PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Saudara Dapat Menemukan Sukacita dalam Dunia yang Mematahkan Semangat!
    Menara Pengawal—1990 | 1 Maret
    • Saudara Dapat Menemukan Sukacita dalam Dunia yang Mematahkan Semangat!

      MARIE seorang yang gembira dan periang. Sukar untuk dipercaya bahwa beberapa tahun yang lalu, wanita berusia 32 tahun ini menggambarkan dirinya sudah mati di dalam. Marie pernah menjadi korban depresi yang serius. ”Halnya sama seperti awan tebal yang gelap yang perlahan-lahan berlalu,” ia menjelaskan. Ya, untunglah ia sembuh dan mendapatkan kembali sukacitanya.

      Tiap tahun seratus juta orang di seluruh dunia dibuat tak berdaya oleh depresi berat! Gangguan ini bukan sekedar perasaan gundah yang setelah suatu saat akan berlalu yang dialami kebanyakan di antara kita dari waktu ke waktu. Depresi berat adalah kemurungan yang tidak kunjung hilang. Orang yang dilanda depresi kehilangan minat dalam kehidupan, tidak mendapat kesenangan dari hal apapun, dan secara keseluruhan diliputi perasaan putus asa dan tidak berharga. Pada tahun 1983 Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) menyatakan, ”Pada saat ini tidak dapat diragukan bahwa gangguan depresi terdapat di semua bagian dunia.”

      Siswa-siswa Alkitab yang teliti tidak heran akan laporan ini. Alkitab menyebut zaman kita sebagai ”hari-hari terakhir”, yang ditandai dengan ”masa yang sukar”. (2 Timotius 3:1-5) Struktur sosial yang di masa lampau telah memberikan dukungan atas krisis emosional, kini telah merosot. Dalam artikel ”Zaman Kemurungan?” Dr. Gerald Klerman menghubungkan meningkatnya depresi dewasa ini dengan perubahan tersebut. Ia menjelaskan, ”Tiga sistem pendukung sosial yang paling menonjol adalah keluarga, gereja, dan lingkungan tetangga terdekat. . . . Jelas terlihat pada masa sekarang bahwa ketiga sistem pendukung sosial ini seluruhnya sedang berantakan dalam tingkat yang berbeda-beda.”

      Hancurnya keluarga Marie merupakan penyebab dari keputusasaannya. ”Ketika ibu tiri saya pergi tanpa berita, saya merasa dikhianati dan sendirian. Waktu itu saya berumur 12 tahun, dan tiba-tiba dunia saya serasa terbalik,” Marie mengingat kembali. Tak lama kemudian ia harus meninggalkan rumah karena ayahnya mencoba mendekati dia dengan tujuan amoral, dan ia mengakui, ”Saya merasa tidak normal dan kehilangan semua rasa percaya diri.” Maka mulailah ia tenggelam ke dalam depresi yang serius.

      Suatu hari ketika Marie merasa sangat tertekan, dua orang Saksi-Saksi Yehuwa mengunjungi dia di rumahnya. Ia langsung menunjukkan minat yang besar akan berita gembira dari Alkitab yang mereka bawa. ”Dahulu, saya hanya melihat betapa sangat sia-sia kehidupan ini dan begitu banyak hal yang buruk, namun sekarang saya menjadi yakin bahwa saya dapat hidup di suatu dunia baru tempat Allah akan memperbaiki semua ketidakadilan ini. Dengan bantuan Allah saya dapat memenuhi syarat untuk menikmati berkat semacam itu; maka, kehidupan saya menjadi benar-benar berarti.” Pada waktu ia menghadiri perhimpunan-perhimpunan Saksi-Saksi, ia menemukan kasih yang tulus dan dukungan secara emosi. (Yohanes 13:34, 35) Nasihat yang trampil dari para penatua juga membantu dia mulai mengubah cara berpikirnya yang negatif. (Yakobus 5:14) Depresinya mulai berkurang. Banyak sekali orang lain yang, seperti Marie, mengalami depresi akibat keadaan-keadaan dunia telah menemukan ”sukacita karena [Yehuwa]” dengan memiliki pengetahuan yang saksama dari kebenaran Alkitab.—Nehemia 8:11; 1 Timotius 2:4.

      Namun, apakah depresi Marie hilang dengan sekejap? Haruskah kita menganggap bahwa umat Kristiani kebal terhadap depresi? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, kita harus mengamati gangguan ini dengan lebih teliti beserta penyebab-penyebabnya yang kompleks. Dengan mengetahui akar yang sebenarnya dari depresi, saudara dapat lebih berhasil mengatasi hal tersebut bagi diri saudara sendiri atau dalam membantu seseorang yang menderita hal itu.

      Akar dari Depresi Berat

      Dalam beberapa hal depresi disebabkan oleh faktor-faktor fisiologis, seperti penyakit, kurang gizi, dan problem-problem hormonal. Itu juga dapat merupakan reaksi terhadap bahan-bahan beracun, bahan-bahan pencemar, obat, dan bahan-bahan yang menyebabkan alergi.a Namun, Alkitab menyingkapkan bahwa ”hati yang cemas dan gelisah” dari seseorang dapat juga menjadi penyebab.—Mazmur 94:19.

      Kebanyakan orang yang merasa tertekan, seperti Marie, pernah mengalami banyak kejadian yang pedih dan tidak menyenangkan atau keadaan-keadaan yang menekan. Banyak yang merasa seperti pemazmur, ”Jiwaku kenyang dengan malapetaka, . . . mengepung aku serentak. Telah Kau [Yehuwa] jauhkan dari padaku sahabat dan teman, kenalan-kenalanku adalah kegelapan.” (Mazmur 88:4, 18, 19) Maka seperti si pemazmur, mereka merasa tertindih oleh problem-problem atau perasaan kehilangan dan memandang hidup mereka secara umum seolah-olah tidak ada harapan. Mereka mungkin merasa seakan-akan berada sendirian di tempat yang gelap dan bahwa bahkan Allah telah menolak mereka.

      Mengapa mereka sampai kepada kesimpulan yang begitu mengecilkan hati, dengan demikian menjadi patah semangat? Ini bukan hanya disebabkan oleh problem-problem dari luar; hal itu juga disebabkan oleh perasaan getir atau perasaan khawatir mengenai diri sendiri. Mereka merasa tidak sanggup mengatasi problem atau perasaan kehilangan itu. ”Kepedihan hati mematahkan semangat,” demikian kata Amsal 15:13. Kepedihan hati seperti itu termasuk perasaan bahwa ia tidak berhasil atau bahwa orang lain berpendapat demikian mengenai dirinya. Bahkan Epafroditus orang Kristiani abad pertama, setelah sembuh dari penyakit yang serius selama suatu misi yang diatur oleh sidang setempat, menjadi ’susah hatinya, sebab sidang mendengar bahwa ia sakit’.—Filipi 2:25-30.

      Karena ”semangat yang patah mengeringkan tulang”, atau mengecilkan perasaan seseorang, perasaan rendah diri sering menjadi akar dari gangguan depresi yang berat. (Amsal 17:22) Kepedihan hati bisa juga disebabkan karena terlalu khawatir mengenai pandangan orang lain terhadap diri kita, keinginan untuk serba sempurna, kemarahan yang terpendam, perasaan kesal, perselisihan yang belum diselesaikan, atau perasaan bersalah (yang nyata atau dibesar-besarkan).

      Jadi ada banyak hal yang dapat menyebabkan depresi yang serius. Namun, Marie telah menemukan sukacita sejati setelah menjadi seorang Kristiani. ”Setelah itu saya mempunyai harapan,” katanya. Tetapi ia masih harus berjuang melawan depresi untuk suatu jangka waktu. Bagaimana orang-orang demikian akhirnya dapat mengatasinya?

      [Catatan Kaki]

      a Lihat ”Depresi: Semua dalam Kepala Seseorang?” dalam terbitan brosur Sedarlah! No. 24.

  • Memenangkan Perjuangan Melawan Depresi
    Menara Pengawal—1990 | 1 Maret
    • Memenangkan Perjuangan Melawan Depresi

      ”HAL yang paling berat yang harus saya atasi,” demikian Lola mengakui, ”adalah perasaan bersalah sebab merasa putus asa karena, sebagai seorang hamba Yehuwa, saya pikir saya seharusnya tidak mempunyai perasaan demikian.” Salah pengertian yang umum ini sering merupakan musuh pertama yang perlu dikalahkan oleh seorang Kristiani yang sedang tertekan. Lola menambahkan, ”Setelah saya tidak lagi menyiksa diri secara mental karena mempunyai perasaan demikian dan memusatkan perhatian untuk menjadi sembuh, saya dapat mengatasi depresi dengan lebih baik.” Ya, depresi itu sendiri bukan merupakan alasan bagi saudara untuk berpikir bahwa saudara telah mengecewakan Allah.

      Sebagaimana disebutkan dalam artikel sebelumnya, penyebab depresi mungkin hal-hal fisik. Pada tahun 1915, jauh sebelum riset terbaru yang mengaitkan banyak penyakit fisik dengan depresi, The Watch Tower menyatakan, ”Keadaan mental yang menekan ini, atau perasaan kesepian dan depresi, dialami manusia dari waktu ke waktu . . . Sampai pada tahap tertentu [hal itu] diperbesar oleh keadaan kesehatan fisik.” Maka, jika perasaan tertekan tak kunjung hilang, memeriksakan diri ke dokter mungkin dapat membantu. Andai kata situasinya ekstrim, sebaiknya orang tersebut meminta bantuan profesional dari seorang ahli dalam pengobatan depresi.a

      Tetapi, bahkan jika penyebabnya bukan hal fisik, tidak realistis untuk mengharapkan bahwa seorang hamba Allah tidak akan pernah merasa sedih atau kecil hati. Renungkan bagaimana Hana yang setia mengalami ’pedih hati dan menangis tersedu-sedu’. (1 Samuel 1:7, 10) Nehemia juga ”menangis dan berkabung selama beberapa hari” dan ”sedih hati”. (Nehemia 1:4; 2:2) Ayub membenci kehidupannya dan merasa bahwa Allah telah meninggalkan dia. (Ayub 10:1; 29:2, 4, 5) Raja Daud mengatakan bahwa semangatnya lemah lesu dalam dirinya, dan hatinya tak berdaya. (Mazmur 143:4) Dan rasul Paulus mengatakan ia mempunyai ”ketakutan” dan dalam keadaan ”putus asa” atau ”dihempaskan” secara emosi.—2 Korintus 4:9; 7:5, 6, BIS.

      Sekalipun mereka semua hamba Allah yang setia, berbagai kesedihan, kekhawatiran, atau kekecewaan pahit membuat mereka sedih selama beberapa waktu. Namun, Allah tidak meninggalkan mereka atau mengambil roh suci-Nya dari mereka. Keadaan tertekan mereka bukan disebabkan oleh kegagalan secara rohani. Pada suatu waktu ketika Daud dirundung kesedihan, ia memohon dengan sangat dalam doa, ”Buatlah jiwa hambaMu bersukacita.” Allah menghibur Daud ’pada hari kesesakan’ ini dan menolong dia, dan pada waktunya, untuk bersukacita lagi. (Mazmur 86:1, 4, 7) Demikian pula Yehuwa akan menolong hamba-hamba-Nya dewasa ini.

      Mengingat bahwa depresi itu sendiri bukan bukti kegagalan rohani ataupun kelemahan mental, seorang Kristiani yang mengalami hal ini hendaknya jangan tinggal diam karena merasa malu. Sebaliknya, ia hendaknya mengambil langkah yang paling penting dalam melawan gangguan ini. Hal apa gerangan?

      Curahkan Perasaan Saudara

      Ia hendaknya berbicara kepada seseorang mengenai hal itu. Amsal 12:25 mengatakan, ”Kekuatiran dalam hati membungkukkan orang, tetapi perkataan yang baik menggembirakan dia.” Tidak ada manusia lain yang bisa mengetahui besarnya kekhawatiran yang ada di dalam hati saudara jika saudara tidak membuka diri dan menceritakannya. Dengan mempercayakan hal itu kepada orang yang seperasaan yang dapat membantu, saudara mungkin akan mengetahui bahwa orang-orang lain juga pernah memiliki perasaan dan problem yang sama. Juga, mengungkapkan perasaan dengan kata-kata merupakan proses penyembuhan, karena hati menjadi lega dengan menceritakan pengalaman pahit daripada memendamnya. Karena itu, orang-orang yang tertekan harus membagi perasaan kepada pasangan hidup mereka, kepada orang-tua, atau sahabat yang mengasihi mereka dan memenuhi syarat secara rohani.—Galatia 6:1.

      Sebagian dari problem Marie (yang disebutkan dalam artikel terdahulu) adalah ia memendam perasaan-perasaan yang mengganggu yang membuatnya tertekan. ”Selama bertahun-tahun saya terus menutupinya,” katanya. ”Orang lain tidak akan pernah menyangka bahwa saya mempunyai problem besar untuk mengatasi perasaan rendah diri.” Namun Marie membuka diri kepada seorang penatua di sidang. Penatua tersebut, dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang penuh pengertian, ’menimba’ kegelisahan yang ada dalam hatinya dan membantu dia mengerti dirinya dengan lebih baik. (Amsal 20:5) Kata-katanya yang bagus dari Alkitab memberikan ketentraman kepadanya. ”Untuk pertama kali, saya mulai mendapat bantuan untuk mengatasi perasaan-perasaan tertentu yang menyebabkan gangguan depresi saya,” kata Marie.

      Jadi berbicara kepada seorang penatua yang penuh pengertian dapat menyediakan ”air” yang menyegarkan bagi ’jiwa yang haus seperti tanah yang tandus’. (Yesaya 32:1, 2; Mazmur 143:6) Seorang penasihat rohani yang mempunyai pengamatan tajam mungkin bahkan dapat membantu saudara melihat bagaimana saudara dapat mengambil langkah-langkah yang praktis untuk mengatasi situasi yang saudara mungkin anggap tidak ada harapan. (Amsal 24:6) Namun sekedar menceritakannya kepada orang lain tidak cukup.

      Kenali Nilai Saudara yang Sebenarnya

      Perasaan tak berharga adalah suatu faktor utama dalam depresi. Mungkin karena masa kanak-kanak yang tidak bahagia, ada orang Kristiani yang merasa rendah diri. Namun sekalipun perlakuan buruk secara fisik, emosi, atau seksual di waktu lampau telah meninggalkan luka emosi, hal ini tidak mengubah nilai diri seseorang. Maka, saudara harus berupaya keras untuk memiliki pandangan yang seimbang mengenai nilai diri saudara yang sebenarnya sebagai suatu pribadi. ”Aku berkata kepada setiap orang di antara kamu,” kata rasul Paulus, ”janganlah menilai diri lebih tinggi daripada yang sebenarnya, tetapi nilailah keadaan dirimu dengan kesadaran.” (Roma 12:3, Charles B. Williams) Seraya berhati-hati agar tidak menjadi sombong, saudara harus berupaya untuk tidak melangkah ke ekstrim lainnya. Mereka yang mempunyai hubungan baik dengan Allah, bagi Dia sangat bernilai, berharga, karena Ia memilih orang-orang untuk menjadi ’milik kesayangan-Nya’. Suatu hak istimewa yang besar!—Maleakhi 3:17; Hagai 2:8.

      Juga, suatu kehormatan besar untuk menjadi ”kawan sekerja Allah” dengan ikut serta dalam pekerjaan Kristen menjadikan murid. (1 Korintus 3:9; Matius 28:19, 20) Banyak orang Kristiani yang tertekan merasakan bahwa pekerjaan ini membangun harga diri. ”Bahkan setelah menjadi orang Kristiani, saya merasa rendah diri,” Marie mengakui. Tetapi, ia terus bertekun dalam pekerjaan pengabaran, dan pada suatu hari ia bertemu dengan seorang wanita muda yang menderita kerusakan otak dan ingin belajar Alkitab. ”Ia membutuhkan seseorang yang bisa bersabar dengan dia, karena ia lambat belajar,” kata Marie. ”Karena ia menyita begitu banyak perhatian saya, saya lupa akan keadaan diri saya sendiri dan kekurangan saya. Ia membutuhkan bantuan saya, dan saya menyadari bahwa dengan kekuatan Yehuwa saya dapat memberikannya. Menyaksikan ia dibaptis begitu membesarkan hati saya, kata-kata tidak dapat menjelaskannya. Harga diri saya bertambah, dan depresi yang berat tidak pernah muncul lagi.” Sungguh benar bahwa ”siapa memberi minum dengan limpah, ia sendiri akan diberi minum dengan limpah”!—Amsal 11:25, NW.

      Tetapi, masih banyak orang tertekan yang memberi tanggapan seperti seorang wanita Kristiani yang mengalami depresi berat, yang mengakui, ”Sekalipun saya telah bekerja keras membersihkan rumah dan memasak dan berupaya agar berlaku ramah, saya masih terus mengritik diri dengan keras untuk setiap kesalahan kecil.” Mencari-cari kesalahan secara tidak masuk akal seperti itu sangat menjatuhkan harga diri. Ingatlah bahwa Allah kita penuh pengertian dan ’tidak selalu menuntut [”mencari-cari kesalahan”, NW]’. (Mazmur 103:8-10, 14) Jika Yehuwa, yang memiliki pandangan yang lebih tinggi daripada kita mengenai apa yang benar, tidak mengungkit-ungkit setiap kesalahan kecil dan mau menunjukkan kesabaran demikian, tidakkah kita patut meniru Dia dalam berurusan dengan diri kita sendiri?

      Kita semua mempunyai kesalahan dan kelemahan. Namun, kita juga memiliki kelebihan. Rasul Paulus tidak mengharapkan kesempurnaan dari dirinya dalam segala upayanya. ”Jikalau aku kurang paham dalam hal berkata-kata, tidaklah demikian dalam hal pengetahuan,” ia menyatakan. Paulus tidak merasa rendah diri hanya karena ia tidak menonjol dalam berkhotbah di muka umum. (2 Korintus 11:6) Demikian pula, orang-orang yang tertekan harus memusatkan pikiran pada hal-hal yang mereka dapat lakukan dengan baik.

      ”Hikmat ada pada orang yang rendah hati”, atau pada mereka yang mengakui dan menerima kelemahan-kelemahan mereka. (Amsal 11:2) Setiap pribadi adalah suatu jiwa yang unik dengan keadaan, stamina fisik, dan kesanggupan yang berbeda-beda. Bila saudara melayani Yehuwa dengan segenap jiwa, melakukan apa yang saudara dapat lakukan, Ia akan senang. (Markus 12:30-33) Allah bukan Pribadi yang tidak pernah puas atas upaya para penyembah-Nya yang berbakti. Leora, seorang Kristiani yang telah berhasil mengalahkan depresi, berkata, ”Dalam beberapa hal saya tidak dapat berbuat sebaik apa yang dilakukan orang lain, seperti persembahan dalam pengabaran. Tetapi saya terus berupaya. Yang saya lakukan adalah yang paling baik yang dapat saya lakukan.”

      Mengatasi Kesalahan dan Kesalahpahaman

      Namun, bagaimana jika saudara melakukan kesalahan yang serius? Mungkin saudara merasa seperti Raja Daud, yang ’sepanjang hari berjalan dengan dukacita’ karena perbuatan-perbuatannya yang salah, atau dosanya. Namun perasaan ini bisa merupakan bukti bahwa saudara belum melangkah terlalu jauh dan melakukan dosa yang tidak dapat diampuni! (Mazmur 38:4-7, 9) Rasa bersalah bisa menunjukkan bahwa orang yang sudah berdosa itu mempunyai hati yang jujur dan hati nurani yang baik. Jadi, bagaimana rasa bersalah dapat diatasi? Sudahkah saudara berdoa memohonkan pengampunan Allah dan mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki yang salah? (2 Korintus 7:9-11) Jika sudah, seraya bertekad untuk tidak mengulangi dosa itu, hendaklah saudara memiliki iman dalam belas kasihan dari Pribadi yang mengampuni dengan murah hati. (Yesaya 55:7) Jika saudara telah didisiplin, jangan ”putus asa apabila engkau diperingatkanNya; karena Tuhan [”Yehuwa”, NW] menghajar [”mendisiplin”, NW] orang yang dikasihiNya”. (Ibrani 12:5, 6) Koreksi seperti itu dimaksudkan untuk membantu memulihkan domba yang tersesat. Hal itu tidak mengurangi nilai dia sebagai pribadi.

      Bahkan jika hati kita sendiri menghukum kita, kita tidak perlu mengambil kesimpulan bahwa Yehuwa telah mengutuk kita. ”Kita boleh menenangkan hati kita di hadapan Allah, sebab jika kita dituduh olehnya, Allah adalah lebih besar dari pada hati kita serta mengetahui segala sesuatu.” (1 Yohanes 3:19, 20) Yehuwa melihat lebih banyak daripada hanya dosa serta kesalahan kita. Ia tahu mengenai keadaan yang meringankan kita, seluruh haluan hidup kita, motif-motif serta maksud-maksud kita. Karena pengetahuan-Nya luas, Ia dapat dengan penuh pengasihan mendengarkan permohonan kita yang sungguh-sungguh untuk pengampunan, sebagaimana Ia mendengarkan doa Daud.

      Kesalahpahaman dengan orang lain dan terlalu khawatir untuk mendapat perkenan mereka, juga dapat menyebabkan kurangnya harga diri, bahkan mungkin perasaan seolah-olah ditolak. Karena ketidaksempurnaan, seorang rekan Kristiani mungkin berbicara kepada saudara dengan cara yang seolah-olah tidak sensitif atau tidak ramah. Meskipun demikian, banyak kesalahpahaman dapat dibereskan dengan memberi tahu orang itu mengenai pengaruh dari kata-katanya terhadap diri saudara. (Bandingkan Matius 5:23, 24.) Juga, Salomo menasihati, ”Janganlah memperhatikan segala perkataan yang diucapkan orang.” Mengapa? ”Karena hatimu tahu bahwa engkau juga telah kerap kali mengutuki orang-orang lain.” (Pengkhotbah 7:21, 22) Jangan secara tidak realistis mengharapkan kesempurnaan dari diri saudara sendiri ataupun dari hubungan saudara dengan manusia lain yang tidak sempurna. Cepatlah mengampuni dan bersabarlah terhadap orang lain.—Kolose 3:13.

      Lagi pula, nilai saudara yang sebenarnya tidak semata-mata ditentukan oleh apakah saudara dikasihi orang lain atau tidak. Kristus dianggap ”tidak masuk hitungan”, dan ’nilai yang ditaksir mereka baginya’ sangat kecil. (Yesaya 53:3; Zakharia 11:13) Apakah ini mengubah nilai diri Yesus yang sebenarnya atau cara Allah memandang dia? Tidak, karena bahkan jika kita sempurna seperti Yesus, kita tidak dapat menyenangkan semua orang.

      Kekuatan untuk Menanggungnya

      Kadang-kadang, depresi yang serius akan terus ada sekalipun kita telah berupaya mengatasinya. Penderitaan secara emosi bahkan mungkin menyebabkan beberapa orang Kristiani merasa seperti Yunus, ”Lebih baik aku mati dari pada hidup.” (Yunus 4:1-3) Namun, penderitaannya tidak permanen. Ia dapat mengatasinya. Maka jika depresi membuat kehidupan saudara tidak tertahankan lagi, ingatlah bahwa, itu merupakan kesusahan yang, seperti kata Paulus, bersifat ”sementara”. (2 Korintus 4:8, 9, 16-18) Hal itu akan ada akhirnya! Tidak ada situasi yang tanpa harapan. Yehuwa berjanji ”untuk menghidupkan semangat orang-orang yang menderita”.—Yesaya 57:15, Lamsa.

      Jangan berhenti berdoa, sekalipun doa-doa saudara kelihatannya sia-sia. Daud dengan sungguh-sungguh memohon, ”Dengarkanlah kiranya seruanku, ya Allah, . . . karena hatiku lemah lesu; tuntunlah aku ke gunung batu yang terlalu tinggi [”lebih tinggi”, NW] bagiku.” (Mazmur 61:2, 3) Bagaimana Allah membawa kita kepada kepercayaan diri yang seolah-olah tidak dapat diperoleh dengan kekuatan kita sendiri? Eileen, yang telah berjuang melawan depresi selama bertahun-tahun, menjawab, ”Yehuwa tidak membiarkan saya menyerah. Ini memberikan harapan bahwa jika saya terus berupaya, Ia akan terus mendukung. Mengetahui kebenaran dari Alkitab benar-benar menguatkan hidup saya. Melalui banyak cara—doa, pelayanan, perhimpunan, publikasi-publikasi, keluarga, dan teman-teman—Yehuwa memberikan kekuatan kepada saya untuk terus berjuang.”

      Anggaplah gangguan tersebut sebagai ujian terhadap iman saudara. ”Allah setia,” rasul Paulus meyakinkan kita. ”Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya.” (1 Korintus 10:13) Ya, Allah akan memberi saudara ”kekuatan yang melimpah-limpah [”melebihi yang biasa”, NW]” untuk menanggung beban emosi apapun.—2 Korintus 4:7.

      Dunia Baru Tanpa Depresi!

      Allah telah berjanji untuk dengan segera, melalui sarana Kerajaan surgawi-Nya, menyingkirkan semua keadaan yang menyedihkan di atas bumi kita. Firman-Nya menyatakan, ”Aku menciptakan langit yang baru dan bumi yang baru; hal-hal yang dahulu tidak akan diingat lagi, dan tidak akan timbul lagi dalam hati. Tetapi bergiranglah dan bersorak-sorak untuk selama-lamanya atas apa yang Kuciptakan.” (Yesaya 65:17, 18) Kata-kata ini mula-mula digenapi pada tahun 537 S.M., pada waktu bangsa Israel zaman dahulu dipulihkan ke tanah air mereka. Umat-Nya kemudian bernyanyi, ”Keadaan kita seperti orang-orang yang bermimpi. Pada waktu itu mulut kita penuh dengan tertawa, dan lidah kita dengan sorak-sorai.” (Mazmur 126:1, 2) Betapa jauh lebih menakjubkan penggenapan akhir dari nubuat yang menggembirakan ini yang akan segera diwujudkan dalam dunia baru Allah!—2 Petrus 3:13; Wahyu 21:1-4.

      Di bawah Kerajaan Allah (’langit baru’), masyarakat dari orang-orang yang benar di atas bumi (’bumi baru’) akan dipulihkan kepada kesehatan emosi, fisik, dan rohani yang sempurna. Mereka ini bukannya tidak mengingat lagi hal-hal di masa lalu, namun karena pada waktu itu mereka akan memikirkan dan bergembira atas semua perkara yang menyenangkan di sekitar mereka, tidak akan ada alasan bagi mereka untuk mengingat kembali atau memusatkan pikiran kepada pengalaman-pengalaman sedih di masa lalu. Bayangkan, setiap pagi bangun dengan pikiran yang jernih, dengan penuh gairah menyongsong kegiatan-kegiatan di hari itu—tidak lagi dihalangi oleh keadaan tertekan!

      Karena yakin sepenuhnya akan perwujudan dari pengharapan ini, Lola (yang disebutkan pada awal artikel ini), mengatakan, ”Bantuan terbesar bagi saya adalah dengan mengingat bahwa Kerajaan Yehuwa akan membereskan problem ini. Saya yakin bahwa depresi ini tidak akan ada untuk selamanya.” Ya, saudara dapat merasa yakin bahwa Allah akan segera mewujudkan kemenangan mutlak atas depresi!

      [Catatan Kaki]

      a Lihat ”Attacking Major Depression—Professional Treatments” dalam Awake! terbitan 22 Oktober 1981.

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan