PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • g87_No23 hlm. 19-21
  • Apakah Berdusta Sedemikian Buruk?

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Apakah Berdusta Sedemikian Buruk?
  • Sedarlah!—1987 (No. 23)
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Pandangan Allah tentang Dusta
  • Berdusta—Mengapa Berbahaya
  • Berdusta dan Hati Nurani Anda
  • Mengembangkan ’Hati Nurani yang Baik’
  • Kejujuran—Apakah Benar-Benar Haluan Terbaik?
    Pertanyaan Kaum Muda—Jawaban yang Praktis
  • Mengapa Begitu Mudah untuk Berdusta?
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1992
  • Berdusta​—Dapatkah Sekali-Sekali Dibenarkan?
    Sedarlah!—2000
  • Kebenaran mengenai Dusta
    Sedarlah!—1997
Lihat Lebih Banyak
Sedarlah!—1987 (No. 23)
g87_No23 hlm. 19-21

Kaum Remaja Bertanya . . .

Apakah Berdusta Sedemikian Buruk?

Mira tahu orangtuanya akan marah jika mereka mendapati bahwa ia telah memecahkan perhiasan kecil yang berharga. Tetapi ia tidak siap untuk menerima hukuman atau teguran yang keras. Maka ia menemukan cara yang mudah untuk mengalihkan kemarahan orangtuanya: ia menuduh adik laki-lakinya yang memecahkannya.

BERDUSTA—banyak remaja merasa bahwa hal itu tidak apa-apa dalam keadaan tertentu. Beberapa mengatakan bahwa mereka berdusta untuk menghindari tindakan kejahatan tertentu, untuk melindungi orang yang tidak berdosa, atau untuk menyelamatkan nyawa. Tetapi, keadaan demikian jarang terjadi dalam kenyataan hidup. Lebih sering, kaum remaja berdusta untuk alasan yang sama seperti Mira: untuk melepaskan diri dari hukuman atau untuk terhindar dari keadaan yang tidak menyenangkan.

Didi memberitahu ibunya bahwa ia sudah merapikan kamarnya, tapi sebenarnya, ia telah menyembunyikan segala sesuatu di bawah tempat tidur. Demikian juga, Robert memberitahu orangtuanya bahwa ia mendapat nilai yang jelek, bukan karena ia tidak belajar, tetapi karena ’tidak cocok dengan gurunya’. Sungguh tidak meyakinkan.

Meskipun demikian, anda mungkin merasa bahwa karena ini bukan dusta yang jahat, tidak ada salahnya. ’Apa salahnya dusta yang tidak merugikan?’ anda mungkin mengatakan. Dan karena kamus mendefinisikan dusta yang tidak merugikan sebagai ”dusta yang sopan atau tidak ada salahnya”, berdusta untuk tujuan yang baik mungkin nampaknya tidak begitu buruk.

Dalam buku The Importance of Lying, H. L. Mencken dikutip memberikan alasan lain lagi mengapa beberapa orang berpaling kepada dusta, ”Hal yang membuat kebenaran tidak menyenangkan terutama karena hal itu menggelisahkan, dan sering kali menjemukan. Pikiran manusia mencari sesuatu yang lebih menawan dan nikmat.” Maka tidak mengherankan, orang sering sama sekali tidak suka mendengarkan kebenaran, lebih senang ”memuaskan keinginan telinganya”. (2 Timotius 4:3) Guru terbesar yang pernah hidup, Yesus Kristus, membenarkan hal ini. ”Apabila Aku mengatakan kebenaran,” katanya kepada orang di jamannya, ”mengapakah kamu tidak percaya kepadaKu?” (Yohanes 8:46) Betapa kita tergoda kadang-kadang untuk mengucapkan dusta yang menyenangkan orang daripada memberitahukan kebenaran yang tidak populer!

Tetapi apakah fakta bahwa suatu dusta mungkin menarik atau mengenai soal sepele atau bahkan untuk maksud yang baik, menjadikan itu benar?

Pandangan Allah tentang Dusta

Kecenderungan manusia untuk menipu sudah ada sejak jaman Alkitab. Pemazmur mengatakan, ”Mereka berkata dusta, yang seorang kepada yang lain, mereka berkata dengan bibir yang manis dan hati yang bercabang.” Kepentingan diri sendiri tersembunyi di balik dusta mereka. Mereka berkata, ”Dengan lidah kami, kami menang! Bibir [dusta] kami menyokong kami! Siapakah tuan atas kami?” Tetapi, perhatikan bagaimana perasaan Allah tentang cara berdusta mereka, ”Biarlah [Yehuwa] mengerat segala bibir yang manis dan setiap lidah yang bercakap besar.”—Mazmur 12:2-4.

Ya, ”lidah dusta” merupakan salah satu perkara yang ”dibenci [Yehuwa]”. (Amsal 6:16, 17) Bagaimanapun juga, Setan si Iblis sendiri adalah ”bapa segala dusta”. (Yohanes 8:44) Tapi, menarik sekali, Alkitab tidak membedakan antara dusta dengan ’dusta yang tidak merugikan’. Hanya dikatakan, ”Tidak ada dusta yang berasal dari kebenaran.” (1 Yohanes 2:21) Itulah sebabnya mengapa ”orang yang sesat [”belat-belit”, NW] adalah kekejian bagi [Yehuwa], tetapi dengan orang jujur Ia bergaul erat”. (Amsal 3:32) Ya, Yehuwa sama sekali tidak mau akrab dengan orang yang tidak jujur.

Maka kaum remaja yang takut akan Allah tidak dapat menganggap dusta dalam bentuk apapun sebagai hal yang dapat diterima. Seperti dijelaskan seorang remaja bernama Tyrone, ”Hal itu seperti ujian benar-salah. Sesuatu itu kalau tidak benar ya salah.”

Berdusta—Mengapa Berbahaya

Kalau begitu, mengapa berdusta itu salah? Bukankah berdusta membuat anda terhindar dari hukuman? Mungkin. Tetapi apa yang terjadi jika dusta itu terbongkar? Jadi hal itu hanyalah menunda hukuman. Andre yang masih muda juga menyadari, ”Anda akan marah sewaktu seseorang memberitahukan sesuatu dan kemudian ternyata bahwa itu dusta.” Ya, dusta menimbulkan kemarahan dan sakit hati. Dan jika orang yang dibohongi adalah orangtua anda—disiplin yang lebih serius dapat terjadi.

Tidak heran Alkitab mengatakan, ”Memperoleh harta benda dengan lidah dusta adalah kesia-siaan yang lenyap dari orang yang mencari maut.” (Amsal 21:6) Dengan kata lain, keuntungan apapun yang didapat dari dusta hanya berumur pendek seperti uap air.

Berdusta dan Hati Nurani Anda

Berdusta juga merugikan si pendusta sendiri. Mira (disebut pada permulaan) sanggup meyakinkan orangtuanya bahwa adik laki-lakinya yang memecahkan perhiasan kecil itu. Tetapi, ia kemudian terdorong untuk mengaku perbuatan salahnya kepada mereka. Mira menjelaskan, ”Sering saya merasa benar-benar tidak enak. Orangtua telah mempercayai saya, dan saya mengecewakan mereka.”

Hati nurani Mira yang terganggu jelas menggambarkan suatu prinsip yang dinyatakan oleh rasul Paulus. Dalam Roma 2:14, 15 ia menunjukkan bahwa Allah telah menempatkan dalam diri umat manusia kemampuan memiliki suara hati. Paulus menjelaskan bagaimana hal ini bekerja, dengan berkata, ”Suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela.” Dalam kasus Mira suara hatinya ”bersaksi” tentang kenyataan bahwa berdusta adalah salah dan ’menuduh dia’—menyiksa dia dengan perasaan bersalah.

Tentu, seseorang dapat mengabaikan dan mengeraskan suara hatinya. Sebuah artikel dalam majalah Adolescence menunjukkan, misalnya, bahwa kaum remaja cenderung memandang berdusta itu salah. Tetapi seraya mereka bertambah dewasa, pandangan mereka tentang berdusta mengeras. ”Anak berumur lima belas tahun,” artikel itu menulis, ”lebih sering menganggap berdusta kadang-kadang tidak salah daripada anak berumur dua belas tahun.” Sebenarnya, lebih sering seseorang berdusta, lebih sering dia berada dalam bahaya ’diselar hati nuraninya’.—1 Timotius 4:2.

Mengembangkan ’Hati Nurani yang Baik’

Sebaliknya, rasul Paulus dapat mengatakan tentang dirinya dan rekan-rekannya, ”Kami yakin, bahwa hati nurani kami adalah baik.” (Ibrani 13:18) Hati nurani Paulus tidak mengijinkan dia untuk terpaksa berdusta atau setengah berdusta. Apakah hati nurani anda juga begitu peka dalam hal dusta? Jika tidak, latihlah itu dengan mempelajari Alkitab dan lektur-lektur yang berdasarkan Alkitab, seperti majalah ini dan pasangannya, The Watchtower (Menara Pengawal).

Seorang remaja bernama Budi telah melakukan hal itu, dengan hasil yang baik. Publikasi ini pernah membahas suatu problem yang ia hadapi. Daripada menyembunyikan problem itu dengan setumpuk dusta, ia telah terdorong oleh hati nuraninya untuk mendekati orangtuanya dan dengan jujur membahas perkara itu. Bisa jadi hal ini mengakibatkan ia didisiplin. Walaupun demikian ia mengakui bahwa ia ’merasa lebih baik di dalam’ karena telah berlaku jujur.

Boleh jadi, seperti seorang remaja mengatakannya, ”Jika anda menceritakan kebenaran, hal itu akan melukai orang-tua anda.” Namun, mereka akan menghargai bahwa anda memberitahukan kebenaran kepada mereka. Hal itu akan memperlihatkan kepada mereka bahwa anda telah menjadi dewasa dan menyadari bahwa anda harus bertanggung jawab atas tindakan anda.

Bantuan lain dalam mengembangkan hati nurani yang baik adalah berhati-hati dalam memilih teman. ”Siapa yang bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang,” kata Amsal 13:20. Budi mengatakan, ”Seorang teman yang dapat diajak berdusta akan menyusahkan anda. Ia bukan teman yang dapat anda percayai.” Maka pemazmur dengan bijaksana berkata, ”Aku tidak duduk dengan penipu.” (Mazmur 26:4) Berusahalah mendapatkan teman-teman yang menghargai standar-standar ilahi.

Akhirnya, jika tergoda untuk menipu, ingat akan standar Allah Yehuwa yang ditetapkan untuk menjadi sahabatnya sendiri. ”[Yehuwa], siapa yang boleh menumpang dalam kemahMu?” tanya pemazmur. ”Yaitu dia yang . . . mengatakan kebenaran dengan segenap hatinya.” (Mazmur 15:1, 2) Memikirkan tentang hak istimewa untuk memiliki hubungan dengan Allah menggerakkan kita untuk jujur!

Berbicara kebenaran tidak selalu mudah. Anda mungkin bahkan berada dalam keadaan di mana ”sekelompok orang berdusta, dan anda harus memberitahukan kebenaran”, seperti yang dinyatakan seorang anak remaja bernama Markus. Tetapi orang yang memutuskan untuk memberitahukan kebenaran akan mempertahankan hati nurani yang baik, hubungan yang baik dengan teman-teman sejatinya, dan di atas segala-galanya adalah hubungan yang baik dengan Penciptanya. Seorang remaja bernama Slamet lalu menyimpulkan hal ini dengan baik sewaktu ia berkata, ”Kenyataan bahwa orang lain berdusta tidak berarti anda harus berdusta!”

[Blurb di hlm. 20]

Dusta sering kali tidak meyakinkan dan mungkin hanya menunda hukuman sampai dusta itu terbongkar

[Gambar di hlm. 21]

Mengakui kesalahan tidak mudah, tetapi orangtua anda akan menghargai kejujuran anda

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan