PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Ia ’Mengingat Penciptanya pada Masa Mudanya’
    Sedarlah!—1994 | 8 Mei
    • Ia ’Mengingat Penciptanya pada Masa Mudanya’

      ”ADRIAN selalu lebih banyak menarik perhatian orang-tua dibanding saudara-saudaranya,” kata ayahnya. ”Pada usia empat tahun, ia menyetir mobil keluarga dan menabrak sebuah pohon, sehingga kami sekeluarga terlambat menghadiri perhimpunan. Pada usia lima tahun, ia mengumpulkan lusinan katak dan membawanya ke dalam rumah. Makan waktu berhari-hari untuk membuang semua katak itu. Kami merasa seperti sebuah keluarga Mesir semasa dijatuhkannya tulah katak dalam kisah Alkitab.

      ”Sewaktu berusia 11 tahun, ia menemukan tiga anak raccoon [binatang serupa kucing] di sisi jalan raya dan membawanya ke sekolah dalam tasnya. Ketika guru masuk, ruang kelas dalam keadaan gaduh​—anak-anak mengerumuni tas Adrian, berceloteh dengan penuh semangat. Sang guru mendekat, melihat raccoon-raccoon tersebut, dan mengantarkan Adrian bersama binatang-binatang itu ke tempat pemeliharaan satwa. Adrian menangis, takut kehilangan binatang-binatang itu, namun setelah meninjau tempat tersebut dan melihat anak-anak rubah serta anak-anak satwa lainnya dirawat dengan baik, ia meninggalkan raccoon-raccoonnya di sana.”

      Ayahnya melanjutkan, ”Adrian bukan anak nakal. Ia cuma tidak bisa diam. Akalnya banyak sehingga membuat kehidupannya menarik.”

      Ibu Adrian memperlihatkan sisi lain dari kepribadian putranya​—sayang keluarga, betah di rumah, dan penuh kasih. Sang ibu bercerita, ”Anak-anak di sekolah menggambarkannya sebagai seseorang yang tidak mau menyakiti hati orang lain. Seorang anak perempuan di kelasnya memiliki keterbatasan secara mental meskipun tidak terbelakang. Anak ini satu bis sekolah dengan Adrian. Anak-anak lain suka mengolok-olok dia, tetapi ibu anak perempuan ini mengatakan bahwa Adrian selalu memperlakukan putrinya dengan respek dan kebaikan hati yang istimewa. Adrian memiliki sisi yang serius dari kepribadiannya​—seorang anak lelaki yang serius dengan perasaan yang dalam namun tidak sering mengungkapkan itu. Tetapi begitu ia menyatakannya, ia membuat kami terkejut dengan komentar-komentarnya yang memperlihatkan pemahamannya yang dalam akan permasalahan.”

      Sang ibu mengakhiri penilaian terhadap putranya, ”Penyakitnya membuat dia cepat dewasa dan menghasilkan kerohanian yang lebih dalam pada dirinya.”

      Ia Berkukuh​—Jangan Beri Darah!

      Adrian mengidap penyakit? Ya. Penyakit itu muncul pada bulan Maret 1993, ketika Adrian berusia 14 tahun. Sebuah tumor yang berkembang pesat ditemukan dalam perutnya. Para dokter ingin melakukan biopsi namun khawatir hal itu akan menyebabkan pendarahan hebat dan mengatakan bahwa mungkin akan dibutuhkan transfusi darah. Adrian menolak. Ia berkukuh. Dengan berlinang air mata, ia berkata, ”Saya akan kehilangan harga diri saya jika saya diberi darah.” Ia dan keluarganya adalah Saksi-Saksi Yehuwa, yang menolak transfusi darah atas dasar Alkitab, yang dicatat di Imamat 17:10-12 dan Kisah 15:28, 29.

      Sewaktu berada di Pusat Kesehatan Anak Dr. Charles A. Janeway di St. John’s, Newfoundland, menunggu biopsi​—yang akan dilakukan tanpa darah​—Adrian diminta oleh Dr. Lawrence Jardine, seorang onkologis, untuk menyatakan sikapnya berkenaan darah.

      ”Begini,” kata Adrian, ”tidak soal apakah orang-tua saya adalah Saksi-Saksi Yehuwa atau bukan. Saya tetap tidak mau menerima darah.”

      Dr. Jardine bertanya, ”Sadarkah kamu bahwa kamu bisa mati kalau tidak menerima transfusi darah?”

      ”Ya.”

      ”Dan kamu bersedia melakukan itu?”

      ”Jika memang harus demikian.”

      Ibunya, yang juga berada di situ, bertanya, ”Mengapa kamu berpendirian seperti itu?”

      Adrian menjawab, ”Ma, imbalannya tidak sepadan. Tidak menaati Allah dan memperpanjang kehidupan saya selama beberapa tahun sekarang, namun kemudian karena ketidaktaatan saya kepada Allah, saya tidak dibangkitkan dan kehilangan kehidupan kekal dalam firdaus-Nya di bumi​—itu benar-benar tindakan bodoh!”​—Mazmur 37:10, 11; Amsal 2:21, 22.

      Biopsi dilakukan pada tanggal 18 Maret. Hasilnya memperlihatkan bahwa Adrian mengidap tumor lymphoma yang besar. Biopsi berikutnya pada sumsum tulang menegaskan kekhawatiran bahwa Adrian telah mengidap leukemia. Dr. Jardine kini menjelaskan bahwa suatu program kemoterapi yang sangat agresif disertai transfusi darah adalah satu-satunya cara agar Adrian dapat terus hidup. Akan tetapi, Adrian tetap menolak transfusi darah. Kemoterapi dimulai, tanpa transfusi.

      Namun, kini, pada tahap perawatan yang kritis ini, yang tengah dijalani, terdapat kekhawatiran bahwa Departemen Kesejahteraan Anak kemungkinan akan campur tangan dan menggunakan perintah pengadilan untuk mengambil alih perwalian serta kuasa dari orang-tuanya agar transfusi darah diberikan. Hukum memperbolehkan warga negara berusia 16 tahun atau lebih untuk membuat keputusan sendiri berkenaan perawatan. Satu-satunya cara agar seseorang yang berusia di bawah 16 tahun mendapatkan hak demikian adalah apabila ia digolongkan sebagai anak yang dinyatakan dewasa.

      Di Mahkamah Agung Newfoundland

      Maka, pada hari Minggu pagi tanggal 18 Juli, direktur pelaksana Departemen Kesejahteraan Anak ternyata memang mengajukan tuntutan ke pengadilan untuk mendapatkan hak perwalian. Dengan segera, seorang pengacara terkemuka dan sangat dihormati, David C. Day, Q.C., dari St. John’s, Newfoundland, disewa untuk mewakili Adrian. Pada sore itu juga, pukul 15.30, Mahkamah Agung Newfoundland bersidang, diketuai oleh Hakim Robert Wells.

      Selama persidangan sore hari, Dr. Jardine menerangkan dengan sangat jelas kepada hakim bahwa ia menganggap Adrian sebagai seorang anak yang telah dewasa yang memiliki pendirian kuat dalam menentang penggunaan darah dan bahwa ia, Dr. Jardine, telah berjanji kepada Adrian bahwa ia tidak akan menyertakan transfusi darah dalam bentuk perawatan apa pun yang ia terapkan. Hakim Wells bertanya kepada sang Dokter jika akhirnya pengadilan mengeluarkan perintah untuk memberikan transfusi, apakah ia bersedia melakukannya? Dr. Jardine menjawab, ”Tidak, secara pribadi saya tidak akan melakukannya.” Ia menyebutkan bahwa Adrian merasa harapan kehidupan kekalnya yang berdasarkan Alkitab akan terancam. Kesaksian yang tulus dari dokter yang luar biasa ini sangat memukau dan mengharukan sehingga membuat orang-tua Adrian meneteskan air mata sukacita.

      ”Saya Mohon, Hargailah Saya dan Keinginan Saya”

      Sewaktu pengadilan bersidang kembali pada hari Senin tanggal 19 Juli, David Day mempersembahkan salinan affidavit (pernyataan tertulis di bawah sumpah) yang telah dipersiapkan dan ditandatangani oleh Adrian​—yang terlalu lemah untuk dapat hadir di pengadilan​—yang menyatakan keinginannya sendiri sehubungan perawatan terhadap kankernya tanpa darah atau produk darah. Di dalamnya Adrian mengatakan,

      ”Anda akan banyak berpikir tentang berbagai hal apabila Anda sakit, dan jika Anda menderita penyakit kanker, Anda tahu bahwa Anda dapat meninggal dan Anda memikirkan hal itu. . . . Saya tidak menyetujui transfusi darah atau membiarkan darah digunakan; sama sekali tidak. Saya tahu bahwa saya dapat meninggal jika tidak diberi darah. Namun itu adalah keputusan saya. Tidak seorang pun yang mendesak saya untuk membuat keputusan itu. Saya sangat mempercayai Dr. Jardine. Saya yakin beliau akan menepati janjinya. Beliau menyatakan bersedia memberikan perawatan intensif tanpa pernah menggunakan darah. Ia telah memberi tahu saya risikonya. Saya memahaminya. Saya mengetahui hal terburuk yang dapat terjadi. . . . Apa yang saya rasakan adalah bahwa apabila saya diberi darah, itu sama dengan memperkosa saya, menganiaya tubuh saya. Saya tidak menginginkan hal itu demi menyelamatkan nyawa saya. Saya tidak sanggup hidup dengan keadaan seperti itu. Saya tidak menginginkan bentuk perawatan apa pun jika itu akan, bahkan mungkin, menggunakan darah. Saya menolak penggunaan darah.” Affidavit Adrian diakhiri dengan permohonan ini, ”Saya mohon, hargailah saya dan keinginan saya.”

      Selama proses persidangan, Adrian terbaring di kamar rumah sakit, dan Hakim Wells dengan baik hati datang menjenguknya, ditemani David Day. Dalam memberikan ulasan tentang wawancara yang berlangsung, Tuan Day menyebut tentang pernyataan Adrian yang tegas dan mendesak kepada hakim sehubungan tema yang satu ini, yang intinya, ”Saya tahu bahwa saya sakit parah, dan saya tahu bahwa saya dapat meninggal. Beberapa personel medis mengatakan bahwa darah akan menolong. Saya tidak sependapat, mengingat segala bahayanya yang telah saya baca. Tidak soal darah dapat menolong atau tidak, iman saya menentang penggunaan darah. Hargailah iman saya, maka itu berarti Bapak menghargai saya. Jika Bapak tidak menghargai iman saya, saya akan merasa seolah-olah diperkosa. Jika Bapak benar-benar menghargai iman saya, saya dapat menghadapi penyakit saya dengan penuh wibawa. Hanya tinggal iman yang saya miliki, dan kini itu merupakan hal terpenting yang saya butuhkan untuk membantu saya memerangi penyakit ini.”

      Tuan Day memiliki kesan tersendiri tentang Adrian, ”Ia adalah seorang klien yang sanggup menangani penyakitnya yang kritis dengan sabar, tabah, dan berani. Ada kemantapan dalam sorot matanya; keyakinan diri dalam suaranya; keberanian dalam sikapnya. Yang terpenting, saya melihat adanya iman yang tak tergoyahkan dalam bahasa lisan dan bahasa tubuhnya. Tanda tangannya adalah iman. Penyakit yang tak kenal kompromi ini menuntutnya membangun jembatan antara impian anak muda dan kenyataan orang dewasa. Iman membantunya melakukan hal itu. . . . Ia tanpa ragu-ragu bersikap terus terang dan, menurut saya, jujur. . . . Saya menyadari kemungkinan bahwa orang-tuanya [telah memaksakan] padanya penolakan mereka terhadap penggunaan darah dalam perawatan medis atasnya. . . . Saya puas [bahwa] ia menyatakan pendiriannya sendiri dalam menyatakan keinginannya untuk perawatan medis tanpa darah.”

      Pada kesempatan lain, Tuan Day memuji kepercayaan Adrian yang ”lebih berharga baginya dibandingkan kehidupan itu sendiri” kemudian menambahkan, ”Pemuda yang teguh hati ini, dalam menghadapi problem-problem demikian, membuat saya merasa bahwa semua kesukaran dalam kehidupan saya tidak ada artinya. Adrian akan terukir dalam kenangan saya untuk selama-lamanya. Ia adalah seorang anak yang bersikap dewasa dengan ketabahan, pemahaman, dan kecerdasan yang luar biasa.”

      Keputusan​—Adrian Seorang Anak yang Dinyatakan Dewasa

      Pada hari Senin, tanggal 19 Juli, proses persidangan diakhiri, dan Hakim Wells menyampaikan keputusannya, yang kemudian diterbitkan dalam Human Rights Law Journal, tanggal 30 September 1993. Kutipannya sebagai berikut:

      ”Menimbang alasan-alasan berikut ini, permohonan Direktorat Kesejahteraan Anak ditolak; anak tersebut tidak dalam keadaan membutuhkan perlindungan; penggunaan darah atau produk-produk darah untuk tujuan transfusi darah atau injeksi telah terbukti tidak diperlukan, dan khususnya dalam kasus ini, dapat berbahaya.

      ”Kecuali ada perubahan keadaan yang membutuhkan perintah lebih lanjut, penggunaan darah atau produk darah dalam perawatannya dinyatakan dilarang: dan anak ini kami nyatakan sebagai anak yang telah dewasa yang keinginannya untuk mendapatkan perawatan medis tanpa darah atau produk darah hendaknya dihargai. . . .

      ”Tidak diragukan lagi bahwa ’anak muda’ ini sangat tabah. Saya rasa ia telah mendapat dukungan dari keluarga yang penuh kasih dan penyayang, dan saya rasa ia menghadapi penderitaannya dengan ketabahan yang luar biasa. Sebagian dari kepercayaan agamanya mengatakan bahwa adalah salah apabila ia menggunakan produk-produk darah dengan cara dimasukkan ke dalam tubuhnya, untuk tujuan apa pun . . . saya telah memperoleh kesempatan membaca affidavit yang telah dibuat oleh A. kemarin, dan saya telah memperoleh kesempatan mendengar keterangan ibunya, yang memberikan bukti-bukti, serta telah memperoleh kesempatan berbicara sendiri dengan A.

      ”Saya merasa puas bahwa ia percaya dengan segenap hatinya bahwa menggunakan darah adalah salah dan bahwa dipaksa menggunakan darah dalam keadaan yang kita sedang bicarakan merupakan penyerangan atas tubuhnya, penyerangan atas privasinya, dan penyerangan atas keutuhan dirinya, hingga taraf yang akan mendatangkan dampak sangat negatif terhadap tenaga dan kesanggupannya untuk menghadapi cobaan menakutkan yang harus dijalaninya, apa pun hasilnya.

      ”Saya setuju bahwa dokter telah membuat pernyataan yang sangat masuk akal sewaktu ia mengatakan bahwa pasien harus berada dalam kerangka berpikir yang siap bekerja sama dan positif sehubungan kemoterapi dan perawatan lainnya terhadap kanker agar ada harapan, harapan apa pun yang nyata, akan suksesnya pengobatan itu, dan bahwa seorang pasien yang kepadanya dipaksakan sesuatu yang bertentangan dengan kepercayaan yang dianutnya dengan teguh akan menjadi seorang pasien yang hampir-hampir tidak cocok lagi untuk perawatan tersebut. . . .

      ”Saya rasa bahwa apa yang telah terjadi pada A. telah membuatnya dewasa hingga taraf yang tidak mungkin dicapai seorang anak berusia 15 tahun yang tidak menghadapi dan menjalani apa yang sedang ia jalani dan harus hadapi dan sedang ia hadapi. Saya rasa apa yang ia alami adalah pengalaman yang sangat pahit yang dapat saya bayangkan, dan saya menduga iman mereka adalah salah satu hal yang tetap menopang dia dan keluarganya. Saya rasa apa yang telah terjadi telah membuat A. dewasa melebihi apa yang dapat diharapkan secara normal atau kedewasaan pada usia 15 tahun. Saya rasa anak yang saya ajak bicara pagi ini sangat berbeda dengan anak normal berusia 15 tahun, akibat pengalaman tragis ini.

      ”Saya rasa ia cukup dewasa untuk menyatakan pandangan yang meyakinkan, dan ia telah menyatakan itu kepada saya . . . saya juga merasa puas bahwa adalah patut . . . bagi saya untuk mempertimbangkan keinginannya, dan saya memang melakukan itu. Keinginannya adalah agar produk-produk darah tidak digunakan, dan saya juga merasa puas bahwa jika keinginan ini tidak dipenuhi dengan satu atau lain cara oleh Direktorat di bawah perintah Pengadilan ini, bahwa kepentingan baiknya akan secara terang-terangan dan benar-benar dirugikan . . . Lebih jauh, jika​—dan ini sangat mungkin​—ia benar-benar harus mengalah terhadap penyakit ini dengan menerima transfusi darah, ia akan menjalaninya dalam keadaan pikiran yang, mempertimbangkan kepercayaan agamanya, sangat menyedihkan, sangat tidak menguntungkan, dan sama sekali tidak diinginkan. Saya mempertimbangkan semua ini. . . .

      ”Dalam segala keadaan, saya merasa bahwa adalah patut bagi saya untuk menolak permohonan penggunaan produk-produk darah dalam perawatan A.”

      Pesan Adrian untuk Hakim Wells

      Walaupun tahu bahwa ia sedang menunggu ajalnya, sungguh menunjukkan perhatian yang luar biasa pesan yang pemuda ini kirimkan kepada Hakim Robert Wells, yang disampaikan oleh Tuan David Day, sebagai berikut, ”Saya pikir saya akan berlaku lalai jika saya tidak menyampaikan pesan klien saya yang secara singkat berbicara kepada saya tak lama setelah Bapak meninggalkan rumah sakit hari ini. Ia menyampaikan rasa terima kasih kepada Bapak dari lubuk hatinya yang benar-benar tulus, karena Bapak telah mengurus kasus ini dengan kesigapan, dengan sensitivitas, dan dengan keadilan yang besar. Ia sangat bersyukur kepada Bapak, Yang Mulia, dan saya berharap catatan memperlihatkan hal itu. Terima kasih.”

      Ibu Adrian menceritakan saat-saat terakhir dari kisah ini.

      ”Setelah proses pengadilan, Adrian bertanya kepada Dr. Jardine, ’Berapa lama lagikah saya dapat hidup?’ Sang dokter menjawab, ’Satu atau dua minggu.’ Saya melihat anak saya menitikkan air mata yang bergulir dari pelupuk matanya yang terpejam rapat. Saya beranjak untuk merangkulnya, namun ia berkata, ’Jangan Ma. Saya sedang berdoa.’ Setelah beberapa saat, saya bertanya, ’Bagaimana keadaanmu, Adrian?’ ’Ma, saya toh akan hidup, sekalipun saya mati. Dan kalau kehidupan saya tinggal dua minggu lagi, saya ingin menikmatinya. Jadi Mama jangan bersedih.’

      ”Ia ingin mengunjungi kantor cabang Menara Pengawal di Georgetown, Kanada. Ia melakukannya. Ia berenang di kolam renang di sana bersama seorang temannya. Ia pergi menonton pertandingan baseball dari tim Blue Jays dan berfoto bersama beberapa pemain. Yang terpenting, di dalam hatinya ia telah membaktikan diri untuk melayani Allah Yehuwa, dan kini ia ingin melambangkan itu melalui pembaptisan air. Saat itu, keadaannya telah memburuk, dan ia kembali ke rumah sakit dan tidak dapat pergi ke luar. Jadi para perawat dengan baik hati mengatur agar ia dapat menggunakan salah satu tanki baja anti karat dalam ruang fisioterapi. Adrian dibaptis di sana tanggal 12 September; ia meninggal keesokan harinya, tanggal 13 September.

      ”Pemakamannya merupakan yang terbesar yang pernah diadakan di rumah duka itu​—dihadiri oleh para perawat, dokter, para orang-tua pasien, teman-teman sekelasnya, tetangga, dan banyak saudara-saudari dari sidangnya dan sidang-sidang lainnya. Sebagai orang-tua, kami tidak pernah menyadari semua sifat-sifat baik yang menjadi nyata dalam diri anak kami sewaktu ia bertekun dalam menghadapi banyak ujian atau kebaikan hati dan perhatiannya yang merupakan bagian dari kepribadian Kristennya yang sedang berkembang. Pemazmur yang terilham mengatakan, ’Anak laki-laki adalah warisan dari Yehuwa.’ Jelas anak kami ini demikian halnya, dan kami menanti-nantikan saatnya untuk dapat bertemu dengannya dalam dunia baru Yehuwa yang adil-benar, yang segera akan diwujudkan di atas bumi firdaus.”​—Mazmur 127:3, Yakobus 1:2, 3.

      Kiranya kita menantikan penggenapan janji Yesus di Yohanes 5:28, 29 bagi Adrian, ”Janganlah kamu heran akan hal itu, sebab saatnya akan tiba, bahwa semua orang yang di dalam kuburan akan mendengar suaraNya, dan mereka yang telah berbuat baik akan keluar dan bangkit untuk hidup yang kekal, tetapi mereka yang telah berbuat jahat akan bangkit untuk dihukum.”

      Dengan menolak transfusi darah yang diduga dapat memperpanjang kehidupannya sekarang, Adrian Yeatts membuktikan dirinya sebagai salah seorang dari banyak anak muda yang mendahulukan Allah.

  • Kaum Muda yang Memiliki ”Kekuatan yang Melampaui Apa yang Normal”
    Sedarlah!—1994 | 8 Mei
    • Kaum Muda yang Memiliki ”Kekuatan yang Melampaui Apa yang Normal”

      ANDA masih muda. Baru berusia 12 tahun. Anda memiliki keluarga yang Anda kasihi. Anda memiliki teman-teman sekolah yang Anda sukai. Anda suka pesiar ke pantai dan gunung. Anda merasa takjub sewaktu menatap langit pada malam hari bertaburan bintang. Hidup ini terbentang seutuhnya di hadapan Anda.

      Dan kini Anda mengidap kanker. Berita itu merupakan pukulan apabila Anda berusia 60 tahun. Namun benar-benar menghancurkan hati apabila Anda berusia 12 tahun.

      Lenae Martinez

      Demikianlah kelihatannya bagi Lenae Martinez yang berusia 12 tahun. Harapannya adalah untuk hidup kekal dalam firdaus di bumi. Harapan ini ditopang oleh pelatihan Alkitab yang diterimanya dari orang-tuanya, yang adalah Saksi-Saksi Yehuwa. Bukankah ia sendiri telah membaca dalam Alkitab bahwa bumi akan terus ada, bahwa bumi diciptakan untuk didiami selama-lamanya, dan bahwa orang-orang yang lembut akan mewarisinya untuk selama-lamanya?​—Pengkhotbah 1:4; Yesaya 45:18; Matius 5:5.

      Kini ia berada di Rumah Sakit Anak Valley di Fresno, Kalifornia, AS. Ia telah dirawat di sana karena apa yang tampaknya seperti infeksi ginjal. Akan tetapi, hasil tes menyingkapkan bahwa ia menderita leukemia. Para dokter yang merawat Lenae memutuskan bahwa sel-sel darah merah dan keping-keping darah yang dipadatkan harus ditransfusikan dan kemoterapi segera dimulai.

      Lenae mengatakan bahwa ia tidak menginginkan darah atau produk-produk darah digunakan, karena ia telah diajar bahwa Allah melarang hal itu, sebagaimana terlihat dalam buku Imamat dan Kisah. ”Sebab adalah keputusan Roh Kudus dan keputusan kami, supaya kepada kamu jangan ditanggungkan lebih banyak beban dari pada yang perlu ini: kamu harus menjauhkan diri dari makanan yang dipersembahkan kepada berhala, dari darah, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari percabulan.” (Kisah 15:28, 29) Orang-tuanya mendukung pendiriannya, namun Lenae menandaskan bahwa itu merupakan keputusannya sendiri dan itu sangat penting baginya.

      Para dokter berbicara berkali-kali kepada Lenae dan orang-tuanya. Meskipun demikian, mereka datang lagi pada suatu sore. Lenae mengatakan sehubungan kunjungan para dokter itu, ”Saya merasa sangat lemah karena rasa sakit ini dan telah memuntahkan darah dalam jumlah besar. Mereka mengajukan pertanyaan yang sama kepada saya, hanya kali ini dengan cara berbeda. Saya sekali lagi memberi tahu mereka, ’Saya tidak menginginkan darah atau produk-produk darah. Lebih baik saya mati, jika perlu, daripada melanggar janji saya kepada Allah Yehuwa untuk melakukan kehendak-Nya.’”

      Lenae melanjutkan, ”Mereka kembali keesokan paginya. Jumlah keping darah saya merosot dan demam saya masih tinggi. Saya merasakan bahwa kali ini para dokter lebih mendengarkan kata-kata saya. Meskipun mereka tidak menyukai pendirian saya, mereka mengatakan bahwa saya adalah anak berusia 12 tahun yang sangat dewasa. Kemudian, dokter anak yang merawat saya masuk dan dengan menyesal harus memberi tahu saya bahwa tidak ada jalan lain untuk membantu saya selain kemoterapi dan transfusi. Ia pergi dan mengatakan bahwa ia akan kembali lagi.

      ”Sewaktu dokter pergi, saya mulai menangis tersedu-sedu mengingat ia telah merawat saya sejak saya lahir, dan kini saya merasa ia mengkhianati saya. Ketika ia datang lagi, saya mengatakan bagaimana perasaan saya mendengar kata-katanya tadi​—bahwa ia tidak memedulikan saya lagi. Ini membuatnya terkejut, dan ia meminta maaf. Ia tidak bermaksud melukai perasaan saya. Ia menatap saya dan berkata, ’Nah, Lenae, jika memang harus demikian, maka kita akan berjumpa lagi di surga.’ Ia melepas kacamatanya dan, dengan berlinang air mata, mengatakan bahwa ia mengasihi saya dan mendekap saya erat-erat. Saya mengucapkan terima kasih kepadanya dan berkata, ’Terima kasih. Saya juga mengasihi Anda, Dr. Gillespie, tetapi saya berharap untuk hidup dalam firdaus di bumi pada saat kebangkitan.’”

      Kemudian dua orang dokter dan seorang pengacara datang, memberi tahu orang-tua Lenae bahwa mereka ingin berbicara secara pribadi dengan Lenae, dan meminta mereka meninggalkan ruangan, dan orang-tua Lenae pun melakukannya. Sepanjang pembahasan ini, para dokter telah bersikap sangat timbang rasa dan baik hati dan terkesan dengan cara berbicara Lenae yang jelas serta keyakinannya yang dalam.

      Sewaktu berbicara secara pribadi dengan Lenae, mereka memberi tahu Lenae bahwa ia akan segera meninggal karena leukemia dan berkata, ”Tetapi transfusi darah akan memperpanjang kehidupanmu. Jika kamu menolak, kamu akan meninggal dalam beberapa hari.”

      ”Jika saya menerima darah,” tanya Lenae, ”untuk berapa lama kehidupan saya akan diperpanjang?”

      ”Sekitar tiga hingga enam bulan,” jawab mereka.

      ”Apa yang dapat saya lakukan dalam enam bulan?” tanyanya.

      ”Kamu akan menjadi kuat. Kamu dapat melakukan banyak hal. Kamu bisa mengunjungi Disney World. Kamu bisa melihat-lihat banyak tempat lainnya.”

      Lenae berpikir sejenak, kemudian menjawab, ”Saya telah melayani Yehuwa seumur hidup saya, 12 tahun. Ia telah menjanjikan saya kehidupan kekal di Firdaus jika saya menaati-Nya. Saya tidak akan berpaling dari-Nya sekarang demi kehidupan selama enam bulan. Saya ingin setia sampai mati. Kemudian, saya tahu bahwa pada waktu yang ditentukan-Nya, Ia akan membangkitkan saya dari kematian dan memberi saya kehidupan kekal. Pada saat itulah saya akan memiliki banyak waktu untuk melakukan segala hal yang saya inginkan.”

      Para dokter dan pengacara tampak jelas terkesan. Mereka memujinya dan pergi serta memberi tahu orang-tuanya bahwa Lenae berpikir dan berbicara seperti seorang dewasa dan sanggup membuat keputusan sendiri. Mereka memberikan rekomendasi kepada komite etika dari Rumah Sakit Anak Valley bahwa Lenae dapat dianggap sebagai anak yang dinyatakan dewasa. Komite ini, yang terdiri dari para dokter dan para profesional bidang kesehatan lainnya, serta seorang profesor etika dari Universitas Negeri Fresno, mengeluarkan keputusan untuk mengizinkan Lenae membuat keputusannya sendiri sehubungan perawatan medisnya. Mereka menganggap Lenae sebagai anak yang dinyatakan dewasa. Maka, tidak diperlukan perintah pengadilan.

      Setelah melampaui malam yang panjang dan sulit, pada pukul 6.30 pagi, tanggal 22 September 1993, Lenae menghembuskan napasnya yang terakhir dalam dekapan ibunya. Keheningan dan kesunyian malam itu terpatri dalam pikiran orang-orang yang hadir. Ada 482 orang yang menghadiri khotbah peringatan, termasuk para dokter, juru rawat, dan guru, yang telah terkesan akan iman dan integritas Lenae.

      Orang-tua dan teman-teman Lenae sangat berterima kasih bahwa para dokter dan juru rawat Rumah Sakit Anak Valley begitu penuh pengertian dalam memahami kedewasaan Lenae dan bahwa tidak dibutuhkan kasus pengadilan untuk mengambil keputusan itu.

  • Kaum Muda yang Memiliki ”Kekuatan yang Melampaui Apa yang Normal”
    Sedarlah!—1994 | 8 Mei
    • Lisa Kosack

      Malam pertama yang dialami Lisa di Rumah Sakit Anak di Toronto lebih parah daripada mimpi buruk. Ia masuk pada pukul empat sore dan serangkaian tes langsung dilakukan. Ia tidak dikembalikan ke kamarnya hingga pukul sebelas lewat seperempat malam itu. Pada tengah malam​—nah, biarkan Lisa menceritakan apa yang terjadi, ”Pada tengah malam, seorang perawat masuk dan mengatakan, ’Saya harus memberi darah kepadamu.’ Saya berteriak, ’Saya tidak dapat menerima darah karena saya adalah seorang Saksi-Saksi Yehuwa! Harap Anda tahu! Harap Anda tahu!’ ’Ya, saya tahu,’ katanya, dan segera mencabut jarum infus dari pembuluh darah saya dan memasukkan jarum untuk transfusi darah. Saya menangis dan menjadi histeris.”

      Sungguh tak berperasaan dan kejam perlakuan yang diberikan kepada seorang gadis berusia 12 tahun yang sedang sakit dan ketakutan itu, di tengah malam di lingkungan yang asing! Orang-tua Lisa telah membawanya ke Rumah Sakit Anak Toronto dengan harapan menemukan dokter yang baik hati dan mau bekerja sama. Sebaliknya, putri mereka dipaksa menerima transfusi di tengah malam yang mengerikan itu tanpa memedulikan pendirian Lisa dan orang-tuanya bahwa darah dan produk-produk darah merupakan pelanggaran hukum Allah dan tidak boleh digunakan.​—Kisah 15:28, 29.

      Keesokan paginya, rumah sakit mengajukan gugatan ke pengadilan agar diperbolehkan memberikan transfusi. Persidangan berlangsung selama lima hari, diketuai oleh Hakim David R. Main. Persidangan diselenggarakan di sebuah ruangan di rumah sakit, dengan Lisa hadir selama seluruh lima hari tersebut. Lisa mengidap leukemia myeloid akut, keadaan yang biasanya fatal, meskipun para dokter menyatakan bahwa tingkat kesembuhannya adalah 30 persen. Mereka menyarankan transfusi darah multipel dan kemoterapi intensif​—perawatan yang mengakibatkan rasa sakit yang luar biasa dan efek sampingan yang melemahkan tubuh.

      Pada hari keempat pengadilan, Lisa memberikan kesaksian. Salah satu pertanyaan yang diajukan kepadanya adalah bagaimana perasaannya setelah transfusi yang dipaksakan kepadanya di tengah malam. Ia menjelaskan bahwa hal itu membuatnya merasa seperti seekor anjing percobaan bahwa ia merasa diperkosa, dan merasa bahwa keadaannya sebagai anak-anak membuat orang-orang mengira dapat berbuat seenaknya terhadapnya. Ia benci melihat darah orang lain dimasukkan ke dalam tubuhnya, sambil bertanya-tanya apakah ia akan ketularan AIDS atau hepatitis atau penyakit menular lainnya dari darah. Dan yang terutama, ia khawatir tentang bagaimana pandangan Yehuwa atas tindakan melanggar hukum-Nya yang melarang memasukkan darah seseorang ke dalam tubuhnya. Ia mengatakan bahwa jika hal itu terjadi lagi, ia ”akan berontak dan menendang tiang kantung darah dan mencabut jarum infus tidak soal betapa sakit hal itu, dan memecahkan kantung-kantung darah”.

      Pengacaranya bertanya, ”Bagaimana perasaanmu dalam hal Lembaga Bantuan Anak-anak meminta agar hak perwalian dialihkan dari orang-tuamu kepada mereka?”

      ”Wah, itu membuat saya sangat, sangat marah; itu membuat saya merasa bahwa mereka kejam karena orang-tua saya tidak pernah memukul saya, mereka mengasihi saya dan saya mengasihi mereka, dan setiap kali saya sakit tenggorokan, masuk angin atau sakit apa pun, mereka merawat saya. Seluruh kehidupan mereka berpusat pada saya, dan kini ada pihak lain datang, hanya karena orang-tua saya tidak setuju, dan akan merenggut saya begitu saja dari orang-tua saya, saya rasa itu sangat, sangat jahat, dan itu membuat saya sangat marah.”

      ”Apakah kamu ingin mati?”

      ”Tidak, menurut saya tidak ada orang yang ingin mati, namun seandainya saya mati juga, saya tidak takut, karena saya tahu bahwa saya memiliki harapan kehidupan kekal dalam firdaus di bumi.”

      Banyak yang mencucurkan air mata sewaktu Lisa dengan tabah membahas kematiannya yang mendekat, imannya kepada Yehuwa, dan tekadnya untuk tetap taat pada hukum-Nya sehubungan kesucian darah.

      ”Lisa,” kata pengacaranya melanjutkan, ”apakah akan ada bedanya bagimu jika kamu diberi tahu bahwa pengadilan memerintahkan kamu untuk menggunakan transfusi?”

      ”Tidak, karena saya tetap akan berlaku taat kepada Allah saya dan mendengarkan perintah-perintah-Nya, karena Allah jauh lebih unggul daripada pengadilan atau manusia mana pun.”

      ”Lisa, keputusan apa yang kamu harapkan dari hakim dalam kasus ini?”

      ”Nah, keputusan yang saya inginkan dari hakim dalam kasus ini adalah mengembalikan saya kepada orang-tua saya dan membiarkan mereka memiliki kembali hak perwalian atas saya agar saya dapat berbahagia, agar saya dapat pulang dan berada dalam lingkungan yang berbahagia.”

      Dan keputusan itulah yang diberikan Hakim Main. Berikut ini terdapat kutipan dari keputusannya.

      ”L. telah memberitahukan pengadilan ini secara jelas dan sungguh-sungguh bahwa, jika suatu upaya dibuat untuk memberikan transfusi darah kepadanya, ia akan melawan transfusi itu dengan sekuat tenaganya. Ia telah mengatakan, dan saya mempercayainya, bahwa ia akan menjerit dn melawan dan bahwa ia akan menarik alat infus dari lengannya dan akan berupaya merusak darah di dalam kantung di atas ranjangnya. Saya menolak memberikan perintah yang akan membuat anak ini ada di bawah ujian yang berat.”

      Tentang transfusi yang dipaksakan di tengah malam, ia berkata:

      ”Saya benar-benar mendapati bahwa ia telah didiskriminasi atas dasar agamanya dan usianya, menurut butir. 15(1). Dalam keadaan ini, karena diberi transfusi darah, hak asasinya sehubungan dengan keamanan pribadinya menurut butir. 7 telah dilanggar.”

      Kesannya terhadap kepribadian Lisa sendiri sangat menarik:

      ”L. adalah pribadi yang cantik, sangat cerdas, tegas dalam berbicara, sopan, tanggap dan, yang terpenting, tabah. Ia memiliki hikmat dan kedewasaan yang jauh melebihi usianya dan saya rasa pantas untuk mengatakan bahwa ia memiliki semua sifat positif yang diidamkan setiap orang-tua dalam diri seorang anak. Ia memiliki kepercayaan agama yang dipertimbangkan dengan saksama, teguh dan jelas. Menurut saya, tidak ada nasihat dari sumber mana pun atau tekanan dari orang-tuanya atau dari orang lain, termasuk perintah dari pengadilan ini, yang akan menggoyahkan atau mengubah kepercayaan agamanya. Saya percaya bahwa L.K. hendaknya diberi kesempatan untuk memerangi penyakit ini dengan penuh wibawa dan ketenangan pikiran.”

      ”Permohonan perwalian ditolak.”

      Lisa dan keluarganya meninggalkan rumah sakit pada hari itu. Sesungguhnya, Lisa memang memerangi penyakitnya dengan penuh wibawa dan ketenangan pikiran. Ia meninggal dengan tenang di rumah, dalam pelukan yang penuh kasih dari ibu dan ayahnya. Dengan demikian, ia berada dalam barisan dari banyak Saksi-Saksi muda lainnya dari Yehuwa yang mendahulukan Allah. Sebagai hasilnya, ia akan, bersama mereka, menikmati penggenapan janji Yesus, ”Barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.”​—Matius 10:39, catatan kaki NW.

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan