-
Alkitab Dihargai dan DibelengguMenara Pengawal—2000 | 1 Desember
-
-
Alkitab Dihargai dan Dibelenggu
”Besar keinginan saya agar buku-buku suci ini diterjemahkan ke dalam semua bahasa,” tulis Desiderius Erasmus, cendekiawan Belanda kenamaan pada abad ke-16.
ERASMUS sangat berharap agar semua orang dapat membaca dan memahami Alkitab. Akan tetapi, para penentang Alkitab menolak keras gagasan semacam itu. Sebenarnya, pada masa itu, Eropa merupakan tempat yang teramat berbahaya bagi setiap orang yang menunjukkan minat sekecil apa pun terhadap isi Alkitab. Di Inggris, sebuah ketetapan parlemen yang pernah berlaku memerintahkan bahwa ”barangsiapa membaca Alkitab dalam bahasa Inggris akan kehilangan tanahnya, budaknya, harta-bendanya, dan nyawanya . . . dan bahwa, jika mereka terus berkeras, atau mengulangi perbuatannya setelah diampuni, mereka akan langsung dihukum gantung karena mengkhianati raja, dan kemudian dibakar karena melakukan hujah terhadap Allah”.
Di daratan Eropa, Inkwisisi Katolik dengan kejam memburu sekte-sekte ”bidah”, seperti Kaum Waldens Prancis, lalu sekte-sekte ini dikhususkan untuk ditindas karena mempunyai kebiasaan mengabarkan ”injil dan surat serta tulisan-tulisan kudus lainnya, . . . karena pengabaran dan pembahasan kitab suci sama sekali terlarang bagi orang awam”. Tak terhitung banyaknya pria dan wanita menderita penyiksaan yang sangat hebat dan kematian karena kasih mereka akan Alkitab. Mereka menanggung hukuman yang sangat berat hanya gara-gara mengucapkan Doa Bapak kami atau Sepuluh Perintah dan mengajarkannya kepada anak-anak mereka.
Pengabdian kepada Firman Allah itu tetap hidup di hati banyak musafir yang berlayar untuk menduduki Amerika Utara. Di Amerika pada masa awal, ”membaca dan agama sangat erat kaitannya, membentuk satu budaya yang didasarkan sepenuhnya pada pengenalan akan Alkitab”, kata buku A History of Private Life—Passions of the Renaissance. Bahkan, sebuah khotbah yang diterbitkan di Boston pada tahun 1767 menyarankan, ”Rajinlah membaca Kitab Suci. Setiap pagi dan setiap malam engkau harus membaca satu pasal Alkitab.”
Menurut Barna Research Group di Ventura, Kalifornia, lebih dari 90 persen orang Amerika memiliki rata-rata tiga buah Alkitab. Namun, penelitian baru-baru ini memperlihatkan bahwa meskipun Alkitab masih sangat dihargai di sana, ”meluangkan waktu untuk membacanya, mempelajarinya, dan menerapkannya . . . kini tinggal kenangan belaka”. Banyak dari antara mereka hanya mengenal sekilas isinya. Salah seorang kolumnis surat kabar mengamati, ”Sudah semakin jarang orang berpandangan bahwa [Alkitab] masih sangat relevan dengan permasalahan dan kepedulian masyarakat zaman sekarang.”
Arus Pemikiran Sekuler
Menurut pandangan yang populer dewasa ini, kita akan meraih sukses dalam hidup semata-mata melalui nalar dan kerja sama antarmanusia. Alkitab kini dipandang tak lebih dari sebuah buku pendapat agama dan pengalaman pribadi, bukan sebagai buku yang berisi fakta dan kebenaran.
Jadi, bagaimana cara kebanyakan orang menghadapi masalah-masalah yang semakin kompleks dan menyusahkan dalam hidup ini? Mereka menghadapinya dengan kehampaan rohani, tanpa bimbingan maupun pengarahan moral dan agama yang kuat. Mereka bagaikan kapal tanpa kemudi, ”diombang-ambingkan seperti oleh gelombang dan dibawa ke sana kemari oleh setiap angin pengajaran melalui muslihat manusia, melalui kelicikan”.—Efesus 4:14.
Kalau begitu, sudah sewajarnya kita bertanya: Apakah Alkitab hanyalah sebuah buku agama? Atau, apakah Alkitab benar-benar Firman Allah, yang berisi informasi yang praktis dan penting? (2 Timotius 3:16, 17) Apakah Alkitab layak kita selidiki? Artikel berikut akan menjawab pertanyaan-pertanyaan ini.
[Gambar di hlm. 3]
Desiderius Erasmus
[Keterangan]
Dari buku Deutsche Kulturgeschichte
[Gambar di hlm. 4]
Kaum Waldens dikhususkan untuk ditindas karena kegiatan pengabaran Alkitab mereka
[Keterangan]
Stichting Atlas van Stolk, Rotterdam
-
-
Alkitab Buku Panduan KehidupanMenara Pengawal—2000 | 1 Desember
-
-
Alkitab Buku Panduan Kehidupan
”FIRMAN Allah itu hidup dan mengerahkan kuasa dan lebih tajam daripada pedang bermata dua mana pun . . . dan dapat menilai pikiran dan niat hati.” (Ibrani 4:12) Gambaran tentang kesanggupan Firman Allah ini tentulah menegaskan bahwa Alkitab bukan hanya sekadar buku yang bagus.
”Beritanya sangat penting bagi kehidupan kita, sama pentingnya seperti napas kita,” kata salah seorang penulis agama dengan singkat. Kemudian, ia menambahkan, ”Jika Anda memang benar-benar merindukan dan membutuhkan penyembuhan dewasa ini lalu memuaskannya dengan membaca Alkitab, hasilnya akan sangat mengagumkan.” Bagaikan pelita yang bersinar terang, Alkitab memberikan pencerahan atas banyak permasalahan dan problem kehidupan modern yang rumit dewasa ini.—Mazmur 119:105.
Sebenarnya, hikmat yang dinyatakan dalam Alkitab mempunyai kuasa untuk membentuk cara berpikir kita, membantu kita memecahkan masalah, meningkatkan mutu kehidupan kita, dan memperlengkapi kita dengan keterampilan untuk menghadapi situasi-situasi yang tak terelakkan. Yang terpenting, Alkitab memungkinkan kita mengenal dan mengasihi Allah.
Buku yang Memberikan Tujuan
Pengarang Alkitab, Allah Yehuwa, ’mengenal baik segala jalan kita’. Ia tahu tentang kebutuhan fisik, emosi, dan rohani kita, lebih baik daripada kita sendiri. (Mazmur 139:1-3) Dengan sangat arif, Ia menetapkan batasan-batasan yang jelas sehubungan dengan perilaku umat manusia. (Mikha 6:8) Oleh karena itu, sewajarnyalah kita berupaya memahami batasan dan bimbingan itu serta belajar menyelaraskan diri dengannya. Berbahagialah orang yang ”kesenangannya ialah hukum Yehuwa”, kata sang pemazmur. ”Segala sesuatu yang ia lakukan akan berhasil.” (Mazmur 1:1-3) Hal ini tentunya layak kita selidiki.
Maurice, seorang pensiunan guru, selalu percaya bahwa Alkitab memiliki nilai sejarah dan sastra. Namun, ia merasa skeptis apakah Alkitab memang diilhamkan Allah. Setelah mendengarkan penjelasan tentang mengapa Allah memberikan Firman tertulis-Nya kepada manusia, Maurice memeriksa beberapa nubuat Alkitab. Semasa muda, ia telah mempelajari sejarah dunia, sastra, sains, dan geografi. Ia mengakui bahwa tadinya ia merasa diri sudah cukup berpengetahuan sehingga tidak perlu lagi melihat begitu banyaknya bukti yang mendukung keautentikan Alkitab. ”Saya mati-matian mengejar kenyamanan, kekayaan, dan kenikmatan hidup. Sayangnya, saya tetap tidak terinformasi dan tidak tahu apa-apa tentang keindahan dan keakuratan buku teragung sepanjang masa ini.”
Sekarang di usianya yang ke-70 tahun, Maurice, seraya mengutip kisah tentang penampakan Yesus kepada rasul Tomas, mengatakan dengan penuh penghargaan, ”Tangan saya telah dituntun kepada ’luka berdarah’ yang untuk selamanya menghapus segala keraguan dari pikiran saya bahwa Alkitab adalah buku yang berisi kebenaran.” (Yohanes 20:24-29) Sebagaimana dinyatakan dengan tepat oleh rasul Paulus, Alkitab menyingkapkan niat hati, dan hal itu memberikan makna bagi kehidupan. Alkitab benar-benar buku panduan kehidupan.
Menenangkan Kehidupan yang Bergejolak
Alkitab juga memberikan nasihat yang dapat membantu orang membuang kebiasaan buruknya. Daniel berhasil menghentikan kebiasaan merokoknya yang najis, serta tidak lagi mengikuti pesta-pesta liar serta mabuk-mabukan. (Roma 13:13; 2 Korintus 7:1; Galatia 5:19-21) Memang masuk akal bila dibutuhkan upaya yang sangat keras untuk menanggalkan kebiasaan buruk, dan kemudian mengenakan ”kepribadian baru”. (Efesus 4:22-24) ”Itu semua benar-benar tantangan,” ujar Daniel, ”karena kita tidak sempurna.” Meskipun demikian, ia berhasil. Sekarang, Daniel membaca Firman Allah setiap hari, dan rutin itu membuatnya tetap dekat dengan Yehuwa.
Semasa remaja dulu, Daniel selalu mempunyai respek yang dalam terhadap Alkitab—meskipun ia tidak pernah membaca Alkitab—dan ia berdoa kepada Allah setiap malam. Namun, ada sesuatu yang kurang. Kebahagiaan seolah-olah menjauh darinya. Titik baliknya adalah sewaktu ia melihat nama Allah di dalam Alkitab untuk pertama kalinya. (Keluaran 6:3; Mazmur 83:18) Oleh karena itu, ia menggunakan nama Yehuwa sewaktu berdoa, dan doa-doanya menjadi semakin bersifat pribadi. ”Yehuwa menjadi pribadi yang terdekat bagi saya, dan Ia masih menjadi sahabat saya yang terkarib.”
Sebelum mempelajari Alkitab, gambaran Daniel tentang masa depan benar-benar suram. ”Siapa pun tahu bahwa kondisi dunia ini sedang merosot,” katanya. ”Saya takut, dan saya berupaya tetap sibuk agar saya tidak pernah memikirkan hal-hal tersebut.” Kemudian, ia mempelajari bahwa Allah akan menegakkan keadilan bagi semua manusia di bumi yang sudah dibersihkan, dan di sana, manusia-manusia yang taat dapat menikmati kedamaian dan kebahagiaan kekal. (Mazmur 37:10, 11; Daniel 2:44; Penyingkapan 21:3, 4) Sekarang, Daniel mempunyai harapan yang pasti. Pengaruh Alkitab yang menenangkan ini memungkinkan Daniel tetap berpandangan positif terhadap kehidupan.
Bantuan dalam Mengatasi Masalah-Masalah Emosi
George berusia tujuh tahun sewaktu ibunya meninggal. Ia sangat takut saat hendak tidur di malam hari, khawatir jangan-jangan ia tidak akan pernah bangun keesokan harinya. Kemudian, ia membaca apa yang Yesus katakan tentang kematian dan kebangkitan, ”Jamnya akan tiba ketika semua orang yang di dalam makam peringatan akan mendengar suara [Yesus] lalu keluar.” Ia juga sangat tersentuh oleh kata-kata Yesus, ”Akulah kebangkitan dan kehidupan. Ia yang memperlihatkan iman akan aku, meskipun ia mati, ia akan hidup.” (Yohanes 5:28, 29; 11:25) Gagasan-gagasan itu terdengar masuk akal, logis, dan menenteramkan. ”Kebenaran ini,” kata George, ”bukan hanya menarik untuk dipelajari melainkan juga menyentuh hati.”
Daniel, yang disebutkan sebelumnya, juga dihantui rasa takut. Ibunya tidak sanggup membesarkannya sendirian, jadi Daniel kerap kali dititipkan di asrama. Ia selalu merasa menjadi anak yang terasing dan sangat merindukan ketenteraman keluarga yang pengasih. Akhirnya, ia menemukan apa yang ia cari sewaktu mempelajari Alkitab. Kemudian, Daniel bergabung dengan sidang Kristen Saksi-Saksi Yehuwa dan menjadi bagian dari sebuah keluarga rohani, dan di sanalah ia merasa diterima dan dikasihi oleh orang lain. Sebenarnya, Alkitab bermanfaat praktis dan mendatangkan kepuasan emosi.
Ingatlah, Yehuwa melihat apa yang ada di dalam hati kita dan mengetahui apa yang kita cari. Allah ”menilai hati”, dan Ia memberikan ”kepada masing-masing sesuai dengan jalan-jalannya”.—Amsal 21:2; Yeremia 17:10.
Nasihat Praktis bagi Kehidupan Keluarga
Alkitab memberikan nasihat praktis tentang hal-hal yang menyangkut hubungan antarmanusia. George mengatakan, ”Konflik kepribadian atau kesalahpahaman merupakan salah satu situasi terberat dalam kehidupan.” Bagaimana cara mengatasinya? ”Jika saya merasa bahwa seseorang merasa tidak enak terhadap saya, saya menerapkan nasihat yang terus terang di Matius 5:23, 24, ’Berdamailah dengan saudaramu.’ Fakta sederhana bahwa konflik itu dapat dibahas bersama, sehingga mendatangkan hasil-hasil yang baik. Saya dapat merasakan damai sejahtera Allah yang Alkitab maksudkan. Benar-benar ampuh. Benar-benar praktis.”—Filipi 4:6, 7.
Bila suami dan istri berselisih paham, keduanya perlu ”cepat mendengar, lambat berbicara, lambat murka”. (Yakobus 1:19) Nasihat itu dapat memperbaiki komunikasi. George menambahkan, ”Ketika saya menerapkan nasihat untuk mengasihi dan memperlakukan istri seperti kepada diri sendiri, saya langsung melihat hasilnya. Istri saya lebih mudah merespek saya.” (Efesus 5:28-33) Ya, Alkitab mengajar kita caranya mengakui dan mengatasi ketidaksempurnaan kita sendiri serta menghadapi ketidaksempurnaan orang lain.
Nasihat yang Abadi
Raja Salomo yang bijaksana berkata, ”Percayalah kepada Yehuwa dengan segenap hatimu dan jangan bersandar pada pengertianmu sendiri. Dalam segala jalanmu, berikanlah perhatian kepadanya, dan ia akan meluruskan jalan-jalanmu.” (Amsal 3:5, 6) Kata-kata itu sungguh sederhana, namun maknanya amat dalam!
Alkitab merupakan daya pendorong untuk berbuat baik. Alkitab memungkinkan para pencinta Allah menyelaraskan kehidupan dengan kehendak-Nya dan menemukan kebahagiaan dalam ”berjalan menurut hukum Yehuwa”. (Mazmur 119:1) Tidak soal keadaan apa pun yang kita hadapi, Alkitab berisi pengarahan dan nasihat yang kita butuhkan. (Yesaya 48:17, 18) Bacalah Alkitab setiap hari, renungkan apa yang saudara baca, dan terapkanlah. Dengan demikian, pikiran saudara akan tetap jernih dan terfokus pada hal-hal yang murni dan sehat. (Filipi 4:8, 9) Selain mengetahui caranya hidup dan menikmati kehidupan, saudara juga akan mengetahui caranya mengasihi sang Pencipta kehidupan.
Dengan mengikuti haluan demikian, Alkitab tidak akan sekadar menjadi buku yang bagus bagi saudara—demikian pula halnya bagi jutaan orang lainnya. Alkitab akan benar-benar terbukti menjadi buku panduan kehidupan!
[Gambar di hlm. 6]
Alkitab dapat memperkuat tekad saudara untuk mengatasi kebiasaan yang berbahaya
[Gambar di hlm. 7]
Alkitab mengajar saudara caranya mendekat kepada Allah
-