PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Mengapa Begitu Banyak Keputusasaan?
    Menara Pengawal—1992 | 1 Juli
    • Mengapa Begitu Banyak Keputusasaan?

      HARAPAN untuk kehidupan yang lebih baik—akhirnya terwujud! Banyak orang yang hidup di tempat yang dahulu disebut Jerman Timur mempercayai hal ini ketika Tembok Berlin runtuh pada bulan November 1989. Namun, tidak kurang dari satu tahun kemudian, mereka mengeluh karena ”mendapati bahwa dunia demokrasi kapitalisme yang keras lebih sulit diatasi daripada kehidupan yang dilindungi oleh Tembok Berlin”. Hasilnya? Bertambahnya kekecewaan serta keputusasaan.

      Tindakan kekerasan dalam rumah tangga maupun dalam masyarakat mungkin juga telah memaksa orang-orang meninggalkan tempat tinggal mereka demi mencari keamanan, tetapi hanya sedikit yang menemukannya. Beberapa bahkan akhirnya tinggal bersama para tuna wisma yang tinggal di jalan-jalan kota. Di beberapa negeri, banyak dari antara mereka terjerat dalam birokrasi yang rumit. Mereka tidak mampu memiliki tempat tinggal karena menganggur, dan tidak dapat memperoleh pekerjaan karena tidak memiliki alamat rumah. Badan-badan kesejahteraan sosial milik pemerintah berupaya membantu, namun dibutuhkan waktu untuk memecahkan masalah-masalah tersebut. Jadi frustrasi dan keputusasaan pun timbul.

      Banyak wanita yang didorong oleh rasa putus asa melakukan hal-hal yang mengejutkan. Di dalam laporan Women and Crime in the 1990s, seorang penceramah hukum, Dr. Susan Edwards menjelaskan, ”Keterlibatan wanita-wanita muda [dalam pelacuran] merupakan dampak langsung dari kebutuhan ekonomi, bukannya kurang disiplin diri ataupun latar belakang keluarga.” Demikian pula, pemuda-pemuda yang meninggalkan rumah untuk mencari kerja sering kali gagal. Beberapa pemuda, dalam keadaan putus asa, akhirnya menjadi ’lelaki sewaan’, menyediakan tubuh mereka bagi para homoseks dengan imbalan makanan serta pemondokan, berada dalam cengkeraman kelompok orang-orang yang bejat.

      Kenyataan politik yang kasar, kekerasan, kesulitan ekonomi, semua dapat menyulut berbagai tahap keputusasaan. Bahkan kaum profesional tidak kebal terhadapnya karena mereka berupaya mempertahankan gaya hidup mereka yang mewah pada waktu yang sama berupaya mengatasi problem-problem keuangan yang terus meningkat. Hasilnya? ”Penindasan yang hebat menyebabkan orang bijak bertindak bodoh,” demikian kata Raja Salomo!a (Pengkhotbah 7:7, NW) Benar, keputusasaan mendorong orang-orang yang jumlahnya terus bertambah mencari jalan keluar yang paling ekstrem—bunuh diri.

      Jalan Keluar yang Paling Ekstrem

      Banyaknya kasus bunuh diri di antara remaja memperlihatkan bahwa bahkan mereka pun terpengaruh oleh wabah keputusasaan. Seorang kolumnis berita Inggris bertanya, ”Ada apa dengan zaman kita yang menyebabkan begitu banyak keputusasaan di kalangan remaja?” Dalam penyelidikan terhadap anak-anak yang berusia antara 8 sampai 16 tahun, yang masuk rumah sakit setelah berupaya meracuni diri sendiri, Dr. Eric Taylor dari Institut Psikiatri London melaporkan, ”Suatu hal yang mencolok adalah begitu banyak anak-anak tersebut yang putus asa serta putus harapan akan segala sesuatu.” Inggris memperkirakan ada sebanyak 100.000 kasus keracunan yang tidak fatal tetapi disengaja setiap tahunnya, yang menandakan begitu banyak orang putus asa berseru memohon bantuan.

      Sebuah badan sosial Inggris memulai suatu kampanye untuk memberi perhatian tanda simpati kepada orang-orang yang putus asa. Dengan cara ini, para penasihatnya menyatakan ”berbagai alternatif dari kematian”. Namun, mereka mengakui bahwa mereka tidak sanggup memecahkan problem-problem yang menyebabkan orang-orang merasa putus asa.

      Angka bunuh diri mencerminkan ”tingkat keterasingan serta kurangnya ikatan sosial dalam masyarakat”, komentar surat kabar The Sunday Correspondent. Mengapa dewasa ini terdapat angka bunuh diri yang begitu tinggi? Surat kabar tersebut menyebutkan ”tuna wisma, pecandu alkohol yang terus meningkat, ancaman Aids serta penutupan banyak rumah sakit jiwa” merupakan faktor-faktor yang mendorong individu-individu ke dalam keputusasaan yang begitu dalam sehingga mereka menganggap mencabut nyawa mereka sendiri merupakan satu-satunya jalan keluar bagi problem-problem mereka.

      Apakah ada harapan untuk menghilangkan keputusasaan? Ya, ada! ”Bangkitlah dan angkatlah mukamu” adalah seruan Yesus! (Lukas 21:28) Apa yang ia maksudkan? Harapan apa yang tersedia?

      [Catatan Kaki]

      a Menurut the Theological Wordbook of the Old Testament, diedit oleh Harris, Archer, dan Waltke, kata dasar asli dari kata yang diterjemahkan ”penindasan” berhubungan dengan ”membebani, menginjak-injak, dan menghancurkan orang-orang yang berada dalam kedudukan yang lebih rendah”.

  • Harapan Mengalahkan Keputusasaan!
    Menara Pengawal—1992 | 1 Juli
    • Harapan Mengalahkan Keputusasaan!

      DALAM Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary, putus asa didefinisikan sebagai ”sama sekali hilang harapan”. Jadi jelaslah, untuk mengalahkan keputusasaan, kita memerlukan harapan!

      Seseorang yang malang yang terpaksa tinggal di pinggir jalan, tidak akan putus asa sama sekali jika ia memiliki harapan. Harapan bahkan dapat memberikan keberanian serta kekuatan untuk bertahan kepada orang-orang yang menderita depresi. Tetapi harapan tersebut harus dapat diandalkan! Apa artinya ini?

      Dasar bagi Pengharapan

      Pertimbangkan apa yang terjadi pada Sara, istri sang patriarkhat Abraham. Menjelang usia 90 tahun, Sara masih mandul dan telah lama putus asa, merasa tidak akan pernah memperoleh anak. Namun, ketika suaminya berusia 99 tahun, Yehuwa mengulangi janji yang telah Ia berikan bertahun-tahun sebelumnya—Abraham pasti akan memperoleh ”benih”, atau keturunan. Abraham tahu bahwa ini merupakan janji yang dapat diandalkan. Bayangkan betapa bahagianya Sara ketika, secara mukjizat, peristiwa yang membahagiakan itu terjadi, dan ia melahirkan Ishak! (Kejadian 12:2, 3; 17:1-4, 19; 21:2) Kepercayaan Abraham kepada Allah tidak salah tempat, sebagaimana rasul Paulus jelaskan, ”Tetapi terhadap janji Allah [Abraham] tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah.”—Roma 4:20.

      Ketika menulis kepada orang-orang Yahudi yang telah menjadi kristiani pada zamannya, Paulus menjelaskan bahwa mereka dapat mengandalkan janji Allah tentang keselamatan melalui Yesus karena dua alasan yang kuat. Menyebutkan janji Allah kepada Abraham serta sumpah ilahi yang Allah sertakan, sang rasul mengatakan, ”Sebab manusia bersumpah demi orang yang lebih tinggi, dan sumpah itu menjadi suatu pengokohan baginya, yang mengakhiri segala bantahan. Karena itu, untuk lebih meyakinkan mereka yang berhak menerima janji itu akan kepastian putusanNya, Allah telah mengikat diriNya dengan sumpah, supaya oleh dua kenyataan yang tidak berubah-ubah, tentang mana Allah tidak mungkin berdusta, kita yang mencari perlindungan, beroleh dorongan yang kuat untuk menjangkau pengharapan yang terletak di depan kita.” (Ibrani 6:16-18) Ya, janji-janji Allah adalah benar dan dapat diandalkan. Yehuwa mahakuasa dan secara unik dapat menjamin tergenapnya kata-kata-Nya sendiri.

      Harapan—”Kuat dan Aman”

      Jadi, Paulus menulis bahwa harapan umat kristiani ”kuat dan aman”. (Ibrani 6:19) Paulus mengetahui tumpuan harapannya. Ia menjelaskan, ”[Harapan] dilabuhkan sampai ke belakang tabir.” Apa maksudnya? Paulus dengan jelas menunjuk kepada bait purba di Yerusalem. Di dalamnya terletak ruang Maha Kudus, dipisahkan dari bagian-bagian lainnya dengan sebuah tabir. (Keluaran 26:31, 33; Matius 27:51) Tentu, bait harfiah di Yerusalem telah lama dihancurkan. Jadi, dewasa ini, dengan apa ruang Maha Kudus ini disamakan?

      Dengan surga, tempat Allah sendiri bertakhta! Paulus menjelaskan hal ini ketika ia berkata bahwa Yesus setelah naik ke surga ”bukan masuk ke dalam tempat kudus buatan tangan manusia [dalam bait di Yerusalem] yang hanya merupakan gambaran saja dari yang sebenarnya, tetapi ke dalam sorga sendiri untuk menghadap hadirat Allah guna kepentingan kita”. (Ibrani 9:24) Jadi, harapan Kristen, yang membantu kita memerangi keputusasaan, tidak bergantung kepada para politisi manusia melainkan kepada pengaturan surgawi. Itu bergantung kepada Pribadi yang Allah tunjuk, Kristus Yesus, yang telah memberikan kehidupannya sebagai tebusan bagi dosa-dosa kita dan yang sekarang tampil di hadapan Allah demi kepentingan kita. (1 Yohanes 2:1, 2) Lagipula, sebagaimana sering kali diperlihatkan dalam halaman-halaman majalah ini, Yesus yang sama ini adalah pribadi yang ditunjuk untuk memerintah sebagai Raja dari Kerajaan surgawi Allah dan telah melakukannya sejak 1914. Kerajaan surgawi ini segera akan menyingkirkan segala perkara yang menyebabkan begitu banyak orang putus asa.

      Harapan—”Sauh bagi Jiwa”

      Untuk meyakinkan para pembacanya bahwa harapan mereka akan keselamatan melalui Yesus memiliki dasar kuat, Paulus menggunakan sebuah analogi. ”Pengharapan itu,” katanya menjelaskan, ”adalah sauh . . . bagi jiwa.”—Ibrani 6:19.

      Sauh bukan sesuatu yang asing bagi para pengembara seperti Paulus. Sauh purba serupa dengan sauh modern, sering terbuat dari besi dengan dua ujung seperti gigi agar dapat mencengkeram dasar laut. Dalam perjalanan ke Roma kira-kira pada tahun 58 M., kapal Paulus terancam bahaya kandas. Tetapi sewaktu kapal bergerak memasuki perairan yang semakin dangkal, para pelaut ”membuang empat sauh di buritan”. Berkat sauh-sauh tersebut, kapal dapat selamat melewati badai.—Kisah 27:29, 39, 40, 44.

      Jika demikian, apa yang harus saudara lakukan agar harapan saudara sekokoh sauh sehingga dapat mengatasi kesulitan ekonomi, penyakit fisik atau emosi, maupun ”badai” lainnya yang bisa jadi menerpa saudara? Pertama-tama, pastikan diri saudara bahwa janji-janji Alkitab dapat dipercaya. ”Ujilah segala sesuatu.” (1 Tesalonika 5:21) Misalnya, sewaktu Saksi-Saksi Yehuwa berbicara kepada saudara pada kunjungan berikut, dengarkan apa yang mereka katakan. Jika mereka jarang berkunjung ke tempat saudara tinggal, carilah mereka di Balai Kerajaan terdekat. Saudara tidak akan dipaksa bergabung dengan mereka, tetapi saudara akan diundang untuk menerima pengajaran Alkitab cuma-cuma. Waktu dan tempat pengajaran Alkitab tersebut akan diatur agar cocok bagi saudara.

      Pengajaran demikian akan meyakinkan saudara bahwa Allah ”memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia”. (Ibrani 11:6) Saudara akan belajar bahwa sebentar lagi Kerajaan Allah di bawah sang Raja, Kristus Yesus, akan menghapuskan kebobrokan serta ketimpangan yang menyebabkan begitu banyak orang putus asa dewasa ini. Di bawah Kerajaan itu, bumi ini akan dipulihkan menjadi suatu firdaus, dan Allah akan memberikan kehidupan kekal kepada orang-orang yang mengasihi Dia. (Mazmur 37:29; Wahyu 21:4) Betapa menakjubkan harapan itu!

      Bacalah Alkitab dengan saksama untuk melihat apakah harapan ini benar. Kemudian upayakan untuk mengembangkan hubungan pribadi dengan Allah, menjadi sahabat-Nya sebagaimana halnya Abraham. (Yakobus 2:23) Karena Yehuwa adalah ”Pendengar doa” (NW), nyatakan kepada-Nya isi hati saudara. Jika pendekatan saudara tulus, doa saudara akan membantu melepaskan beban saudara serta mengalahkan keputusasaan. Roh Allah mungkin bahkan membuka jalan untuk mengubah keadaan yang menyusahkan saudara.—Mazmur 55:23; 65:3; 1 Yohanes 5:14, 15.

      ”Peganglah”!

      Setelah menganjurkan sesama murid-muridnya untuk ’menguji segala sesuatu’, Paulus menambahkan, ”peganglah yang baik”. (1 Tesalonika 5:21) Satu cara untuk melakukan hal ini adalah dengan bergaul bersama orang-orang yang juga berpegang kepada pengharapan Kristen. Raja Salomo yang bijaksana memperingatkan, ”Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang.” (Amsal 13:20) Jangan biarkan prasangka atau perasaan canggung menghalangi saudara dalam mencari pergaulan yang baik. Misalnya, di antara Saksi-Saksi Yehuwa ada orang-orang yang dahulunya tidak memiliki harapan. Namun pengajaran Alkitab mereka, disertai dengan pergaulan yang penuh sukacita bersama rekan-rekan seiman, membentengi hubungan mereka dengan Yehuwa dan menyediakan bagi mereka harapan serupa sauh yang dapat diandalkan. Apakah ini benar-benar mengalahkan rasa putus asa? Ya, memang.

      Perhatikan kasus Annmarie, yang menjadi putus asa karena mengalami perlakuan kejam dari suaminya. ”Saya memutuskan untuk bunuh diri,” katanya menjelaskan, ”tetapi karena alasan-alasan tertentu saya memutuskan untuk berdoa terlebih dahulu kepada Allah. Saya ingat sewaktu mengatakan, ’Mengapa Engkau tidak dapat menolong saya? Begitu lama saya telah berharap kepada-Mu, tetapi tanpa hasil apa-apa.’ Saya mengakhiri doa saya dengan pikiran bahwa tidak ada tujuan hidup, maka lebih baik saya mati saja. Pada saat itu pintu diketuk. Saya memutuskan untuk tidak menggubrisnya, dengan harapan siapa pun yang ada di sana pada akhirnya akan pergi.

      ”Pintu tersebut terus diketuk, dan saya menjadi gelisah. Saya menghapus air mata saya dan pergi melihat siapa yang ada di pintu, sambil berharap agar saya bisa bebas secepat mungkin sehingga dapat melakukan niat saya tersebut. Tetapi,” kata Annmarie, ”syukur kepada Yehuwa, niat tersebut tidak jadi saya lakukan, karena ketika saya membuka pintu, saya mendapati dua wanita berdiri di sana. Benar, ketika itu saya sangat bingung, dan saya tidak begitu mengerti apa yang mereka katakan. Tetapi mereka menawarkan kepada saya buku yang akan menjelaskan bahwa hidup ini ada tujuannya. Itu persis seperti apa yang saya butuhkan untuk membangkitkan kembali semangat hidup saya.” Tamu-tamunya mengatur pengajaran Alkitab secara tetap tentu dengannya. Annmarie belajar menjadi sahabat Allah. Ini, sebagai hasilnya, memberi dia tujuan hidup. Sekarang ia membantu orang-orang lain mengembangkan kepercayaan kepada Allah.

      Mungkin saudara telah berharap keputusasaan akan berakhir, tanpa mengetahui segala sesuatu yang tersangkut. Tetapi jika saudara pernah berdoa, ”Datanglah kerajaanMu, jadilah kehendakMu di bumi seperti di sorga,” maka saudara telah mendoakan kedatangan Kerajaan Allah di bawah Kristus Yesus, yang akan melenyapkan segala sesuatu yang menyebabkan orang-orang yang berhati jujur putus asa. (Matius 6:10) Pengajaran Alkitab saudara secara pribadi serta pergaulan yang tetap tentu dengan orang-orang lain yang memiliki keyakinan yang sama akan menguatkan cengkeraman saudara pada harapan akan datangnya Kerajaan Yehuwa dan mewujudkan Firdaus di bumi. (1 Timotius 6:12, 19) Ini adalah harapan gemilang yang majalah ini umumkan dalam setiap terbitan. Sambutlah harapan ini sepenuh hati untuk melawan keputusasaan. Sungguh, harapan itu ”tidak mengecewakan”.—Roma 5:5.

      [Gambar di hlm. 7]

      Mempelajari Alkitab memberi kita harapan yang berfungsi sebagai ”sauh bagi jiwa”

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan