PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Apa Makna Kebebasan Beragama bagi Saudara?
    Menara Pengawal—1997 | 1 Februari
    • Apa Makna Kebebasan Beragama bagi Saudara?

      Meskipun kebebasan beragama dianggap sebagai hak asasi di Amerika Serikat, gelombang kekerasan menentang Saksi-Saksi Yehuwa yang dilancarkan oleh gerombolan massa melanda seluruh negeri itu pada tahun 1940-an

      JUTAAN orang telah memperjuangkannya. Ada yang sampai berkorban nyawa untuknya. Sesungguhnya, itu benar-benar salah satu harta umat manusia yang paling berharga. Apakah itu? Kebebasan! The World Book Encyclopedia mendefinisikan kebebasan sebagai ”kesanggupan untuk menentukan pilihan dan melaksanakannya”. Ensiklopedi tersebut melanjutkan, ”Dari sudut pandangan hukum, rakyat dapat mempunyai kebebasan jika lembaga pemerintah tidak memberlakukan pembatasan yang tidak adil, yang tidak perlu, atau yang tidak masuk akal atas mereka. Lembaga pemerintah juga harus melindungi hak-hak asasi mereka​—yaitu, kebebasan, kekuasaan, dan hak-hak istimewa mereka.”

      Gagasan ini kelihatannya sederhana. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya, tampaknya hampir tidak mungkin bagi manusia untuk mencapai kata sepakat berkenaan sejauh mana batas-batas kebebasan seharusnya ditetapkan. Sebagai contoh, beberapa orang percaya bahwa pemerintah sebaiknya memberlakukan hukum-hukum untuk melindungi kebebasan rakyatnya. Tetapi yang lain-lain mengajukan bantahan bahwa justru dari hukum-hukum yang membelenggu rakyat inilah mereka perlu dibebaskan! Jelaslah, setiap orang memiliki pengertian yang berbeda sehubungan dengan kebebasan.

      Bagaimana dengan Kebebasan Beragama?

      Kemungkinan, kebebasan yang paling sengit diperdebatkan adalah kebebasan beragama, yang didefinisikan sebagai ”hak untuk mempercayai dan mempraktekkan agama pilihannya”. Menurut Deklarasi Universal Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hak Asasi Manusia, ”setiap orang mempunyai hak untuk kebebasan berpikir, untuk berhati nurani dan beragama”. Ini termasuk hak seseorang untuk ”berganti agama atau kepercayaannya”, juga kebebasan ”untuk menyatakan agama atau kepercayaannya dalam bentuk pengajaran, praktek, ibadat dan perayaan”.​—Butir 18.

      Pastilah, kita yakin bahwa negara mana pun yang dengan tulus peduli terhadap rakyatnya akan menganugerahkan kebebasan semacam itu. Sayang sekali, kenyataannya tidak selalu demikian. ”Agama menggugah perasaan terdalam dari banyak orang,” demikian The World Book Encyclopedia menyatakan. ”Beberapa pemerintah memiliki hubungan erat dengan suatu agama dan menganggap para penganut kepercayaan lain sebagai ancaman bagi wewenang politik. Pemerintah juga bisa menganggap agama sebagai bahaya politik karena agama dapat menempatkan kesetiaan kepada Allah di atas kepatuhan kepada negara.”

      Karena alasan-alasan inilah beberapa pemerintah menetapkan pembatasan sehubungan dengan menjalankan agama. Ada pula pemerintah yang sama sekali melarang praktek agama. Yang lain-lain, meskipun mengaku mendukung kebebasan beribadat, mengendalikan dengan ketat semua kegiatan agama.

      Sebagai contoh, perhatikanlah situasi yang berlangsung selama bertahun-tahun di Meksiko. Meskipun Konstitusi menjamin kebebasan beragama, terdapat syarat berikut ini, ”Gereja-gereja yang digunakan untuk ibadat umum adalah milik Negara, diwakili oleh Pemerintah Federal, yang akan menentukan gereja mana saja yang dapat terus digunakan untuk tujuan itu.” Pada tahun 1991, Konstitusi itu diubah untuk mengakhiri pembatasan ini. Meskipun demikian, contoh ini memberikan gambaran bahwa kebebasan beragama dapat ditafsirkan secara berbeda di berbagai negeri.

      Jenis Lain dari Kebebasan Beragama

      Apakah di negeri tempat saudara tinggal terdapat kebebasan beragama? Jika demikian, bagaimana itu didefinisikan? Dapatkah saudara beribadat kepada Allah dengan cara yang saudara pilih, atau apakah saudara terpaksa menjadi anggota dari agama Negara? Apakah saudara diizinkan untuk membaca dan menyebarkan lektur-lektur agama, atau apakah bahan-bahan tercetak semacam itu dilarang oleh pemerintah? Dapatkah saudara berbicara kepada orang-orang lain tentang kepercayaan saudara, atau apakah ini dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak-hak beragama mereka?

      Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini bergantung pada di mana saudara tinggal. Akan tetapi, menarik bahwa ada suatu jenis kebebasan beragama yang sama sekali tidak bergantung pada lokasi tempat tinggal. Sewaktu berada di Yerusalem pada tahun 32 M, Yesus mengatakan kepada para pengikutnya, ”Jika kamu tetap tinggal di dalam perkataanku, kamu benar-benar adalah murid-muridku, dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran akan memerdekakan kamu.”​—Yohanes 8:31, 32.

      Apa maksud pernyataan Yesus ini? Para pendengarnya yang adalah orang-orang Yahudi merindukan kebebasan dari kekuasaan Romawi. Tetapi Yesus tidak sedang membahas kebebasan dari penindasan politik. Sebaliknya, ia menjanjikan sesuatu yang lebih baik kepada murid-muridnya, seperti yang akan kita lihat dalam artikel berikut ini.

  • Dibebaskan oleh Kebenaran
    Menara Pengawal—1997 | 1 Februari
    • Dibebaskan oleh Kebenaran

      DI AMERIKA Serikat, lebih dari satu juta orang meringkuk dalam penjara. Hampir tiga ribu orang dari antara mereka dijatuhi hukuman mati. Bayangkan diri saudara dalam situasi seperti itu. Bagaimana perasaan saudara? Membayangkan situasi semacam itu pastilah menyeramkan. Namun, semua manusia seolah-olah berada dalam kondisi serupa. Alkitab mengatakan, ”Semua telah melakukan dosa dan gagal mencapai kemuliaan Allah.” (Roma 3:23) Ya, sebagai keturunan Adam, kita ”ditawan” oleh keadaan yang berdosa. (Roma 5:12) Setiap hari, kita merasakan pengaruh keadaan kita yang tertawan, sama seperti Paulus, sang rasul Kristen yang menulis, ”Aku melihat dalam anggota-anggota tubuhku suatu hukum lain berperang melawan hukum pikiranku dan membawa aku sebagai tawanan hukum dosa yang terdapat dalam anggota-anggota tubuhku.”—Roma 7:23.

      Sebagai akibat dari keadaan yang berdosa, kita masing-masing seolah-olah berada di bawah hukuman mati, karena Alkitab menyatakan, ”Upah yang dibayar oleh dosa adalah kematian.” (Roma 6:23) Sang pemazmur, Musa, menggambarkan dengan tepat keadaan kita, ”Masa hidup kami tujuh puluh tahun, kalau kami kuat, delapan puluh tahun. Tetapi hanya kesukaran dan penderitaan yang kami dapat; sesudah hidup yang singkat, kami pun lenyap.”—Mazmur 90:10, BIS; bandingkan Yakobus 4:14.

      Dengan memikirkan keadaan manusia yang diperbudak oleh dosa dan kematian, Yesus mengatakan kepada para pengikutnya, ”Kebenaran akan memerdekakan kamu.” (Yohanes 8:32) Melalui kata-kata tersebut, Yesus mengulurkan kepada para pengikutnya harapan akan sesuatu yang jauh lebih mulia daripada pembebasan dari kekuasaan Romawi—ia menawarkan kepada mereka pengampunan dosa dan kelepasan dari kematian! Bagaimana ini diberikan kepada mereka? ”Jika Putra memerdekakan kamu,” Yesus memberi tahu mereka, ”kamu akan benar-benar merdeka.” (Yohanes 8:36) Ya, dengan menyerahkan kehidupannya, sang ”Putra”, Yesus, menjadi korban pendamaian untuk membeli kembali apa yang telah dihilangkan Adam. (1 Yohanes 4:10) Ini membuka jalan bagi seluruh umat manusia yang taat untuk bebas dari belenggu dosa dan kematian. Satu-satunya Putra Allah yang diperanakkan mati ”agar setiap orang yang menjalankan iman kepada dia tidak akan dibinasakan melainkan memiliki kehidupan abadi”.—Yohanes 3:16.

      Oleh karena itu, kebenaran yang dapat membebaskan kita berkisar seputar Yesus Kristus. Mereka yang mengikuti jejak kakinya memiliki harapan untuk dibebaskan dari dosa dan kematian pada waktu Kerajaan Allah mengendalikan sepenuhnya urusan-urusan di atas bumi. Bahkan sekarang, mereka yang menerima kebenaran Firman Allah mengalami kebebasan yang sejati. Dalam hal apa saja?

      Kebebasan dari Rasa Takut Akan Orang Mati

      Jutaan orang dewasa ini hidup dalam ketakutan terhadap orang mati. Mengapa? Karena agama mereka mengajarkan bahwa jiwa meninggalkan tubuh sewaktu seseorang mati dan masuk ke alam roh. Itulah sebabnya di beberapa negeri, menunggui jenazah selama beberapa hari merupakan hal yang lazim dilakukan oleh sanak saudara dari orang yang meninggal. Sering kali ini disertai nyanyian dan tabuhan genderang yang nyaring. Orang-orang yang berkabung percaya bahwa ini akan menyenangkan orang yang mati dan mencegah agar rohnya tidak kembali untuk menghantui orang yang masih hidup. Ajaran Susunan Kristen yang salah mengenai orang mati justru melestarikan tradisi ini.

      Akan tetapi, Alkitab menyingkapkan kebenaran tentang keadaan orang mati. Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa jiwa saudara adalah saudara, bukan bagian yang misterius dari diri saudara yang terus hidup setelah saudara mati. (Kejadian 2:7; Yehezkiel 18:4) Lagi pula, orang-orang mati tidak disiksa di dalam neraka yang bernyala-nyala, juga bukan bagian dari dunia roh yang dapat mempengaruhi orang-orang yang masih hidup. ”Orang yang mati,” Alkitab mengatakan, ”tak tahu apa-apa . . . Tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati [kuburan], ke mana engkau akan pergi.”—Pengkhotbah 9:5, 10.

      Kebenaran Alkitab ini telah membebaskan banyak orang dari rasa takut akan orang mati. Mereka tidak perlu lagi mempersembahkan korban yang mahal-mahal untuk menenangkan leluhur mereka, di samping itu mereka tidak perlu khawatir bahwa orang-orang yang mereka kasihi akan disiksa tanpa belas kasihan karena kesalahan-kesalahannya. Mereka telah belajar bahwa Alkitab menawarkan harapan yang menakjubkan bagi orang mati, karena Alkitab memberi tahu kita bahwa pada waktu yang telah Allah tetapkan, ”akan ada kebangkitan untuk orang-orang yang adil-benar maupun yang tidak adil-benar”. (Kisah 24:15; Yohanes 5:28, 29) Jadi, orang-orang mati sekarang sedang beristirahat, seolah-olah tidur nyenyak.—Bandingkan Yohanes 11:11-14.

      Kebenaran tentang keadaan orang mati dan harapan kebangkitan dapat membebaskan kita dari keputusasaan yang diakibatkan oleh kematian. Harapan semacam itu menguatkan sepasang suami-istri dari Amerika Serikat sewaktu putra mereka yang berusia empat tahun tewas dalam sebuah kecelakaan. ”Ada perasaan hampa dalam kehidupan kami yang tidak mungkin pulih kecuali kami bertemu kembali dengan putra kami pada saat kebangkitan,” demikian pengakuan sang ibu. ”Tetapi kami mengetahui bahwa kepedihan hati kami hanyalah sementara, karena Yehuwa berjanji untuk menghapus air mata dukacita kami.”—Penyingkapan 21:3, 4.

      Kebebasan dari Rasa Takut akan Masa Depan

      Apa yang terbentang di masa depan? Apakah bumi kita akan musnah terbakar karena bencana nuklir? Apakah rusaknya lingkungan hidup di bumi akan membuat planet kita ini tak dapat dihuni? Apakah kehancuran moral akan menimbulkan anarki dan kekacauan? Ini adalah hal-hal yang sangat ditakuti oleh banyak orang dewasa ini.

      Akan tetapi, Alkitab menawarkan kebebasan dari rasa takut yang mencekam demikian. Alkitab menjamin kita bahwa ”bumi tetap ada”. (Pengkhotbah 1:4) Yehuwa tidak menciptakan planet kita sekadar untuk melihatnya hancur oleh ulah manusia yang tidak bertanggung jawab. (Yesaya 45:18) Sebaliknya, Yehuwa menciptakan bumi untuk menjadi firdaus tempat tinggal bagi keluarga umat manusia yang bersatu. (Kejadian 1:27, 28) Maksud-tujuan-Nya tidak berubah. Alkitab memberi tahu bahwa Allah akan ”membinasakan mereka yang membinasakan bumi”. (Penyingkapan 11:18) Setelah itu, ”orang-orang yang rendah hati akan mewarisi negeri,” kata Alkitab, ”dan bergembira karena kesejahteraan yang berlimpah-limpah.”—Mazmur 37:11.

      Janji ini dapat diandalkan, karena Allah tidak berdusta. Yehuwa menyatakan melalui nabi-Nya, Yesaya, ”Firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya.” (Yesaya 55:11; Titus 1:2) Dengan demikian, kita akan menanti dengan penuh keyakinan penggenapan janji Allah yang dicatat dalam Alkitab di 2 Petrus 3:13, ”Ada langit baru dan bumi baru yang kita nantikan sesuai dengan janjinya, dan di dalamnya keadilbenaran akan tinggal.”

      Kebebasan dari Rasa Takut Akan Manusia

      Alkitab menyediakan bagi kita teladan yang menonjol dari pria dan wanita yang tidak memperlihatkan rasa takut dalam pengabdian mereka kepada Allah. Di antaranya adalah Gideon, Barak Debora, Daniel, Ester, Yeremia, Abigail, Yael—dan masih banyak lagi. Pria dan wanita yang setia ini memanifestasikan sikap yang ditulis oleh sang pemazmur, ”Kepada Allah aku percaya, aku tidak takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?”—Mazmur 56:12.

      Pada abad pertama, rasul Petrus dan Yohanes memanifestasikan keberanian serupa ketika kalangan berwenang agama memerintahkan agar mereka berhenti mengabar. ”Tetapi berkenaan kami, jawab mereka, ”kami tidak dapat berhenti berbicara mengenai perkara-perkara yang telah kami lihat dan dengar.” Karena pendirian mereka yang teguh, Petrus dan Yohanes belakangan dipenjarakan. Setelah mereka dibebaskan secara mukjizat, mereka kembali dan terus ”membicarakan firman Allah disertai keberanian”. Tidak lama kemudian, Petrus dan rasul-rasul yang lain dibawa ke hadapan Sanhedrin. ”Kami dengan tegas memerintahkan kamu untuk tidak terus mengajar atas dasar nama ini,” kata imam besar kepada mereka, ”akan tetapi, lihat! kamu telah memenuhi Yerusalem dengan ajaranmu.” Petrus dan rasul-rasul yang lain menjawab, ”Kita harus menaati Allah sebagai penguasa sebaliknya daripada manusia.”—Kisah 4:16, 17, 19, 20, 31; 5:18-20, 27-29.

      Dalam pekerjaan memberitakan kabar baik Kerajaan Allah, Saksi-Saksi Yehuwa dewasa ini berupaya keras untuk meniru gairah orang-orang Kristen abad pertama. Bahkan kaum muda di antara mereka sering kali membuktikan diri tidak gentar dengan berbicara kepada orang-orang lain tentang kepercayaan mereka. Perhatikan beberapa contoh.

      Seorang remaja bernama Stacie pada dasarnya pemalu. Karena itu, pada mulanya berbicara mengenai kepercayaannya kepada orang lain merupakan tantangan. Apa yang ia lakukan untuk mengatasi rasa malunya? ”Saya mempelajari Alkitab dan memastikan bahwa saya mengerti apa yang akan saya katakan,” demikian katanya. ”Halnya menjadi lebih mudah dan saya menjadi lebih percaya diri.” Reputasi Stacie yang bagus dilaporkan dalam surat kabar setempat. Artikel yang ditulis oleh seorang guru di sekolahnya, mengomentari, ”Iman Stacie tampaknya telah memberikannya kekuatan untuk berjuang melawan tekanan-tekanan yang dirasakan oleh kebanyakan remaja. . . . Ia merasa bahwa dinasnya kepada Allah harus menjadi yang utama di dalam pikirannya.”

      Tommy mulai belajar tentang Alkitab dari orang-tuanya ketika ia baru berumur lima tahun. Bahkan dalam usia yang masih sangat muda, ia mengambil pendirian yang berani demi ibadat sejati. Sewaktu teman-teman sekelasnya menggambar suasana hari raya, Tommy justru menggambar pemandangan Firdaus yang Allah janjikan. Ketika menginjak usia remaja, Tommy mengamati bahwa banyak murid bertanya-tanya sehubungan dengan kepercayaannya sebagai Saksi-Saksi Yehuwa. Sebaliknya daripada menciut dan undur, ia bertanya kepada salah seorang gurunya apakah ia boleh memimpin sebuah pembahasan tanya-jawab bersama teman-teman sekelasnya agar dapat menjawab semua pertanyaan mereka sekaligus. Permintaan ini dikabulkan, dan kesaksian yang bagus diberikan.

      Ketika berusia 17 tahun, Markietta memperoleh kesempatan yang baik sekali untuk berbicara kepada teman-teman di kelasnya tentang kepercayaannya. ”Kami diberi tugas untuk menyusun pidato,” ia mengatakan. ”Saya memilih topik saya dari buku Pertanyaan Kaum Muda—Jawaban yang Praktis.a Saya memilih lima pasal dari buku itu dan menuliskan judul-judulnya di papan tulis. Saya meminta teman-teman sekelas untuk menyusun judul-judul tersebut berdasarkan urutan yang mereka rasa paling penting.” Berikutnya sebuah pembahasan dilakukan bersama seluruh kelas. Markietta akhirnya mengatakan, ”Saya memperlihatkan buku itu kepada teman-teman sekelas, dan banyak siswa yang memesannya. Bahkan guru saya memesan satu.”

      Saudara dapat Dibebaskan oleh Kebenaran

      Seperti yang telah kita lihat, kebenaran yang terdapat dalam Alkitab memiliki pengaruh yang membebaskan bagi orang-orang dari segala usia yang mempelajarinya dan mencamkan isinya. Kebenaran tersebut membebaskan mereka dari rasa takut akan orang mati, rasa takut akan masa depan, dan rasa takut akan manusia. Pada akhirnya, tebusan Yesus akan membebaskan umat manusia yang taat dari dosa dan kematian. Sungguh suatu sukacita untuk hidup selama-lamanya dalam firdaus di bumi, tidak lagi ditawan oleh keadaan berdosa yang kita warisi!—Mazmur 37:29.

      Apakah saudara ingin mengetahui lebih banyak tentang berkat-berkat yang Allah janjikan? Kalau begitu, apa yang perlu saudara lakukan? Yesus mengatakan, ”Ini berarti kehidupan abadi, bahwa mereka terus memperoleh pengetahuan mengenai dirimu, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenai pribadi yang engkau utus, Yesus Kristus.” (Yohanes 17:3) Maka jika saudara ingin mengalami kebebasan yang Yesus janjikan kepada murid-muridnya, saudara harus mempelajari tentang Allah Yehuwa dan Putra-Nya. Saudara perlu mengetahui apa kehendak Allah dan kemudian melakukannya, karena Alkitab mengatakan, ”Dunia ini sedang berlalu dan demikian pula keinginannya, tetapi dia yang melakukan kehendak Allah tetap selama-lamanya.”—1 Yohanes 2:17.

      [Catatan Kaki]

      a Diterbitkan oleh Watchtower Bible and Tract Society of New York, Inc.

      [Gambar di hlm. 7]

      Di bawah Kerajaan Allah, umat manusia akhirnya akan dibebaskan dari dosa dan kematian

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan