PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Mengabaikan Peringatan dan Mencobai Allah
    Menara Pengawal—1987 (Seri 43) | Menara Pengawal—1987 (Seri 43)
    • Mengabaikan Peringatan dan Mencobai Allah

      ”Bahkan meskipun air sudah naik sampai ke pergelangan kaki mereka, mereka tetap tidak mau menyelamatkan diri.”—El País, Kolombia.

      POKOK berita tersebut dari sebuah harian di Kolombia menyorot salah satu alasan dari luar biasa banyaknya korban jiwa dalam bencana tanah longsor di Armero pada bulan Nopember 1985. Dora Elisa Rada Esguerra, seorang operator telepon di Armero, yang disiagakan oleh jatuhnya debu dan sungai yang meluap, memutuskan untuk lari. Kemudian ia memperingatkan rekan-rekan sekerjanya di kantor sentral telepon tentang tragedi yang bakal menimpa. Ia belakangan menjelaskan, ”Mereka melihat air itu, yang . . . mengalir dengan deras, sangat deras, namun meskipun demikian mereka tidak berbuat apa-apa.” Dora luput dari kota yang hancur itu.

      Operator-operator telepon lainnya tewas bersama dengan kira-kira 21.000 korban lain dalam banjir lumpur dari gunung berapi, es, dan batu-batu besar yang turun dengan cepat dan menggemuruh dari gunung berapi Nevado del Ruiz. Di antara mereka yang dihanyutkan terdapat walikota dari kota itu dan sebagian besar dari petugas-petugas polisi setempat, yang menunjukkan bahwa hampir semua orang tidak menganggap serius ancaman itu—sampai terlambat.

      Mengapa Mereka Tidak Melarikan Diri?

      Ada tanda-tanda dan peringatan mengenai bencana yang bakal terjadi. Mengapa begitu banyak orang di Armero mengabaikannya? Yang terutama, peringatan-peringatan resmi datangnya terlambat, pada waktu bencana itu sudah melanda kota. Sebelum itu, orang-orang diberitahu untuk tenang, bahwa mungkin akan terjadi banjir tetapi hal itu tidak serius. Malahan, kota itu dihapus dari peta melalui tembok kematian yang besar yang menimpa Sungai Lagunilla.

      Kemungkinan besar, ada yang tidak mau meninggalkan rumah mereka dan harta mereka, karena mengetahui bahwa perampok-perampok segera akan menyelinap masuk dan mencuri. Ini ternyata menjadi suatu ancaman yang nyata. Beberapa perampok ditembak oleh angkatan bersenjata. Mereka yang selamat dari bencana kembali ke rumah mereka yang dilanda banjir mendapati bahwa kunci pintu-pintu telah dirusak dan barang-barang berharga dicuri. Namun mayoritas dari penduduk kota itu tidak pernah hidup cukup lama untuk kembali ke rumah-rumah mereka. Dan dalam kebanyakan kasus, tidak ada rumah-rumah yang dapat mereka tinggali lagi.

  • Mengabaikan Peringatan dan Mencobai Allah
    Menara Pengawal—1987 (Seri 43) | Menara Pengawal—1987 (Seri 43)
    • Nah marilah kita menerapkan akal sehat pada keadaan di mana seseorang telah mendirikan bangunan-bangunan di daerah-daerah yang mudah ditimpa gempa bumi atau di mana gunung-gunung berapi yang aktif merupakan ancaman yang tersembunyi namun nyata. Contoh yang baik ialah daerah yang sudah disebutkan di sekitar gunung berapi Nevado del Ruiz di Kolombia. Menurut harian Kolombia El País, arsitek César Zárate menyiapkan penelitian pada tahun 1982 yang menunjukkan bahwa Sungai Lagunilla pada masa lampau telah membanjiri Armero dan bahwa kota itu masih tetap tidak mempunyai perlindungan yang memadai. Juga diketahui bahwa gunung berapi Nevado del Ruiz telah meletus enam kali sejak tahun 1570. Menurut sumber-sumber sejarah, gunung berapi itu mempunyai siklus kegiatan tetap yang silih berganti antara tiap 140 tahun 9 bulan dan 110 tahun 2 bulan.

      Keterangan ini dikirim kepada edisi hari Minggu dari surat kabar Kolombia El Tiempo beberapa minggu sebelum bencana Armero. Dengan pasti dikatakan, ”Banjir berikutnya . . . akan terjadi kira-kira pada pertengahan bulan Nopember tahun ini. Tanda-tanda yang khas sudah diamati: asap dari kawah ’Arenas’. Hujan debu dan gas. Pencemaran air dan panen. Bau yang memuakkan. . . . Suara menggemuruh yang berasal dari gunung berapi pada tanggal 11 September. Mencairnya salju dari puncak gunung secara bertahap. . . . Maka, itulah waktunya untuk bertindak.”

      Tetapi, artikel itu tidak diterbitkan. Mungkin ini dianggap sebagai peringatan yang tidak perlu akan suatu bencana. Redaksi El Tiempo belakangan menyatakan hal itu sebagai ”kurangnya perhatian untuk menangani perkara-perkara sebelumnya, kurangnya daya pengertian, atau kepercayaan yang polos bahwa tidak akan terjadi apa-apa”.

      Namun, tepat menurut jadwal, Nevado del Ruiz meledakkan puncaknya pada malam tanggal 13 Nopember 1985. Lebih dari 20.000 jiwa yang tewas di Armero, dan ada ribuan korban dari Chinchiná dan kota-kota lain di dekatnya. Di antara mereka yang tewas di Armero ada 41 dari Saksi-Saksi Yehuwa dan rekan-rekan mereka. Ada yang dengan tidak bijaksana mengungsi ke Balai Kerajaan, yang letaknya di daerah yang lebih rendah. Mereka dihanyutkan dan dikuburkan di dalamnya. Untunglah, Saksi-Saksi lain dapat melarikan diri ke tempat yang lebih tinggi dan selamat.

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan