-an, mereka menamainya Santa Apollonia. Jacques Pronis dari Prancis mengklaim Santa Apollonia sebagai milik Prancis pada tahun 1642 sewaktu ia mendeportasi 12 orang pemberontak dari Madagaskar ke sana. Pada tahun 1649 namanya diubah menjadi Île Bourbon, menurut nama keluarga kerajaan Prancis. Ketika Dinasti Bourbon digulingkan pada tahun 1793 selama Revolusi Prancis, pulau itu dinamai Réunion, untuk memperingati persekutuan antara Tentara Nasional Paris dan para pejuang revolusi dari Marseille. Setelah beberapa kali berganti nama, negeri itu kembali menggunakan nama Réunion pada tahun 1848. Pada tahun 1946, pulau itu menjadi wilayah seberang lautan Prancis.

Pada awal tahun 1660-an, Prancis mendirikan sebuah koloni di pulau ini dan membuka perkebunan kopi dan gula; para pekerjanya adalah budak yang diangkut dengan kapal dari Afrika Timur. Setelah perbudakan dihapus pada tahun 1848, Prancis mendatangkan buruh kontrak, yang kebanyakan berasal dari India dan Asia Tenggara. Karena itu, penduduk pulau ini terdiri dari berbagai etnik yang kebanyakan berasal dari kelompok-kelompok tersebut. Pada awal tahun 1800-an, pembudidayaan kopi merosot dan tebu menjadi produk utama untuk ekspor.

[Kotak/​Gambar di hlm. 236, 237]

Binaragawan yang Menjadi Perintis Istimewa

LUCIEN VÉCHOT

LAHIR: 1937

BAPTIS: 1961

PROFIL: Seorang binaragawan terkenal sebelum menjadi perintis istimewa dari tahun 1963 hingga 1968 dan melayani sebagai penatua sejak tahun 1975.

SAYA masih ingat suatu hari pada tahun 1961 ketika saya pergi ke rumah teman saya Jean untuk ”menyelamatkan” dia dari Saksi-Saksi Yehuwa. Istri Jean-lah yang memanggil saya, karena takut bahwa nabi-nabi palsu itu, demikian sebutan yang ia gunakan untuk para Saksi, akan beradu mulut lalu menyerang suaminya!

’Kalau sampai mereka berani menyentuh dia,’ pikir saya, ’akan saya pukuli mereka.’ Tetapi, mereka ternyata menyenangkan, masuk akal, dan tidak ada tanda-tanda sikap agresif. Tak lama kemudian, saya pun asyik dalam pembahasan tentang salib, dan para Saksi memperlihatkan dengan jelas dari Alkitab bahwa Yesus mati pada sebatang kayu, atau tiang.

Kemudian, saya bertanya apa yang dimaksud nabi Daniel ketika menyatakan bahwa Mikhael sang penghulu malaikat ”berdiri” demi kepentingan umat Allah. (Dan. 12:1) Para Saksi menjelaskan dari Alkitab bahwa Mikhael sebenarnya adalah Yesus Kristus dan bahwa ia telah ”berdiri”, atau memerintah sebagai Raja Kerajaan Allah, sejak tahun 1914. (Mat. 24:3-7; Pny. 12:7-10) Saya kagum dengan jawaban itu dan dengan pengetahuan para Saksi tentang Alkitab. Sejak itu, kapan pun Saksi-Saksi datang ke daerah saya, saya memanfaatkan kesempatan itu untuk membahas Firman Allah bersama mereka. Saya bahkan mengikuti mereka pergi dari rumah ke rumah dan turut dalam pembahasan mereka. Tidak lama kemudian, saya mulai bergabung dengan kelompok terpencil yang berhimpun di Saint-André.

Pertama kali saya berhimpun, sekalipun tidak lancar membaca, saya diminta membacakan beberapa paragraf dari Bulletin intérieur, yang kala itu kami gunakan sebagai ganti Menara Pengawal. Kemudian, tidak lama setelah dibaptis, saya diminta untuk memimpin PBS karena tidak ada saudara lain. ’Tetapi, bagaimana caranya memimpin PBS?’ pikir saya. Karena mengetahui kecemasan dan kebingungan saya, Saudari Jeannine Pégoud dengan baik hati menyarankan agar ia membacakan paragraf dan saya mengajukan pertanyaan-pertanyaan tercetak. Jadi, itulah yang kami lakukan, dan pelajaran berjalan lancar.

Sewaktu Milton Henschel mengunjungi Réunion pada tahun 1963, ia menganjurkan orang-orang yang memenuhi syarat untuk mempertimbangkan dinas perintis istimewa. Saya ingin memberikan pengabdian sepenuh jiwa kepada Yehuwa, maka saya mengisi formulir permohonan dan diterima. Daerah tugas saya adalah kota Saint-André, dan belakangan saya memimpin sembilan pelajaran Alkitab.

Sidang yang baru terbentuk di sana berhimpun di rumah Jean Nasseau. Sewaktu tulang pinggul Jean patah akibat kecelakaan mobil, sayalah yang mengurus sidang selama enam bulan. Itu berarti saya harus menyampaikan khotbah, memimpin Sekolah Pelayanan Teokratis serta Perhimpunan Dinas, dan menyiapkan laporan ke kantor cabang​—yang semuanya memberi saya pengalaman tambahan yang berharga.

Di daerah pengabaran, kami harus berjuang melawan takhayul yang berasal dari agama campuran Katolik dan Hindu yang membingungkan. Meskipun demikian, orang-orang menyambut kabar baik. Bahkan dalam satu keluarga, sedikitnya ada 20 anggotanya yang masuk kebenaran. Sekarang, ada lima sidang di daerah Saint-André.

[Kotak/​Gambar di hlm. 238]

Iman Saya Diuji dengan Ejekan

MYRIAM THOMAS

LAHIR: 1937

BAPTIS: 1965

PROFIL: Merintis sejak tahun 1966.

SEWAKTU saya dan sepupu saya Louis Nelaupe mulai mengabar pada tahun 1962, kami diundang masuk di hampir setiap rumah. Kami ditawari kopi, air jeruk, bahkan rum! Tetapi, tidak lama kemudian, para klerus menghasut banyak orang untuk berubah sikap. Beberapa penghuni rumah mengejek kami, adakalanya dengan sengaja menghina nama Allah. Di sebuah kota, kami dilempari batu.

Akibatnya, beberapa di antara kami tidak lagi menggunakan nama Allah dalam pelayanan. Pengawas wilayah memperhatikan hal ini dan menanyakannya. Sewaktu kami menjelaskan alasan kami kepadanya, kami merasa sedikit malu. Namun, dengan cara yang baik hati, ia menasihati kami dan menganjurkan kami untuk lebih berani. Kami sangat menghargai nasihat ini, dan menganggap kata-katanya sebagai disiplin dari Yehuwa. (Ibr. 12:6) Ya, tanpa kesabaran, belas kasihan, dan roh kudus, saya mungkin sudah lama berhenti merintis. Nyatanya, saya bisa membaktikan lebih dari 40 tahun yang berharga untuk dinas perintis.

[Kotak/​Gambar di hlm. 246, 247]

Yehuwa Mendukung Saya Menghadapi Cobaan

SULLY ESPARON

LAHIR: 1947

BAPTIS: 1964

PROFIL: Salah satu yang pertama dibaptis di Réunion. Ia mendekam selama tiga tahun di penjara karena tidak mau ikut dinas militer.

SEWAKTU saya menerima kebenaran pada usia 15 tahun, orang tua saya mengusir saya dari rumah. Tetapi, hal itu tidak melemahkan tekad saya untuk melayani Yehuwa. Saya mulai merintis biasa pada tahun 1964 dan merintis istimewa pada tahun 1965. Saya juga mendapat hak istimewa untuk turut mengawasi sidang-sidang di Saint-André dan Saint-Benoît. Saya dan Jean-Claude Furcy secara teratur bersepeda menuju dua kota tersebut, yang masing-masing memiliki 12 dan 6 penyiar.

Pada tahun 1967, saya dipanggil untuk dinas militer. Saya menjelaskan bahwa sebagai seorang Kristen, saya tidak dapat mengangkat senjata. Namun, karena baru kali ini ada kasus seperti itu di Réunion, kalangan berwenang tidak memahami dan tidak bisa menerima pendirian saya. Seorang petugas bahkan memukuli saya di depan kira-kira 400 tentara baru, lalu ia membawa saya, yang sekarang terpincang-pincang, ke kantornya. Ia menaruh satu setel seragam di atas mejanya dan menyuruh saya mengenakannya, kalau tidak ia akan memukuli saya lagi. Ia jauh lebih besar daripada saya, tingginya hampir 1,8 meter dan badannya kekar. Tetapi, saya mengerahkan keberanian dan berkata, ”Kalau Bapak memukul saya lagi, saya akan mengajukan tuntutan resmi karena Prancis menjamin kebebasan beragama.” Dengan gusar ia maju ke arah saya tetapi kemudian menahan diri. Lalu, ia membawa saya ke komandannya, yang mengatakan bahwa saya akan dihukum kerja paksa selama tiga tahun di Prancis.

Saya menjalani hukuman tiga tahun itu, tetapi bukan di Prancis, melainkan di Réunion. Dan, hukumannya pun bukan kerja paksa. Setelah menjatuhkan vonis, sang hakim mengundang saya ke kantornya. Sambil tersenyum, ia menyalami saya dan menyatakan simpatinya, menjelaskan bahwa sebagai hakim, ia harus menegakkan hukum. Wakil kepala penjara juga ramah terhadap saya dan mengatur agar saya bekerja di ruang persidangan. Ia bahkan ikut ke ruang pengunjung untuk bertemu dengan orang tua saya dan seorang rekan seiman.

Pada mulanya, saya berada satu sel dengan 20 hingga 30 orang lain, tetapi kemudian saya dimasukkan ke sel untuk 2 orang, sehingga ada lebih banyak kebebasan. Saya meminta lampu listrik, dan hebatnya, itu dikabulkan. Biasanya, alat-alat listrik dilarang karena narapidana bisa mencoba bunuh diri. Berkat lampu tersebut, saya bisa belajar Alkitab dan merampungkan kursus akuntansi lewat surat-menyurat. Sewaktu saya dibebaskan pada tahun 1970, seorang hakim dengan baik hati mencarikan pekerjaan untuk saya.

[Kotak di hlm. 249]

Ancaman Angin Siklon

Pada bulan Februari 1962, Siklon Jenny menyapu Réunion maupun Mauritius, mengubah Samudra Hindia di sekeliling pulau menjadi monster berbuih yang membanjiri daerah pesisir, khususnya di Réunion. Di Saint-Denis, banyak bangunan rusak, pohon-pohon kehilangan dedaunannya, dan cabang-cabang yang patah berserakan di jalan. Tiang-tiang listrik doyong sehingga berbahaya, dan kabelnya bergelantungan ke tanah. Namun ajaibnya, Balai Kerajaan kecil di kota itu tidak mengalami kerusakan. Siklon itu merenggut 37 korban jiwa, melukai 250 orang, dan membuat ribuan orang kehilangan tempat tinggal. Pada waktu itu, saudara-saudari sedang menghadiri kebaktian di Mauritius, yang tidak dihantam separah itu. Meskipun mereka baru bisa pulang beberapa hari kemudian, setidaknya mereka selamat tanpa cedera.

Pada tahun 2002, Siklon Dina menyebabkan tanah longsor yang menutup jalan menuju Cilaos selama tiga minggu. Kantor cabang Réunion segera mengatur untuk mengirim kendaraan dua gardan yang dimuati bantuan kemanusiaan untuk 30 saudara-saudari di sana. Kendaraan itu bergabung dalam konvoi yang terdiri dari 15 kendaraan lain, dengan polisi berada di paling depan. Sebagian jalan beraspal telah anjlok ke dalam sungai, sehingga konvoi itu harus masuk ke dasar sungai lalu naik kembali ke jalan. Betapa gembiranya saudara-saudari di Cilaos ketika kendaraan itu tiba!

[Tabel/​Grafik di hlm. 252, 253]

Réunion​—LINTAS SEJARAH

1955 Robert Nisbet berkunjung pada bulan September.

1960

1961 Satu keluarga Saksi tiba dari Prancis dan menemukan banyak peminat.

1963 M. G. Henschel dari kantor pusat sedunia berkhotbah kepada 155 hadirin.

1964 Pengawasan pekerjaan dialihkan dari Prancis ke Mauritius; 230 orang menghadiri kebaktian wilayah setempat yang pertama.

1967 Badan hukum Association Les Témoins de Jéhovah didaftarkan.

1970

1975 Pelarangan atas Menara Pengawal dicabut di Prancis.

1980

1985 Jumlah penyiar melampaui angka 1.000.

1990

1992 Jumlah penyiar melampaui angka 2.000. Kantor cabang membeli properti di La Possession untuk kantor Réunion, sebuah Balai Kebaktian, dan sebuah rumah utusan injil.

1996 Rampungnya balai Kerajaan pertama yang dibangun dengan cepat.

1998 Kebaktian pertama diadakan di Balai Kebaktian La Possession yang baru.

2000

2006 Sekitar 2.590 penyiar aktif di Réunion.

[Grafik]

(Lihat publikasinya)

Total Penyiar

Total Perintis

3.000

2.000

1.000

1960 1970 1980 1990 2000

[Gambar sehalaman penuh di hlm. 223]

[Gambar di hlm. 224]

Adam Lisiak mengabar di Réunion selama satu bulan, 1959

[Gambar di hlm. 224]

Noémie Duray, Jeannine Pégoud, dan putranya, Christian, dalam perjalanan ke Réunion, 1961

[Gambar di hlm. 227]

Balai Kerajaan Le Port, 1965

[Gambar di hlm. 230]

Bus-bus terbuka yang disewa untuk perjalanan pengabaran, 1965

[Gambar di hlm. 230]

Josette Bonnecaze

[Gambar di hlm. 235]

Jeannine Corino

[Gambar di hlm. 235]

Memberikan kesaksian di Saint-Paul, 1965

[Gambar di hlm. 243]

Cléo Lapierre

[Gambar di hlm. 244, 245]

Louis dan Anne Nelaupe memberikan kesaksian di desa-desa terpencil dan makan jambu selama perjalanan

Cirque de Mafate

[Gambar di hlm. 248]

Balai Kerajaan yang sudah rampung di Saint-Louis, 1988

[Gambar di hlm. 251]

Kebaktian

Kebaktian wilayah setempat pertama diadakan di restoran di lantai atas, 1964

Gua Orang Prancis Pertama, lokasi kebaktian distrik

Tempat berhimpun sementara, Saint-Denis, 1965

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan