PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Orang Kristen​—Berbanggalah akan Siapa Diri Kalian!
    Menara Pengawal—2005 | 15 Februari
    • Orang Kristen​—Berbanggalah akan Siapa Diri Kalian!

      ”Ia yang bermegah, biarlah ia bermegah karena Yehuwa.”​—1 KORINTUS 1:31.

      1. Kecenderungan apa yang nyata dalam sikap orang-orang terhadap agama?

      ”APATEISME.” Seorang komentator urusan agama belum lama ini menggunakan kata ini untuk menggambarkan sikap yang dimiliki banyak orang sehubungan dengan iman mereka. Ia menjelaskan, ”Perkembangan terbesar dalam agama modern sama sekali bukanlah agama itu sendiri​—melainkan suatu sikap yang dengan tepat disebut ’apateisme’.” Ia memperjelasnya dengan mendefinisikan apateisme sebagai ”kecenderungan seseorang untuk tidak terlalu memedulikan agamanya”. Banyak orang, katanya, ”percaya kepada Allah . . . ; hanya saja mereka masa bodoh terhadap-Nya”.

      2. (a) Mengapa tidak mengherankan apabila orang-orang menjadi apatis secara rohani? (b) Sikap masa bodoh mendatangkan bahaya apa bagi orang Kristen sejati?

      2 Kecenderungan menjadi apatis ini tidak mengherankan bagi siswa-siswa Alkitab. (Lukas 18:8) Dan, apabila menyangkut agama secara umum, tidak adanya minat semacam itu bisa diduga. Agama palsu telah menyesatkan dan mengecewakan umat manusia sejak dahulu. (Penyingkapan 17:​15, 16) Akan tetapi, meluasnya sikap setengah hati dan tidak bersemangat dapat membahayakan orang Kristen sejati. Kita tidak boleh bersikap masa bodoh terhadap iman kita dan kehilangan semangat untuk melayani Allah dan untuk kebenaran Alkitab. Yesus memperingatkan sikap suam-suam kuku demikian ketika ia menasihati orang Kristen abad pertama yang tinggal di Laodikia, ”Engkau tidak dingin ataupun panas. Aku ingin engkau dingin atau panas. . . . Engkau suam-suam kuku.”​—Penyingkapan 3:​15-​18.

      Sadarilah Siapa Diri Kita

      3. Sehubungan dengan jati diri orang Kristen, dalam segi apa saja mereka dapat berbangga?

      3 Untuk melawan sikap apatis terhadap hal-hal rohani, orang Kristen perlu menyadari siapa diri mereka, dan mereka harus bangga akan jati diri mereka yang khas. Sebagai hamba Yehuwa dan murid Kristus, kita dapat menemukan uraian Alkitab tentang siapa kita. Kita adalah ’saksi-saksi’ dari Yehuwa, ”rekan sekerja Allah”, seraya kita dengan aktif membagikan ”kabar baik” kepada orang lain. (Yesaya 43:10; 1 Korintus 3:9; Matius 24:14) Kita adalah umat yang ”mengasihi satu sama lain”. (Yohanes 13:34) Orang Kristen sejati adalah individu-individu yang ”karena penerapan telah terlatih daya pemahamannya untuk membedakan apa yang benar maupun yang salah”. (Ibrani 5:14) Kita adalah ”penerang dalam dunia”. (Filipi 2:15) Kita berjuang untuk ’mempertahankan tingkah laku kita tetap baik di antara bangsa-bangsa’.​—1 Petrus 2:12; 2 Petrus 3:11, 14.

      4. Bagaimana seorang penyembah Yehuwa dapat menentukan apa yang bukan cirinya?

      4 Para penyembah Yehuwa yang sejati juga mengetahui apa yang bukan ciri mereka. ”Mereka bukan bagian dari dunia”, sama seperti Pemimpin mereka, Yesus Kristus, bukan bagian dari dunia. (Yohanes 17:16) Mereka tetap terpisah dari ”bangsa-bangsa”, yang ”berada dalam kegelapan secara mental, dan terasing dari kehidupan seperti yang Allah miliki”. (Efesus 4:17, 18) Alhasil, para pengikut Yesus ”membuang ketidaksalehan dan berbagai keinginan duniawi dan . . . hidup dengan pikiran yang sehat dan keadilbenaran dan pengabdian yang saleh di tengah-tengah sistem sekarang ini”.​—Titus 2:12.

      5. Apa yang tersirat dalam nasihat untuk ”bermegah karena Yehuwa”?

      5 Kesadaran akan jati diri kita dan hubungan baik kita dengan sang Penguasa yang Berdaulat atas alam semesta memotivasi kita untuk ”bermegah karena Yehuwa”. (1 Korintus 1:31) Kemegahan macam apakah itu? Sebagai orang Kristen sejati, kita bangga karena memiliki Yehuwa sebagai Allah kita. Kita mengikuti nasihat, ”Biarlah orang yang membual, membual karena hal ini, yaitu karena memiliki pemahaman dan pengetahuan tentang aku, bahwa akulah Yehuwa, Pribadi yang menunjukkan kebaikan hati yang penuh kasih, keadilan dan keadilbenaran di bumi.” (Yeremia 9:24) Kita ”bermegah” karena memiliki hak istimewa untuk mengenal Allah dan digunakan oleh-Nya untuk membantu orang-orang lain.

      Tantangannya

      6. Mengapa beberapa orang merasa tidak mudah untuk mempertahankan persepsi yang tajam tentang jati diri mereka sebagai orang Kristen?

      6 Memang, mempertahankan persepsi yang tajam tentang jati diri kita yang khas sebagai orang Kristen tidak selalu mudah. Seorang pemuda yang dibesarkan sebagai orang Kristen mengingat bahwa selama suatu waktu ia pernah lemah secara rohani, ”Kadang-kadang, saya tidak tahu mengapa saya menjadi seorang Saksi. Saya berada di lingkungan kebenaran sejak kecil. Kadang-kadang, saya merasa bahwa ini hanyalah salah satu agama utama yang diakui.” Yang lain mungkin telah membiarkan jati diri mereka dibentuk oleh hiburan dunia, media massa, dan pandangan hidup yang tidak saleh dewasa ini. (Efesus 2:2, 3) Beberapa orang Kristen mungkin sesekali merasa ragu akan dirinya dan perlu memeriksa kembali nilai-nilai serta tujuan mereka.

      7. (a) Pemeriksaan diri seperti apa yang cocok bagi hamba-hamba Allah? (b) Di mana bahaya mengintai?

      7 Apakah kurang patut jika kita dari waktu ke waktu memeriksa diri dengan teliti? Tidak demikian. Saudara mungkin ingat bahwa rasul Paulus menganjurkan orang Kristen untuk terus memeriksa diri mereka, ”Teruslah uji apakah kamu berada dalam iman, teruslah memeriksa diri bagaimana kamu sebenarnya.” (2 Korintus 13:5) Di ayat ini, sang rasul sedang menganjurkan upaya yang sehat untuk mendeteksi kelemahan rohani apa pun yang mungkin telah berkembang, dengan tujuan mengambil langkah-langkah yang perlu untuk mengoreksi kelemahan itu. Sewaktu menguji apakah dirinya masih dalam iman, seorang Kristen harus mengetahui apakah kata-kata dan tindakannya selaras dengan pengakuan imannya. Akan tetapi, jika salah arah, pemeriksaan diri yang mendorong kita untuk mencari ”jati diri” kita atau mencari jawaban di luar hubungan kita dengan Yehuwa atau sidang Kristen akan terbukti sia-sia dan dapat fatal secara rohani.a Kita tidak pernah menginginkan ”iman [kita] binasa bagaikan kapal yang karam”!—1 Timotius 1:19.

      Kita Tidak Kebal terhadap Tantangan

      8, 9. (a) Bagaimana Musa mengungkapkan keraguan dirinya? (b) Bagaimana Yehuwa menanggapi perasaan Musa? (c) Bagaimana kata-kata Yehuwa yang menenteramkan hati mempengaruhi Saudara?

      8 Apakah orang Kristen patut merasa gagal jika ia sesekali meragukan dirinya? Tentu saja tidak! Sesungguhnya, mereka dapat terhibur dengan mengetahui bahwa perasaan semacam itu bukanlah hal baru. Saksi-saksi Allah yang setia di masa lampau juga merasakannya. Contohnya adalah Musa yang memiliki iman, keloyalan, dan pengabdian yang luar biasa. Sewaktu diberi tugas yang kelihatannya terlalu berat, Musa dengan ragu bertanya, ”Siapakah aku?” (Keluaran 3:11) Tampaknya, yang ada dalam pikirannya ialah, ’Saya tidak ada artinya!’ atau ’Saya tidak sanggup!’ Beberapa segi dari latar belakang Musa mungkin membuat ia merasa tidak cakap: Ia berasal dari bangsa budak. Ia telah ditolak oleh orang Israel. Ia bukan pembicara yang fasih. (Keluaran 1:13, 14; 2:11-14; 4:10) Ia adalah seorang gembala, suatu pekerjaan yang menjijikkan bagi orang Mesir. (Kejadian 46:34) Tidak heran, ia merasa tidak layak menjadi pembebas umat Allah dari perbudakan!

      9 Yehuwa menenteramkan Musa dengan memberikan dua janji yang penuh kuasa kepadanya, ”Aku akan menyertai engkau, dan inilah tanda bagimu bahwa akulah yang telah mengutusmu: Setelah engkau membawa bangsa itu keluar dari Mesir, kamu akan melayani Allah yang benar di gunung ini.” (Keluaran 3:12) Allah memberi tahu hamba-Nya yang ragu-ragu ini bahwa Ia akan senantiasa menyertai dia. Selain itu, Yehuwa menunjukkan bahwa Ia tidak akan gagal dalam membebaskan umat-Nya. Selama berabad-abad, Allah telah memberikan janji serupa untuk mendukung umat-Nya. Misalnya, melalui Musa, Ia berkata kepada bangsa Israel ketika mereka hendak memasuki Tanah Perjanjian, ”Engkau harus berani dan kuat. . . . Yehuwa, Allahmu, dialah yang berjalan denganmu. Ia tidak akan membiarkan engkau ataupun meninggalkan engkau.” (Ulangan 31:6) Yehuwa juga meyakinkan Yosua, ”Tidak seorang pun yang akan bertahan menghadapi engkau sepanjang hari-hari kehidupanmu. . . . Aku akan menyertai engkau. Aku sama sekali tidak akan membiarkan engkau ataupun meninggalkan engkau.” (Yosua 1:5) Dan, Ia berjanji kepada orang Kristen, ”Aku tidak akan membiarkan engkau atau meninggalkan engkau.” (Ibrani 13:5) Dengan dukungan yang kuat seperti itu, kita hendaknya merasa bangga sebagai orang Kristen!

      10, 11. Bagaimana seorang Lewi bernama Asaf dibantu untuk mempertahankan sikap yang benar terhadap nilai dinasnya kepada Yehuwa?

      10 Kira-kira lima abad setelah Musa, seorang Lewi yang setia bernama Asaf dengan terus terang menulis mengenai keraguannya akan manfaat mengejar haluan yang benar. Seraya ia berjuang melayani Allah di tengah-tengah ujian dan godaan, Asaf melihat beberapa orang yang mencemooh Allah menjadi lebih berkuasa dan makmur. Bagaimana hal itu mempengaruhi Asaf? ”Mengenai aku, kakiku hampir-hampir menyimpang,” akunya. ”Langkahku nyaris tergelincir. Karena aku dengki terhadap orang yang suka bermegah, apabila aku melihat kedamaian orang-orang fasik.” Ia mulai meragukan manfaatnya menjadi seorang penyembah Yehuwa. ”Sesungguhnya sia-sialah aku membersihkan hatiku dan mencuci tanganku tanda tidak bersalah,” pikir Asaf. ”[Dan] aku kena tulah sepanjang hari.”—Mazmur 73:2, 3, 13, 14.

      11 Bagaimana Asaf mengatasi kegelisahan hatinya? Apakah ia menyangkalnya? Tidak. Ia menyatakannya dalam doa kepada Allah, seperti yang kita baca di Mazmur ke-73. Sikap Asaf sama sekali berubah sewaktu ia mengunjungi bait suci. Ketika berada di sana, ia menjadi sadar bahwa pembaktian kepada Allah tetap merupakan haluan yang terbaik. Setelah penghargaannya akan hal-hal rohani diperbaharui, ia mengerti bahwa Yehuwa membenci kejahatan dan bahwa pada waktunya orang fasik akan dihukum. (Mazmur 73:17-19) Sementara itu, Asaf memperkuat kesadaran akan jati dirinya sebagai hamba Yehuwa yang bermartabat. Ia berkata kepada Allah, ”Aku senantiasa bersamamu; engkau telah memegang tangan kananku. Dengan nasihatmu engkau akan menuntun aku, kemudian engkau akan membawa aku menuju kemuliaan.” (Mazmur 73:23, 24) Asaf kembali merasa bangga akan Allahnya.​—Mazmur 34:2.

      Mereka Memiliki Kesadaran Jati Diri yang Kuat

      12, 13. Berikan contoh tentang tokoh-tokoh Alkitab yang bangga akan hubungan baik mereka dengan Allah.

      12 Satu cara untuk memperkuat kesadaran akan jati diri Kristen kita ialah dengan mengulas dan meniru iman para penyembah yang loyal yang, sekalipun menderita, benar-benar bangga akan hubungan mereka dengan Allah. Perhatikanlah Yusuf, putra Yakub. Pada usia belia, ia secara licik dijual sebagai budak dan dibawa ke Mesir, ratusan kilometer jauhnya dari bapaknya yang takut akan Allah dan sangat jauh dari lingkungan rumahnya yang hangat dan mendukung. Sewaktu di Mesir, Yusuf tidak memiliki siapa-siapa untuk dimintai nasihat ilahi, dan ia harus menghadapi situasi sulit yang menguji moral dan kebergantungannya pada Allah. Akan tetapi, ia memang membuat upaya yang sungguh-sungguh untuk mempertahankan kesadaran yang kuat akan jati dirinya sebagai hamba Allah, dan ia tetap setia pada apa yang ia tahu benar. Ia bangga menjadi seorang penyembah Yehuwa bahkan dalam lingkungan yang tidak bersahabat, dan ia tidak ragu untuk menyatakan pendapatnya.—Kejadian 39:7-10.

      13 Delapan abad kemudian, seorang gadis Israel tawanan yang menjadi budak Jenderal Naaman dari Siria tidak melupakan jati dirinya sebagai penyembah Yehuwa. Sewaktu timbul kesempatan, ia dengan berani memberikan kesaksian yang baik tentang Yehuwa ketika ia memperkenalkan Elisa sebagai nabi dari Allah yang benar. (2 Raja 5:1-19) Bertahun-tahun setelah itu, Raja Yosia yang masih muda, meski berada dalam lingkungan yang bejat, mengadakan reformasi agama jangka panjang, memperbaiki bait Allah, dan memimpin bangsa itu kembali kepada Yehuwa. Ia bangga akan iman dan ibadatnya. (2 Tawarikh, pasal 34, 35) Daniel dan ketiga rekan Ibraninya di Babilon tidak pernah melupakan jati diri mereka sebagai hamba-hamba Yehuwa, dan bahkan di bawah tekanan dan godaan, mereka tetap berintegritas. Jelaslah, mereka bangga menjadi hamba-hamba Yehuwa.—Daniel 1:8-20.

      Berbanggalah akan Siapa Diri Saudara

      14, 15. Apa yang tercakup dalam bermegah akan jati diri Kristen kita?

      14 Hamba-hamba Allah ini berhasil karena mereka memupuk kebanggaan akan kedudukan mereka yang baik di hadapan Allah. Bagaimana dengan kita dewasa ini? Apa yang tercakup dalam bermegah akan jati diri Kristen kita?

      15 Hal ini terutama mencakup penghargaan kita yang dalam karena menjadi bagian dari umat yang menyandang nama Yehuwa, memperoleh berkat dan perkenan-Nya. Allah tidak memiliki keraguan mengenai siapa yang menjadi milik-Nya. Rasul Paulus, yang hidup pada era kekacauan agama, menulis, ”Yehuwa mengenal orang-orang yang menjadi miliknya.” (2 Timotius 2:19; Bilangan 16:5) Yehuwa bangga akan orang-orang ”yang menjadi miliknya”. Yehuwa menyatakan, ”Ia yang menjamah kamu berarti menjamah bola mataku.” (Zakharia 2:8) Jelaslah, Yehuwa mengasihi kita. Sebagai balasan, hubungan kita dengan-Nya hendaknya didasarkan pada kasih yang dalam kepada-Nya. Paulus mengatakan, ”Jika seseorang mengasihi Allah, orang ini dikenal olehnya.”—1 Korintus 8:3.

      16, 17. Mengapa orang Kristen, tua dan muda, bisa berbangga akan warisan rohani mereka?

      16 Kaum muda yang dibesarkan sebagai Saksi-Saksi Yehuwa hendaknya memeriksa diri apakah jati diri Kristen mereka menjadi lebih kuat berdasarkan hubungan pribadi mereka dengan Allah. Mereka tidak dapat sekadar bergantung pada iman orang tua mereka. Sehubungan dengan setiap hamba Allah, Paulus menulis, ”Di hadapan majikannya sendiri ia berdiri atau jatuh.” Oleh karena itu, Paulus melanjutkan, ”Kita masing-masing akan memberikan pertanggungjawaban kepada Allah.” (Roma 14:4, 12) Jelaslah, orang muda yang dengan setengah hati mengikuti ibadat orang tuanya tidak dapat memelihara hubungan jangka panjang yang akrab dengan Yehuwa.

      17 Sepanjang sejarah, ada barisan saksi Yehuwa, yang dimulai dengan Habel pria yang setia​—kira-kira 60 abad yang lalu—​sampai ”kumpulan besar” Saksi-Saksi modern dan selanjutnya, sejumlah besar penyembah Yehuwa yang akan menikmati masa depan yang tiada akhirnya. (Penyingkapan 7:9; Ibrani 11:4) Kita adalah kelompok yang terkini dari barisan panjang para penyembah yang setia ini. Kita benar-benar memiliki warisan rohani yang limpah!

      18. Bagaimana nilai dan standar kita berbeda dari dunia?

      18 Jati diri Kristen kita juga mencakup serangkaian nilai-nilai, sifat, standar, dan karakteristik yang mengidentifikasi kita sebagai orang Kristen. Ini disebut ”Jalan Itu”, satu-satunya jalan kehidupan yang sukses dan menyenangkan Allah. (Kisah 9:2; Efesus 4:22-24) Orang Kristen, ’pastikanlah segala sesuatu’ dan ”berpeganglah erat pada apa yang baik”! (1 Tesalonika 5:21) Kita mengerti dengan jelas perbedaan antara Kekristenan dan dunia yang terasing dari Allah. Yehuwa dengan tegas membedakan antara ibadat yang sejati dan yang palsu. Melalui nabi Maleakhi, Allah menyatakan, ”Kamu sekalian akan melihat lagi perbedaan antara orang yang adil-benar dan orang yang fasik, antara orang yang melayani Allah dan orang yang tidak melayani dia.”​—Maleakhi 3:18.

      19. Orang Kristen sejati tidak akan pernah menjadi korban apa?

      19 Mengingat bermegah karena Yehuwa sangat penting dalam dunia yang kacau ini, apa yang dapat membantu kita mempertahankan kebanggaan yang sehat akan Allah kita dan kesadaran yang kuat akan jati diri Kristen kita? Saran-saran yang berguna terdapat dalam artikel berikut. Seraya hal-hal ini dibahas, Saudara dapat yakin bahwa: Orang Kristen sejati tidak akan pernah menjadi korban ”apateisme”.

      [Catatan Kaki]

      a Pokok yang dibahas di sini hanya tentang jati diri rohani kita. Bagi beberapa orang, masalah kesehatan mental mungkin perlu mendapat perawatan profesional.

  • Menjaga Jati Diri Kristen Kita
    Menara Pengawal—2005 | 15 Februari
    • Menjaga Jati Diri Kristen Kita

      ”’Kamulah saksi-saksiku,’ demikian ucapan Yehuwa.”​—YESAYA 43:10.

      1. Orang seperti apa yang Yehuwa tarik kepada diri-Nya?

      SEWAKTU Saudara berada di Balai Kerajaan, tengoklah ke sekeliling Saudara. Siapa yang Saudara lihat di tempat ibadat ini? Saudara mungkin melihat kaum muda yang tulus dan dengan penuh perhatian menyelami hikmat Alkitab. (Mazmur 148:12, 13) Kemungkinan besar, Saudara juga akan memperhatikan para kepala keluarga yang berupaya menyenangkan Allah meskipun hidup dalam dunia yang meremehkan kehidupan keluarga. Mungkin Saudara juga akan mengamati orang-orang lanjut usia yang kita kasihi, yang dengan teguh hati menjalani pembaktian mereka kepada Yehuwa meskipun mengalami gangguan kesehatan karena usia tua. (Amsal 16:31) Mereka semua sangat mengasihi Yehuwa. Dan, Ia senang menarik mereka untuk memiliki hubungan baik dengan-Nya. ”Tidak seorang pun dapat datang kepadaku,” tegas Putra Allah, ”jika Bapak, yang mengutus aku, tidak menariknya.”​—Yohanes 6:​37, 44, 65.

      2, 3. Mengapa tidak mudah untuk mempertahankan kesadaran yang kuat akan jati diri Kristen?

      2 Bukankah kita senang menjadi bagian dari suatu umat yang memperoleh perkenan dan berkat Yehuwa? Namun, mempertahankan kesadaran yang kuat akan jati diri kita sebagai orang Kristen pada ”masa kritis yang sulit dihadapi” ini bukanlah soal yang mudah. (2 Timotius 3:1) Tantangan ini khususnya dialami oleh kaum muda yang dibesarkan dalam keluarga Kristen. Salah seorang dari mereka mengakui, ”Meskipun saya menghadiri perhimpunan, saya tidak memiliki tujuan rohani yang jelas dan, terus terang saja, saya sendiri belum punya hasrat untuk melayani Yehuwa.”

      3 Beberapa orang muda, meski dengan tulus berhasrat untuk melayani Yehuwa, mungkin disimpangkan oleh tekanan yang kuat dari teman sebaya, pengaruh duniawi, dan kecenderungan untuk berdosa. Sewaktu berada di bawah tekanan yang kuat, secara bertahap kita bisa kehilangan jati diri Kristen kita. Misalnya, banyak orang sekarang ini menganggap standar-standar dan moralitas Alkitab sudah kuno atau tidak realistis lagi dalam dunia modern ini. (1 Petrus 4:4) Ada yang merasa bahwa menyembah Allah sesuai petunjuk-Nya bukan hal yang sangat penting. (Yohanes 4:​24) Dalam suratnya kepada jemaat di Efesus, Paulus mengatakan bahwa dunia ini memiliki suatu ”roh”, atau sikap yang dominan. (Efesus 2:2) Roh itu terus-menerus menekan orang-orang untuk mengikuti cara berpikir masyarakat yang tidak mengenal Yehuwa.

      4. Bagaimana Yesus menandaskan perlunya melindungi tanda pengenal kita yang jelas sebagai orang Kristen?

      4 Akan tetapi, sebagai hamba-hamba Yehuwa yang berbakti, kita sadar betapa tragisnya keadaan kita​—tua atau muda​—jika kita kehilangan tanda pengenal Kristen kita. Kesadaran yang patut akan jati diri Kristen hanya dapat didasarkan pada standar-standar Yehuwa dan apa yang Ia harapkan dari kita. Ini hal yang wajar karena kita diciptakan menurut gambar-Nya. (Kejadian 1:26; Mikha 6:8) Alkitab menyamakan tanda pengenal kita yang jelas sebagai orang Kristen dengan pakaian luar, yang dikenakan agar semua orang dapat melihatnya. Mengenai zaman kita, Yesus memperingatkan, ”Lihat! Aku akan datang seperti pencuri. Berbahagialah orang yang tetap sadar dan mempertahankan pakaian luarnya, agar ia tidak berjalan dengan telanjang dan orang-orang melihat keadaannya yang memalukan.”a (Penyingkapan 16:15) Kita tidak mau menanggalkan sifat dan standar tingkah laku Kristen kita dan membiarkan dunia Setan membentuk kita. Jika itu sampai terjadi, kita akan kehilangan ’pakaian luar’ ini. Keadaan demikian sangat disesalkan dan memalukan.

      5, 6. Mengapa penting bagi kita untuk tidak bimbang secara rohani?

      5 Kesadaran yang kuat akan jati diri Kristen benar-benar mempengaruhi arah perjalanan hidup seseorang. Mengapa demikian? Jika seorang penyembah Yehuwa kehilangan kesadaran yang jelas akan jati dirinya, ia bisa menjadi tidak terfokus, tanpa arah atau tujuan yang jelas. Alkitab berulang kali memberikan peringatan tentang kebimbangan demikian. ”Orang yang ragu-ragu,” kata Yakobus sang murid memperingatkan, ”seperti gelombang laut yang didorong oleh angin dan ditiup ke sana kemari. Sebenarnya, janganlah orang itu menyangka bahwa ia akan menerima apa pun dari Yehuwa; ia adalah orang yang bimbang, tidak tetap dalam semua jalannya.”​—Yakobus 1:6-8; Efesus 4:14; Ibrani 13:9.

      6 Bagaimana kita dapat menjaga jati diri Kristen kita? Apa yang dapat membantu kita meningkatkan kesadaran kita akan hak istimewa kita yang besar sebagai penyembah Yang Mahatinggi? Perhatikan cara-cara berikut ini.

      Tetapkan dengan Teguh Jati Diri Kristen Saudara

      7. Mengapa bermanfaat untuk memohon kepada Yehuwa agar memeriksa kita?

      7 Teruslah teguhkan kembali hubungan baik Saudara dengan Yehuwa. Harta seorang Kristen yang paling berharga adalah hubungan pribadinya dengan Allah. (Mazmur 25:14; Amsal 3:32) Jika kita mulai memiliki keraguan yang menggelisahkan mengenai jati diri Kristen kita, kinilah waktunya untuk memeriksa dengan cermat seberapa baik dan dalam hubungan kita dengan Dia. Sang pemazmur dengan tepat memohon, ”Periksalah aku, oh, Yehuwa, dan ujilah aku; murnikanlah ginjalku dan hatiku.” (Mazmur 26:2) Mengapa pemeriksaan semacam itu sangat penting? Karena kita sendiri tidak mampu memeriksa dengan baik motif kita yang terdalam dan kecenderungan batin kita. Hanya Yehuwa yang dapat meneropong manusia batiniah kita—motif, pikiran, dan emosi kita.—Yeremia 17:9, 10.

      8. (a) Bagaimana ujian dari Yehuwa bermanfaat bagi kita? (b) Bagaimana Saudara telah dibantu untuk membuat kemajuan sebagai orang Kristen?

      8 Meminta Yehuwa memeriksa kita berarti mengundang-Nya untuk menguji kita. Ia mungkin membiarkan situasi-situasi berkembang yang menyingkapkan motif dan keadaan hati kita yang sebenarnya. (Ibrani 4:12, 13; Yakobus 1:22-25) Kita hendaknya menerima ujian semacam itu karena hal tersebut memberi kita kesempatan untuk mempertunjukkan dalamnya keloyalan kita kepada Yehuwa. Ujian demikian dapat memperlihatkan apakah kita ”lengkap dan sehat dalam segala segi, tidak kekurangan dalam hal apa pun”. (Yakobus 1:2-4) Dan, seraya kita diuji, kita dapat bertumbuh secara rohani.​—Efesus 4:22-24.

      9. Mengapa kita perlu membuktikan kebenaran Alkitab kepada diri sendiri? Jelaskan.

      9 Buktikan kebenaran Alkitab kepada diri sendiri. Kesadaran akan jati diri kita sebagai hamba Yehuwa akan melemah jika tidak dengan kukuh didasarkan pada pengetahuan Alkitab. (Filipi 1:9, 10) Setiap orang Kristen​—tua atau muda—​perlu membuktikan kepada dirinya sendiri bahwa apa yang ia percayai memang adalah kebenaran yang terdapat dalam Alkitab. Paulus mendesak rekan-rekan seimannya, ”Hendaklah kamu memastikan segala sesuatu; berpeganglah erat pada apa yang baik.” (1 Tesalonika 5:21) Kaum muda Kristen yang berasal dari keluarga yang takut akan Allah harus menyadari bahwa mereka tidak dapat membonceng iman orang tua mereka. Ayah Salomo sendiri, Daud, mendesaknya untuk ”mengenal Allah dari bapakmu dan layanilah dia dengan sepenuh hati”. (1 Tawarikh 28:9) Tidaklah cukup bagi Salomo muda jika ia hanya mengamati bagaimana ayahnya membangun iman kepada Yehuwa. Ia sendiri harus mengenal Yehuwa, dan itulah yang ia lakukan. Ia memohon kepada Allah, ”Sekarang, berikanlah kepadaku hikmat dan pengetahuan agar aku dapat memimpin bangsa ini.”—2 Tawarikh 1:10.

      10. Mengapa tidak ada salahnya mengajukan pertanyaan yang jujur bila disertai motif yang benar?

      10 Iman yang kuat dibangun di atas pengetahuan. ”Iman timbul karena hal-hal yang didengar,” kata Paulus. (Roma 10:17) Apa arti kata-katanya? Ia memaksudkan bahwa dengan menyantap Firman Allah, kita membangun iman dan keyakinan kita akan Yehuwa, janji-janji-Nya, dan organisasi-Nya. Dengan mengajukan pertanyaan yang jujur mengenai Alkitab, kita bisa memperoleh jawaban yang menenteramkan. Selain itu, di Roma 12:2, kita menemukan nasihat Paulus, ”Agar kamu dapat menyimpulkan kehendak Allah yang baik dan diperkenan dan sempurna.” Namun, bagaimana kita dapat mencapai hal itu? Dengan memperoleh ”pengetahuan yang saksama tentang kebenaran”. (Titus 1:1) Roh Yehuwa dapat membantu kita memahami bahkan pokok-pokok yang sulit. (1 Korintus 2:11, 12) Kita hendaknya berdoa memohon bantuan Allah sewaktu kita mendapat kesulitan untuk memahami sesuatu. (Mazmur 119:10, 11, 27) Yehuwa ingin agar kita memahami Firman-Nya, mempercayainya, dan menaatinya. Ia senang dengan pertanyaan-pertanyaan yang jujur dan diajukan dengan motif yang benar.

      Bertekadlah untuk Menyenangkan Allah

      11. (a) Hasrat wajar apa yang dapat menjerat kita? (b) Bagaimana kita dapat mengerahkan keberanian untuk bertahan melawan tekanan teman sebaya?

      11 Berupayalah untuk menyenangkan Allah, bukan manusia. Memang wajar kalau sebagian dari jati diri kita terbentuk karena kita tergabung dalam suatu kelompok. Setiap orang butuh teman, dan kita merasa senang dan aman kalau diterima mereka. Selama masa remaja​—dan juga pada waktu-waktu setelahnya—​tekanan dari teman sebaya bisa sangat hebat, yang menghasilkan hasrat yang kuat untuk meniru atau menyenangkan orang lain. Tetapi, teman dan rekan sebaya tidak selalu memedulikan kesejahteraan kita. Kadang-kadang, mereka hanya butuh teman untuk melakukan apa yang salah. (Amsal 1:11-19) Apabila seorang Kristen menyerah kepada tekanan negatif dari teman sebaya, ia biasanya berupaya menyembunyikan jati dirinya. (Mazmur 26:4) ”Janganlah membentuk dirimu menurut perilaku dunia di sekelilingmu,” demikian peringatan rasul Paulus. (Roma 12:2, The Jerusalem Bible) Yehuwa memberi kita kekuatan batin yang kita butuhkan guna melawan setiap tekanan dari luar untuk berkompromi.—Ibrani 13:6.

      12. Prinsip apa dan teladan siapa yang dapat menguatkan kita agar dapat berdiri teguh sewaktu kepercayaan kita kepada Allah diuji?

      12 Apabila tekanan dari luar mengancam untuk merusak kesadaran akan jati diri Kristen kita, sebaiknya kita ingat bahwa keloyalan kita kepada Allah jauh lebih penting daripada pendapat atau kecenderungan mayoritas. Kata-kata di Keluaran 23:2 memberikan suatu prinsip yang melindungi kita, ”Jangan mengikuti orang banyak untuk tujuan yang jahat.” Sewaktu kebanyakan rekan Israelnya meragukan kesanggupan Yehuwa untuk memenuhi janji-janji-Nya, Kaleb dengan kukuh menolak untuk mengikuti kecenderungan mayoritas. Ia yakin bahwa janji-janji Allah dapat dipercaya, dan ia sangat diberkati karena pendiriannya itu. (Bilangan 13:30; Yosua 14:6-11) Apakah Saudara juga bersedia melawan tekanan pendapat kebanyakan orang agar Saudara dapat menjaga hubungan baik Saudara dengan Allah?

      13. Mengapa bijaksana untuk memberitahukan jati diri Saudara sebagai orang Kristen?

      13 Beri tahukan jati diri Kristen Saudara. Peribahasa yang mengatakan bahwa menyerang adalah pertahanan yang terbaik berlaku sewaktu kita mempertahankan jati diri Kristen kita. Ketika menghadapi tentangan atas upaya mereka untuk melakukan kehendak Yehuwa pada zaman Ezra, orang-orang Israel yang setia menyatakan, ”Kami adalah hamba-hamba dari Allah yang berkuasa atas surga dan bumi.” (Ezra 5:11) Jika kita terpengaruh oleh reaksi dan kritikan para penentang, kita bisa tidak berdaya karena ketakutan. Kalau kita ingin menyenangkan semua orang, kita akan menjadi tidak efektif. Jadi, jangan sampai terintimidasi. Yang terbaik, biarkan semua orang tahu dengan jelas bahwa Saudara adalah salah seorang Saksi-Saksi Yehuwa. Dengan cara yang sopan namun tegas, Saudara dapat menjelaskan kepada orang lain tentang nilai-nilai Saudara, kepercayaan Saudara, dan kedudukan Saudara sebagai orang Kristen. Biarkan orang lain tahu bahwa Saudara bertekad untuk mempertahankan standar-standar Yehuwa yang luhur dalam masalah moral. Buatlah jelas bahwa integritas Kristen Saudara tidak dapat ditawar-tawar. Perlihatkan bahwa Saudara bangga akan standar moral Saudara. (Mazmur 64:10) Dengan menunjukkan diri sebagai orang Kristen yang teguh, Saudara dapat dibentengi dan dilindungi, dan beberapa orang bahkan tergerak untuk mencari tahu tentang Yehuwa dan umat-Nya.

      14. Haruskah cemoohan atau tentangan mengecilkan hati kita? Jelaskan.

      14 Ya, ada yang mungkin mencemooh atau menentang Saudara. (Yudas 18) Jika orang lain tidak menyambut dengan baik upaya Saudara untuk menjelaskan nilai-nilai Saudara kepada mereka, jangan kecil hati. (Yehezkiel 3:7, 8) Tidak soal seberapa kuat tekad Saudara, Saudara tidak akan bisa meyakinkan orang-orang yang tidak mau diyakinkan. Ingatlah Firaun. Tulah atau mukjizat apa pun—bahkan kematian anak sulungnya—tidak dapat meyakinkan Firaun bahwa Musa berbicara mewakili Yehuwa. Oleh karena itu, jangan biarkan takut akan manusia melumpuhkan Saudara. Kepercayaan dan iman kepada Allah dapat membantu kita mengatasi rasa takut.—Amsal 3:5, 6; 29:25.

      Belajarlah dari Masa Lalu, Bangunlah Masa Depan

      15, 16. (a) Apa warisan rohani kita? (b) Bagaimana kita dapat memperoleh manfaat dengan merenungkan warisan rohani kita dalam terang Firman Allah?

      15 Hargailah warisan rohani Saudara. Dalam terang Firman Allah, orang Kristen akan memperoleh manfaat dengan merenungkan warisan rohani mereka yang limpah. Warisan ini mencakup kebenaran Firman Yehuwa, harapan kehidupan abadi, dan kehormatan untuk mewakili Allah sebagai para pemberita kabar baik. Dapatkah Saudara melihat peranan Saudara di kalangan Saksi-Saksi-Nya, kelompok orang yang menerima hak istimewa berupa amanat untuk memberitakan Kerajaan demi menyelamatkan kehidupan? Ingatlah, tidak ada pribadi selain Yehuwa yang menegaskan, ”Kamulah saksi-saksiku.”—Yesaya 43:10.

      16 Saudara dapat menanyai diri sendiri, ’Seberapa berhargakah warisan rohani ini bagi saya? Apakah saya benar-benar menghargainya sehingga melakukan kehendak Allah berada di urutan teratas dalam kehidupan saya? Apakah penghargaan saya akan warisan ini cukup kuat untuk membentengi saya melawan godaan apa pun yang dapat membuat saya kehilangan warisan ini?’ Warisan rohani kita juga dapat menanamkan dalam diri kita rasa aman yang dalam secara rohani yang dapat dinikmati hanya dalam organisasi Yehuwa. (Mazmur 91:1, 2) Dengan meninjau kembali peristiwa-peristiwa luar biasa dalam sejarah organisasi Yehuwa zaman modern, kita diingatkan bahwa tidak ada manusia atau apa pun yang dapat melenyapkan umat Yehuwa dari atas muka bumi.—Yesaya 54:17; Yeremia 1:19.

      17. Apalagi yang dibutuhkan selain mengandalkan warisan rohani kita?

      17 Tentu saja, kita tidak dapat mengandalkan warisan rohani kita semata. Kita masing-masing harus mengembangkan hubungan yang akrab dengan Allah. Setelah Paulus bekerja keras membangun iman orang Kristen di Filipi, ia menulis kepada mereka, ”Oleh karena itu, saudara-saudara yang kukasihi, sebagaimana kamu selalu taat, tidak hanya selama kehadiranku, tetapi terlebih lagi sekarang selama aku tidak hadir, teruslah upayakan keselamatanmu dengan takut dan gemetar.” (Filipi 2:12) Kita tidak dapat mengandalkan orang lain untuk keselamatan kita.

      18. Bagaimana kegiatan Kristen dapat meningkatkan kesadaran akan jati diri Kristen kita?

      18 Terjunlah dalam kegiatan Kristen. Dikatakan bahwa ”pekerjaan membentuk jati diri seseorang”. Orang Kristen dewasa ini diamanatkan untuk melakukan pekerjaan yang sangat penting, yakni memberitakan kabar baik tentang Kerajaan Allah yang sudah berdiri. Paulus menyatakan, ”Mengingat bahwa aku, dalam kenyataannya, adalah rasul bagi bangsa-bangsa, aku memuliakan pelayananku.” (Roma 11:13) Pekerjaan pengabaran kita membedakan kita dari dunia ini, dan partisipasi kita di dalamnya meningkatkan jati diri Kristen kita. Dengan terjun langsung dalam kegiatan teokratis lainnya, seperti perhimpunan, program pembangunan tempat ibadat, upaya membantu orang yang kekurangan, dan lain-lain, dapat memperdalam kesadaran akan jati diri kita sebagai orang Kristen.—Galatia 6:9, 10; Ibrani 10:23, 24.

      Jati Diri yang Jelas Mendatangkan Berkat yang Nyata

      19, 20. (a) Apa saja manfaat yang secara pribadi Saudara nikmati dengan menjadi orang Kristen? (b) Apa yang menjadi dasar jati diri kita yang sebenarnya?

      19 Luangkanlah waktu untuk merenungkan banyak manfaat dan keuntungan yang kita nikmati sebagai orang Kristen sejati. Kita memiliki hak istimewa karena diakui secara pribadi oleh Yehuwa. Nabi Maleakhi mengatakan, ”Mereka yang takut akan Yehuwa berbicara seorang dengan yang lain, masing-masing dengan temannya, dan Yehuwa terus memperhatikan dan mendengarkan. Lalu sebuah buku peringatan ditulis di hadapannya untuk mereka yang takut akan Yehuwa dan mereka yang memikirkan namanya.” (Maleakhi 3:16) Kita dapat dipandang oleh Allah sebagai sahabat-sahabat-Nya. (Yakobus 2:23) Kehidupan kita dilengkapi dengan niat yang jelas, makna yang dalam, serta tujuan yang sehat dan produktif. Dan, kita diberi harapan berupa masa depan yang kekal.—Mazmur 37:9.

      20 Ingatlah bahwa jati diri Saudara yang sebenarnya dan harkat Saudara ditentukan oleh penilaian Allah, bukan orang lain. Orang lain bisa saja menilai kita menurut standar manusia yang tidak memadai. Tetapi, kasih Allah dan minat pribadi-Nya memberi kita dasar yang nyata untuk harkat kita—kita adalah milik-Nya. (Matius 10:29-31) Selanjutnya, kasih kita kepada Allah dapat memberi kita kesadaran yang paling kuat akan jati diri kita dan arah yang paling jelas dalam kehidupan kita. ”Jika seseorang mengasihi Allah, orang ini dikenal olehnya.”—1 Korintus 8:3.

      [Catatan Kaki]

      a Kata-kata ini secara tidak langsung dapat merujuk kepada tugas pengawas gunung bait di Yerusalem. Selama giliran jaga malam, ia mengelilingi bait untuk memastikan apakah para penjaga dari suku Lewi tetap terjaga atau tertidur di pos mereka. Setiap penjaga yang didapati tertidur dipukul dengan tongkat, dan pakaian luarnya bisa jadi dibakar sebagai hukuman yang memalukan.

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan