PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Tulah Ketimpangan Dewasa Ini
    Menara Pengawal—1999 | 1 Agustus
    • Tulah Ketimpangan Dewasa Ini

      ”Kami percaya bahwa kebenaran ini sudah jelas dan mutlak, bahwa semua manusia diciptakan sederajat, bahwa mereka dianugerahi oleh Pencipta mereka hak-hak tertentu, bahwa di antaranya adalah Kehidupan, Kemerdekaan, dan upaya untuk mencapai Kebahagiaan.”​—Deklarasi Kemerdekaan, diterima oleh Amerika Serikat pada tahun 1776.

      ”Sekalian manusia dilahirkan merdeka dan memiliki hak-hak yang sederajat.”​—Deklarasi Hak Manusia dan Warga Negara, diterima oleh Majelis Nasional Prancis pada tahun 1789.

      ”Sekalian orang dilahirkan merdeka serta mempunyai martabat dan hak-hak yang sama.”​—Deklarasi Universal Tentang Hak Asasi Manusia, diterima oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1948.

      TIDAK diragukan lagi. Di antara manusia, hasrat akan persamaan hak adalah sesuatu yang universal. Tetapi, sungguh menyedihkan, kenyataan bahwa gagasan tentang persamaan hak manusia harus terus-menerus dikumandangkan membuktikan bahwa hingga saat ini persamaan hak tak kunjung diraih umat manusia.

      Siapa dapat membuktikan bahwa pada saat ini, di pengujung abad ke-20, keadaan telah menjadi lebih baik? Apakah semua warga negara Amerika Serikat dan Prancis, atau negara mana pun di antara ke-185 anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, benar-benar menikmati hak-hak yang sederajat yang katanya dimiliki sejak lahir?

      Meskipun gagasan persamaan hak di antara semua manusia mungkin ”sudah jelas dan mutlak”, hak-hak untuk ”Kehidupan, Kemerdekaan, dan upaya untuk mencapai Kebahagiaan” sama sekali tidak sederajat bagi semua orang. Misalnya, bagaimana kita dapat menyebutnya persamaan hak hidup jika setiap dokter di Afrika harus melayani 2.570 pasien, sedangkan di Eropa setiap dokter hanya melayani 290 pasien? Atau, bagaimana kita dapat menyebutnya persamaan hak untuk kebebasan dan upaya mencapai kebahagiaan jika kira-kira sepertiga anak laki-laki dan dua pertiga anak perempuan di India akan buta huruf setelah dewasa, sedangkan di tempat-tempat seperti Jepang, Jerman, dan Inggris, hampir setiap anak mendapat jaminan pendidikan?

      Apakah penduduk negeri-negeri Amerika Tengah dengan pendapatan per kapita 1.380 dolar AS menikmati ”martabat dan hak-hak” yang sama dengan penduduk Prancis, yang pendapatan per kapitanya 24.990 dolar AS? Persamaan hak apa yang dinikmati seorang bayi perempuan di Afrika yang harapan hidupnya 56 tahun dibandingkan dengan bayi perempuan di Amerika Utara yang harapan hidupnya 79 tahun?

      Ketimpangan mempunyai banyak aspek, dan semuanya menjengkelkan. Ketimpangan dalam hal standar hidup dan kesempatan memperoleh perawatan kesehatan serta pendidikan hanyalah beberapa dari antaranya. Adakalanya perselisihan politik, ras, atau agama sangat menentukan diperoleh-tidaknya martabat dan kebebasan seseorang. Sekalipun kita banyak mendengar soal persamaan hak, kita hidup dalam dunia yang timpang. Bagaikan suatu tulah—yang didefinisikan sebagai ”suatu penyebab penderitaan yang hebat atau yang merajalela”—ketimpangan melanda setiap jenjang masyarakat manusia. Penderitaan yang diakibatkannya, dalam bentuk kemiskinan, penyakit, kebodohan, pengangguran, dan diskriminasi, sangat memedihkan hati.

      ”Semua manusia diciptakan sederajat.” Gagasan yang sungguh indah! Namun, sungguh tragis bahwa kenyataannya sangat bertolak belakang!

      [Keterangan Gambar di hlm. 3]

      UN PHOTO 152113/SHELLEY ROTNER

  • Ketimpangan—Itukah Niat Allah?
    Menara Pengawal—1999 | 1 Agustus
    • Ketimpangan—Itukah Niat Allah?

      Jawabannya hanya satu kata, yakni tidak. Mari kita lihat alasannya.

      ALLAH berniat agar semua manusia memiliki kesempatan yang sama untuk menikmati kehidupan dan kebahagiaan. Tentang penciptaan manusia, kita membaca, ”Berfirmanlah Allah: ’Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.’” Saat penciptaan di bumi selesai, ”Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik.”—Kejadian 1:​26, 31.

      Dapatkah Allah menyatakan bahwa ketimpangan yang ada sekarang ini ”sungguh amat baik”? Sama sekali tidak, karena ”Allah adalah kasih”. (1 Yohanes 4:⁠8) Dikatakan bahwa Ia ”tidak memandang bulu” dan bahwa ”pekerjaan-Nya sempurna, karena segala jalan-Nya adil, Allah yang setia, dengan tiada kecurangan, adil dan benar Dia”. (Ulangan 10:17; 32:4; bandingkan Ayub 34:19.) Dan, rasul Petrus menyimpulkan, ”Sesungguhnya aku menyadari bahwa Allah tidak berat sebelah, tetapi dalam setiap bangsa orang yang takut kepadanya dan mengerjakan keadilbenaran dapat diterima olehnya.”—Kisah 10:​34, 35.

      Karena Allah itu kasih, tidak berat sebelah, adil, lurus hati, dan adil-benar, bagaimana mungkin Ia menciptakan manusia dengan ketimpangan hak untuk menikmati kebahagiaan? Membiarkan diskriminasi berkembang di antara manusia dan menempatkan mereka dalam suatu sistem yang timpang benar-benar bertentangan dengan kepribadian-Nya. Niat Allah adalah agar mereka semua ”dilahirkan merdeka serta mempunyai martabat dan hak-hak yang sama”. Namun, yang jelas, dewasa ini tidak demikian keadaannya. Mengapa tidak?

      Akar dari Ketimpangan

      Fakta bahwa Allah menciptakan manusia sederajat tidak berarti bahwa Ia berniat agar mereka semua sama dalam setiap hal. Mungkin saja ada perbedaan bakat, minat, dan kepribadian. Mungkin ada perbedaan status atau tingkat wewenang. Misalnya, pria dan wanita tidak sederajat dalam segala hal, tetapi Allah menciptakan wanita ”sebagai pelengkap” pria. (Kejadian 2:​18, NW) Orang-tua dan anak jelas berbeda dalam hal wewenang. Akan tetapi, sekalipun ada perbedaan-perbedaan ini, semuanya—pria, wanita, dan anak-anak​—⁠pasti menikmati hak yang Allah berikan berupa kesempatan yang sama untuk memuaskan tuntutan-tuntutan dasar demi memperoleh kebahagiaan. Mereka semua menikmati martabat dan kedudukan yang sederajat di hadapan Allah.

      Dengan cara yang serupa, putra-putra rohani Allah, yang diciptakan sebelum manusia, diberi tugas dan tanggung jawab yang berbeda. (Kejadian 3:24; 16:​7-11; Yesaya 6:6; Yudas 9) Meskipun demikian, dalam batas-batas yang diberikan kepada mereka, semuanya dapat menikmati persediaan ilahi untuk hidup dan menikmati kebahagiaan yang setara. Dengan demikian, mereka mencerminkan sikap Allah yang tidak berat sebelah dalam cara yang menakjubkan.

      Sungguh menyedihkan, salah satu makhluk roh tidak puas dengan pengaturan Allah yang tidak berat sebelah. Ia menginginkan lebih daripada yang telah Allah berikan kepadanya, merindukan kedudukan yang lebih tinggi dan lebih luhur. Dengan memupuk hasrat yang salah ini, ia menjadikan dirinya saingan Yehuwa, yang sebagai Pencipta tentunya berhak memegang kedudukan yang mengungguli segalanya. Putra rohani Allah yang memberontak ini belakangan menggoda manusia agar menuntut dari Allah lebih daripada yang telah Ia berikan kepada mereka. (Kejadian 3:​1-6; bandingkan Yesaya 14:​12-14.) Jadi, persediaan Yehuwa bagi manusia untuk menikmati kehidupan dan kebahagiaan tampaknya menjadi tidak seimbang. Makhluk roh yang memberontak ini, yang diidentifikasi di Penyingkapan 20:2 sebagai ”Iblis dan Setan”, menjadi penyebab ketimpangan di antara manusia.

      Akankah Keadaannya Berubah?

      Jawabannya hanya satu kata, yakni ya!

      Tetapi, siapa yang dapat mewujudkan perubahan yang diidam-idamkan itu? Para pemimpin manusia, yang beberapa di antaranya tidak diragukan sangat tulus dalam hal ini, telah memperjuangkannya selama berabad-abad. Keberhasilan mereka terbatas, sehingga banyak orang menyimpulkan bahwa tidak realistis untuk mengharapkan tuntasnya problem ketimpangan hak manusia. Akan tetapi, pandangan Allah dicatat di Yesaya 55:​10, 11, ”Seperti hujan dan salju turun dari langit dan tidak kembali ke situ, melainkan mengairi bumi, membuatnya subur dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, memberikan benih kepada penabur dan roti kepada orang yang mau makan, demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya.”

      Sungguh menghibur karena tahu bahwa Allah Yehuwa telah menyatakan secara tertulis bahwa Ia akan menggenapi maksud-tujuan-Nya yang semula, yakni menyediakan bagi semua manusia kesempatan yang sama untuk hidup dan menikmati kebahagiaan! Sebagai Allah kebenaran, Ia mewajibkan diri-Nya untuk menggenapi apa yang telah Ia janjikan. Syukurlah, Ia memiliki kehendak dan sekaligus kuasa untuk melakukannya. Bagaimana ia akan mewujudkan hal ini?

      Jawabannya berkaitan dengan Kerajaan yang Yesus Kristus ajarkan untuk didoakan oleh semua pengikutnya, ”Bapak kami di surga, . . . Biarlah kerajaanmu datang. Biarlah kehendakmu terjadi, seperti di surga, demikian pula di atas bumi.” (Matius 6:​9, 10) Ya, Kerajaan Allah adalah sarana yang akan Yehuwa gunakan untuk ”meremukkan segala kerajaan [yang ada sekarang] dan menghabisinya, tetapi kerajaan itu sendiri akan tetap untuk selama-lamanya”.—Daniel 2:⁠44.

      Di bawah pemerintahan Kerajaan surgawi itu, akan muncul suatu masyarakat baru. Sehubungan dengan hal ini, rasul Yohanes menulis di buku terakhir dalam Alkitab, Penyingkapan, ”Aku melihat langit baru dan bumi baru; karena langit terdahulu dan bumi terdahulu telah berlalu, dan laut tidak ada lagi.” (Penyingkapan 21:⁠1) Lenyaplah sudah semua aspek yang menjengkelkan dari ketimpangan—kemiskinan, penyakit, kebodohan, diskriminasi, dan penderitaan lain yang dialami manusia.a

      Selama lebih dari seabad, Saksi-Saksi Yehuwa telah mengarahkan perhatian orang-orang kepada Kerajaan itu. (Matius 24:14) Melalui halaman tercetak dan bantuan pribadi, mereka telah mengerahkan diri dalam membantu orang-orang memperoleh pengetahuan tentang maksud-tujuan Allah sebagaimana dicatat dalam Alkitab. Akan tetapi, pekerjaan pendidikan mereka di seluas dunia bukan hanya memberi harapan kepada orang-orang akan adanya persamaan hak dan kebahagiaan di masa depan, melainkan juga membawa manfaat sekarang juga dalam mengekang tulah ketimpangan. Mari kita lihat bagaimana caranya.

      [Catatan Kaki]

      a Untuk pembahasan lebih lengkap tentang bagaimana Kerajaan Allah akan segera mewujudkan persamaan hak bagi semua orang, silakan lihat pasal 10 dan 11 dari buku Pengetahuan yang Membimbing Kepada Kehidupan Abadi, diterbitkan oleh Watchtower Bible and Tract Society of New York, Inc.

      [Blurb di hlm. 5]

      Allah berniat agar semua manusia memiliki kesempatan yang sama untuk menikmati kehidupan dan kebahagiaan

  • Mengekang Tulah Ketimpangan
    Menara Pengawal—1999 | 1 Agustus
    • Mengekang Tulah Ketimpangan

      Sang Pencipta akan segera mewujudkan persamaan hak yang sangat diidam-idamkan manusia. Sebelum tiba waktunya, setidak-tidaknya kita dapat mengambil langkah-langkah untuk mengekang tulah ketimpangan yang mempengaruhi kita dan keluarga kita. Sebagaimana dikomentari Nelson Mandela, mantan presiden Afrika Selatan, ”yang membedakan seseorang dari orang lain adalah bagaimana kita memanfaatkan apa yang kita miliki, bukan apa yang diberikan kepada kita”.

      SEJARAH meneguhkan kata-katanya. Banyak pria dan wanita yang tidak mendapat banyak hal sewaktu lahir tetapi, dengan memanfaatkan apa yang mereka miliki, mereka sanggup meraih keberhasilan-keberhasilan yang membuat mereka menonjol dibandingkan dengan orang-orang lain yang sederajat, bahkan yang lebih berbakat. Sebaliknya, orang-orang lain yang sejak lahir diberkati dengan limpah menghambur-hamburkan apa yang mereka miliki dan gagal memanfaatkan sepenuhnya potensi mereka.

      Manfaatkan Sepenuhnya Apa yang Saudara Miliki!

      Saksi-Saksi Yehuwa sangat berminat menolong orang-orang memperoleh pengetahuan akan maksud-tujuan Allah melalui pengajaran Alkitab. Akan tetapi, mereka sadar bahwa untuk sepenuhnya memanfaatkan informasi Alkitab, orang-orang harus dapat membaca. Untuk alasan itu, Saksi-Saksi Yehuwa telah mengajar puluhan ribu orang membaca dan menulis, termasuk 23.000 orang (pada pertengahan tahun 1990-an) di satu negeri Afrika Barat saja. Sewaktu merujuk pada pelayanan sosial yang menonjol dari Saksi-Saksi Yehuwa, San Francisco Examiner mengomentari, ”Anda dapat menganggap mereka warga negara teladan. Mereka membayar pajak dengan sungguh-sungguh, merawat orang sakit, memerangi buta huruf.”

      Selain itu, melalui kursus ceramah yang progresif, Saksi-Saksi Yehuwa telah melatih ratusan ribu orang menjadi pembicara yang cakap, sanggup mengekspresikan diri mereka dengan fasih di hadapan umum. Di antara mereka ini, ribuan pernah mengalami problem bicara yang serius. Perhatikan seorang pria dari Afrika Selatan yang menulis, ”Kegagapan saya sedemikian parahnya sehingga saya menjadi orang yang tertutup, terbiasa mengandalkan orang lain untuk berbicara bagi saya. . . . Sewaktu bergabung dengan Sekolah Pelayanan Teokratis dan harus menyampaikan pembacaan Alkitab di hadapan sekelompok kecil hadirin . . . , saya sedemikian gagapnya sehingga saya tidak sanggup menyelesaikan tugas tersebut dalam waktu yang ditentukan. Setelah perhimpunan, sang [penasihat] dengan baik hati memberikan saran-saran yang praktis. Ia menyarankan agar saya melatih diri membaca dengan suara keras. Saya melakukannya, setiap hari membaca dengan suara keras dari Alkitab dan majalah Menara Pengawal.” Pria ini membuat kemajuan pesat sehingga kini ia menyampaikan ceramah kepada hadirin yang berjumlah ratusan, bahkan ribuan.

      Menikmati Persamaan Hak di Antara Saudara-Saudara

      Tingkat pendidikan, perawatan kesehatan, serta status ekonomi dan sosial di antara Saksi-Saksi Yehuwa sangat berbeda. Perbedaan-perbedaan tersebut hanyalah mencerminkan kondisi dunia yang tidak sempurna tempat mereka hidup. Tetapi, kontras dengan kelompok agama lain, prasangka ras, sosial, dan ekonomi boleh dikatakan telah diberantas dalam kelompok mereka.

      Hal ini dicapai dengan sedapat mungkin mempraktekkan apa yang telah mereka pelajari dari Alkitab. Dengan sepenuh hati, mereka menyambut prinsip-prinsip Alkitab seperti, ”Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati.” (1 Samuel 16:⁠7) ”Allah tidak berat sebelah, tetapi dalam setiap bangsa orang yang takut kepadanya dan mengerjakan keadilbenaran dapat diterima olehnya.” (Kisah 10:​34, 35) ”Jangan membalas kejahatan dengan kejahatan kepada siapa pun. Sediakanlah hal-hal yang baik dalam pandangan semua orang. Jika mungkin, sejauh itu bergantung padamu, hendaklah suka damai dengan semua orang.”—Roma 12:​17, 18; lihat juga 1 Timotius 6:​17-19; Yakobus 2:​5, 9.

      Dengan berpaut erat pada prinsip-prinsip Alkitab yang memupuk persatuan ini, Saksi-Saksi Yehuwa tidak mentoleransi ketimpangan apa pun karena perbedaan ras, sosial, atau ekonomi dalam kelompok mereka. Faktor-faktor ini tidak berpengaruh, katakanlah, dalam menentukan siapa yang mendapat hak istimewa dinas dalam sidang Kristen. Kedudukan pengemban tanggung jawab, seperti mengajar dan kepengawasan, diberikan semata-mata berdasarkan persyaratan rohani.—1 Timotius 3:​1-13; Titus 1:​5-9.

      Bagi orang-orang yang telah menderita ketimpangan hak di dunia yang berprasangka ini, betapa menyegarkan untuk diperlakukan oleh orang-orang lain sebagai saudara dan saudari dengan kedudukan yang sederajat di hadapan Pencipta mereka! Martina dapat membuktikan hal ini. Setelah ayahnya menelantarkan keluarganya, ia dibesarkan dalam rumah tangga yang miskin dengan orang-tua tunggal. Ia sering disisihkan dalam masyarakat, tidak punya rasa percaya diri, dan merasa sulit bergaul serasi dengan orang lain. Ia mengembangkan sikap masa bodoh. Akan tetapi, keadaannya berubah setelah ia mulai belajar Alkitab dan menjadi salah seorang Saksi-Saksi Yehuwa. Ia berkata, ”Saya masih harus berjuang melawan cara berpikir yang negatif, tetapi kini saya lebih sanggup mengatasi problemnya. Harga diri saya telah meningkat, dan saya bisa berbicara dengan lebih percaya diri. Kebenaran telah memberi saya perasaan bertanggung jawab. Kini saya tahu bahwa Yehuwa mengasihi saya dan bahwa hidup ini layak dijalani.”

      Sebagai kelompok Kristen yang bersifat internasional, Saksi-Saksi Yehuwa di lebih dari 230 negeri menikmati tingkat persamaan hak yang benar-benar unik dalam dunia sekarang ini. Dapatkah organisasi agama lain membuat pernyataan serupa dan didukung oleh fakta-fakta?

      Tentu saja, Saksi-Saksi Yehuwa bersikap realistis. Mereka mengakui bahwa sebagai produk lingkungan yang tidak sempurna, mereka tidak akan dapat menanggulangi ketimpangan umat manusia, sama seperti orang-orang lain yang selama berabad-abad telah mencoba melakukannya—dan gagal. Meskipun demikian, mereka bersukacita bahwa dalam kelompok mereka sendiri, mereka telah berbuat banyak untuk mengekang tulah yang memautkan ini. Dan, dengan iman yang kuat akan janji Allah, mereka menanti-nantikan suatu dunia baru yang adil-benar, dan ketimpangan akan menjadi perkara masa lalu untuk selama-lamanya.

      Ya, semua manusia yang taat akan segera kembali menikmati persamaan ”dalam martabat dan hak-hak”, sesuai dengan maksud-tujuan semula dari Pencipta untuk mereka nikmati. Sungguh suatu gagasan yang indah! Dan, kali ini, itulah yang akan menjadi kenyataan!

      [Gambar di hlm. 7]

      Saksi-Saksi Yehuwa memerangi buta huruf dengan mengajar puluhan ribu orang membaca dan menulis

      [Gambar di hlm. 8]

      Kebenaran Alkitab membantu memberantas prasangka ras, sosial, dan ekonomi

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan