PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Waktu Senggang
    Pertanyaan Kaum Muda—Jawaban yang Praktis
    • Bagian 9

      Waktu Senggang

      Di beberapa negeri yang sedang berkembang, waktu senggang merupakan sesuatu yang langka. Namun di negeri-negeri Barat remaja-remaja sering mempunyai banyak waktu senggang sehingga mereka tidak tahu apa yang harus mereka lakukan. Waktu senggang anda dapat menjadi berkat atau kutuk bergantung pada cara anda menggunakannya. Dalam bagian ini, kita akan melihat beberapa cara menggunakan waktu itu dengan produktif.

  • Apakah Menjadi Soal Apa yang Saya Baca?
    Pertanyaan Kaum Muda—Jawaban yang Praktis
    • Pasal 35

      Apakah Menjadi Soal Apa yang Saya Baca?

      RAJA Salomo memperingatkan: “Membuat banyak buku tak akan ada akhirnya dan banyak belajar [“membaca banyak-banyak,” Klinkert] melelahkan badan.” (Pengkhotbah 12:12) Salomo tidak bermaksud melemahkan semangat membaca; ia hanya menasihati anda agar selektif.

      Filsuf Perancis abad ke-17 René Descartes berkata: “Membaca buku-buku yang baik adalah bagaikan bercakap-cakap dengan seorang yang berpendidikan yang hidup di masa lampau. Kita bahkan dapat menyebutnya percakapan yang selektif, yaitu sang pengarang hanya mengungkapkan buah pikirannya yang paling luhur.” Tetapi, tidak semua pengarang patut diajak “bercakap-cakap,” juga tidak semua pikiran mereka “luhur.”

      Maka prinsip Alkitab yang sering dikutip sekali lagi berlaku: “Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik.” (1 Korintus 15:33) Ya, orang-orang dengan siapa anda bergaul dapat membentuk kepribadian anda. Pernahkah anda menggunakan begitu banyak waktu bersama seorang teman sehingga anda merasa mulai bertindak, berbicara, bahkan berpikir seperti teman anda itu? Nah, membaca buku adalah bagaikan bercakap-cakap berjam-jam dengan orang yang menulisnya.

      Maka, prinsip yang Yesus nyatakan dalam Matius 24:15 cocok: “Para pembaca hendaklah memperhatikannya.” Belajarlah menganalisa dan menimbang apa yang anda baca. Semua orang mempunyai prasangka dalam suatu taraf tertentu dan tidak selalu sepenuhnya jujur dalam menggambarkan fakta-fakta. Maka janganlah menerima begitu saja segala sesuatu yang anda baca atau dengar: “Orang yang tak berpengalaman percaya kepada setiap perkataan, tetapi orang yang bijak memperhatikan langkahnya.”—Amsal 14:15.

      Anda perlu berhati-hati khususnya terhadap segala bacaan yang mengungkapkan suatu filsafat hidup secara terinci. Majalah-majalah remaja, misalnya, penuh dengan nasihat untuk semua hal dari soal berkencan sampai seks pranikah—namun tidak selalu nasihat yang patut digunakan oleh seorang Kristen. Dan bagaimana dengan buku-buku yang mendalami masalah-masalah filsafat yang berat?

      Alkitab memperingatkan: “Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun . . . , tetapi tidak menurut Kristus.” (Kolose 2:8) Alkitab, dan publikasi-publikasi yang berdasarkan Alkitab seperti buku ini, memberikan nasihat yang jauh lebih baik.—2 Timotius 3:16.

      Novel-Novel Roman—Bacaan yang Tidak Merusak?

      Membaca novel-novel roman telah menjadi kebiasaan yang mencandu dari kira-kira 20 juta orang di Amerika Serikat saja. Memang, Allah sendiri menaruh dalam diri pria dan wanita keinginan untuk jatuh cinta dan kawin. (Kejadian 1:27, 28; 2:23, 24) Maka, tidak mengherankan bahwa kisah-kisah cinta dan petualangan sangat ditonjolkan dalam kebanyakan kisah fiksi, dan ini tidak selalu buruk. Beberapa novel roman bahkan mendapat status kesusasteraan yang baik. Namun karena novel-novel yang lebih tua ini dianggap “jinak” menurut standar modern, para penulis mendapati lebih menguntungkan untuk mengolah novel-novel roman jenis baru. Ada yang masih menggunakan latar belakang sejarah atau abad pertengahan untuk menambah drama dan suasana kepada ceritanya. Yang lain-lain bersifat modern dalam gaya dan latar belakang. Meskipun demikian, dengan beberapa variasi kecil, novel-novel roman modern ini mengikuti rumus yang hampir dapat ditebak sebelumnya: para pahlawan dan tokoh-tokoh wanitanya mengatasi rintangan-rintangan yang hebat yang mengancam cinta mereka yang sedang berkembang.

      Secara khas, sang pahlawan adalah seorang pria yang kuat, bahkan angkuh, yang memancarkan keyakinan diri yang kuat. Sedangkan tokoh wanitanya kemungkinan lemah lembut dan mudah diserang bahaya, sering kali lebih muda kira-kira 10 atau 15 tahun daripada sang pahlawan. Walaupun sang pria sering memperlakukannya dengan tidak terhormat, ia masih tetap luar biasa tertarik kepada pria tersebut.

      Sering ada seorang saingan yang juga mencintai wanita itu. Walaupun ia ramah dan penuh timbang-rasa, ia tidak dapat menggugah atau menarik minat sang wanita. Maka wanita itu akan menggunakan daya pesonanya yang memperdayakan untuk membentuk pahlawannya itu agar menjadi seorang yang lembut yang sekarang dengan terang-terangan menyatakan cintanya yang abadi. Setelah semua kekhawatiran disingkirkan dan kesalahan diampuni, mereka menikah dan hidup bahagia untuk selama-lamanya . . .

      Apakah Cinta Itu Seperti Kisah-Kisah Cinta?

      Dapatkah membaca kisah-kisah khayalan semacam itu mengaburkan pandangan anda akan kenyataan? Bonnie, yang mulai membaca novel-novel roman pada usia 16 tahun, ingat: “Saya mencari pemuda yang tinggi, berkulit sawo matang dan tampan; seorang yang menggetarkan, dengan kepribadian suka menguasai.” Ia mengakui: “Bila saya berkencan dengan seorang pemuda dan ia tidak mau mencium dan menyentuh, maka ia membosankan, walaupun ia timbang-rasa dan ramah. Saya menginginkan getaran yang saya baca dalam novel-novel.”

      Bonnie terus membaca roman-roman tersebut setelah menikah dan berkata: “Saya mempunyai rumah dan keluarga yang menyenangkan, namun entah bagaimana ini tidak cukup . . . Saya menginginkan petualangan, kesenangan dan getaran yang digambarkan dengan begitu memikat dalam novel-novel. Saya merasa ada sesuatu yang salah dengan perkawinan saya.” Namun, Alkitab membantu Bonnie menghargai bahwa seorang suami tidak hanya harus memberi istrinya pesona atau “getaran.” Dikatakan: “Suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya.”—Efesus 5:28, 29.

      Dan bagaimana dengan jalan cerita yang begitu umum dalam novel-novel roman, akhir yang bersifat khayalan dan penyelesaian yang mudah untuk perbedaan-perbedaan? Nah, itu jauh dari kenyataan. Bonnie menceritakan: “Pada waktu saya cekcok dengan suami saya, daripada membicarakannya dengan dia, saya meniru muslihat yang digunakan oleh tokoh wanitanya. Ketika suami saya tidak menanggapi cara-cara tokoh wanita itu seperti sang pahlawan, saya merajuk.” Bukankah nasihat Alkitab bagi para istri jauh lebih realistis dan praktis ketika dikatakan, “Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu”?—Kolose 3:18.

      Kepuasan Seksual

      Menarik bahwa roman-roman yang menguraikan seks secara gamblang—yang tersedia dalam perpustakaan-perpustakaan umum di daerah-daerah tertentu—adalah bacaan yang paling banyak dicari kaum remaja. Apakah itu dapat merugikan anda? Karen yang berumur 18 tahun menjelaskan: “Buku-buku itu benar-benar membangkitkan rangsangan seksual dan keinginan tahu yang kuat dalam diri saya. Perasaan senang dan bahagia yang meluap-luap dari tokoh wanitanya dalam pertemuan yang mesra dengan sang pahlawan menyebabkan saya ingin merasakan hal itu juga. Maka pada waktu saya berkencan,” ia melanjutkan, “saya mencoba menciptakan kembali perasaan semacam itu. Hal ini mengakibatkan saya melakukan percabulan.” Namun apakah hasilnya sama seperti tokoh-tokoh wanita yang ia baca dan khayalkan? Karen mendapati: “Perasaan tersebut hanya dikarang dalam pikiran para penulisnya. Kenyataannya tidak demikian.”

      Menciptakan khayalan seks memang merupakan niat dari beberapa pengarang. Pertimbangkan instruksi yang diberikan seorang penerbit kepada para pengarang novel roman: “Pertemuan seksual harus dipusatkan pada hawa nafsu dan perasaan erotis yang dibangkitkan oleh ciuman dan cumbuan sang pahlawan.” Para penulisnya selanjutnya dinasihati, kisah-kisah cinta “harus membangkitkan rangsangan, ketegangan dan tanggapan emosi yang dalam dan nafsu dalam diri para pembacanya.” Jelas, membaca bahan semacam itu tidak akan membantu seseorang menaati nasihat Alkitab untuk ‘mematikan dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat.’—Kolose 3:5.

      Berlaku Selektif

      Maka, yang paling baik, hindarilah novel-novel yang menggugah perasaan imoral atau yang memupuk harapan-harapan yang tidak realistis. Tidakkah sebaiknya memperluas bahan bacaan anda dan mencoba membaca buku-buku jenis lain, seperti sejarah atau ilmu pengetahuan? Tidak berarti bahwa fiksi dilarang, karena ada karya-karya fiksi yang tidak hanya bersifat hiburan tetapi juga bersifat mendidik. Tetapi jika sebuah novel menonjolkan seks, kekerasan yang tak berperi kemanusiaan, praktik spiritisme, atau “pahlawan-pahlawan” yang melakukan seks bebas, kejam, atau tamak, patutkah anda membuang waktu untuk membacanya?

      Jadi berhati-hatilah. Sebelum membaca sebuah buku, periksalah sampul buku itu; lihatlah apakah ada sesuatu yang tidak baik dengan isi buku tersebut. Dan meskipun sudah berhati-hati, jika sebuah buku ternyata tidak baik, milikilah kekuatan mental untuk berhenti membacanya.

      Bertentangan dengan itu, membaca Alkitab dan publikasi-publikasi yang ada hubungannya dengan Alkitab akan membantu, tidak merugikan anda. Seorang gadis Jepang, misalnya, berkata bahwa membaca Alkitab telah membantu mengalihkan pikirannya dari seks—yang sering merupakan problem bagi kaum remaja. “Saya selalu menaruh Alkitab di dekat tempat tidur saya dan mengupayakan untuk membacanya sebelum tidur,” katanya. “Bila saya sendirian dan tidak melakukan apa-apa (seperti pada waktu akan tidur), saat itulah pikiran saya kadang-kadang mengarah kepada seks. Maka membaca Alkitab benar-benar membantu saya!” Ya, “bercakap-cakap” dengan orang-orang yang beriman yang diceritakan dalam Alkitab dapat memberi anda sifat moral yang sejati dan sangat menambah kebahagiaan anda.—Roma 15:4.

      Pertanyaan-Pertanyaan untuk Diskusi

      ◻ Mengapa anda harus selektif dengan apa yang anda baca?

      ◻ Mengapa novel-novel roman begitu menarik bagi banyak remaja? Namun apa bahayanya?

      ◻ Bagaimana anda dapat memilih bahan bacaan yang baik?

      ◻ Sebutkan beberapa manfaat dari membaca Alkitab dan publikasi-publikasi yang berdasarkan Alkitab.

      [Blurb di hlm. 287]

      “Saya mempunyai rumah dan keluarga yang menyenangkan, namun entah bagaimana ini tidak cukup . . . Saya menginginkan petualangan, kesenangan dan getaran yang digambarkan dengan begitu memikat dalam novel-novel. Saya merasa ada sesuatu yang salah dengan perkawinan saya”

      [Gambar di hlm. 283]

      Dengan tersedianya ribuan buku, anda harus selektif

      [Gambar di hlm. 285]

      Novel-novel roman dapat menjadi bacaan yang mengasyikkan, namun apakah mereka mengajarkan pandangan yang sehat tentang cinta dan perkawinan?

  • Bagaimana Mengendalikan Kebiasaan Menonton TV?
    Pertanyaan Kaum Muda—Jawaban yang Praktis
    • Pasal 36

      Bagaimana Mengendalikan Kebiasaan Menonton TV?

      BAGI banyak orang, tua dan muda, menonton TV sudah mencandu dengan serius. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menjelang umur 18 tahun remaja-remaja Amerika rata-rata sudah menonton TV kira-kira 15.000 jam! Dan bahwa hal ini sungguh-sungguh merupakan kecanduan nyata ketika para penonton fanatik mencoba menghentikan kebiasaan ini.

      “Saya merasa hampir-hampir tidak dapat menolak televisi. Pada waktu pesawat itu menyala, saya tidak dapat mengabaikannya. Saya tidak dapat mematikannya. . . . Pada waktu saya berupaya mematikan pesawat itu, kekuatan menghilang dari tangan saya. Maka saya duduk di sana selama berjam-jam.” Seorang remaja yang belum matang? Tidak, ini seorang guru bahasa Inggris di universitas! Namun kaum remaja juga dapat menjadi pecandu TV. Perhatikan reaksi beberapa remaja yang mengikuti “Pekan Tanpa TV”:

      “Saya mengalami depresi . . . Saya akan menjadi gila.”—Susan, umur 12 tahun.

      “Saya tidak yakin saya dapat menghentikan kebiasaan itu. Saya terlalu mencintai TV.”—Linda, umur 13 belas tahun.

      “Tekanan benar-benar hebat. Saya terus memiliki dorongan itu. Saat yang paling sulit adalah malam hari antara pukul delapan dan sepuluh.”—Louis, umur 11 tahun.

      Maka, tidak mengherankan, bahwa kebanyakan dari remaja-remaja yang berpartisipasi merayakan akhir dari “Pekan Tanpa TV” dengan secepat kilat menyalakan TV. Ini sama sekali bukan sesuatu untuk ditertawakan, karena kecanduan kepada TV dapat menimbulkan banyak problem yang potensial. Pertimbangkan beberapa saja dari antaranya:

      Menurunnya angka di sekolah: Institut Nasional untuk Kesehatan Mental (A.S.) melaporkan bahwa terlalu banyak menonton TV dapat mengakibatkan “prestasi di sekolah menurun, terutama dalam hal membaca.” Buku The Literacy Hoax selanjutnya menyatakan: “Dampak televisi pada anak-anak ialah menciptakan anggapan bahwa belajar itu mudah, pasif, dan bersifat hiburan.” Maka seorang pencandu TV akan mendapati bahwa belajar adalah suatu siksaan.

      Kurangnya kebiasaan membaca: Bilakah kali terakhir anda mengambil sebuah buku dan membacanya dari depan sampai belakang? Seorang juru bicara untuk Asosiasi Para Pedagang Buku di Jerman Barat mengeluh: “Kita telah menjadi suatu bangsa yang pulang dari tempat kerja dan jatuh tidur di depan televisi. Kita semakin sedikit membaca.” Suatu laporan dari Australia menyatakan hal yang sama: “Untuk setiap jam yang digunakan membaca, seorang anak Australia secara rata-rata sudah akan menonton televisi selama tujuh jam.”

      Merosotnya kehidupan keluarga: Seorang wanita Kristen menulis: “Karena terlalu banyak menonton TV . . . saya sangat kesepian dan merasa terasing. Seolah-olah keluarga [saya] semuanya orang asing.” Apakah anda juga mendapati diri makin sedikit menggunakan waktu bersama keluarga anda karena TV?

      Kemalasan: Ada yang merasa bahwa kegiatan menonton TV yang sangat pasif “dapat mengakibatkan [seorang remaja] mengira bahwa kebutuhan[nya] akan terpenuhi tanpa upaya dan membuat ia menghadapi kehidupan ini secara pasif.”

      Terkena pengaruh yang tidak sehat: Beberapa jaringan televisi kabel [program televisi khusus] membawa pornografi ke dalam rumah. Dan acara yang biasa ditayangkan sering kali menyajikan adegan-adegan tabrakan mobil, ledakan, penusukan, penembakan, dan tendangan karate. Menurut suatu perkiraan, seorang remaja di Amerika Serikat sudah akan menyaksikan pembunuhan 18.000 orang di TV pada waktu ia berumur 14 tahun, belum lagi perkelahian dan perusakan.

      Seorang peneliti Inggris, William Belson, mendapati bahwa anak laki-laki yang dibesarkan dengan pertunjukan-pertunjukan TV yang keras mempunyai kemungkinan yang lebih besar “akan melakukan tindak kekerasan yang serius.” Ia juga mengatakan bahwa kekerasan di TV dapat merangsang “caci maki dan penggunaan bahasa kotor, sifat agresif dalam olahraga atau permainan, suka mengancam akan menggunakan kekerasan terhadap anak laki-laki lain, menulis slogan-slogan pada dinding, [dan] memecahkan jendela-jendela.” Meskipun anda mungkin berpikir bahwa anda sendiri kebal terhadap pengaruh semacam itu, hasil penelitian Belson menunjukkan bahwa terus-menerus menonton kekerasan di TV tidak akan “mengubah kesadaran [dari anak laki-laki]” bahwa tindak kekerasan adalah suatu hal yang buruk. Kekerasan yang terus-menerus disajikan pasti akan mengikis sikap bawah sadar mereka terhadap kekerasan.

      Tetapi, yang jauh lebih memprihatinkan ialah dampak yang dapat ditimbulkan oleh kecanduan kepada kekerasan di TV terhadap hubungan seseorang dengan Allah yang “membenci orang yang mencintai kekerasan.”—Mazmur 11:5.

      Bagaimana Saya Dapat Mengendalikan Menonton TV?

      Ini tidak perlu berarti bahwa TV itu sendiri harus dipandang sebagai sesuatu yang jahat. Seorang penulis, Vance Packard menyatakan: “Banyak hal yang ditayangkan di televisi A.S. bisa bermanfaat . . . Sering kali ada acara-acara sore hari yang menyajikan hasil kerja luar biasa dalam fotografi yang memperlihatkan kegiatan di alam kita—dari kelelawar, berang-berang, bison sampai kepada blowfish [ikan yang dapat menggembungkan tubuhnya]. Televisi pemerintah menyajikan tarian balet yang mempesonakan, opera, dan musik kamar. TV sangat baik dalam meliput peristiwa-peristiwa penting . . . Kadang-kadang TV menyajikan produksi drama yang mengandung pendidikan.”

      Meskipun demikian, terlalu banyak dari sesuatu yang baik juga dapat merugikan. (Bandingkan Amsal 25:27.) Dan jika anda mendapati bahwa anda tidak mempunyai cukup pengendalian diri untuk mematikan acara yang merugikan, ada baiknya anda mengingat kata-kata rasul Paulus: “Aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apapun.” (1 Korintus 6:12) Maka, bagaimana anda dapat membebaskan diri dari perbudakan kepada TV dan mengendalikan itu?

      Linda Nielsen, seorang penulis, menyatakan: “Pengendalian diri dimulai dengan belajar menetapkan tujuan-tujuan.” Pertama-tama, analisalah kebiasaan anda sekarang. Selama seminggu, catatlah acara-acara apa yang anda tonton dan berapa banyak waktu yang anda gunakan setiap hari di depan TV. Apakah anda menyalakannya segera setelah anda pulang? Kapan anda mematikannya? Berapa banyak acara yang menjadi “keharusan” setiap pekan? Mungkin anda akan terkejut melihat hasilnya.

      Kemudian ujilah dengan sungguh-sungguh acara yang anda tonton. “Bukankah telinga menguji kata-kata, seperti langit-langit mengecap makanan?” Alkitab bertanya. (Ayub 12:11) Jadi gunakan pengamatan (bersama dengan nasihat dari orang-tua anda) dan ujilah acara apa yang benar-benar layak ditonton. Ada yang menentukan sebelumnya acara-acara apa yang akan mereka tonton dan menyalakan TV hanya untuk acara tersebut! Yang lain mengambil langkah-langkah yang lebih tegas, dengan menetapkan peraturan untuk tidak menonton televisi selama hari-hari sekolah atau menetapkan batas satu jam sehari.

      Namun bagaimana jika pesawat TV yang tidak dinyalakan ternyata merupakan godaan yang terlalu besar? Suatu keluarga mengatasi problem itu dengan cara ini: “Kami menyingkirkan pesawat kami dengan menaruhnya di ruang bawah tanah [biasanya untuk gudang] . . . Di sana godaan untuk menyalakannya pada waktu anda masuk ke dalam rumah lebih sedikit. Anda harus khusus turun ke bawah dulu untuk menonton sesuatu.” Meletakkan pesawat anda di gudang atau lemari, atau hanya dengan mencabut kabelnya dari stop kontak, mungkin memberikan hasil yang sama jitunya.

      Menarik bahwa meskipun mereka merasa ‘tersiksa karena kehilangan sesuatu,’ remaja-remaja yang ikut serta dalam “Pekan Tanpa TV” mendapati beberapa pengganti yang positif untuk TV. Seorang gadis menyatakan: “Saya bercakap-cakap dengan ibu saya. Ia menjadi seorang yang jauh lebih menarik dalam pandangan saya, karena perhatian saya tidak terbagi antara dia dan pesawat televisi.” Seorang gadis lain melewatkan waktunya dengan mencoba memasak. Seorang remaja laki-laki bernama Jason bahkan merasa menyenangkan juga untuk pergi “ke taman sebaliknya dari TV,” atau memancing, membaca, atau pergi ke pantai.

      Pengalaman Wyant (lihat sisipan berjudul “Saya Dulu Pencandu TV”) melukiskan bahwa suatu kunci lain untuk mengendalikan kebiasaan menonton TV ialah ‘giat selalu dalam pekerjaan Tuhan.’ (1 Korintus 15:58) Anda juga akan mendapati bahwa dengan mendekat kepada Allah, belajar Alkitab dengan bantuan banyak publikasi bagus yang sekarang tersedia, dan menyibukkan diri dalam pekerjaan Allah anda dibantu mengatasi kecanduan kepada TV. (Yakobus 4:8) Memang, membatasi menonton TV akan berarti kehilangan beberapa acara kesayangan anda. Namun mengapa anda harus menggunakan TV sepenuhnya, bagaikan seorang budak mengikuti setiap acara? (Lihat 1 Korintus 7:29, 31.) Lebih baik anda ‘bersikap keras’ terhadap diri sendiri seperti rasul Paulus, yang pernah berkata: “Aku menyiksa tubuhku, dan aku memperhambakan dia.” (1 Korintus 9:27, Bode) Tidakkah itu lebih baik daripada menjadi hamba dari sebuah pesawat TV?

      Pertanyaan-Pertanyaan untuk Diskusi

      ◻ Mengapa menonton TV dapat disebut mencandu bagi beberapa remaja?

      ◻ Sebutkan beberapa dampak yang bisa sangat merusak karena terlalu banyak menonton TV secara berlebihan.

      ◻ Sebutkan beberapa cara untuk mengendalikan kebiasaan menonton TV.

      ◻ Apa yang dapat anda lakukan sebagai pengganti menonton TV?

      [Blurb di hlm. 295]

      “Saya mengalami depresi . . . Saya akan menjadi gila.”—Susan, 12 tahun, peserta “Pekan Tanpa TV”

      [Kotak di hlm. 292, 293]

      Saya Dulu Pencandu TV’—Suatu Wawancara

      Pewawancara: Berapa umur anda ketika anda kecanduan TV?

      Wyant: Kira-kira sepuluh tahun. Segera setelah saya pulang dari sekolah, saya menyalakan TV. Mula-mula, saya menonton film-film kartun dan acara untuk anak-anak. Kemudian siaran warta berita, . . . dan saya akan pergi ke dapur mencari sesuatu untuk dimakan. Setelah itu, saya kembali ke TV dan menonton sampai saya mengantuk.

      Pewawancara: Tetapi kapan anda bergaul dengan teman-teman anda?

      Wyant: TV itulah teman saya.

      Pewawancara: Jadi anda tidak pernah mempunyai waktu untuk bermain atau berolahraga?

      Wyant: [sambil tertawa] Saya tidak mempunyai kecakapan atletik. Karena saya sepanjang waktu menonton TV, saya tidak pernah memperkembangkannya. Saya pemain bola basket yang sangat buruk. Dan dalam mata pelajaran senam saya selalu yang terakhir dipilih. Namun, saya sebenarnya ingin lebih memperkembangkan kecakapan atletik saya—bukan agar dapat membanggakan diri kepada teman-teman, tetapi hanya agar saya sedikitnya dapat menikmatinya.

      Pewawancara: Bagaimana dengan nilai anda di sekolah?

      Wyant: Saya berhasil di sekolah dasar. Saya baru tidur jauh malam dan mengerjakan pekerjaan rumah pada saat-saat terakhir. Namun ini lebih sulit di sekolah menengah, karena saya telah mengembangkan kebiasaan belajar yang demikian buruk.

      Pewawancara: Apakah terus-menerus menonton TV telah mempengaruhi anda?

      Wyant: Ya. Kadang-kadang sewaktu saya bersama banyak orang, saya hanya menonton mereka—seolah-olah saya menonton acara ceramah di TV—dan tidak ikut serta dalam percakapan. Saya sebenarnya ingin dapat bergaul lebih baik dengan orang-orang.

      Pewawancara: Nah, anda dapat bercakap-cakap dengan baik selama wawancara ini. Pasti anda telah mengatasi kecanduan anda.

      Wyant: Saya mulai menjauhkan diri dari TV setelah saya di sekolah menengah. . . . Saya mencari pergaulan di kalangan remaja-remaja Saksi dan mulai membuat kemajuan rohani.

      Pewawancara: Tetapi apa hubungan ini dengan kebiasaan anda menonton TV?

      Wyant: Seraya penghargaan saya untuk hal-hal rohani tumbuh, saya menyadari bahwa banyak dari pertunjukan yang saya tonton benar-benar bukan untuk orang Kristen. Juga, saya merasakan kebutuhan untuk lebih banyak belajar Alkitab dan membuat persiapan untuk perhimpunan. Itu berarti tidak menonton sebagian besar dari acara TV. Namun, ini tidak mudah. Saya dulu senang sekali dengan film-film kartun hari Sabtu pagi. Namun kemudian seorang saudara Kristen di sidang mengajak saya pergi bersamanya dalam pekerjaan kesaksian umum pada hari Sabtu pagi. Hal itu menghentikan kebiasaan saya menonton TV pada hari Sabtu pagi. Maka akhirnya saya belajar benar-benar mengurangi menonton TV.

      Pewawancara: Bagaimana sekarang?

      Wyant: Ya, saya masih mempunyai problem yaitu jika TV menyala, saya tidak dapat menyelesaikan pekerjaan apapun. Maka saya membiarkannya tidak menyala sebagian besar dari waktu. Sebenarnya, TV saya beberapa bulan yang lalu rusak dan saya belum berupaya membetulkannya.

      [Gambar di hlm. 291]

      Menonton TV merupakan candu yang serius bagi beberapa remaja

      [Gambar di hlm. 294]

      Bila televisi diletakkan di tempat yang sulit dijangkau, godaan untuk menyalakannya lebih sedikit

  • Mengapa Saya Tidak Dapat Bersenang-senang?
    Pertanyaan Kaum Muda—Jawaban yang Praktis
    • Pasal 37

      Mengapa Saya Tidak Dapat Bersenang-senang?

      SETIAP Jumat petang, Paulinea pergi ke perhimpunan. Ia menikmati pembahasan yang diadakan, namun kadang-kadang ia menyesal berada di sana sementara teman-temannya sedang bersenang-senang.

      Ketika perhimpunan selesai, dalam perjalanan pulang, Pauline melewati tempat yang sering dikunjungi kaum remaja setempat. Ia berkata: “Karena tertarik oleh bunyi musik yang keras dan lampu yang berkelap-kelip, pada waktu lewat saya mengintip ke dalam melalui jendela dan dengan perasaan iri membayangkan betapa senang mereka.” Lambat laun, keinginannya untuk bersenang-senang dengan teman-temannya menjadi hal utama dalam kehidupannya.

      Seperti Pauline, anda mungkin kadang-kadang merasa bahwa menjadi seorang Kristen membuat anda kehilangan sesuatu. Anda ingin menonton pertunjukan TV yang dibicarakan semua remaja lain, namun orang-tua anda mengatakan acara itu terlalu keras. Anda ingin pergi ke pusat perbelanjaan dan menghabiskan waktu bersama anak-anak sekolah, tetapi orang-tua anda menganggap mereka “pergaulan yang buruk.” (1 Korintus 15:33) Anda ingin pergi ke pesta yang akan dihadiri semua teman sekolah anda, tetapi Ayah dan Ibu mengatakan tidak.

      Teman-teman sekolah anda tampaknya pergi dan pulang sesuka mereka, menghadiri konser dan berpesta-pora sampai pagi hari tanpa mendapat komentar apa-apa dari orang-tua mereka. Jadi anda mungkin merasa iri dengan kebebasan mereka. Bukan berarti anda ingin melakukan sesuatu yang buruk. Anda hanya ingin sewaktu-waktu bersenang-senang.

      Rekreasi—Pandangan Allah

      Yakinlah bahwa keinginan untuk bersenang-senang tidak salah. Ingat, Yehuwa adalah ‘Allah yang bahagia.’ (1 Timotius 1:11) Dan melalui pria yang bijaksana, Salomo, Ia berkata: “Nikmatilah masa mudamu, hai pemuda! Bergembiralah selama engkau masih remaja. Penuhilah segala hasrat jiwamu, laksanakanlah semua niat hatimu.” Namun, Salomo kemudian memperingatkan: ‘Tetapi, ingat, Allah kelak mengadili tindakanmu semua.’—Pengkhotbah 11:9, 10, BIS.

      Dengan mengetahui bahwa Allah akan meminta pertanggungjawaban untuk tindakan kita, kita memiliki pandangan yang sama sekali berbeda mengenai rekreasi. Karena meskipun Allah tidak melarang seseorang bersenang-senang, Ia tidak berkenan kepada ‘pencinta kesenangan’ (BIS), yang hanya hidup untuk mengejar kesenangan berikutnya. (2 Timotius 3:1, 4) Mengapa demikian? Pertimbangkan Raja Salomo. Dengan harta bendanya yang luar biasa banyak, ia telah menikmati segala macam kesenangan yang dapat diperoleh manusia. Ia berkata: “Aku tidak merintangi mataku dari apapun yang dikehendakinya, dan aku tidak menahan hatiku dari sukacita apapun.” Hasilnya? “Lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin.” (Pengkhotbah 2:10, 11) Ya, Allah tahu bahwa akhirnya, hidup yang hanya mengejar kesenangan akan membuat anda merasa hampa dan frustrasi.

      Allah juga menuntut agar anda menjauhkan diri dari praktik-praktik yang mencemarkan, seperti penyalahgunaan narkotika dan seks pranikah. (2 Korintus 7:1) Namun, banyak dari hal-hal yang dilakukan kaum remaja sekedar untuk kesenangan dapat mengakibatkan seseorang terjerat dalam praktik-praktik ini. Sebagai contoh, seorang gadis muda, memutuskan untuk menghadiri pesta teman-teman sekolahnya yang diadakan tanpa pengawasan.” Musik pada pesawat stereo sangat bagus, tari-tariannya sangat mengasyikkan, makanan kecil yang disajikan lezat dan kami banyak tertawa,” katanya. Namun kemudian, “seseorang membawa ganja. Lalu ada minuman keras. Setelah itu segala sesuatu mulai menjadi kacau-balau.” Akibatnya ialah imoralitas seks. Gadis itu mengakui: “Sejak itu saya selalu merasa tidak enak dan tertekan.” Tanpa pengawasan orang dewasa, betapa mudah pertemuan semacam itu menjadi “pesta yang liar”!—Galatia 5:21, Byington.

      Tidak mengherankan jika orang-tua anda mungkin sangat mengkhawatirkan bagaimana anda menghabiskan waktu senggang anda, mungkin membatasi ke mana anda dapat pergi dan dengan siapa anda boleh bergaul. Apa motif mereka? Untuk membantu anda menaati perintah Allah: “Buanglah kesedihan dari hatimu dan jauhkanlah penderitaan dari tubuhmu, karena kemudaan dan fajar hidup adalah kesia-siaan.”—Pengkhotah 11:10.

      Iri terhadap Para Pencari Kesenangan?

      Kita memang mudah melupakan semua hal ini, dan merasa iri terhadap kebebasan yang tampaknya dinikmati beberapa remaja. Pauline tidak lagi menghadiri perhimpunan dan mulai bergaul akrab dengan kelompok remaja yang mencari kesenangan semata-mata. “Saya akhirnya mempraktikkan semua hal buruk yang telah diperingatkan kepada saya,” katanya. Pesta-pora dan pemuasan kesenangan yang dialami Pauline akhirnya mengakibatkan ia ditangkap polisi dan ditempatkan di sekolah untuk gadis-gadis nakal!

      Lama berselang, penulis Mazmur 73 mempunyai perasaan yang sama seperti Pauline. “Aku cemburu kepada pembual-pembual, kalau aku melihat kemujuran orang-orang fasik,” ia mengakui. Ia bahkan mulai meragukan manfaat untuk hidup berdasarkan prinsip-prinsip yang benar. “Sia-sia sama sekali aku mempertahankan hati yang bersih, dan membasuh tanganku, tanda tak bersalah,” katanya. Namun kemudian ia mendapat pengertian yang dalam: Orang-orang jahat berada “di tempat-tempat licin,” berjalan tertatih-tatih di ambang malapetaka.—Mazmur 73:3, 13, 18.

      Pauline akhirnya menyadari ini—melalui pengalaman yang pahit. Setelah berhura-hura secara duniawi, ia membuat perubahan drastis untuk mendapatkan kembali perkenan Allah. Anda, sebaliknya, tidak perlu merasakan penderitaan ditangkap polisi, dijangkiti penyakit yang ditularkan melalui seks, atau mengalami siksaan akibat narkotika untuk menyadari bahwa akibat yang harus dipikul karena ‘bersenang-senang’ bisa luar biasa merugikan. Ada banyak cara yang sehat dan membina untuk bersenang-senang tanpa risiko semacam itu. Apa beberapa di antaranya?

      Kesenangan yang Sehat

      Suatu penelitian atas kaum remaja Amerika, menyingkapkan bahwa remaja-remaja “menikmati pesiar dan kegiatan bersama keluarga secara berkala.” Melakukan sesuatu bersama-sama sebagai keluarga tidak hanya menyenangkan tetapi dapat memperteguh persatuan keluarga.

      Ini tidak hanya berarti menonton TV bersama. Dr. Anthony Pietropinto berkata: “Problem dengan menonton televisi ialah bahwa, meskipun itu dapat dilakukan bersama orang lain, pada dasarnya ini adalah kegiatan seorang diri. . . . Namun, rekreasi seperti permainan di dalam rumah, olahraga di halaman belakang, membuat masakan kesukaan, proyek prakarya, dan membaca dengan suara keras memberi kesempatan yang lebih besar untuk berkomunikasi, kerja sama, dan rangsangan intelektual daripada keasyikan yang bersifat pasif seperti televisi dalam keluarga-keluarga modern.” Seperti dikatakan oleh John, ayah dari tujuh anak: ‘Bahkan membersihkan halaman atau mengecat rumah dapat menyenangkan bila dilakukan secara keluarga.’

      Jika keluarga anda belum melakukan hal-hal semacam itu bersama-sama, ambillah prakarsa dan usulkan itu kepada orang-tua anda. Cobalah menyarankan gagasan yang menarik dan menggembirakan untuk piknik atau melakukan suatu proyek bersama keluarga.

      Tetapi, anda tidak perlu selalu bersama orang lain untuk mendapatkan kesenangan. Mary, seorang remaja yang menjaga pergaulannya, belajar cara menikmati waktunya seorang diri. “Saya bermain piano dan biola, dan saya melewatkan waktu untuk berlatih memainkannya,” katanya. Melissa, seorang gadis remaja lain, mengatakan hal yang sama: “Saya kadang-kadang melewatkan waktu menulis cerita pendek atau puisi untuk dinikmati sendiri.” Anda juga dapat belajar menggunakan waktu secara produktif dengan memperkembangkan ketrampilan seperti membaca, kerajinan tangan dari kayu, atau memainkan alat musik.

      Pertemuan-Pertemuan Kristen

      Dari waktu ke waktu, juga menyenangkan untuk mengadakan pertemuan bersama teman-teman. Dan di banyak daerah ada sejumlah kegiatan yang baik yang dapat anda nikmati. Bermain boling, ski, bersepeda, baseball, dan bola basket merupakan kegiatan yang populer di Amerika Utara. Anda juga dapat memikirkan hal-hal lain seperti mengunjungi museum atau kebun binatang. Dan, ya, anda juga dapat berkumpul bersama dan hanya memutar kaset atau menonton pertunjukan TV yang baik bersama sesama remaja Kristen.

      Anda mungkin bahkan dapat meminta bantuan orang-tua anda untuk merencanakan pertemuan yang lebih formal. Buatlah itu menarik dengan mengatur beragam kegiatan, seperti permainan dan menyanyi bersama. Jika beberapa dari teman-teman anda mempunyai bakat musik, mungkin mereka dapat diminta mengadakan pertunjukan kecil. Makanan yang lezat juga menambah semarak acara seperti itu, namun tidak perlu yang mahal atau mewah. Kadang-kadang tamu-tamu dapat membawa berbagai macam makanan.

      Apakah ada taman atau tempat terbuka dekat rumah anda untuk melakukan kegiatan seperti bermain bola atau berenang? Mengapa tidak merencanakan suatu piknik? Keluarga-keluarga juga, masing-masing dapat membawa makanan agar tidak ada yang harus memikul beban keuangan.

      Kesahajaan adalah kuncinya. Musik tidak perlu memekakkan telinga untuk dapat dinikmati, demikian pula tari-tarian tidak perlu merangsang untuk dapat menyenangkan. Juga, pertandingan di luar rumah dapat dinikmati tanpa persaingan yang sengit. Namun, seorang-tua melaporkan: “Beberapa remaja kadang-kadang bertengkar, bahkan hampir berkelahi.” Jagalah agar kegiatan semacam itu tetap menyenangkan dengan mengikuti nasihat Alkitab untuk menghindari ‘persaingan dengan satu sama lain.’—Galatia 5:26, NW.

      Siapa yang hendaknya anda undang? Alkitab berkata, “Kasihilah seluruh persekutuan saudara-saudara.” (1 Petrus 2:17, NW) Mengapa anda membatasi pertemuan itu dengan teman-teman sebaya saja? Perluaslah pergaulan anda. (Bandingkan 2 Korintus 6:13.) Seorang-tua menyatakan: “Mereka yang sudah lanjut usia, walaupun sering tidak dapat berpartisipasi dalam beberapa kegiatan yang dilakukan, senang untuk datang dan menonton apa yang sedang berlangsung.” Adanya orang dewasa sering membantu mencegah keadaan menjadi tidak terkendali. Tetapi, memang kita tidak mungkin mengundang “seluruh persekutuan” kepada suatu pertemuan. Selain itu, pertemuan yang lebih kecil lebih mudah dikendalikan.

      Pertemuan-pertemuan Kristen juga merupakan kesempatan untuk membina satu sama lain secara rohani. Memang, ada remaja-remaja yang merasa bahwa hal-hal rohani akan mengurangi kesenangan suatu pertemuan. “Pada waktu kami mengadakan pertemuan,” seorang anak laki-laki Kristen mengeluh, “selalu, ‘Mari kita semua duduk, keluarkan Alkitab kalian, dan mari kita melakukan permainan Alkitab.’” Tetapi, pemazmur berkata: “Berbahagialah orang . . . yang kesukaannya ialah Taurat [Yehuwa].” (Mazmur 1:1, 2) Diskusi—atau bahkan permainan—yang berkisar pada Alkitab juga dapat sangat menyenangkan. Mungkin anda hanya perlu menajamkan pengetahuan anda mengenai ayat-ayat Alkitab agar dapat berpartisipasi lebih sepenuhnya.

      Kemungkinan lain ialah meminta beberapa orang menceritakan bagaimana mereka menjadi orang Kristen. Atau tambahkan sedikit kehangatan dan gelak tawa dengan mengundang seseorang untuk menceritakan hal-hal yang lucu. Sering kita dapat belajar sesuatu yang berharga dari ini. Beberapa dari pasal-pasal dalam buku ini bahkan dapat menjadi bahan untuk diskusi kelompok yang menarik pada suatu pertemuan.

      Jagalah Rekreasi Tetap Seimbang!

      Yesus Kristus juga sewaktu-waktu bersenang-senang. Alkitab menceritakan bahwa ia menghadiri pesta perkawinan di Kana, menikmati makanan, musik, tari-tarian, dan pergaulan yang membina, yang pasti melimpah. Yesus bahkan menyumbang kepada sukses pesta perkawinan itu dengan secara mukjizat menyediakan anggur!—Yohanes 2:3-11.

      Tetapi kehidupan Yesus tidak dipenuhi dengan kesenangan semata-mata. Ia menggunakan sebagian besar dari waktunya untuk mengejar kepentingan rohani, mengajar orang kehendak Allah. Ia berkata: “MakananKu ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaanNya.” (Yohanes 4:34) Melakukan kehendak Allah memberi Yesus kesenangan yang jauh lebih tahan lama daripada suatu selingan yang hanya bersifat sementara. Dewasa ini, masih ada “banyak hal yang harus dilakukan dalam pekerjaan Tuhan.” (1 Korintus 15:58, NW; Matius 24:14) Namun jika, dari waktu ke waktu, anda merasa membutuhkan rekreasi, nikmatilah hal itu secara seimbang dan sehat. Seperti dikatakan seorang penulis: “Kehidupan tidak dapat selalu penuh dengan kegiatan dan kegembiraan—dan anda mungkin akan kecapaian jika demikian halnya!”

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan