PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • w90 1/7 hlm. 32
  • Tuduhan I

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Tuduhan I
  • Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1990
Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1990
w90 1/7 hlm. 32

Tuduhan I

[Inggris, Accusation]

TUDUHAN. Dakwaan melakukan perbuatan salah. Orang yang dituduh dimintai pertanggungjawaban.

Sebuah kata Ibrani yang diterjemahkan ”tuduhan” (sit-nah΄) berasal dari kata kerja dasar sa·tan΄, yang berarti ”menentang”. (Ezr 4:6; bandingkan Za 3:1, NW.) Kata Yunani yang paling umum untuk ”menuduh” adalah ka·te·go·re΄o, yang mengandung gagasan ’berbicara menentang’ seseorang, biasanya dalam pengertian hukum atau peradilan. (Mrk 3:2; Luk 6:7) Dalam Lukas 16:1 kata Yunani di·a·bal΄lo, yang diterjemahkan ’menuduh’, dapat juga diterjemahkan ’memfitnah’. (Int) Ini berkaitan dengan di·a΄bo·los (pemfitnah), akar dari kata ”Iblis”.

Istilah Yunani (sy·ko·phan·te΄o) yang diterjemahkan ’tuduhan palsu’ dalam Lukas 3:14 (BIS), diterjemahkan ’memeras dengan tuduhan palsu’ dalam Lukas 19:8 (NW). Secara aksara ini berarti ”mengambil dengan memperlihatkan buah ara”. Ada beragam penjelasan mengenai asal usul kata ini, salah satunya ialah, di Atena kuno orang dilarang mengekspor buah ara dari propinsi itu. Seseorang yang mendakwa orang lain, menuduh mereka mencoba mengekspor buah ara, disebut ”orang yang memperlihatkan buah ara”. Istilah ini akhirnya memaksudkan seorang informan yang sangat jahat, seseorang yang menuduh orang lain untuk mendapat keuntungan, penuduh palsu, pemeras.

Seseorang mungkin akan dimintai pertanggungjawaban dan dituduh bersalah, padahal ia sama sekali tidak bersalah, tidak bercela, menjadi korban dari seorang penuduh palsu. Jadi, hukum Ibrani, menuntut tanggung jawab setiap orang dari bangsa itu untuk melaporkan si pelaku kesalahan, dan pada saat yang sama hal ini memberikan perlindungan yang memadai terhadap si tertuduh. Beberapa contoh dari Hukum Musa akan memberikan gambaran tentang prinsip-prinsip ini. Jika seseorang mengetahui adanya suatu kejahatan, ia harus menyampaikan tuduhan kepada yang berwenang. (Im 5:1; 24:11-14) Seterusnya, orang-orang yang berwenang harus ”memeriksa, menyelidiki dan menanyakan baik-baik [”dengan saksama”, NW]” tuduhan tersebut untuk memastikan kebenarannya sebelum menjatuhkan hukuman. (Ul 13:12-14) Seorang saksi tidak boleh menyembunyikan perbuatan salah atau lalai untuk melaporkan orang yang bersalah, walaupun orang tersebut adalah keluarga dekat, misalnya saudara laki-laki, anak laki-laki, anak perempuan, atau teman hidup. (Ul 13:6-8; 21:18-20; Za 13:3) Dituntut kesaksian dari dua atau tiga orang saksi, dan bukan sekedar perkataan satu orang penuduh.—Bil 35:30; Ul 17:6; 19:15; Yoh 8:17; Ibr 10:28.

Hukum Musa juga memberi si tertuduh hak untuk berhadapan dengan penuduhnya di pengadilan agar kebenaran tuduhan itu benar-benar terbukti. (Ul 19:16-19; 25:1) Contoh klasik mengenai ini adalah kasus dua orang pelacur yang, dengan seorang bayi, menghadap Raja Salomo yang berhikmat untuk meminta agar dia menentukan siapa ibu yang sebenarnya dari bayi tersebut.—1 Raj 3:16-27.—Cuplikan dari Insight on the Scriptures.

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan