PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • w96 15/6 hlm. 23-28
  • Memberi Kesaksian ke Bagian yang Paling Jauh di Bumi

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Memberi Kesaksian ke Bagian yang Paling Jauh di Bumi
  • Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1996
  • Subjudul
  • ’Kapan Kami Bisa ke Thule?’
  • Pergi ke Thule
  • Tantangan yang Kritis
  • Sambutan yang Kami Terima
  • Perjalanan Berakhir
Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1996
w96 15/6 hlm. 23-28

Memberi Kesaksian ke Bagian yang Paling Jauh di Bumi

ETAH

THULE

GODHAVN

GODTHÅB

JULIANEHÅB

ANGMAGSSALIK

THULE adalah bagian dari sebuah nama yang digunakan sejak zaman purba untuk menggambarkan tujuan akhir, secara geografis atau dalam hal lain. Dewasa ini, Thule adalah nama dari sebuah permukiman di ujung utara Greenland, pulau terbesar di dunia. Permukiman tersebut dinamai demikian pada tahun 1910, sewaktu penjelajah Denmark, Knud Rasmussen, menggunakannya sebagai pos persinggahan untuk ekspedisi kutub. Bahkan sekarang ini, pergi ke Thule lebih merupakan suatu ekspedisi daripada suatu perjalanan wisata.

Meskipun demikian, ada kebutuhan yang mendesak untuk ekspedisi ke Thule. Sebagai tanggapan atas perintah Yesus, ’Jadilah saksi-saksiku ke bagian yang paling jauh di bumi,’ Saksi-Saksi Yehuwa ingin sekali membawa kabar baik dari Kerajaan Allah ke tempat ini, salah satu permukiman manusia yang permanen yang terletak di belahan paling utara di bumi.​—Kisah 1:8; Matius 24:14.

’Kapan Kami Bisa ke Thule?’

Pada tahun 1955, dua Saksi Denmark yang ingin ambil bagian dalam pengabaran ”ke bagian yang paling jauh di bumi” tiba di Greenland. Yang lain-lain datang belakangan, dan secara bertahap pekerjaan pengabaran mereka mencakup pantai selatan dan barat sampai ke Melville Bay dan sebagian jalan sampai ke pantai sebelah timur. Tetapi bagian-bagian paling jauh lain seperti Thule hanya dicapai terutama melalui surat atau telepon.

Suatu hari pada tahun 1991, Bo dan istrinya, Helen, dua rohaniwan sepenuh waktu, berdiri di atas karang sambil memandang Melville Bay. Seraya memandang ke utara, mereka bertanya-tanya, ’Kapan kami bisa ke ke Thule untuk membawa kabar baik Kerajaan kepada orang-orang di sana?’

Pada tahun 1993, Werner, seorang rohaniwan sepenuh waktu lainnya, dengan berani menyeberangi Melville Bay dengan kapal motor miliknya berukuran 5,5 meter yang bernama Qaamaneq (Terang). Ia telah berlayar sejauh 1.200 kilometer dari Godthåb sampai ke wilayah Upernavik. Namun, menyeberangi Melville Bay​—sejauh 400 kilometer di perairan Arktika yang terbuka​—bukanlah sesuatu yang mudah. Hampir sepanjang tahun, perairan di teluk ini dihalangi oleh es. Werner berhasil menyeberangi teluk tersebut, walaupun salah satu mesin di kapal motornya rusak karena es. Dan ia dapat melakukan beberapa kali pekerjaan pengabaran sebelum ia kembali.

Pergi ke Thule

Setelah perjalanan itu, Werner mulai membuat rencana baru. Ia berbicara dengan Arne dan Karin​—yang juga memiliki sebuah kapal berukuran 7 meter dengan tempat tidur untuk empat orang dan, yang paling penting, dilengkapi dengan peralatan navigasi modern​—siap membuat perjalanan bersama ke Thule. Kapal-kapal diperlengkapi dengan akomodasi, dan dengan dua kapal yang mengadakan perjalanan bersama, risikonya menjadi tidak terlalu tinggi untuk menyeberangi Melville Bay. Untuk mengerjakan kota utama dengan penduduknya yang berjumlah 600 orang dan enam permukiman yang ada di wilayah tersebut, mereka memerlukan lebih banyak bantuan. Maka mereka mengundang Bo dan Helen serta Jørgen dan Inge​—semuanya rohaniwan berpengalaman yang biasa mengadakan perjalanan di negeri ini—​untuk turut serta. Lima orang dari kelompok ini juga dapat berbicara bahasa Greenland.

Mereka mengirimkan persediaan lektur Alkitab terlebih dahulu. Kapal-kapal pun dimuati dengan lektur, juga dengan perbekalan makanan dan air yang diperlukan, bahan bakar, sebuah mesin cadangan, dan sebuah perahu karet. Kemudian, pada tanggal 5 Agustus 1994, setelah berbulan-bulan mengadakan persiapan, tim tersebut berkumpul dan kedua kapal telah siap serta dipenuhi muatan di pelabuhan Ilulissat. Perjalanan ke utara pun dimulai. Werner, Bo, dan Helen berlayar dengan menggunakan kapal yang lebih kecil dari antara kedua kapal yang ada. ”Satu-satunya yang dapat dilakukan adalah duduk atau berbaring di tempat saudara dan berpegang pada sesuatu yang dapat dijadikan tumpuan,” tulis Bo. Marilah kita mengikuti catatan harian kapal untuk perjalanan ini.

”Samudra yang tenang terhampar luas. Panorama yang indah terbentang di hadapan kami​—laut yang kelam, kabut yang tebal, matahari yang bersinar terang dan langit yang biru, gunung-gunung es dengan bentuk dan nuansa warna yang sangat memesona, seekor walrus coklat yang sedang berjemur di atas kepingan es yang mengapung, garis pantai dengan lereng-lereng gunung yang diselimuti kegelapan dan ada sedikit bidang-bidang yang datar​—pemandangan ini silih berganti tanpa ada habisnya.

”Tentu saja, bagian yang paling menarik adalah mengunjungi permukiman-permukiman yang ada di sepanjang perjalanan. Selalu saja ada orang, biasanya anak-anak, yang datang ke dermaga untuk melihat siapakah pengunjung yang datang dan menyambut mereka. Kami menyebarkan lektur Alkitab dan meminjamkan video tentang organisasi kita kepada orang-orang. Banyak yang dapat menyaksikannya sebelum kami berangkat. Di South Upernavik, beberapa orang berlayar menuju kapal kami bahkan sebelum kami memasuki dermaga. Maka sepanjang malam, kami menerima tamu-tamu di kapal dan menjawab banyak pertanyaan Alkitab.”

Nah, setelah menempuh 700 kilometer pertama dari perjalanan tersebut, kedua kapal siap untuk menyeberangi Melville Bay.

Tantangan yang Kritis

”Inilah yang dianggap sebagai bagian yang paling kritis dari perjalanan tersebut. Dan kami harus melakukan penyeberangan nonstop karena permukiman Savissivik (bagian permulaan dari wilayah ini dan yang sebenarnya dapat menjadi tempat kami menginap) masih dihalangi oleh es.

”Maka kami pun mulai menyeberang. Karena masih terdapat banyak es, kami berlayar lebih jauh ke lautan terbuka. Untunglah, perairannya tenang. Selama beberapa jam pertama tidak ada yang istimewa terjadi​—mengarungi samudra mil demi mil. Menjelang senja, kami melihat Cape York dan dengan perlahan berbelok ke utara, mendekati daratan. Sekarang terdapat es lagi​—kepingan-kepingan es yang sudah lama terbentuk, berukuran tebal, dan terpisah satu sama lain mengapung sejauh mata memandang. Kami mengikuti tepi es selama suatu jarak yang jauh, kadang-kadang membuat manuver melewati jalur-jalur yang sempit. Kemudian terlihat kabut, kabut tebal berwarna keabu-abuan, keindahan yang khas di bawah terang sinar matahari yang terbenam. Dan lihat gelombang-gelombangnya! Kabut, gelombang, dan es semuanya pada waktu yang bersamaan​—salah satu di antara ini saja biasanya sudah cukup menjadi tantangan.”

Sambutan yang Kami Terima

”Kami memasuki perairan yang lebih tenang seraya kami mendekati Pituffik. Karya ciptaan memberi kami sambutan yang luar biasa: matahari berada di langit yang sangat biru; di hadapan kami, fyord yang luas dan berkilauan, dengan gunung-gunung es yang terapung di sana sini; jauh di depan terdapat siluet yang khas dari karang es di Dundas​—lokasi dari Thule zaman dahulu!” Kira-kira 100 kilometer lebih jauh ke utara, para penjelajah sampai ke tempat tujuan akhir mereka.

Mereka sekarang ingin sekali memulai pengabaran dari rumah ke rumah. Dua dari antara mereka menerima sambutan yang kasar di pintu pertama. ”Kami ditolak persis seperti di Denmark,” kata mereka. “Tetapi mayoritas memberi sambutan yang hangat kepada kami. Orang-orang penuh pengertian dan berwawasan luas. Beberapa mengatakan bahwa mereka telah mendengar tentang kami dan senang bahwa pada akhirnya kami datang. Kami bertemu dengan beberapa orang yang sangat ramah, seperti para pemburu anjing laut yang telah berada dalam ekspedisi ke Kutub Utara, dan penduduk asli, yang bersahaja dan sederhana serta memiliki semacam pandangan yang skeptis terhadap peradaban modern.”

Beberapa hari berikutnya mendatangkan pengalaman yang menyenangkan bagi semua. Lektur Alkitab diterima dengan penghargaan di mana-mana. Di beberapa rumah, Saksi-Saksi langsung memulai pengajaran Alkitab. Inge menceritakan tentang sebuah rumah tempat ia menemukan adanya minat, ”Itu adalah sebuah rumah yang bersih dan nyaman dengan satu kamar. Selama tiga hari berturut-turut, kami mengunjungi seorang pria berperangai lembut yang tinggal di sana dan kami menjadi sangat menyukainya. Ia benar-benar seorang pemburu anjing laut, dengan kayaknya terletak di luar rumahnya. Ia telah menembak banyak beruang kutub, walrus, dan, tentu saja, anjing laut. Pada kunjungan kami yang terakhir, kami memanjatkan doa bersamanya, dan ia mencucurkan air mata. Sekarang kami harus menyerahkan segalanya ke tangan Yehuwa dan mengharap adanya waktu dan kesempatan untuk kembali.”

Thule sering kali dikunjungi oleh orang Eskimo Kanada. Inge melaporkan, ”Saya dan Helen bertemu dengan beberapa orang Eskimo Kanada. Sungguh menarik bahwa mereka dapat berkomunikasi dengan orang-orang Greenland; orang-orang di Arktika kelihatannya memiliki bahasa yang serupa. Meskipun orang Eskimo Kanada memiliki bahasa tulisan mereka sendiri, mereka dapat membaca lektur kami yang berbahasa Greenland. Hal ini membuka kesempatan yang menggembirakan bagi mereka.”

Permukiman yang terletak 50-60 kilometer jauhnya bila menggunakan kapal juga dikunjungi. ”Dalam perjalanan ke permukiman Qeqertat, kami mengikuti garis pantai secara saksama, dengan berharap untuk menjumpai orang-orang yang keluar untuk berburu narwhal (sejenis ikan paus kecil). Tepat seperti yang kami harapkan, pada sebuah beting karang es, kami menemukan sebuah perkemahan, yang dihuni oleh tiga atau empat keluarga yang berpakaian bulu binatang, dengan tenda-tenda dan kayak mereka. Dengan memegang harpun, para pria bergantian menunggu sambil duduk di karang untuk mengamati narwhal yang paling ingin ditangkap. Setelah menunggu dengan sia-sia selama beberapa hari, mereka tidak terlalu gembira melihat kami karena kami mungkin membuat ikan-ikan paus menjadi takut dan menjauh! Mereka tampaknya mempunyai dunia mereka sendiri. Para wanita menerima beberapa lektur, tetapi saat itu bukanlah waktu yang tepat untuk percakapan yang lebih jauh. Kami akhirnya tiba di Qeqertat pada pukul 11.00 malam hari dan menyelesaikan kunjungan terakhir kami di permukiman tersebut menjelang pukul 2.00 pagi!”

”Pada akhirnya kami mencapai Siorapaluk, permukiman paling utara di Greenland. Ini terletak di pantai berpasir yang terletak di kaki karang yang diselimuti rumput hijau di suatu lingkungan yang sebetulnya gersang.” Saksi-Saksi benar-benar telah mencapai bagian yang paling jauh di bumi, sedikitnya di arah sebelah utara dari bumi, dalam pekerjaan pengabaran mereka.

Perjalanan Berakhir

Saksi-Saksi telah menyelesaikan pekerjaan mereka. Mereka telah mengabar dari rumah ke rumah dan dari tenda ke tenda, membagikan lektur, memperoleh langganan, mempertunjukkan video, berbicara dengan banyak orang Greenland, dan memimpin pengajaran Alkitab. Sekarang tiba waktunya untuk pulang. ”Sewaktu kami naik ke perahu kami pada malam itu untuk berdayung meninggalkan permukiman Moriusaq, cukup banyak orang yang datang ke pantai untuk mengantar kepergian kami, sambil melambaikan buku atau brosur yang telah mereka peroleh.”

Belakangan, di suatu bagian terpencil dari pantai tersebut, Saksi-Saksi terkejut melihat seorang pria melambaikan tangan dari sebuah karang​—di sana, di tengah-tengah tempat yang sangat terpencil! ”Tentu saja, kami turun ke darat untuk menemuinya. Ia sebenarnya seorang pemuda dari Berlin, Jerman, yang sedang mengadakan perjalanan di sepanjang pantai dengan kayak miliknya dan telah berada dalam perjalanannya selama satu bulan. Di Jerman, ia menerima kunjungan yang tetap tentu dari Saksi-Saksi Yehuwa dan memiliki beberapa buku yang mereka terbitkan. Kami menggunakan beberapa jam bersamanya, dan ia benar-benar terkesan dapat bertemu dengan Saksi-Saksi di tempat demikian.”

Di permukiman Savissivik, yang telah dilewati dalam perjalanan sebelumnya, para rohaniwan keliling tersebut menerima sambutan yang hangat sekali. Beberapa orang di sana telah menerima dan membaca lektur setahun sebelumnya, dan mereka sangat mendambakan lebih banyak makanan rohani.

Perjalanan pulang menyeberangi Melville Bay membutuhkan 14 jam. ”Kami menyaksikan matahari terbenam, yang di sini merupakan suatu pengalaman yang memakan waktu selama berjam-jam, dengan perubahan warna yang memesonakan yang berlangsung terus-menerus. Terbitnya matahari, yang langsung terjadi setelah itu, juga memakan waktu yang lama. Sementara matahari terbenam yang memancarkan cahaya merah dan merah lembayung masih menyelimuti langit di sebelah timur laut, matahari terlihat mulai terbit sedikit di belahan selatan. Sungguh suatu pemandangan yang mustahil dapat dilukiskan​—atau bahkan dengan potret sekalipun​—secara memuaskan.” Para awak kapal berjaga sepanjang malam.

”Seraya kami mencapai Kullorsuaq, kami merasa sangat lelah. Tetapi kami merasa puas dan senang. Kami telah berhasil menyelesaikan perjalanan! Pada sisa perjalanan, kami menemukan banyak minat di kota dan permukiman yang ada di sepanjang pantai. Pertanyaan yang kerap kali diulangi adalah, ’Mengapa beberapa dari antara kalian tidak dapat tinggal bersama kami? Kami sedih melihat kalian pergi begitu cepat!’”

Di Qaarsut, sebuah keluarga yang ramah mengundang lima dari antara para pengunjung untuk makan bersama mereka. ”Keluarga tersebut ingin agar kami menginap. Tetapi karena ada tempat berlabuh yang lebih baik yang terletak 40 kilometer lebih jauh dari tempat itu, kami menolak dan berlayar terus. Belakangan, kami mendengar bahwa sebuah gunung es yang besar telah pecah pada dini hari keesokan harinya, dan sebuah gelombang membuat 14 kapal kecil terbalik di tempat kami sebelumnya berada!”

Akhirnya, kelompok ini kembali ke Ilulissat, setelah menyelesaikan ekspedisi Thule mereka. Pada waktu yang hampir bersamaan, dua penyiar lainnya telah mengadakan perjalanan ke bagian-bagian terpencil di pantai timur dari Greenland. Dari kedua perjalanan ini, para penyiar telah menyebarkan secara total 1.200 buku, 2.199 brosur, dan 4.224 majalah, serta memperoleh 152 langganan. Kontak dengan banyak peminat baru sekarang dipelihara dengan telepon dan korespondensi.

Meskipun waktu, energi, dan kebutuhan finansial terlibat, Saksi-Saksi Yehuwa mendapatkan sukacita besar dalam menjalankan perintah Majikan mereka untuk ”menjadi saksi-saksiku . . . ke bagian yang paling jauh di bumi”.​—Kisah 1:8.

[Kotak di hlm. 28]

Di Pantai Timur Greenland

PADA WAKTU yang hampir bersamaan ketika kelompok penyiar mencapai Thule, sepasang Saksi, Viggo dan Sonja, mengadakan perjalanan ke wilayah lain yang belum dikerjakan​—Ittoqqortoormiit (Scoresbysund) di pantai timur Greenland. Untuk mencapai tempat itu, mereka harus mengadakan perjalanan ke Iceland, pergi dengan pesawat kembali ke Constable Point di pantai Greenland, dan kemudian pergi dengan helikopter.

”Ini adalah pertama kali Saksi-Saksi Yehuwa datang ke sini,” demikian cerita kedua perintis ini, yang bahasa ibu mereka adalah bahasa Greenland. ”Meskipun terisolasi, tidak diduga-duga orang-orang ini memiliki wawasan yang luas. Selain itu, mereka juga senang belajar hal-hal baru. Sebagai tukang cerita yang berbakat, mereka berhasrat sekali memberi tahu kami tentang perburuan anjing laut yang mereka lakukan dan pengalaman-pengalaman lainnya di alam terbuka.” Bagaimana mereka menanggapi pekerjaan pengabaran?

”Dalam pengabaran dari rumah ke rumah, kami bertemu dengan J——, yang adalah seorang katekis. ’Terima kasih karena memasukkan saya di antara kunjungan kalian,’ katanya. Kami memperlihatkan lektur kami kepadanya dan bagaimana cara menggunakannya. Hari berikutnya, ia mendatangi kami dan ingin belajar tentang nama Yehuwa. Kami memperlihatkan kepadanya suatu keterangan di catatan kaki yang terdapat dalam Alkitab berbahasa Greenland miliknya. Sewaktu kami telah pergi, ia menelepon teman kami di Nuuk untuk memperlihatkan rasa terima kasihnya atas kunjungan kami. Kami harus terus mencoba untuk membantu pria ini.

”Kami juga bertemu dengan O——, seorang guru yang mengetahui tentang Saksi-Saksi Yehuwa. Ia memberi kami waktu selama dua jam untuk berbicara dengan murid-muridnya yang berumur antara 14 hingga 16 tahun. Maka kami mempertunjukkan video kami kepada mereka dan menjawab pertanyaan mereka. Pertanyaan Kaum Muda​—Jawaban yang Praktisa dan buku-buku lainnya laku keras. Belakangan, kami bertemu dengan tiga dari antara murid-murid wanita. Mereka memiliki banyak pertanyaan, salah satunya sangat berminat. Ia bertanya, ’Bagaimana seseorang menjadi Saksi? Pasti sungguh menyenangkan untuk menjadi seperti kalian. Ayah saya juga menyukai apa yang kalian lakukan.’ Kami berjanji untuk menyuratinya.

”Di salah satu permukiman, kami bertemu dengan katekis lainnya, M——, dan kami mengadakan suatu diskusi yang menarik. Ia menawarkan diri untuk memastikan agar pria-pria yang sedang keluar untuk berburu dapat menerima lektur kami segera setelah mereka kembali. Maka sekarang ia adalah ’penyiar’ kami di tempat terpencil tersebut.”

Meskipun ini merupakan perjalanan yang berputar-putar dan melelahkan, kedua perintis tersebut merasa bahwa upaya mereka mendapat imbalan yang limpah.

[Catatan Kaki]

a Diterbitkan oleh Watchtower Bible and Tract Society of New York, Inc.

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan