PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Bagaimana Keadaan Dunia 50 Tahun yang Lalu?
    Sedarlah!—1995 | 8 September
    • Bagaimana Keadaan Dunia 50 Tahun yang Lalu?

      APAKAH Anda cukup dewasa untuk mengingat bagaimana keadaan dunia pada tahun 1945? Dunia baru saja mulai pulih dari Perang Dunia II yang dimulai pada tahun 1939 ketika Inggris dan Prancis mengumumkan perang terhadap Jerman karena invasi Nazi ke Polandia. Jika Anda terlalu muda untuk mengingat hal itu, apakah Anda ingat perang di Korea yang meletus pada tahun 1950? Atau perang di Vietnam yang berkecamuk dari tahun 1950-an hingga 1975? Atau perang di Kuwait yang disulut oleh Irak pada tahun 1990?

      Tidakkah Anda merasa suatu hal yang luar biasa bahwa sewaktu kita meninjau sejarah sejak Perang Dunia II, kita harus mengingat lebih banyak lagi peperangan yang telah menebarkan kesengsaraan dan penderitaan bagi jutaan orang dan yang telah menghancurkan kehidupan jutaan orang lainnya? Warisan apa yang ditinggalkan Perang Dunia II bagi orang-orang pada waktu itu?

      Dampak Perang Dunia II

      Kira-kira 50 juta orang tewas pada Perang Dunia II, dan menjelang tahun 1945, jutaan pengungsi mengembara di seluruh Eropa berupaya untuk kembali ke rumah mereka di kota besar dan kota kecil yang porak-poranda oleh bom dan untuk menata kembali kehidupan mereka yang berantakan. Ratusan ribu wanita dan anak perempuan, khususnya di Rusia dan Jerman, berupaya pulih dari trauma pemerkosaan di tangan para tentara yang menyerbu. Penjatahan diberlakukan hampir di seluruh Eropa​—persediaan makanan dan pakaian sangat sedikit. Ratusan ribu tentara yang dibubarkan mencari pekerjaan. Jutaan janda dan yatim piatu berdukacita karena kehilangan suami dan orang-tua mereka.

      Orang-orang Yahudi masih berupaya menelan kenyataan terjadinya Holocaust yang membinasakan jutaan rekan Yahudi mereka, serta kemungkinan mereka untuk menghasilkan generasi selanjutnya. Jutaan orang​—dari Amerika, Inggris, Jerman, Prancis, Rusia, dan dari banyak bangsa lainnya​—tewas dalam perang tersebut. Cikal bakal sebuah generasi yang berpotensi musnah untuk dapat memajukan kepentingan politik dan komersial kuasa-kuasa dunia serta para penguasa mereka.

      Banyak negeri rusak parah karena Perang Dunia II sehingga prioritas utama mereka adalah pemulihan ekonomi. Kekurangan makanan masih banyak terjadi di Eropa selama beberapa tahun setelah perang. Spanyol, meskipun secara kenegaraan netral selama Perang Dunia II, telah sangat dipengaruhi oleh perang sipilnya sendiri (1936-39) dan oleh embargo perdagangan​—buku penjatahan makanan masih digunakan hingga bulan Juni 1952.

      Di Timur Jauh, kenangan akan kebiadaban Jepang masih segar dalam ingatan para korban di Burma, Cina, Filipina, dan negeri-negeri Timur lainnya. Amerika Serikat, meskipun merupakan bangsa yang berjaya, kehilangan kira-kira 300.000 personel militernya, sekitar setengah dari jumlah korban ini berada di kawasan perang Pasifik. Di Jepang, kemiskinan, TBC, dan antrean panjang untuk penjatahan makanan merupakan bagian dari penduduk sipil.

      Seruan Churchill untuk Bertindak

      Dalam pidato kemenangannya yang disampaikan kepada penduduk Inggris pada tanggal 13 Mei 1945 pada akhir Perang Dunia II di Eropa, Perdana Menteri Winston Churchill menyatakan, ”Seandainya saya dapat mengatakan kepada Anda sekalian malam ini, bahwa seluruh kerja keras dan kesukaran kita telah berlalu. . . . Saya harus memperingatkan Anda sekalian . . . bahwa masih ada banyak hal yang harus dilakukan, dan bahwa Anda sekalian harus bersiap untuk berbagai upaya lebih lanjut dalam pikiran dan tubuh, serta pengorbanan lebih lanjut untuk tujuan yang besar.” Dengan pandangan jauh ke depan, mengantisipasi merebaknya Komunisme, ia mengatakan, ”Di benua Eropa kita masih harus memastikan bahwa . . . kata-kata ’kemerdekaan’, ’demokrasi’, dan ’kebebasan’ tidak menyimpang dari arti yang sebenarnya sebagaimana yang telah kita pahami.” Kemudian ia menyerukan suatu seruan yang menggugah, ”Maju, gagah berani, pantang mundur, pantang menyerah, hingga seluruh tugas selesai serta seluruh dunia aman dan bersih.”​—Cetak miring red.

      Setengah Abad yang Penuh dengan Konflik dan Kematian

      Dalam sebuah pidato pada tahun 1992, Sekretaris Jenderal PBB Boutros Boutros-Ghali mengakui bahwa ”sejak terciptanya Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1945, lebih dari 100 konflik besar di seputar dunia telah merenggut kira-kira 20 juta jiwa”. Sewaktu mengutip jumlah korban yang bahkan jauh lebih besar, majalah World Watch menyatakan, ”Sepanjang sejarah, inilah abad yang paling sedikit didapati adanya perdamaian.” Sumber yang sama mengutip kata-kata seorang peneliti bahwa ”lebih banyak orang tewas akibat perang dalam abad ini dibanding dalam seluruh sejarah manusia bila digabungkan. Kira-kira 23 juta dari antara kematian tersebut terjadi sejak Perang Dunia II”.

      Akan tetapi, The Washington Post melaporkan perkiraan yang lain lagi, ”Sejak berakhirnya Perang Dunia II, kira-kira 160 perang telah berkecamuk di seputar dunia, mengakibatkan tewasnya lebih dari 7 juta jiwa di medan pertempuran dan tewasnya 30 juta penduduk sipil. Selain itu, ada orang-orang yang cedera, korban pemerkosaan, dan orang-orang yang terpaksa mengungsi.” Ini semua belum termasuk jutaan korban kejahatan yang kejam di seluas bumi selama 50 tahun belakangan ini!

      Sekarang, pada tahun 1995, kita masih melihat konflik-konflik memautkan yang dikobarkan oleh kebencian yang membara yang tidak saja menewaskan para tentara yang telah siap mati, tetapi juga ribuan penduduk sipil di Afrika, negeri-negeri Balkan, Rusia dan Timur Tengah.

      Oleh karena itu, dapatkah kita mengatakan bahwa 50 tahun setelah 1945, ”seluruh dunia aman dan bersih”? Kemajuan apa yang telah dibuat manusia untuk membuat bumi kita suatu tempat yang sehat dan aman untuk didiami? Apa yang telah kita dapati dalam 50 tahun? Apakah manusia telah membuat kemajuan dalam hal-hal yang benar-benar penting​—nilai, moral, etika? Dua artikel berikut akan menjawab pertanyaan-pertanyaan ini. Artikel keempat akan membahas prospek di masa depan bagi kita semua penghuni perkampungan global kita ini.

      [Kotak di hlm. 4]

      Kenangan Sesudah Era Perang Dunia II

      Seorang Inggris yang kini berusia 60-an mengenang, ”Pada akhir tahun 40-an, kami tidak punya televisi di rumah. Radio adalah perangsang utama imajinasi kami. Karena saya masih sekolah, membaca dan mengerjakan pekerjaan rumah membuat pikiran saya tetap sibuk. Saya pergi ke bioskop mungkin sebulan sekali. Saya biasa bersepeda beberapa kilometer setiap hari Sabtu untuk menonton tim sepak bola favorit saya. Relatif sedikit keluarga yang dapat membeli mobil atau memasang telepon. Seperti jutaan orang lainnya di Inggris, kami tidak memiliki kamar mandi yang terpisah. Toilet berada di luar, dan bak mandi berada di dapur, yang juga berfungsi sebagai kamar mandi. Selama perang, kami berpada dengan menyantap makanan yang dikeringkan​—telur bubuk, susu bubuk dan kentang bubuk. Buah-buahan, seperti jeruk dan pisang, adalah barang mewah yang kami makan sekali-sekali saja. Tibanya buah-buahan itu di toko sayur-mayur setempat adalah tanda bagi setiap orang untuk bergegas mengantre untuk mengambil bagian mereka. Banyak wanita harus bekerja di pabrik amunisi. Orang-orang pada waktu itu tidak menyadari adanya perubahan luar biasa yang sedang terjadi​—dunia TV, video, komputer, cyberspace, komunikasi melalui faksimile, penerbangan ruang angkasa, dan rekayasa genetik.”

  • 1945-1995​—50 Tahun Kemajuan?
    Sedarlah!—1995 | 8 September
    • 1945-1995​—50 Tahun Kemajuan?

      APAKAH Anda telah melihat beberapa kemajuan dalam mutu kehidupan Anda selama lebih dari 50 tahun belakangan ini?a Perhatikan bidang kedokteran. Di beberapa negeri, seperti Inggris, Kanada, Kuba, dan Swedia, diperkenalkannya welfare state (negara yang mengupayakan kesejahteraan bagi rakyatnya), dengan sistem kesehatan sosialnya, menjamin bahwa tidak soal bagaimana keadaan ekonomi pasien, dokter dan rumah sakit tersedia bagi semua.

      Bahkan beberapa negara berkembang sudah mampu meningkatkan standar kesehatan bagi warga negaranya. JAMA (The Journal of American Medical Association atau Jurnal Ikatan Dokter Amerika) mengakui, bahwa ”beberapa departemen kesehatan dari dunia ketiga telah berhasil menyediakan perawatan kesehatan yang mendasar bagi semua dengan biaya yang dapat ditanggung negara mereka. . . . Kemajuan yang luar biasa telah dibuat dalam mengurangi kematian bayi dan anak-anak di Cina, Kosta Rika, negara bagian India yaitu Kerala, dan Sri Lanka”.

      Kemajuan secara Materi

      Dibandingkan dengan situasi ekonomi pada tahun 1945, banyak orang menikmati keadaan yang lebih baik secara materi pada tahun 1995. Banyak yang 50 tahun lalu belum mampu membeli barang-barang mewah, sekarang memiliki mobil, televisi, video, CD player, lemari es, telepon seluler, dan produk-produk lain untuk kehidupan modern. Barangkali Anda salah seorang dari antara jutaan orang tersebut.

      Seperti yang dijelaskan penulis seri buku A History of Private Life, ”selama tiga puluh tahun setelah Perang Dunia II Prancis [beserta negeri-negeri Eropa lainnya] mengalami pertumbuhan ekonomi yang mantap, yang, meskipun tidak menghapuskan perbedaan golongan, membawa kemakmuran baru bagi segala lapisan masyarakat. Dengan rumah yang ’pantas’, mobil yang ’bersahaja’, dan seperangkat televisi, beserta berkat-berkat tambahan berupa welfare state dan pengobatan modern, setiap orang dapat menikmati, jika bukan firdaus di bumi, setidaknya suatu keberadaan yang lumayan”.

      Akan tetapi, masalahnya adalah: Apakah lebih banyak perkara materi mengartikan bahwa keadaan orang menjadi lebih baik dalam setiap hal? Apakah pengumpulan keuntungan materi secara otomatis mengartikan bahwa kehidupan menjadi lebih baik atau lebih aman? Bertambahnya harta benda bagi beberapa orang masih tetap membuat orang miskin hidup berkekurangan. Hal itu meningkatkan godaan untuk mencuri, merampok, menipu, dan berbagai kejahatan yang kejam lainnya. Beberapa orang miskin bertekad menjadi kaya​—dengan menghalalkan segala cara. Misalnya, di New York City, lebih dari 100.000 mobil dicuri setiap tahun. Keuntungan materi tidak menjamin kehidupan yang lebih aman.

      Terdapat kemajuan dalam bidang-bidang lainnya, meskipun tidak sebanyak yang diinginkan beberapa orang.

      Wanita​—Dahulu dan Sekarang

      Perang Dunia II memberikan dorongan bagi terbentuknya suatu peran baru bagi beberapa wanita. Banyak wanita dahulunya adalah ibu dan ibu rumah tangga, sedangkan suami adalah pencari nafkah. Perang dunia kedua mengubah semua hal itu. Pria-pria dipanggil untuk berperang, dan istri mereka tiba-tiba mendapati diri mereka bekerja di pabrik mesiu atau mengisi lowongan pekerjaan lain yang sebenarnya diperuntukkan bagi pria. Pada masa belakangan ini, beberapa telah memasuki angkatan bersenjata dan belajar membunuh. Jutaan wanita menjadi pencari nafkah dan memasuki suatu gaya hidup lain disertai kemandirian secara finansial. Itulah permulaan kecil dari suatu perkembangan yang berangsur-angsur membuka pintu kepada ”emansipasi wanita” dewasa ini. Dalam perjuangan mereka untuk mendapatkan persamaan hak, beberapa wanita mengatakan masih banyak yang harus diperjuangkan di banyak negeri. Mereka mengatakan bahwa ada suatu ”langit-langit kaca” yang menghambat laju perkembangan karier mereka dalam banyak pekerjaan.

      Migrasi Besar-besaran Menimbulkan Problem

      Perubahan besar lainnya selama lebih dari 50 tahun belakangan ini adalah ditinggalkannya kehidupan desa dan pertanian, dalam upaya meningkatkan taraf hidup di kota. Bagi beberapa orang impian ini telah menjadi kenyataan. Namun, bagaimana hasilnya bagi banyak orang lain?

      Setiap tahun, jutaan orang bermigrasi ke kota-kota yang sudah padat penduduk, yang perumahannya tidak memadai dan mahal. Akibatnya? Daerah kumuh yang menjadi tempat berkembang biaknya penyakit, kejahatan, dan keresahan politik. Tempat tinggal buatan sendiri ini, dibentuk dari sisa-sisa kardus yang dibuang, kayu, atau seng bergelombang, adalah pondok, barracas atau chabolas (Spanyol), yang merupakan rumah bagi masyarakat pekerja keras dan miskin dari golongan bawah di dunia ini. Daerah kumuh ini​—favela dalam bahasa Portugis dan gecekondu dalam bahasa Turki (artinya ”dibangun dalam semalam”)​—adalah kenyataan hidup yang tak dapat diabaikan, tidak soal di Afrika, Amerika Selatan, India, atau di mana saja.

      Sekarang dan Masa Depan bagi Beberapa Negeri Afrika

      Apa yang dapat dikatakan tentang Afrika? Dua dokter yang menulis di JAMA memberi judul artikel mereka, ”Afrika di Ujung Tanduk​—Masa Depan yang Genting Namun Bukannya Tanpa Harapan”. Mereka mengakui bahwa keadaan politik dan sosial di kebanyakan negeri Afrika dapat menimbulkan problem di kemudian hari. Mereka menulis, ”Bagi kawasan Afrika sub-Sahara [suatu daerah terdiri dari 45 negeri], 20 tahun belakangan ini telah merupakan malapetaka. Daerah tersebut telah diserang kelaparan, kekeringan, perang sipil, kebejatan politik, AIDS, ledakan penduduk, produksi makanan yang menurun, degradasi lingkungan . . . Para pakar sepakat dalam ramalan mereka bahwa kemerosotan ekonomi lebih lanjut, kemiskinan, dan penderitaan tidak dapat dielakkan, setidaknya dalam beberapa waktu lamanya.” Artikel yang sama melaporkan bahwa 32 dari 40 negeri termiskin di dunia ini terdapat di Afrika sub-Sahara.

      Sekarang bagaimana dengan iklim moral terakhir di dunia ini? Artikel berikut akan membahas dengan singkat ”kemajuan” dunia dalam hal ini.

      [Catatan Kaki]

      a Karena terbatasnya ruang, ulasan kami tidak mencakup seluruh aspek kemajuan dan perubahan selama lebih dari setengah abad belakangan ini.

  • Bagaimana Dunia Kita Dewasa Ini?
    Sedarlah!—1995 | 8 September
    • Bagaimana Dunia Kita Dewasa Ini?

      APAKAH Anda yang cukup dewasa untuk mengingat tahun 1945 melihat perubahan dalam standar dan moral? Jutaan orang telah menerima ”moralitas baru”, yang dikira memberikan lebih banyak kebebasan. Namun dengan akibat apa?

      Seorang pria berusia 70-an yang berdinas di Angkatan Laut AS selama perang dunia kedua menyatakan, ”Pada tahun 1940-an, ada rasa percaya yang jauh lebih besar, dan sesama manusia saling membantu. Di daerah kami tinggal di Kalifornia, kami bahkan tidak perlu mengunci pintu. Tidak ada kejahatan di jalanan, dan tentu tidak ada kekerasan bersenjata di sekolah-sekolah. Sejak saat itu rasa percaya praktis telah lenyap.” Bagaimana keadaan dewasa ini di daerah Anda? Dilaporkan bahwa di New York City, setengah dari para remaja berusia di atas 14 tahun membawa senjata. Detektor metal digunakan di beberapa sekolah sebagai upaya mendeteksi adanya pisau, alat pemotong kardus, dan senjata api. Setiap tahun kira-kira satu juta remaja di Amerika Serikat menjadi hamil, dan 1 dari antara 3 remaja ini melakukan aborsi. Remaja-remaja muda sudah menjadi ibu​—​anak-anak yang memiliki bayi.

      Para homoseksual dan lesbian yang berpengaruh telah mempromosikan gaya hidupnya dengan begitu efektif sehingga semakin banyak orang membiarkan dan menerimanya. Namun, bersama dengan yang lainnya, mereka juga telah membayar harga yang mahal berupa penyakit dan kematian yang disebabkan oleh penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual, seperti AIDS. Epidemi AIDS telah menyebar kepada penduduk yang heteroseksual dan mereka yang menyalahgunakan obat bius. Hal ini menyebabkan kematian dan kehancuran seperti tebasan sabit di seluruh Afrika, Amerika Utara, dan Eropa. Dan kelihatannya tidak akan berakhir.

      A History of Private Life menyatakan, ”Kekerasan, alkoholisme, obat bius: ini adalah bentuk-bentuk utama dari perilaku yang menyimpang dalam masyarakat Swedia.” Pernyataan itu juga berlaku bagi kebanyakan negeri di dunia Barat. Dengan runtuhnya nilai-nilai agama, banjir kemerosotan moral terjadi bahkan di kalangan banyak pemimpin agama.

      Penyalahgunaan Obat Bius​—Dahulu dan Sekarang

      Pada tahun 1940-an, penyalahgunaan obat bius hampir tidak dikenal di antara khalayak ramai di dunia Barat. Ya, orang telah mendengar tentang morfin, opium, dan kokain, namun hanya relatif sekelompok kecil yang menyalahgunakan obat bius ini. Tidak ada gembong obat bius atau pengedar, seperti yang kita kenal sekarang. Tidak ada pecandu narkotik di sudut-sudut jalan. Sekarang, bagaimana keadaannya pada tahun 1995? Banyak di antara pembaca kita mengetahui jawabannya dari pengalaman mereka di lingkungan mereka sendiri. Pembunuhan yang berkaitan dengan obat bius menjadi kejadian sehari-hari di banyak kota besar di dunia ini. Para politikus dan hakim dikendalikan oleh para gembong obat bius yang berkuasa yang dapat memerintah dan membunuh orang yang berpengaruh tetapi tidak mau bekerja sama. Sejarah baru-baru ini di Kolombia dan hubungannya dengan obat bius adalah bukti dari hal ini.

      Wabah obat bius menelan kira-kira 40.000 korban jiwa setiap tahun di Amerika Serikat saja. Problem tersebut jelas tidak ada pada tahun 1945. Maka tidak mengherankan bahwa setelah puluhan tahun pemerintahan mencoba menghapuskan penyalahgunaan obat bius, Patrick Murphy, seorang mantan komisaris polisi dari New York City, menulis sebuah artikel untuk Washington Post dengan judul ”Perang terhadap Obat Bius Telah Usai​—Obat Bius Menang”! Ia mengatakan bahwa ”perdagangan obat bius . . . sekarang adalah salah satu di antara bidang-bidang usaha yang paling berhasil di [Amerika Serikat], dengan laba yang dapat mencapai sebesar 150 miliar dolar AS tahun ini”. Problemnya sangat besar dan tampaknya tidak dapat dipecahkan. Penyalahgunaan obat bius memiliki klien yang terus bertambah, dan seperti banyak perbuatan jahat lainnya, para kliennya menjadi ketagihan.

      John K. Galbraith, profesor di bidang ekonomi, menulis dalam bukunya The Culture of Contentment, ”Transaksi obat bius, tembakan membabi buta, kejahatan lain dan perpecahan serta kehancuran dalam keluarga sekarang, semuanya adalah makanan sehari-hari.” Ia menyatakan bahwa masyarakat minoritas di banyak kota besar Amerika ”sekarang menjadi sasaran teror dan keputusasaan”. Ia menulis bahwa ”kemarahan yang lebih besar dan kerusuhan sosial bisa dipastikan”. Mengapa demikian? Karena, ujarnya, yang kaya semakin kaya dan yang miskin, ”golongan bawah”, yang jumlahnya semakin bertambah, semakin miskin.

      Jangkauan yang Meluas dari Kejahatan Internasional

      Bukti kini semakin banyak bahwa kelompok-kelompok kriminalis sedang menyebarkan pengaruh mereka di seluas dunia. Selama bertahun-tahun kejahatan yang terorganisasi, dengan ”sindikat kejahatannya”, telah membentuk jaringannya dengan Amerika Serikat dan Italia. Namun sekarang Sekretaris Jenderal PBB Boutros Boutros-Ghali telah memperingatkan bahwa ”kejahatan yang terorganisasi dalam skala transnasional . . . tidak memedulikan batas-batas negara dan menjadi suatu kekuatan universal”. Ia mengatakan, ”Di Eropa, Asia, Afrika dan Amerika, kekuatan dari dunia hitam sedang beraksi dan tidak ada masyarakat yang dikecualikan.” Ia juga mengatakan bahwa ”kejahatan transnasional . . . merongrong segala landasan tatanan demokrasi internasional. [Hal itu] meracuni iklim bisnis, merusak para pemimpin politik dan merongrong hak-hak manusia”.

      Peta Telah Berubah

      Vaclav Havel, presiden Republik Cek, mengatakan dalam sebuah pidato di Philadelphia AS, bahwa dua peristiwa politik yang paling penting pada setengah bagian terakhir dari abad ke-20 adalah runtuhnya kolonialisme dan jatuhnya Komunisme di Eropa Timur. Suatu perbandingan antara peta tahun 1945 dengan peta tahun 1995 segera memperlihatkan pergolakan yang telah terjadi di atas panggung dunia, khususnya di Afrika, Asia, dan Eropa.

      Bandingkan situasi politik pada tahun 1945 dan 1995. Selama 50 tahun berselang, Komunisme mencapai puncaknya hanya untuk didepak di kebanyakan bekas negara Komunis. Di negara-negara tersebut, pemerintahan totaliter telah diganti dengan suatu bentuk ”demokrasi”. Namun, banyak orang merasakan akibat dari transformasi dalam masyarakat mereka yang menjadi suatu ekonomi dasar pasar. Pengangguran merajalela, dan sering kali uang tidak bernilai. Pada tahun 1989, rubel Rusia bernilai 1,61 dolar AS. Sekarang, Anda membutuhkan lebih dari 4.300 rubel untuk memperoleh nilai sebesar satu dolar!

      Majalah Modern Maturity melaporkan bahwa kini ada kira-kira 40 juta orang Rusia hidup di bawah garis kemiskinan. Seorang Rusia mengatakan, ”Kami bahkan tidak boleh meninggal. Kami tidak mampu membiayai pemakaman.” Bahkan suatu pemakaman yang murah menghabiskan biaya 400.000 rubel. Jenazah yang tidak dikubur menumpuk di rumah duka. Pada waktu yang sama, harus diperhatikan bahwa lebih dari 36 juta orang Amerika hidup di bawah garis kemiskinan di Amerika Serikat!

      Koresponden keuangan dari Guardian Weekly, Will Hutton, menulis tentang problem Eropa Timur. Di bawah judul ”Memasuki Zaman Kecemasan”, ia menyatakan, ”Runtuhnya komunisme dan mundurnya Rusia menjadi wilayah terkecil sejak abad ke-18 merupakan peristiwa-peristiwa yang implikasinya hampir tidak dapat dimengerti.” Kira-kira 25 negara bagian yang baru telah menggantikan bekas imperium Soviet. Ia mengatakan bahwa ”sorak-sorai kegirangan menyambut runtuhnya komunisme sekarang telah berubah menjadi kecemasan yang bertambah tentang masa depan. . . . Kemungkinan untuk jatuh ke dalam kekacauan ekonomi bahkan lebih besar​—dan Eropa barat tidak dapat berharap untuk tetap kebal”.

      Dengan pandangan yang sedemikian pesimis, tidak mengherankan bahwa Hutton menyimpulkan artikelnya dengan mengatakan, ”Dunia membutuhkan sebuah kompas yang lebih baik daripada sekadar menerima demokrasi dan ekonomi pasar bebas​—namun satu pun tidak ada.” Maka ke mana bangsa-bangsa dapat berpaling untuk mencari jalan keluar? Artikel berikut akan memberikan sebuah jawaban.

      [Kotak/Gambar di hlm. 10]

      PBB Sejak 1945

      Mengapa PBB, yang dibentuk pada tahun 1945 tidak sanggup mencegah begitu banyak perang? Sekretaris Jenderal Boutros Boutros-Ghali menyatakan dalam pidatonya ”Agenda untuk Perdamaian”, ”Perserikatan Bangsa-Bangsa dibuat tak berdaya menangani banyak krisis ini karena veto​—279 dari antaranya​—yang dijatuhkan dalam Dewan Keamanan merupakan ungkapan yang jelas tentang perpecahan pada periode tersebut [pada Perang Dingin antara kaum kapitalis dan pemerintahan Komunis].”

      Apakah benar PBB tidak berupaya memelihara perdamaian di antara bangsa-bangsa? PBB telah mencobanya, namun dengan biaya yang mahal. ”Tiga belas operasi pemelihara perdamaian telah dibentuk antara tahun 1945 dan 1987; 13 lainnya dibentuk sejak saat itu. Diperkirakan 528.000 tentara, polisi dan pegawai sipil telah berdinas di bawah panji Perserikatan Bangsa-Bangsa hingga bulan Januari 1992. Lebih dari 800 orang dari antara mereka yang berasal dari 43 negeri telah meninggal dalam dinas pada Organisasi tersebut. Biaya untuk operasi ini telah mencapai jumlah kira-kira 8,3 miliar dolar AS hingga tahun 1992.”

      [Keterangan]

      Tank dan misil: Foto U.S. Army

      [Kotak di hlm. 11]

      Televisi

      Pendidik atau Penyesat?

      Relatif sedikit keluarga yang memiliki televisi pada tahun 1945. Kala itu masih dalam gambar yang sederhana, dengan warna hitam dan putih. Dewasa ini, TV adalah pencuri waktu dan penyelundup yang dibiarkan masuk di hampir setiap rumah dalam dunia yang maju dan di setiap desa dalam dunia yang sedang berkembang. Meskipun sebagian kecil acara TV bersifat mendidik dan membangun, sebagian besar menurunkan nilai-nilai moral dan memberi kesempatan pada terbentuknya standar yang umum dan paling rendah dalam masyarakat. Dengan populernya film-film di video, eksploitasi pornografi dan film-film berperingkat X merupakan faktor lain yang menyumbang kepada terkuburnya daya pengamatan dan prinsip-prinsip moral yang sehat.

      [Gambar di hlm. 9]

      Peperangan, seperti misalnya di Vietnam, telah menelan lebih dari 20 juta jiwa sejak 1945

  • 1995​—Bagaimana dengan Masa Depan Kita?
    Sedarlah!—1995 | 8 September
    • 1995​—Bagaimana dengan Masa Depan Kita?

      ”Dunia membutuhkan sebuah kompas yang lebih baik daripada sekadar menerima demokrasi dan ekonomi pasar bebas​—namun satu pun tidak ada.”​—Will Hutton, Guardian Weekly.

      DARI sudut pandangan manusia, pernyataan ini mungkin benar. Dunia tampaknya kekurangan kompas yang dapat dipercaya untuk menunjukkan arah kepada perdamaian, keamanan, keadilan, persamaan, dan pemerintahan yang baik. Manusia telah mencoba hampir setiap sistem pemerintahan, dari monarki hingga republik, dari kediktatoran hingga demokrasi, namun tetap mendapati dunianya tidak terkendalikan. Cara mana yang kini harus ditempuhnya?

      Tampaknya ada suatu pilihan​—menuruni jalan menuju suatu dunia yang dipenuhi dengan lebih banyak kekerasan, kejahatan, kebejatan, ketidakadilan, kemunafikan agama dan politik, kebencian nasionalistis, dan eksploitasi atas orang miskin. Itulah jalan yang menurut beberapa orang membawa kepada anarki.

      Atau ada pendakian yang memerlukan pengorbanan diri dan sangat sukar menuju suatu dunia yang lebih baik, yang didasarkan pada jalan keluar dari Allah untuk pemerintahan, yang ditemukan dalam Alkitab. Hal ini sukar karena dibutuhkan keberanian moral, pengorbanan pribadi, pandangan rohani terhadap kehidupan, dan kepercayaan kepada Allah yang memiliki maksud-tujuan. Namun agar pendakian tersebut berhasil, manusia harus rendah hati​—rendah hati di hadapan Penciptanya. Ia harus berpaling kepada Allah untuk pemerintahan yang adil-benar. Rasul Kristen, Petrus, menasihati, ”Karena itu, rendahkanlah dirimu, di bawah tangan Allah yang perkasa, agar ia meninggikan kamu pada waktunya; seraya kamu melemparkan semua kekhawatiranmu kepadanya, karena ia memperhatikan kamu.”​—1 Petrus 5:6, 7; Penyingkapan 4:11.

      Siapa yang Menekan Tombol Kebencian?

      Manusia sendiri tidak dapat mengubah dunia ini menjadi baik​—unsur-unsur yang mementingkan diri dan jahat terlalu banyak dan terlalu kuat. Nabi Yeremia ternyata benar sewaktu ia menulis, ”Aku tahu, ya [Yehuwa], bahwa manusia tidak berkuasa untuk menentukan jalannya, dan orang yang berjalan tidak berkuasa untuk menetapkan langkahnya.” (Yeremia 10:23) Tanpa Allah, manusia tidak dapat menetapkan langkahnya dengan berhasil demi kepentingan seluruh keluarga manusia. Mengapa demikian? Karena selain ketidaksempurnaan yang kita warisi, selalu ada musuh yang tidak kelihatan, Setan, yang siap menekan tombol, seperti yang dilakukannya di Rwanda, menyeret orang-orang ke dalam konflik yang menumpahkan darah.​—Kejadian 8:21; Matius 4:1-11.

      Untuk menghidupkan tombol prasangka, kebencian, dan pembunuhan dalam hati serta pikiran manusia, Setan telah menanamkan dalam diri bangsa-bangsa perasaan keunggulan secara nasional, suku, dan agama. Pendidikan yang mendalam soal kebencian ini ditanamkan sejak bayi oleh orang-tua yang pikirannya terkungkung di dalamnya, sering kali melalui tradisi yang sudah berabad-abad. Tradisi ini kemudian diperkuat oleh sistem sekolah dan ajaran agama. Dengan demikian jutaan orang dibesarkan dengan kebencian dan prasangka dalam hati mereka. Mereka dibentuk, diindoktrinasi sejak bayi, untuk berbalik melawan sesama mereka atas perintah para penghasut agama dan penghasut politik yang jahat. Digencarkannya slogan dan kilasan berita yang tak masuk akal di TV dapat memicu, dapat mengobarkan suatu keadaan yang menjalar dengan cepat, yang berakhir dalam suatu ”sapu bersih etnik” atau suatu pembantaian yang terorganisasi.

      Sewaktu menunjukkan apa yang mungkin tersedia di masa depan yang sudah dekat, Martin van Creveld, seorang sejarawan militer di Israel, menulis di The Transformation of War, ”Dari sudut pandangan zaman sekarang, tampaknya ada kemungkinan bahwa fanatisme . . . agama akan memainkan peranan yang lebih besar dalam memotivasi konflik bersenjata” di dunia Barat dibanding kapan pun ”selama 300 tahun belakangan ini”. Dengan demikian, agama sebaliknya daripada menjadi suatu kekuatan untuk perdamaian dan untuk memajukan kerohanian umat manusia, bergenang dalam peranan historisnya untuk menyulut kebencian, konflik, dan pembunuhan.

      Suatu Masa Depan yang Berbeda Dijanjikan

      Jika umat manusia ingin memenuhi syarat untuk hidup dalam suatu dunia baru yang adil, maka mereka harus turut menggenapi nubuat Yesaya, ”Ia [Yehuwa] mengajar kita tentang jalan-jalan-Nya, dan supaya kita berjalan menempuhnya; . . . Ia akan menjadi hakim antara bangsa-bangsa dan akan menjadi wasit bagi banyak suku bangsa; maka mereka akan menempa pedang-pedangnya menjadi mata bajak dan tombak-tombaknya menjadi pisau pemangkas; bangsa tidak akan lagi mengangkat pedang terhadap bangsa, dan mereka tidak akan lagi belajar perang.”​—Yesaya 2:​3, 4.

      Siapa pada zaman sekarang yang mengindahkan nubuat yang luar biasa ini di seluas dunia? Siapa orang-orang yang lebih memilih meninggal di Rwanda daripada membunuh rekan seiman mereka yang berasal dari suku yang berbeda? Siapa orang-orang yang lebih memilih meninggal di kamp konsentrasi Nazi daripada berdinas dalam keprajuritan Hitler? Siapa yang telah menghabiskan waktu di penjara di banyak negeri sebaliknya daripada belajar berperang? Mereka adalah orang-orang yang telah mengalami penggenapan di Yesaya 54:13, ”Semua anakmu akan menjadi murid [Yehuwa], dan besarlah kesejahteraan mereka.”

      Saksi-Saksi Yehuwa di seluas dunia memiliki perdamaian tersebut sekarang karena mereka telah menerima pengajaran Yehuwa dari Firman-Nya, Alkitab. Mereka mengikuti ajaran dan teladan Kristus Yesus. Dan apa yang dikatakannya? ”Aku memberikan kepadamu sebuah perintah baru, agar kamu mengasihi satu sama lain; sebagaimana aku telah mengasihi kamu, agar kamu juga mengasihi satu sama lain. Dengan inilah semua akan mengetahui bahwa kamu adalah murid-muridku, jika kamu mempunyai kasih di antara kamu sendiri.” (Yohanes 13:34, 35) Saksi-Saksi Yehuwa mempraktekkan kasih ini sedemikian rupa sehingga, meskipun dahulu beragama Katolik dan Protestan, mereka sekarang bekerja bersama secara harmonis di Irlandia Utara. Meskipun dahulu bermusuhan karena agama, mereka sekarang bekerja sama sebagai orang-orang Kristen di Israel, Lebanon, dan negeri-negeri lainnya. Mereka tidak lagi belajar berperang. Alangkah bedanya jika bangsa-bangsa di dunia ini mengindahkan kata-kata Yesus dan menerapkannya dalam kehidupan mereka!

      Saksi-Saksi Yehuwa percaya bahwa dunia baru yang Allah janjikan sudah dekat, dunia yang akan diperintah oleh suatu pemerintahan surgawi. Apa dasar yang mereka miliki untuk harapan yang sedemikian positif?

      Tindakan Pasti yang Dijanjikan Allah

      Dalam Firman-Nya, Alkitab, Allah telah menjanjikan suatu pemerintahan yang adil-benar bagi semua manusia yang taat. Melalui nabi-Nya, Daniel, Ia menubuatkan bahwa pada saat berakhirnya sistem sekarang ini, Ia akan mendirikan sebuah pemerintahan yang permanen dan adil-benar. ”Pada zaman raja-raja, Allah semesta langit akan mendirikan suatu kerajaan yang tidak akan binasa sampai selama-lamanya, dan kekuasaan tidak akan beralih lagi kepada bangsa lain: kerajaan itu akan meremukkan segala kerajaan dan menghabisinya, tetapi kerajaan itu sendiri akan tetap untuk selama-lamanya.” (Daniel 2:44) Ini adalah pemerintahan Kerajaan yang sama dengan yang Kristus ajarkan kepada orang-orang beriman untuk dimohonkan dalam doanya yang terkenal, ”Bapak kami di surga, biarlah namamu disucikan. Biarlah kerajaanmu datang. Biarlah kehendakmu terjadi, seperti di surga, demikian pula di atas bumi.”​—Matius 6:9, 10.

      Dalam doa tersebut kita memohon kepada Allah agar Ia menggenapi janji-Nya berkenaan pemerintahan-Nya yang adil-benar. Dan kita tahu bahwa Allah tidak dapat berdusta. Paulus berbicara tentang ”kehidupan abadi sebagaimana Allah, yang tidak dapat berdusta, telah janjikan sebelum zaman yang sangat lama”. (Titus 1:2; Ibrani 6:17, 18) Dan apa yang telah Allah janjikan? Rasul Paulus menjawab, ”Ada langit baru dan bumi baru yang kita nantikan sesuai dengan janjinya, dan di dalamnya keadilbenaran akan tinggal.”​—2 Petrus 3:13; Yesaya 65:17; Penyingkapan 21:1-4.

      Sebelum pemerintahan yang adil-benar itu dapat sepenuhnya dinikmati di sini di bumi, suatu pembersihan besar-besaran harus terjadi. Nubuat-nubuat Alkitab bersama-sama menunjukkan bahwa tindakan untuk membersihkan dunia Setan dan kekuatannya yang jahat akan segera terjadi. (Lihat Matius, pasal 24; Lukas, pasal 21; dan Markus, pasal 13.) Tindakan terakhir dari pembersihan ini disebut perang Armagedon, ”perang hari besar Allah Yang Mahakuasa”.​—Penyingkapan 16:14, 16.

      Meskipun apa yang mungkin banyak dikira orang, tahun 2000 tidaklah penting. Lagi pula, tanggal tersebut hanya berlaku untuk Susunan Kristen. Kebudayaan lain memiliki sistem penanggalannya sendiri. Yang penting adalah bahwa sekaranglah waktunya untuk berpaling kepada Allah dan Firman-Nya untuk membuktikan kepada diri Anda apa ”kehendak Allah yang baik dan dapat diterima dan sempurna”. (Roma 12:1, 2) Persoalannya adalah bahwa sekaranglah waktunya bagi Anda untuk memilih​—apakah berjalan menuju suatu masa depan yang diberkati Allah atau terus menyusuri jalan yang penuh dengan kekecewaan yang ditawarkan dunia Setan. Kami mendesak Anda untuk memilih jalan Allah. Pilihlah kehidupan!​—Ulangan 30:15, 16.

      [Blurb di hlm. 14]

      ”Ada langit baru dan bumi baru yang kita nantikan sesuai dengan janjinya.”​—2 Petrus 3:13

      [Gambar di hlm. 13]

      Bangsa-bangsa dapat benar-benar menempa pedang mereka menjadi mata bajak hanya di bawah pemerintahan Kerajaan Allah

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan